PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia) YANG DILATIH TERBANG SKRIPSI WELI TRIS SETIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia) YANG DILATIH TERBANG SKRIPSI WELI TRIS SETIAWAN"

Transkripsi

1 PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia) YANG DILATIH TERBANG SKRIPSI WELI TRIS SETIAWAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN WELI TRIS SETIAWAN. D Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang Dilatih Terbang. Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si. : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc. Agr. Burung merpati merupakan unggas yang hidup di sekitar lingkungan manusia yang disukai karena sangat dekat dan jinak dengan manusia serta hidupnya menyatu dengan tempat tinggal pemeliharaanya. Burung merpati termasuk ke dalam Class Aves dan Genus Columba. Di Indonesia burung merpati umumnya digunakan untuk hewan kesenangan dan hobi menerbangkan (balap). Adapun profil darah berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh untuk mempertahankan diri dari penyakit selain untuk aktifitas, selain itu berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati dan dalam proses transportasi oksigen tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang merupakan bagian dari profil darah. Penelitian profil darah burung merpati sangat diperlukan karena berhubungan dengan aktifitas fisik yaitu terbang. Tujuan dari penelitian ini menghitung gambaran profil darah burung merpati yang meliputi jumlah hemoglobin, hematokrit, sel darah merah, dan jumlah sel darah putih. Selain itu memberikan informasi mengenai profil darah burung yang dilatih terbang. Burung merpati yang digunakan dalam penelitian adalah 25 pasang burung merpati yang dilatih terbang. Burung merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar Sari Dramaga, Bogor. Pemeliharaan burung merpati dilaksanakan di kandang pribadi. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sesuai dengan kebutuhan yaitu per harinya 70 g jagung per pasang burung merpati. Air minum diberikan ad libitum dengan menggunakan tempat air minum berkapasitas 2 l. Pengamatan profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml dengan jarum 26G x 1/2. Sampel darah diambil pada vena sayap. Sampel darah burung merpati langsung dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi anti koagulan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) di dalamnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-t untuk membandingkan profil darah burung merpati jantan dan betina selanjutnya profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang dianalisis dengan uji-t berpasangan. Rataan hemoglobin merpati jantan dan merpati betina sebelum dilatih terbang sama, masing-masing 14,844 g/dl dan 15,206 g/dl sedangkan rataan hemoglobin merpati jantan dan merpati betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda, masingmasing 15,686 g/dl dan 15,169 g/dl. Hemoglobin jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang sama. Latihan terbang tidak berpengaruh terhadap nilai hemoglobin. Rataan hematokrit merpati jantan dan betina tidak berbeda sebelum dilatih terbang dengan nilai hematokrit berkisar 26,5%-53,7%. Hematokrit jantan dan betina sesudah dilatih terbang berbeda (P<0,05), masing-masing berkisar 38,2%-

3 50,6%, hal ini menunjukkan latihan terbang dapat mempengaruhi nilai hematokrit. Rataan hematokrit merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda sedangkan pada merpati betina berbeda (P<0,05). Rataan butir darah merah merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05) yaitu 2,691 x 10 3 mm 3-3,158 x 10 3 mm 3. Adapun rataan butir darah merah merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Nilai rataan butir darah putih merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda masing-masing 6,62 x 10 3 mm 3-9,62 x 10 3 mm 3 sedangkan rataan butir darah putih jantan dan betina sesudah dilatih terbang berbeda (P<0,05), hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi nilai butir darah putih. Rataan butir darah putih jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda, hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi perubahan butir darah putih. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa profil darah burung merpati jantan yang dilatih terbang yaitu nilai hemoglobin, hematokrit dan butir darah merah pada jantan meningkat sedangkan butir darah putih menurun setelah dilatih terbang. Profil darah pada burung merpati betina yaitu nilai hemoglobin mempunyai nilai rataan sama, hematokrit dan butir darah merah menurun serta butir darah putih meningkat setelah dilatih terbang. Latihan terbang pada burung merpati jantan maupun betina dapat mempengaruhi profil darah Kata-kata kunci : burung merpati, terbang, profil darah ii

4 ABSTRACT Blood Profiles of Trained-Pigeon for Flying Setiawan, W.T., S. Darwati and M. Ulfah In indonesia local pigeons are raised either as meat pigeons or racing pigeons. Immune system, and transportation of oxygen in the body of pigeons are related to the blood profiles. This study aimed to identify blood profiles of trained-pigeon. Twenty five couples of flying pigeons were trained to fly and then used in this study. Blood sampling was performed using 1 ml syringe with needles of 26G x 1/2''. Blood samples were taken from the wing. of pigeons. Once the pigeon blood taken, directly inserted into the tubes that contained EDTA. Observations and measurements of blood profiles were conducted at the Laboratory of Anatomy Physiology and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University. Additional date of body weight and feed consumption of pigeons were also provided in this study. The data of blood profiles were analyzed by using t-test to compare blood profiles of male and female pigeons. The blood profiles of trained and untrained pigeons to fly analyzed by the paired t-test. The results show that the flying affected haemoglobines, hematocryt, red blood and white blood cells of the local pigeons. Keywords: local pigeon, training, flying, blood profiles

5 PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia) YANG DILATIH TERBANG WELI TRIS SETIAWAN D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul : Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang Dilatih Terbang Nama : Weli Tris Setiawan NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.) (Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.) NIP : NIP : Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP : Tanggal Ujian : 19 Oktober 2012 Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1986 di Indramayu. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Aminudin, AMd dan Ibu Komariah. Pada tahun 1992, Penulis masuk ke SD Negeri Patrol 1 di Indramayu dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Sukra dan lulus pada tahun Selanjutnya tahun 2001 setelah lulus SLTP Penulis melanjutkan ke sekolah SMA Negeri 2 Indramayu dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 Penulis melanjutkan sekolah ke IPB lewat jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Diploma pada Program Keahlian Teknologi dan Industri Pakan (TIP) Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak IPB dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Program S1 Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan, Penulis menyusun skripsi yang berjudul Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang di latih Terbang.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakkultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis tertarik pada penelitian burung merpati karena burung merpati merupakan salah satu ternak di Indonesia yang harus dijaga kelestariannya. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang profil darah burung merpati yang dilatih terbang. Informasi profil darah burung merpati diperlukan karena berhubungan dengan aktivitas terbang dan profil darah berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati yaitu dalam proses transportasi oksigen yang dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang merupakan bagian dari profil darah. Burung merpati di Indonesia umumnya digunakan untuk hewan kesenangan atau hobi yaitu menerbangkan burung dan dikenal sebagai burung balap. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan para penggemar burung merpati tinggi pada khususnya, selain itu tulisan ini merupakan sumbangsih untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan peternakan Indonesia. Akhir kata, penulis menyadari kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN.. ABSTRACT. LEMBAR PERNYATAAN. LEMBAR PENGESAHAN. RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang. 1 Tujuan Penelitian. 1 TINJAUAN PUSTAKA.. 2 Burung Merpati... 2 Postur Tubuh Aktifitas Burung Merpati... 4 Darah Bagian-Bagian Darah... 6 Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel Darah Putih (Leukosit) Hemoglobin Hematokrit (PCV%)... 7 MATERI DAN METODE.. 8 Lokasi dan Waktu... 8 Materi.. 8 Prosedur... 8 Pemeliharaan... 9 Pemberian Pakan dan Minum Penimbangan Bobot Badan Pengukuran Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan... 9 Pengambilan Sampel Darah Perhitungan Jumlah Hemoglobin Perhitungan Jumlah Hematokrit Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah Perhitungan Jumlah Sel Darah Putih i iii iv v vi vii viii x xi xii

10 Rancangan dan Analisis Data Peubah HASIL DAN PEMBAHASAN.. 17 Hemoglobin. 17 Hematokrit (PCV%) Butir Darah Merah Butir Darah Putih Bobot Badan Konsumsi Pakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.. 30 Saran 30 UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA.. 32 LAMPIRAN. 36 ix

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang Profil Hematokrit Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang... 25

12 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kurungan Merpati (A), dan Kandang Merpati (B) Timbangan Pakan Digital (A), dan Penimbangan Bobot Badan (C) Pengambilan Sampel Darah Merpati (A) dan Sampel Darah (B) Neubauer Hemocytometer Counting Area Burung Merpati... 17

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uji t Berpasangan Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit (PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang Menggunakan Minitab Uji t Dua Sampel Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit (PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Berpasangan Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang Menggunakan Minitab

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Burung merpati merupakan hewan peliharaan termasuk Class Aves dan Genus Columba yang hidup di sekitar manusia, karena mudah pemeliharannya. Burung merpati juga banyak disukai oleh manusia karena jinak dan sangat dekat dengan manusia karena hidupnya menyatu dengan tempat tinggal pemeliharaanya. Burung merpati yang berada di Indonesia, berfungsi sebagai hewan kesayangan dan kesenangan yaitu balap. Salah satu hal yang menarik dari merpati bahwa merpati memiliki sifat berkembang biak yang cepat dan mudah dilatih sehingga punya potensi untuk dijadikan merpati balap. Performan terbang burung merpati pada saat lomba ketangkasan merpati balap diperlukan latihan yang teratur dan status kesehatan merpati yang baik, dimana status kesehatan merpati balap dapat dilihat berdasarkan profil darah seperti hemoglobin, hematokrit, dan butir darah merah. Profil darah tersebut berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh baik untuk mempertahankan diri dari penyakit maupun untuk aktifitas terbang, terutama berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati dan dalam proses transportasi oksigen. Sampai saat ini data tentang profil darah merpati balap di Indonesia masih terbatas. Penelitian profil darah burung merpati diperlukan untuk memberikan informasi tentang profil darah burung merpati yang dilatih terbang dan program seleksi merpati balap. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran profil darah burung merpati yang dilatih terbang meliputi nilai hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel darah merah, dan jumlah sel darah putih.

15 TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati mencakup sekitar 255 spesies dengan penyebaran yang hampir meliputi seluruh dunia. Kecuali di kutub dan beberapa kepulauan samudera. Bulunya yang khas berwarna abu-abu, cokelat atau merah muda, dengan bercakbercak kontras berwarna lebih cerah. Bulunya empuk dan acap kali tidak terpancang kokoh, tetapi kuat dan padat. Sayap dan ekornya menunjukkan banyak variasi dalam bentuk dan ukuran, tetapi tungkainya biasanya pendek, kecuali pada beberapa spesies darat memiliki tungkai cukup panjang. Tubuhnya gempal, lehernya pendek dan kepalanya kecil. Paruhnya rata-rata kecil, lunak pada pangkalnya dan keras pada ujungnya dan pangkal paruh sebelah atas terdapat tonjolan daging yang pada beberapa spesies membesar (Ultgeveri dan Hoeve, 1989) Kebanyakan burung merpati hidup di pepohonan, beberapa di antaranya hidup di tanah dan spesies lainnya lagi hidup di batu karang, sedangkan beberapa spesies yang hidup dekat dengan manusia mencari pemukiman di menara-menara kota dan pedesaan. Burung merpati liar yang hidup di kota adalah keturunan burung dara peliharaan. Semua burung merpati peliharaan adalah keturunan burung dara karang Eropa (Columba livia), yang pada spesies liarnya suka mengeram di punggung-punggung karang, sehingga keturunannya yang di kota pun bersarang di gedung-gedung bertingkat. Kebanyakan spesies ini hidup secara berkelompok, setidak-tidaknya di luar musim mengeram (Ultgeveri dan Hoeve, 1989) Allen (1980) menyatakan bahwa pemeliharaan burung merpati domestik sebagai sebuah hobi atau sebagai sebuah sumber keuntungan bukan hal yang baru. Sebenarnya burung merpati sebagai hobi yang paling tua dan dikenal oleh manusia, yaitu sekitar tahun Sebelum Masehi (SM). Menurut Blakely dan Bade (1985) bahwa burung merpati mempunyai tiga fungsi salah satunya sebagai squab dan merupakan wujud yang paling disukai dari burung merpati sebagai penghasil daging. Squab yang berumur lebih dari 30 hari akan segera menurun keempukan dan kelezatan dagingnya. Oleh karena itu burung merpati umumnya dipotong pada umur hari, yaitu saat pertumbuhan bulu sudah lengkap dan mulai meninggalkan sarang.

16 Menurut Levi (1945) bangsa burung merpati yang banyak digunakan sebagai penghasil daging adalah King, Homer dan Carneau. Radiopoetro (1985) menyatakan bahwa burung merpati lokal memiliki sistematika sebagai berikut : Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Klas : Aves Sub Klas : Neornithes Devisio : Carmatae Ordo : Columbiformes Famili : Columbidae Genus : Columba Spesies : Columbia livia Varietas : Domestica Burung merpati dikelompokkan menurut umurnya. Piyik adalah anak burung merpati umur 1-30 hari, squaker adalah burung merpati berumur 30 hari sampai 6 atau 7 bulan, youngster adalah burung merpati umur 6 atau 7 bulan dan sampai kawin baik jantan muda atau betina muda. Yearling cock yaitu burung merpati jantan atau betina tua sampai diafkir (Tanubrata dan Syamkhard, 2004) Menurut Mosca (2000) warna bulu burung merpati terdiri dari tiga warna dasar yaitu hitam, coklat dan merah. Dari ketiga warna dasar tersebut warna lain dibentuk. Ketiga warna tersebut mengkorespondesikan warna dilusi. Noor (1996) menyatakan bahwa semua sumber warna rambut, bulu, kulit dan mata adalah melanin. Riset dan Teknologi (1981) menyatakan bahwa burung merpati yang terdapat di Indonesia merupakan ternak pendatang dan berasal dari merpati liar (Columba livia) yang penyebaran aslinya di daerah Eropa. Ternak ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat dengan pemeliharaan yang sederhana tanpa prinsip ekonomi dan ditujukan hanya untuk hobi atau kesenangan. Salah satu hal yang menarik adalah merpati memiliki sifat berkembang biak yang cepat sehingga punya potensi untuk dijadikan penghasil daging. Rasyaf dan Amrullah (1982) menyatakan bahwa bangsa-bangsa burung merpati yang ada di Indonesia kurang dapat 3

17 diidentifikasi dengan tepat karena berasal dari bangsa yang bercampur baur dan tidak dapat dikenal asal-usulnya. Kandungan zat gizi daging burung merpati cukup tinggi bahkan dalam beberapa hal lebih tinggi dari hasil unggas lain yaitu pada puyuh protein sebesar 21,1% sedangkan lemaknya 0,7% dengan bobot karkas 66,5%. Kandungan protein burung merpati sekitar 35,8% dan lemak 5,9% (Djanah dan Sulistyani, 1986). Bobot karkas yang dapat dikonsumsi adalah 60,0%-70,0% (Rasyaf dan Amrullah, 1982). Postur Tubuh Postur tubuh burung merpati balap memiliki keterkaitan dengan ciri-ciri morfologi (bentuk dan struktur luar mahkluk) dan anatomi. Karakteristik tersebut dapat dikaitkan dengan kecepatan dan gaya menukik landas terbang merpati yang dijadikan merpati balap (Tanubrata dan Syamkhard, 2004). Tanubrata dan Syamkhard (2004) menyatakan burung merpati merupakan spesies yang paling terkenal dalam keluarga Columbidae. Postur tubuh burung merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat di udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga ada (Darwati, 2003). Aktifitas Terbang Burung Merpati Aktifitas fisik burung merpati meliputi berbagai aktifitas seperti terbang, bertengger lepas landas dan mendarat. Aktifitas terbang sangat memerlukan kekuatan yang sangat besar. Lepas landas dan mendarat adalah fase penting dalam penerbangan burung yaitu sangat berpengaruh pada penyesuaian fungsional kinematik burung dalam penerbangan (Angela dan Biewner, 2010). Terbang ke atas dan ke bawah memerlukan energi potensial. Bergerak menaik dan menurun melibatkan energi potensial (PE) yang sesuai dengan kebutuhan daya untuk menyesuaikan dengan ketinggiannya dan kembali ke darat untuk makan, mengejar mangsa atau untuk manuver (Angela dan Biewner, 2010). Pada saat terbang burung tersebut banyak memerlukan energi dan membutuhkan banyak oksigen. Burung migran meningkatan kebutuhan oksigen saat penerbangan (Lasiewski, 1972). Burung merpati juga mempunyai banyak variasi terbang yang 4

18 memerlukan energi seperti lepas landas, meluncur, melonjak, mendarat dan mengepakkan sayapnya untuk melayang di atas langit. Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan mamalia merespon kebutuhan lingkungan dan energi, seperti hipoksia pada ketinggian tempat yang tinggi untuk kebutuhan energi penggerak dan penerbangan. Hematokrit kapiler dan ukuran sel darah merah mungkin dipengaruhi oleh kebutuhan energi pada saat dilakukan penerbangan. Parameter hematologi harus bervariasi dengan parameter morfologi yang dapat menentukan kapasitas difusi oksigen. Pengaruh pernapasan anterior dan pertukaran panas pada waktu istirahat lebih efisien dibandingkan pada saat dilakukan penerbangan, hal tersebut terlihat ketika burung merpati saat beristirahat. Suhu udara dan kehilangan air yang rendah memungkinkan energi untuk terbang akan pulih kembali. Adapun kehilangan air akibat evaporasi meningkat pada saat dilakukan penerbangan (Canals et al., 2007) Pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973). Hal tersebut diikuti oleh peningkatan hematokrit, hemoglobin, dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985) Michaeli dan Pinshow (2001) menyatakan bahwa burung merpati memiliki arus balik lebih efisien saat pertukaran panas pada pernapasan anterior ketika beristirahat dibandingkan pada saat penerbangan, pada waktu istirahat burung merpati akan pulih tenaganya. Ritchison (2008) menyatakan bahwa aktifitas burung saat terbang yaitu mulai dari meluncur, melonjak untuk penerbangan dan mengepak untuk melayang. Jenis aktifitas paling sederhana saat penerbangan adalah meluncur. Darah Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani sirkulasi, terdiri dari sel-sel yang terendam dalam plasma darah. Berbeda dengan jaringan lain, sel-selnya tidak menempati ruang tetap satu dengan yang lain, tetapi bergerak terus dari suatu satu ke tempat lain. Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin lingkungan yang tetap, agar semua sel serta jaringan mampu melaksanakan fungsinya. Jadi fungsi utama darah adalah mempertahankan homeostasis. Berbagai bentuk sel darah berasal dari sel induk (stem cells) dalam sumsum tulang dan memasuki aliran darah untuk memenuhi kebutuhan tertentu pada hewan (Dellman dan Brown, 1988). 5

19 Darah terdiri dari sel-sel yang terendam di dalam cairan yang disebut plasma. Sebagian besar sel-sel darah berada di dalam pembuluh-pembuluh, akan tetapi leukosit dapat bermigrasi melintasi dinding pembuluh darah guna melawan infeksi (Frandson, 1992). Frandson (1992) selanjutnya menyatakan bahwa darah memiliki beberapa fungsi yaitu: membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh; membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan; membawa karbondioksida dari jaringan di paru-paru; membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan; mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit. Bagian-Bagian Darah Hoffbrand dan Pettit (1987) menyatakan bahwa darah adalah jaringan yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Darah terdiri dari tiga jenis unsur sel yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit yang terendam dalam cairan kompleks plasma. Sel-Sel Darah Merah (Eritrosit) Brown (1988) menyatakan bahwa bila setetes darah segar diperiksa di bawah mikroskop, terlihat sel-sel darah merah sebagai lempengan bikonkaf dengan diameter sekitar 8 µm. Dalam keadaan segar lempengan tersebut berwarna lebih kehijauhijauan daripada merah. Lekuk pada bagian pusat tiap sel darah mengarah menimbulkan bintik terang, sehingga dapat disalah tafsirkan sebagai nukleus. Akan tetapi sel darah merah dewasa pada mamalia (binatang menyusui) tidak bernukleus. Seringkali sel darah merah melekat berpadu dalam barisan atau rouleaux. Bila bagian tepi tetesan darah mengering maka, sel darah merah kehilangan cairan dan berubah bentuknya, beberapa berbentuk seperti mangkok, lain-lainnya tak teratur dalam garis-garis luarnya. Sel-Sel Darah Putih (Leukosit) Brown (1980) menyatakan bahwa jumlah sel darah putih (WBC) menunjukkan jumlah sementara sel darah putih dalam 1 mm kubik darah. Pada individu normal dan sehat, jumlah sel darah putih antara dan sel darah 6

20 putih per mm kubik. Jumlah bervariasi dengan usia, sedangkan jumlah sel darah putih pada bayi yang baru lahir adalah hingga sel darah putih per mm kubik, hal tersebut berkurang menjadi sekitar per mm kubik setelah minggu pertama dan turun ke tingkat normal saat bayi berumur 4 tahun. Hemoglobin Hemoglobin adalah protein utama dalam sel darah merah matang. Sebuah molekul hemoglobin terdiri dari empat rantai globin. Setiap rantai globin terikat dengan besi heme yang mengandung zat besi. Dua dari rantai α-globin berasal dari lokus globin yang terdapat pada kromosom 16 dan sisanya dua rantai globin yang berasal dari lokus β-globin yang terdapat pada kromosom 11 (Schmaier dan Petruzzelli, 2003). Afinitas oksigen (daya ikat) yaitu kemampuan hemoglobin untuk mengubah afinitas oksigen sehingga memungkinkan seseorang atau hewan beradaptasi dengan berbagai lingkungan, situasi phsyiological atau patologis (Cotter, 2001). Hematokrit (PCV%) Nilai hematokrit atau volume sel packed adalah suatu istilah yang artinya peresentase (berdasarkan volume) dari darah yang terdiri dari sel-sel darah merah. Penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak menggumpal kemudian dilakukan sentrifusi sampai sel-sel menggumpul di bagian dasar. Nilai hematokritnya kemudian dapat diketahui secara langsung atau pun secara tak langsung dari tabung tersebut (Frandson, 1992) 7

21 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 pasang burung merpati dewasa berumur 9-12 bulan dengan kisaran bobot badan g. Burung merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu: timbangan digital dengan ketelitian 1 g, kandang untuk memelihara burung merpati, tempat pakan, dan minum, kertas koran, spuit, spektrofotometer, mikroskop serta preparat kaca. Bahan yang digunakan yaitu kertas koran, larutan koagulan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA), alkohol 70%, larutan methanol, larutan giemsa, cuvet. Prosedur Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak dan pedagang di sekitar wilayah Bogor barat. Masa adaptasi burung merpati sebelum digunakan dalam penelitian meliputi tiga tahap yaitu (1). Adaptasi kandang pada hari pertama pada saat merpati datang, (2). Adaptasi lingkungan pada hari kedua, dan ketiga, (3). Burung merpati mulai bisa dilatih terbang. Latihan terbang dilakukan pada jarak 50, 100, 150, dan 200 meter dengan 2 kali pengulangan. Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama (saat burung merpati datang dan pada hari ke-14 setelah dilatih terbang). Burung merpati yang dilatih terbang adalah burung merpati jantan sedangkan burung merpati betina hanya digunakan sebagai pemancing burung merpati jantan dengan cara diklepek (memanggil burung merpati pejantan dengan cara menggunakan burung merpati betina dengan cara mengayunayunkan burung merpati betina).

22 Pemeliharaan Burung merpati dipelihara secara intensif. Burung merpati tersebut dikandangkan pada saat sore hari (menjelang malam) sebanyak 2 ekor per kandang (Gambar 1B). Burung merpati juga di lepas di dalam kurungan pada saat pagi hari hingga sore hari (Gambar 1A). (A) (B) Gambar 1. Kurungan Merpati (A) dan Kandang Merpati (B). Pemberian Pakan dan Minum Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari. Pakan burung merpati berupa jagung butir berukuran kecil dengan diameter 0,5 cm dan diberikan sesuai dengan kebutuhan yaitu 70 g jagung per pasang burung merpati per harinya. Air minum diberikan ad libitum dan disediakan dalam tempat air minum berkapasitas 2 l. Penimbangan Bobot Badan Penimbangan bobot badan burung merpati selama pemeliharaan dilakukan pada awal pemeliharaan dan minggu kedua (hari ke-14) pemeliharaan. Penimbangan bobot badan bertujuan untuk mengetahui pertambahan bobot badan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan merk Weston dengan satuan gram (Gambar 2B). Pengukuran Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan Konsumsi pakan diperoleh dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan tiap harinya selama pemeliharaan dan dilanjutkan dengan penimbangan sisa pakan untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan burung merpati tiap harinnya. Konsumsi pakan adalah selisih pakan dikurangi dengan sisa pakan yang tidak dimakan dalam satuan gram (Gambar 2A). 9

23 . A B Gambar 2. Timbangan Pakan Digital (A), dan Timbangan Digital (B) Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml dengan jarum 26G x 1/2. Sampel darah diambil pada vena sayap. Setelah darah burung merpati diambil, langsung dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi antikoagulan EDTA Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) di dalamnya (Gambar 3A dan 3B). (A) (B) Gambar 3. Pengambilan Sampel Darah Burung Merpati (A) dan Sampel Darah (B) 10

24 Perhitungan Jumlah Hemoglobin Perhitungan jumlah hemoglobin merujuk pada Sastradipradja et al. (1989). Metoda ini banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik dan untuk penelitian hematologi, karena cukup akurat. Prinsip yang digunakan dalam metoda ini yaitu darah ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisianida (reagen drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari hemoglobin yang bervalensi dua (++ : ferro) menjadi bervalensi tiga (+++ : ferri) sehingga terbentuk methemoglobin yang kemudian berikatan dengan kalium sianida membentuk pigmen yang stabil ialah sianmethemoglobin. Intensitas warna campuran ini diukur dengan alat spektofotometer, pada panjang gelombang 540 nm, atau menggunakan filter hijau kekuningan. Optical Density (O.D) larutan sebanding dengan konsentrasi hemoglobinnya. Semua bentukbentuk hemoglobin diukur dengan metoda ini, kecuali sulfhemoglobin. Pipet larutan Reagen Drabkins 5,0 ml, kemudian masukan kedalam tabung reaksi 1 dan 2. Tambahkan 0,02 ml darah ke dalam tabung reaksi ke 2, dengan menggunakan pipet sahli atau pipet lainnya yang bervolume 0,02 ml, kemudian bilas pipet yang sudah digunakan, agar tidak ada darah yang tertinggal di dalam pipet, dengan cara menghisap dan meniupkan cairan yang ada dalam tabung reaksi ke 2 tersebut. Campur dengan baik larutan di dalam tabung, kemudian dibiarkan selama paling sedikit 10 menit pada suhu kamar, agar terbentuk sianmthemoglobin dengan baik. Selanjutnya dilakukan pembacaan dengan transmittance (Optical Density) larutan tersebut dengan menggunakan alat kolorimeter atau spektofotometer pada panjang gelombang 540 nm (menggunakan filter hijau kekuningan). Perhitungan Jumlah Hematokrit (PCV%) Perhitungan jumlah hematokrit (PCV%) merujuk pada Sastradipradja et al. (1989). Perhitungan hematokrit (PCV%) bertujuan untuk menentukan nilai hematokrit (peresentase volume eritrosit di dalam darah) dengan prinsip darah yang bercampur dengan antikoagulan diputar dengan alat centrifuse sehingga akan terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas butir-butir darah merah atau eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai peresentase volume dari keseluruhan darah. 11

25 Cara yang digunakan dalam perhitungan ini yaitu dengan metoda mikrohematokrit. Langkah pertama yaitu bersihkan daerah pengambilan darah, kemudian tusuk pembuluh darah dengan menggunakan spuit setelah darah keluar tempelkan mikrokapiler yang bertanda merah atau biru pada tetesan darah tersebut, biarkan darah sampai mengalir mengisi 4/5 bagian pipa kapiler kemudian sumbat ujung pipa kapiler yang bertanda (tidak selalu bertanda) dengan crestaseal. Setelah itu pipa-pipa kapiler ditempatkan dan disusun pada alat mikrocentrifuse, putar pipapipa kapiler yang berisikan darah dengan alat mikrocentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan rpm, setelah diputar akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas lapisan plasma yang jernih dibagian atas kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) ialah trombosit dan leukosit dan lapisan merah yaitu eritrosit. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah) dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary hematokrit reader). Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah Perhitungan jumlah sel darah merah merujuk pada penelitian Sikar et al. (1984). Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera 1 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu pipet diisi larutan Ress dan Ecker hingga tanda 101 dengan cara menghisap larutan tersebut, kemudian pipet diputar dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan-cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet ditempatkan atau diteteskan ke kertas tissue. Setelah itu satu tetes darah diteteskan ke dalam hemocytometer dan dijaga tidak ada udara yang masuk, kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu mulai dilakukan penghitungan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Penghitungan eritrosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak eritrosit yang berjumlah dua buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 5.000, untuk mengetahui jumlah ertrosit dalam 1 mm 3 darah, yaitu : 12

26 Jumlah eritrosit per mm 3 darah = a x butir Perhitungan Jumlah Sel Darah Putih Perhitungan jumlah sel darah putih merujuk pada penelitian Sikar et al. (1984). Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga pada tera 1 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan Ress dan Ecker hingga tanda 101. Kemudian pipet diputar dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada kertas tissue. Setelah itu satu tetes darah diteteskan ke dalam hemocytometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan dapat dimulai di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Untuk menghitung leukosit dalam hemocytometer, digunakan kotak leukosit yaitu jumlah leukosit yang didapat dari hasil pengamatan dibawah mikroskop dikalikan 200 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm 3 darah, yaitu : Jumlah leukosit per mm 3 darah = b x 200 butir Gambar 4. Neubauer Hemocytometer Counting Area Sumber : Buku Fisiologi Veteriner (1989) 13

27 Rancangan dan Analisis Data Data konsumsi pakan dianalisa secara deskriptif. Uji t digunakan untuk membandingkan profil darah burung merpati jantan dan betina serta rataan bobot badan burung merpati. Analisa data merujuk pada Walpole (1982) dengan formula sebagai berikut Peubah Peubah yang diamati adalah persentase hemoglobin, hematokrit, sel darah merah dan sel darah putih sebelum dan setelah dilatih terbang. Selain itu dilengkapi data bobot badan dan konsumsi pakan. S 2 p = (n 1-1) S (n 2-1) ) S 2 2 n 1 + n 2-2 Keterangan : t = Nilai Hitung = Nilai Rataan Kelompok Ke-1 = Nilai Rataan Kelompok Ke-2 S p = Simpangan Baku S 2 p = Kuadrat Simpangan Baku n 1 = Jumlah Sampel Ke-1 n 2 = Jumlah Sampel Ke-2 Data profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang dianalisa dengan menggunakan uji t berpasangan. Uji t berpasangan merujuk pada Walpole (1982), yaitu 14

28 v = n-1 Keterangan : Sd = Standar Deviasi n = Jumlah Sampel d 2 1 = Kuadrat Selisih dari Pengukuran Ke-1 dan Ke-2 = Rataan Sampel V = Derajat Bebas t = Nilai t Hitung Keterangan : = nilai rataan n = jumlah ternak X i = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu ke - i, i = 1, 2,, n 15

29 Keterangan : sb = simpangan baku X = peubah sifat kuantitatif yang diukur n = jumlah ternak Keterangan : KK = koefisien keragaman sb = simpangan baku = nilai rataan 16

30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan Betina Sebelum dilatih terbang (g/dl) ,844 ± 2,807 (18,9) (g/dl) ,206 ± 2,071 (13,6) Sesudah dilatih terbang 15,686 ± 1,566 (9,9) 15,169 ± 2,217 (14,6) Rataan hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9%), 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl (KK=13,6%) (Tabel 1). Menurut Mitruka dan Rawnsley (1977) kadar hemoglobin burung merpati berkisar antara 10,7-14,9 g%, itik 9,0 21 g%, kalkun 8,8 13,4 g%, dan puyuh 10,7 14,3 g%. Kadar hemoglobin pada burung beo menurut Archawaranon (2005) yaitu (13,59 14,32 g/dl). Berarti nilai hemoglobin pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan burung merpati dan unggas lain yang dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005). Gambar 5. Burung Merpati

31 Nilai hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang tidak berbeda. Hasil penelitian ini berbeda dengan Archawaranon (2005) yang menyatakan bahwa nilai hemoglobin betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) dan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6 %) (Tabel 1), apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), pada penelitian ini mempunyai nilai yang tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum dilatih terbang. Nilai hemoglobin merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa latihan terbang pada penelitian ini belum mempengaruhi nilai hemoglobin. Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda seperti disajikan pada Tabel 1. Nilai hemoglobin burung merpati jantan sebelum dilatih terbang diperoleh rataan 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9 %), sedangkan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005) pada penelitian ini mempunyai nilai hemoglobin yang lebih tinggi. Meningkatnya hemoglobin disebabkan adanya aktifitas terbang karena banyak membutuhkan oksigen seperti dikemukakan (Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973) pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et al., 1985) bahwa aktifitas terbang diikuti oleh peningkatan jumlah hemoglobin. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku hemoglobin burung merpati betina sebelum dilatih terbang adalah 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl (KK=13,6%) sedangkan pada burung merpati betina yang sudah diterbangkan diperoleh rataan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6%), jika dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), hasil penelitian ini mempunyai nilai yang cukup tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum dilatih terbang. Ini menunjukan bahwa nilai hemoglobin burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Koefisien keragaman yang diperoleh pada penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang, akan tetapi nilai koefisien keragaman jantan 18

32 lebih tinggi yaitu 18,9% dibandingkan dengan betina sebelum dilatih terbang yaitu 13,6%. Koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada betina sebesar 14,6% berarti masih beragam. Nilai koefisien keragaman yang tinggi terdapat pada betina dibandingkan jantan sesudah dilatih terbang atau jantan lebih seragam dibandingkan betina. Nilai koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada jantan yang belum dilatih terbang adalah sebesar 18,9% berati masih beragam berarti bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih beragam dibandingkan sesudah dilatih terbang. Adanya keragaman pada nilai hematologi pada burung yang dilatih menmungkinkan untuk memilih burung yang memiliki nilai hamatologi yang dibutuhakan untuk burungi merpati agar dapat dilatih terbang. Hematokrit (PCV %) Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hematokrit (PCV%) burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Profil Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dilatih terbang Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan (%) ,30 ± 8,26 (18,6) Betina (%) ,77 ± 4,74 (10,1) a Sesudah dilatih terbang 46,61 ± 3,47 (7,43) 1 39,93 ± 9,84 (2,46) b2 Ket : Superskrip dengan angka yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05) Superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05) Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang yaitu pada burung merpati jantan diperoleh rataan 44,30 ± 8,26 % (KK=18,6%) dan burung merpati betina diperoleh rataan 46,77 ± 4,74 % (KK=10,1%) a. 19

33 (Tabel 2) Hasil penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan jumlah hematokrit pada burung merpati berkisar antara 39,3% - 59,4%, itik 32,6% - 47,5%, kalkun 30,4% - 45,6% dan puyuh 30,0% - 45,1%. Berarti nilai hematokrit pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan merpati yang dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977). Rataan hematokrit betina sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibanding dengan jantan sama akan tetapi berbeda dengan penelitian Campbell dan Dein (1984); Sturkie (1986) bahwa secara umum jumlah hematokrit lebih tinggi jantan dibandingkan betina. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masingmasing adalah diperoleh yaitu 46,61 % ± 3,47 (KK=7,43%) 1 39,93 % ± 9,84 % (KK=24,6%) 2. (Tabel 2) Hasil ini menunjukan bahwa nilai hematokrit jantan dan betina sesudah terbang berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) yang menyatakan bahwa rataan hematokrit burung merpati adalah 49%, dengan demikian pada penelitian ini mempunyai nilai hematokrit yang lebih rendah. Meningkatnya hematokrit yang diperoleh setelah burung dilatih terbang dalam penelitian ini disamping perbedaan jenis kelamin juga pengaruh aktifitas latihan terbang. Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973) menyatakan bahwa pada burung migran saat terbang memerlukan banyak oksigen sehingga terjadi peningkatan hematokrit dalam darah Viscor et al. (1985) menyatakan bahwa aktifitas terbang diikuti dengan peningkatan hematokrit. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan 44,30% ± 8,26% (KK=18,6%) dan 46,61 ± 3,47 (KK=7,43%). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai hematokrit burung merpati jantan sebelum dan sesudah terbang tidak berbeda (sama), hal ini menunjukkan bahwa aktifitas dilatih terbang dan tidak dilatih terbang tidak mempengaruhi nilai hematokrit pada burung merpati. Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan mamalia tampaknya merespon kebutuhan lingkungan, seperti hipoksia pada ketinggian tinggi dan kebutuhan energi penggerak dan penerbangan. 20

34 Burung yang terbang dan tidak terbang serta mamalia membutuhkan kebutuhan energi berbeda, adapun hematokrit kapiler tidak berbeda pada setiap takson. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), maka nilai hematokrit (PCV%) merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang Pada penelitian ini lebih rendah. Rataan Hematokrit burung merpati jantan yang sudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang hal ini disebabkan pada aktifitas terbang banyak membutuhkan oksigen yang dapat mempengaruhi meningkatnya hematokrit sebagaimana dikemukakan Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973). Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et al 1985) yang menyatakan bahwa aktiftas penerbangan burung dapat mempengaruhi peningkatan jumlah hematokrit. Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang dan sesudah diltaih terbang adalah 46,77% ± 4,74% (KK=10,1) a dan 39,93% ± 9,84% (KK=24,6) b. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang berbeda. Berarti apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai hematokrit (PCV%) sebelum dilatih terbang. Koefisien keragaman pada jantan maupun betina sebelum dilatih terbang pada penelitian ini beragam, hal ini berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 18,6% sedangkan betina sebesar 10,1%. Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dilatih terbang beragam karena nilai yang diperoleh pada jantan sebelum dilatih terbang yaitu 18,6%. Berarti masih bisa dilakukan seleksi sedangkan pada betina nilai koefisien keragamannya diperoleh yaitu 7,43% (berarti seragam). Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada burung merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 7,43% dan pada betina sebesar 24,6%. Adapun nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi dibandingkan pada jantan. 21

35 Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang beragam, hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 18,6 % sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu sebesar 7,43 %. Koefisien keragaman pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang beragam, sehingga hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh betina sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 10,1% sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu 24,6 %. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang. Pada penelitian ini menunjukan masih ada keragaman nilai hemtokrit pada jantan setelah dilatih terbang. Selanjutnya dapat dipilih burung merpati yang memiliki nilai hematokrit yang dapat memenuhi aktifitas terbang. Butir Darah Merah Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah DilatihTerbang Butir darah merah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691 x 10 6 /mm 3 ± 1,938 x 10 6 /mm 3 (KK=72,0 %) a 3,158 x 10 6 /mm 3 ± 1,753 x 10 6 /mm 3 (KK=55,5 %) b. Nilai butir darah merah (eritrosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Tabel 3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan Betina Sebelum dilatih terbang (10 6 /mm 3 ) (10 6 /mm 3 ) ,691 ± 1,938 (72,0) a 3,158±1,753 (55,5) b Sesudah dilatih terbang 3,712 ± 1,124 (30,2) 2,715 ±2,101 (77,3) Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05) 22

36 Mitruka dan Rawnsley (1977) bahwa menyatakan bahwa burung merpati mempunyai butir darah merah (2,13-4,20) x 10 6 /mm 3. Adapun hasil penelitian Fowler (1978) menunjukkan bahwa elang mempunyai butir darah merah (2,30 3,25) x 10 6 /mm 3. Apabila dibandingkan dengan butir darah merah burung lain yang dilaporkan Suzana (2007) pada Beo Kalimantan memiliki jumlah eritrosit terbesar (2,63 x 10 6 /mm 3 ), kemudian diikuti Beo Flores (2,40 x 10 6 /mm 3 ), Beo Medan (2,20 x 10 6 /mm 3 ) dan Beo Nias (2,17 x 10 6 /mm 3 ), maka rataan butir darah merah merpati pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan jenis burung lainnya. Pada penelitian ini diperoleh nilai rataan butir darah merah (eritrosit) lebih tinggi burung merpati betina dibandingkan dengan burung merpati jantan, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nirman & Robinson (1972) bahwa nilai butir darah merah jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Peningkatan butir darah merah pada burung jantan karena androgen dan efek balik dari estrogen. peneliti lain berpendapat bahwa jumlah eritrosit pada burung jantan umumnya lebih tinggi dibandingkan burung betina (Santosa et al., 2003). Pengaruh perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi nilai butir darah merah (eritrosit) hal tersebut sesuai dengan pendapat (Strurkie, 1976; Schalm et al., 1986) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin pada burung merpati juga mempengaruhi jumlah nilai eritrosit. Begitu pula seperti yang dinyatakan (Santosa et al., 2003) bahwa hormon seks memiliki peran penting dalam produksi eritrosit. Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masingmasing adalah 3,712 x 10 6 /mm 3 ± 1,124 x 10 6 /mm 3 (KK=30,2%) 2,715 x 10 6 /mm 3 ± 2,101 x 10 6 /mm 3 (KK=77,3%). Ini menunjukkan bahwa nilai rataan merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak beda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), butir darah merah merpati pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang.. Selanjutnya Brown (1988) menyatakan bahwa jenis hewan yang memiliki ukuran eritrosit kecil, jumlahnya lebih banyak, sebaliknya yang ukurannya lebih besar jumlahnya akan lebih sedikit, untuk unit volume tertentu. Jumlah eritrosit 23

37 berbeda tidak hanya untuk tiap jenis hewan saja. Perbedaan trah (breed), kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur dapat memberikan perbedaan dalam jumlah eritrosit. Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691x10 6 /mm 3 ± 1,938x10 6 /mm 3 (KK=72,0%), dan 3,712 x10 6 /mm 3 ± 1,124 x10 6 /mm 3 (KK=30,2%) (Tabel 3). Berarti nilai butir darah merah merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Faktor yang mempengaruhi nilai sel darah merah (eritrosit) dipengaruhi oleh aktifitas fisik seperti penerbangan burung merpati yang berkaitan dengan pengeluaran energi. Diduga jarak penerbangan yang pendek sehingga hasilnya berbeda. Akan tetapi nilai butir darah merah burung merpati jantan sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibanding yang tidak dilatih terbang. Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati betina sebelum dilatih terbang diperoleh hasil berkisar 3,158 x 10 6 /mm 3 ± 1,753 x 10 6 /mm 3 (KK=55,5%) 2,715 x 10 6 /mm 3 ± 2,101 x 10 6 /mm 3 (KK=77,3%). Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai butir darah merah burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh aktifitas terbang burung merpati yang membutuhkan oksigen sehingga mempengaruhi peningkatan jumlah eritrosit. Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi 1972;Berstien et al., 1973) dan hal ini diikuti oleh peningkatan dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985). Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan yaitu 72,0% sedangkan pada betina diperoleh nilai sebesar 55,5%, akan tetapi pada jantan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi. Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang beragam hal tersebut dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman jantan sesudah dilatih 24

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati mencakup sekitar 255 spesies dengan penyebaran yang hampir meliputi seluruh dunia. Kecuali di kutub dan beberapa kepulauan samudera. Bulunya yang khas berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara 11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara yang diberi ransum dengan tambahan urea yang berbeda ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

BAB VII DARAH A. SEDIAAN NATIF DARAH.

BAB VII DARAH A. SEDIAAN NATIF DARAH. BAB VII DARAH A. SEDIAAN NATIF DARAH. Tujuan Praktikum Mengamati darah tanpa diproses lebih lanjut. 1. Memperhatikan bentuk-bentuk sel-sel darah ada tidaknya sel eritrosit yang mengalami krenasi (pengerutan),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan April sampai dengan Desember 2011. Lokasi pemeliharaan pada penelitian ini bertempat di Laboratorium Lapang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 17 BAB III MATERI METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum terhadap Kadar Hemoglobin, Jumlah Eritrosit dan Leukosit Puyuh Jantan dilaksanakan pada bulan Juni- Juli

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di kandang Penelitian Ternak Unggas, UIN Agriculture Research and

MATERI DAN METODE di kandang Penelitian Ternak Unggas, UIN Agriculture Research and III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2014 di kandang Penelitian Ternak Unggas, UIN Agriculture Research and Development Station

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimen Kuasi dengan rancangan penelitian After Only With Control Design 35 yang digambarkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix 17 III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix japonica) sebanyak 100 ekor puyuh berumur 4 minggu yang diperoleh dari Quail

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah penelitian analitik diskriptif. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1Tujuan A. Pungsi Darah Vena (Flebotomi) Untuk pemeriksaan hematologi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. B. Pemeriksaan Laju

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. Acum Jaya Abadi dengan jumlah objek penelitian sebanyak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Kecubung Kecubung termasuk tumbuhan perdu yang tersebar luas di daerah yang beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae dan Chrysonilia crassa dalam Ransum terhadap Profil Darah Merah Ayam Broiler yang Dipelihara Pada Kondisi

Lebih terperinci

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 11 September 2001 Tanggal Laporan : 19 September 2001 Asisten : Astania Departemen Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan selama 28 hari di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Erna Winarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jln. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman, Yogyakarta E-mail:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel darah yaitu obyek glass, cover glass, Haemicitometer, jarum suntik, pipet kapiler, mikroskop monokuler. Vitamin E

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berbeda dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di era globalisasi menuntut penyedia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari 2017. Lokasi pemeliharaan ayam broiler di Peternakan milik Bapak Hadi Desa Sodong Kecamatan Mijen Kota Semarang. Analisis

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Kelautan untuk membuat ekstrak daun sirih, Laboratorium Fisiologi Hewan Air (FHA) untuk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010, bertempat di kandang A, kandang sapi perah Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina fase grower

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina fase grower 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina fase grower berumur 4 bulan yang memliki simpangan baku bobot badannya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang komposisi kimiawi tubuh sapi Madura jantan yang diberi level pemberian pakan berbeda dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai alasan diantaranya adalah burung lebih mudah dilihat dari hewan lain. Beberapa burung memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian Karya Tulis Ilmiah ini adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian Karya Tulis Ilmiah ini adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian Karya Tulis Ilmiah ini adalah penelitian analitik. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 1. Tempat penelitian Tempat penelitian dilakukan dilaboraturium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik. 2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian di lakukan di laboratorium klinik

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Maret 2010. Lokasi pelaksanaan penelitian, yaitu : Laboratorium Lingkungan Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak penelitian yang digunakan adalah Ayam Lokal yang diperoleh dari Jimmy Farm Cianjur. Ayam berumur 1 hari (DOC) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh Jepang dan Klasifikasinya Burung puyuh liar banyak terdapat di dunia, nampaknya hanya baru Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut Nugroho

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah 1. Definisi Darah Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dan bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Darah merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari sel darah. (Evelyn C. Pearce, 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari sel darah. (Evelyn C. Pearce, 2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kacang jantan muda dan dewasa akibat taraf pemberian pakan yang berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Kacang jantan muda dan dewasa akibat taraf pemberian pakan yang berbeda 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang kadar hematokrit, urea dan glukosa darah kambing Kacang jantan muda dan dewasa akibat taraf pemberian pakan yang berbeda dilaksanakan pada bulan Agustus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase grower berumur 4 bulan dengan simpangan baku bobot badan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci