BAB II LANDASAN TEORI. II.1. Proses Permesinan EDM (Electric Discharge Machine) Pada era sekarang ini proses permesinan sudah amatlah maju dilengkapi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. II.1. Proses Permesinan EDM (Electric Discharge Machine) Pada era sekarang ini proses permesinan sudah amatlah maju dilengkapi"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Proses Permesinan EDM (Electric Discharge Machine) Pada era sekarang ini proses permesinan sudah amatlah maju dilengkapi dengan teknologi-teknologi yang canggih. Proses permesinan dibagi, 1. Proses konvensional, Proses pemotongan material menggunakan pahat, proses konvensional memang lebih murah tapi jika dihadapkan untuk pemotongan dengan material logam dengan kekuatan, kekasaran dan keuletan tinggi akan mengalami kesulitan. 2. Proses non-konvensional, dimana proses pemotongan material sudah tidak menggunakan pahat melainkan energi. Lahirnya proses non-konvensional didorong oleh kebutuhan proses permesinan yang tidak bisa dicapai dengan proses permesinan konvensional. Proses tersebut antara lain, 1. Pemotongan material dengan sifat-sifat, memiliki kekuatan tinggi, kekasaran tinggi, keuletan tinggi dan lain-lain. 2. Pemotongan dengan bentuk geometri yang ireguler atau komplek, misalnya pembuatan roda gigi dalam, pembuatan model radius-radius kecil dan lain sebagainya. 3. Menghindari cacat yang diakibatkan oleh pahat pada proses permesinan konvensional. Secara umum berdasarkan energi yang digunakan, proses non-konvensional dibagi menjadi empat jenis, mekanik, elektrik, kimia dan termal. EDM termasuk dalam proses non-konvensional memanfaatkan energi termal. Proses pengerjaan 6

2 material pada mesin EDM terjadi oleh sejumlah loncatn bunga api listrik pada celah diantara katoda (benda kerja) dengan anoda (elektroda). Proses permesinan EDM didasarkan pada melting temperatur bukan kekerasan sehingga mesin ini mampu memotong material yang keras sekalipun. Sinking dengan EDM Drilling Die sinking Proses EDM Cutting dengan EDM Slicing pahat piringan putar Slicing pahat pita metal Wirecut Gerinda dengan EDM Surface Grinding Profile Grinding Gambar 2.1 Diagram Permesinan EDM [1] Secara garis besar proses permesinan EDM dapat dijelaskan dari diagram diatas. Dimana dari diagram diatas proses wirecut termasuk dalam klasifikasi EDM sebagai proses pemotongan. II.2. Wirecut (Wire EDM) Pada prinsipnya proses pengerjaan material pada mesin wirecut adalah menghubungkan catu daya pada pahat yang berupa kawat berdiameter tertentu dan benda kerja berada di dalam sebuah cairan dielektrikum. Pahat dan benda 7

3 kerja dihubungkan dengan katub saling berlawanan. Pahat (kawat) sebagai katub negatif dan benda kerja sebagai katub positif Cairan dielektrik bertekanan Lintasan Elektroda kawat dikontrol dengan CNC Bunga api listrik menyebabkan pengikisan benda kerja Elektroda kawat tidak pernah menyentuh benda kerja Gambar 2.2 Lintasan Elektroda Kawat [2] Pada proses wirecut elektroda kawat tidak pernah menyentuh benda kerja, proses pengerjaan material dilakukan oleh sejumlah loncatan bunga api listrik yang terjadi pada celah diantara katoda berupa pahat (elektroda kawat) dengan anoda berupa material (benda kerja). Bunga api listrik ini meloncat dari elektroda kawat menuju benda kerja dan mengikis material yang berada diantara elektroda kawat dengan benda kerja. Loncatan bunga api listrik tersebut tidak terjadi secara kontinyu melainkan secara periodik terhadap waktu. II.2.1. Proses Pengerjaan Material Proses pemotongan pada wirecut dapat diuraikan sebagai berikut, setiap loncatan bunga api listrik berenergi tinggi akan menumbuk benda kerja. Hal ini akan menyebabkan perubahan energi listrik menjadi energi panas, sehingga permukaan benda kerja dan elektroda kawat akan mengalami kenaikan suhu yang 8

4 tinggi kurang lebih C C. Panas tersebut cukup untuk membuat benda kerja maupun elektroda kawat meleleh dan mengakibatkan terjadinya penguapan. Penguapan tersebut akan menimbulakn gelembung udara yang akan terus menguap dan mengembang sesuai dengan kenaikan suhu yang terjadi. Pelelehan dan penguapan pada benda kerja jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan pelelehan maupun penguapan pada elektroda kawat. Setelah terjadi loncatan bunga api listrik, maka aliran listrik berhenti sesaat (OFF Time period), sehingga menyebabkan penurunan temperature secara signifikan yang disebabkan oleh cairan dielektrik. Hal ini menyebabkan lelehan material benda kerja maupun lelehan elektroda kawat membeku dengan cepat dan gelembung uap meledak, sehingga terpencar keluar dari permukaan dan meninggalkan bekas yang berupa kawah-kawah halus pada permukaan material. Hasil pembekuan tadi dibawa keluar oleh cairan dielektrik. Elektroda Kawat Benda Kerja Tegangan dan arus mengendalikan bunga api listrik yang timbul diantara elaktroda kawat dan benda kerja Cairan elektrik yang telah dideionisasi memutari elektroda kawat dan benda kerja EDM Power Supply Gambar 2.3 Pembangkitan tegangan dan ArusListrik [2] 9

5 Cairan dielektrik berperan sebagai penghambat tegangan hingga tegangan yang dibutuhkan cukup. Kemudian cairan terionisasi dan terjadi bunga api listrik. Bunga api listrik secara cepat melelehkan dan menguapkan bahan benda kerja Elektroda Kawat Gambar 2.4 Pengikisan Benda kerja pada saaat ON-Time [2] Elektroda Kawat Cairan Dielektrik Benda Kerja Sesaat setelah proses pelecutan bunga api terjadi, benda kerja didinginkan oleh cairan dielektrik bertekanan dan partikel hasil pengikisan terbilas keluar Cairan Dielektrik Benda Kerja Gambar 2.5 Pembersihan partikel ketika kondisi OFF-Time [2] Elektroda Kawat Benda kerja yang meleleh membentuk geram. Sebuah saringan membersihkan geram dan cairan dielektrik bisa dipakai kembali Benda Kerja Gambar 2.6 Pembuangan Geram saat Pengulangan Siklus [2] 10

6 II.2.2. Variabel Proses pada Wirecut. Variabel pada mesin wirecut adalah, 1. ON time dan OFF time. Loncatan bunga api harus terjadi (ON-Time) dan berhenti (OFF-Time) selama proses pemotongan pada mesin Wirecut. Pada saat ON-Time terjadi maka timbul tegangan listrik pada celah antara elektroda kawat dan benda kerja begitu pula sebaliknya pada saat OFF-Time teganggan listrk pada elektroda kawat tidak timbul. Maka dari itu prroses pemeotongan pada mesin Wirecut hanya terjadi pada saat ON-Time. Untuk mendapatkan waktu ON-Time yang lama, dapat diperoleh dengan menetapkan waktu ON-Time lebih lama, dengan cara setting pada E- Packnya. Akan tetapi kondisi seperti ini bisa menyebabkan hubungan pendek terjadi dan mengakibatkan putusnya elektroda kawat. Dengan putusnya elektroda bisa menyebabkan munculnya skret/step pada permukaan benda kerja. Hal ini sangat berpengaruh pada nilai kekasaran permukaan. Untuk mendapatkan permukaan yang rata/halus maka kondisi ON-Time harus lebih panjang. 2. ON-Time dan loncatan bunga api listrik. Proses pemotongan dimulai ketika elektroda kawat mempunyai jarak yang tepat antara benda kerja dengan celah pemotongan pada saat ON-Time dan loncatan bunga api listrik terjadi. 3. Gap (Celah) Prinsip pengaturan gap pada proses pemotongan adalah dengan menentukan besarnya tegangan referensi. Servo motor selalu menjaga dan mengatur jarak antara katoda (benda kerja) dengan anoda (elektroda kawat) sesuai dengan besarnya tegangan referensi yang ditentukan. Nilai teganggan referensi 11

7 yang kecil mengakibatkan jarak antara benda kerja dengan elektroda kawat terlalu dekat dan hubungan pendek bisa terjadi sehingga menyebabkan putusnya elektroda kawat. 4. Servo Speed. Merupakan besarnya kecepatan meja kerja untuk menyesuaikan kecepatan pemotongan antara elektroda kawat dengan benda kerja. 5. Cairan Dielektrik. Loncatan bunga api listrik yang terjadi di udara tidaklah stabil dan tidak bisa digunakan untuk pemotongan. Untuk mendapatkan loncatan bunga api listrik yang stabil maka diperlukan cairan dielektrik. Dengan cairan dielektrik maka loncatan bunga api listrik bisa stabil dan pendinginan dapat dilakukan serta pembuangan geram bisa efisien. Variabel diatas merupakan sejumlah variabel yang umum dan mendasar pada mesin wirecut, sedangkan pada proses permesinan aktual masih banyak variable yang perlu diperhatikan agar didapatkan loncatan bunga api listrik stabil dan hasil permesinan memuaskan. II.2.3. Pembilasan Geram (Flushing) Aliran cairan dielektrik yang mengalir pada celah antara benda kerja dengan elektroda kawat berfungsi untuk membawa geram saat pemotongan dengan wirecut proses ini disebut flushing. Flushing yang tidak sempurna akan menyebabkan penimbunan partikel-partikel (geram) hasil proses pemotongan pada celah hasil pengerjaan. 12

8 Penimbunan geram pada celah antara elektroda kawat dengan benda kerja dapat menyebabkan, 1. Loncatan bunga api yang terjadi menjadi tidak teratur. 2. Terjadi hubungan singkat antara elektroda kawat dengan benda kerja sehingga menyebabkan elaktroda kawat putus. 3. Terjadi busur api listrik yang dapat menimbulkan skret pada permukaan benda kerja. Untuk mendapatkan hasil proses permesinan yang memiliki kpresisian dan permukaan hasil potongan halus metode flushing dengan pemberian jarak antara permukaan benda kerja dengan nozzle amat diperhatikan. Dengan pemberian jarak dimungkinkan pergerakan geram lebih mudah. Pada umumnya flushing yang terjadi sering tidak sempurna, hal ini disebabkan peletkan benda kerja serta bentuk benda kerja yang beranekaragam. Agar proses Flushing bisa terjadi sempurna proses pengerjaan wirecut harus memenuhi jarak minimal benda kerja dari nozzle sebesar ± 0.5 cm. Gambar 2.7 Flushing [3] 13

9 II.2.4. Elektroda Kawat Saat ini banyak elektroda kawat dengan karakteristik spesifik yang dianjurkan untuk digunakan dalam proses pemotongan tertentu. 1. Elektoda kawat tembaga, Elektroda ini mempunyai banyak kekurangan diantaranya mempunyai flushability rendah, mempunyai kekuatan tarik rendah serta cepat panas saat terjadi proses pemotongan. 2. Elektroda kawat kuningan, Elektroda yang sering dipakai, dibandingkan dengan elektroda kawat tembaga, elektroda ini memiliki kekuatan tarik lebih besar dan nilai penguapan lebih rendah. 3. Elektroda kawat khusus dan berlapisan, Dipakai untuk proses pemotongan dengan material benda kerja yang memiliki karakteristik tertentu. Beberapa elektroda kawat tersebut antara lain, a. Coated copper core wire, kawat ini sangat cocok untuk pengerjaan dengan kecepatan tinggi dan benda kerja tebal namun hasil pengerjaannya kasar. b. Coated brass core wire, carbaide sangat cocok dikerjakan dengan kawat ini. c. Molybdenum wire, kawat dengan diameter kecil sehingga memiliki tingkat kepresisian tinggi namun sangat mahal harganya. d. Coated Molybdenum wire, memiliki kecepatan potong yang rendah untuk memperbaiki karakteristiknya biasanya dilapisi lagi dengan graphite. 14

10 e. Coated steel core wire, kawat dengan karakteristik khas, dengan inti baja (untuk kekuatan bahan tinggi) dilapisi tembaga (untuk konduktifitas) dan juga kuningan (untuk kualitas hasil pemotongan). II.3. Proses Permesinan dengan Adptive Control Penerapan Adaptive control adalah Teknik selanjutnya setelah teknologi adaptive control dipelajari secara menyeluruh dan jelas, merupakan gabungan dari proses-proses dilakukan secara maksimal pada berbagai proses permesinan. Proses permesinan sendiri memiliki banyak pola seperti pengerjaan pada permukaan rumit (bentuk profil), proses pemisahan nozzle serta pembentukan sudut permesinan. Yang termasuk dalam Adaptive control antara lain, 1. PM control, berfungsi mencegah Elektroda kawat putus dan mengontrol energi mesin sejak proses pemotongan. 2. CM control, berfungsi mencegah pelengkungan sudut (corner sagging) dan pengerukan (gouging) yang terjadi pada bagian sudut. 3. EM Control, berfungsi memperkecil rongga-rongga yang extrim pada suatu titik akibat proses permesinan. 4. OM control, berfungsi mengurangi kesalahan dimensi permukaan pada bagian lengkung maupun lurus. 5. BM control, berfungsi mencegah retakan dan hancur ketika material yang di kerjakan berupa CBN atau PCD. 15

11 II.3.1. PM control Proses PM control meliputi, a. Setting otomatis pada mesin. Kondisi permesinan dimulai dengan mengatur diameter dan material elektroda kawat yang akan dipakai, material benda kerja dan pemilihan PM-Mode. Operator mesin juga menentukan kondisi E-pack untuk setiap ketebalan. b. Setting bagian yang berpasangan sesuai pola permesinan. Seperti pembebasan jarak nozzle agar tidak menabrak benda kerja, dengan cara mendekatkan nozzle ke benda kerja, Untuk nozzle bagian atas dikasih jarak sebesar plat tipis diatas benda kerja. c. Mendeteksi otomatis ketebalan benda kerja. Ketebalan benda kerja dideteksi otomatis oleh mesin,untuk beberapa material memerlukan energi mesin yang maksimal. Pemrograman yang rumit juga bisa mengubah kondisi mesin sehingga berpengaruh pada ketebalan benda kerja. d. Mencegah putusnya elektroda kawat. Putusnya elektroda kawat harus dihindari untuk setiap proses permesinan karena dengan putusnya elektroda kita membutuhkan energi cukup besar untuk mengembalikan ke posisi ready. II.3.2. Pengaturan PM control PM control adalah pengaturan kondisi mesin yang dipengaruhi oleh kondisi benda kerja. Pengaturan PM control dilakukan pada mode ESPER pada 16

12 monitor mesin. Di sini kita bisa mengatur PM control sesuai dengan keinginan kita. PM control dibagi empat mode dalam pengaturanya yaitu, 1. Varying, memiliki wire speed dan IP (loncatan bunga api listrik) tinggi. 2. Optimum, kecepatan wire dan loncatan bunga api optimum biasa dipakai untuk material yang tebal. 3. OFF, PM control dimatikan sehingga kita bisa mengatur besarnya teganggan, kecepatan wire secara manual pada saat proses pemotongan dilakukan, tapi kelemahannya jika kita mengerjakan benda kerja berbentuk profil elektroda kawat akan mudah putus. 4. Thin, dipakai untuk benda kerja memiliki ketebalan kecil atau plat tipis. OFF Gambar 2.8 PM Control saat mode OFF 17

13 PM control dapat dipakai pada, 1. Tipe Elektroda kawat dan Benda kerja, Tipe elektroda kawat : BS wire (Ø 0.2 sampai Ø 0.3) Jenis benda kerja : Steel, Tungsten Cabide (WC-Co), Cooper (Cu), Alumunium (Al). 2. Spesifikasi pada Ketebalan benda kerja dan sudut kemirirngan nozzle, 3. PM control dengan lebar sudut kemiringan khusus, Ketika menggunakan PM control dengan lebar sudut kemiringan khusus pada nozzle, tekanan fluida yang diberikan diantara nozzle akan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kondisi nozzle biasa. Dengan demikian nozzle dan benda kerja tidak terjadi benturan karena pemberian tekanan tersebut, selanjutnya pembebasan nozzle untuk membentuk sudut kemiringan dapat terealisasi. 4. Pengaturan kecepatan. PM control bisa dipakai untuk mengatur kecepatan pemotongan. Jika pekerjaan menuntut cepat selesai kita bisa meningkatkan kecepatan akan tetapi hal ini juga mempengaruhi putusnya elektroda kawat. Namun jika elektroda sering putus maka kita juga bis amenurunkan kecepatan potongnya. Model pemakaian PM control pada berbagai letak nozzle terhadap benda kerja, 1. Model pembebasan nozzle, model ini dipakai jika benda kerja memiliki perbedaan ketebalan. 18

14 2. Model sentuhan nozzle, dipakai untuk benda kerja yang memiliki ketebalan merata, biasanya nozzle atas dengan benda kerja diberi jarak dengan plat tipis supaya tidak terjadi gesekan atau benturan. 3. Model plat tipis, benda kerja yang dipakai ketebalannya < 5mm. II.4. Permukaan (Surface). Dalam ruang atau 3 dimensi permukaan di definisikan sebagai bata-batas dalam bentuk 2 dimensi yang dihubungkan dengan titik membentuk suatu bidang. Pada permukaan terdapat ketidakteraturan susunan dan condong membentuk pola berupa alur-alur tidak teratur. Permukaan merupakan bagian pertama yang dijadikan batas untuk memisahkan suatu benda dengan benda lainnya maupun dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu permukaan memiliki karakteristik karakteristik tertentu. Karakteristik suatu permukaan memegang peranan penting dalam perancangan komponen mesin/peralatan. Banyak hal yang perlu dinyatakan dengan jelas tentang karakteristik permukaan misalnya dalam kaitannya dengan gesekan, keausan, pelumasan, tahanan kelelahan, perekatan dua atau lebih komponen-komponen mesin dan sebagainya. Dalam hal ini saya akan membahas salah satu karakteristik permukaan mengenai kekasaran permukaan/raughness (Ra). Gambar 2.9 Berbagai Bentuk Permukaan [4] 19

15 Kekasaran permukaan sangat penting bila dihubungkan dengan fungsi komponen. Pembuatan komponen tidak semata-mata harus semuanya dengan nilai kekasaran yang kecil atau halus, tetapi harus benar sesuai fungsi dan permintaan perancang (designer). Untuk mendapatkan karakteristik permukaan yang diinginkan, tidak terlepas dengan alat ukur dan cara atau metode pengukurannya serta pemotong permukaan dengan metoda dan teknik tertentu untuk mendapatkan karakteristik permukaan, terutama tentang kekasaran permukaan yang diinginkan dapat tercapai. II.4.1. Tekstur Permukaan (Surface Texture) Semua alur-alur kecil yang tidak teratur terbentuk pada permukaan dan condong membentuk suatu pola disebut sebagai tekstur permukaaan. Tekstur permukaan memiliki beberapa komponen antara lain, 1. Tekstur utama berupa Roughness, ketidakteraturan alur pada permukaan yang diakibatkan oleh penyayatan pada proses produksi awal, berupa bekas-bekas sayatan kecil. Gambar 2.10 Roughness [4] 2. Tekstur tambahan berupa waviness, yaitu komponen tekstur permukaaan karena saling tumpang tindihnya roughness. Waviness disebabkan karena factor mesin, getaran, kemelencengan mesin, chatter, heat treatment. Gambar 2.11 Waviness [4] 20

16 Selain dua komponen diatas juga terdapat jarak dari pola permukaaan yang dominan pada ummumnya diakibatkan oleh proses permesinan disebut lay. Juga Form yang merupakan bentuk keseluruhan pada permukaan terdiri dari roughness dan waviness. Dari tekstur permukaan maka dapat dikategorikan suatu permukaan bisa disebut kasar dan halus. Perbedaan antara kasar dan halusnya permukaan dapat dilihat dengan menyentuh dan melihat penampilannya. Dalam menentukan hal tersebut sangatlah subjektif dimana perbedaan pendapat diantara dua pengamat dalam mengamati permukaan. Di mana satu pengamat bisa mengatakan sangat halus dan pengamat lain cuma mengatakan halus. Pada proses permesinan pun dengan proses bubut, grinding atau wire juga menyebabkan perbedaan tingkat kehalusan permukaan. Di lapangan angka kakasaran dan kehalusan permukaan sangat penting dan berpengaruh pada ongkos produksi. Waviness Lay Roughness Gambar 2.12 Tekstur Permukaan II.4.2. Kekasaran Permukaan. Hasil penyayatan benda kerja yang dihasilkan setelah mengalami perlakuan pada mesin potong meliputi pengurangan ukuran- ukuran karena pemakanan dilakukan oleh pahat/elektroda. Hasil penyayatan dapat dikatakan 21

17 baik atau buruk didasarkan pada dua faktor, yaitu ketepatan pada ukuranukurannya (kepresisian) dan tingkat kualitas permukaan yang dihasilkan. Melihat kedua faktor tersebut maka hasil penyayatan dapat dikatakan baik apabila benda yang dihasilkan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan permukaan benda kerja mempunyai tingkat kekasaran yang halus. Benda kerja yang dikerjakan dengan mesin dan dilakukan penyayatan pada permukaannya tidak dapat rata atau halus sama sekali, tetapi akan meninggalkan bekas berupa lembah dan puncak yang disebut kekasaran permukaan. Kriteria mengenai kasar dan halus masih ditentukan melalui pengukuran dari permukaan setelah perlakuan. Kekasaran permukaan didefinisikan sebagai ketidakaturan konfigurasi permukaan pada suatu benda atau bidang. Dalam hal ini konfigurasi permukaan yang dihasilkan dari proses permesinan terutama wire cutting adalah konfigurasi tingkat ketiga yaitu berupa alur (grooves). Parameter-parameter pada kekasaran permukaan dapat dilihat pada gambar berikut, Gambar 2.13 Parameter Keaksaran Permukaan [5] 22

18 Keterangan gambar 2.13 Parameter kekasaran permukaan, 1. Profil Geometrik Ideal, Profil ini merupakan profil permukaan benda kerja sempurna dapat berupa garis lurus, lengkung, ataupun busur tergantung pada bentuk bidangnya. 2. Profil Terukur, Suatu profil yang terukur oleh alat ukur. 3. Profil Referensi/Acuan/Puncak, Profil yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisis ketidakteraturan konfigurasi permukaan. Profil ini dapat berupa garis lurus atau garis dengan bentuk sesuai profil geometri ideal serta menyinggung permukaan tertinggi dari profil terukur dalam suatu panjang sampel. 4. Profil Tengah, Yaitu salah satu profil referensi, dimana profil referensi yang digeserkan kebawah (arah tegak lurus terhadap profil geometri ideal pada suatu panjang sampel) sedemikian rupa sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah di atas profil tengah sampai ke profil terukur adalah sama dengan jumlah dari daerah-daerah di bawah profil tengah sampai ke profil terukur. 5. Profil Dasar, Merupakan profil referensi yang digeser ke arah tegak lurus profil geometri ideal menyinggung titik terendah dari profil terukur pada permukaan benda kerja.. 23

19 Parameter permukaan dapat didefinisikan dengan dimensi pada arah tengah, arah mendatar, dan arah tegak. Untuk dimensi tegak dikenal beberapa parameter yaitu, 1. Kekasaran Total (Rt/Rmax), Merupakan jarak rata-rata antara profil referensi dan profil dasar dengan satuan micron meter. 2. Kekasaran perataan, Merupakan jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil terukur. Persamaan matematik untuk mendapatkan kekasaran perataan adalah sebagai berikut, Rρ = dx (µm) Kekasaran rata-rata aritmatis (Ra) Kekasaran rata-rata aritmatis merupakan harga rata-rata aritmatis dari nilai absolut jarak antara profil terukur dengan profil tengah. Secara matematis dapat dirumuskan, Ra = h 1 dx (µm) Kekasaran rata-rata kuadratik (Rg) Adalah akar bagi jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah. Persamaanya adalah sebagai berikut, Rg = dx (µm)

20 5. Kekasaran total rata-rata (Rz) Merupakan jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima puncak tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima lembah terendah. Kekasaran total dapat dicari dengan persamaan, Rz = Σ [ R1 + R2 + + R5 R6 R7 - - R10 ]/5 (µm) 2.4 Dari parameter di atas Kekasaran aritmatis (Ra) lebih sering dipakai dalam mengidentifikasi permukaan daripada parameter kekasaran yang lain. Sebenarnya kekasaran aritmatis tidak mempunyai dasar yang kuat dalam mengidentifikasi ketidakteraturan konfigurasi permukaan, karena beberapa bentuk profil dapat mempunya nilai Ra hampir sama. Namun, parameter Ra sangat cocok apabila digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan hasil permesinan tertentu dengan jumlah yang banyak. Dibandingkan parameter lain Ra mempunyai kepekaan lebih terhadap penyimpangan/perubahan mungkin terjadi pada proses permesinan. Dengan demikian, jika permukaan produk dimonitor dengan mengukur Ra tindakan pencegahan dapat langsung cepat dilakukan jika tanda-tanda bahwa ada peningkatan angka kekasaran produk. Sehingga antisipasi lebih dini dapat diterapkan untuk mencegah kegagalan pada suatu produk. 25

21 Mengenai Kekasaran aritmatis (Ra) ini ISO dapat mengklasifikasikan menjadi 12 angka kekasaran. Tabel 2.1 Angka kekasaran ISO Roughness Number [6] Harga Kekasaran (Ra) Angka Kelas Kekasaran µm ,5 6,3 3,2 1,6 0,8 0,4 0,2 0,1 0,05 N12 N11 N10 N9 N8 N7 N6 N5 N4 N3 N2 0,025 N1 Angka kekasaran ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kesalahan interpretasi atas satuan harga kekasaran. Karena harga suatu parameter permukaan dapat berubah jika digunakan panjang sampel yang berlainan. Oleh karena itu,dianjurkan untuk menggunakan panjang sampel tertentu sesuai dengan tingkat kekasaran Ra sebagaimana ditunjukkan tabel 2.1. II.4.3. Pentingnya Kehalusan Permukaan Kehalusan benda kerja atau komponen hasil pengerjaan mesin selalu diperhatikan oleh kepala bengkel, teknisi, maupun ahli mesin, karena itu 26

22 disamping mempunyai standar kehalusan komponen juga merupakan syarat dan tuntutan dari konsumen yang menginginkan servis memuaskan. Pertimbangan penting untuk mendapatkan permukaan halus ini terutama pada bagian yang saling berhubungan. Apabila permukaan yang saling berhubungan tersebut kasar, maka akan menjadi cepat rusak sebelum operasinya dapat maksimal. Permukaan yang kasar dari komponen juga akan mengurangi efesiensi kerja karena harus diproses selanjutnya agar diperoleh permukaan yang halus. Setiap pembuatan komponen mesin pasti disyaratkan tentang kehalusan atau toleransi kekasarannya dan biasanya dicantumkan dalam gambar kerja komponen yang akan dibuat. Gambar 2.14 Simbol Kekasaran permukaan pada Gambar Teknik.[5] Faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan hasil dari proses permesinan antara lain, 1. Bahan, Bahan merupakan faktor yang ikut menentukan kualitas hasil permesinan. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan itu sendiri, seperti sifat keras, lunak, liat dan lain-lain. Sifat paling dominan terdapat dalam suatu bahan adalah sifat keras, dimana tingkat kekasaran bahan sangat bervariasi dengan kandungan kadar karbon (C) dalam bahan tersebut. 27

23 Untuk tiap tingkat kekerasan bahan tersebut, apabila dikerjakan pada mesin-mesin produksi akan memiliki tingkat kualitas permukaan yang berbeda-beda pada masing-masing tingkat kekerasan bahan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena sifat bahan tersebut akan berakibat pada bentuk cip yang dihasilkan pada proses tersebut. Ada tiga bentuk serpihan cip yang dihasilkan, yaitu, cip patah-patah (discontinue), kontinyu (countinue) dan kontinyu tetapi ada serpihan menempel pada ujung pahat (build up edge). Discontinue cip terjadi pada bahan keras dan mudah patah, seperti besi tuang, bentuk serpihan ini menghasilkan permukaan yang cukup baik. Continue cip adalah bentuk yang paling ideal, cip ini terbentuk karena proses pemotongan bahan liat, permukaan yang lebih halus dapat dihasilkan pada pengerjaan ini. Build up edge terjadi pada bahan liat dengan koefesien gesek tinggi, permukaaan yang dihasilkan akibat serpihan ini lebih kasar dibandingkan kedua bentuk serpihan yang disebutkan sebelumnya. 2. Loncatan bunga api listrik, Loncatan bunga api harus terjadi (ON-Ttime) dan berhenti (OFF-Time) selama proses pemotongan pada mesin Wire cut. Pada saat ON-Time terjadi maka timbul tegangan listrik pada celah antara elektroda kawat dan benda kerja begitu pula sebaliknya pada saat OFF-Time teganggan listrk pada elektroda kawat tidak timbul. Maka dari itu prroses pemeotongan pada mesin Wire cut hanya terjadi pada saat ON-Time. Untuk mendapatkan waktu ON-Time yang lama, dapat diperoleh dengan menetapkan waktu ON-Time lebih lama, dengan cara setting pada E-Packnya. Akan tetapi kondisi seperti ini bisa menyebabkan hubungan pendek terjadi dan mengakibatkan putusnya elektroda kawat. Dengan putusnya 28

24 elektroda bisa menyebabkan munculnya skret/step pada permukaan benda kerja. Hal ini sangat berpengaruh pada nilai kekasaran permukaan. Untuk mendapatkan permukaan yang rata/halus maka kondisi ON-Time harus lebih panjang. Gambar 2.15 ON-Time, OFF-Time dan Voltge. [3] 3. Kecepatan potong, Kecepatan gerak elektroda ketika melakukan pemotongan juga menjadi salah satu penyebab halus tidaknya permukaan. Pergerakan pemotongan oleh elektroda kawat pada mesin wire diatur oleh servo. Kecepatan potong pada mesin wirecut didefinisikan besarnya kecepatan pergerakan meja menyesuaikan jarak yang tepat antara katoda (benda kerja) dan anoda (elektroda kawat). Kecepatan potong juga disesuaikan dengan Feeding (ketebalan) benda kerja. Dengan kecepatan yang tinggi bisanya dipakai untuk ketebalan material yang tipis antara 1-10mm. Pergerakan elektroda kawat terlalu cepat tidak baik dalam proses pemotongan material yang tebal dikarenakan kawat bisa putus jika memiliki kecepatan tinggi dan ini bisa merusak permukaan karena munculnya skret akibat putusnya elektroda. Begitu pula jika kecepatan elektroda terlalu lambat maka efisiensi dan efektifitas kerja bisa melambung tinggi dikarenakan terlalu lamanya proses permesinan. Oleh karena itu operator harus pandai-pandai mengatur kecepatan yang tepat dalam setiap proses permesinan sehingga didapat nilai kekakasaran permukaan bagus dengan kinerja waktu optimal. 29

25 4. Cairan dielektrik, Loncatan bunga api listrik bisa terjadi di udara, tatapi tidak stabil dan tidak bisa dipakai dalam proses permesinan. Untuk mendapatkan loncatan bunga api stabil diperlukan cairan dielektrik. Dengan cairan dielektrik ini maka loncatan bunga api listrik bisa stabil dengan pendinginan serta pembuangan geram bisa efisien. Dengan bersihnya permukaan dari geram maka akan membuat permukaan menjadi lebih halus. Cairan dielektrik pada mesin Wirecut berupa air destilisa atau disebut juga air aquades. Dengan air jenis ini diharapkan memiliki nilai ion yang netral,ion positip dan ion negatip memiliki nilai sama. Dari penjelasan berbagai faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran permukaan akibat proses pemotongan pada mesin Wirecut diharapkan para operator mesin bisa lebih dini mengantisipasi permukaan benda kerja sehingga bisa diperoleh hasil yang memuaskan. Dimana sesuai dengan kriteria desaigner/konsumen dengan efektifitas kerja bagus. II.5. Material Baja Paduan Pemilihan material harus tepat sesuai dengan penggunannya untuk menghindari kemungkinan aus/pecah disaat berproduksi. Sehingga akan menghambat proses produksi Sebenarnya perbedaan mendasar dari baja karbon dengan baja paduan terletak pada dominasi atas unsur dalam suatu baja. Baja dikatakan padu jika kompesisi unsur-unsur paduannya secara khusus, bukan baja karbon biasa yang terdiri dari unsur silisium dan mangan. Baja paduan semakin banyak digunakan.unsur yang paling banyak digunakan untuk baja paduan, yaitu: 30

26 Cr,Mn, Si, Ni, W, Mo, Ti, Al, Cu, Nb dan Zr. Penambahan unsur-unsur lain dalam baja karbon dapat dilakukan dengan satu atau lebih unsur, tergantung dari karakteristik atau sifat khusus yang dikehendaki. Baja ini memiliki lebih kekuatan, kekerasan, kekerasan panas, memakai perlawanan, kemampukerasan, atau ketangguhan dibandingkan dengan baja karbon. Jika yang mendominasi sifat fisik dan mekanik adalah prosentase atau kadar karbon maka dapat disebut sebagai baja karbon sedang bila yang mendominasi sifat fisik dan mekanik adalah paduan (selain unsur karbon) maka dapat disebut sebagai baja paduan. Baja paduan dapat diklasifikasikan menjadi a. Baja paduan rendah, Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8%, misalnya, suatu baja terdiri atas 1,35%C; 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S; 0,75%Cr; 4,5%W. Baja paduan rendah dapat didinginkan dan disepuh supaya dapat mencapai kekuatan leleh sebesar ksi ( MPa). Kekuatan leleh biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan offset 0,2%, karena baja ini tidak menunjukan titik leleh yang jelas. Dengan prosedur yang tepat baja ini dapat dilas, dan biasanya tidak membutuhkan tambahan perlakuan panas setelah pengelasan dilakukan. Untuk beberapa keperluan khusus, kadangkala dibutuhkan pengendoran tegangan. b. Baja paduan tinggi,.baja paduan tinggi, yaitu bila jumlah unsur tambahan selain karban lebih dari atau sama dengan 8%, misalnya, baja HSS (High Speed Steel) atau SKH 53 (JIS) atau M3-1 (AISI) mempunyai kandungan unsur, 1,25%C; 4,5%Cr; 6,2%Mo; 31

27 6,7%W; 3,3%V. Tujuan utama dari penambahan unsur paduan sebenarnya untuk memperbaiki sifat-sifatnya. DF 2 atau SKS3 merupakan material dengan logam paduan rendah, proses hardeningnya memakai oli dan memiliki tingkat deformasi rendah. Material jenis ini memiliki mutu stabil karena dibentuk dari degassing ruang hampa pada proses penyulingan, hardness/kekerasan tinggi, komposisi dari tungsten dan dan karbit krom yang didistribusikan secara seragam sehingga tahan terhadap keausan, Bagus untuk proses permesianan karena sturktur materialnya homogen. Material sering dipakai untuk pekarjaan baja dingin, shering, blanking, punching, coining. Tabel 2.2 komposisi kimia DF2 [7] ASSAB C Si Mn Cr Mo W DF Tabel 2.3 Heat treatment DF2 [7] Forging Heat treatment ( o C) Hardness ( o C) o C Anealing Hardening Tempering Annealing (HB) Quenching (HRC) (slow (oil (air cooling) cooling) cooling) II.6. Pengukuran Pengukuran adalah suatu proses mengukur atau menilai kualitas sesuatu yang belum diketahui dengan cara membandingkan, dengan acuan standar atau 32

28 menguji dengan suatu alat. Pada dasarnya ada dua metode pokok pengukuran yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan sesuatu atau benda dengan besaran atau ukuran standar. Pada pengukuran langsung hasil pengukurannya dapat dibaca langsung pada alat ukur yang digunakan, beberapa alat ukur tersebut adalah Talysurf, surface taster dan dial indikator. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang menggunakan sistem kalibrasi dimana tidak digunakan standar ukuran secara langsung namun melibatkan beberapa komponen pengukuran yang merupakan satu sistem pengukuran. Tingkat kekasaran rata-rata permukaan hasil pengerjaan masingmasing mesin perkakas tidak sama, tergantung proses pengerjaannya. Tabel 2.4 Tingkat kekasaran rata-rata berdasarakan proses pengerjaanya [6] Proses pengerjaan Selang (N) Harga Ra Flat and cylindrical lapping Superfinishing diamond turning Flat and cylindrical grinding Finishing Face and cylindrical turning, milling and reaming Drilling Shaping, planning, horizontal milling Sandcasting and forging Extruding, cold rolling, drawing Die casting N1-N4 N1-N6 N1-N8 N4-N8 N5-N12 N7-N10 N6-N12 N10-N11 N6-N8 N6-N7 0,025-0,2 0,025-0,8 0,025-3,2 0,1-3,2 0,4-50,0 12,5-25,0 0,8-50,0 12,5-25,0 08-3,2 0,8-1,6 33

29 Dimana N1 sampai N12 adalah kelas kekasaran dari permukaan dan Ra adalah rata-rata harga kekasarannya. Secara khusus Amstead (1978) memberikan gambaran tentang kekasaran permukaan hasil berbagai cara produksi seperti dalam bentuk gambar berikut. Tabel di atas dan di bawah sebagai ilustrasi bahwa kekasaran permukaan yang dihasilkan masing-masing material mempunyai tingkat sendiri-sendiri. Tabel 2.5 Kekasaran Permukaan [6] Roughness (Ra), µm Process Superfinishing Lapping Polishing Honing Grinding Boring Turning Drilling Extruding Drawing Milling Shaping Planning 34

30 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai kekasaran permukaan dalam penelitian ini yaitu Talysurf Gambar 2.16 Talysurf Alat ukur tersebut terdiri dari tracer head dan perangkat lunak. Rumah tracer head terbuat dari stylus intan yang mempunyai radius 0,013 mm dan gauge keduanya berfungsi untuk melakukan pengukuran permukaan untuk arah vertical maupun horizontal. Permukaan yang tidak teratur akan menyebabkan stylus bergerak. Pergerakan stylus ini akan digambarkan dalam bentuk fluktuasi gelombang elektronik oleh treacer head yang kemudian akan diperbesar oleh filter. Pada monitor bentuk kekasaran permukaan dapat dilihat dengan menggunakan mata. Pergerakan stylus ini juga dapat digambarkan di atas kertas pencatat sehingga kita dapat melihat bentuk kekasaran permukaan dengan mudah. 35

31 Gambar 2.17 Pengukuran Bidang Permukaan [8] Pembacaan nilai kekasaran permukaan dapat dilakukan menggunakan rata-rata aritmatika (AA,Arithmatical Avarage) maupun menggunakan akar kuadrat rata-rata (RMS, Root Mean Square). Gambar di atas menunjukkan 11 tempat pengukuran yang mewakili permukaan benda kerja sepanjang AB. pengukuran diberi notasi huruf kecil A sampai K. Pengukuran dilakukan terhadap garis tengah CD (center line) baik untuk daerah di bawah maupun di atas garis tersebut. Apabila dihitung menggunakan rata-rata aritmatika maka semua nilai pengukuran dijumlahkan lalu dibagi dengan banyaknya tempat yang diukur. Maka persamaan matematiknya, Ra AA = Σ [ R A 2 + R B R K 2 + R L ]/11 (µm) 2.5 Untuk perhitungan menggunakan RMS, maka semua nilai pengukuran dikuadratkan lebih dahulu lalu dijumlahkan kemudian diakar selanjutnya dibagi dengan banyaknya tempat yang diukur. Ra RMS (µm)

32 Pengukuran kekasaran permukaan hasil proses permesinan menggunakan RMS akan mendapatkan hasil pengukuran yang lebih baik dibandingkan menggunakan AA. II.7. Metode - metode Pengukuran Kekasaran Pemeriksaan kekasaran dengan mata telanjang hanya memungkinkan untuk membandingkan permukaan yang satu lebih kasar dari permukaan yang lainnya dan mungkin hanya untuk perbedaan yang mencolok, untuk perbedaan kekasaran yang kecil sulit dideteksi dengan indera mata dan tidak dapat diketahui seberapa besar kekasarannya. Disamping pemeriksaan kekasaran dengan indera mata, juga dapat diperiksa dengan diraba dengan tangan. Namun cara inipun dipergunakan untuk membedakan tingkat kekasaran yang cukup jauh, sehingga tidak dapat ditentukan seberapa kasarnya. Pada saat ini teknologi pemeriksaan permukaan benda kerja/komponen mesin telah ditemukan beberapa cara untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaan komponen. Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut, 1. Perbandingan dengan standar pengukuran, disini permukaan benda kerja dibandingkan dengan standar kakasaran permukaan yang mempunyai ukuran mikro inchi. 2. Pengukuran dengan proyektor, permukaan benda kerja disinari dan diperbesar kemudian baru dilaksanakan pemeriksaan. 3. Perantara mikroskop, disini digunakan cermin datar dan lampu satu warna, tinggi kekasaran diperiksa dengan refleksi cahaya lampu antara mikroskop obyektif dengan permukaan benda kerja. Metode ini 37

33 digunakan dalam prosedur laboratorium dan jarang digunakan dalam bengkel. 4. Pemeriksaan profil permukaan, alat ini digunakan untuk mengetahui dan memeriksa bentuk profil kekasaran permukaan benda kerja. Bedasarkan empat macam metode pengukuran kekasaran permukaan di atas dalam penelitian ini menggunakan metode Pemeriksaan profil permukaan. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan ekperimen data-data pendukung yang dikumpulkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan ekperimen data-data pendukung yang dikumpulkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Data-data Penelitian Sebelum melakukan ekperimen data-data pendukung yang dikumpulkan adalah sebagai berikut, 1. Mesin Wirecut Merk/Type Elektroda kawat : Mitsubishi

Lebih terperinci

ANALISA KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PENYAYATAN WIRE ELECTRIC MACHINE (WEDM) DENGAN MEMAKAI PM Control MODE

ANALISA KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PENYAYATAN WIRE ELECTRIC MACHINE (WEDM) DENGAN MEMAKAI PM Control MODE Tugas Akhir ANALISA KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PENYAYATAN WIRE ELECTRIC MACHINE (WEDM) DENGAN MEMAKAI PM Control MODE Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

A. Pengertian Electrical Discharge Machine

A. Pengertian Electrical Discharge Machine A. Pengertian Electrical Discharge Machine Electrical Discharge Machine merupakan mesin produksi non konvensional yang memanfaatkan proses konversi listrik dan panas, dimana energi listrik digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi

BAB I PENDAHULUAN. machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Electrical discharge machining (EDM) atau disebut juga spark machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi panas yang dihasilkan oleh loncatan

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304 Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304 Ahmad Syaifullah 1, Siswiyanti ², Rusnoto³ ¹ Mahasiswa Teknik mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak material yang semakin sulit untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional. Selain tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed Badruzzaman a, Dedi Suwandi b a Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR METALURGI TEKNIK MESIN - ITS

SIDANG TUGAS AKHIR METALURGI TEKNIK MESIN - ITS SIDANG METALURGI TEKNIK MESIN - ITS PENGARUH PROSES PEMOTONGAN MENGGUNAKAN WIRE-EDM TERHADAP LAPISAN RECAST DAN HEAT AFFECTED ZONE (HAZ) PADA BAJA HIGH SPEED STEEL (HSS) BOHLER MO RAPID EXTRA 1200 OLEH

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Data awal: Spesifikasi awal Studi pustaka Persiapan benda uji: Pengelompokkan benda uji Proses Pengujian: Pengujian keausan pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening),

Lebih terperinci

BAB I PROSES MANUFAKTUR

BAB I PROSES MANUFAKTUR BAB I PROSES MANUFAKTUR A. Pendahuluan. teknologi mekanik merupakan suatu proses pembuatan suatu benda dari bahan baku sampai barang jadi atau setengah jadi dengan atau tanpa proses tambahan. Dari sejarah

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Besar Arus dan Arc On-Time Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Sinking

Studi Pengaruh Besar Arus dan Arc On-Time Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Sinking Studi Pengaruh Besar dan Arc On-Time Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Sinking Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja dan Keausan Elektroda Roche Alimin, Juliana Anggono, Rinto Hamdrik Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK 1 DAFTAR ISI Hal 1. Karakteristik Geometri 1 2. Toleransi dan Suaian 2 3. Cara Penulisan Toleransi Ukuran/Dimensi 5 4. Toleransi Standar dan Penyimpangan Fundamental 7

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pengaruh Arus Listrik Terhadap Temperatur Spesimen Dan Laju Pemotongan Pada Edm Drilling

Pengaruh Arus Listrik Terhadap Temperatur Spesimen Dan Laju Pemotongan Pada Edm Drilling Pengaruh Arus Listrik Terhadap Temperatur Spesimen Dan Laju Pemotongan Pada Edm Drilling Tjuk Oerbandono, Ari Noviyanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan dalam industri manufaktur terutama untuk pembuatan komponenkomponen mesin dari logam. Proses berlangsung karena

Lebih terperinci

SIDIK GUNRATMONO NIM : D

SIDIK GUNRATMONO NIM : D TUGAS AKHIR Analisa Pengaruh Quenching dengan Variasi Pendinginan Air dan Oli pada Gergaji Pita dan Serkel terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Keausan Permukaan Disusun : SIDIK GUNRATMONO NIM : D 200

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada

Lebih terperinci

Optimalisasi Kualitas Pemotongan Sudut Pada Mesin Wire Cutting Electric Discharge Machining (Edm)

Optimalisasi Kualitas Pemotongan Sudut Pada Mesin Wire Cutting Electric Discharge Machining (Edm) SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Optimalisasi Kualitas Pemotongan Sudut Pada Mesin Wire Cutting Electric Discharge Machining (Edm) Eko Edy Susanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode

BAB I PENDAHULUAN. Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode permesinan non-tradisional dan mulai dikembangkan diakhir tahun 1940-an, telah banyak digunakan diseluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau meghilangkan sebagian material dari benda kerjanya. Tujuan digunakan proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plunger tip adalah salah satu rangkaian komponen penting pada mesin high pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-03 PROSES NON KONVENSIONAL I

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-03 PROSES NON KONVENSIONAL I LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-03 PROSES NON KONVENSIONAL I Oleh: Kelompok 16 Anggota: Hendrastantyo Ruriandi 13111072 Dini Adilah Prabowo 13111075 Ahmad Armansyah Fauzi 13111079 Iqbal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujiaan 4.1.1. Pengujian Ketebalan Lapisan Dengan Coating Gauge Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tebal lapisan yang terdapat pada spesimen dengan menggunakan

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: A. Kecepatan potong

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP PEFORMANSI PEMESINAN DRILLING EDM MENGGUNAKAN EDM TIPE RELAKSASI (RC)

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP PEFORMANSI PEMESINAN DRILLING EDM MENGGUNAKAN EDM TIPE RELAKSASI (RC) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP PEFORMANSI PEMESINAN DRILLING EDM MENGGUNAKAN EDM TIPE RELAKSASI (RC) Adi Muttaqin 1) dan Suharjono 2) 1) Program Magister Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Segala peralatan industry yang kita gunakan sehari-hari merupakan hasil dari proses manufaktur atau dapat disebut machining process. Terdapat banyak jenis mesin-mesin

Lebih terperinci

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) PROGRAM IbPE KELOMPOK USAHA KERAJINAN ENCENG GONDOK DI SENTOLO, KABUPATEN KULONPROGO Oleh : Aan Ardian ardian@uny.ac.id FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia industri sekarang ini berkembang sangat pesat. Kebutuhan manusia yang semakin banyak dan keinginan manusia untuk selalu praktis menyebabkan persaingan di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan.

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 1 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 1 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 1 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 1. Gambar berikut yang menunjukkan proyeksi orthogonal. A. D. B. E. C. 2. Gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada

Lebih terperinci

LAS LISTRIK LAPORAN PRAKTIKUM. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Teknik Pelayanan dan Perawatan. Dosen Pembimbing :

LAS LISTRIK LAPORAN PRAKTIKUM. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Teknik Pelayanan dan Perawatan. Dosen Pembimbing : LAS LISTRIK LAPORAN PRAKTIKUM Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Teknik Pelayanan dan Perawatan Dosen Pembimbing : Bintang Ihwan Moehady, Ir, MSc. Disusun oleh : Via Siti Masluhah 101411030 Yuniar

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING)

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) 101 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara proses pemesinan yang lain. Biasanya di bengkel atau workshop proses ini dinamakan proses bor, walaupun

Lebih terperinci

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi permesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan proses serta teknik pemotongan logam (metal cutting) terus mendorong industri manufaktur semakin maju. Ini terlihat

Lebih terperinci

Mesin Perkakas Konvensional

Mesin Perkakas Konvensional Proses manufaktur khusus digunakan untuk memotong benda kerja yang keras yang tidak mudah dipotong dengan metode tradisional atau konvensional. Dengan demikian, bahwa dalam melakukan memotong bahan ada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Kedataran Meja Menggunakan Spirit Level Dengan Posisi Horizontal Dan Vertikal. Dari pengujian kedataran meja mesin freis dengan menggunakan Spirit Level

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia manufaktur khususnya pada pembuatan tool dalam industri mold

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia manufaktur khususnya pada pembuatan tool dalam industri mold 1 BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG Electrical Discharge Machining (EDM) yang merupakan metode permesinan non-tradisional dan mulai dikembangkan di akhir tahun 1940an, telah banyak digunakan di seluruh

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 CERDAS, KREATIF, INTELEK, WIRAUSAHAWAN 1 Pilihlah salah satu jawaban soal berikut

Lebih terperinci

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : POROS BERTINGKAT A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : Mampu mengoprasikan mesin bubut secara benar. Mampu mebubut luar sampai halus dan rata. Mampu membubut lurus dan bertingkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era industrialisasi pada saat sekarang ini, bidang pengecoran sangat penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan di bidang industri

Lebih terperinci

Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP:

Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP: Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP: 2103100011 Latar Belakang Masalah Ketidakmampuan pemesinan konvensional mengerjakan produk dengan kekerasan tinggi dengan bentuk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai pasaran. Dalam kegiatannya industri tersebut selalu berhubungan dengan pengerjaan logam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 CERDAS, KREATIF, INTELEK, WIRAUSAHAWAN 1 Pilihlah salah satu jawaban soal berikut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM)

Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Dengan Metode Respon Surface P u r n o m o, Efrita AZ, Edi Suryanto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA 3.1 Mesin Bubut Mesin bubut adalah mesin yang dibuat dari logam, gunanya untuk membentuk benda kerja dengan cara menyayat, gerakan utamanya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Diagram Alir Tugas Akhir. Diagram alir Tugas Akhir Rancang Bangun Tungku Pengecoran Alumunium. Skala Laboratorium.

BAB III METODOLOGI Diagram Alir Tugas Akhir. Diagram alir Tugas Akhir Rancang Bangun Tungku Pengecoran Alumunium. Skala Laboratorium. BAB III METODOLOGI 3.1. Diagram Alir Tugas Akhir Diagram alir Tugas Akhir Rancang Bangun Tungku Pengecoran Alumunium Skala Laboratorium. Gambar 3.1. Diagram Alir Tugas Akhir 3.2. Alat dan Dalam rancang

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini magnesium banyak digunakan sebagai salah satu bahan komponen otomotif dan elektronik. Sifat magnesium yang ringan berperan penting sebagai pengganti komponen

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin PENGARUH JENIS PAHAT DAN CAIRAN PENDINGIN SERTA KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMBUBUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PAHAT BUBUT HASIL PENGEMBANGAN

KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMBUBUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PAHAT BUBUT HASIL PENGEMBANGAN Maftuchin Romlie & Sunomo, Kualitas Permukaan Hasil Pembubutan,... 51 KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMBUBUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PAHAT BUBUT HASIL PENGEMBANGAN Oleh: Maftuchin Romlie 1 Sunomo 2 Dosen Teknik

Lebih terperinci

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab VII - Pengukuran Kekasaran Permukaan BAB VII PENGUKURAN KEKASARAN PERMUKAAN

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab VII - Pengukuran Kekasaran Permukaan BAB VII PENGUKURAN KEKASARAN PERMUKAAN BAB VII Tujuan : Setelah mempelajari materi pelajaran pada Bab VII, diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan pentingnya kehalusan permukaan dari suatu komponen dalam kaitannya dengan kualitas produksi.

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk. IV - 1 BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN SMAW adalah proses las busur manual dimana panas pengelasan dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda terumpan berpelindung flux dengan benda kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua logam atau lebih yang menggunakan energi panas. Teknologi pengelasan tidak hanya digunakan untuk memproduksi

Lebih terperinci

MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR

MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR Presentasi Proses Produksi 2 MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR MESIN PENGGURDIAN Mesin Penggurdian adalah membuat lobang dalam sebuah obyek dengan menekankan sebuah gurdi berputar kepadanya. Hal yang sama dapat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Penelitian Sebelumnya

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Penelitian Sebelumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya Arthana(2014), meneliti tentang ketahanan aus lapisan ni-cr pada dinding silinder liner yang juga meneliti melalui proses powder flame spray coating. penelitian

Lebih terperinci

Non-Destuctive Test (NDT) & Interpretasi Foto Scanning Electron Microscope (SEM)

Non-Destuctive Test (NDT) & Interpretasi Foto Scanning Electron Microscope (SEM) Non-Destuctive Test (NDT) & Interpretasi Foto Scanning Electron Microscope (SEM) Irfan Fadhilah Program Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING

PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING NAMA : SOFIAN OKTAVIARDI NPM : 27412096 JURUSAN : TEKNIK MESIN PEMBIMBING : IRWANSYAH, ST., MT. Latar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT Pengoperasian Mesin Bubut Dwi Rahdiyanta FT-UNY Kegiatan Belajar Pengoperasian Mesin Bubut a. Tujuan Pembelajaran. 1.) Siswa dapat memahami pengoperasian mesin

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA Pengaruh Jenis Pahat, Jenis Pendinginan dan Kedalaman Pemakanan PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alur Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori untuk penelitian,

Lebih terperinci

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY Mesin sekrap (shap machine) disebut pula mesin ketam atau serut. Mesin ini digunakan untuk mengerjakan bidang-bidang yang rata, cembung, cekung,

Lebih terperinci

JURNAL AUSTENIT VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2009

JURNAL AUSTENIT VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2009 ANALISA PENGARUH PERUBAHAN KETEBALAN PEMAKANAN, KECEPATAN PUTAR PADA MESIN, KECEPATAN PEMAKANAN (FEEDING) FRAIS HORISONTAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM Dicky Seprianto, Syamsul Rizal Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://en.wikipedia.org/wiki/magnesium). Magnesium ditemukan dalam 60

BAB I PENDAHULUAN. (http://en.wikipedia.org/wiki/magnesium). Magnesium ditemukan dalam 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Magnesium adalah salah satu jenis logam yang dikategorikan logam ringan, diantara beberapa logam ringan yang biasa digunakan dalam struktur. Unsur magnesium ditemukan

Lebih terperinci

Proses Permesinan Konvensional Semester 2 - Tahun 2017

Proses Permesinan Konvensional Semester 2 - Tahun 2017 Proses Permesinan Konvensional Semester 2 - Tahun 2017 Mesin Gerinda Mesin Gerinda Universal Mesin Gerinda Datar Mesin Gerinda Crankshaft Roda Gerinda Oleh : Bella Rukmana Mesin Gerinda Mesin gerinda adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci