Kampus USU Medan 20155

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kampus USU Medan 20155"

Transkripsi

1 Analisis Kerugian Ekonomi serta Pengetahuan Masyarakat terhadap Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Analysis of Economic Loss and Community Knowledge of Orangutan Sumatra (Pongo abelii) Conflict. Oni Sri Rahayu Sitorus, Pindi Patana 2, Agus Purwoko 2 Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No. Kampus USU Medan 2055 (Penulis Korespondensi, onisrrirahayusitorus@yahoo.co.id 2 Staf Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No. Kampus USU Medan 2055 Abstract Research on Analysis of Economic Loss and Society Knowledge of Orangutan Sumatra (Pongo abelii) conflict was conducted in March 203 until April 203 at Kuta Gajah and Besilam Village by interview inhabitants whose land damage by the orangutan. The purpose of this research are to calculate the total economic loss caused by the conflicts, to know the cost of community, NGO and government have been spend for mitigating conflict between human and Orangutan Sumatera (P. abelii) and also to analyze community knowledge about the reasons of the conflicts. The result of this research showed that total economic loss at Kuta Gajah is higher than Besilam. Total economics loss occured to Kuta Gajah villager was Rp ,00, that clasified to high, while occured to Besilam villager was Rp 340.,00 and clasified to low. In conflict mitigation, governments cooperated with OIC and by evacuating into Gunung Leuser National Park Area. Keywords: Orangutan Sumatra, Orangutan conflict, Economic Loss, Mitigation Cost, Gunung Leuser National Park. PENDAHULUAN Ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup satwaliar berasal dari perusakan habitatnya yang disebabkan oleh pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman. Kegiatan tersebut mengakibatkan populasi satwaliar menurun dan tempat hidupnya terbelah-belah (fragmentasi). Konflik antara manusia dan orangutan terjadi karena adanya kompetisi untuk sumber daya alam yang terbatas. Sebagian dari masyarakat masih beranggapan, bahwa orangutan hanyalah binatang yang derajatnya lebih rendah daripada manusia sehingga hak dan kebutuhannya untuk hidup sering tidak dipertimbangkan. Ketika kebutuhan manusia akan lahan, sumber daya alam, kekayaan dan kesejahteraan meningkat, ancaman bagi keberadaan dan kelangsungan hidup orangutan juga meningkat (Syukur, 2000). Konflik antara manusia dengan orangutan termasuk suatu permasalahan yang serius yang harus diperhatikan dan dicari jalan keluarnya. Faktanya konflik yang terjadi bukan hanya di sekitar kawasan TNGL dimana orangutan bebas keluar masuk kawasan TNGL dan merusak hasil tanaman warga yang biasanya berupa buah-buahan yang menjadi makanan kesukaannya. Konflik juga sering terjadi di kawasan yang dulunya merupakan satu kesatuan hutan dengan TNGL, namun setelah adanya aktifitas manusia menyebabkan terjadinya fragmentasi kawasan. Akibat adanya fragmentasi kawasan tersebut orangutan terisolasi di lahan perkebunan masyarakat dan tidak dapat kembali ke habitat aslinya. Hal ini mendorong orangutan untuk hidup di kawasan perladangan dan mencoba bertahan hidup dengan cara mencari makan di ladang masyarakat tersebut. Semakin meningkatnya teknologi di bidang kehutanan dan didukung oleh sumber daya manusia yang tinggi diharapkan bisa menyelesaikan masalah tersebut (Afiff dkk,202). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung total kerugian ekonomi yang diderita masyarakat Desa Kuta Gajah, Kecamatan Kutambaru dan di Desa Besilam, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat akibat terjadinya konflik antara manusia dengan orangutan Sumatera (Pongo abelii), menghitung biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah, masyarakat ataupun lembaga swadaya masyarakat dalam melakukan mitigasi konflik antara manusia dengan orangutan di kedua desa tersebut dan Menganalisis persepsi dan pengetahuan masyarakat mengenai penyebab konflik antara manusia dengan orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan pengetahuan tentang teknik mitigasi konflik yang terjadi dengan orangutan Sumatera (Pongo abelii). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah Lokasi penelitian dilakukan di dua desa yang berbeda yang terletak di ladang masyarakat yaitu di Desa Kuta Gajah (Kecamatan Kutambaru) dan Desa Besilam (Kecamatan Padang Tualang), Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret 203 sampai dengan Bulan April 203. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, seperangkat komputer, kalkulator, tabulasi data, tally sheet, kuisioner, alat tulis serta dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari objek data, dan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen atau instansi terkait. Data primer yang akan dikumpulkan antaralain adalah : jenis tanaman masyarakat yang dirusak oleh orangutan, penanggulangan secara tradisional yang

2 dilakukan masyarakat untuk mengusir orangutan, penanggulangan yang dilakukan oleh instansi pemerintahan dan swasta untuk menangani konflik yang terjadi di desa tersebut, kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat masuknya orangutan ke ladang milik mereka, serta biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat, pemerintah dan LSM dalam melakukan pengusiran orangutan. Data skunder yang akan dikumpulkan antara lain : data mengenai kondisi umum wilayah penelitian, data kependudukan yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta data-data catatan kependudukan yang sudah tersedia di Kantor Balai Desa.. Teknik dan Tahapan Pengambilan Data Tahapan pengambilan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a. Survei pendahuluan ke lapangan dan penentuan desa konflik. b. Desa yang akan diteliti adalah desa dengan kriteria : desa yang ladang masyarakatnya sering dimasuki oleh orangutan. c. Pengumpulan data pengetahuan masyarakat dilakukan dengan metode purposive sampling. Menurut Singarimbun dan Sovian (989), purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang bersifat tidak acak, dan sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu masyarakat yang lahannya terlibat konflik dengan satwa liar. d. Untuk jumlah sampel yang akan diambil dalam menganalisis pengetahuan masyarakat menurut Arikunto (993), jika populasi lebih dari 00 orang maka disarankan untuk mengambil jumlah sampel antara 0 % - 5 %, 20 %- 25 % dari jumlah populasi dan ini telah dianggap representatif (Arikunto, 993 :49). Populasi dalam penelitian ini adalah total jumlah kepala keluarga pada dusun yang berladang di Desa Kuta Gajah, Kecamatan Kutambaru sebanyak 02 kepala keluarga dan di Desa Besilam, Kecamatan Padang Tualang sebanyak 04 kepala keluarga. Jumlah sampel yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini sebanyak 20%. e. Data kerugian masyarakat diambil dengan cara sensus, dimana semua data kerugian yang diderita masyarakat yang mengalami konflik dengan orangutan Sumatera (P. abelii) dikumpulkan dan dihitung dengan metode pendekatan harga pasar. f. Responden kunci (key informan) adalah pejabat instansi terkait, tokoh masyarakat, dan LSM. Responden kunci diambil secara purpossive sampling yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. g. Melakukan diskusi terhadap responden kunci untuk mengetahui kondisi umum desa penelitian. h. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuisioner terhadap para responden penelitian untuk memperoleh data tentang : - Jenis tanaman yang dirusak oleh orangutan, - Kerugian ekonomi yang diderita masyarakat akibat masuknya orangutan, - Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat, atapun instansi terkait, - Teknik mitigasi konflik yang sudah dilakukan, - Pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang satwa liar khususnya orangutan serta teknik mitigasinya. i. Pengolahan data dengan melakukan tabulasi seluruh data, selanjutnya analisis dengan analisis deskriptif. j. Sedangkan pengolahan data kualitatif dianalisis dengan mendeskripsikan karakteristiknya. Metode Analisis Data Besarnya intensitas gangguan satwa liar terhadap komoditas pertanian dilihat dari kerugian secara finansial. Data yang mendukung penaksiran nilai kerugian komoditas pertanian meliputi jumlah kerusakan tanaman, harga jual/kg, dan biaya penanganan yang dikeluarkan petani. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan penduduk yang diambil sebagai responden dan pengamatan langsung di lapangan. Menghitung rata-rata kerugian ekonomi yang disebabkan oleh konflik satwaliar yang masuk ke perladangan masyarakat dapat dihitung dengan rumus: Kerugian satu desa Rata-rata kerugian/ KK / bulan = Responden Setelah didapatkan hasil rata-rata kerugian/ KK/ Bulan, kerugian tersebut kemudian dikategorikan kedalam kriteria. Adapun kriteria kerugian dapat dilihat pada Tabel. berikut. Tabel. Kriteria kerugian ekonomi No. Total Kerugian/ KK/ Bulan Kriteria (Rp.). < Rendah < Sedang Tinggi Perhitungan biaya yang dikeluarkan pemerintah, masyarakat dan pihak LSM dalam melakukan mitigasi konflik orangutan dihitung, kemudian dimasukkan ke dalam kriteria seperti Tabel 2. berikut Tabel 2. Kriteria biaya mitigasi konflik orangutan No. Biaya mitigasi konflik Kriteria orangutan. < Rendah < Sedang Tinggi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan Konflik Orangutan mengganggu tanaman masyarakat Desa Kuta Gajah sudah sejak masyarakat membuka ladang di desa tersebut sekitar tahun 940-an, karena orangutan memang menyukai buah yang mereka tanam. Orangutan selalu masuk ke lahan perkebunan milik masyarakat pada saat musim buah seperti buah durian, mangga atau cempedak yang biasanya berlangsung selama 3 bulan. Sementara itu, untuk Desa Besilam orangutan baru mengganggu tanaman sawit sejak dua tahun terakhir disebabkan karena di desa tersebut sangat jarang ditanam tanaman buah-buahan. Berdasarkan informasi warga bahwa dulunya orangutan 2

3 tersebut memakan buah tukas yang tumbuh liar di sekitar desa mereka. Namun keberadaan pohon tersebut kini telah habis sehingga mendorong orangutan untuk mencari alternatif makanan lain. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam diketahui bahwa kedua desa tersebut sama-sama terdapat gangguan dari orangutan. Namun terdapat perbedaan gangguan yang sangat jelas antara Desa Kuta gajah dan Desa besilam karena perbedaan karakteristik lahan konflik di kedua desa tersebut. Perbedaan karakteristik lahan pada Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan karakteristik lahan Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam No Karakteristik Desa Kuta Gajah Desa Besilam. Jarak lahan dari TNGL 2. Waktu terjadinya konflik di ladang 3. Jenis tanaman yang diganggu 4. Penyebab orangutan mengganggu 5. Orangutan mengganggu sejak Berbatasan langsung sampai dengan 2 Km Saat musim buah Tanaman durian, mangga dan cempedak Karena orangutan menyukai buahbuahan sehingga orangutan keluar dari TNGL Sejak dulu, setiap tanaman berbuah 30 Km kearah barat Satu kali setiap minggu Tanaman sawit dan karet Orangutan terisolasi dilahan milik masyarakat seluas 25 Ha yang dulunya merupakan satu kesatuan hutan dengan TNGL Sejak dua tahun terakhir untuk tanaman sawit Kawasan konflik antara petani dengan orangutan yang dialami oleh masyarakat Desa Kuta Gajah kawasan yang berbatasan langsung dengan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Seidensticker (984) dalam Alikodra (200), menyatakan bahwa gangguan satwaliar banyak terjadi di desa-desa, pemukiman penduduk, atau tanaman perkebunan yang lokasinya berdekatan/ berbatasan langsung dengan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional atau habitat-habitat lainnya. Untuk lokasi yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL di Desa Kuta Gajah hubungan jarak dengan ada tidaknya gangguan orangutan di ladang masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan jarak dari TNGL dengan ada atau tidaknya gangguan orangutan No Jarak dari TNGL Berbatasan langsung Desa Kuta Gajah Desa Besilam AG % TG % AG % TG % m m m m 4 >000 m Total Keterangan : AG : Ada gangguan TG : Tidak ada gangguan Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari 9 orang responden yang lahannya berbatasan langsung dengan TNGL hanya satu orang yang mengatakan bahwa lahannya tidak diganggu oleh orangutan karena orang tersebut tidak menanam jenis buah-buahan di ladang miliknya. Di Desa Besilam, dari seluruh responden 3 orang responden mengatakan bahwa ladang mereka diganggu orangutan dan 7 orang mengatakan tidak ada gangguan orangutan diladang mereka. Adanya gangguan yang terjadi di Desa Besilam yang rata-rata berjarak 30 Km dari Taman Nasional Gunung Leuser disebabkan karena orangutan tersebut terisolasi dan menetap diladang ladang milik masyarakat. Ditemukannya kasus yang berbeda dengan jarak lokasi konflik dengan taman nasional yang berbeda menunjukkan bahwa konflik orangutan tidak hanya terjadi di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser tetapi masih ada konflik orangutan yang berhubungan dengan masalah fragmentasi lahan. Gangguan Satwaliar Jenis satwaliar pengganggu tanaman di Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam berdasarkan peringkat gangguan terbanyak dapat dilihat pada Tabel 5. berikut : Tabel 5. Peringkat gangguan oleh satwaliar pengganggu tanaman berdasarkan wawancara selama satu tahun No Jenis Nama Desa Kuta Gajah Desa Besilam satwa latin n % R n % R Babi hutan Sus scrofa 8/ / Kera ekor panjang Macaca fascicularis 3 Beruk Macaca nemestrina 4 Kedih Presbytis thomasi 5 Orangutan Pongo abelii 6 Rusa Cervus unicolor 7 Landak Hystrix javanicus 3/ / / /20 0-9/ / / / / /20 0-2/ / Total 66/ / Keterangan : * Jawaban boleh lebih dari satu *R : Rangking Berbeda dengan Desa Kuta Gajah, jenis satwaliar yang merusak kebun milik warga di Desa Besilam hanya ada 3 species dianggap menjadi masalah di kebun milik mereka. Dari ketiga jenis satwaliar tersebut semuanya merupakan jenis satwa primata yaitu kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kedih (Presbytis thomasi) dan orangutan (Pongo abelii). Satwaliar yang dianggap paling bermasalah adalah beruk (Macaca nemestrina) dan orangutan (Pongo abelii) dengan persentasi yang sama yaitu sebesar 36 % dari total gangguan dan kemudian monyet kedih (28 %). Sebanyak 3 responden di desa ini mengganggap bahwa orangutan merusak jenis tanaman sawit dengan cara mengoyak pucuk daun muda kelapa sawit (umbut) dan juga mematahkan ranting karet untuk membuat sarang. Keberadaan kera ekor panjang sangatlah mengganggu tanaman masyarakat di Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam. Hewan ini dianggap sebagai hewan yang menjadi hama di perkebunan mereka. Menurut 3

4 Medway (978), kera ekor panjang (Macaca fascicularis) termasuk jenis primata yang mudah beradaptasi dengan lingkungannya oleh karena itu jenis satwa ini dapat dijumpai di berbagai tipe habitat mulai dari hutan alam hingga hutan sekunder bahkan dapat ditemukan juga di pinggir ladang ataupun perkebunan. Seiring dengan semakin sempitnya kawasan hutan, peranan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) bukan lagi sebagai penyeimbang ekosistem tetapi justru sebagai musuh petani dan dapat menjadi sumber hama di persawahan dan di perkebunan. Deskripsi Gangguan Satwaliar Kerusakan bagian tanaman yang disebabkan oleh satwaliar di Desa Kuta Gajah akan dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis gangguan yang disebabkan satwaliar di lahan masyarakat Desa Kuta Gajah No Jenis Jenis Bagian tanaman yang diganggu hewan tanaman A B yang a b c a d e f dirusak Babi hutan Karet Kera ekor Karet panjang 3 Beruk Karet Kedih Karet Orangutan Cempedak _ Mangga _ 6 Rusa Karet Landak Karet Ket : a : pucuk d : kulit b :akar e : buah c : batang f : ranting Dari Tabel 6. Dapat dilihat bahwa orangutan lebih menyukai tanaman buah-buahan gangguan pada tanaman dewasa yang telah menghasilkan buah dan juga merusak bagian ranting tanaman dewasa untuk membuat sarang selama musim durian tiba. Keberadaan babi hutan (Sus scrofa) di kebun karet milik warga Desa Kuta Gajah sebagai hama cukup meresahkan. Babi hutan (Sus scrofa) ini masuk ke lahan milik masyarakat pada malam hari dan mencabut tanaman karet milik mereka yang baru saja mereka tanam. Bagian tanaman yang dirusak babi hutan berdasarkan informasi warga yaitu bagian akar dan batang tanaman karet yang masih muda. Menurut Bailey (2000), babi hutan (Sus scrofa) hidup di berbagai kondisi lingkungan yang beragam di kepulauan Indonesia, yaitu di hutan hujan, rawa, padang rumput, dan area pertanian. Pada umumnya babi hutan termasuk hewan nocturnal, yaitu hewan yang mencari makan pada malam hari, makanan dari babi hutan itu sendiri adalah akar-akaran, buah-buahan yang jatuh, dedaunan, pucuk daun muda dan kadang-kadang memakan tanah. Tingginya tingkat degradasi dan deforestasi hutan serta fragmentasi habitat merupakan ancaman bagi populasi babi hutan. Selain terancam karena semakin tingginya tingkat kerusakan hutan, babi hutan juga sangat rawan terhadap perburuan maupun diburu karena dianggap sebagai hama perusak lahan pertanian. Pada Desa Besilam karena jaraknya yang jauh dari TNGL jenis satwaliar yang merusak tidak sebanyak jenis satwaliar yang merusak ladang masyarakat desa Kuta Gajah. Kerusakan bagian tanaman yang disebabkan oleh satwaliar di Desa Kuta Gajah akan dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis gangguan yang disebabkan satwaliar di lahan masyarakat Desa Besilam No Jenis Jenis Bagian tanaman yang diganggu Hewan tanaman A B yang a b c a d e f dirusak Kera ekor Karet panjang 2 Kedih Karet Orangutan Sawit Karet Ket : a : pucuk d : kulit b :akar e : buah c : batang f : ranting Adanya permasalahan gangguan kera ekor panjang diduga karena kawasan hutan di sekitar ladang masyarakat telah mengalami kerusakan habitat akibat perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut Sugiharto (992), perubahan lingkungan sering mengarah kerusakan lingkungan sebagai akibat penduduk telah mengeksploitasi lingkungan pada tingkat melebihi daya dukung lingkungan tersebut sehingga akibatnya dapat menarik populasi kera ekor panjang (M. fascicularis) untuk menggunakan lahan hutan tersebut sebagai habitatnya. Di samping sebagai pengganggu, kera ekor panjang ini mempunyai potensi untuk dimanfaatkan, tetapi hingga saat ini apa yang dirasakan penduduk terhadap keberadaan kera ekor panjang ini lebih sebagai gangguan dari pada potensi yang biasa dimanfaatkan. Salah satu potensi kera ekor panjang ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik dari suatu objek wisata, sehingga dapat menarik perhatian para pengunjung dalam suatu kawasan wisata. A B Gambar. Sarang yang dibuat pada pohon durian masyarakat (A), Tanaman sawit yang dirusak bagian pucuknya oleh orangutan (B) Kerusakan Habitat di Desa Besilam merupakan faktor pemicu konflik masyarakat desa tersebut dengan orangutan. Orangutan yang kehabisan 4

5 bahan makanan kemudian memakan umbut sawit sebagai makan utamanya. Orangutan ini diduga terisolasi dilahan perkebunan masyarakat dan tidak bisa keluar sehingga menganggap lahan karet milik masyarakat merupakan habitatnya. Keadaan ini lama kelamaan akan memicu terjadinya konflik dan akan mengancam keberadaan orangutan tersebut jika dibiarkan tinggal di lahan karet milik masyarakat. Gambar 2. Kerusakan lahan yang terus meningkat di Desa Besilam merusak/ mengganggu habitat-habitat alam satwaliar yang ada di cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional atau mempersempit habitat-habitat khusus lainnya. Keadaan ini dapat menyebabkan kemerosotan daya dukung habitat-habitat berbagai jenis satwaliar. Pengamatan yang dilakukan di Desa Besilam, sebanyak 00% responden yang diwawancarai juga menyatakan bahwa faktor penyebab konflik karena kerusakan habitat orangutan akibat perambahan hutan. Berdasarkan informasi masyarakat orangutan yang berada di lahan milik masyarakat memang sudah ada sejak dulu karena daerah ini dulunya memang merupakan satu kesatuan hutan dengan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, namun pertumbuhan manusia yang mengubah fungsi lahan menjadi lahan pertanian dan permukiman semakin mendesak kehidupan orangutan dan mengakibatkan orangutan sampai sekarang tinggal di lahan perkebunan karet masyarakat yang kira-kira hanya seluas 25 Ha. Luasan ini sangat tidak mendukung kehidupan orangutan karena di beberapa daerah, satu individu jantan dewasa bisa menggunakan wilayah jelajah seluas 00 Km 2 atau lebih (Singleton et al., 2009). Faktor Penyebab Konflik Orangutan Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam diperoleh data tentang faktor penyebab konflik satwaliar dengan masyarakat di kedua desa tersebut. Faktor penyebab konflik menurut responden karena kerusakan habitat akibat perambahan hutan dan tingkat kesukaan satwaliar terhadap jenis tanaman yang ditanam petani. Data faktor penyebab konflik tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Faktor penyebab konflik orangutan menurut persepsi masyarakat Faktor penyebab konflik - Kerusakan habitat akibat perambahan hutan - Tingkat kesukaan satwaliar terhadap jenis tanaman Desa Kuta Gajah Besilam % % 6 30% 20 00% 4 70% 0 0% Total 20 00% 20 00%. Kerusakan Habitat Akibat Perambahan Hutan Sebanyak 6 dari 20 responden yang diwawancarai di Desa Kuta Gajah menyatakan bahwa faktor penyebab konflik antara masyarakat dengan orangutan disebabkan karena kerusakan habitat orangutan akibat perambahan hutan. Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya untuk Desa Kuta Gajah yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL, sebagian sudah ada yang rusak akibat perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat yang sering menebang kayu di sekitar hutan. Menurut Alikodra (200), peran manusia dalam masalah gangguan satwaliar salah satunya adalah mereka Gambar 3. Sketsa pola pergerakan orangutan Dari Gambar 0. dapat kita lihat pola pergerakan yang berbeda terjadi antara Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam. Perbedaan tersebut disebabkan adanya pebedaan karakteristik lahan konfliknya. Untuk lahan konflik orangutan yang ada di Desa Kuta Gajah pola pegerakan orangutan yang ada di desa tersebut dipengaruhi oleh adanya musim buah, dimana orangutan bergerak ke kawasan perladangan masyarakat pada saat musim buah buah tiba dan pada saat musim buah telah habis, maka orangutan tersebut masuk kembali ke habitat aslinya di Taman Nasional Gunung Leuser. Pola pergerakan orangutan yang ada di Desa Besilam terbatas hanya pada satu luasan saja dimana orangutan tidak dapat kembali ke kawasan TNGL karena kawasan tempat tinggal orangutan yang telah mengalami fragmentasi sehingga terbentuk seperti pulau dan orangutan hanya dapat bergerak di sekitran pulau tersebut saja. Adanya pengembangan budidaya manusia, baik dibidang pertanian, perkebunan maupun kehutanan yang membuka hutan habitat orangutan akan memicu timbulnya konflik antara manusia dengan orangutan. 5

6 Alikodra (998), menyatakan bahwa setiap spesies satwaliar mempunyai daerah jelajah dan teritori. Jika daerah jelajah dan teritori ini terpotong oleh kegiatan manusia, mereka akan tetap menganggap bahwa daerah yang dibuka manusia merupakan bagian dari daerah jelajah dan teritorinya karena mereka tidak punya alternatif lain. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya bentrokan kepentingan antar manusia dengan orangutan. dimana manusia merasa terganggu dengan keberadaan orangutan di lahan milik mereka dan orangutan menganggap lahan tersebut sebagai wilayah teritorinya. Gambar 4. Orangutan yang terisolasi di kebun karet masyarakat 2. Tingkat Kesukaan Orangutan terhadap Jenis Tanaman Tingkat kesukaan (palatability) satwaliar terhadap suatu jenis tanaman merupakan salah satu faktor yang menyebabkan konflik satwaliar dengan petani. Pakan mempunyai peran yang sangat penting karena konsumsi makanan merupakan faktor esensial yang menjadi dasar untuk hidup dan menentukan produksi (Parakkasi, 999), akan tetapi tidak semua zat makanan dapat diserap dan dicerna oleh alat pencernaan satwaliar, kemampuan satwaliar dalam mencerna bahan pakan juga dapat digunakan untuk menentukan kualitas bahan pakan tersebut bagi satwaliar. Sebanyak 4 (70%) dari 20 responden yang diwawancarai di Desa Kuta Gajah menyatakan bahwa faktor penyebab konflik antara masyarakat dengan orangutan disebabkan karena tingkat kesukaan satwaliar terhadap jenis tanaman yang ditanam petani. Orangutan di Desa Kuta Gajah masuk ke lahan milik masyarakat hanya pada saat musim berbuah yaitu pada saat musim buah durian, mangga dan cempedak. Selain orangutan beberapa jenis, sementara di Desa Besilam tidak ada satupun responden yang menyatakan bahwa penyebab konflik adalah karena tingkat kesukaan orangutan dengan makanan karena di Desa Besilam orangutan hanya memakan pucuk daun kelapa sawit yang masih muda (umbut sawit). Selain orangutan terdapat beberapa jenis satwaliar yang juga mengganggu tanaman yang ditanam oleh petani di kedua desa tersebut. Penanganan Konflik Orangutan oleh Masyarakat Jika ditinjau dari keterangan masyarakat di Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam, penanganan konflik yang dilakukan selama ini memang belum ditemukan cara paling efektif karena orangutan akan masuk setiap tahunnya ke ladang milik masyarakat, khususnya ke ladang masyarakat di Desa Kuta Gajah. Di Desa Besilam dalam satu minggu masyarakat mengaku orangutan tersebut masuk sebanyak kali ke lahan pertanian mereka dan membuat sarang di kebun karet milik mereka sebanyak sarang. Berdasarkan informasi masyarakat tidak pernah mengeluarkan biaya sedikitpun pada saat melakukan pengusiran orangutan yang masuk ke lahan milik mereka kalaupun ada hanya sekitar Rp 000,00. untuk membeli karbit dan membunyikan meriam. Penanganan konflik orangutan dengan masyarakat di lapangan, biasanya ketika orangutan masuk ke perladangan masyarakat, suatu cara yang selama ini dilakukan adalah dengan cara mengusir mereka. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat dari kedua desa ini, usaha antisipasi untuk menghalau kehadiran orangutan di areal perladangan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat di kedua desa yaitu dengan cara membunyikan mercon, membuat sorakan, menjaga, melempar dan membiarkan saja. Untuk Desa Kuta Gajah masyarakat yang sudah merasa tidak mampu menghalau orangutan melaporkan ke satgas dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kepada satgas. Adapun teknik penanganan yang dilakukan masyarakat untuk mengusir orangutan yang masuk ke ladang dapat dilihat pada Tabel 9. berikut : Tabel 9. Teknik penanganan konflik orangutan yang dilakukan masyarakat (n=20) Desa Kuta Gajah Jumlah Teknik penanganan a b c D E f Total -F % Besilam -F % Keterangan : a : mercon d : lempar b : sorakan e : dibiarkan c : jaga f : melapor ke satgas Tabel 9. diatas diketahui teknik penanganan yang paling sering digunakan masyarakat Desa Kuta Gajah adalah dengan cara melakukan sorakan terhadap orangutan yang masuk. Sedangkan di Desa Besilam teknik penanganan yang paling sering digunakan masyarakat adalah dengan membiarkan saja orangutan tersebut masuk dan membuat sarang di pohon karet milik mereka. Menurut Alikodra (200), untuk mengatasi masalah gangguan satwaliar ini dapat dilakukan dengan pendekatan pemecahan, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Pemecahan jangka pendek bertujuan untuk mengatasi gangguan, biasanya dilakukan dengan menggunakan pemagaran, pembuatan parit, penggiringan, atau pemindahan. Pemecahan jangka panjang harus dimulai dengan penelitian yang komprehensif, sehingga dapat disusun program program pengelolaan yang tepat, misalnya 6

7 dimulai dengan penataan daerah pemukiman satwaliar, penetapan daya dukung dan jumlah satwaliar target yang harus dilestarikan, serta realokasi tempat-tempat penyebaran beserta penetapan popolasi yang dipertahankan. Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Konflik dengan Orangutan Kerugian ekonomi akibat konflik orangutan yang di derita masyarakat Desa Kuta Gajah selama ini belum pernah dikalkulasikan. Rincian kerugian ekonomi yang diderita masyarakat Desa Kuta Gajah dengan adannya konflik antara manusia dengan orangutan dapat dilihat pada Tabel 0. Tabel 0. Kerugian ekonomi akibat konflik orangutan dii Desa Kuta Gajah setiap tahun N o Nama Darmawa nta 2 Rakot 3 Riswand a 4 Idana 5 Misran 6 Sabar Sitepu 7 Martin 8 Mbela Tetep Malem Karya Paten Sahadil Jenis tanaman yang dirusak Jumla h pohon yang berbu ah / tahun Produksi tanaman jika tidak digangg u / batang / tahun Sisa produks i yang diperole h / batang/ tahun Total kerugian (Rp.000)/ tahun a b c D Cemped 200 ak Mangga 2 Ton 00 Kg Mangga 500 Kg 20 Kg Mangga 2 Ton 00 Kg Mahadi Syahrul Total Kerugian Keterangan : Harga = Rp. 6.,00 Harga Cempedak = Rp. 5.,00 Harga kg Mangga = Rp. 5.,00 Rumus Total Kerugian (d) = ((a x b) (c x a) ) X Harga / atau Kg Jumlah pohon yang berbuah / tahun (a) Produksi tanaman jika tidak diganggu/ batang/tahun (b) Sisa produksi yang diperoleh/ batang/ tahun (c) Hasil penjabaran Tabel 0. di atas, jenis tanaman yang paling banyak diganggu orangutan dari Desa Kuta Gajah adalah tanaman durian. Jumlah kerugian ekonomi yang diakibatkan orangutan di Desa Kuta Gajah sebesar Rp ,00 setiap tahunnya. Jadi dapat diketahui rata-rata kerugian ekonomi yang diderita masyarakat Desa Kuta Gajah adalah sebesar Rp ,00/KK/Bulan. Bila dilihat dari angka kerugian tersebut total kerugian di Desa Kuta Gajah termasuk kedalam kategori tinggi. Kerugian ekonomi untuk responden di Desa Kuta Gajah yang paling tinggi adalah kerugian yang diderita Bapak Sabar Sitepu yaitu sebesar Rp 90..,00 dengan jenis komoditi yang dirusak adalah tanaman durian dan menderita kerugian Rp 9..,00 dari komoditi mangga miliknya. Pada umumnya masyarakat yang mengaku tanaman miliknya diganggu oleh orangutan adalah masyarakat yang memiliki lahan tidak jauh dari Hutan Taman Nasional Gunung Leuser dimana kita ketahui Hutan TNGL tersebut merupakan habitat asli orangutan. Orangutan terlebih dahulu merusak lahan pertanian milik masyarakat yang berada di pinggir pinggir hutan, setelah ketersediaan pakan di pinggir-pinggir ladang yang berbatasan dengan hutan telah habis, maka orangutan akan masuk ke tengah-tengah ladang dan merusak lahan pertanian. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa nilai kerugian ekonomi masyarakat Desa Besilam tidak terlalu besar karena kerusakan yang disebabkan oleh orangutan hanya berupa pembuatan sarang di pohon karet dan juga memakan hanya sekitar 2 umbut sawit di kebun sawit milik mereka sekali setiap bulannya dalam waktu 2 tahun terakhir, namun jika tidak ada penanganan yang tepat dari masyarakat maupun pihak yang berwenang dan konflik antara satwaliar dengan masyarakat terus terjadi maka untuk waktu yang lama nilai kerugian ekonomi masyarakat akan semakin meningkat. Meskipun kebanyakan masyarakat mengatakan tidak terjadi kerugian, namun dengan diadakan perhitungan-perhitungan kerugian masyarakat akibat orangutan di Desa Besilam dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Kerugian ekonomi yang diderita masyarakat Desa Besilam setiap bulan N o. Nama Jenis tanama n yang dirusak Jumlah pohon yang berproduks i/ bulan (batang) Produk si jika tidak digangg u/ bulan Sisa produks i yang diperole h/ bulan Total kerugian (Rp)/ bulan a b c d Rajali Sawit 300 Ton 800 kg Ngatini Sawit 00 Ton 900 kg Sutrisno Sawit Ton 2,5 Ton Ilyas Sawit Ton 2,5 Ton Juriyah Sawit 400 3,2 Ton 2,8 Ton 400. Total kerugian.700. Keterangan : Harga Kg Kelapa Sawit = Rp.,00 Rumus Total Kerugian = (b c) X Harga / Kg Produksi jika tidak diganggu/ bulan (b) Sisa produksi yang diperoleh/ bulan (c) Hasil penjabaran Tabel. di atas, jenis tanaman yang paling banyak diganggu orangutan dari Desa Besilam adalah tanaman karet dan sawit. Jumlah kerugian ekonomi yang diakibatkan orangutan di Besilam sebesar Rp.700.,00. Jadi dapat diketahui rata- 7

8 rata kerugian ekonomi yang diderita masyarakat Desa Kuta Gajah adalah sebesar Rp 340.,00/KK/ Bulan dan kerugian ini termasuk dalam kriteria rendah jika dilihat pada tabel krireia kerugian. Berbeda dengan Desa Kuta Gajah kerugian di Desa Besilam kerugian dihitung dihitung berdasarkan penurunan produksi kelapa sawit yang umbutnya rusak. Kerugian terbesar yang diderita masyarakat Desa Besilam yaitu diderita oleh Bapak Sutrisno dan Bapak Ilyas yang terjadi penurunan produksi sebesar 500 Kg setelah orangutan masuk dan merusak beberapa umbut sawit milik mereka. Kerugian tidak dirasakan oleh masyarakat lain yang juga tanaman sawit miliknya dirusak oleh orangutan karena mereka tidak mengelola tanaman sawit tersebut untuk diambil hasilnya. Tanaman sawit yang mereka miliki hanya merupakan sawit yang sudah tidak produktif dan seringkali masyarakat melihat orangutan tersebut memakan umbut sawit milik mereka dan membiarkannya karena tidak merasa rugi. Penanganan yang Dilakukan Pihak Pemerintah dan LSM Pertimbangan yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan pengendalian gangguan. Beberapa kriteria dapat dipertimbangkan, yaitu: () secara teknis dapat dilaksanakan, (2) secara ekonomis dapat dijalankan, (3) secara ekologis dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan keputusan yang bijaksana akan menggabungkan ketiga kriteria ini. Untuk penanganan konflik yang berada di Desa Kuta Gajah LSM OIC bekerjasama dengan pihak TNGL dengan membangun kantor yang difungsikan sebagai tempat berkumpul masyarakat dalam mensosilaisasikan teknik mitigasi yang dapat dilakukan masyarakat Desa Kuta Gajah. Konflik antara orangutan dengan masyarakat di desa ini hanya terjadi saat musim durian tiba yaitu selama 3 bulan mulai dari bulan agustus sampai dengan bulan Oktober. Pihak OIC yang telah bekerjasama dengan TNGL diturunkan. Karena wilayah konflik berada di dekat kawasan taman nasional maka kegiatan yang dilakukan tim OIC adalah dengan melakukan pengusiran menggunakan meriam karbit yang terbuat dari bambu agar orangutan balik lagi ke habitat asalanya. Untuk membuat satu buah meriam membutukan biaya Rp 58.,00. Untuk kegiatan pengusiran ini membutuhkan 2 buah meriam karbit sehingga dalam sekali kegiatan pengusiran Tim OIC mengeluarkan biaya sebesar Rp 6.,00. Biaya ini masih termasuk kategori rendah jika dilihat dalam tabel kriteria biaya mitigasi konflik (lihat Tabel 2.). Tahun 202 masyarakat terlambat melapor ke pihak OIC sehingga saat tim HOCRU (Human- Orangutan Conflict Respon Unit) datang durian warga sudah habis namun tetap dilakukan 5 kali ledakan dari meriam karbit supaya orangutan tidak kembali lagi. Untuk kasus yang terjadi di daerah Besilam terdapat 2 orangutan yang berada di dalam perkebunan karet milik masyarakat dengan jenis kelamin betina. Keputusan yang diambil untuk menyelamatkan orangutan adalah dengan cara mengevakuasi orangutan tersebut. Keputusan evakuasi diambil karena selain orangutan tersebut sudah mulai merusak tanaman sawit milik warga dengan memakan umbut sawitnya, orangutan yang keduanya berjenis kelamin betina tersebut tidak akan berkembang lagi jika dibiarkan di Desa Besilam. Salah satu orangutan yang ada di Desa Besilam telah berhasil dievakuasi pada tanggal 20 April 203 dengan keadaan orangutan yang sehat dan pada hari itu juga orangutan dilepasliarkan ke Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung, Kecamatan Halaban dan diberi nama Silam. Selama proses evakuasi biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 yang terdiri dari biaya alat habis pakai, tidak habis pakai dan biaya operasional tim. Jika dilihat dari tabel kriteria biaya mitigasi konflik, biaya yang dikeluarkan untuk mitigasi konflik di Desa Besilam tergolong tinggi. Adapun rincian biaya yang dikeluarkan oleh pihak OIC untuk proses evakuasi satu orangutan tersebut disajikan dalam Tabel 2. berikut : Tabel 2. Biaya yang dikeluarkan oleh OIC selama proses evakuasi No Jenis pengeluaran Jumlah Harga persatuan (Rp). Barang habis pakai Biaya total (Rp) a.dart b. Obat bius + obat-obatan lainnya Kotak Barang tidak habis pakai a. Jaring b. Kandang c. Senapan modifikasi d. Tulup Biaya operasional 5 orang 5 hari 60., personil tim Biaya total Kegiatan evakuasi orangutan dilakukan oleh 5 orang personil OIC. Dua orang bertugas sebagai penembak, dua orang lagi bertugas untuk mengarahkan orangutan agar bergerak ketempat yang dapat dilakukan evakuasi dan satu orang lagi bertugas untuk mengkordinir seluruh kegiatan. Orangutan yang berada pada pohon yang tidak terlalu tinggi penembakan biusnya cukup dengan menggunakan tulup yang menggunakan kekuatan pernafasan manual manusia, sementara untuk kasus orangutan yang memanjat pohon yang terlalu tinggi ditembak dengan menggunakan senapan modifikasi untuk menembakkan bius ke tubuh orangutan. Setelah orangutan terkena bius dan tidak sadarkan diri semua anggota tim evakuasi bergerak mengikuti dan menunggu tepat di bawah jatuhnya orangutan tersebut dengan menyiapkan jaring dengan tujuan agar saat orangutan terjatuh tidak mengalami patah tulang. Kegiatan untuk menampung orangutan ini di lapangan cukup sulit karena daerah tempat orangutan tersebut dievakuasi terkadang di daerah yang kerapatan pohonnya cukup tinggi. Kegiatan evakuasi merupakan jalan terakhir yang dimabil dengan pertimbangan resiko untuk orangutan itu sendiri dan juga dengan melihat besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat melakukan proses evakuasi. Selain itu proses evakuasi ini rentan terhadap kematian orangutan. Berdasarkan informasi yang di 8

9 dapat dari pihak OIC dan TNGL jika orangutan tidak berhasil dievakuasi dan mengalami kematian, maka akan diadakan pemeriksaan. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Orangutan Hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam. Data pandangan masyarakat terhadap keberadaan orangutan disajikan pada Tabel 3. berikut : Tabel 3. Persepsi responden terhadap keberadaan orangutan. Pendapat responden -Keberadaan orangutan Mengganggu -Menurunkan hasil panen -Menambah biaya penanganan Desa Kuta Gajah Besilam % % 20/20 00% /20 55% 5/20 75% 5/20 25% 0/20 0% 0/20 0% Semua masyarakat Desa Kuta Gajah menganggap bahwa orangutan mengganggu, berbeda dengan Desa Kuta Gajah Yang hanya sebagian masyarakatnya (55%) menganggap bahwa orangutan merupakan hewan yang tidak mengganggu. Sekitar 75 % responden Desa Kuta Gajah yang menjawab bahwa orangutan menurunkan hasil panen dan hanya 25 % responden Desa Besilam yang menganggap bahwa orangutan menurunkan hasil panen mereka. Karena tidak ada satu orangpun yang mengeluarkan biaya penanganan konflik antara manusia dengan orangutan maka didapat hasil tidak ada persentase yang menunjukkan masyarakat menganggap keberadaan orangutan menambah biaya penanganan. Meskipun masyarakat Desa Besilam mengetahui bahwa orangutan merupakan hewan yang dilindungi karena jumlahnya yang sudah sangat sedikit di Indonesia tetapi masyarakat tidak ada yang pernah melaporkan keberadaan orangutan di ladang milik mereka dengan alasan tidak tahu harus melapor kepada siapa. Mitigasi konflik yang dianggap masyarakat kurang menekan kerugian mendorong salah satu warga pemilik pohon durian yaitu Bapak Sabar Sitepu melakukan penebangan 30 pohon durian, dan 2 pohon mangga miliknya. Bapak Sabar Sitepu merasa tidak akan ada penanganan yang efektif dari masalah konflik dengan orangutan tersebut dan memutuskan untuk menebang semua tanaman yang disukai orangutan tersebut sampai habis pada Bulan Januari 203 karena pada panen 202 dia tidak mendapatkan sedikitpun hasil dari tanaman durian miliknya. Menurutnya dengan cara menebang dan menjual pohon miliknya maka dia akan mendapat keuntungan dari tanaman miliknya tersebut. Gambar 7. Areal konflik sisa tebangan pohon durian masyarakat Pada Tabel 4. berikut dijelaskan mengenai pengetahuan masyarakat mengenai penanganan konflik orangutan. Tabel 4. Pengetahuan responden tentang orangutan Pendapat responden Desa Kuta Gajah Besilam % % % -Satwaliar hewan yang dilindungi 20/20 00% 20/20 00% -Tidak pernah melapor ke SATGAS 4/20 70% 20/20 00% -Melakukan penanganan sendiri 4/20 70% 20/20 00% -Mitigasi konflik kurang menekan kerugian 4/20 70% 5/20 25% -Cara penanganan sudah ramah lingkungan 4/20 70% 5/20 25% -Sifat penanganan masih sementara 4/20 70% 5/20 25% Di Desa Kuta Gajah telah dilakukan penyuluhan/sosialisasi mengenai orangutan oleh lembaga swadaya masyarakat. Meskipun sudah ada penanggulangan bersama petugas kehutanan, namun masyarakat berpendapat bahwa penanganan yang dilakukan sangat tidak efektif. Berdasarkan persepsi masyarakat, teknik yang paling tepat dalam menangani masalah orangutan yaitu dengan cara membayar ganti rugi dengan memindahkan atau dengan cara memberdayakan masyarakat setempat dengan menggaji masyarakat setempat untuk menjadi petugas penghalau hanya pada saat musim buah durian. Sebanyak 75% masyarakat yang berpendapat bahwa teknik terbaik adalah dengan cara mengganti rugi tanaman yang dirusak oleh orangutan, 5 % dengan cara pemindahan, dan 0 % menyatakan dengan cara membayar masyarakat untuk menjaga lahan konflik. Teknik penangan dengan cara ganti rugi harus dipertimbangkan secara benar, karena cara ini akan sangat mahal dan menimbulkan peluang terhadap penyalahgunaan terhadap pihak yang tidak bertanggungjawab. Menurut Alikodra (200), Suaka Margasatwa Gir di India, merupakan tempat tinggal singa Asia. Singa-singa yang berasal dari dalam suaka margasatwa ini hampir setiap tahun memakan sejumlah ternak penduduk. Pejabat-pejabat yang bertanggungjawab dalam masalah satwa liar akan membayar ganti rugi kepada pemilik ternak, jika ternyata 9

10 dimangsa singa. Namun cara ini mahal, dan menimbulkan peluang terhadap penyalahgunaan. Gambar 8. Teknik penanganan konflik paling efektif menurut masyarakat Desa Kuta Gajah Pihak TNGL selaku instansi yang berdampingan dengan masyarakat Desa Kuta Gajah dalam menangani masalah konflik dengan orangutan sejauh ini tidak pernah mengganti rugi dan hanya membantu menghalau orangutan saja. Pihak TNGL mengatakan bahwa tidak ada dana khusus yang dialokasikan pemerintah untuk mengganti rugi lahan konflik masyarakat. Penyuluhan/sosialisasi belum pernah dilakukan di Desa Besilam, karena keberadaan orangutan di desa ini baru diketahui oleh tim penyelamat orangutan OIC baru pada bulan Maret 203 dan dengan melihat kondisi habitat orangutan tersebut pihak OIC tidak melakukan penyuluhan dan langsung melakukan penyelamatan berupa translokasi orangutan tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah:. Kerugian ekonomi yang diderita masyarakat Desa Kuta Gajah sebesar Rp ,00 yang tergolong ketegori tinggi, sementara kerugian yang diderita masyarakat Desa Besilam sebesar Rp 340.,00 dan tergolong kategori rendah. 2. Tindakan penghalauan orangutan yang dilakukan di Desa Kuta Gajah membutuhkan biaya yang rendah yaitu sebesar Rp 6.,00 dan evakuasi yang dilakukan di Desa Besilam mengeluarkan biaya yang tinggi yaitu sebesar Rp , Masyarakat Desa Kuta Gajah berpendapat bahwa penyebab konflik orangutan adalah karena kesukaan orangutan terhadap jenis makanan, sedangkan masyarakat Desa Besilam berpendapat bahwa konflik yang terjadi di desa mereka akibat perusakan lahan. Pada umumnya masyarakat Desa Kuta Gajah dan Desa Besilam mengetahui orangutan merupakan satwaliar yang wajib dilindungi. Saran Perlu upaya serius dalam mengatasi knflik masyarakat dengan orangutan dikarenkan meninmbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi masayarakat. Selain itu, diperlukan adanya studi kelembagaan mengenai konflik antara manusia dengan orangutan agar kerugian ekonomi masyarakat akibat konflik dapat dicegah dan biaya penanganan konflik antara manusia dengan orangutan agar konflik yang terjadi dapat ditangani secara efektif dan efisien dan dikembangkan teknik mitigasi yang efektif serta berbiaya murah. DAFTAR PUSTAKA Afiff,S., Purwanto, A.S., Sunjaya, Chandra, E., Utami, S.P.B. Sosial Ekonomi Masyarakat di Bagian Barat Taman Nasional Gunung Leuser Terkait Konservasi Orangutan Sumatera. Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia. Jakarta. Alikodra, H. S Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Bogor Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. PT. Penerbit IPB Press. Bogor. Bailey ND Global and Historical Perspectives on Market Hunting : Implications for the African Bushmeat Crisis. Sustainable Development and Conservation Biology. University of Maryland and Bushmeat Crisis Task Force, Silver Spring, Maryland. Medway, L The Wild Mammals of Malaya (Penninsular Malaysia and Singapure). Oxford University Press. Oxford. Parakkasi, A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Singleton, I. dan Wich, S Survey Populasi Orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser. Yayasan Ekosistem Lestari - Program Konservasi Orangutan Sumatera. Medan Singleton, I., Wich, S.A., Husson, S., Stephens, S., Utami Atmoko, S.S., Leighton, M., Rosen, N., Traylor-Holzer, K., Lacy, R., and O. Byers , Final report orangutan population and habitat viability assessment 5-8 January Jakarta, Indonesia. Sugiharto, G Studi Perilaku Makan Monyet Ekor Panjang di Pulau Tinjil. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Syukur, F. A Estimasi Kepadatan Populasi dan Pola Bersarang (Pongo abelii, Lesson 827) di Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuser. Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Nasional Jakarta. Aceh Selatan. 0

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS KERUGIAN EKONOMI, SERTA PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) (Studi Kasus Desa Kuta Gajah, Kecamatan Kutambaru dan Desa Besilam Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian. Universitas Sumatera Utara

Kuisioner Penelitian. Universitas Sumatera Utara 68 Lampiran 1. No. Responden: Kuisioner Penelitian Dengan Hormat, Saya bernama Oni Sri Rahayu Sitorus, mahasiswa tingkat akhir Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USU sedang mengadakan penelitian,

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Kampus USU Medan 20155

Kampus USU Medan 20155 Mitigasi Konflik Satwaliar dengan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Desa Timbang Lawan dan Timbang Jaya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat) The Mitigation of Wildlife - Communities

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBEBASAN FRAGMENTASI HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI HUTAN RAWA TRIPA Wardatul Hayuni 1), Samsul

Lebih terperinci

STUDI MITIGASI KONFLIK ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

STUDI MITIGASI KONFLIK ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER STUDI MITIGASI KONFLIK ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER SKRIPSI Oleh: JUANG ABDUL HALIM SIREGAR Manajemen Hutan/121201013 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan primer (primary forest) adalah hutan yang telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan kematangannya serta memiliki sifat-sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

DAMPAK PERAMBAHAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TERHADAP ASPEK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

DAMPAK PERAMBAHAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TERHADAP ASPEK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAMPAK PERAMBAHAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TERHADAP ASPEK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan E-mail utomobud@yahoo.co.id ABSTRACT This research was

Lebih terperinci

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG Rinta Islami, Fahrizal, Iskandar Fakultas kehutanan Universitas Tanjungpura.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Alam Pulau Bawean ditunjuk dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 76/Kpts/Um/12/1979 tanggal 5 Desember 1979 meliputi Cagar Alam (CA) seluas 725 ha dan Suaka

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa juta tahun yang lalu, jauh sebelum keberadaan manusia di daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup nenek moyang kera besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA Jito Sugardjito Fauna & Flora International-IP Empat species Great Apes di dunia 1. Gorilla 2. Chimpanzee 3. Bonobo 4. Orangutan Species no.1 sampai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam 52 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam berupa hutan nomor 3 (tiga) di dunia setelah Brazil dan Zaire, selain itu kita juga merupakan salah

Lebih terperinci

17.0 PESAN KAMPANYE Strategi pembuatan pesan Pesan-pesan Inti dan Slogan-slogan. G. Strategi Kampanye

17.0 PESAN KAMPANYE Strategi pembuatan pesan Pesan-pesan Inti dan Slogan-slogan. G. Strategi Kampanye 17.0 PESAN KAMPANYE 17.1 Strategi pembuatan pesan Strategi pembuatan pesan bagi petani dan masyarakat akan membantu memandu semua pesan yang dirancang agar dapat mencapai sasaran kampanye kami. Strategi-strategi

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, bekerja sama dan di bawah program

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

Pengetahuan Positif terbentuk. 50% (meningkat dari 3,5%) Pengetahuan Positif terbentuk. 50% (meningkat dari 13,9%) Pengetahuan Positif terbentuk

Pengetahuan Positif terbentuk. 50% (meningkat dari 3,5%) Pengetahuan Positif terbentuk. 50% (meningkat dari 13,9%) Pengetahuan Positif terbentuk RENCANA PEMANTAUAN Rencana Pemantauan yang baik akan membantu kita secara akurat dan tepercaya menilai dampak intervensi proyek kita untuk menentukan apakah proyek telah mencapai tujuan dan sasarannya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama biofuel, terutama biodiesel berbasis kelapa sawit ke pasar dunia. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki 4,1 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Area. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Area. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Area Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan kawasan pelestarian alam, seluas 1.094.692 Hektar yang terletak di dua propinsi, yaitu Propinsi Nanggroe Aceh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, kaki seribu dan hewan mirip lainnya. Arthropoda adalah

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Umum 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar FORINA. 2. Anggaran Rumah Tangga ini merupakan penjabaran dan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG Sri Sumarni Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang e-mail : sri_nanisumarni@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DOKUMEN POTENSI DESA TELUK BINJAI

DOKUMEN POTENSI DESA TELUK BINJAI DOKUMEN POTENSI DESA TELUK BINJAI Hasil Pemetaan Masyarakat Desa bersama Yayasan Mitra Insani (YMI) Pekanbaru 2008 1. Pendahuluan Semenanjung Kampar merupakan kawasan hutan rawa gambut yang memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI Hasil Pemetaan Masyarakat Desa bersama Yayasan Mitra Insani (YMI) Pekanbaru 2008 1. Pendahuluan Semenanjung Kampar merupakan kawasan hutan rawa gambut yang memiliki kekayaan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Hutan juga menyimpan berbagai kekayaan alam seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal atau Optimal Foraging Theory (Schoener, 1986;

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

: Yayasan Orangutan Sumatera - Orangutan Information Centre. LAPORAN TAHAPAN PELAKSANAAN STRATEGI PENYINGKIR HALANGAN Periode Juli 2009 Februari 2010

: Yayasan Orangutan Sumatera - Orangutan Information Centre. LAPORAN TAHAPAN PELAKSANAAN STRATEGI PENYINGKIR HALANGAN Periode Juli 2009 Februari 2010 Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre 2010 LAPORAN TAHAPAN PELAKSANAAN STRATEGI PENYINGKIR HALANGAN Periode Juli 2009 Februari 2010 Program Coordinator : Pride Campaign Manager

Lebih terperinci

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci