BAB IV ANALISIS PENERAPAN TAX TREATY TERHADAP PT. EMI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS PENERAPAN TAX TREATY TERHADAP PT. EMI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS PENERAPAN TAX TREATY TERHADAP PT. EMI INDONESIA IV.1. Jenis dan Model Perjanjian Perpajakan (PT.EMI INDONESIA) Untuk menghindari pemajakan berganda, PT. EMI Indonesia mengacu pada perjanjian internasional yang dilakukan antar dua negara yang dibuat secara tertulis dengan dasar yang jelas dan kuat serta memenuhi syarat syarat yang berlaku dalam pembuatan perjanjian internasional. Dilihat dari segi penggolongan dan jenis perjanjian internasional, tax treaty yang diacu PT. EMI Indonesia termasuk dalam kategori perjanjian bilateral. Hal ini terbukti bahwa perjanjian tersebut berlaku antara dua pihak, yaitu misalnya Negara United Kingdom dengan negara Indonesia. Pada perjanjian bilateral yang dilakukan antara dua negara tersebut tetap mengacu pada Konvensi Wina. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jenis perjanjian yang diacu PT. EMI merupakan perjanjian bilateral karena menyangkut antara Negara Indonesia dengan United Kingdom. Oleh karena itu, untuk mengadakan suatu perjanjian bilateral, diperlukan adanya suatu model yang dapat dipergunakan sebagai acuan (pedoman), khususnya dalam tahapan perundingan dan dalam hal terjadi perbedaan pendapat dalam pelaksanaan perjanjian. Terdapat tiga model Tax Treaty yang diterapkan oleh masing-masing negara yang terkait antara lain; model UN (united nations), yang lebih menerapkan pemajakan yang berasal dari negara yang memberi penghasilan; model OECD (organization for 57

2 economic cooperation and development), yang didirikan di Paris, 14 Desember 1960, meliputi 24 negara; dan model Indonesia yang mengkombinasikan kedua jenis model UN dan OECD. Perbandingan Tax Treaty dalam model OECD, dan UN terletak pada: a. Model UN Merupakan model yang dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, sehingga prinsip sumber penghasilan tergambar dalam model ini. b. Model OECD Merupakan model yang dikembangkan oleh negara-negara Eropa Barat, prinsip yang digunakan adalah azas pengenaan pajak domisili. Negara Indonesia dalam kebijakan dibidang persetujuan penghindaran pajak berganda atau P3B menggunakan campuran antara model UN (united nations) dengan model OECD (organization for economic cooperation and development), atau yang dikenal dengan model Indonesia. Hal-hal yang dapat mendorong perkembangan Negara Indonesia menjadi lebih maju dapat diatur dalam perjanjian ini, misalnya penghasilan atas guru dan peneliti, dimana dalam kedua model UN dan OECD tidak diatur, namun dalam model Indonesia diatur dalam pasal tersendiri. Model tersebut yang dijadikan pijakan dalam perundingan antara negara Indonesia dengan United Kingdom. 58

3 IV.1.1 Pelaksanaan Penerapan Ketentuan Perjanjian Perpajakan Penarikan penghasilan kantor pusat seperti yang telah dijelaskan dalam objek pajak bentuk usaha tetap, merupakan penerapan suatu konsep force of attraction rule, yang biasanya dianut dalam sistem perpajakan di kebanyakan negara berkembang untuk mencegah usaha penghindaran pajak oleh perusahaan luar negeri (dalam hal ini Inggris). Contoh konkrit dari konsep force of attraction ini adalah kantor pusat EMI di Inggris, yang memproduksi rekaman lagu menjual langsung hasil produksinya berupa compact disc dan cassette kepada konsumen yang ada di Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetapnya yang ada di Indonesia (PT. EMI Indonesia). Kegiatan PT. EMI Indonesia, juga menjual produk yang sama dengan produk yang dijual kantor pusatnya. Dalam kasus ini, keuntungan yang diperoleh kantor pusat dari hasil penjualan rekaman yang langsung kepada konsumen di Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetap tersebut, akan dianggap sebagai keuntungan bentuk usaha tetap. Sedangkan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan penjualan hasil rekaman langsung oleh kantor pusat tersebut, dapat dibebankan sebagai biaya oleh bentuk usaha tetap. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu tujuan diadakannya perjanjian perpajakan, dilihat dari sisi kepentingan negara-negara yang mengadakan perjanjian, adalah untuk pencegahan penyelundupan pajak. Oleh karena itu untuk mencegah penyelundupan pajak (prevention of fiscal evasion) terdapat mekanisme pelaksanaan perjanjian perpajakan yang akan dijabarkan berikut ini. Apabila Indonesia menerima informasi dari negara mitra (dalam hal ini Inggris), biasanya informasi tersebut diterima oleh Kantor Pusat Direktorat 59

4 Jenderal Pajak, dalam hal ini biasanya oleh Direktorat Peraturan Perpajakan. Selanjutnya apabila informasi tersebut menyangkut informasi mengenai wajib pajak, informasi tersebut akan diproses oleh Kantor Pelayanan Pajak. Proses nya dengan melakukan pengecekan terhadap SPT wajib pajak. Sebaliknya apabila Indonesia membutuhkan informasi dengan negara lain, baik mengenai ketentuan perundang-undangan perpajakan, maupun informasi mengenai wajib pajak, Indonesia akan memintanya melalui surat menyurat yang dilakukan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Namun demikian, ada kalanya permintaan informasi tersebut dilakukan melalui Menteri Keuangan. IV.2 Pembahasan Tax Treaty PT. EMI Indonesia. Pengenaan pajak berganda secara internasional pada dasarnya merupakan akibat dari perbedaan prinsip-prinsip perpajakan internasional yang dianut oleh setiap negara. Perbedaan prinsip tesebut mengakibatkan konflik jurisdiksi antara satu negara dan negara lainnya. Walaupun setiap negara mempunyai metode penghindaran pajak berganda secara unilateral, hal ini tidak sepenuhnya menjamin tidak terjadinya pengenaan pajak berganda. Pada dasarnya, pengenaan pajak berganda disebabkan oleh tiga jenis konflik jurisdiksi yang akan dibahas berikut ini: a. Konflik antara azas domisili dan azas sumber Masalah yang umum terjadi dalam pengenaan pajak berganda adalah bertemunya azas domisili dengan azas sumber. Negara domisili, dalam hal ini adalah United Kingdom, mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh penduduknya, sedangkan negara sumber yaitu Indonesia 60

5 mengenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkan dari negara tersebut. Dalam hal ini terjadi konflik antara world-wide income principle dan konsep kewenangan atas wilayah. b. Konflik karena perbedaan definisi penduduk Seseorang pribadi atau badan pada saat yang bersamaan dapat dianggap sebagai penduduk dari dua negara. Hal ini dapat terjadi karena definisi penduduk kedua negara tersebut berbeda. Keadaan ini memperburuk pengenaan pajak berganda sebab pajak penduduk tersebut akan dikenakan dua kali. Konflik mengenai penduduk ganda ini (dual residence) biasanya terjadi atas orang pribadi, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada suatu badan hukum. Dalam Perjanjian Perpajakan Indonesia-Inggris dipakai istilah Fiscal Domicile yang mengatur mengenai kependudukan seseorang. Dan orang atau badan yang tercakup dalam perjanjian perpajakan antar kedua negara tersebut adalah penduduk Indonesia, penduduk Inggris, dan orang atau badan yang pada saat yang bersamaan dianggap penduduk baik oleh Indonesia maupun Inggris. c. Perbedaan definisi tentang sumber penghasilan Sebab ketiga yang dapat menyebabkan pengenaan pajak berganda adalah apabila dua negara atau lebih memperlakukan satu jenis penghasilan yang bersumber dari wilayahnya. Ini berakibat penghasilan yang sama dikenai pajak di dua negara. Dalam Bab ini, akan dibahas mengenai beberapa pasal mengenai permasalahan yang terdapat pada perjanjian penghindaran pajak berganda beserta dengan pembahasan 61

6 dan solusinya. Contoh yang dibahas dalam perjanjian penghindaran pajak berganda pada penulisan skripsi ini adalah antara negara Indonesia dengan United Kingdom, dimana kedua negara tersebut terlibat kerjasama secara ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitan dengan kepentingan pada PT. EMI. IV.2.1. Persetujuan Penghidaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan Inggris AGREEMENT BETWEEN THE GOVERMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE UNITED KINGDOM OF GREAT BRITAIN FOR THE AVOIDANCE OF DOUBLE TAXATION AND THE PREVENTION OF FISCAL EVASION WITH RESPECT TO TAXES ON INCOME AND ON CAPITAL Article 2 TAX COVERED (1) Pajak-pajak yang tunduk dalam persetujuan ini adalah: a) Indonesia: i. Pajak pendapatan (income tax) ii. Pajak perseroan (company tax) iii. Pajak kekayaan (capital tax) 62

7 iv. Pajak atas bunga, dividend dan royalty (tax on interest, dividend and royalty) yang selanjutnya disebut Pajak Indonesia b) United Kingdom: i. The income tax ii. The corporation tax, and iii. The capital gain tax, yang selanjutnya disebut United Kingdom Tax). (2) Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sama yang dikenakan pajak setelah tanggal penandatanganan persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajakpajak yang ada dalam perjanjian ini. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara akan saling memberitahukan satu sama lain mengenai setiap perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan pajak masingmasing. Penjelasan: i. Pada ayat (1) menjelaskan bahwa pemungutan pajak dapat dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah atau negara bagian. ii. Pada ayat (2) menjelaskan menjelaskan pengenaan pajak dikenakan atas penghasilan dan kekayaan termasuk unsur-unsur yang terkait. Undang-undang Pajak Penghasilan di Negara Indonesia dalam pasal 4 ayat 1 telah mengenakan atas semua penghasilan dan kekayaan. 63

8 Article 4 FISCAL DOMICILE (1) Untuk kepentingan persetujuan ini istilah penduduk dari negara yang mengadakan persetujuan berarti setiap orang atau badan yang, menurut perundang-undangan negara tersebut, dapat dikenai pajak di negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya atau dasar lainnya yang sifatnya serupa. (2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan pada ayat (1) seseorang menjadi penduduk di kedua negara, statusnya ditentukan sebagai berikut: a) Ia akan dianggap sebagai penduduk negara dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia di kedua negara, ia akan dianggap sebagai penduduk negara dimana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat; b) Jika negara dimana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu negara, ia akan dianggap sebagai penduduk negara dimana ia biasanya berada; c) Jika ia mempunyai tempat yang biasanya ditinggali di kedua negara, ia akan dianggap sebagai penduduk negara dimana ia menjadi warga negara; d) Jika ia menjadi warga negara di kedua negara atau bukan warga negara dari kedua negara tersebut, pejabat-pejabat yang berwenang 64

9 dari kedua negara akan menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan persetujuan bersama. (3) Apabila berdasarkan ketentuan pada pasal 4 ayat (1), suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua negara, ia akan dianggap sebagai penduduk diamana kedudukan dari manajemen yang sebenarnya berada. Penjelasan : i. Seseorang yang memiliki kependudukan di kedua negara, dalam rangka perpajakan ditentukan dengan: hubungan pribadi dan ekonomi yang paling kuat ada di negara mana; dimana penduduk itu biasanya berada; kewarganegaraan; jika ketiga hal tersebut di atas tidak bisa ditangani, maka ditentukan pejabat yang berwenang dari kedua negara dengan persetujuan bersama. ii. Badan hukum yang memiliki penduduk di kedua negara, dalam penentuan pemajakannya tergantung manajemen perusahaan berada di negara mana. Permasalahan: i. Dalam pasal 4 ayat (1), dijelaskan bahwa penghasilan dikenakan berdasarkan azas domisili, hal ini mengingat adanya negara yang memberikan sumber penghasilan juga mengenakan pajak dan negara domisili juga mengenakan pajak oleh karena itu terdapat kata dapat, karena kedua negara yang terlibat dalam perjanjian bisa mengenakan pajak. Untuk menghindari pemajakan ganda, maka negara sumber memotong pajak dan diperhitungkan kembali penghasilan dan pajak yang dibayar di negara domisili. 65

10 ii. Dalam hal seseorang atau badan dianggap sebagai penduduk Indonesia dan sebagai penduduk negara mitra dalam hal ini Negara Inggris (dual residence status), beban pajak bagi orang atau badan tersebut akan sangat memberatkan karena apabila kedua negara sama-sama menganut azas domisili dalam pengenaan pajaknya, di kedua negara pajak penghasilannya akan dikenakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima orang atau badan tersebut di seluruh dunia (world wide income). Hal demikian tidak sesuai dengan tujuan diadakannya perjanjian perpajakan yang antara lain untuk menghindarkan terjadinya pajak ganda. Untuk menghindari adanya pajak ganda sebagai akibat adanya status kependudukan yang rangkap untuk suatu badan, seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) Tax Treaty di atas, badan yang bersangkutan akan dianggap sebagai penduduk (resident) di negara di mana efektif manajemennya berada. Article 5 PERMANENT ESTABLISHMENT (1) Untuk tujuan perjanjian ini, istilah Bentuk Usaha Tetap, berarti suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. (2) Istilah Bentuk Usaha Tetap terutama meliputi: a. Suatu tempat kedudukan manajemen b. Suatu cabang 66

11 c. Suatu pabrik d. Suatu tempat kerja e. Suatu gudang f. Sebuah pertanian atau perkebunan g. Suatu pertambangan, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam. (3) Istilah Pendirian Tetap juga mencakup: a. Bangunan, konstruksi, perakitan atau instalasi atau kegiatan pengawasan yang ada hubungannya dengan proyek tersebut, asalkan bangunan dan konstruksi serta kegiatan pengawasannya berlangsung lebih 6 bulan; b. Pemberian jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk keperluan tersebut, sepanjang kegiatan itu berlangsung untuk proyek yang sama, atau yang berkaitan, di negara tersebut selama lebih dari 6 bulan dalam kurun waktu 12 bulan. Permasalahan: i. Dalam Model Indonesia (Indonesia dengan United Kingdom) sudah memasukkan unsur gudang sebagai BUT, meskipun dalam model UN dan OECD serta dalam Undang-undang pajak penghasilan tidak mengaturnya. Model Indonesia lebih mengedepankan azas sumber penghasilan, dan hal 67

12 tersebut berguna untuk menghindari pemajakan di negara sumber. Kadang kala fiskus sulit membedakan antara pabrik, kantor, bengkel atau gudang. Oleh karena itu sebaiknya dalam pembuatan P3B dimasukkan unsur gudang sebagai salah satu bentuk BUT. ii. P3B Indonesia dengan United Kingdom, hanya mengatur tentang jasa konsultan atau jasa pengawasan sehubungan dengan pendirian bangunan, konstruksi atau proyek instalasi, dan tidak mengatur tentang jasa-jasa lainnya yang dilakukan di Indonesia untuk ditetapkan sebagai BUT. Untuk itu hendaknya pengertian BUT terhadap jasa harus diperluas. iii. Kegiatan-kegiatan itu berlangsung (untuk dua atau lebih proyek yang sama atau yang berhubungan) dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan dalam suatu tahun pajak. Time test untuk BUT, hendaknya lebih diperpendek, dan batasannya sebaiknya bukan dalam suatu tahun pajak, agar tidak menimbulkan persepsi lain. Hal ini dapat dilihat pada Undang-undang PPh Pasal 2 ayat (5) dimana batasan pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, lainnya dianggap BUT, hal ini tidak melihat tahun pajak. 68

13 Article 8 BUSINESS PROFITS (1) Laba perusahaan dari negara pada persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di negara pihak lainnya pada persetujuan, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berkedudukan di negara pihak lainnya. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana yang dimaksud diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenaan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut. (2) Jika suatu perusahaan dari suatu negara pihak pada persetujuan menjalankan usaha di setiap negara melalui suatu bentuk usaha tetap yang berkedudukan di negara pihak lainnya, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu. Penjelasan: i. Laba perusahaan akan dikenakan pajak di negara domisili, kecuali jika ia menjalankan usaha di negara lainnya berupa BUT, maka pengenaan pajaknya dikenakan di negara lainnya. Yang dikenakan pajak hanya atas labanya saja yang diperoleh dari negara sumber penghasilan. Laba tersebut dapat dipeoleh dari: 69

14 a. BUT tersebut. b. Penjualan barang-barang atau barang dagangan di negara lainnya, yang jenisnya serupa seperti yang dijual melalui BUT tersebut. c. Kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di negara lain yang jenisnya sama saperti yang dilakukan BUT tersebut. ii. Biaya BUT yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah biaya yang terkait dengan kegiatan usaha BUT dan harus dilakukan koreksi fiskal sesuai pasal 9 ayat (1) UU PPh dan biaya BUT juga dikoreksi apabila biaya tersebut dibayarkan kepada kantor pusatnya atau kantor lain milik kantor pusat seperti; royalty, imbalan jasa manajemen, imbalan jasa lainnya dan bunga kecuali BUT yang usahanya perbankan. Article 9 SHIPPING AND AIR TRANSPORT (1) Laba yang berasal dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh perusahaan dari suatu negara, hanya akan dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana tempat pimpinan perusahaan yang sebenarnya berkedudukan atau dioperasikan dibawah The Indonesia-Europe Freight Conference Arrangement. (2) Ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini akan berlaku pula terhadap laba yang diperoleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha 70

15 bersama atau suatu keagenan usaha internasional, tetapi hanya sebesar keuntungan yang seimbang dengan penyertaan dalam usaha kerjasama itu. Penjelasan : laba perusahaan dari kapal atau pesawat udara yang menjalankan operasi dalam jalur lalu lintas internasional, dikenakan pajak hanya di negara dimana ia berkedudukan (domisili) atau dimana pimpinan perusahaan yang sebenarnya berada, dan bila pimpinan kapal tersebut berada di kapal, maka dikenakan pajak di negara dimana kapal tersebut memiliki pelabuhan atau jika tidak ada pangkalan, maka di negara dimana perusahaan tersebut berkedudukan (domisili). Negara Singapore dalam hal ini dapat diuntungkan karena memiliki jalur transit internasional, sehingga memiliki pangkalan pelabuhan untuk kapal-kapal dalam jalur internasional. Permasalahan: i. Laba yang berasal dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh perusahaan dari suatu negara, hanya akan dikenakan pajak di negara itu. Sesuai pasal 15 UU PPh, Indonesia akan mengenakan pajak atas pembayaran charter kapal atau pesawat yang dibayar ke Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Dengan demikian harus ada pengaturan khusus tentang jalur lalu lintas internasional, misalnya kapal tersebut akan digunakan untuk mengangkut barang dari Surabaya ke Jakarta, kemudian dari Jakarta ke Inggris, apakah jalur dari Surabaya ke Jakarta dapat dianggap bagian dari lalu lintas internasional. 71

16 ii. Ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini akan berlaku pula terhadap laba yang diperoleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau suatu keagenan usaha internasional, tetapi hanya sebesar keuntungan yang seimbang dengan penyertaan dalam usaha kerjasama itu. Laba dari penyertaan usaha bersama atau keagenan internasional tidak akan dikenakan pajak di negara domisili, hal ini perlu diatur lebih lanjut tentang bentuk usaha bersama dan agen tersebut, apakah berdiri bebas atau hanya sebagai agen tunggal, apakah dapat mengadakan kontrak atau tidak. Jika terbukti sebagai agen tunggal maka dapat dianggap sebagai BUT di Indonesia. Article 11 DIVIDENS (1) Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di United Kingdom kepada penduduk Negara Indonesia pada persetujuan dapat dikenakan pajak di Indonesia. (2) Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di United Kingdom sesuai dengan perundang-undangan negara tersebut, akan tetapi pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15% (ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua negara yang bersangkutan). (3) Istilah dividen sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat hutang, namun turut serta dalam pembagian laba, demikian halnya penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan pajaknya 72

17 diperlakukan sama sebagai penghasilan dari saham-saham menurut undangundang perpajakan negara dimana perseroan yang melakukan pembayaran berkedudukan. Penjelasan: i. Istilah dividen adalah pembagian laba atau keuntungan dari sebuah perusahaan kepada para pemegang saham. Sedangkan menurut tax treaty adalah penghasilan dari saham-saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang, namun turut serta dalam pembagian laba, demikian halnya penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan pajaknya diperlakukan sama sebagai penghasilan dari saham-saham menurut undang-undang perpajakan negara dimana perseroan yang melakukan pembayaran berkedudukan. ii. Dividen merupakan sistem pemajakan withholding tax, dan merupakan pengenaan pajak yang menggunakan azas sumber penghasilan, tarif lebih rendah diterapkan jika terdapat kepemilikan saham paling rendah 10% namun pada umumnya kepemilikan saham yang ditentukan adalah 25% sesuai metode equity dalam kepemilikan saham. iii. Apabila penduduk asing tersebut memiliki usaha berupa BUT di negara sumber penghasilan dalam hal ini negara Indonesia, maka pemajakannya bukan dividen, namun berlaku ketentuan penghitungan laba rugi sebagaimana diatur dalam ketentuan BUT, jika ada laba BUT dan tidak dibagi maka tidak akan dikenakan pajak, sebaliknya jika ditransfer ke luar negeri maka dikenakan pemajakan tersendiri sesuai dengan PPh pasal 26 ayat (4) dimana penghasilan kena pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20%, kecuali 73

18 penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatu lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan. Article 13 ROYALTIES (1) Royalti yang berasal dari negara pihak pada persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu negara pihak lainnya pada persetujuan dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut. (2) Namun demikian royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana royalti itu berasal sesuai dengan perundang - undangan negara itu, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik royalti yang menikmatinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% dari jumlah total kotor royalti. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara pihak pada persetujuan dengan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dapat mengatur pelaksanaan pengenaan pajak atas royalti tersebut. (3) Istilah royalty sebagaimana digunakan dalam pasal ini berati segala jenis pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah, termasuk film-film sinematrogafi dan film-film atau pita-pita untuk siaran radio, televisi, paten, merk dagang, desain atau model, rencana rumus rahasia atau cara pengolahan, atau hak menggunakan pelengkapan- perlengkapan 74

19 industri, perdagangan atau pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan. Penjelasan: i. Istilah royalti menurut penulis adalah hak yang diterima oleh pemilik hak cipta, hak paten atau pemberi informasi atas penggunaan hasil cipta atau penggunaan merek oleh pihak ketiga. Permasalahan: i. Ayat (1) diatas menjelaskan bahwa dua negara, yaitu negara sumber dan negara domisili diberi hak pemajakan atas royalti, dengan kata lain, hak mengenakan pajak tidak diberikan hanya kepada satu negara. Ayat (2) merupakan konsekuensi logis dari apa yang diatur dalam ayat (1), bahwa pengenaan pajak oleh negara sumber dibatasi. Terdapat asumsi lagi, yaitu dalam bagian awal dari kalimat pertama terdapat syarat bahwa hal itu berlaku sepanjang undang-undang di negara sumber mengatur pengenaan pajak atas royalti melalui pemotongan. Beberapa negara memang tidak mengenakan pajak terhadap royalti, sehingga walaupun terdapat hak pemajakan dalam P3B tetapi undang-undang domestiknya tidak mengatur hal itu, negara tersebut tidak dapat menerapkannya. Hal ini mengartikan bahwa, pajak yang dikenakan di negara sumber dengan withholding tax, sedangkan di negara domisili dengan menghitung kembali penghasilan tersebut ke dalam laba usaha kantor pusat atau penerima royalti. 75

20 ii. Untuk menghindari pemajakan ganda, maka tarif withholding tax paling tinggi pada umumnya 10%, dan sebaik mungkin lebih kecil pengenaannya, agar pemajakan di negara sumber kredit pajaknya dapat dikreditkan seluruhnya. Dibawah ini merupakan Tax treaty antara Indonesia dengan United Kingdom yang menjelaskan tentang royalty netting payment pada Tabel IV. 1 Royalty Netting Payment 2006 : Reported period Paid In Amount (USD) Withholding tax 20% (without Tax Treaty) Withholding tax10% (Tax Treaty) Feb , , , May , , , Aug , , , Nov , , ,

21 Article 25 ELIMINATION OF DOUBLE TAXATION (1) Tunduk kepada undang-undang Inggris yang mengatur tentang pengkreditan pajak atas yang dibayar di luar Inggris (yang tidak akan mengubah prinsip yang terkandung dalam ketentuan ini): a. Pajak Indonesia yang dibayar berdasarkan undang-undang di Indonesia dan sesuai dengan ketentuan persetujuan ini, baik melalui pembayaran langsung maupun melalui pemotongan atas laba, penghasilan yang bersumber dari Indonesia (kecuali dalam hal dividen, pajak atas laba dari mana dividen tersebut dibayar) dapat dikreditkan terhadap pajak Inggris yang dihitung berdasarkan pajak atas penghasilan yang sama seperti yang dikenai oleh Indonesia; b. Dalam hal dividen yang dibayar oleh perusahaan yang berdomisili di Indonesia kepada perusahaan yang berkedudukan di Inggris dan yang menguasai baik secara langsung maupun tidak langsung setidaknya 10% dari hak suara (persentase modal) pada perusahaan yang membayar dividen, kredit pajak yang diberikan adalah termasuk pajak atas laba usaha dari perusahaan tempat dividen tersebut dibayarkan. Untuk keperluan ayat (1) dari pasal ini, istilah pajak Indonesia yang terutang mencakup pajak yang seharusnya dibayar tetapi dibebaskan atau diberi keringanan. Keringanan dari pajak Inggris atas penghasilan dari mana pun sumbernya tidak diberikan berdasarkan ayat ini jika penghasilan tersebut timbul dalam masa 10 tahun setelah diberikan pembebasan, atau pengurangan, 77

22 dari pajak Indonesia yang diberikan pertama kali kepada sumber penghasilan itu. Pembahasan: i. Ayat (1)a di atas menyebutkan bahwa jika penghasilan usaha (tidak termasuk dividen) diperoleh penduduk Inggris dari Indonesia, pajak yang dibayar di Indonesia dapat dikreditkan di Inggris. ii. Ayat (1)b mengatur tentang pengkreditan pajak atas dividen yang dibayar oleh perusahaan Indonesia. Ayat ini menunjukkan metode indirect credit dengan memperkenankan kredit pajak atas pajak yang dipungut terhadap dividen dan pajak di tingkat perusahaan yang membayar dividen tersebut. Syarat yang harus dipenuhi adalah pemegang saham Inggris harus memiliki paling sedikit 10% penyertaan modal di perusahaan Indonesia. Dari ketentuan ini tampak bahwa Inggris menganut indirect tax credit karena kredit pajak yang diberikan adalah atas pajak atas dividen dan pajak atas laba usaha yang digunakan untuk membayar dividen iii. Metode tax sparing juga diterapkan dalam pasal ini. Dalam ayat (2) menyebutkan bahwa berdasarkan undang-undang di Indonesia, dividen yang diterima dari perusahaan di Indonesia dibebaskan dari pajak berdasarkan insentif yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. Dalam hal ini PMA (Penanaman Modal Asing), yang salah satu pemegang sahamnya adalah perusahaan yang berdomisili di Inggris, memperoleh fasilitas berupa tax holiday. Fasilitas pembebasan pajak tersebut juga meliputi pembayaran dividen kepada pemegang sahamnya, termasuk perusahaan Inggris tersebut. 78

23 Article 29 EXCHANGE OF INFORMATION Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara pihak pada persetujuan akan melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketntuan-ketentuan dalam persetujuan ini atau untuk melaksanakan Undang- Undang nasional masing-masing negara pihak pada persetujuan mengenai pajakpajak yang dicakup dalam persetujuan, sepanjang pengenaan pajak menurut Undang-Undang negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya penggelapan atau penyelundupan pajak. Setiap informasi yang diterima yang diterima oleh salah satu negara akan dijaga kerahasiannya seperti halnya informasi yang diperoleh berdasarkan Undang- Undang nasional negara tersebut. Namun, jika informasi tersebut dianggap rahaia di negara yang mengirimkannya, hal itu hanya boleh diungkapkan kepada orangorang yang berkaitan dengan penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan tuntutan atau penentuan banding sehubungan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam persetujuan ini. Para pejabat yang berwenang melalui konsultasi, dapat menetapkan syarat, metode, dan tekhnik yang berkaitan dengan masalah-masalah pertukaran informasi, termasuk jika dipandang, pertukaran informasi yang menyangkut penghindaran pajak. Pembahasan: Dalam pertukaran informasi yang dilakukan oleh kedua negara yang terlibat dalam perjanjian terdapat faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh negara yang mengirim informasi, dan oleh negara yang menerima informasi. 79

24 a. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh negara yang mengirim (Inggris). Salah satu faktor yang perlu dijadikan pertimbangan adalah kemampuan administrasi negara tersebut dalam mengirim informasinya. Hal ini tergantung pada efektivitas prosedur administrasi yang ada dan pemanfaatan dari sistem pemotongan pajak (withholding tax), pemanfaatan data dalam SPT. Dalam hal ini, informasi yang dikirim berupa sebuah transaksi yang terjadi antar mereka yang berada dalam satu grup di dua negara, yang mungkin berpengaruh tehadap kewajiban pajak di negara penerima sehubungan dengan Undang-Undang domestiknya atau dengan ketentuan dalam persetujuan. b. Faktor- faktor yang harus dipertimbangkan oleh negara yang menerima (Indonesia) Negara yang menerima informasi harus mempertimbangkan kemampuannya dalam memanfaatkan data yang diterimanya secara rutin, misalnya kemampuan menggunakan data tersebut dan menghubungkannya secara efektif dengan wajib pajaknya. Informasi tersebut diperlukan untuk menentukan kewajiban wajib pajak di negara yang menerima informasi jika kewajiban tersebut tergantung pada penghasilan dari seluruh dunia atau kekayaannya. Sesuai dengan article 31 tax treaty tentang berlakunya persetujuan, persetujuan ini akan sah berlaku pada hari ke 30 setelah tanggal pertukaran 80

25 instrumen ratifikasi dan diterapkan pada kedua negara, terhadap pandapatan yang diterima selama suatu tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah persetujuan ini sah berlaku. Berdasarkan article 32 tax treaty tentang berakhirnya persetujuan, persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu pihak pada persetujuan. Masing-masing pihak pada persetujuan dapat mengakhiri berlakunya persetujuan ini, melalui perwakilan diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya persetujuan sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum berakhirnya tahun takwim berikutnya sejak tahun Dengan demikian, persetujuan ini tidak akan berlaku lagi bagi kedua negara sehubungan dengan pendapatan yang diperoleh selama tahun pajak yang dimulai atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan tersebut. Dengan kesaksian para penandatangan yang telah diberi surat kuasa sah untuk ini oleh masing-masing pemerintahnya telah menandatangani persetujuan ini. Tax Treaty ini dibuat dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal 13 maret IV.2.2. Transaksi Dalam Hubungan Istimewa Hubungan istimewa di antara wajib pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena: i. Kepemilikan atau penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain. ii. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi 81

26 Apabila terdapat transaksi internasional yang tidak wajar, misalnya adanya transfer pricing, untuk penjualan ke Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pembelian yang dilakukan dari Indonesia, sehingga mengakibatkan usaha di Indonesia mengalami kerugian, maka Direktur Jenderal Pajak akan menghitung kembali jumlah kewajaran atas penghasilan dan biaya tersebut dalam Pasal 18 UU PPh. Maksud diadakannya ketentuan Pasal 18 adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari seharusnya. Dalam hal demikian Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para wajib pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Di samping itu Direktur Jenderal Pajak juga berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu berakhir. Perjanjian dengan Direktur Jenderal Pajak tersebut dikenal dengan nama Advance Pricing Agreement (APA), yang merupakan kesepakatan antara wajib pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengannya. Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional. Serta keuntungan 82

27 dari APA adalah bahwa aparat perpajakan tidak lagi disibukkan dengan penelitian apakah transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa sudah arm s length (atau setidaknya mendekati arm s length) atau belum. Transfer pricing merupakan suatu isu pajak yang utama, oleh karena itu sebagian besar negara yang menerima perjanjian modal Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) dimana salah satunya adalah Negara Inggris, menyatakan bahwa hargaharga transfer sebaiknya disesuaikan dengan arm s length standard. Pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa pada PT. EMI Indonesia, dalam hal perusahaan dalam tahun pajak melakukan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, antara lain dengan pihak: a. EMI Music UK b. EMI Electrola Germany c. EMI Australia d. EMI Music USA e. EMI Music Netherlands f. EMI Medley Denmark g. EMI Sweden h. Toshiba EMI Japan i. EMI Malaysia j. Virgin Recordse Dan dalam hal ini PT. EMI Indonesia belum mempunyai perjanjian dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai penentuan harga transfer atas transaksi tersebut diatas. PT. EMI Indonesia menggunakan metode harga pasar dalam penentuan harga transfer untuk masing-masing transaksi tersebut. Penentuan harga transfer 83

28 berdasarkan harga pasar digunakan oleh PT. EMI, karena dengan market basis dapat mengukur kinerja divisi atau unit dalam satu grup perusahaan, serta sekaligus dapat merefleksikan keuntungan setiap produk dan menstimulasi divisi untuk bekerja per basis kompetisi. Basis ini dianggap merupakan tolak ukur untuk menilai kinerja manajer divisi, karena kemampuannya menghasilkan laba dan merangsang divisi untuk bekerja secara bersaing. IV.3 Analisis Laporan Keuangan PT. EMI Indonesia Dari laporan keuangan PT. EMI Indonesia yang telah disediakan dalam bab sebelumnya, dalam bab ini akan dijabarkan beberapa akun neraca serta laba rugi pada akhir tahun 2005 dengan tahun 2006, antara lain: 1. FIXED ASSETS Movements in 2006 Balance Balance March 31,2005 Additions Deductions March 31,2006 At cost Furniture and fittings 736,212 32,678 (105,862) 663,028 Office equipment 415, , ,390 Motor vehicles 1,937,872 1,238,000 (319,000) 2,856,872 Computer and accessories 1,699,253 77,888 (18,858) 1,758,283 4,789,093 1,486,200 (433,720) 5,831,573 Accumulated depreciation Furniture and fittings 607, ,008 (88,812) 620,033 Office equipment 323, , ,241 84

29 Motor vehicles 1,008, ,158 (192,729) 1,400,072 Computer and accessories 1,423, ,550 (18,858) 1,519,429 3,363, ,395 (300,399) 3,966,775 Net book value 1,425,314 1,864, ACCOUNT PAYABLE Trade 5,603,786 4,820,818 Other payable 653, ,598 6,257,712 5,536, ACCRUAL AND OTHER LIABILITIES Provision for returns 1,092, ,240 Bonus 552,765 - Provision for employee benefit 539, ,775 Marketing and promotion 164, ,550 Professional fees 115, ,481 Distribution cost 113, ,858 Others 1,151, ,680 3,730,386 3,110, ROYALTIES Due to affiliated company 2,733,372 4,375,810 Due to third parties 4,039,903 2,826,213 6,773,275 7,202, SHAREHOLDER S EQUITY The share ownership compotition as of March 31, 2006 and 2005 was as follows: 85

30 Percentage Numbers Amount Amount Shareholders of ownership of shares (Rupiah) (US$) EMI Group International B.V. 99% 2, , ,500 Delta Holdings B.V 1% 25 5,833 2, % 2, , , NET REVENUE Sales of local album 50,938,714 20,333,435 Sales of international albums 24,526,969 32,471,750 Distribution deal sales 23,551,719 32,260,210 Royalties income 2,981, ,506 Joint venture revenue 823,058 98, ,821,508 85,638,053 Less: Free goods and discounts (9,518,487) (10,280,807) Sales return (12,118,932) (11,078,025) 81,184,932 64,279, COST OF SALES Distribution deal 12,178,722 18,117,785 Manufacturing and distribution 13,314,333 12,338,444 Royalties and copyrights 19,651,476 12,299,505 Managements charges 1,466,547 1,749,340 Provision for obsolete inventories 772,345 1,255,941 Joint venture costs 48, ,623 Recording costs 1,611, ,007 Product origination 335, ,985 49,379,346 47,122,630 86

31 8. SELLING AND MARKETING Promotion 7,549,042 3,925,891 Employee remuneration 1,595,229 1,117,875 Distribution 424, ,513 Depreciation 244, ,094 Provisions for returns and doubtful accounts 856, ,742 Others 355, ,410 11,025,781 6,065, GENERAL AND ADMINISTRATION Employee remuneration 2,793,569 2,071,411 Professional services 245, ,586 Office lease 653, ,545 Depreciation 659, ,136 Provision (reversal) for advances (159,290) 104,288 Others 1,734,023 1,407,953 5,926,626 5,461, TAXATION ( in thousand rupiah) a. Prepaid taxes Value added tax stickers 2,196,163 1,593,893 Value added tax 348,536 1,127,310 2,544,699 2,721,203 b. Taxes payable Corporate income tax payable 2,464, ,002 Employee income tax-article 21 49,095 35,909 Withholding tax-article ,925 87,602 2,709, ,513 87

32 c. Corporate income tax (benefit) 5,179,119 2,172,605 Deffered (457,601) (211,156) 4,721,518 1,961,449 d. Reconciliation between tax expense and the product of accounting multiplied by the tax rate: Income before corporate income tax 15,296,100 5,904,010 Expense (income)that are not deductible/ (assessable) in determinimg taxable profit: Income subject to final tax-interest ( 461,672) (203,467) Gain from disposal of assets (41,816) (871) Benefits in kind 276, ,296 Depreciation of fixed asset 316,636 (216,975) Other non deductible expense 410,598 1,049,482 Temporary differences: Provision for inventories 772, ,078 Provision (reversal) for doubtful accounts 571,597 (47,644) Provision for returns 285, ,386 Provision for employee 64,927 (484,538) Depreciation of fixed asset (9,533) 406,307 Provision (reversal) for advance (159,290) 104,288 Taxable income subject to tax at standard Statutory rates 17,322,065 7,300,352 Income tax expense at standard statutory rates 5,179,119 2,172,605 e. Deffered tax assets consist of: Provision for employee 161, ,433 88

33 Provision for inventories 578, ,779 Provision for returns 327, ,172 Provision for advances 65, ,746 Provision for doubtful accounts 229,613 58,134 Fixed assets 29,313 32,173 Deffered tax assets 1,393, ,437 Dari beberapa pos-pos akun dari laporan neraca dan laba/rugi yang diperbandingkan antara akhir tahun 2005 dengan 2006, menunjukkan: 1. Jumlah rupiah masing-masing aktiva, hutang dan modal serta jumlah total masingmasing golongan aktiva, hutang, modal pada tanggal 31 Maret 2005 dan 31 maret 2006 dengan perubahan-perubahannya. 2. Dari perubahan (kenaikan dan penurunan) dapat diketahui bahwa: a. Aktiva lancar naik Rp 13,594,859,- sedangkan hutang lancar hanya naik Rp 3,940,684,-. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan modal kerja yang kemungkinan disebabkan oleh diperolehnya keuntungan, perubahan aktiva tetap menjadi aktiva lancar melalui proses penjualan ataupun penyusutan dan penambahan modal saham. Dengan adanya perubahan aktiva lancar yang lebih baik daripada perubahan hutang lancar menunjukkan adanya perbaikan posisi keuangan jangka pendek. b. Aktiva tetap naik sebesar Rp 920,407 dan modal naik sebesar Rp 10,574,582 dimana Rp 583,250 merupakan jumlah saham yang beredar. Adanya kenaikan dalam sektor modal sendiri menunjukkan bahwa modal sendiri semakin berperanan sebaliknya modal yang berasal dari kreditor semakin kurang 89

34 berperan, tetapi keamanan para kreditor semakin terjamin karena perusahaan makin solvabel. c. Perubahan dalam jumlah-jumlah rupiah seperti yang diterangkan di atas, nampak lebih jelas lagi perubahan dalam prosentasenya. Aktiva lancar naik dengan 42% sedangkan hutang lancar hanya naik 21% berarti perusahaan makin likwid. Total aktiva naik 41%, modal naik 65%. Hal ini menunjukkan bahwa posisi keuangan jangka panjang dalam tahun 2006 lebih baik dibandingkan ) Dalam neraca dan laba rugi yang diperbandingkan tersebut dapat diketahui pula prosentase masing-masing pos terhadap jumlah aktiva ataupun jumlah hutang dan modal. Data tersebut dangat membantu bagi pengambilan keputusan terhadap perusahaan. 4) Dengan menganalisa Laporan Laba Rugi yang diperbandingkan antara periode 2005 dan 2006 akan diperoleh berbagai kesimpulan yang dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, disamping itu diketahui tingkat perkembangan dan efisiensi yang telah dicapai misalnya: a. Terdapat kenaikan pendapatan bersih sebesar 26% diikuti dengan kenaikan Cost of Sales sebesar Rp 2,256,716, sehingga laba kotor naik sebesar 86%. Kenaikan laba kotor tersebut dapat disebabkan oleh adanya perubahan volume penjualan dan perubahan harga jual. b. Biaya penjualan naik Rp 4,960,256 atau 82% dan biaya administrasi naik Rp atau 8%. c. Adanya kenaikan penjualan dapat mengakibatkan naiknya laba besih. 90

35 d. Gross income dalam tahun 2006 mengalami kenaikan sebanyak Rp 14,648,995 (86%), kenaikan gross income ini karena adanya kenaikan net revenue sebesar Rp 16,905,711 (26%). e. Ditinjau dari modal kerjanya maka dalam tahun 2006 telah mengalami kenaikan sebesar Rp 9,654,175. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Ditinjau dari faktor likwiditas tahun 2006 lebih baik daripada tahun 2005, karena current ratio tahun 2005 sebesar 173%, sedang dalam tahun 2006 sebesar 203%. 2. Ditinjau dari faktor solvabilitas tahun 2006 lebih solvabel daripada tahun 2005 karena solvabilitas tahun 2006 sebesar 218% sedang tahun 2005 hanya 187%. 3. Ditinjau dari rentabilitas dan efisiensi perusahaan secara keseluruhan, maka tahun 2006 lebih efesien dibanding dengan Rentabilitas ekonomis tahun 2006 ada 57% sedangkan tahun 2005 hanya 36%. Rentabilitas modal sendiri (tanpa memperhatikan beban pajak) dalam tahun % dan tahun %. IV.4 Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan PT. EMI Indonesia. Tax treaty hanya mencakup pada Undang Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan tidak berlaku untuk Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan ketentuan dalam Undang Undang PPh yang terkait dengan perpajakan internasional khususnya yang menyangkut kerja sama antara perusahaan di Indonesia dengan United Kingdom adalah sebagai berikut : 91

36 o Pasal 23 UU PPh (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas : 1) Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g 2) Bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f 3) Royalti 4) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e b. Sebesar 15% dari jumlah bruto dan besifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi c. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas : 1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 (2) Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak (3) Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan atas : a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi c. Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f d. Bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf j e. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i f. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. g. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. Dari hasil perhitungan PPh pasal 23 pada PT. EMI terdapat PPh yang dipotong sebesar Rp Dari daftar kredit pajak yang tersedia, maka jumlah kredit pajak PPh Pasal 22 dengan PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp. 772,532,

38 o Pasal 24 UU PPh Untuk menghindari terjadinya pajak berganda, maka negara Indonesia mengatur dalam Pasal 24 tentang pengkreditan pajak luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk Indonesia di luar negeri. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang- Undang ini dalam tahun pajak yang sama. Ketentuan ini bermanfaat untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pemajakan atas penghasilan yang diterima di luar negeri. Ketentuan kredit pajak luar negeri adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh. Untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima dari luar negeri dengan penghasilan yang diterima di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnya pajak terutang di Indonesia. o Withholding Tax PPh Pasal 26 Penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, harus dikenakan pajak, karena negara Indonesia menganut azas sumber (Source Principle) yaitu siapapun yang memperoleh penghasilan dari negara Indonesia maka harus dilakukan pemotongan pajak. 94

39 Pemotongan tersebut merupakan Objek PPh Pasal 26. Subjek Pajak Dalam Negeri di Indonesia yang melakukan pembayaran kepada Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) atas penghasilan yang diterima atau berasal dari Indonesia harus melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20%. IV.4.1. Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Berjalan o Pasal 25 (1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 2 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22; dan b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. (2) Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT PPh, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Penjelasan: Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran perbulan yang Dibayar PT. EMI dalam tahun berjalan: 95

40 Penghasilan kena pajak Rp 17,322,065,000 Penghasilan tidak teratur - laba karena selisih kurs (24,739,142) - laba karena penjualan aktiva (15,137,077) Penghasilan teratur kena pajak, dibulatkan Rp 17,282,188,000 PPh badan - 10% X 50,000,000 5,000,000-15% X 50,000,000 7,500,000-30% X 17,182,188,000 5,154,656,400 Total PPh Badan Rp 5,167,156,400 Kredit Pajak - PPh pasal 22 9,092,087 - PPh pasal ,439,920 Total kredit pajak Rp 772,532,007 Dasar penghitungan PPh Pasal 25 Rp 4,394,624,393 PPh pasal 25 bulanan tahun pajak 2006 Rp 366,218,699 Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2006 adalah sebesar Rp 366,218,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I. Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, penghitungan, dan pembahasan terhadap pelaksanaan Tax Treaty antara Indonesia dan United Kingdom

Lebih terperinci

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KONFEDERASI SWISS MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERHASRAT untuk

Lebih terperinci

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA RUANG LINGKUP P3B Untuk mempermudah pemahaman pembaca tentang P3B, maka ruang lingkup P3B dengan menggunakan United Nations (UN) Model dikelompokkan sebagai

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENDAPATAN Kantor Dagang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1992 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 157/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MONGOLIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH ROMANIA MENGENAI PENGHIDARAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 155 TAHUN 1998 (155/1998) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA KUWAIT TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 4.1. Hubungan Indonesia dan Belanda dalam Tax Treaty Indonesia - Belanda Suatu Tax Treaty dibuat dengan tujuan untuk menghindari pengenaan pajak atas penghasilan yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH ROMANIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com » Dikelompokkan Sbb: Subjek pajak, jenis pajak, istilah umum dan penduduk Jenis-jenis penghasilan Hal-hal yang terkait pekerjaan Hubungan istimewa

Lebih terperinci

Report No. Page : : 002/08 63 of /08 63 dari 67. Laporan No. Halaman : :

Report No. Page : : 002/08 63 of /08 63 dari 67. Laporan No. Halaman : : 63 dari 67 63 of 67 NERACA Per 30 September 2007, BALANCE SHEETS As of September 30, 2007 and AKTIVA ASSETS AKTIVA LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 4.571.920.198 3.083.975.594 4.398.682.153 Cash

Lebih terperinci

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA)

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) Silvia Flouren Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat 11480 085217772077 silviaflouren@ymail.com

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MONGOLIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar TAX JURISDICTION Salah satu isu terpenting dalam perpajakan internasional adalah menetapkan negara mana yang mempunyai hak untuk mengenai pajak atas penghasilan. Sistem perpajakan yang berbeda dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Catatan/ Notes Rp dan Rp masingmasing pada 31 Desember 2006 dan 2005) c, 2f,

Catatan/ Notes Rp dan Rp masingmasing pada 31 Desember 2006 dan 2005) c, 2f, Halaman : 2 dari 43 NERACA KONSOLIDASIAN 31 Desember Pages : 2 of 44 CONSOLIDATED BALANCE SHEETS December 31, AKTIVA ASSETS AKTIVA LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 10.160.758.858 2c, 2d, 3 15.231.755.461

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 158 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK DAN PENGHINDARAN PAJAK ATAS PENGHASILAN ANTARA REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK IDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK IDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

*48128 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 150 TAHUN 1998 (150/1998)

*48128 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 150 TAHUN 1998 (150/1998) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 150/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SUDAN TENTANG PENGHIDARAN PAJAK BERGANDA DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN *48128

Lebih terperinci

PT MATAHARI DEPARTMENT STORE Tbk (Dahulu/Formerly PT PACIFIC UTAMA Tbk) 31 DESEMBER 2010, 2009 DAN 2008 AS AT 31 DECEMBER 2010, 2009 AND 2008

PT MATAHARI DEPARTMENT STORE Tbk (Dahulu/Formerly PT PACIFIC UTAMA Tbk) 31 DESEMBER 2010, 2009 DAN 2008 AS AT 31 DECEMBER 2010, 2009 AND 2008 Halaman 1/ 1 Schedule ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 3 956,105 360,159 822 Cash and cash equivalents Investasi jangka pendek - - 33 Short-term investment Piutang usaha Trade

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KEHARYAPATIHAN LUXEMBOURG TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH TENTANG

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN TUGAS AK-5A PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN OLEH : RAYNALDO KURNIAWAN (1501035110) LOVIAWAN, AGNES VALENTINA (1501035140) WILLIAM ONGKOJOYO (1501035200) BENJAMIN (1501035266) JURUSAN AKUNTANSI

Lebih terperinci

31 Maret 2009 dan 2008 March 31,2009 and Catatan/ 31/03/2009 Notes 31/03/2008

31 Maret 2009 dan 2008 March 31,2009 and Catatan/ 31/03/2009 Notes 31/03/2008 NERACA (Tidak Diaudit) BALANCE SHEETS (Unaudited) 31 Maret 2009 dan 2008 March 31,2009 and 2008 AKTIVA AKTIVA LANCAR ASSETS CURRENT ASSETS Kas dan Setara kas 28,089,288,306 3 8,555,729,439 Cash on hand

Lebih terperinci

PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA Tbk. PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA Tbk

PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA Tbk. PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA Tbk Laporan Keuangan Periode Yang Berakhir Pada Tanggal- Tanggal PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA Tbk Financial Statements Periods Ended PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA Tbk CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN NOTES

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK TURKI TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

PT SIWANI MAKMUR Tbk

PT SIWANI MAKMUR Tbk Laporan Keuangan Interim Untuk Periode Yang Berakhir Pada Tanggal dan 31 Desember 2013 Untuk Periode Sembilan Bulan yang Berakhir Pada Tanggal (Dengan Angka Perbandingan Untuk Periode Sembilan Bulan yang

Lebih terperinci

PT MULTI INDOCITRA Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN AND SUBSIDIARY

PT MULTI INDOCITRA Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN AND SUBSIDIARY LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI UNTUK PERIODE TIGA BULAN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL-TANGGAL 31 MARET 2010 DAN 2009 ( Tidak diaudit ) CONSOLIDATED FINANCIAL STATEMENTS ( Unaudited ) PT MULTI INDOCITRA Tbk

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 Juni 2015 dan 31 Desember 2014 June 30, 2015 and December 31, 2014

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 Juni 2015 dan 31 Desember 2014 June 30, 2015 and December 31, 2014 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 Juni 2015 dan 31 Desember 2014 June 30, 2015 and December 31, 2014 30 Juni 2015/ 31 Desember 2014/ June 30, 2015 December

Lebih terperinci

Per 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 As of March 31, 2016 and December 31, 2015

Per 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 As of March 31, 2016 and December 31, 2015 546.419 LAPORAN POSISI KEUANGAN THE STATEMENTS OF FINANCIAL POSITION Per 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 As of March 31, 2016 and December 31, 2015 Catatan/ 31 Maret 2016/ 31 Desember 2015/ Notes March

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara di dunia. Berdasarkan cara pandang tersebut, para pengusaha dari berbagai negara dapat

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKAKDSAhUKU PENGATAR HUKUM PAJAK INTERNATIONAL Istilah : - PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) - International Tax Treaty (perjanjian Pajak international

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

Catatan/ Notes AKTIVA LANCAR

Catatan/ Notes AKTIVA LANCAR NERACA KONSOLIDASI CONSOLIDATED BALANCE SHEETS A K T I V A ASSETS AKTIVA LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan bank 2d,4 143.695.527 51.241.023 Cash on hand and in banks Rekening bank yang dibatasi penggunaannya

Lebih terperinci

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP MATA KULIAH DOSEN TEMA Sumber diambil dari Ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam P3B Perpajakan Internasional VED SE.,MSi Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan

Lebih terperinci

PT SIWANI MAKMUR Tbk

PT SIWANI MAKMUR Tbk Laporan Keuangan Untuk Tahun-tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 2010 dan 2009 dan Laporan Auditor Independen (Mata Uang Indonesia) Financial Statements For the Years Ended December 31, 2010 and

Lebih terperinci

31 MARET 2005 DAN 2004 MARCH 31, 2005 AND Catatan/ 2005 Notes 2004

31 MARET 2005 DAN 2004 MARCH 31, 2005 AND Catatan/ 2005 Notes 2004 NERACA KONSOLIDASI CONSOLIDATED BALANCE SHEETS 31 MARET 2005 DAN 2004 MARCH 31, 2005 AND 2004 AKTIVA ASSETS AKTIVA LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 73,630 2e,4 161,267 Cash and cash equivalents

Lebih terperinci

MEMAHAMI TAX TREATY. Taxes Covered

MEMAHAMI TAX TREATY. Taxes Covered MEMAHAMI TAX TREATY Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Maret 2015 dan 31 Desember 2014 March 31, 2015 and December 31, 2014

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Maret 2015 dan 31 Desember 2014 March 31, 2015 and December 31, 2014 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Maret 2015 dan 31 Desember 2014 March 31, 2015 and December 31, 2014 31 Maret 2015/ 31 Desember 2014/ March 31, 2015

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 September 2015 dan 31 Desember 2014 September 30, 2015 and December 31, 2014

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 September 2015 dan 31 Desember 2014 September 30, 2015 and December 31, 2014 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 September 2015 dan 31 Desember 2014 September 30, 2015 and December 31, 2014 30 September 2015/ 31 Desember 2014/

Lebih terperinci

PT ADES WATERS INDONESIA Tbk

PT ADES WATERS INDONESIA Tbk LAPORAN KEUANGAN/FINANCIAL STATEMENTS ISI/CONTENTS NERACA/BALANCE SHEETS 31 MARET 2007 DAN 2006/31 MARCH 2007 AND 2006 -------------------------------------------- 1-2 LAPORAN LABA RUGI/STATEMENTS OF INCOME

Lebih terperinci

31 Maret 2018/ March 31, 2018

31 Maret 2018/ March 31, 2018 LAPORAN POSISI KEUANGAN FINANCIAL POSITION As of 31 Maret 2018/ 31 Desember 2017/ December 31, 2017 ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 2,4,33,34,36 9.447.735 8.796.690 Cash and cash

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY Cahyaning Satyka Dina Amalia Fildzah Dessyana Margareth Sophia Kasus Tax Treaty: PT. Cantika Indah ( Perusahaan ) bergerak di bidang produksi alat-alat kosmetik

Lebih terperinci

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK Dalam Undang-undang Pajak Domestik di Negara Jerman pada tahun 1922 memberikan pandangan yang

Lebih terperinci

Catatan/ 2010 Notes 2009

Catatan/ 2010 Notes 2009 NERACA KONSOLIDASI CONSOLIDATED BALANCE SHEETS ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 1.570.132.925.725 2c,3 1.223.600.573.265 Cash and cash equivalents 2d,4,13, Investasi jangka pendek,

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Desember 2014 dan 2013 December 31, 2014 and 2013

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Desember 2014 dan 2013 December 31, 2014 and 2013 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Desember 2014 dan 2013 December 31, 2014 and 2013 ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 1,617,503

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 March 31, 2016 and December 31, 2015

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 March 31, 2016 and December 31, 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 March 31, 2016 and December 31, 2015 31 Maret 2016/ 31 Desember 2015/ March 31, 2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP BUT Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP Definisi : (pasal 2 UU Pph) bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Maret 2017 dan 31 Desember 2016 March 31, 2017 and December 31, 2016

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Maret 2017 dan 31 Desember 2016 March 31, 2017 and December 31, 2016 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Maret 2017 dan 31 Desember 2016 March 31, 2017 and December 31, 2016 31 Maret 2017/ 31 Desember 2016/ March 31, 2017

Lebih terperinci

PER 31 DESEMBER 2010 DAN 31 DESEMBER 2009 DECEMBER 31, 2010 AND Catatan 31/12/ /12/2009

PER 31 DESEMBER 2010 DAN 31 DESEMBER 2009 DECEMBER 31, 2010 AND Catatan 31/12/ /12/2009 NERACA KONSOLIDASIAN CONSOLIDATED BALANCE SHEETS PER 31 DESEMBER 2010 DAN 31 DESEMBER 2009 DECEMBER 31, 2010 AND 2009 ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan Setara Kas 2e,3 210.900.943 # 274.829.208

Lebih terperinci

*48262 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*48262 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 156/1998, PENGESAHAN PRSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UNI EMIRAT ARAB TENTANG PENGHIDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS

Lebih terperinci

31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and Catatan/ 2016 Notes 2015

31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and Catatan/ 2016 Notes 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and 2015 ASET ASET LANCAR ASSETS CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 1.219.104.170.177

Lebih terperinci

PT PERTA-SAMTAN GAS. Lampiran 1/1 Schedule

PT PERTA-SAMTAN GAS. Lampiran 1/1 Schedule Lampiran 1/1 Schedule LAPORAN POSISI KEUANGAN Tanggal 31 Desember 2015 STATEMENT OF FINANCIAL POSITION As of 31 December 2015 Catatan/ Notes 2015 2014 *) 2013 *) ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS

Lebih terperinci

MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA [TAX TREATY]

MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA [TAX TREATY] MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA [TAX TREATY] 1 Tujuan Pembahasan Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan melihat persamaan dan perbedaan metode perjanjian penghindaran pajak berganda(p3b)

Lebih terperinci

(Tidak Diaudit)/ Catatan/ December 31, (unaudited) Notes 2015

(Tidak Diaudit)/ Catatan/ December 31, (unaudited) Notes 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 March 31, 2016 and December 31, 2015 31 Maret/ March 31, 2016 31 Desember/ (Tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 September 2017 dan 31 Desember 2016 September 30, 2017 and December 31, 2016

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 September 2017 dan 31 Desember 2016 September 30, 2017 and December 31, 2016 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 September 2017 dan 31 Desember 2016 September 30, 2017 and December 31, 2016 30 September 2017/ 31 Desember 2016/

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS DEMOKRASI SRI LANKA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN P'EMERINTAH REPUBLIK SERBIA

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN P'EMERINTAH REPUBLIK SERBIA PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SERBIA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN P'EMERINTAH

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Penghasilan (PPh) Dasar Hukum : No. Tahun Undang-Undang 7 1983 Perubahan 7 1991 10 1994 17 2000 36 2008 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN 1. a. Orang Pribadi b. Warisan

Lebih terperinci

30 September 2017 dan 31 Desember 2016 September 30, 2017 and December 31, 2016

30 September 2017 dan 31 Desember 2016 September 30, 2017 and December 31, 2016 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 September 2017 dan 31 Desember 2016 September 30, 2017 and December 31, 2016 30 September/ September 30, 2017 31 Desember/

Lebih terperinci

UN Model, OECD Model & Indonesian Model. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

UN Model, OECD Model & Indonesian Model. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com UN Model, OECD Model & Indonesian Model Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Perbandingan UN Model, OECD Model dan Indonesian Model UN Model Model yang dikembangkan untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 September 2016 dan 31 Desember 2015 September 30, 2016 and December 31, 2015

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 September 2016 dan 31 Desember 2015 September 30, 2016 and December 31, 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 September 2016 dan 31 Desember 2015 September 30, 2016 and December 31, 2015 30 September 2016/ 31 Desember 2015/

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA IV.1 Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Berikut adalah analisis dari hasil temuan yang didapatkan oleh penulis selama penelitian

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 Juni 2017 dan 31 Desember 2016 June 30, 2017 and December 31, 2016

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 Juni 2017 dan 31 Desember 2016 June 30, 2017 and December 31, 2016 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 Juni 2017 dan 31 Desember 2016 June 30, 2017 and December 31, 2016 30 Juni 2017/ 31 Desember 2016/ June 30, 2017 December

Lebih terperinci

30 Juni 2017 dan 31 Desember 2016 June 30, 2017 and December 31, (Tidak diaudit/ Catatan/ December 31, 2016 Unaudited) Notes ( Diaudit/Audited)

30 Juni 2017 dan 31 Desember 2016 June 30, 2017 and December 31, (Tidak diaudit/ Catatan/ December 31, 2016 Unaudited) Notes ( Diaudit/Audited) Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 Juni 2017 dan 31 Desember 2016 June 30, 2017 and December 31, 2016 30 Juni/ June 30, 2017 31 Desember/ (Tidak diaudit/

Lebih terperinci

Lampiran 1 PT PETROSEA TBK DAN ANAK PERUSAHAAN NERACA KONSOLIDASIAN

Lampiran 1 PT PETROSEA TBK DAN ANAK PERUSAHAAN NERACA KONSOLIDASIAN 58 Lampiran 1 PT PETROSEA TBK DAN ANAK PERUSAHAAN NERACA KONSOLIDASIAN 31 DESEMBER 2006 DAN 2005 (Dalam Ribuan Dollar AS, kecuali dinyatakan lain) PT PETROSEA TBK AND SUBSIDIARY 31 DECEMBER 2006 AND 2005

Lebih terperinci

PT Selamat Sempurna Tbk Dan Entitas Anak/and subsidiaries

PT Selamat Sempurna Tbk Dan Entitas Anak/and subsidiaries PT Selamat Sempurna Tbk Dan Entitas Anak/and subsidiaries Laporan Keuangan Konsolidasian tiga bulan yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2012 (tidak diaudit) dan tahun yang berakhir 31 Desember 2011 (diaudit)

Lebih terperinci

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Cara Mudah memahami PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3b) (TAX TREATY IS EASY) Penulis : Hendharto Oetomo Olina Rizki Arizal Ngakan Putu Ardana TAX BOOK - Preliminary (8 Sept 2015).indd 1 Cara Mudah

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 3.1 PPH PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja

Lebih terperinci

31 Maret 2017 dan 31 Desember 2016 March 31, 2017 and December 31, 2016

31 Maret 2017 dan 31 Desember 2016 March 31, 2017 and December 31, 2016 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Maret 2017 dan 31 Desember 2016 March 31, 2017 and December 31, 2016 31 Maret/ March 31, 2017 31 Desember/ (Tidak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DAN ENTITAS ANAK REPUBLIK INDONESIA AND SUBSIDIARIES. Per 31 Desember 2014 and 2013 As of December 31, 2014 and 2013

REPUBLIK INDONESIA DAN ENTITAS ANAK REPUBLIK INDONESIA AND SUBSIDIARIES. Per 31 Desember 2014 and 2013 As of December 31, 2014 and 2013 LAPORAN POSISI KEUANGAN CONSOLIDATED STATEMENTS OF FINANCIAL KONSOLIDASIAN POSITION Per 31 Desember 2014 and 2013 As of December 31, 2014 and 2013 Catatan/ 2014 2013 *) ASET ASSETS Aset Lancar Current

Lebih terperinci

Catatan/ 2010 Notes Kas dan bank j, Cash on hand and in banks Deposito berjangka ,

Catatan/ 2010 Notes Kas dan bank j, Cash on hand and in banks Deposito berjangka , NERACA BALANCE SHEETS ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan bank 9.039.545 2j,3 4.436.796 Cash on hand and in banks Deposito berjangka 2.227.500 4,24 2.227.500 Time deposit Piutang usaha Trade

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN A. Pajak Penghasilan atas Kompensasi Opsi Saham untuk Karyawan dari Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and 2015

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and 2015 ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 350,467

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DAN ENTITAS ANAK REPUBLIK INDONESIA AND SUBSIDIARIES. Per 31 Desember 2013 dan 2012 As of December 31, 2013 and 2012

REPUBLIK INDONESIA DAN ENTITAS ANAK REPUBLIK INDONESIA AND SUBSIDIARIES. Per 31 Desember 2013 dan 2012 As of December 31, 2013 and 2012 LAPORAN POSISI KEUANGAN CONSOLIDATED STATEMENTS OF FINANCIAL KONSOLIDASIAN POSITIONS Per 31 Desember 2013 dan 2012 As of December 31, 2013 and 2012 ASET Aset Lancar Kas dan Setara Kas Catatan/ 2013 2012

Lebih terperinci

Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh. Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh. Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Modul ke: PERPAJAKAN INTERNASIONAL Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh Fakultas EKONOMI Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 Juni 2016 dan 31 Desember 2015 June 30, 2016 and December 31, 2015

DAN ENTITAS ANAK AND ITS SUBSIDIARIES. 30 Juni 2016 dan 31 Desember 2015 June 30, 2016 and December 31, 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 30 Juni 2016 dan 31 Desember 2015 June 30, 2016 and December 31, 2015 30 Juni 2016/ 31 Desember 2015/ June 30, 2016 December

Lebih terperinci

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 1 1 2 2 3 Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya Setiap negara mempunyai Undang-Undang Perpajakan Tersendiri. Dari Segi Kekuatan modal dikelompokkan menjadi : a. Capital Exporting

Lebih terperinci