BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintah daerah dan pengelolaan keuangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa pemerintah daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi daerah. Selain UU No.32 Tahun 2004 ditetapkan juga UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi. 1 Konsekuensi atas pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya dilakukan reformasi anggaran (budgeting reform), khususnya reformasi APBD. APBD disusun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 dimana Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen

2 2 dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Sesudah RAPBD disetujui oleh DPRD, RAPBD kemudian ditetapkan menjadi APBD melalui Peraturan daerah. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya. Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota. Adapun proses pengesahan kebijakan anggaran daerah yaitu Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Termasuk dalam Draft Anggaran adalah Nota Keuangan. Pembahasan Draft Anggaran didasarkan pada Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Anggaran disepakati. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat dilaksanakan hanya setelah divalidasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk anggaran provinsi dan oleh Gubernur untuk anggaran Kota atau Kabupaten. Evaluasi tersebut dimaksudkan untuk menjaga koherensi antara kebijakan daerah dan nasional, antara kepentingan publik dan kepentingan pemerintah daerah, dan untuk menilai apakah anggaran yang direncanakan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan/atau peraturan daerah lain yang ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum ditetapkan oleh Gubernur, rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

3 3 yang telah disetujui oleh DPRD serta draft Peraturan Gubernur tentang Detailization dari APBD harus diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk evaluasi. Konsekuensi, sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota, rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh Kabupaten/Kota Parlemen dan rancangan Kepala Badan/Peraturan Walikota tentang Detailization dari APBD harus disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah divalidasi kemudian akan ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai Peraturan Daerah tentang APBD. Kepala Daerah juga menetapkan Peraturan tentang Detailization dari APBD. Tanggal terbaru dari diberlakukannya kedua Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Detailization dari APBD adalah 31 Desember. Otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun amanat UU 32/2004 untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan masih jauh dari apa yang diharapkan. Daerah-daerah yang diberikan kewenangan mengurusi dirinya sendiri justru memanggul beban masalah yang besar, terutama ketidakberesan mengelola APBD untuk rakyat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan selama empat semester terakhir menunjukkan tren jumlah kasus kerugian negara semakin meningkat dan tingkat penyelesaiannya turun pada

4 4 semester I tahun anggaran Pada semester I TA 2013 jumlah kasus kerugian negara meningkat hingga 24,56 persen dari semester sebelumnya (BPK, 2014). Pendelegasian kewenangan tentunya disertai dengan penyerahan dan pengalihan tanggung jawab pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dalam kerangka desentralisasi fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yaitu dana bagi hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang-undang Nomor 33/2004). Pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Pasal 4 No.105 Tahun 2000 yang menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan atas keadilan dan kepatuhan. Berdasarkan kutipan dari media republika dijelaskan bahwa Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) mencatat kinerja realisasi belanja pemerintah provinsi (pemprov) sampai dengan semester I 2014 mencapai 23

5 5 persen. Angka itu lebih rendah dari pencapaian periode yang sama tahun 2013, yaitu 31 persen. Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) terdapat tiga persoalan utama yang kerap membelenggu pelaksanaan anggaran daerah, diantaranya adalah adanya mal administrasi dalam pelaporan keuangan daerah yang terindikasi dari opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemerin tahan Tabel 1.1 Opini LKPD Berdasarkan Tingkat Pemerintahan Tahun Tahun WTP WDP TW TMP Total WTP WDP TW TMP Total WTP WDP TW TMP Total WTP WDP TW TMP Total (Sem I) Provinsi Kabupaten Kota Pemerintah Daerah % 67% 0% 15% 100% 4% 64% 6% 26% 100% 13% 72% 3% 12% 100% 6,51% 65,71% 4,98% 22,80% 100% % 58% 0% 12% 100% 9% 67% 2% 22% 100% 23% 67% 2% 8% 100% 12,79% 66,60% 1,53% 19,08% 100% % 33% 0% 15% 100% 18% 64% 1% 17% 100% 34% 58% 0% 8% 100% 22,90% 60,88% 1,15% 15,08% 100% % 45% 0% 6% 100% 26% 61% 3% 10% 100% 38% 59% 0% 3% 100% 29,77% 59,35% 2,10% 8,78% 100% % 21% 0% 3% 100% 44% 50% 1% 5% 100% 62% 38% 0% 0% 100% 49,80% 45,63% 0,79% 3,77% 100% Sumber : IHPS I BPK-RI Tahun WTP : Wajar Tanpa Pengecualian WDP : Wajar Dengan Pengecualian TW : Tidak Wajar TMP : Tidak Memberi Pendapat Upaya untuk terus melakukan perbaikan atas kinerja keuangan pemerintah daerah tentu terus dilakukan. Hal ini terlihat pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2015, dimana BPK melaporkan hasil pemeriksaan atas 504 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2014 dari 539 LKPD yang seharusnya menyerahkan LKPD Tahun 2014 yaitu 251 diantaranya mendapat opini WTP (49,80%), 230 opini WDP (45,64%), 4 opini Tidak Wajar (TW) (0,79%), dan

6 6 19 opini TMP (3,77%). LKPD yang mendapatkan opini WTP meningkat sebesar 20,03% dibandingkan tahun 2013 atau dari 29,77% pada tahun 2013 menjadi 49,80% pada tahun Kenaikan opini WTP tersebut menunjukan kenaikan kualitas LKPD. Akan tetapi kita tidak bisa puas dengan hasil tersebut, karena masih ada beberapa LKPD yang mendapat opini WDP, TW, dan bahkan TMP. Sehingga upaya untuk terus meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah harus terus dilakukan. Berdasarkan IHPS I BPK-RI Tahun 2015, ditemukan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah meliputi permasalahan senilai Rp1,42 triliun pada 473 pemerintah daerah. Dan permasalahan yang menyebabkan kerugian paling besar ada pada provinsi DKI Jakarta dengan jumlah kerugian kurang lebih 206,78 miliar. Seharusnya sebagai Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta bisa meminimalisir adanya permasalahan yang ada. Tabel 1.2 Rasio Pertumbuhan Asset dan Ekuitas Pemerintah Indonesia (Triliun Rupiah) Uraian Asset 2.423, , , , ,92 Pertumbuhan (%) *) 24,75 13,55 3,92 9,62 Ekuitas 627, , ,10 915, ,54 Pertumbuhan (%) *) 71,46 18,59 (28,26) Sumber : Kementerian Keuangan, ,60 *) r = ((t1 t0) / t0) x 100% Keterangan : r = Pertumbuhan Asset atau Ekuitas t1 = Tahun yang dihitung t0 = Tahun sebelumnya

7 7 Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio keserasian, debt service coverage ratio, dan pertumbuhan (Halim dalam Sularso, 2011). Jika dilihat dari pertumbuhan asset dan ekuitas pada Tabel 1.2, sempat terjadi penurunan yang signifikan pada tahun 2013 terutama pada pertumbuhan ekuitas. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam kinerja keuangan Pemerintah di Indonesia. Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli daerah (PAD). PAD merupakan salah satu sumber utama pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya desentralisasi fiskal, daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar untuk mengoptimalkan PAD-nya sehingga seharusnya porsi PAD sebagai komponen penerimaan daerah juga meningkat.

8 8 Tabel 1.3 Penyerapan Anggaran Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Tahun Anggaran PAD (a) , , , , ,28 Realisasi PAD (b) , , , , ,82 Penyerapan (%) *) 116,71 123,63 115,28 109,89 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 100,89 *) r = (b / a) x 100% Keterangan : r = Penyerapan Anggaran a = Anggaran tahun dihitung b = Realisasi tahun dihitung Penyerapan anggaran pendapatan asli daerah termasuk baik karena realisasi atas pendapatan asli daerah selalu melebihi pendapatan asli daerah yang telah dianggarkan. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1.3 dimana penyerapan anggaran selalu di atas 100 persen yaitu 116,71 persen pada tahun 2010, 123,63 persen pada tahun 2011, 115,28 persen pada tahun 2012, 109,89 persen pada tahun 2013, dan 100,89 persen pada tahun Tabel 1.4 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Uraian PAD , , , , ,82 Pertumbuhan (%) *) 29,78 17,55 17,40 19,54 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah *) r = ((t1 t0) / t0) x 100% Keterangan : r = Pertumbuhan PAD t1 = Tahun yang dihitung t0 = Tahun sebelumnya

9 9 Namun, berdasarkan data pada Tabel 1.4 dapat terlihat bahwa realisasi pertumbuhan PAD dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, akan tetapi persentase kenaikan tersebut semakin menurun terutama pada tahun 2012 dan 2013 yaitu sebesar 17,55 persen pada tahun 2012 dan 17,40 persen pada tahun Padahal PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah dalam menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat (Julitawati, Darwanis, & Jalaluddin 2012). Maka dari itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain PAD, Dana Perimbangan juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap sturktur APBD. Salah satu bagian dari Dana Perimbangan adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaranya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan.

10 10 Tabel 1.5 Penyerapan Anggaran Dana Alokasi Umum Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Tahun Anggaran DAU (a) , , , , ,38 Realisasi DAU (b) , , , , ,93 Penyerapan (%) *) 99,73 103,01 101,22 99,56 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 100,06 *) r = (b / a) x 100% Keterangan : r = Penyerapan Anggaran a = Anggaran tahun dihitung b = Realisasi tahun dihitung Anggaran atas dana alokasi umum dapat diserap dengan baik oleh pemerintah daerah. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1.5 dimana penyerapan dana alokasi umum hampir selalu mencapai target yang di anggarkan. Dimana penyerapannya secara berurutan yaitu 99,73 persen pada tahun 2010, 103,01 persen pada tahun 2011, 101,22 persen pada tahun 2012, 99,56 persen pada tahun 2013, dan 100,06 persen pada tahun Tabel 1.6 Realisasi Dana Alokasi Umum Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Uraian Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 DAU , , , , ,93 Pertumbuhan (%) *) 17,18 21,41 13,13 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 10,15 *) r = ((t1 t0) / t0) x 100% Keterangan : r = Pertumbuhan DAU t1 = Tahun yang dihitung t0 = Tahun sebelumnya

11 11 Kebutuhan pemerintah daerah atas dana alokasi umum terus mengalami peningkatan, hal ini terlihat pada Tabel 1.6 dimana realisasi DAU dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 selalu bertambah, bahkan pada tahun 2012 realisasi DAU mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 21,41 persen atau dari ,28 miliar rupiah pada tahun 2011 menjadi ,82 miliar rupiah pada tahun Hal ini membuktikan ketergantungan pemerintah daerah atas bantuan pemerintah pusat melalui DAU selalu bertambah dari tahun ke tahun. Selain DAU, Dana Alokasi Khusus (DAK) juga merupakan bagian dari Dana Perimbangan. DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan mengunakan rumus alokasi umum atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam Undang Undang No. 33/2004 Pasal 39 dinyatakan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Penggunaan dana perimbangan untuk DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, yaitu sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program kegiatan pendidikan, kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan perundangundangan.

12 12 Tabel 1.7 Penyerapan Anggaran Dana Alokasi Khusus Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Tahun Anggaran DAK (a) 808, , , , ,27 Realisasi DAK (b) 819, , , , ,24 Penyerapan (%) *) 101,43 106,35 99,75 96,84 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 100,70 *) r = (b / a) x 100% Keterangan : r = Penyerapan Anggaran a = Anggaran tahun dihitung b = Realisasi tahun dihitung Anggaran atas dana alokasi khusus dapat diserap dengan baik oleh pemerintah daerah. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1.7 dimana penyerapan dana alokasi khusus hampir selalu mencapai target yang di anggarkan. Dimana penyerapannya secara berurutan yaitu 101,43 persen pada tahun 2010, 106,35 persen pada tahun 2011, 99,75 persen pada tahun 2012, 96,84 persen pada tahun 2013, dan 100,70 persen pada tahun Tabel 1.8 Realisasi Dana Alokasi Khusus Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Uraian Realisasi Tahun 2010 Realisasi Tahun 2011 Realisasi Tahun 2012 Realisasi Tahun 2013 Realisasi Tahun 2014 DAK 819, , , , ,24 Pertumbuhan (%) *) 54,97 4,91 33,23 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 5,51 *) r = ((t1 t0) / t0) x 100% Keterangan : r = Pertumbuhan DAK t1 = Tahun yang dihitung t0 = Tahun sebelumnya

13 13 Pada Tabel 1.8 terlihat bahwa realisasi DAK selalu mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, bahkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2011 dan 2013 yaitu sebesar 54,97 persen dan 33,23 persen. Hal ini membuktikan bahwa ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat melalui DAK selalu bertambah dari tahun ke tahun. DAU dan DAK merupakan komponen yang penting dalam pendapatan pemerintah daerah. Maka dari itu penyaluran dana perimbangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah harus di awasi dengan ketat. Pasalnya ada banyak dana transfer yang tidak terealisasikan dengan baik oleh pemerintah daerah. Salah satu kasus terkait dana perimbangan seperti yang disampaikan oleh media kompas online, dimana terjadi kasus penyalahgunaan sebagian dari anggaran proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Kota Tual tahun 2014 senilai Rp 3,99 miliar. Penyalahgunaan dana tersebut dilakukan oleh Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kota Tual, Maluku dan Direktur PT Pribumi Jaya yang bertindak sebagai kontraktor dalam proyek tersebut (Kompas, 2016). Selain kasus terkait penyalahgunaan Dana Alokasi Umum, kasus yang hampir sama juga terjadi pada Dana Alokasi Khusus. Seperti yang disampaikan pada media online tribunnews, telah terjadi kasus penyalahgunaan anggaran pada pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kab. Kepulauan Sitaro, Manado tahun 2012 sebesar Rp 924 juta. Penyalahgunaan yang dilakukan oleh pejabat Sekretaris Disdikpora ini tentu menambah kekhawatiran atas realisasi Dana Perimbangan berupa Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus (Tribunnews, 2016). Dengan adanya kasus kasus tersebut, maka pelaksanaan atas realisasi dana

14 14 perimbangan harus diawasi dengan ketat supaya dana perimbangan dapat terealisasi dengan baik. Dalam usaha memberikan pelayanan publik yang baik, maka Pemerintah Daerah perlu merealisasikan belanja modal. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika, semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun akan semakin banyak. Realisasi belanja modal dinilai memiliki dampak lebih tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan realisasi belanja operasi seperti belanja pegawai dan belanja barang. Hal ini dikarenakan belanja modal bisa digunakan instansi pemerintah untuk melakukan investasi yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Tabel 1.9 Penyerapan Anggaran Belanja Modal Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Tahun Anggaran BM (a) , , , , ,95 Realisasi BM (b) , , , , ,40 Penyerapan (%) *) 94,82 97,14 94,14 84,94 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 60,47 *) r = (b / a) x 100% Keterangan : r = Penyerapan Anggaran

15 15 a b = Anggaran tahun dihitung = Realisasi tahun dihitung Namun kenyataannya penyerapan anggaran atas belanja modal masih sangatlah buruk. Hal ini terlihat pada Tabel 1.9 dimana penyerapan anggaran belanja modal tidak pernah mencapai 100 persen. Bahkan pada tahun 2014 penyerapan anggaran belanja modal hanya mencapai 60,47 persen. Hal ini berarti Pemerintah Daerah tidak menggunakan anggaran belanja modal secara efektif. Tabel 1.10 Perbandingan Alokasi Belanja PEMDA Seluruh Indonesia (Miliar Rupiah) Uraian Realisasi % *) Realisasi % *) Realisasi % *) Realisasi % *) Realisasi % *) Belanja Operasi (a) Belanja Modal (b) Jumlah Belanja Langsung (y) Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah *) (a / y) x 100% atau (b / y) x 100% Dalam pengalokasian anggaran, pemerintah lebih cenderung memperbesar belanja operasi seperti belanja pegawai dan belanja barang daripada belanja modal. Seperti yang terlihat pada Tabel 1.10 alokasi belanja operasi jauh lebih besar dibandingkan dengan alokasi belanja modal. Realisasi belanja modal bahkan tidak pernah mencapai 50% dari jumlah realisasi belanja langsung selama tahun 2010 sampai Sebagai contoh pada tahun 2010 terdapat selisih sebesar 14 persen, dimana belanja operasi dialokasikan sebesar 57 persen dari jumlah belanja langsung sedangkan belanja modal hanya dialokasikan sebesar 43 persen dari jumlah belanja langsung. Hal ini serupa dengan tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dimana selisih antara keduanya secara berurutan adalah 20 persen pada tahun 2011, 24

16 16 persen pada tahun 2012, 22 persen pada tahun 2013, dan 22 persen pada tahun Padahal peran belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi lebih besar dibandingkan belanja operasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bagian dari faktor-faktor finansial yang mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin baik kinerja keuangan pemerintah daerah. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap sturktur APBD. Selain PAD, DAU, dan DAK, bertambahnya Belanja Modal pada suatu daerah akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor yang akan berujung pada meningkatnya kinerja keuangan pemerintah daerah. Sedangkan jumlah penduduk merupakan bagian dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah. Jumlah penduduk di suatu daerah akan berpengaruh tehadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Semakin besar jumlah penduduk suatu daerah, maka akan menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik lebih baik, dengan adanya tuntuntan tersebut maka pemerintah akan terdorong untuk meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

17 17 Penelitian Yanto, Hamdi, dan Meihendri (2015) menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara Parsial berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di provinsi Sumatera Barat. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian Wenny (2012) yang menyatakan bahwa PAD yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan dan kekayaan daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Nugroho dan Rohman (2012) mengemukakan bahwa belanja modal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan namun dengan arah negatif, sementara hasil penelitian Rochmah (2015) menunjukkan belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Febriansyah (2015) mengemukakan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan di Pemerintah Kabupaten dan Kota se-sumatera Bagian Selatan, akan tetapi hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Julitawati (2012) menyatakan bahwa DAU bagian dari dana perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Hasil Penelitian Febriansyah (2015) menunjukkan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan di Pemerintah Kabupaten dan Kota se-sumatera Bagian Selatan, namun hal ini bertentangan dengan penelitian Rukmana (2013) yang menyatakan bahwa DAK bagian dari dana perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah.

18 18 Penelitian Rustiyaningsih dan Immanuela (2014) menunjukkan bahwa Ukuran (size), Dana Perimbangan, Belanja Daerah, Leverage, dan Hasil Audit BPK tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pemerintah Daerah, sementara PAD dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian Hasthoro, H.A. dan Suhardjanto, Djoko yang menyatakan bahwa ukuran, korupsi, dan jumlah SKPD berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah, sementara belanja modal, jumlah penduduk, dan kualitas teknologi informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul PENGARUH PAD, BELANJA MODAL, DAU, DAN DAK TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DENGAN KOMPLEKSITAS PEMERINTAHAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi pada PEMPROV se-indonesia Tahun ). B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap jumlah penduduk? 2. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap jumlah penduduk? 3. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap jumlah penduduk? 4. Apakah dana alokasi khusus (DAK) berpengaruh terhadap jumlah penduduk?

19 19 5. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah? 6. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah? 7. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah? 8. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah? 9. Apakah dana alokasi khusus (DAK) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah? 10. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk? 11. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk? 12. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk? 13. Apakah dana alokasi khusus (DAK) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap jumlah penduduk.

20 20 b. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh belanja modal terhadap jumlah penduduk. c. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap jumlah penduduk. d. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap jumlah penduduk. e. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap kinerja keuangan daerah. f. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan daerah. g. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan daerah. h. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap kinerja keuangan daerah. i. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap kinerja keuangan daerah. j. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk. k. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk. l. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk.

21 21 m. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap kinerja keuangan daerah melalui jumlah penduduk. 2. Kontribusi Penelitian Diharapkan bahwa hasil penelitian dapat berguna dan bermanfaat, baik kegunaan praktik maupun kegunaan kebijakan, diantaranya sebagai berikut : a. Kontribusi Praktik Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan mengenai kinerja keuangan daerah agar dapat meningkatkan kinerja keuangannya. b. Kontribusi Akademik Bagi Akademisi, penelitian ini diharapkan bisa memberikan tambahan pengetahuan mengenai keuangan pemerintah daerah dan bisa menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji lebih lanjut dalam topik yang sama.

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Tuntutan ini mengharuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian dan menuntut pemerintah agar mampu melaksanakan reformasi di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring diberlakukannya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001 melalui UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini, berdampak pada percepatan perubahan perilaku masyarakat, terutama yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan daerah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen anggaran daerah disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya kekuasaan orde baru pada tahun 1998 menyebabkan banyak perubahan yang terjadi di pemerintahan Indonesia. Perubahan tidak terjadi di pusat tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor: 378). Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memasuki era otonomi daerah dengan diterapkannya Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 jo Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis merupakan suatu fenomena global. Tuntutan ini mengharuskan setiap pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN korantangerang.com DPRD Banten mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) i Banten 2013 mencapai Rp6,052 triliun. Pengesahan APBD 2013 tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014 Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014 SETYANTA NUGRAHA KARO ANALISA APBN SETJEN DPR RI 6/1/2014 Biro Analisa APBN 1 PROFIL APBN 2014 175.35 (5%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya gejolak sosial pada tahun 1999 memunculkan lahirnya kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Gejolak sosial tersebut didahului dengan adanya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia tercinta. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam reformasi dibidang keuangan negara, perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintah yang transparan dan akuntabel menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Sampul Depan Judul... Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... i iii iv vii vii ix xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. daerah otonom yaitu daerah yang merupakan kewajiban, hak, dan wewenang untuk mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah berlaku secara efektif sejak awal Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi dalam bidang sektor publik di Indonesia setelah adanya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya otonomi daerah pemerintah diberikan kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah. Perubahan pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah wajib bertanggung jawab untuk melaporkan segala kegiatan yang diselenggarakan. Bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang selama ini menganut sistem sentralistik berubah menjadi sistem desentralistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan adanya masa transisi perubahan sistem pemerintah, yang sebelumnya sistem pemerintah bersifat sentralistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa provinsi dan setiap provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing memiliki pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan keuangannya sesuai dengan tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki masa reformasi, penyelenggaraan otonomi daerah semakin dipandang perlu sebagai jawaban terhadap tuntutan penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk BAB I PENDAHULUAN Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian dan kontribusi penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri dari ribuan pulau dengan budaya, sosial dan kondisi perekonomian yang berbeda antar masing-masing daerah

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semenjak diberlakukannya Undang-Undang N0. 22 tahun 1992 yang di revisi

BAB I PENDAHULUAN. semenjak diberlakukannya Undang-Undang N0. 22 tahun 1992 yang di revisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya reformasi pada tahun 1998, kondisi pemerintahan cenderung dinamis. Bermunculan terobosan baru dalam pola pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Termasuk

Lebih terperinci