I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mencapai jiwa (0,7%) dari jumlah penduduk sebesar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mencapai jiwa (0,7%) dari jumlah penduduk sebesar"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecacatan didefinisikan sebagai situasi individu yang mempunyai hambatan baik secara fisik ataupun mental dalam hal partisipasi penuh pada aktivitas normal kelompok seusianya termasuk keikutsertaan dalam kegiatan sosial, rekreasi, dan pendidikan (Koch dan Poulsen, 2001). Data sensus nasional Biro Pusat Statistik pada tahun 2003 mencatat bahwa jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai jiwa (0,7%) dari jumlah penduduk sebesar jiwa. Berdasarkan data tersebut sebanyak jiwa (24,45%) merupakan anak-anak usia 0-18 tahun dan jiwa (21,42%) merupakan anak cacat usia sekolah dengan usia berkisar 5-18 tahun. Sekitar (14,4%) anak penyandang cacat usia sekolah ini terdaftar di sekolah luar biasa (slb) (Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pada tahun 2009 jumlah penyandang cacat mengalami peningkatan menjadi anak dengan rincian sebanyak anak di sekolah luar biasa dan anak ada di sekolah inklusif. Anak penyandang cacat dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok antara lain : tuna netra, tuna rungu/tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD), autisme, dan tuna ganda (Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2010). Kebutaan menurut WHO dan UNICEF adalah suatu keadaan yang menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang 1

2 2 memerlukan penglihatannya sebagai hal yang esensial sebagaimana orang sehat (Ilyas, dkk., 2002). Kriteria kebutaan berbeda di setiap negara tergantung pada faktor sosio-ekonomi. Kriteria kebutaan di Indonesia mengacu pada anjuran kriteria WHO untuk negara berkembang dengan tajam penglihatan 3/60 atau lebih rendah yang tidak dapat dikoreksi (Ilyas, dkk., 2002). Efendi (2006) menyatakan bahwa seseorang dikatakan tuna netra jika ia memiliki visus sentralis (tajam penglihatan) sama atau kurang dari 6/60 sehingga setelah dikoreksi secara maksimal tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal/orang awas. Berdasar tes tajam penglihatan dengan kartu baca Snellen, tajam penglihatan 3/60 berarti seseorang hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter yang oleh orang normal jari tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter dan tajam 6/60 mengandung pengertian bahwa seseorang hanya dapat melihat huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter (Ilyas, 1998). Klasifikasi tuna netra menurut kemampuan melihat dibagi menjadi 2 yaitu: tuna netra total dan tuna netra sebagian/penglihatan kurang/low vision (Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2010; Delphie, 2007; Hadi, 2005). Tuna netra total adalah seseorang yang tidak dapat mengenal rangsangan sinar dan bergantung seluruhnya pada alat indera lainnya atau diluar indera penglihatan (Ilyas, dkk., 2002). Tuna netra sebagian/penglihatan kurang/low vision adalah gangguan penglihatan yang menyebabkan seseorang kesulitan menggunakan indera penglihatan meskipun mereka masih memiliki sisa penglihatan (Delphie, 2007).

3 3 Anak dengan kecacatan dan kebutuhan khusus membutuhkan lebih banyak bantuan dan bergantung kepada orang lain untuk mendapatkan/mempertahankan kesehatan termasuk kesehatan gigi dan mulut (Boyer-Chu, 2007). Kesehatan gigi dan mulut adalah keadaan bebas dari : nyeri kronis pada wajah dan rongga mulut, kanker mulut dan tenggorokan, luka pada mulut, cacat lahir seperti cleft lip dan cleft palate, penyakit periodontal (gingiva), kerusakan gigi (karies gigi) dan kehilangan gigi, serta gangguan/penyakit lain yang mempengaruhi rongga mulut (WHO, 2013). Kesehatan gigi dan mulut seseorang berkaitan dengan beberapa faktor risiko yang dapat memperparah kondisi/keadaan rongga mulutnya. Faktorfaktor tersebut antara lain : kondisi sosial ekonomi keluarga; tingkat pendidikan; kebijakan kesehatan dan sosial; akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan; paparan fluoride; pengetahuan, sikap, perilaku, dan nilai seseorang terhadap kesehatan mulut; kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol; pola makan seharihari; oral hygiene/kebersihan gigi dan mulut; usia; jenis kelamin; dan genetika (Departement of Health State of Victoria, 2011). Seorang tuna netra mempunyai sisa penglihatan yang terbatas sehingga menyebabkan keterbatasan dalam menerima stimulasi persepsi visual. Persepsi visual yang terbatas menyebabkan adanya keterbatasan orientasi dan gerakan/mobilitas. Anak tuna netra akan mengalami hambatan dalam bergerak yang ditunjukkan dengan kekakuan, koordinasi gerak yang buruk, aktivitas gerak yang tidak terkontrol atau tidak beraturan, ketidakmampuan dalam menjaga keseimbangan, dan lemahnya otot dalam merespon stimulus. Hambatan tersebut akan mendukung munculnya hambatan dalam memperoleh pengalaman/informasi baru, hambatan hubungan sosial kemasyarakatan, serta hambatan kemandirian

4 4 aktivitas dalam personal hygiene yang meliputi : kegiatan memakai baju, menyisir rambut, mandi, dan praktik oral hygiene/menyikat gigi (Hadi, 2005; Efendi, 2006). Azrina, dkk. (2007) menyatakan bahwa seorang tuna netra total dan low vision mengalami kesulitan dalam praktik menyikat gigi dan mengaplikasikan teknik menyikat gigi yang baik. Mereka sering menyikat gigi dengan tekanan yang berlebih secara horizontal/vertikal dan melewatkan beberapa permukaan gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi. Kesulitan tersebut menyebabkan terjadi trauma jaringan lunak pendukung gigi dan plak gigi tidak dapat dihilangkan secara efektif. Bakteri dalam plak yang masih tertinggal pada permukaan gigi dan tidak dihilangkan secara efektif pada praktik menjaga kebersihan gigi dan mulut akan melakukan metabolisme sisa makanan untuk menghasilkan asam yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi dan menginflamasi gingiva sehingga menyebabkan terjadinya penyakit periodontal (Putri, dkk., 2011). Penyakit rongga mulut seperti kerusakan gigi/karies dan penyakit periodontal (gingival) merupakan penyakit yang banyak dialami oleh anak terlebih anak dengan kecacatan dan kebutuhan khusus (Boyer-Chu, 2007). Penyakit rongga mulut tersebut juga dialami oleh anak penyandang tuna netra. Kondisi penyakit mulut tuna netra dapat menjadi lebih buruk karena ketidakmampuan untuk mendeteksi/mengenali awal penyakit mulut dengan indera penglihatan, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan langsung kecuali diinformasikan terlebih dahulu, dan adanya penurunan laju aliran saliva (Schembri dan Fiske, 2001; Ozdemir-Ozenen, dkk., 2012).

5 5 Pada penelitian sebelumnya, Reddy dan Sharma (2011) melaporkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata kebersihan gigi dan mulut antara anak tuna netra dan normal dari masing-masing kategori. Nilai rerata kebersihan gigi dan mulut anak tuna netra kategori baik adalah 0,19; kategori sedang adalah 0,22; dan kategori buruk adalah 0,40. Nilai kategori pada anak dengan penglihatan normal kategori baik adalah 0,67; kategori sedang adalah 0,1; serta kategori buruk adalah 0,23. Heriyanto, dkk. (2005) melaporkan bahwa mayoritas anak tuna netra dan low vision mempunyai kriteria status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) sedang. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Bekiroglu, dkk. (2012) menjelaskan bahwa secara umum anak tuna netra total dan low vision mempunyai status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) kriteria sedang hingga buruk dengan nilai rerata 1,89±0,81 pada anak tuna netra total dan nilai rerata 2,09±0,84 pada anak low vision. Pada penelitian tersebut terdapat perbedaan rerata OHI-S antara anak tuna netra total dengan low vision meskipun secara statistik tidak signifikan (p=0,908). Hasil penelitian Sunarti (1997) menunjukkan adanya perbedaan status kebersihan gigi dan mulut antara kelompok anak tuna netra sejak lahir dengan kelompok setelah lahir. Nilai rerata kebersihan gigi dan mulut anak tuna netra sejak lahir adalah 4,06 sedangkan kelompok anak tuna netra setelah lahir adalah 1,84. Perbedaan status kebersihan gigi dan mulut lainnya juga diungkapkan oleh Sari (2001) yang menyatakan bahwa nilai rerata kebersihan gigi dan mulut anak tuna netra di dalam yayasan adalah : 3,93; anak tuna netra yang pernah masuk yayasan minimal 1 tahun adalah : 5,12; dan anak tuna netra yang belum pernah masuk yayasan adalah : 8,06. Pada penelitian itu diperoleh nilai signifikansi

6 6 p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh Ozdemir-Ozenen, dkk. (2012) menyatakan bahwa nilai rerata kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) anak tuna netra lebih tinggi jika dibandingkan anak penglihatan normal. Nilai rerata kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) anak tuna netra mencapai 1,72±0,21, sedangkan anak penglihatan normal mencapai 0,76±0,02 (p=0,042). Reddy dan Sharma (2011) melaporkan bahwa rerata karies gigi pada anak tuna netra lebih tinggi daripada anak dengan penglihatan normal. Rerata DMF-T dan def-t anak tuna netra adalah 1,1 dan 0,17 sedangkan rerata DMF-T dan def-t pada anak dengan penglihatan normal adalah 0,87 dan 0,47. Penelitian Ozdemir- Ozenen, dkk. (2012) juga menyatakan bahwa nilai rerata DMFT anak tuna netra (1,62±0,20) lebih tinggi dibandingkan dengan anak penglihatan normal (0,80±0,08) dengan nilai signifikansi 0,001. Bekiroglu, dkk. (2012) disisi lain menemukan hal yang berbeda bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok anak tuna netra total dan low vision dengan (p=0,071). Fitrianingrum (2011) pada anak tuna rungu wicara dan anak normal memperoleh nilai rerata DMFT anak tuna rungu wicara adalah : 2,51, dan nilai rerata DMFT anak normal adalah : 3,24. Uji analisis statistik yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara rerata DMFT pada anak tuna rungu wicara dengan anak normal. Heriyanto, dkk. (2005) mengungkapkan bahwa mayoritas anak tuna netra dan low vision mempunyai status gingivitis (GI) kategori ringan tanpa ada perbedaan bermakna pada status gingivitis (p=0.223) antara siswa tuna netra yang

7 7 termasuk klasifikasi buta dengan low vision. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Mohd-Dom, dkk. (2010) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan nilai gingival bleeding antara anak tuna netra total, low vision, dan anak yang memiliki satu mata normal dengan nilai signifikansi p<0,05. Nilai gingival bleeding anak tuna netra total mencapai 25,8; anak low vision mencapai 18,0; dan anak yang memiliki satu mata normal mencapai 8,4. Ozdemir-Ozenen, dkk. (2012) dalam hasil penelitian juga menyatakan bahwa nilai rerata gingivitis (GI) anak tuna netra lebih tinggi jika dibandingkan anak dengan penglihatan normal. Nilai gingivitis (GI) anak tuna netra mencapai 0,68±0,12, sedangkan anak penglihatan normal mencapai 0,33±0,08 (p=0,030). Anak penyandang cacat perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya karena mereka memerlukan pelayanan khusus seperti pelayanan medik, pendidikan khusus atau latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup bermasyarakat (Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2010). Undang-Undang No.23 tahun 2002 pasal 9 ayat 2 tentang Perlindungan Hak Anak menegaskan adanya hak bagi anak penyandang cacat dalam hal memperoleh pendidikan luar biasa (UNESCO, 2007). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan kepala asrama, Yayasan Yaketunis merupakan sekolah formal berbasis islam yang memberikan pendidikan bagi tuna netra total maupun low vision mulai jenjang Taman Kanak- Kanak hingga SMA yang berlokasi di Yogyakarta. Bangunan Yayasan Yaketunis terdiri atas SLB-A Yaketunis, MTS Yaketunis dan asrama sekolah untuk anak-

8 8 anak tuna netra. Beberapa fasilitas ruang disediakan untuk mendukung sistem pembelajaran seperti: perpustakaan, mushola, kamar mandi, dan kantin kecil. Fasilitas lain seperti Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) saat ini belum ada ruangan khususnya sehingga apabila ada siswa yang sakit maka akan diistirahatkan di kamar asrama dengan bantuan guru karena tenaga kesehatan baik dokter ataupun perawat juga belum ada. Yayasan Yaketunis sebagai institusi pendidikan khusus tuna netra menjalin kerjasama dengan puskesmas. Berdasarkan keterangan kepala sekolah, rutinitas kegiatan yang dilakukan berupa imunisasi. Kegiatan lain yang berkaitan dengan kesehatan gigi/pemeriksaan gigi di yayasan tersebut beberapa tahun yang lalu pernah dilakukan satu kali dan tidak dilanjutkan secara berkala. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara menyeluruh tanpa adanya pengklasifikasian kebutaan baik tuna netra total ataupun low vision. Oleh sebab itu penelitian ini penting dilakukan karena untuk mengetahui status kesehatan gigi dan mulut anak tuna netra di Yayasan Yaketunis dengan klasifikasi tuna netra total dan low vision yang selanjutnya untuk dibandingkan dengan grup kontrol (anak dengan penglihatan normal). B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan status kesehatan gigi dan mulut antara anak tuna netra total dan low vision di Yayasan Yaketunis dengan anak penglihatan normal di SD Muhammadiyah Danunegaran, SMP N 13 Yogyakarta, dan SMA N 7 Yogyakarta dengan rentang usia tahun?

9 9 C. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan anak tuna netra, yaitu : 1. Heriyanto, Widyanti, dan Priyono (2005) dengan judul penelitian Hubungan antara Pengetahuan, Persepsi, dan Sikap terhadap Kesehatan Gigi dengan Status Kesehatan Gigi pada Siswa Tuna Netra di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung. Variabel pengaruh pada penelitian ini antara lain : pengetahuan, persepsi dan sikap tuna netra terhadap kesehatan gigi, klasifikasi tuna netra, dan program pendidikan yang ditempuh (formal dan non formal). Variabel terpengaruhnya adalah : status kebersihan gigi dan mulut dan status gingivitis yang menggunakan alat ukur yang digunakan yaitu : kuesioner, OHI-S, dan GI. Variabel terkendali pada penelitian ini yaitu : usia tahun dan variabel tidak terkendalinya adalah: waktu terjadi kebutaan. 2. Mohd-Dom, dkk. (2010) dengan judul penelitian Self-Reported Oral Hygiene Practices and Periodontal Status of Visually Impaired Adults. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah : tuna netra (total, low vision, dan anak yang memiliki satu mata normal). Variabel terpengaruhnya yaitu: status periodontal dengan alat ukur yang digunakan : kuesioner yang berjumlah 8 pertanyaan tentang perilaku oral hygiene dan pengetahuan tentang penyakit periodontal, VPI, GBI, dan CPITN. 3. Bekiroglu, dkk. (2012) dengan judul penelitian Caries Experience and Oral Hygiene Status of a Group of Visually Impaired in Istanbul, Turkey. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah : anak tuna berdasar tingkat keparahan (tuna netra total dan low vision) dan berdasar etiologi (genetik dan kecelakaan

10 10 yang tidak disengaja). Variabel terpengaruhnya yaitu : status kebersihan gigi dan mulut serta status karies gigi yang menggunakan alat ukur yaitu: OHI-S, DMFT, dan deft. Variabel terkendali pada penelitian ini adalah : usia 7-16 tahun. 4. Ozdemir-Ozenen, dkk. (2012) dengan judul penelitian A Comparison of the Oral Health Status of Children Who are Blind and Children Who are Sighted in Istanbul. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah : status penglihatan (tuna netra dan penglihatan normal). Variabel terpengaruhnya adalah : status kebersihan gigi dan mulut, status karies, dan status periodontal. Variabel terkendali pada penelitian ini yaitu : usia 6-10 tahun, dan tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik. Alat ukur pada penelitian ini menggunakan indeks OHI-S, PI, DMF-T, DMFS, deft, defs, dan GI. 5. Ratna Fitrianingrum (2011) dengan judul penelitian Perbandingan Status Karies Gigi dan Oral Hygiene antara Anak Tuna Rungu Wicara dengan Anak Normal. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah : status pendengaran. Variabel terpengaruhnya adalah : status karies dan oral hygiene. Variabel terkendali pada penelitian ini yaitu : usia 7-12 tahun, jenis kelamin, dan susunan gigi. Variabel tidak terkendali adalah : tingkat sosial ekonomi, pola makan sehari-hari, dan perilaku menjaga kebersihan mulut. Alat ukur pada penelitian ini menggunakan indeks DMF-T dan OHI-S. 6. Khatimah (2003) dengan judul penelitian Perbandingan Efektivitas Penyuluhan dengan Alat Peraga Limbah Serbuk Kayu dan Gips terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Kebersihan Mulut pada Anak Tuna Netra (Kajian Pada Anak Tuna Netra di Yaketunis dan SLB Negeri 1 Bantul Daerah

11 11 Istimewa Yogyakarta). Variabel pengaruh yaitu : alat peraga model anatomis gigi tiga dimensi terbuat dari limbah serbuk kayu dan gips. Variabel terpengaruhnya adalah : tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Variabel terkendali pada penelitian ini yaitu : tingkat pendidikan, usia10-17 tahun, pola diet sehari-hari, dan klasifikasi tuna netra. Variabel tidak terkendali adalah : susunan gigi geligi, dan tingkat intelegensi. Alat ukur pada penelitian ini menggunakan indeks PHP-M. 7. Sari (2001) dengan judul penelitian Perbedaan Kebersihan Mulut dan Kesehatan Gingiva antara Penderita Tuna Netra di Dalam Yayasan dan di Luar Yayasan Rehabilitasi Tuna Netra. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah : pendidikan (yayasan rehabilitasi tuna netra). Variabel terpengaruhnya adalah : kebersihan mulut dan kesehatan gingiva dengan alat ukur OHI dan GI. Variabel terkendali pada penelitian ini yaitu : usia tahun, tidak adanya riwayat penyakit sistemik, dan kelengkapan gigi permanen. Variabel tidak terkendalinya adalah : jenis kelamin, frekuensi menyikat gigi, diet sehari-hari, dan sebab kebutaan. 8. Sunarti (1997) dengan judul penelitian Status Kesehatan Gigi dan Mulut Penderita Tuna Netra Total Sejak Lahir dan Setelah Lahir. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah : klasifikasi tuna netra (tuna netra total sejak lahir dan setelah lahir). Variabel terpengaruh penelitian ini adalah : status karies gigi (menggunakan alat ukur DMF-T), kebersihan gigi dan mulut (menggunakan alat ukur OHI-S), dan kesehatan gingiva (menggunakan alat ukur GI). Variabel terkendalinya adalah : usia tahun, dan tidak adanya penyakit sistemik

12 12 sedangkan variabel tidak terkendalinya meliputi : jenis kelamin, frekuensi menyikat gigi, dan cara menyikat gigi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel pengaruh, variabel terpengaruh, dan variabel terkendali. Variabel pengaruh pada penelitian ini pada anak tuna netra total dan low vision di Yayasan Yakeyunis serta anak dengan penglihatan normal di SD Muhammadiyah Danunegaran, SMP N 13 Yogyakarta, dan SMA N 7 Yogyakarta. Variabel terpengaruhnya yaitu : status kesehatan gigi dan mulut berupa kebersihan gigi dan mulut (menggunakan alat ukur OHI-S), pengalaman karies gigi (menggunakan alat ukur DMF-T), dan gingivitis (menggunakan alat ukur GI). Variabel terkendali pada penelitian ini adalah : usia tahun. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status kesehatan gigi dan mulut antara anak tuna netra total dan low vision di Yayasan Yaketunis dengan anak penglihatan normal di SD Muhammadiyah Danunegaran, SMP N 13 Yogyakarta, dan SMA N 7 Yogyakarta dengan rentang usia tahun. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain bagi: 1. Masyarakat Memberikan informasi ilmiah tentang status kesehatan gigi dan mulut anak tuna netra total, low vision, dan anak dengan penglihatan normal.

13 13 2. Keluarga, Sekolah dan Tenaga Kesehatan Meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut sebagai tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi anak kebutuhan khusus/anak penyandang cacat terlebih pada anak tuna netra. 3. Instansi Kesehatan, Pendidikan, dan Pemerintah Meningkatkan kerjasama dalam hal kegiatan promosi kesehatan gigi dan mulut yang meliputi : pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut, penyediaan media penyuluhan (poster, buku cerita, ataupun film) yang melibatkan keluarga, serta pelatihan kader kesehatan/kesehatan gigi dan mulut di Yayasan Yaketunis. 4. Peneliti Sebagai dasar ilmiah bagi para peneliti selanjutnya saat melakukan penelitian yang berkaitan dengan anak tuna netra dalam kedokteran gigi.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa jenis antara lain; tunanetra, tunarungu/tunawicara, tunagrahita,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa jenis antara lain; tunanetra, tunarungu/tunawicara, tunagrahita, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak penyandang cacat didefinisikan sebagai anak yang mempunyai kecacatan fisik/mental sehingga keberlangsungan hidupnya terganggu akibat kecacatan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai anak yang terbatas untuk bermain, bekerja atau melakukan hal-hal yang anakanak lain seusianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, bersih, lembab sehingga terhindar dari infeksi (Eastham et al. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, bersih, lembab sehingga terhindar dari infeksi (Eastham et al. 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebersihan gigi dan mulut / Oral hygiene (OH) adalah suatu tindakan perawatan yang diperlukan untuk menjaga mulut dalam kondisi yang baik, nyaman, bersih, lembab sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit karies gigi serta penyakit gigi dan mulut masih banyak diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Menurut Data Kementerian Kesehatan Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana melalui pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan BAB I A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang sering diderita oleh hampir semua penduduk Indonesia adalah karies gigi. Karies gigi merupakan penyakit infeksi dengan suatu proses demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007). BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Masalah ketergantungan melakukan perawatan diri sering terjadi pada kelompok anak (orang yang sangat muda), tua, orang yang sakit atau orang yang cacat (Kittay, 2005).

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2008. Pengambilan data dilakukan di Perumahan Bekasi Jaya Indah wilayah Bekasi dengan subjek penelitian adalah perempuan paskamenopause.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis ketunaan pada anak yang perlu mendapat perhatian serius adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa. Kondisi anak yang megalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita cacat di Indonesia telah lama diabaikan. Tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh latihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang dikeluhkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang dikeluhkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 10 (sepuluh) kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak usia sekolah yang mengalami gangguan pendengaran sulit menerima pelajaran, produktivitas menurun dan biaya hidup tinggi. Hal ini disebabkan, telinga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disabilitas adalah suatu bentuk akibat dari keterbatasan seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disabilitas adalah suatu bentuk akibat dari keterbatasan seseorang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas adalah suatu bentuk akibat dari keterbatasan seseorang pada lingkungan sosial dan fisik. Disabilitas disebabkan beberapa hal, diantaranya kondisi kekurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satu aspek dalam status kesehatan umum dan kesejahteraan hidup.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satu aspek dalam status kesehatan umum dan kesejahteraan hidup. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mulut merupakan bagian fundamental kesehatan umum dan kesejahteraan hidup (Kwan, dkk., 2005). Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian integral dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Penelitian untuk mengetahui perbedaan status kebersihan gigi dan mulut

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Penelitian untuk mengetahui perbedaan status kebersihan gigi dan mulut BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian untuk mengetahui perbedaan status kebersihan gigi dan mulut antara anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, dan tunagrahita sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut yang sehat berarti memiliki gigi yang baik dan merupakan bagian integral dari kesehatan umum yang penting untuk kesejahteraan. Kesehatan mulut yang buruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam tubuh manusia, sehingga secara tidak langsung berperan dalam status kesehatan perorangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... Halaman i ii iii v vi xi x xi xii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Oral Health (WHO) pada tahun 2003 menyatakan Global Goals for Oral Health 2020 yaitu meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan kraniofasial dengan menekankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian klinis laboratoris dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian klinis laboratoris dengan A. DESAIN PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian klinis laboratoris dengan rancangan post-test only control group design. B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai dengan 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). Jumlah Orang Dengan Lupus ( Odapus) yang berkunjung ke YLI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013 prevalensi nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter dan perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional karies aktif (nilai D>0 dan karies belum ditangani) pada tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. nasional karies aktif (nilai D>0 dan karies belum ditangani) pada tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karies gigi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang serius pada banyak negara berkembang maupun negara maju dan masih sering terjadi pada anak. 1 Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi dan mulut yang paling umum diderita, dan menggambarkan masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi dan mulut yang paling umum diderita, dan menggambarkan masalah 10 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut masih menjadi permasalahan yang butuh perhatian serius di beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Karies gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. dasar. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi upaya promotif yaitu dengan. memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan

BAB VI PEMBAHASAN. dasar. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi upaya promotif yaitu dengan. memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan 60 BAB VI PEMBAHASAN Program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut siswa sekolah dasar. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization tahun 2007 memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun. Menurut data

Lebih terperinci

Maria Victa Agusta R.*, Ade Ismail AK**, Muhammad Dian Firdausy*** ABSTRAK

Maria Victa Agusta R.*, Ade Ismail AK**, Muhammad Dian Firdausy*** ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DENGAN KONDISI ORAL HYGIENE (Studi pada Anak Tunarungu Usia 7-12 tahun di SLB Kota Semarang) Maria Victa Agusta R.*, Ade Ismail AK**, Muhammad Dian Firdausy*** ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam terjadinya berbagai penyakit gigi. Kebersihan gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam terjadinya berbagai penyakit gigi. Kebersihan gigi dan mulut di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebersihan gigi merupakan faktor lokal yang berpengaruh secara dominan dalam terjadinya berbagai penyakit gigi. Kebersihan gigi dan mulut di Indonesia masih tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang mengalami retardasi mental dalam perkembangannya berbeda dengan anak-anak normal. Anak dengan reardasi mental mempunyai keterlambatan dan keterbatasan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius 1. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi penyakit gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang tidak beraturan, irregular, dan protrusi merupakan masalah bagi beberapa individu sejak zaman dahulu dan usaha untuk memperbaiki kelainan ini sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal adanya kehidupan manusia, kodrati manusia sebagai makhluk sosial telah ada secara bersamaan. Hal ini tersirat secara tidak langsung ketika Tuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 3,13 Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karbohidrat pada plak yang menempel di permukaan gigi. Plak merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karbohidrat pada plak yang menempel di permukaan gigi. Plak merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies merupakan penyakit yang seringkali ditemui pada anak anak. Prevalensi karies meningkat, terutama pada negara berkembang seperti Indonesia. Karies merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut penting bagi kesehatan tubuh secara umum dan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan, termasuk fungsi berbicara, mastikasi dan juga rasa percaya

Lebih terperinci

BAB I. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I I. Pendahuluan A. Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di negara berkembang dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jika gigi mengalami sakit akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. jika gigi mengalami sakit akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan gigi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia, demikian juga dengan kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih sangat memprihatinkan sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok anak yang mengalami keterbatasan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional, kondisi karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu gangguan cacat motorik yang biasa terjadi pada anak usia dini, biasanya ditemukan sekitar umur kurang dari 2 tahun. Anak dengan cerebral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan ortodontik akhir- akhir ini semakin meningkat karena semakin banyak pasien yang sadar akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Dewasa ini penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan penyakit karies gigi (Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) yaitu konvensi tentang hak-hak penyandang difabilitas, telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Selain itu gigi merupakan salah satu jalan masuk kuman ke dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PEMERIKSAAN DAN PERAWATAN KESEHATAN GIGI MULUT PADA ANAK KELAS 3 SD MUHAMMADIYAH MUNGGANG WETAN, SIDOHARJO, SAMIGALUH, KULON PROGO Oleh : Drg Dwi Suhartiningtyas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karbohidrat oleh bakteri, gigi, dan saliva.karies yang terjadi pada gigi desidui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karbohidrat oleh bakteri, gigi, dan saliva.karies yang terjadi pada gigi desidui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah penyakit kronis yang dapat menyerang sepanjang hidup seseorang yang merupakan hasil interaksi antara asam hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian UKS Usaha kesehatan sekolah atau yang disingkat dengan UKS adalah suatu usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah yang sakit di kawasan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN PERILAKU MEMBERSIHKAN GIGI DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA ANAK SINDROMA DOWN USIA 6-18 TAHUN DI SEKOLAH LUAR BIASA C (SLB-C) KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal meliputi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak awal masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak setiap orang, dan warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan menjelaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TENTANG PEMELIHARAAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT TERHADAP OHI-S DAN TERJADINYA KARIES PADA SISWA/I KELAS IV SDN 101740 TANJUNG SELAMAT KECAMATAN SUNGGAL TAHUN 2014 Sri Junita Nainggolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. Masalah utama kesehatan gigi dan mulut anak adalah karies gigi. 1 Karies gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga orang yang mengusahakan kesehatan atau membersihkan diri akan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga orang yang mengusahakan kesehatan atau membersihkan diri akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi harta yang paling berharga bagi manusia. Begitu pentingnya kesehatan menurut Islam, sehingga orang yang mengusahakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan, termasuk fungsi bicara, pengunyahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Menjaga kesehatan gigi berarti turut berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan antara tingkat keparahan karies pada periode gigi desidui dengan riwayat penyakit gigi ibu dilakukan di beberapa tempat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit mulut yang prevalensi dan morbiditasnya sangat tinggi, tidak ada satu wilayah di dunia yang bebas dari karies gigi. Karies gigi menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan rerata persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN

BAB VIII PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN BAB VIII PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN Dalam buku Planning of Oral Health Services, WHO (1980), memberikan gambaran langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan kesehatan gigi secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 94, 1991 (PENDIDIKAN. Warganegara. Luar Biasa. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Tujuan Umum. Tujuan Khusus

Tujuan Umum. Tujuan Khusus Presentation Title LATAR BELAKANG Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen dari kesehatan umum yang berperan penting dalam fungsi pengunyahan, fungsi bicara dan fungsi kecantikan. Ketiga fungsi tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

"KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI"

KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI "KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI" Dibutuhkan STANDAR KOMPETENSI lulusan profesi dan STANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak TK (Taman Kanak-kanak) di Indonesia mempunyai risiko besar terkena karies, karena anak di pedesaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Mulut sehat berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut yang baik merupakan komponen integral dari kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO 1 Yohanes I Gede K.K. 2 Karel Pandelaki 3 Ni Wayan Mariati 3 1 Kandidat skripsi Program

Lebih terperinci