BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Era globalisasi yang terjadi saat ini selalu mengantarkan umat manusia kepada kemajuan. Kemajuan di bidang informasi, pengetahuan dan teknologi adalah menjadi kemajuan paling pesat pada abad ini. Kemajuan inilah yang menyebabkan timbulnya kecenderungan manusia untuk tergabung pada sebuah organisasi. Keinginan untuk mencapai tujuan bersama dengan menggunakan daya semaksimal mungkin adalah hal yang ditawarkan organisasi. Kerja sama dan rasionalitas adalah ciri khas yang dimiliki sebuah organisasi (Subkhi dan Jauhar, 2013). 1. Teori Organisasi Menurut Subkhi dan Jauhar (2013), teori organisasi secara umum bisa diartikan sebagai suatu pikiran yang merupakan sekelompok orang yang membagi tugas secara terstruktur untuk mendapatkan pedoman yang ingin dicapai bersama-sama atau teori yang berusaha menerangkan/meramalkan bagaimana organisasi dan orang didalamnya berperilaku dalam berbagai struktur organisasi. Menurut Subkhi dan Jauhar (2013), hakekat organisasi adalah adanya orang-orang yang usahanya harus di koorganisasikan tersusun dari sejumlah subsistem yang saling berhubungan dan saling tergantung bekerja bersama atas dasar pembagian kerja, peran dan wewenang serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Organisasi adalah suatu kerjasama sekelompok 10

2 digilib.uns.ac.id 11 orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada. Organisasi merupakan sarana untuk mewujudkan kebersamaan dan sebagai wadah untuk menyampaikan ide dan gagasan sehingga dapat terwujud tujuan dari organisasi. Organisasi dapat dijadikan ajang untuk bersosialisasi, bekerja sama dengan rasional dan sistematis, hal ini akan mendukung pemerintah daerah untuk saling berkoordinasi. SKPD merupakan sarana organisasi dalam koridor tatanan eksekutif pada penyelenggaraan koordinasi pemerintah daerah, sehingga penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan dengan tertib dan teratur. Koordinasi yang tepat pada SKPD akan meningkatkan kinerja pemerintah daerah dan mampu memotivasi untuk menyampaikan pelaporan keuangan secara tepat waktu. Menurut McAuley, Duberly, dan Johnson (2007) teori organisasi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari bagaimana mengkoordinasi orang-orang di dalamnya dalam mencapai tujuan tertentu. Pugh (1977) dalam Mc Auley et al (2007) menyatakan teori organisasi adalah suatu studi tentang struktur, fungsi dan kinerja organisasi dan perilaku orang-orang dan kelompok yang berada di dalamnya. Teori ini juga mempelajari bagaimana organisasi berfungsi dan bagaimana seharusnya organisasi diatur. Menurut Sutarto (1985) teori organisasi dilihat dari beberapa pendekatan yaitu pendekatan klasik, pendekatan perilaku, pendekatan pengambilan keputusan, pendekatan spontanitas, pendekatan peran serta, pendekatan pengarahan, pendekatan sistem dan pendekatan kontingensi.

3 digilib.uns.ac.id 12 Laegaard dan Bindslev (2006) menggunakan tiga level dalam menentukan teori organisasi, yaitu: a) Tingkat sosial-psikologi Berkaitan dengan hubungan individu dan antar personal dalam organisasi. Contohnya: teori ekpekstasi, teori administratif, teori kebutuhan dan teori motivasi. b) Tingkat struktural Tingkatan ini memfokuskan pada organisasi secara umum dan subdivisi dalam organisasi. Contohnya: model birokrasi, teori administrasi, organisasi loose-cloupled. c) Tingkat Makro Tingkatan ini memfokuskan pada organisasi sebagai pemain terkait dengan organisasi lain dan masyarakat. Contohnya: learning organization. Organisasi mempunyai struktur organisasi yang mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan job describtion. Struktur organisasi ini sangat penting untuk membagi tugas dan wewenang sesuai dengan spesialisasi kerja. Struktur organisasi dalam pemda mempunyai alur yang sistematis. Dalam pelaksanaan kinerja pemerintahan, pemerintah daerah memerlukan struktur organisasi yang tepat, dan mampu membagi fungsi-fungsi organisasi pemerintah daerah. Pada tingkat psikologi sosial pemerintah daerah harus mampu melihat ekspektasi dan motivasi, sehingga mampu merancang dan merealisasikan visi dan misi dari organisasi pemerintah daerah, hubungan individu ini menjadi sangat penting untuk membangun person didalam tubuh

4 digilib.uns.ac.id 13 organisasi. Pada tingkat struktural maka organisasi harus mampu membangun birokrasi yang handal. Alur-alur organisasi yang jelas dan sesuai dengan aturan-aturan yang ada, sehingga mampu menciptakan pada tingkatan makro, atau lebih luasnya adalah membangun sinergi yang positif antara pemerintah daerah dan masyarakat. Ketiga tingkatan tersebut jika terpenuhi maka akan memberikan motivasi pemerintah daerah untuk berkinerja dengan baik dan mampu memberikan informasi keuangan maupun non keuangan secara tepat waktu, dan masyarakat mampu mengawasi jalannya pemerintahan. 2. Perkembangan Teori Organisasi. Organisasi adalah suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu atau orang yang saling berinteraksi menurut suatu pola yang terstruktur dengan cara tertentu sehingga setiap anggota organisasi mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing, dan sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu, dan juga mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga organisasi dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Subkhi dan Jauhar, 2013). 3. Pendekatan dalam Teori Organisasi Berikut ini penjelasan para ahli menurut Subkhi dan Jauhar (2013) berkaitan dengan pendekatan dalam teori organisasi: 1) Pendekatan klasik Frederick W. Taylor, yang beranggapan bahwa organisasi adalah beban kerja/kapasitas kerja atau dengan kata lain, manusia dianggap sebagai mesin. Teori klasik berkembang menjadi 3 aliran yaitu:

5 digilib.uns.ac.id 14 a. Teori Birokrasi Kata birokrasi mula-mula berasal dari kata legal-rasional. Organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan perencanaan organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Weber dalam Subkhi dan Jauhar (2013), bentuk organisasi yang birokratis secara kodrat adalah bentuk organisasi yang birokratis, secara kodrat adalah bentuk organisasi yang paling efisien. Weber dalam Subkhi dan Jauhar (2013) mengemukakan karakteristik-karakteristik birokrasi sebagai berikut: 1. Pembagian kerja yang jelas 2. Hierarki wewenang yang dirumuskan secara baik 3. Program rasional dalam pencapaian tujuan organisasi 4. System prosedur bagi penanganan situasi kerja 5. System aturan yang mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban posisi para pemegang jabatan. 6. Hubungan-hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal. Birokrasi adalah sebuah model organisasi normative, yang menekankan struktur dalam organisasi. Unsur-unsur birokrasi masih banyak ditemukan di organisasi-organisasi modern yang lebih kompleks daripada hubungan face to face yang sederhana. b. Teori Administrasi Teori administrasi adalah bagian kedua dari teori organisasi klasik. Teori administrasi berkembang sejak tahun Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henry fayol dan Lynlali Urwick dari Eropa, serta Mooney dan Reiley di Amerika. Fayol dalam Subkhi dan Jauhar (2013) mengatakan bahwa semua kegiatan-kegiatan industrial dapat dibagi menjadi 6 kelompok: a. Kegiatan teknis (produksi, adaptasi) b. Kegiatan komersial (pembelian dan pertukaran) c. Kegiatan keamanan (perlindungan terhadap kekayaan dan personalia organisasi)

6 digilib.uns.ac.id 15 d. Kegiatan akuntasi (penentuan persediaan, biaya, penyusunan neraca dan laporan rugi-laba) e. Kegiatan manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pemberi perintah dan pengawasan) Fayol dalam Subkhi dan Jauhar (2013) mengemukakan dan membahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori administrasi. Prinsip-prinsip dari Fayol tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut: a) Pembagian kerja b) Wewenang dan tanggung jawab. c) Disiplin d) Kesatuan perintah e) Kesatuan pengarahan f) Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. g) Balas jasa. Fayol dalam Subkhi dan Jauhar (2013) memperinci fungsi-fungsi kegiatan administrasi menjadi elemen-elemen manajemen, yakni perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengoordinasian, dan pengawasan. Pembagian kegiatan-kegiatan administrasi atas fungsi-fungsi ini dikenal sebagai Fayol s fungctionalism atau teori fungsionalisme Fayol. Mooney dan Reilly dalam Subkhi dan Jauhar (2013), menyebut koordinasi sebagai faktor terpenting dalam perencanaan organisasi maupun penciptaan teori yang mereka kemukakan. Mereka menekankan tiga prinsip organisasi yang mereka teliti dan temukan, yang telah dijalankan dalam organisasi-organisasi pemerintahan agama, militer dan bisnis. Prinsip organisasi ini adalah: a) Prinsip koordinasi b) Prinsip scalar c) Prinsip fungsional d) Manajemen Ilmiah

7 digilib.uns.ac.id 16 c. Manajemen Ilmiah Bagian ketiga dari teori klasik adalah manajemen ilmiah. Menurut Subkhi dan Jauhar (2013) Manajemen ilmiah dikembangkan mulai sekitar tahun 1990 oleh Frederick Winslow Taylor, yang telah dipergunakan cukup luas. Teori manajemen ilmiah masih banyak dijumpai dalam praktik-praktik manajemen modern, manajemen ilmiah merupakan metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Bagi kita yang penting adalah memandang manajemen ilmiah sebagai teknik-teknik manajerial yang sangat berharga. Empat kaidah dasar manajemen yang harus dilaksanakan dalam organisasi perusahaan, yaitu : a. Menggantikan metode-metode kerja dalam praktik dengan berbagai metode yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar. b. Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah, agar memungkinkan para karyawan bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan spesialisasinya. c. Pengembangan ilmu tentang kerja seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus diintegrasikan, sehingga para karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai tingkat upah yang tinggi, sementara manajemen dapat menekankan, biaya produk jadi lebih murah. d. Untuk mencapai manfaat manajememn ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental para karyawan melalui pendekatan antara karyawan dan manajer sebagai upaya untuk menimbulkan suasana kerja sama yang baik. 2) Pendekatan Neo-Klasik Aliran pemikiran yang muncul selanjutnya digambarkan sebagai teori neo klasik, yang secara sederhana dianggap sebagai suatu teori atau aliran hubungan manusia. Teori neo klasik dikembangkan atas dasar teori klasik.teori neoklasik mengubah, menambah, dan memperluas teori klasik.

8 digilib.uns.ac.id 17 Teori neoklasik menekankan pentingnya aspek psikologis dan sosial karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. Teori neoklasik sebenarnya bukan merupakan teori baru yang muncul seperti teori klasik, teori neoklasik muncul dan mengusulkan perubahan perubahan pada teori klasik sejak ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia dikenalkan. Pendekatan neoklasik mencakup uraian sistematis organisasi informal dan pengaruhnya para organisasi formal. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi percobaan-percobaaan yang dilakukan Hawthorne dan tulisan Hugo Nunsterbergh. Pendekatan neo klasik ditemukan juga dalam buku-buku tentang hubungan manusia seperti Ardner dan Moore, Human relation in industry, dan lain sebagainya. 3) Pendekatan modern. Teori modern mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu system tertutup yang berhubungan dengan lingkungan yang stabil, tapi organisasi adalah suatu system terbuka yang harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungannya. Teori modern adalah multidisiplin yang berasal dari berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan. Teori organisasi dan manajemen modern dikembangkan sejak tahun Teori modern yang menekankan perpaduan dan perancangan menyediakan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh. Teori organisasi modern lebih dinamis daripada teori-teori lainnya dan meliputi lebih banyak variabel yang dipertimbangkan. Menurut Subkhi dan Jauhar (2013), teori modern bisa

9 digilib.uns.ac.id 18 disebut sebagai teori organisasi dan manajemen yang memadukan teori klasik dan neoklasik dengan konsep-konsep yang lebih maju. Karakteristik pemerintah daerah merupakan turunan dari pendekatan klasik yang masuk pada teori administrasi, dan secara langsung berkaitan dengan organisasi terbuka, pada organisasi terbuka, organisasi mampu menyesuaikan perkembangan organisasi yang tumbuh secara cepat dan menyesuaikan dengan lingkungannya, sehingga menumbuhkan inovasi organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Patrick (2007) mengenai karakteristik daerah disesuaikan dengan model Roger s yang mempunyai keterkaitan dengan inovasi dari suatu organisasi. Penelitian yang dilakukan Patrick (2007) menggunakan karakteristik pemerintah daerah. Karakteristik tersebut terdiri dari (a) budaya organisasi; (b) struktur organisasi; dan (c) lingkungan ekternal. 4. Dimensi Organisasi Dimensi organisasi menurut Subkhi dan jauhar (2013) terbagi menjadi dua, yakni : 1) Dimensi structural (internal organisasi). Misalnya formalisasi, spesialisasi, standarisasi, sentralisasi, hierarki, kekuasaan (otoritas), kompleksitas, profesionalisme, dan konfigurasi. 2) Dimensi Kontekstual (karakteristik organisasi dan lingkungannya). Misalnya, ukuran organisasi (personil), teknologi organisasi dan lingkungan

10 digilib.uns.ac.id Tingkatan Organisasi Menurut Subkhi dan Jauhar (2013) pendekatan yang dijelaskan oleh teori klasik maupun neo klasik belum mampu menjelaskan rumusan yang bisa berlaku secara umum, pendekatan modern sendiri menyatakan bahwa pandangan yang berkembang selama ini berkembang bukan merupakan teori organiasai melainkan cara berpikir (way of thinking) mengenai organisasi, yaitu cara meninjau dan menganalisis organisasi secara tepat dan mendalam. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan keteraturan sifat organisasi, yang hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau situasi tertentu. Ketergantungan inilah yang menunjukkan bahwa apa yang dianggap sebagai teori organisasi ternyata belum memenuhi persyaratan untuk dinamakan teori, beberapa tingkatan dalam analisis organisasi antara lain: 1. Lingkungan organisasi. 2. Organisasi secara keseluruhan. 3. Bagian-bagian organisasi. 4. Kumpulan individu (group) yang terdapat dalam setiap organisasi. Arah dan analisis dalam organisasi adalah dari lingkungan tingkatan yang paling dalam. Biasanya lingkungan yang mempengaruhi organisasi jarang sekali dijumpai organisasi yang besar dan kuat yang mampu mempengaruhi lingkungannya. Cakupan teori organisasi antara lain : 1. Tingkat institusional (top management) 2. Tingkat manajerial (middle management) 3. Tingkat operasional ( operasional level management) 6. Sistem Organisasi Terbuka Menurut Subkhi dan Jauhar (2013) sistem organisasi terbuka lebih menekankan saling berhubungan commit dan to user saling ketergantungan antara unsur-

11 digilib.uns.ac.id 20 unsur organisasi yang bersifat social dan teknologi. Organisasi dipertimbangkan sebagai serangkaian variabel yang saling berhubungan. Dalam hal tertentu, berubahnya suatu variabel akan menyebabkan perubahan pada variabel lain maupun sistem sosial mencakup organisasi di dalamnya. Organisasi formal diperlukan sebagai suatu system terbuka, karena system ini secara terus menerus melakukan transaksi dengan lingkungan luarnya. Selain itu, sistem ini sangat tergantung pada lingkungan sekitarnya dalam usaha mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Sistem organisasi terbuka tidak hanya terbuka pada lingkungannya saja tetapi terbuka pada organisasi itu sendiri. Organisasi menyesuaikan lingkungannya dengan cara melakukan perubahan-perubahan susunan dan proses dari komponen-komponen yang ada dalam organisasi itu sendiri (Subkhi dan Jauhar, 2013). Menurut Patrick (2007) organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan eksternal mempunyai kecenderungan pada penerapan tipe system organisasi terbuka. Jika sebelumnya organisasi tertutup banyak berpengaruh pada administrasi negara, maka pada system terbuka ini, organisasi lebih mengarah pada administrasi perusahaan, walaupun pada akhir-akhir ini banyak perubahan yang terjadi, namun administrasi public juga menggunakan system terbuka, model system terbuka dibagi menjadi 3 aliran yaitu, human relation, aliran pengembangan organisasi (organizational development) dan aliran organisasi sebagai suatu unit yang berfungsi dengan lingkungannya (Subkhi dan Jauhar, 2013).

12 digilib.uns.ac.id 21 Karakteristik sistem organisasi terbuka merupakan organisasi yang mudah beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga inovasi organisasi mampu berkembang dengan pesat. Karakteristik pemerintah daerah sangat erat kaitannya dengan organisasi system terbuka, hal ini akan menghasilkan inovasi organisasi yang berkaitan dengan struktur organisasi dan lingkungan eksternal organisasi. Menurut Patrick (2007) menyatakan bahwa organisasi system terbuka dapat berinteraksi dengan lingkungan eksternal yang terkait dengan inovasi. Penelitian ini menggunakan struktur dan lingkungan eksternal organisasi sebagai indikator dari karakteristik pemerintah daerah. Struktur organisasi diproxykan dengan spesialisasi kerja, intensitas administrasi, differensiasi fungsi, ketersediaan sumber daya, sedangkan lingkungan eksternal diproxikan dengan debt financing dan intergovernmental revenue. 7. Inovasi Organisasi Adopsi inovasi umumnya ditujukan untuk berkontribusi pada kinerja atau efektivitas organisasi yang mengadopsi inovasi organisasi, sehingga memberikan respon perubahan terhadap lingkungan eksternal maupun internal sebagai bentuk antisipasi yang berpengaruh terhadap lingkungan (Subkhi dan Jauhar, 2013). Adopsi dari inovasi dapat dipahami untuk mencakup perkembangan generasi serta penerapan ide-ide maupun perilaku organisasi yang baru. Sebuah inovasi dapat memunculkan produk baru, jasa, serta proses teknologi

13 digilib.uns.ac.id 22 produksi yang baru, struktur atau system administrasi atau program rencana yang baru dan berkaitan dengan anggota organisasi (Damanpour, 1991) Model Roger s menurut Patrick (2007) mengasumsikan bahwa organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan eksternal cenderung berubah, teori Kahn menurut Patrick (2007) mengatakan bahwa organisasi dengan system terbuka akan berinteraksi dengan lingkungan ekternal sebagai kondisi yang diperlukan untuk bertahan hidup, sehingga hal ini mendukung pernyataan bahwa interaksi dengan lingkungan eksternal terkait dengan inovasi. Penelitian yang dilakukan oleh Patrick (2007) mengenai karakteristik daerah disesuaikan dengan model Roger s yang mempunyai keterkaitan dengan inovasi dari suatu organisasi. Penelitian yang dilakukan Patrick (2007) menggunakan karakteristik pemerintah daerah sebagai variabel independen. Karakteristik tersebut terdiri dari (a) budaya organisasi; (b) struktur organisasi; dan (c) lingkungan ekternal. Budaya organisasi diproxikan dengan kecenderungan berinovasi dan tanggungjawab konstulen. Struktur organisasi diproxikan dengan spesialisasi kerja, diferensial fungsi, intensitas administrasi, ketersediaan sumber daya dan ukuran organisasi. Lingkungan eksternal diproxikan dengan debt financing dan intergovernmental revenue, sehingga penelitian ini menggunakan struktur organisasi dan lingkungan eksternal sebagai indikator dari karakteristik pemerintah daerah.

14 digilib.uns.ac.id Karakteristik Pemda Karakteristik adalah ciri-ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain (Poerwadarminta, 2006). Patrick (2007) menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dengan mengambil dua komponen yaitu, struktur organisasi dan lingkungan eksternal. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto et al. (2010) menggunakan struktur organisasi dan lingkungan eksternal dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dimana struktur organisasi diproksikan dengan size daerah, wealth, functional differentiation, age, dan latar belakang pendidikan kepala daerah sedangkan lingkungan eksternal diproksikan dengan municipality debt financing dan intergovernmental revenue. Berdasarkan penjabaran di atas maka penelitian ini menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dengan menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan dengan total aset, kemakmuran (wealth) diproksikan dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Jumlah SKPD yang diproksikan dengan total seluruh SKPD yang ada di Pemerintah Daerah Papua, leverage yang diproksikan dengan debt to equity, intergovemental revenue diproksikan dengan menggunakan perbandingan antara jumlah dana perimbangan dengan jumlah total pendapatan sedangkan belanja daerah diproksikan dengan menggunakan log dari belanja daerah Ukuran organisasi mengacu pada seberapa besar organisasi. Ukuran dapat diukur dalam berbagai cara, termasuk jumlah karyawan (ukuran modal

15 digilib.uns.ac.id 24 manusia), jumlah aset (ukuran sumber daya fiskal), ukuran kapasitas, dan tingkat produksi (ukuran volume) (Patrick, 2007). Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar biasanya memiliki banyak sumber daya, staf akuntansi dan informasi akuntasi yang lebih canggih dibandingkan dengan perusahaan yang kecil, selain itu perusahaan yang besar biasanya mempunyai perangkat teknologi yang lebih canggih sehingga lebih tepat waktu dalam penyampaian laporan keuangan. Selain itu perusahaan yang besar cenderung memiliki system control internal yang baik sehingga memungkinkan perusahaan segera melaporkan keuangannnya secara tepat waktu (Owusu dan Ansah, 2000). Menurut Dyer dan McHug (1975) bahwa perusahaan yang besar akan lebih konsisten dan tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan keuangannya. Hal ini dikarenakan perusahaan yang besar mempunyai perhatian yang besar dari public, sedangkan menurut Owusu dan Ansah (2000) perusahaan yang besar akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dari public untuk mengungkapkan pelaporan keuangannya. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.

16 digilib.uns.ac.id 25 Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan (UU.No 32 Tahun 2004). Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Adapun sumber-sumber pendapatan asli menurut Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 yaitu: Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari: a. Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan. b. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu

17 digilib.uns.ac.id 26 pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan asli daerah yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

18 digilib.uns.ac.id 27 Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Sehingga pemerintah daerah yang mempunyai PAD yang besar akan lebih cenderung tepat waktu dalam melaporkan LKPD, hal ini dikarenakan semakin besar PAD maka semakin besar kemandirian daerah dan memiliki kinerja yang baik, maka akan lebih besar pula dalam menaati ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Menurut Weston dan Copeland (1995) bahwa rasio leverage adalah mengukur aktiva perusahaan yang dibiayai dengan hutang, sedangkan menurut Owusu dan Ansah (2000) tingkat leverage adalah merupakan perbandingan hutang jangka panjang dengan total asset yang dimiliki perusahaan. Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tersebut tergantung dengan debitur dalam membiayai aktiva perusahaan. Perusahaan yang mempunyai leverage yang lebih rendah maka perusahaan tersebut membiayai investasi perusahaan dengan modal sendiri dan tidak membiayai dengan hutang, sedangkan perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi cenderung tidak dapat melunasi hutangnya baik pokok maupun bunganya. Tingginya rasio leverage mencerminkan bahwa perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan sehingga merupakan berita buruk didepan public (Hendriksen dan Breda, 1992)

19 digilib.uns.ac.id 28 Menurut PP No.55 tahun 2005, Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran daerah masing-masing dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Robbin dan Austin (1987) memaparkan bahwa intergovernmental revenue mempresentasikan tingkat ketergantungan pemerintah daerah. Tingkat ketergantungan yang tinggi cenderung meningkatkan tingkat pengungkapan. Patrick (2007) menggunakan Intergovernmental revenue sebagai salah satu variable dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerah. Tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dapat dilihat dari penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU ini bersifat Block Grant yang artinya penggunaan DAU diserahan kepada pemerintah daerah sesuai dengan prioritas, kepentingan, dan kebutuhan daerah masing-masing yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.

20 digilib.uns.ac.id 29 Diferensiasi fungsional suatu daerah secara positif berhubungan dengan inovasi administrative (Damanpour, 1991; Patrick, 2007). Selain itu SKPD merupakan suatu sarana dalam berbagi ide, informasi, dan inovasi (Damanpour, 1991). Damanpour (1991) menjelaskan bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan adopsi kebijakan akuntansi adalah adanya deferensial fungsi dalam suatu organisasi. Patrick (2007) menemukan bahwa diferensial fungsi berpengaruh dalam pengadopsian suatu standar akuntansi pemerintah. Pemerintah daerah dengan jumlah SKPD lebih banyak akan lebih menerapkan pengungkapan wajib sesuai dengan SAP dibandingkan Pemerintah Daerah yang memiliki jumlah SKPD yang lebih sedikit (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Menurut UU no 32 tahun 2004 pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan publik di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, maupun pendidikan. Semakin tinggi belanja, Pemda seharusnya memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakatnya (Lin dan Raman, 1998) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (propinsi

21 digilib.uns.ac.id 30 ataupun kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga, sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Selain itu belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem. Karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini menggunakan ukuran (size), kemakmuran (wealth), Jumlah SKPD, leverage, intergovernmental revenue, dan belanja daerah. Karakteristik pemerintah daerah merupakan indikator yang akan digunakan untuk menguji pengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Proxi karakteristik pemerintah daerah tersebut digunakan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Patrick

22 digilib.uns.ac.id 31 (2007), yaitu dengan menggunakan struktur organisasi dan lingkungan eksternal. 9. Karakteristik Pemerintah Daerah dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan dengan total aset, kemakmuran (wealth) diproksikan dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Jumlah SKPD yang diproksikan dengan total seluruh SKPD yang ada di Pemerintah Daerah Papua, leverage yang diproksikan dengan debt to equity, intergovemental revenue diproksikan dengan menggunakan perbandingan antara jumlah dana perimbangan dengan jumlah total pendapatan sedangkan belanja daerah diproksikan dengan menggunakan total dari belanja daerah. Menurut Hendriksen dan Breda (2000) menyatakan bahwa informasi tidak dapat relevan jika tidak tepat waktu, yaitu hal itu harus tersedia bagi pengambil keputusan sebelum kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Ketepatan waktu tidak menjamin relevansinya, tetapi relevansi tidaklah mungkin tanpa ketepatan waktu. Oleh karena itu, ketepatan waktu adalah batasan penting pada publikasi laporan keuangan. Akumulasi, peringkasan dan penyajian selanjutnya informasi akuntansi harus dilakukan secepat mungkin untuk menjamin tersedianya informasi sekarang di tangan pemakai. Ketepatan waktu juga menunjukkan bahwa laporan keuangan harus disajikan pada kurun waktu yang teratur untuk memperlihatkan perubahan

23 digilib.uns.ac.id 32 keadaan perusahaan yang pada gilirannya mungkin akan mempengaruhi prediksi dan keputusan pemakai. Size merupakan variabel yang sering digunakan untuk mengukur karakteristik suatu organisasi baik dalam sektor privat maupun sektor publik. Ukuran organisasi mengacu pada seberapa besar organisasi. Ukuran dapat diukur dalam berbagai cara, termasuk jumlah karyawan (ukuran modal manusia), jumlah aset (ukuran sumber daya fiskal), ukuran kapasitas, dan tingkat produksi (ukuran volume) (Patrick, 2007). Menurut Dyer dan McHug (1975) bahwa perusahaan yang besar akan lebih konsisten dan tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan keuangannya, hal ini juga berlaku pada pemerintah daerah. Size yang besar menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempunyai kondisi keuangan yang baik dan stabil, sehingga pemerintah daerah yang mempunyai size yang lebih besar akan lebih konsisten dan tepat waktu dalam menyampaikan LKPD kepada BPK. Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber PAD (Harianto dan Adi, 2007). PAD yang besar

24 digilib.uns.ac.id 33 mencerminkan kondisi keuangan pemerintah daerah yang baik dan tidak terbebani oleh hutang dari pihak manapun, sehingga PAD yang besar akan mendorong pemerintah daerah untuk melaporkan LKPD secara tepat waktu kepada BPK. Robbin dan Austin (1987) memaparkan bahwa intergovernmental revenue merepresentasikan tingkat ketergantungan Pemda. Tingkat ketergantungan yang tinggi cenderung meningkatkan tingkat pengungkapan. Pemerintah Pusat memantau apa yang dilakukan. Pemda dan tingkat pencapaian kinerja atas alokasi dana umum dan dana khusus dari Pemerintah. Dengan demikian pemantauan tersebut mendorong Pemda untuk melaporkan pelaporan keuangan dengan tepat waktu sehingga dinilai positif oleh pemerintah atas kinerja yang telah dicapai oleh Pemda dan menghindari pemotongan DAU sebagai sanksi keterlambatan pelaporan keuangan. Menurut Weston dan Copeland (1995) bahwa rasio leverage adalah mengukur aktiva perusahaan yang dibiayai dengan hutang, sedangkan menurut Owusu dan Ansah (2000) tingkat leverage adalah merupakan perbandingan hutang jangka panjang dengan total asset yang dimiliki perusahaan. Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tersebut tergantung dengan debitur dalam membiayai aktiva perusahaan. Menurut PP No. 54/2005 tentang Pinjaman Daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman baik pada pemerintah pusat maupun pihak ketiga. Pemda yang tidak mampu membayar hutang tentunya akan merugikan Pemda itu sendiri. Pemda akan mengalami kesulitan untuk membayar hutang.

25 digilib.uns.ac.id 34 Semakin tinggi leverage maka Pemda akan cenderung tidak tepat waktu dalam menyampaikan LKPD kepada BPK. PP no 58 tahun 2005 menjelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan perangkat daerah pada pemerintah daerah yang diberi kekuasaan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah terutama wewenang atas pengguna anggaran/barang daerah. SKPD merupakan suatu sarana dalam berbagi ide, informasi, dan inovasi (Damanpour, 1991). Damanpour (1991) menjelaskan bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan adopsi kebijakan akuntansi adalah adanya deferensial fungsi dalam suatu organisasi. Patrick (2007) menemukan bahwa diferensial fungsi berpengaruh dalam pengadopsian suatu standar akuntansi pemerintah. SKPD merupakan bagian organisasi pemerintah daerah yang mempunyai kewajiban untuk membuat laporan keuangan. Pemerintah daerah dengan jumlah SKPD lebih banyak akan lebih menerapkan pengungkapan wajib sesuai dengan SAP dibandingkan Pemerintah Daerah yang memiliki jumlah SKPD yang lebih sedikit (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). SKPD yang besar akan mempunyai tekanan untuk dapat melaporkan laporan keuangan sesuai dengan SAP dan tepat waktu dalam menyampaikan LKPD kepada BPK. Menurut UU no 32 tahun 2004 pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan publik di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, maupun pendidikan. Pemda seharusnya memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada

26 digilib.uns.ac.id 35 masyarakatnya (Lin dan Raman, 1998). Belanja daerah sangat erat kaitannya dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga semakin tepat waktu pelaporan keuangan maka alokasi anggaran untuk belanja daerah akan berjalan dengan lancar. 10. Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Ketepatan waktu adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kemampuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Ketepatan waktu (timeliness) menunjukkan kualitas yakni tersedia pada waktu yang tepat dan dijadwalkan dengan baik (Owusu dan Ansah, 2000). Scott (2009) mendefinisikan pengungkapan pelaporan sebagai media informasi yang diharapkan dapat membantu investor atau pihak lain untuk memprediksi kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan merupakan hal yang penting untuk mengungkapkan informasi baik bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela (voluntary). Givoly dan Palmon (1982) menyatakan bahwa ketepatan waktu laporan tahunan merupakan batasan penting bagi tingkat kemanfaatan laporan itu sendiri. Chamber dan Penman (1984: 2) mendefinisikan ketepatan waktu dalam dua cara: Ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal melaporkan, ketepatan waktu ditentukan dengan ketepatan waktu pelaporan relative atas tanggal pelaporan yang diharapkan.

27 digilib.uns.ac.id 36 Ketepatwaktuan merupakan kualitas yang berkaitan dengan ketersediaan informasi pada saat dibutuhkan.informasi yang sebenarnya bernilai prediksi tinggi dapat menjadi tidak relevan kalau tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Ketepatwaktuan informasi mengandung pengertian bahwa informasi tersedia sebelum kehilangan kemampuannya untuk mempengaruhi atau membuat perbedaan dalam keputusan (Suwardjono, 2002). Ada tiga kriteria utama yang digunakan dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan yaitu ketepatan waktu, keandalan dan komparabilitas (Iyoha, 2012). Ketepatwaktuan laporan keuangan adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi keputusan (PP No 24 Tahun 2005). Di Indonesia ketepatwaktuan pelaporan keuangan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun Berikut ini adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun ) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 102 ayat (1) : Laporan Keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam pasal 100 ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Tahun Anggaran berakhir. 2) Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 297 ayat (1) : Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat (2) disampaikan Kepala Daerah kepada Badan Pemeriksa

28 digilib.uns.ac.id 37 Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Tahun Anggaran berakhir. 11. Skema Konseptual Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan, karakteristik pemerintah daerah terdiri dari size, kemakmuran (wealth), intergovernmental revenue, leverage, ukuran SKPD, dan belanja modal. Berikut ini merupakan kerangka pemikiran yang menggambarkan model penelitian dan hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian. Variabel Independen Variabel dependen Ukuran Pemda Tingkat Kemakmuran Intergovernmental Revenue Leverage Jumlah SKPD Belanja Daerah H1 (+) H2 (+) H3 (+) H4 (-) H5 (+) H6 (+) Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan

29 digilib.uns.ac.id 38 A. Pengembangan Hipotesis a. Ukuran (Size) Menurut Dyer dan McHug (1975) bahwa perusahaan yang besar akan lebih konsisten dan tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan keuangannya. Hal ini dikarenakan perusahaan yang besar mempunyai perhatian yang dari public, sedangkan menurut Owusu dan Ansah (2000) perusahaan yang besar akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dari public untuk mengungkapkan pelaporan keuangannya. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa size berpengaruh negatif signifikan terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan (Dyer dan McHugh (1975); Givoly dan Palmon (1982); Owusu dan Ansah (2000). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Setiady (2006) menunjukkan bahwa size berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Kabupaten/Kota dengan aset yang lebih besar akan lebih mungkin untuk memenuhi SAP daripada pemerintah daerah dengan pendapatan daerah yang lebih kecil (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Penelitian Patrick (2007) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan. Pemerintah daerah yang memiliki size yang besar akan memiliki tekanan dari public untuk segera menyampaikan LKPD secara tepat waktu. Hal ini dikarenakan laporan keuangan sangat penting untuk

30 digilib.uns.ac.id 39 pengambilan keputusan oleh user. Berdasar uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan: H1: Terdapat pengaruh positif ukuran (size) pemerintah daerah terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. b. Kemakmuran (Wealth). Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber PAD (Harianto dan Adi, 2007). Pertumbuhan yang positif pada PAD akan mendorong adanya investasi sehingga secara bersamaan investasi tersebut akan mendorong adanya perbaikan infrastruktur daerah (Mustikarini dan Fitriasari, 2007). Hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2007) mengungkapkan bahwa karakteristik pemda yang diproxykan dengan PAD terdapat pengaruh positif signifikan terhadap kinerja. PAD yang besar akan meningkatkan kualitas layanan publik dan mendorong pembangunan infrastruktur daerah, semakin besar PAD maka pemerintah daerah akan lebih tepat waktu dalam menyampaikan LKPD, hal ini menunjukkan bahwa

31 digilib.uns.ac.id 40 Pemda memiliki kinerja yang prima sehingga kualitas layanan dan pembangunan infrastruktur pemerintah daerah cepat terealisasi. Berdasar uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan: H2: Terdapat pengaruh positif PAD (Pendapatan Asli Daerah) terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. c. Intergovermental Revenue Menurut Patrick (2007) intergovernmental revenue merupakan salah satu pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Robbin dan Austin (1987) memaparkan bahwa intergovernmental revenue merepresentasikan tingkat ketergantungan Pemda. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mustikarini dan Fitriasari (2007) mengungkapkan bahwa intergovernmental revenue memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Penelitian Robbin dan Austin (1987) menemukan bahwa bentuk pemerintahan, ketergantungan terhadap hutang dan ketergantungan dana federal (intergovernmental revenue) adalah variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas pengungkapan baik itu menggunakan simple index maupun compound index, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Martani dan Puspita (2011) mengungkapkan bahwa intergovernmental revenue memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan dan kualitas informasi dalam website pemda.

32 digilib.uns.ac.id 41 Tingkat ketergantungan yang tinggi cenderung meningkatkan tingkat pengungkapan. Pemerintah Pusat memantau apa yang dilakukan Pemda dan tingkat pencapaian kinerja atas alokasi dana umum dan dana khusus dari Pemerintah, dengan demikian pemantauan tersebut mendorong Pemda untuk melaporkan pelaporan keuangan dengan tepat waktu sehingga dinilai positif oleh pemerintah atas kinerja yang telah dicapai oleh pemda dan menghindari pemotongan DAU sebagai sanksi keterlambatan pelaporan keuangan. Berdasar uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan: H3: Terdapat pengaruh positif tingkat ketergantungan terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. d. Leverage Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pinnuck dan Potter (2009) menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara leverage dan kualitas laporan keuangan. Menurut Weston dan Copeland (1995) bahwa rasio leverage adalah mengukur aktiva perusahaan yang dibiayai dengan hutang, sedangkan menurut Owusu dan Ansah (2000) tingkat leverage adalah merupakan perbandingan hutang jangka panjang dengan total asset yang dimiliki perusahaan. Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tersebut tergantung dengan debitur dalam membiayai aktiva perusahaan. Perusahaan yang mempunyai leverage yang lebih rendah maka perusahaan tersebut membiayai investasi perusahaan dengan modal sendiri dan tidak membiayai dengan hutang. Sedangkan perusahaan yang memiliki

33 digilib.uns.ac.id 42 leverage yang tinggi cenderung tidak dapat melunasi hutangnya baik pokok maupun bunganya. Tingginya rasio leverage mencerminkan bahwa perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan sehingga merupakan berita buruk didepan public (Hendriksen dan Breda, 1992). Menurut PP No. 54/2005 tentang Pinjaman Daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman baik pada pemerintah pusat maupun pihak ketiga. Pemda yang tidak mampu membayar hutang tentunya akan merugikan Pemda itu sendiri. Pemda akan mengalami kesulitan untuk membayar hutang. Semakin tinggi leverage maka Pemda akan cenderung tidak tepat waktu dalam menyampaikan LKPD kepada BPK. Berdasar uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan: H4: Terdapat pengaruh negatif leverage terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah. e. Jumlah SKPD PP no 58 tahun 2005 menjelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan perangkat daerah pada pemerintah daerah yang diberi kekuasaan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah terutama wewenang atas pengguna anggaran/barang daerah Patrick (2007) dan Damanpour (1991) menggunakan diferensial fungsi dalam menentukan karakteristik daerah. SKPD merupakan bagian dari diferensial fungsional dalam pemerintah daerah (Suhardjanto et al dalam Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011).

34 digilib.uns.ac.id 43 Pemerintah daerah dengan jumlah SKPD lebih banyak akan lebih menerapkan pengungkapan wajib sesuai dengan SAP dibandingkan Pemerintah Daerah yang memiliki jumlah SKPD yang lebih sedikit (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). SKPD yang memiliki jumlah yang besar akan lebih tepat waktu dalam menyampaikan LKPD kepada BPK, hal ini dikarenakan SKPD mendapat tekanan yang positif untuk menyerahkan laporan keuangan keuangan tersebut dengan tepat waktu dan sesuai daengan SAP. Berdasar uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan: H5: Terdapat pengaruh positif ukuran SKPD terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah. f. Belanja Daerah Menurut UU no 32 tahun 2004 pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan publik di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, maupun pendidikan. Semakin tinggi belanja, Pemda seharusnya memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakatnya (Lin dan Raman, 1998). Penelitian terdahulu Lin dan Raman (1998) menemukan belanja daerah atas gaji pegawai memiliki pengaruh negatif terhadap pengambilan keputusan, tetapi berpengaruh positif atas belanja pendidikan, belanja keamanan (kepolisian) dan belanja perumahan. Belanja daerah sangat erat kaitannya dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga semakin tepat waktu pelaporan keuangan maka alokasi anggaran untuk

35 digilib.uns.ac.id 44 belanja daerah akan berjalan dengan lancar dan terealisasi. Berdasar uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan: H6: Terdapat pengaruh positif belanja daerah terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Entitas Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan penyelenggaraan pemerintah. Saat itu sebagian wewenang dari pemerintah pusat diberikan kepada sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. derajat desentralisasi pemerintah daerah yang dihubungkan dengan karakteristik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. derajat desentralisasi pemerintah daerah yang dihubungkan dengan karakteristik BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Penelitian ini mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya tentang derajat desentralisasi pemerintah daerah yang dihubungkan dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya gejolak sosial pada tahun 1999 memunculkan lahirnya kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Gejolak sosial tersebut didahului dengan adanya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang Pemerintahan yakni perubahan struktur pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memasuki era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang otonomi daerah yang didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memasuki era otonomi daerah dengan diterapkannya Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yang menerapkan sistem sentralisasi dimana segala kekuasan dan

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yang menerapkan sistem sentralisasi dimana segala kekuasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kesatuan menerapkan sistem pemerintahan daerah berupa sistem desentralisasi atau otonomi daerah. Sejak reformasi tahun 1998 Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian dan menuntut pemerintah agar mampu melaksanakan reformasi di segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut. 3. Bagi masyarakat, memberikan informasi yang jelas tentang pengelolaan keuangan di Provinsi Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 4. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan akan menjadi salah satu bahan penilaian yang penting, karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran tersebut tercantum

Lebih terperinci

CIRI CIRI, UNSUR DAN TEORI ORGANISASI

CIRI CIRI, UNSUR DAN TEORI ORGANISASI CIRI CIRI, UNSUR DAN TEORI ORGANISASI Nama Kelas : Siti Cholisoh : 2KA39 NPM : 17112047 Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2013 CIRI, UNSUR DAN TEORI ORGANISASI Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memajukan pembangunan masyarakat yang makmur dan sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah khususnya dalam proses penganggaran dan manajeman keuangan daerah salah satunya prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen et al (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era reformasi yang terjadi di negara kita memberikan banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah timbulnya otonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melakukan upaya konkrit mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Daerah merupakan pihak yang menjalankan roda perekonomian, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang dituntut untuk dapat melaksanakan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, merupakan salah satu pengeluaran investasi jangka panjang dalam kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

STUDI TENTANG ORGANISASI

STUDI TENTANG ORGANISASI STUDI TENTANG ORGANISASI Teori-Teori Organisasi 1. Teori Organisasi Klasik Teori ini biasa disebut dengan teori tradisional atau disebut juga teori mesin. Berkembang mulai 1800-an (abad 19). Dalam teori

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori Dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang menjelaskan hubungan perjanjian antara satu orang atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendelegasikan sebagian wewenang untuk pengelolaan keuangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. mendelegasikan sebagian wewenang untuk pengelolaan keuangan kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah, mengingat pemerintah merupakan entitas sektor publik yang paling besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang berbeda dengan sektor swasta. Organisasi sektor publik disebut sebagai entitas ekonomi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa :

diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah pada awalnya diberlakukan melalui Undang undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, hingga pada akhirnya berlaku Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai wujud dari desentralisasi sistem pemerintahan telah dilaksanakan secara efektif di Indonesia sejak 1 Januari 2001. Kebijakan otonomi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan alat penguji untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan. Menurut Baridwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s. PENDAHULUAN Sebagai perwujudan pembangunan daerah dan tata kelola keuangan daerah, landasan kerja pemerintah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance Government) telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah berlaku secara efektif sejak awal Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN

BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8-1 BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8.1. Pendapatan Daerah 8.1.1. Permasalahan Lambatnya perkembangan pembangunan Provinsi Papua Barat saat ini merupakan dampak dari kebijakan masa lalu yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintah daerah dan pengelolaan keuangan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah Sejak otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia maka sejak saat itu hingga kini

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agen Teori dalam penelitian ini menjelaskan pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah adalah teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi Bab 1 PENDAHULUAN Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah yang diteliti dan dikerucutkan dalam bentuk rumusan permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Tuntutan ini mengharuskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SEJARAH TEORI MANAJEMEN

PERKEMBANGAN SEJARAH TEORI MANAJEMEN MATERI 2 PERKEMBANGAN SEJARAH TEORI MANAJEMEN STMIK KAPUTAMA BINJAI Wahyu Sugeng Imam Soeparno, SE., M.Si Latar belakang sejarah manajemen Manajemen telah ada sejak lama, dimana usaha yg terorganisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

Lebih terperinci