BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut gambaran umum RS PKU Muhammadiyah Gamping, identifikasi risiko HAIs, analisis risiko, penilaian risiko, penentuan tindak lanjut dan strategi untuk menurunkan risiko tersebut di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum RS PKU Muhammadiyah Gamping RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta merupakan pengembangan dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta. Pada tanggal 16 Juni 2010 Rumah Sakit mendapatkan ijin operasional sementara nomer 503/0299a/DKS/2010. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta adalah milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Persyarikatan Muhammadiyah, diakui pemerintah mengenai sebagai badan hukum Nomor: IA/ 8.a/1588/1993, tertanggal 15 Desember Sebagai bagian pengembangan, sejarah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta tidak lepas dari sejarah berdirinya RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta awalnya didirikan berupa klinik pada tanggal 15 Februari 1923 dengan lokasi pertama di kampung Jagang Notoprajan No.72 Yogyakarta. Awalnya bernama PKO (Penolong 65

2 66 Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa. Pendirian pertama atas inisiatif H.M. Sudjak yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan. Seiring dengan waktu, nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat). Pada awal Maret 2016, RS PKU Muhammadiyah unit II yang dulu menjadi sebutan nama rumah sakit ini telah resmi berganti nama menjadi RS PKU Muhamadiyah Gamping. a. Pelaksanaan manajemen risiko infeksi dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Tabel 1. 2 Pelaksanaan manajemen risiko dalam program pencegahan dan pengendalian infekai di RS PKU Muhammadiyah Gamping Tinjauan Sistem manajemen risiko infeksi Program pelaksanaan PPI yang sudah dilakukan Keterlibatan petugas Proses sistem manajemen risiko infeksi Pelaksanaan : 1. Baru berjalan 1 tahun dan sudah berjalan cukup baik 2. Program belum disosialisasikan secara menyeluruh Tujuan : 3. Upaya pencegahan dan penularan HAIs Dukungan : 4. Dari pihak manajemen 5. Pelatihan 6. Keterlibatan IPCLN 7. Penyediaan sarana dan prasarana 8. Kegiatan cuci tangan Partisipasi petugas: 1. Ikut berpartisipasi sesuai standar operasional, tindakan sesuai prosedur Peranan kepala ruang, IPCN, IPCLN: 2. Mengawasi, memantau, mengingatkan terkait penggunaan APD, pelaksanaan cuci tangan, pelaksanaan 5 moment 3. Melaporkan kegiatan surveilans Evaluasi proses sistem manajemen risiko infeksi Program pelaksanaan PPI belum berjalan optimal Ada dukungan manajemen dalam program PPI Adanya keterlibatan dan partisipasi petugas kesehatan dalam memantau pelaksanaan penurunan HAIs di unit

3 67 Komunikasi dan informasi Pengaruh pimpinan Budaya sadar risiko HAIs Hambatan pelaksanaan melalui SIM Penyebaran informasi : 1. Komunikasi dan informasi didapatkan dengan mudah dapat diakses melalui komputer di masing-masing unit 2. Informasi terbaru didapatkan melalui diskusi, pertemuan rapat, pelatihan, pelaporan, media poster/leafleat 3. IPCLN menyampaikan informasi ke unit tugas masing-masing Peranan pimpinan : 1. Memiliki kontribusi yang besar 2. Pimpinan sangat mendukung program PPI Kekurangan peran pimpinan yang dirasakan : 1. Kurang adanya peran langsung dari pimpinan 2. Tidak ada evaluasi atau umpan balik untuk perbaikan 3. Belum adanya reward-punishment Budaya sadar risiko : Semua sudah sadar risiko infeksi Kegiatan yang dapat menurunkan dan mencegah infeksi : 1. Cuci tangan 2. Menggunakan APD Perilaku budaya sadar risiko : 1. Pelaksanaan kadang untuk pemakaian APD ada yang masih belum sesuai 2. Kepatuhan cuci tangan belum optimal 3. Kadang masih lupa 6 langkah cuci tangan dan melewatkan pelaksanaan 5 moment Kendala pelaksanaan program : 1. Kelengkapan pengadaan sarana prasarana di unit 2. Kesulitan pelaksanaan pencegahan seperti kelupaan cuci tangan, kelupaan 5 moment 3. Kesulitan mengubah kebiasaan 4. Sumber daya yang kurang memadai Kemudahan yang dirasakan dalam transfer informasi dari PPI ke petugas kesehatan di unit Pentingnya keterlibatan, dukungan penuh, peranan pimpinan yang proaktif dalam pelaksanaan Sudah tertanam budaya sadar risiko HAIs di ranap, ralan, OK Pelaksanaan perilaku budaya sadar risiko masih belum optimal Kepatuhan tangan optimal cuci belum Kepatuhan pelaksanaan 5 moment dinilai belum optimal Kendala bersumber dari sumber daya manusia yang kurang memadai dan kesulitan mengubah kebiasaan

4 68 Kerjasama 5. Setiap petugas memiliki karakteristik yang unik Kerjasama antar tim PPI ke setiap unit : 1. Sudah berjalan cukup baik, komunikasi terjalin baik 2. Pelaksanaan kerjasama dirasakan masih kurang maksimal di ruang OK Pelaksanaan kerjasama dirasa masih kurang maksimal di ranap, ralan, dan OK Kerjasama OK dan CSSD terkendala SDM CSSD Harapan petugas Harapan perubahan, dukungan, dan perbaikan : 1. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan 2. Berperilaku yang baik untuk menjaga HAIs 3. Ada pengontrolan, evaluasi yang rutin dan berkala 4. Adanya reward-punishment 5. Adanya feedback 6. Sikap profesional, perbaikan sikap dari individu yang sesuai standar Dukungan yang proaktif dari petugas

5 68 b. Identifikasi Risiko HAIs Tabel 1.3 Identifikasi risiko dalam manajemen risiko HAIs Kegiatan apa yang terlibat? Penularan langsung kontak : kulit secara dengan siapa yang berisiko? Petugas kesehatan Pasien Apa yang menjadi sumber potensial dari agen infeksius 1. kontaminasi tangan petugas kesehatan 2. alat atau instrument kesehatan 3. pengunjung atau lingkungan sekitar area perawatan pasien Bagaimana HAIs itu dapat bertransmisi? Transmisi kontak secara langsung dan tidak langsung Risiko 1. Penularan penyakit menular melalui kontak kulit 2. Perpindahan kuman seperti bakteri, virus, fungi/parasit Kemungkinan penyebab Hygiene perseorangan petugas, pasien, pengunjung Pembedahan, pada kulit Tindakan luka prosedur Pasien Petugas kesehatan, area ruangan perawatan pasien Pasien 1. tangan petugas kesehatan 2. alat atau instrumen kesehatan (set medikasi, peralatan operasi 3. darah atau cairan lain yang berasal dari tubuh pasien 1. tangan petugas Penularan kontak secara langsung dan tidak langsung. 1. Terjadi infeksi (IDO, IADP, ISK plebitis, dekubitus) 2. Lamanya perawatan 3. Tertundanya kepulangan pasien 4. Kecacatan/kematian 1. Hygiene perseorangan 2. Sterilisasi alat 3. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 4. Tidak menggunakan APD

6 69 yang menembus kulit, membran mukosa, tindakan invasif(pemasangan, pemberian cairan infus/transfusi darah, lumbal fungsi, biopsi Penggunaan benda tajam dan objek yang berpotensi terkontaminasi Prosedur untuk sistem pernafasan seperti penggunaan suction, nebulizer, pemberian O 2, ventilator Kegiatan yang berkaitan kontak fisik dengan pengolahan Petugas kesehatan yang tertusuk jarum Petugas kesehatan Area ruangan perawatan pasien Petugas kesehatan kesehatan 2. teknik yang masih kurang 3. peralatan yang terkontaminasi 1. darah 2. cairan atau zat lain dari tubuh pasien (pus, air seni, saliva ( air liur)) 1. sekret mukosa seperti droplet dari batuk, bersin 2. aerosol atau penyegar udara darah dan cairan atau zat lain yang berasal dari tubuh pasien Kontak Kontak 1. Airborne (TB) 2. Droplet (influenza) 3. Kontak tidak langsung dengan lingkungan perawatan atau bangsal yang terkontaminasi melalui droplet Kontak 1. Tertusuk jarum 2. Penularan penyakit menular (hepatitis, HIV AIDS 1. Masuk dan berkembangnya virus dan bakteri di benda/bahan atau alat yang tercemar 3. Penularan penyakit : TB, influenza 4. Infeksi (VAP) 1. Penularan penyakit 2. Infeksi 1. Keselamatan kerja petugas dan keselamatan pasien 2. Infeksi 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 3. Penggunaan APD yang kurang optimal 1. Penggunaan APD yang kurang 2. Tidak menggunakan

7 70 limbah pembersihannya atau Kegiatan yang terlibat kontak fisik dengan limbah pasien atau kontaminasi laundry, pakaian atau peralatan contoh pengolahan linen, cleaning service Apakah ada kegiatan yang melibatkan penggunaan semprotan atau debu? seperti kegiatan membersihkan, penyemprotan, atau menyapu Pelayanan kesehatan yang diberikan selama di lingkungan klinis Area perawatan pasien Petugas kesehatan Area perawatan pasien atau rumah sakit Petugas kesehatan dan orang-orang lainnya, staff, pengunjung yang berada di area rumah sakit Pasien petugas kesehatan dan darah dan cairan atau zat lain yang berasal dari tubuh pasien penyegar udara yang pada umumnya digunakan pada saat membersihkan ruangan kontaminasi dalam area perawatan pasien atau rumah sakit Kontak Airborne Kontak langsung tidak 1. Penularan penyakit 2. Infeksi 1. Menghirup debu 2. Masuknya virus/bakteri yang ada di dalam udara 3. Gangguan saluran pernafasan (TB, influenza) 4. Infeksi 1. Menghirup debu 2. Masuknya virus/bakteri yang ada di dalam udara 3. Gangguan saluran pernafasan (TB, influenza) 4. Infeksi APD 3. Pengelolaan sanitasi RS yang kurang optimal 1. Penggunaan APD yang kurang 2. Tidak menggunakan APD 3. Pengelolaan sanitasi RS yang kurang optimal 1. Kurang ventilasi 2. APD yang kurang 3. Tidak menggunakan APD 4. Kebersihan dan sanitasi rumah sakit 5. Tingkat kepadatan ruangan 1. Kurang ventilasi 2. Kebersihan dan sanitasi rumah sakit 3. Tingkat kepadatan ruangan

8 71 Tabel 1.2 diatas menjabarkan terkait identifikasi HAIs berdasarkan kegiatan atau tindakan yang dilakukan di rumah sakit yang dapat memicu kejadian HAIs, siapa yang beresiko sumber risiko, dan cara transmisi infeksi tersebut. Identifikasi risiko HAIs yang dijelaskan diatas memiliki yang risiko untuk mendapatkan infeksi dari rumah sakit adalah petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan area perawatan atau lingkungan rumah sakit. Risiko-risiko yang ditemukan dan di analisis antara lain dari tabel 1.2 tersebut yaitu (1) penularan penyakit menular melalui kontak langsung dan tidak langsung, (2) perpindahan, masuk dan berkembangnya mikroorganisme, (3) Masuknya virus/bakteri yang ada di dalam udara (gangguan pernafasan TB, influenza), (4) terjadinya infeksi (IDO, VAP, ISK, IADP, plebitis dan dekubitus), (5) lama perawatan, tertundanya kepulangan, kecacatan atau bahkan kematian.

9 EXPEC IT LIKELY MAYBE RATE NEVER None poor Fair Good Solid 72 c. Analisis risiko HAIs Tabel 1.4 Program Infection Control Risk Assesment (ICRA) HAIs PROBABILITY RISK/IMPACT (HEALTH,FINACIAL,LEGAL,REGULATORY) Current systems/preparedness Score N O POTENSIAL RISK/MASA LAH Catastrop ic Loss (life/limb / function/ financial Serious Loss (Function/ financial/l egal Prolonged length of stay Moderate clinical/fin ancial Minimal cilinical financial Healthcare Acquired Infection a IDO b VAP c IADP d ISK e Phlebitis f Dekubitus

10 73 Berdasarkan tabel 1.3 diatas berhubungan dengan Infection Control Risk Assesment (ICRA) HAIs yang di analisis terdapat potensial masalah HAIs, kemungkinan (probability), risiko atau dampak (risk/impact), sistem yang ada (current systems/preparedness). Jenis HAIs yang menjadi potensial masalah yaitu IDO, VAP, IADP, ISK, Phlebitis dan dekubitus. Kemungkinan terjadi kejadian jenis HAIs tersebut apabila IDO dan ISK dinilai agak sering terjadi (likely) di tingkat risiko : 4, untuk VAP dan IADP kemungkinan terjadi tidak pernah (never) tingkat risiko: 1, kemudian kemungkinan kejadian phlebitis dan dekubitus sering terjadi (expect it) tingkat risiko : 5. Risiko atau dampak pada masalah HAIs tingkat risiko : 3, yang artinya setiap kasus yang memperpanjang perawatan (prolonged length of stay). Pada penilaian sistem yang ada (current systems/preparedness) untuk jenis HAIs IDO pada level risiko 3 yaitu fair artinya peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan). Pada jenis HAIs IADP untuk penilaian sistem yang ada pada level risiko 4 (poor) artinya peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan. Kemudian untuk jenis HAIs VAP, phlebitis dan dekubitus dinilai pada level risiko 1 yaitu solid (peraturan ada, fasilitas ada dilaksanakan).

11 74 Tabel 1.5 Analisis risiko HAIs Risiko HAIs IDO Kemungkinan penyebab Karakterisitik yang meningkatkan risiko Karateristik yang menurunkan risiko 1. Hygiene perseorangan 2. Sterilisasi alat 3. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 4. Tidak menggunakan APD 1. Jumlah pasien yang dilakukan tindakan operasi selama tahun 2015 adalah 1455 tindakan operasi 2. Sosialisasi tentang kategori jenis operasi yang dapat dinilai untuk IDO dan batasan waktunya belum optimal 3. Belum ada mentoring penerapan standar precaution tidak terdapat SPO standar precaution di masing-masing instalasi di rumah sakit 4. Belum ada pertemuan rutin untuk membahas IDO 5. Belum terlaksananya evaluasi berkala untuk kejadian IDO 6. Pelaporan terkait IDO masih kurang mendalam seperti mengidentifikasi kontrol IDO, pengklasifikasian infeksi dari operasi bersih atau kotor, kapan terjadinya, lamanya infeksi, perawatan luka yang dilakukan, pengontrolan IDO mulai dari prosedur tindakan operasi, perawatan di bangsal, dan kontrol luka post operasi di poliklinik yang belum terlaksana secara optimal 1. Sudah dilakukan pelaksanaan menjaga kebersihan tangan, kepatuhan cuci tangan, penggunaan APD 2. Sudah ada kebijakan/prosedur tentang pencegahan dan penanganan HAIs 3. Adanya dan telah dilakukan laporan evaluasi kegiatan sosialisasi berkelanjutan pada semua staf 4. Ada budaya sadar HAIs IDO di ruang OK, rawat inap dan rawat jalan. 5. Sarana prasarana yang sudah cukup memadai dan sesuai standar 6. Dukungan pimpinan dalam pelaksanaan PPI di rumah sakit 7. Petugas dan standar di kamar operasi sudah memenuhi standar PPI 8. Sudah diadakan pelatihan dasar untuk IPCLN 9. Sudah terlaksananya pelaporan HAIs melalui SIMRS yang dilaporkan oleh IPCLN di masing-masing unit

12 75 VAP IADP ISK 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Sterilisasi alat 3. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 4. Penggunaan APD yang kurang optimal 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 3. Tidak menggunakan APD 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 3. Tidak menggunakan APD 1. Fasilitas dan sarana prasarana hand hygiene masih kurang 2. Jumlah pasien yang terpasang VAP selama tahun 2015 sebanyak 71 orang 1. Kepatuhan cuci tangan petugas masih kurang dalam hand hygiene 2. Belum dilakukan sosialisasi untuk surveilans dan pencegahan IADP 1. Pasien dengan terpasang kateter urin selama tahun 2015 sebanyak 1380 orang, 2. Belum adanya mentoring tentang penerapan standar precaution 3. Kepatuhan hand hygiene petugas masih kurang 4. Belum dilakukan penyegaran SPO pemasangan dan perawatan kateter urin 5. Sosialisasi untuk format surveilans ISK belum terlaksana 1. SPO untuk pemasangan ventilator 2. Pencegahan VAP dan edukasi sudah 3. Jumlah pasien yang terinfeksi VAP selama tahun 2015 adalah 0 % 1. Laporan kejadian IADP selama tahun 2015 tidak ada kejadian pasien dengan IADP 2. Ada SPO tentang pencegahan IADP 3. Telah dllakukan sosialisasi terkait pencegahan dan penanganan HAIs IADP 4. Sudah ada evaluasi berkala terkait kepatuhan cuci tangan 1. Ada kebijakan/prosedur tentang pencegahan HAIs 2. Sudah ada kebijakan /prosedur tentang penanganan HAIs ISK 3. Sudah dilakukan pelaksanaan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan, kepatuhan cuci tangan, dan penggunaan APD 4. Ada budaya sadar risiko HAIs yang diterapkan para staf 5. Sudah ada kebijakan/prosedur tentang pencegahan dan penanganan HAIs

13 76 Phlebitis Dekubitus 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 3. Tidak menggunakan APD 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 3. Tidak menggunakan APD 1. Jumlah pasien yang terpasang infus selama tahun 2015 sebanyak 8045 orang 2. Kepatuhan hand hygiene petugas yang masih kurang 3. Belum dilakukan penyegaran asuhan keperawatan terkait pemasangan dan perawatan infus 1. Jumlah pasien yang mengalami dekubitus selama tahun 2015 adalah 15 orang 2. Kepatuhan hand hygiene petugas yang masih kurang 3. Belum dilakukan penyegaran asuhan keperawatan dengan dekubitus 6. Sudah ada SPO untuk prosedur tindakan pemasangan kateter urin 1. Ada SPO tentang prosedur pemasangan infus 2. Ada ketetapan waktu penggantian infus 3. Sudah ada SPO tentang penggantian cairan infus 4. Adanya kebijakan/prosedur tentang pencegahan HAIs 5. Sudah ada kebijakan/prosedur tentang penanganan HAIs 6. Telah dilakukan kegiatan surveilans dan tindakan lanjut dari semua kegiatan 7. Dilakukan evaluasi berkala terkait kepatuhan cuci tangan, SPO untuk prosedur pemasangan alat invasive 1. Terdapat fasilitas kasur dekubitus 2. Sudah terlaksana pelaporan HAIs melalui SIMRS yang dilakukan oleh IPCLN

14 77 Tabel 1.5 menguraikan terkait kemungkinan penyebab HAIs, karakteristik yang meningkatkan risiko, dan karakterisitik yang menurunkan risiko. Kemungkinan penyebab dari HAIs hygiene perseorangan, sterilisasi alat, pelaksanaan sop yang kurang tepat, tidak menggunakan APD, dan penggunaan APD yang kurang tepat. Tabel 1.6 berikut merupakan prioritas risiko HAIs yang didapatkan dari analisis risiko pada tabel 1.3 dan tabel 1.4 Tabel 1.6 Prioritas risiko HAIs di RS PKU Muhammadiyah Gamping Potensial risiko HAIs Skor IDO 24 Plebitis 20 Dekubitus 20 ISK 16 IADP 7 VAP 4 Berdasarkan tabel 1.6 diatas potensial risiko dengan skor tertinggi adalah IDO (Infeksi Daerah Operasi).

15 78 d. Penilaian Risiko HAIs Hasil tahap ini merupakan tahap untuk menilai analisa dari risiko HAIs dengan cara membandingkan kemungkinan terjadinya dan dampak yang ada dalam analisa risiko berdasarkan data yang ada di RS Muhammadiyah Gamping tahun Tabel 1.7 risiko matriks assessment Kemungkinan Sering sekali 5 Sering 4 Mungkin 3 Jarang 2 Tidak pernah 1 Insignificant 1 VAP Minor 2 Dampak Modarete 3 Phlebitis, dekubitus ISK IADP Mayor 4 IDO Calastrofic 5 keterangan : : risiko rendah : risiko sedang : risiko tinggi : risiko sangat tinggi (ekstrem) Berdasarkan tabel penilaian risiko matriks diatas bahwa bands berwarna biru adalah jenis HAIs VAP dengan tingkat risiko sedang, bands berwarna hijau yaitu IADP dengan tingkat risiko sedang, bands berwarna kuning dengan tingkat risiko tinggi adalah jenis HAIs ISK, phlebitis, dan

16 79 dekubitus sedangkan untuk bands berwarna merah dengan tingkat risiko sangat tinggi yaitu IDO. e. Evaluasi Risiko Berdasarkan uraian penilaian risiko pada tabel di atas bahwa untuk tingkat risiko pada kategori sangat tinggi pada jenis HAIs yaitu IDO. Tabel 1.8 berikut akan menguraikan hasil evaluasi risiko HAIs : Risiko IDO Deskripsi Risiko Evaluasi Risiko Identifikasi IDO Pelaksanaan tindakan pencegahan dan pengendalia n infeksi Pelaporan identifikasi dan kontrol infeksi luka operasi Di ruang rawat inap dan rawat jalan a. Menjaga kebersihan tangan, kepatuhan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan perawatan luka operasi, dan penggunaan APD sebelum melakukan tindakan b. Penggunaan alat yang digunakan untuk perawatan luka operasi c. Pelaksanaan yang dilakukan jika terpercik darah atau cairan tubuh ketika melakukan perawatan luka Pelaporan terkait IDO masih kurang mendalam seperti mengidentifikasi kontrol IDO, pengklasifikasian infeksi dari operasi bersih atau kotor, kapan terjadinya, lamanya infeksi, perawatan luka yang dilakukan, pengontrolan IDO mulai dari prosedur tindakan operasi, perawatan di bangsal, dan kontrol luka post operasi di poliklinik yang belum terlaksana secara optimal. Sudah dilakukan pelaksanaan cuci tangan sebelum dan setelah ke pasien namun kadang petugas kesehatan lupa dalam pelaksanaan 5 moment. Penggunaan APD seperti sarung tangan saat melakukan perawatan luka operasi sudah dilakukan oleh petugas kesehatan. Alat-alat yang digunakan untuk tindakan perawatan luka dengan menggunakan set medikasi yang steril. Setelah digunakan alat atau set medikasi tersebut di rendam oeh cairan enzimatik sebelum diserahkan ke CSSD. Membasuh dengan alkohol dan segera cuci tangan

17 80 Sumber daya manusia Manajemen risiko IDO Dukungan manajemen Pengetahuan perawat terkait tanda-tanda infeksi luka operasi Budaya sadar risiko infeksi Pelaksanaan manajemen risiko IDO di ruang rawat inap Pelaksanaan manajemen risiko IDO di kamar operasi Penggunaan antibiotik profilaksis Dukungan manajemen dalam penurunan risiko IDO Tanda-tanda infeksi luka seperti edema, kemerahan, ada nanah. 1. Sikap dari petugas kesehatan sudah tertanam budaya sadar akan risiko infeksi di ranap, ralan, dan OK 2. Pelaksanaan perilaku budaya sadar risiko masih belum optimal. 3. Kepatuhan pelaksanaan 5 moment dinilai belum optimal, 4. Sudah menggunakan APD, memutuskan rantai transmisi agen infeksi dengan menjaga kebersihan tangan namun untuk kepatuhannya belum berjalan optimal Dikamar operasi sangat berpotensi terjadi infeksi, semua tim sudah sadar risiko sesuai dengan prosedur (pengelolaan alat, menangani limbah, membersihkan, menyetrilkan ulang alat habis pakai) Manajemen risiko dengan cuci tangan, penggunaan APD seperti sarung tangan, menggunakan peralatan untuk perawatan luka yang steril dan menggunakan teknik steril ketika melakukan tindakan. Kepatuhan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum melakukan operasi sudah dilakukan, penggunaan peralatan steril dan pelaksanaan antiseptic kulit ketika melakukan tindakan operasi. Adanya keterlibatan CSSD dalam penyetrilan instrumen operasi dan sterilisasi ruangan operasi secara rutin dan berkala. Diberikan sebelum operasi, lama penggunaan tergantung jenis operasi yaitu 3-4 kali setelah tindakan operasi diruang perawatan 1. Adanya pengawasan yang dilakukan oleh komite PPIRS melalui IPCN ke IPCLN yang kemudian melaporkan kegiatan pelaksanaan surveilans HAIs melalui SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit). 2. Kelengkapan pelaporan surveilans HAI

18 melalui SIM belum ada pengawasan 3. Pelaporan surveilans IDO belum terlaporkan secara efisien 4. Terkait mentoring dan sosialisasi dirasakan masih kurang oleh petugas kesehatan, evaluasi secara berkala belum terlaksana dengan baik. 5. Pertemuan dan rapat berkala untuk membahas terkait IDO masih belum terlaksana dengan optimal 6. Kegiatan surveilans IDO belum berjalan maksimal 7. Sarana prasana sudah cukup memadai 8. Peranan pimpinan diperlukan dalam mendukung program penurunan HAIs 81

19 82 f. Tindak lanjut dan strategi penurunan HAIs Tabel 1.8 tindak lanjut risiko dan strategi penurunan HAIs HAIs Skor Tingkatan risiko IDO 24 Sangat tinggi Tujuan umum Mengura ngi angka kejadian IDO VAP 4 Rendah Mengura ngi angka kejadian VAP Tujuan khusus Angka kejadian IDO menurun Angka kejadian VAP menurun. Strategi Evaluasi risiko Analisa tindak lanjut Diklat pelayanan PPI, pengadaan fasilitas hand hygiene (wastafel dan handrub), bahan edukasi dan leaflet yan PPI (hand hygiene), refresing penatalaksanaan pre operasi, durante operasi, post operasi, penyegaran penatalaksanaan perawatan luka, membuat format surveilans IDO dan sosialisasi cara pengisiannya. Diklat yan PPI, pengadaan fasilitas hand hygiene (wastafel dan hand-rub), bahan edukasi dan leaflet yan PPI (hand hygiene), refresing askep pasien dengan pemasangan ventilator, membuat format surveilans VAP dan Sudah dilakukan diklat yan PPI, kepatuhan petugas dalam hand hygiene masih kurang, belum dilakukan refresing pasien dengan pembedahan, sudah dibuatkan surveilans IDO tetapi belum disosialisasikan. Sudah dilakukan diklat yan PPI, fasilitas sarana dan prasarana hand hygiene masih kurang, sudah dilakukan presentasi askep perawatan pasien dengan pemasangan ventilator, sudah dibuatkan format Membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke direktur RS, perlu pengkajian yang sangat mendalam, Audit SPO Hand hygiene, monitoring kepatuhan hand hygiene, lakukan penyegaran pasien dengan pembedahan dan lakukan sosialisasi surveilans IDO, identifikasi dan pengontrolan luka operasi yang mendetail Melakukan investigasi sederhana dengan prosedur rutin, Audit SPO Hand hygiene, monitoring kepatuhan hand hygiene, lakukan sosialisasi surveilans dan

20 83 IADP 7 Sedang Mengura ngi angka kejadian IADP ISK 16 Tinggi Mengura ngi angka kejadian ISK Tidak ada kejadian IADP Angka kejadian ISK menurun. pencegahannya serta sosialisasi cara pengisiannya. Diklat yan PPI, pengadaan fasilitas hand hygiene (wastafel dan hand-rub), bahan edukasi dan leaflet yan PPI (hand hygiene), refresing persiapan dan perawatan pemasangan intra vena sentral, pengisian surveilan IADP Diklat yan PPI, pengadaan fasilitas hand hygiene (wastafel dan hand-rub), bahan edukasi dan leaflet yan PPI (hand hygiene), refresing SPO pemasangan dan perawatan kateter urin, membuat format surveilans dan pencegahan ISK serta sosialisasi pengisiannya. surveilans dan pencegahan VAP. Kepatuhan petugas dalam hand hygiene masih kurang, belum dilakukan resfresing persiapan dan perawatan CVC, sudah dibuatkan format surveilans dan pencegahan IADP tetapi belum dilakukan sosialisasi. Kepatuhan petugas dalam hand hygiene masih kurang, belum dilakukan resfresing SPO pemasangan dan perawatan kateter urin, sudah dibuatkan format surveilans dan pencegahan ISK tetapi belum dilakukan sosialisasi. pencegahan VAP secara terus menerus Melakukan monitoring atau audit secara khusus, mengelola risiko, Audit SPO hand hygiene, monitoring kepatuhan hand hygiene, lakukan refresing persiapan dan perawatan CVC dan lakukan sosialisasi surveilans dan pencegahan IADP. Mengkaji secara mendetail, perlu adanya tindakan segera, melibatkan pihak manajemen, Audit SPO hand hygiene, melakukan bed site teaching hand hygiene, monitoring kepatuhan Hand hygiene, lakukan refresing pemasangan dan perawatan kateter urin dan lakukan sosialisasi surveilans dan pencegahan ISK.

21 84 Infeksi lain ( Phlebit is ) Infeksi lain (dekubi tus) 20 Tinggi Mengura ngi angka kejadian phlebitis 20 Tinggi Mengura ngi angka kejadian dekubitus Angka kejadian phlebitis menurun. Angka kejadian dekubitu s menurun. Sumber : data primer tim PPI rumah sakit yang sudah dianalisis Diklat yan PPI, pengadaan fasilitas hand hygiene (wastafel dan hand-rub), bahan edukasi dan leaflet yan PPI (hand hygiene), refresing SPO pemasangan infus dan perawatan infus. Diklat yan PPI, pengadan fasilitas hand hygiene (wastafel dan hand-rub), bahan edukasi dan leaflet yan PPI (hand hygiene), pengadaan matras dekubitus, refresing askep dekubitus. Kepatuhan petugas dalam hand hygiene masih kurang, belum dilakukan resfresing SPO pemasangan dan perawatan infus. kepatuhan petugas dalam hand hygiene masih kurang, sudah ada pengadaan matras dekubitus, belum dilakukan refresing askep dengan dekubitus. Mengkaji secara mendetail, perlu adanya tindakan segera, melibatkan pihak manajemen, Audit SPO Hand hygiene, monitoring kepatuhan Hand hygiene, lakukan refresing pemasangan dan perawatan infus. Mengkaji secara mendetail, perlu adanya tindakan segera, melibatkan pihak manajemen, Audit SPO hand hygiene, monitoring kepatuhan hand hygiene, lakukan refresing perawatan pasien dengan dekubitus.

22 85 B. Pembahasan 1. Manajemen risiko infeksi Berdasarkan wawancara yang dilakukan bahwa komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) di RS PKU Muhammadiyah Gamping ini dibentuk pada bulan Februari tahun Struktur oganisasi dengan membentuk komite PPIRS terdapat tim PPI di dalamnya. Hasil wawancara menjelaskan seharusnya untuk struktur organisasi komite ini dibawah langsung oleh direktur utama namun belum ada tersusun nama-namanya yang tetap dalam struktur organisasi ini. Tim PPI diketuai oleh ketua PPI, dan terdapat satu orang IPCN serta IPCLN di setiap unit kerja. Pembentukan IPCLN dalam tim PPI juga baru dibentuk dan diberikan pelatihan. Depkes (2007) menguraikan kerangka struktrur organisasi sebagai berikut gambar 10 : Direktur utama/direktur Komite PPI Direktorat Direktorat Direktorat Tim PPI Depkes (2007) menyebutkan tugas pokok IPCLN yaitu: 1) IPCLN sebagai perawat pelaksana harian atau penghubung dengan IPCN, 2) bertugas mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang, 3) memberikan motivasi dan teguran tentang

23 86 pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawat inap masing-masing, 4) memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada pasien, 5) berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat inap masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham, dan 6) memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi. Hasil wawancara terkait manajemen risiko disebutkan bahwa manajemen risiko dinilai sangat perlu karena apabila tidak adanya dibentuk tim PPI sebagai tim yang mengawasi dalam menjalani program pencegahan dan pengendalian infeksi maka tidak ada manajemen risiko. Ketua PPIRS RS PKU Muhammadiyah Gamping menyebutkan jika tidak ada manajemen risiko maka angka kejadian HAIs akan meningkat, hal ini akan memperlama perawatan dan menyulitkan pasien, menambah biaya apalagi dengan adanya era BPJS sekarang, akan menambah biaya perawatan pasien yang menjadi tanggungjawab dan dapat merugikan rumah sakit sendiri. Menurut Weston (2013) menyebutkan beberapa dampak HAIs bahwa kehilangan pendapatan, bahaya, cacat atau kematian, peningkatan lama perawatan, serta pengeluaran tambahan. Hal ini hampir sama dengan hasil dari wawancara dengan informan. Selama dibentuk pelaksanaan dari pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit ini masih dikatakan baru sehingga untuk

24 87 pelaksanaan program dan kegiatan masih ada yang belum berjalan optimal dan dirasa masih perlu belajar dan perbaikan. Peran dari pihak manajemen dan partisipasi dari semua staff merupakan hal yang penting untuk berjalannya program pencegahan dan pengendalian risiko infeksi ini. Peran dan partisipasi petugas kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit ini memiliki peran yang besar untuk terlaksanannya penurunan risiko HAIs. Adanya keterlibatan dan partisipasi tenaga kesehatan dalam memantau pelaksanaan penurunan HAIs di unit rawat inap, rawat jalan, dan kamar operasi turut serta mendukung program PPI yang sedang digalakkan. Kamar operasi merupakan salah satu ruangan yang memiliki potensi tinggi terjadinya infeksi khususnya infeksi luka operasi. Pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping ini sebagian besar informan menganggap bahwa pimpinan memiliki peranan yang besar dan penting dalam pencapaian standar penurunan HAIs. Pimpinan di RS PKU Muhammadiyah sudah ikut serta dan mendukung dalam pelaksanaan penurunan HAIs, namun masih ada peranan pimpinan yang belum terlihat yaitu peran langsung dari pimpinan, adanya evaluasi atau adanya umpan balik reinforcement positif dan negatif, belum adanya reward-punishment dalam menjalankan program PPI untuk meminimalkan risiko infeksi. Depkes (2007) menjelaskan bahwa tugas direktur yaitu bertanggungjawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap

25 88 penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, mengadakan evaluasi kebijakaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial berdasarkan saran dari tim PPI. Hasil analisis wawancara menyebutkan hal yang berkaitan dengan komunikasi dan informasi dalam pelaksanaan program PPI sendiri yaitu dinilai mudah untuk didapatkan. Penyebaran dan transfer informasi dari tim PPI ke unit tidak memiliki kendala dalam pemberian informasi. Informasi dapat diakses dengan mudah melalui komputer yang setiap unit memiliki berkas dan software untuk menyampaikan informasi seperti halnya pelaporan temuan HAIs dimasukkan kedalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Untuk mendapatkan Informasi terbaru sudah ada wadahnya seperti adanya diskusi, pertemuan rapat, pelatihan, pelaporan periodik, media poster serta leafleat. Berdasarkan wawancara yang sudah dilakukan pada informan berkaitan dengan pertanyaan budaya sadar risiko infeksi mereka menyebutkan bahwa budaya sadar risiko HAIs sendiri sudah tertanam dalam diri setiap staff atau petugas kesehatan. Akan tetapi, ada hal-hal yang dianalisis melalui wawancara tersebut pula mereka menjelaskan bahwa perilaku dan sikap dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi sendiri masih belum maksimal dan perlu adanya perbaikan. Kepatuhan menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan dan pelaksanaan 5 moment sendiri kadang mereka lupa sehingga dinilai masih kurang optimal dalam pengaplikasiannya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Kumalasari (2015) di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, bahwa sebelum dilakukan simulasi kepatuhan cuci tangan dibeberapa bangsal adalah 60 %, dan setelah diberikan

26 89 simulasi dengan role model, media poster dan video menjadi meningkat 80-90%. Dikarenakan masih belum optimalnya kepatuhan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas, simulasi ini dapat dikombinasikan dan diterapkan kembali dalam proses pelatihan dan monitoring program PPI sehingga simulasi dengan menggunakan role model, media poster dan video dan pendekatan langsung diharapkan dapat terus dilanjutkan untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan di RS PKU Muhammadiyah Gamping di semua unit perawatan dan pelayanan. Pelaksanaan program pencegahanan dan pengendalian infeksi pun informan menjelaskan tentunya memiliki hambatan. Informan banyak yang menjawab dari pertanyaan wawancara yang menanyakan terkait hambatan dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi adalah pada sumber daya manusia. Hambatan yang bersumber pada sumber daya manusia yang kurang memadai dan sulit diubah merupakan kendala yang dirasakan dalam pelaksanaan program. Kendala bersumber dari tenaga petugas kesehatan sendiri dimana mereka memiliki sikap yang beda-beda, kadang lupa, kadang acuh, dan kadang sulit untuk diingatkan. Selain kendala tenaga, kelengkapan sarana prasarana di ruang rawat inap pun menjadi hambatan dalam pelaksanaan misal tisu di ranap habis, hand rub atau sabun cuci tangan habis. Apabila menganalsis hasil wawancara dengan informan berkaitan dengan kerjasama antar tim PPI ke setiap unit dalam pelaksanaan penurunan risiko HAIs sudah berjalan cukup baik, komunikasi terjalin baik, namun kadang belum pelaksanaan kerjasama dirasa masih kurang maksimal di rawat inap, rawat jalan dan ruang OK. Mereka mendukung program PPI dan berharap pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi meningkatkan kepatuhan cuci tangan,

27 90 berperilaku yang baik untuk menjaga dari risiko HAIs, adanya pengontrolan, evaluasi yang rutin dan berkala. Sebagian dari informan pun menjelaskan bahwa mereka berkeinginan untuk adanya reward-punishment, adanya feedback dari pelaksanaan pencegahan dan pengendalian agar adanya hal yang perlu diperbaiki apabila masih ada yang belum benar. Secara individu mereka berharap bahwa membentuk sikap yang professional dan adanya perbaikan sikap dari setiap individu untuk adanya perubahan yang membangun sesuai dengan standar untuk meminimalisir infeksi. Pelaksanaan program manajemen risiko infeksi merupakan salah satu kegiatan penting untuk mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit. Hasil analisis wawancara yang telah dilakukan disebutkan bahwa perlu peranan dari manajemen, pimpinan, dan peranan dari staff atau petugas kesehatan sendiri. Menurut Good of Corparate Governance menjelaskan bahwa manajemen risiko merupakan suatu bagian dari tanggungjawab pihak manajemen dan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses organisasi, proyek atau program dan manajemen perubahan. Manajemen risiko bukan suatu aktivitas yang berdiri sendiri dan terpisah dari kegiatan proses organisasi dalam mencapai sasaran. Manajemen risiko organisasi menurut COSO (2004) dalam Astuti (2010) adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen dan personalia lainnya, yang diterapkan dalam menyusun strategi dalam organisasi, dirancang untuk menidentifikasi kejadiankejadian yang potensial terjadi yang dapat mempengaruhi entitas, dan

28 91 mengelola risko untuk mencakup dalam jangkauan risiko, menyediakan perlindungan yang layak yang berkaitan dengan pencapaian tujuan entitas. Apabila dianalisis dari hasil penelitian ini bahwa dukungan pihak manajemen dinilai perlu dalam mendukung program PPI untuk menjalankan proses manajemen risiko infeksi. 2. Identifikasi risiko dan analisa risiko HAIs National Health and Medical Research Council (2010) menyebutkan bahwa pengaruh dari masalah HAIs tersebut tidak hanya mempengaruhi pasien saja melainkan juga pekerja di rumah sakit seperti pengaturan kesehatan di bagian apa pun, termasuk praktik berbasis kantor. Hal ini juga memungkinkan bahwa pekerja dan pengunjung berisiko menularkan infeksi. Sumber potensial yang menularkan HAIs yaitu tangan petugas, peralatan medis, dan cairan tubuh dari pasien. Penularan HAIs ditransmisi melalui kontak langsung maupun tidak langsung baik dari petugas ke pasien, pengunjung ke pasien, dan lingkungan area perawatan. Risiko dari HAIs yaitu masuknya dan berkembangnya virus, bakteri atau mikroorganisme lain sehingga terjadinya infeksi seperti IDO, ISK, IADP, VAP, plebitis, dekubitus. Kemudian juga terdapat risiko dari HAIs yaitu lama perawatan, tertundanya kepulangan, kecacatan atau bahkan kematian, gangguan pernafasan. Kemungkinan penyebab dari risiko jenis HAIs tersebut yang terjabarkan pada tabel 1.3, adalah hygiene dari perorangan petugas, sterilisasi alat, penggunaan APD yang belum optimal, pelaksanaan SOP yang kurang tepat.

29 92 Depkes (2007) menyebutkan risiko infeksi memiliki risiko menginfeksi cukup rendah saat organisme kontak dengan kulit yang utuh dan setiap hari manusia menyentuh benda dimana terdapat organisme di permukaan benda tersebut. Risiko infeksi akan meningkat apabila adanya kontak dengan membran mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko infeksi itu akan semakin meningkat saat mikroorganisme berkontak langsung dengan area tubuh yang biasanya tidak steril, sehingga hal ini akan mempermudah masuknya sejumlah kecil dari organisme saja akan menyebabkan penyakit. Hal tersebut dianalisis perlu adanya pemutusan rantai penularan risiko infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Memutuskan rantai penularan HAIs di rumah sakit dengan pencegahan HAIs dengan menggunakan alat pelindung diri dan kegiatan menjaga kebersihan tangan petugas. Berdasarkan wawancara informan menyebutkan bahwa mereka sangat sadar untuk menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan, namun terkadang mereka suka lupa. Menurut Ernawati, dkk (2014) menjabarkan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan merupakan menjadi salah satu hal penting untuk dilakukan agar dapat mengurangi adanya penularan mikroorganisme dan mencegah terjadinya infeksi. Apabila hal tersebut dilakukan dengan baik dan benar, maka dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan dari angka kejadian HAIs. Kebersihan tangan adalah salah satu mengatasi masalah kesehatan dan merupakan hal penting secara keseluruhan dan tindakan yang paling

30 93 praktis serta dapat menghemat biaya untuk mengurangi kejadian infeksi berhubungan dengan penyebaran resistensi mikroba di semua sistem perawatan dan pelayanan kesehatan. Walaupun menjadi tindakan yang sangat sederhana, kepatuhan dalam kebersihan tangan dalam petugas pelayanan kesehatan masih rendah (Kadi et al, 2012). Beberapa dari petugas kesehatan menyebutkan hambatan pelaksanaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap bersumber dari petugas kesehatannya terkadang mereka suka lupa untuk mencuci tangan kemudian pelaksanaan 5 moment. Apabila dianalisis lebih lanjut melalui wawancara yang telah dilakukan untuk tindakan menjaga kebersihan tangan di petugas kesehatan sudah dilakukan dengan 6 langkah cuci tangan dan 5 moment cuci tangan namun masih ada kendala seperti lupa dan kurang sadar dengan tindakan cuci tangan. Kemudian dari analisis evaluasi kepatuhan cuci tangan pun sebagian dari petugas kesehatan tidak mendapatkan evaluasi secara individu terkait pelaksanaan cuci tangan. Berikut adalah gambar 6 langkah cuci tangan dan penatalaksanaa 5 moment menurut WHO (2009) :

31 94 Gambar langkah cuci tangan (WHO, 2009) Gambar moment untuk cuci tangan (WHO, 2009) 3. Penilaian risiko Berdasarkan hasil penilaian risiko yang dijabarkan dalam penelitian ini bahwa jenis HAIs yang memiliki risiko sangat tinggi adalah IDO. Mawalla,dkk (2011) menjabarkan bahwa infeksi luka operasi ini

32 95 telah dilaporkan menjadi salah satu penyebab paling umum dari HAIs, 20-25% dari semua HAIs di seluruh dunia. IDO bertanggungjawab terhadap adanya peningkatan biaya, morbidilitas, dan mortalitas yang berkaitan dengan pembedahan dan tetap menjadi salah satu masalah yang besar besar diseluruh dunia. Tingkat IDO dilaporkan berkisar dari 2,5 % menjadi 41,9 %. Di Amerika Serikat, sekitar 2% sampai 5% dan 16 juta pasien yang menjalani prosedur bedah setiap tahun memiliki infeksi pasca operasi. NHS hospitals (2012) di inggris menyebutkan faktor risiko terjadinya IDO ialah usia, jenis kelamin, durasi operasi dan kelas luka, ASA score (status fisik pre operasi) dibawah 93 %, dan Body Mass Index 42% secara keseluruhan. Risiko IDO bervariasi berdasarkan kemungkinan kontaminasi mikroba pada tindakan pembedahan, tertinggi pada pembedahan usus besar sebesar 10 % dan terendah pembedahan prothesis lutut sebesar 1%. NHS hospitals (2014) berdasarkan data surveilans yang dilakukan tahun kejadian IDO tertinggi pada pembedahan ortopedi. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk adanya pengklasifikasian jenis pembedahan di rumah sakit untuk pelaporan data surveilans IDO. 4. Evaluasi dan Tindak lanjut risiko Penatalaksanaan tindak lanjut dari risiko IDO yang dapat dianalisis dari hasil penelitian tersebut dapat dijabarkan dalam uraian berikut :

33 96 a. Ketidakpatuhan cuci tangan yang masih kurang pada petugas kesehatan Penatalaksanaan risiko yang dapat rumah sakit lakukan adalah dengan melakukan sosialisasi dan edukasi cuci tangan kepada petugas kesehatan sebelum dan setelah melakukan tindakan operasi ataupun perawatan luka operasi. Kemudian melaksanakan evaluasi dengan audit kegiatan kepatuhan cuci tangan pada petugas secara rutin dan berkala. Menurut penelitian yang dilakukan Pratama, dkk (2015) bahwa solusi yang disepakati untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan adalah dengan meningkatkan pengetahuan melalui cara memberi pembuktian efektifitas hand hygiene dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan melalui pemeriksaan agar gel. Mathur (2011) menjelaskan dalam kondisi klinis di semua akan diuraikan seperti di bawah ini, ketika tangan petugas yang tidak terlihat kotor, dapat menggunakan berbasis alkohol untuk menggosok tangan dapat digunakan secara rutin untuk mendekotaminasi tangan. (a) sebelum memiliki kontak langsung dengan pasien. (b) sebelum menggunakan sarung tangan steril saat intravascular pusat kateter. (c) sebelum memasang kateter urin, kateter vaskuler perifer, atau lainnya tindakan invasif yang tidak memerlukan prosedur bedah. (d) setelah kontak kulit dengan pasien (misalnya, ketika mengambil nadi atau tekanan darah atau mengangkat pasien). (e) setelah kontak dengan tubuh cairan atau ekskresi, selaput lendir, kulit yang tidak utuh atau

34 97 terkelupas, dan dressing luka jika tangan tidak terlihat kotor (f) setelah kontak dengan benda mati (termasuk peralatan) medis dan lingkungan sekitar pasien. (g) setelah melepas sarung tangan. (h) jika berpindah dari yang terkontaminasi pada tubuh ke tubuh yang bersih selama pelayanan pasien. Perlunya pengawasan dan monitoring terkait dari pelaksanaan kepatuhan menjaga kebersihan tangan dan 5 moment dari pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Budaya sadar risiko infeksi harus tertanam di setiap petugas kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit. Meningkatkan motivasi untuk menjaga kebersihan tangan sebagai suatu budaya yang berakar di rumah sakit. Peralatan yang steril dan petugas yang bekerja secara aseptic seperti sterilitas semua instrumen yang dipakai baik diruang operasi, diruangan rawat inap, tindakan cuci tangan, penggunaan sarung tangan, dan pemakaian masker memiliki peran yang penting dalam mencegah dan pengendalian terjadinya infeksi nosokomial seperti Infeksi Luka Operasi.(Nurkusuma, 2009). Dalam penelitian yang dilakukan Nurkusama (2009) juga menyebutkan bahawa prosedur ganti balut dengan tidak mencuci tangan sebelum mengganti balut memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian MRSA.. Menurut Chassin, Mayer, dkk (2013) menyebutkan solusi terkait tidak ada tekanan dalam budaya keselamatan dalam menjaga kebersihan tangan di semua tingkatan adalah dengan membuat

35 98 menjaga kebersihan tangan merupakan kebiasaan, menjamin komitmen pimpinan untuk kepatuhan menjaga kebersihan tangan mencapai ± 90 %, melayani sebagai role model dengan mempraktekkan hand hygiene yang tepat, menciptakan tanggungjawab pada semua pemberi pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, staf jasa makanan, petugas kebersihan, rohaniwan, teknisi dan terapis. Menjaga kebersihan tangan merupakan hal penting untuk memutuskan rantai infeksi b. Belum optimalnya pelaksanaan kontrol luka operasi Pelaporan surveilans IDO yang telah dilakukan dalam wawancara menyebutkan bahwa data dan hasilnya masih bias. Hal ini dikarenakan kurangnya pengidentifikasian kontrol luka operasi yang belum dilaksanakan secara optimal. Pengumpulan data dalam pengkategorian, pengklasifikasian dan jenis operasi tidak dilakukan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2011), bahwa ada hubungan yang signifikan antara klasifikasi operasi dengan kejadian infeksi luka operasi. Damani (2003) juga menyatakan bahwa dalam pengklasifikasian pasien operasi merupakan faktor risiko yang mutlak mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi. Pelaksanaan kegiatan surveilans IDO masih perlu pengawasan dan monitoring serta sosialisasi kepada IPCLN dalam hal faktor pengetahuan petugas kesehatan dalam tanda-tanda infeksi,

36 99 pengumpulan data, kelengkapan dan ketepatan. RS PKU Muhammadiyah Gamping sudah menggunakan SIMRS dalam pelaporan surveilans HAIs, namun masih perlu adanya monitoring dan pengawasan terkait pengisian dan kelengkapan dari pelaporan data HAIs yang dikumpulkan. Menurut penelitian yang dilakukan Lowman (2016), menunjukkan bahwa kegiatan surveilans yang proaktif memberikan kontribusi yang signifikan daripada pendekatan reaktif pencegahan infeksi dan berhasil menurunkan infeksi. Pada penelitian Aisyah, dkk (2015) menyebutkan bahwa terdapat kekurangan dalam pengumpulan data, ketepatan dan kelengkapan pengisian formulir. Pelaksanaan kompilasi data di Rumah Sakit X Surabaya berupa koreksi data yang dilaporkan oleh IPCLN. Variabel yang sering kosong atau tidak diisi pada bagian: (a) Register kohort, yaitu variabel prosedur operasi, multiprosedur insisi yang sama, ASA score, dan klasifikasi luka. (b) Pre-operasi, yaitu variabel suhu pasien, status merokok, screening MRSA, pencukuran, penggunaan steroid, radioterapi sebelumnya, mandi sebelum operasi, dan profilaksis. (c) Durante operasi, yaitu variabel sirkulasi udara, tekanan udara, suhu, air count, jamur AC, kelembaban ruang operasi, antibiotik tambahan, dan jumlah staf. c. Dukungan manajemen yang dirasa belum optimal Kerjasama dari pihak manajemen dan keterlibatan pimpinan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dirasakan

37 100 perlu. Peran direktur dalam pencegahan dan kontrol infeksi seharusnya menjadi media penghubung antara manajer dan petugas kesehatan dengan jalan adanya monitoring kinerja dan adanya dukungan (Brannigan, Murray, dkk., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Mustariningrum, dkk (2015) menyebutkan bahwa pengaruh supervisi dari atasan dapat meningkatkan efisiensi dan dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam bertugas. Apabila dianalisis berdasarkan hasil penelitian bahwa peranan pimpinan dan kerjasama dalam pembahasan IDO masih dinilai kurang. Kerjasama antar tim PPI ke kamar operasi pun masih dirasakan masih belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini yang memungkinkan untuk dapat adanya perbaikan. Tingkat dari strategi manajemen untuk memastikan adanya kegiatan yang mengatur keefektifan kontrol infeksi yang sudah dilaksanakan dalam pengontrolan infeksi serta yang terpenting adanya dukungan pihak manajemen dan direktur rumah sakit. Pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab semua individu dan pemberi layanan kesehatan (Brannigan, Murray, dkk., 2009).

38 Strategi pencegahan dan pengendalian HAIs penggunakan antibiotik profilaksis yang rasional monitoring, sosialisasi dan evaluasi berkala pada petugas/staff kerjasama dam dukungan manajemen pelaksanaan pertemuan rutin dan berkala mengidentifikasi bakteri penyebab HAIs mengoptimalkan pelaporan surveilans HAIs memutuskan rantai penularan dengan menjaga kebersihan tangan, penggunaan APD, menjaga sterilitas peralatan medis strategi penurunan HAIs pelatihan staff terkait pencegahan dan pengendalian infeksi Gambar. 13. Strategi Penurunan HAIs Menurut Darmadi (2008), cara yang pertama dengan cara meningkatkan daya tahan dari penjamu melalui pemberian imunisasi aktif maupun imunisasi pasif dengan cara promosi kesehatan. Cara kedua dengan mematikan atau menginaktivasikan agen penyebab infeksi melalui metode fisik seperti pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya serta melalui metode kimiawi seperti klorinasi air, desinfeksi. Cara yang ketiga dengan memutus mata rantai penularan. Tindakan ini adalah hal yang paling mudah tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan. Dalam tindakan pencegahan ini sudah disusun dalam isolation precaution (kewaspadaan Isolasi) yang

39 102 terdiri dari standar precaution (kewaspadaan standar) dan transmissionbased precaution (kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Kemudian yang keempat adalah antisipasi tindakan pencegahan paska pajanan seperti penularan melalui darah dan cairan tubuh lainnya akibat tertusuk jarum bekas pakai atau terpapar hal lainnya. Menurut peraturan Kemenkes (2011) bahwa pusat dari eliminasi infeksi maupun infeksi-infeksi lain adalah dengan cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Hal terpenting yang harus diperhatikan rumah sakit dalam sasaran V keselamatan pasien: pelaksanaan pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan yakni : a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety). b. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. c. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Penggunaan antibiotik profilaksis dalam pembedahan dinilai sangat penting karena bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Nelwan (2010) menyebutkan dalam terapi profilaksis, antibiotik dapat pula digunakan untuk mencegah adanya infeksi baru pada seseorang atau mencegah kekambuhan serta merupakan hal yang paling utama untuk mencegah komplikasi yang serius pada waktu tindakan pembedahan. Pengembangan resistensi bakteri

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta pola kuman 3. Program pendidikan dan pelatihan PPI 4. Program penggunaan antimikroba rasional N0 KEGIATAN MONITORING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin pesatnya ilmu dan teknologi di bidang medis masa kini, maka semakin kompleks pula pelayanan kesehatan di rumah sakit, ditandai dengan meningkatnya prosedur-posedur invasive baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT Naskah Publikasi ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA NURMALITA SARI 20141030098 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR Disusun oleh : Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RUMAH SAKIT UMUM AULIA LODOYO BLITAR JL. RAYA UTARA LODOYO KEMBANGARUM

Lebih terperinci

LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI BULAN APRIL S.D JUNI 2016

LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI BULAN APRIL S.D JUNI 2016 LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI BULAN APRIL S.D JUNI 216 KOMITE PPI 216 LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI

Lebih terperinci

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM KEWASPADAAN ISOLASI Oleh : KOMITE PPIRS RSCM POKOK BAHASAN Pendahuluan Definisi Kewaspadaan Transmisi Etika batuk Menyuntik yang aman Prosedur lumbal pungsi Kelalaian - kelalaian Tujuan Setelah pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

Infection Control Risk Assesment, Strategi Dan Dampak Penurunan Health-Care Associated Infections Di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

Infection Control Risk Assesment, Strategi Dan Dampak Penurunan Health-Care Associated Infections Di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta Infection Control Risk Assesment, Strategi Dan Dampak Penurunan Health-Care Associated Infections Di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta Elsye Maria Rosa Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON A. PENDAHULUAN Health care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas medis untuk kesehatan masyarakat bisa dilakukan di poliklinik maupun di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA A. PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

Trend Angka Infeksi Triwulan III Tahun 2017

Trend Angka Infeksi Triwulan III Tahun 2017 Persentase/permill LAPORAN PPI SURVAILANS TRIWULAN III TAHUN 27 Trend Angka Infeksi Triwulan I, II, dan III tahun 27 Bulan IDO ISK IADP VAP Dekubitus Phlebitis TW I,3% 3, TW II,8% 7,3 TW IIII,% 2,5 Trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan di antaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (Huber, 2010). Pencegahan pengendalian infeksi nosokomial adalah program yang

Lebih terperinci

FOKUS AREA : Program kepemimpinan dan koordinasi (PPI 1; 2;

FOKUS AREA : Program kepemimpinan dan koordinasi (PPI 1; 2; FOKUS AREA : Program kepemimpinan dan koordinasi (PPI 1; 2; 3; 4) Fokus dari program (PPI 5; 5.1; 6; 7; 7.1; 7.1.1; 7.2; 7.3; 7.4; 7.5) Prosedur Isolasi (PPI 8 ) Teknik pengamanan dan hand hygiene ( PPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya bagi dokter Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, 2009).Keselamatan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan kesehatan profesional, pusat terapi dan diagnosis yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA DISUSUN OLEH TIM PPI RS SYAFIRA Jl. JenderalSudirman No. 134 Pekanbaru Telp. (0761) 3061000 Fax : (0761) 41887 Email :cso@rssyafira.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Healthcare Acquired Infections (HAIs) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan

Lebih terperinci

PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya

PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya TELUSUR POKJA PPI PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya Kualifikasi ketua dan anggota Tim PPI Uraian tugas ketua dan anggota Tim PPI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2016 di Unit Bedah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2016 di Unit Bedah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pelaksanaan Penelitian Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2016 di Unit Bedah Sentral RS PKU Muhammadiyah Gamping. Adapun tahapan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumen rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya sebuah rumah sakit tidak hanya dari jenis dan macam penyakit yang harus

Lebih terperinci

Laporan bulanan PPI Bulan September

Laporan bulanan PPI Bulan September Laporan bulanan PPI Bulan September EVALUASI PROGRAM 1. Rancangan program PPI Program rancangan PPI mengacu kepada standar program PPI yang terdiri atas pencegahan infeksi, kewaspadaan isolasi, surveilan,

Lebih terperinci

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1 D NO 1 2 3 4 STANDAR PPI 1 PPI 1.1 5 6 PPI 2 7 8 9 PPI 3 10 11 12 PPI 4 13 14 15 PPI 5 16 17 18 19 20 PPI 6 21 22 23 PPI 6.1 24 25 26 PPI 6.2 27 28 29 PPI 7 30 31 32 33 PPI 7.1 34 35 36 37 38 PPI 7.2 39

Lebih terperinci

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA TESIS Diajukan Guna Memenuhi Sebagaian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

Management Healthcare Associated Infections (HAIs)

Management Healthcare Associated Infections (HAIs) Management Healthcare Associated Infections (HAIs) MAKALAH Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Mata Kuliah Management Patient Safety Disusun Oleh : Firman Dwi Cahyo, S.Tr.Kep KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) Nama Rumah Sakit Alamat Rumah Sakit Nama Pembimbing Tanggal Bimbingan : : : : STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN PROGRAM KEPEMIMPINAN DAN KOORDINASI

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. Rumah sakit memiliki resiko untuk terjadi Health care Associated

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. Rumah sakit memiliki resiko untuk terjadi Health care Associated BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, sehingga pada pengembangan rumah

Lebih terperinci

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA I. PENDAHULUAN Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, perlu dilakukan pengendalian infeksi, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun. Berbagai penelitian menunjukkan HAIs

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Peraturan.:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Peraturan.: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu mengenai munculnya penyakit infeksi atau Emerging Infectious Diseases timbul sejak dua tahun ini dengan adanya kekhawatiran akan terjadinya pandemi flu, baik akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petugas kesehatan yang paling sering berinteraksi dan paling lama kontak dengan pasien dalam memberikan asuhan salah satunya adalah perawat (Nursalam, 2011). Perawat

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI Oleh: TIM PPI RS BHAYNGKARA WAHYU TUTUKO BOJONEGORO DAFTAR ISI: Daftar isi... 2 I. Pendahuluan...3 II. Perencanaan program pengendalian infeksi berbasis Akreditasi rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Sebagai wujud pengamalan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, maka diperlukan

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

C. TUJUAN 1. TujuanUmum : Untuk membantu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terhadap pasien

C. TUJUAN 1. TujuanUmum : Untuk membantu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terhadap pasien A. PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perawat profesional dalam melaksanakan peran dan fungsinya sehari hari, selalu beresiko tertular terhadap berbagai penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi secara kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai Healthcare Associated Infections (HAIs), yaitu infeksi yang berhubungan dengan asuhan pelayanan kesehatan, merupakan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 9% (variasi 3-

BAB I PENDAHULUAN. utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 9% (variasi 3- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi nasokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi di rumah sakit merupakan masalah yang cukup besar pada pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) terjadi di seluruh dunia, baik di negara sedang berkembang maupun negara

Lebih terperinci

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015 LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015 R S U HAJI SURABAYA KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA 2015 BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

Bagian XIII Infeksi Nosokomial Bagian XIII Infeksi Nosokomial A. Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan pengertian infeksi nosokomial 2. Menjelaskan Batasan infeksi nosocomial 3. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan tidak bisa terlepas dari keselamatan pasien, yang merupakan suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /...

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /... PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA KECAMATAN PONOROGO Jl. Pahlawan No. 30 Telp (0352) 485446 Ponorogo Kode 63419 Kode Pos 63455 KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018 LAPORAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018 RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA INDIKATOR AREA KLINIS 1. Assesmen awal medis lengkap dalam 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT...

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT... KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RS xxx NOMOR : 012 / SK /.xx / VII / 2012 TENTANG ICN (INFECTION CONTROL NURSE)/IPCN (INFECTION PREVENTION AND CONTROL NURSE), DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT... Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Di jaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pencegahan dan Pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) yang ektif menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit yang baik. Mengingat pentingnya program Pencegahan dan

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan berisiko tinggi terinfeksi penyakit yang dapat mengancam keselamatannya saat bekerja. Menurut catatan World Health Organization (WHO) tahun 2004 didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus, R & Panjaitan,

BAB I PENDAHULUAN. mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus, R & Panjaitan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepala ruangan merupakan tenaga perawat yang diberi tugas memimpin satu ruang rawat, dan bertanggung jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan, yang berperan sebagai

Lebih terperinci

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN 1 INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN PENGERTIAN Infeksi adalah proses ketika seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen/infeksius dan menyebabkan sakit. Nosokomial berasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tenaga kesehatan di Klinik Hemodialisis Nitipuran berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 dokter dan 7 perawat. Setiap hari terdapat 3 kali pergantian shift perawat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Universal precautions merupakan pedoman pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh seluruh petugas pelayanan kesehatan terhadap semua pasien, pada setiap tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diderita pasien selama dirawat di rumah sakit atau di tempat pelayanan lain, atau infeksi yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

KOMITE PPI RSUD KABUPATEN BULELENG TAHUN 2018

KOMITE PPI RSUD KABUPATEN BULELENG TAHUN 2018 KOMITE PPI RSUD KABUPATEN BULELENG TAHUN 2018 KEGIATAN POKOK Kegiatan dalam program kerja tahun 2017 meliputi : Melaksanakan Surveilans (PPI 6) Melakukan Investigasi Outbreak (PPI 6) Membuat Infection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat dari fasilitas pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas dengan istilah Healthcare Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Universal precaution (kewaspadaan standar) merupakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia cukup tinggi. Kasus infeksi nosokomial menunjukkan angka yang cukup tinggi. Tingginya

Lebih terperinci

Ventilator Associated Pneumonia

Ventilator Associated Pneumonia Ventilator Associated Pneumonia Area Kategori Indikator Perspektif Sasaran Strategis Dimensi Mutu Tujuan Klinis Tindakan pengendalian infeksi RS Proses Bisnis Internal Terwujudnya penyelenggaraan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengelolaan linen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari pengumpulan linen kotor dari masing-masing ruangan, pengangkutan, pencucian, penyetrikaan, penyimpanan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ratusan juta pasien terkena dampak Health care-associated infections di

BAB I PENDAHULUAN. Ratusan juta pasien terkena dampak Health care-associated infections di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), health care-associated infections (HAIs) atau infeksi dapatan di pelayanan kesehatan adalah efek samping yang paling sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial merupakan infeksi serius dan berdampak merugikan pasien karena harus menjalani perawatan di rumah sakit lebih lama. Akibatnya, biaya yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terpapar oleh mikroorganisme patogen di lingkungan kerja seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Mikroorganisme

Lebih terperinci