METODE CASE BASED LEARNING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE CASE BASED LEARNING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST II"

Transkripsi

1 METODE CASE BASED LEARNING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST II Ika Tristanti Jurusan DIII Kebidanan STIKES Muhammadiyah Kudus Abstrak Denver Development Screening Test (DDST) adalah salah satu metode untuk deteksi kelainan perkembangan anak. Kesulitan mahasiswa untuk belajar DDST II adalah menghitung usia anak, memahami istilah dalam DDST II, interpretasi hasil atau kesimpulan pemeriksaan DDST II. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan bahwa mahasiswa yang mendapat nilai di atas B hanya 23,7% sedangkan sisanya 76,3% mendapat nilai kurang dari atau sama dengan B. Berkenaan dengan masalah yang ditemukan dalam studi DDST II, penulis melakukan pembelajaran dengan model belajar berbasis kasus untuk meningkatkan minat dan pemahaman mahasiswa tentang DDST II. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah analisis deskriptif. Penelitian ini juga melakukan analisis reflektif untuk mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan yang telah dilakukan. Hasil pelaksanaan penelitian pada siklus kedua, siswa yang memiliki minat tinggi dalam metode pembelajaran berbasis kasus sekitar 20 orang (52,6%), total 27 orang (71,1%) mendapat A. Penerapan pemebelajaran berbasis kasus pada pembelajaran DDST II dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman siswa. Keyword : Case based learning, DDST II 1. PENDAHULUAN Kebidanan adalah cabang ilmu kesehatan yang terfokus pada kesehatan ibu dan anak. Bidan sebagai pelaksana dalam bidang Kebidanan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak. Pendidikan kebidanan di Indonesia saat ini sedang berkembang menuju pendidikan strata 1 dan profesi kebidanan,namun program pendidikan DIII Kebidanan masih sangat dominan. Pendidikan DIII Kebidanan menghasilkan lulusan Bidan dengan gelar Ahli Madya Kebidanan yang akan mengabdi kepada masyarakat secara langsung sehingga lulusannya dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas agar dapat dipercaya dan mampu bersaing di dunia kerja. Oleh sebab itu institusi pendidikan harus selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya sehingga hasil lulusannya dapat diterima dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan Balita merupakan salah satu mata kuliah yang harus diikuti dan diselesaikan oleh mahasiswa DIII Kebidanan sebelum dia dinyatakan lulus sebagai bidan. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk memberikan asuhan kebidanan kepada neonatus, bayi dan balita termasuk di dalamnya adalah kemampuan pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita menggunakan Denver Development Screening Test (DDST II). DDST adalah salah satu metode deteksi terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. (Soetjiningsih, 1998). DDST digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6 tahun. Dengan menggunakan DDST sebagai metode skrining tumbuh kembang anak maka deteksi adanya keterlambatan maupun penyimpangan perkembangan anak dapat dilakukan secara awal sehingga dapat segera dilakukan penanganan sehingga anak masih dapat meneruskan periode tumbuh kembangnya meskipun pernah mengalami keterlambatan. THE 5 TH URECOL PROCEEDING 290 ISBN

2 Pada pembelajaran deteksi perkembangan anak menggunakan DDST II mahasiswa mengalami kesulitan yaitu menghitung usia anak, memahami istilah dalam DDST II, menarik interpretasi hasil atau simpulan pemeriksaan DDST II sehingga mengakibatkan kompetensi mahasiswa untuk melakukan deteksi perkembangan anak kurang. Permasalahan tersebut menyebabkan nilai mahasiswa jurusan Kebidanan STIKES Muhammadiyah Kudus pada kompetensi deteksi perkembangan anak menggunakan DDST II menjadi rendah. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan nilai tes awal yang diperoleh mahasiswa belum optimal, artinya masih banyak jumlah mahasiswa yang mendapatkan nilai di bawah standar. Mahasiswa yang mendapat nilai di atas B hanya mencapai 23,7% sedangkan sisanya yaitu 76,3% mendapat nilai kurang dari sama dengan B. Terkait dengan permasalahan yang ditemukan pada pembelajaran DDST II, maka penulis mencoba untuk melakukan pembelajaran dengan model Pembelajaran berbasis kasus (case based learning). Pembelajaran berbasis kasus merupakan salah satu model Student Centered Learning. Pada model ini, peserta belajar dituntut untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan suatu kasus(masalah) yang nyata. Pembelajaran berbasis kasus merupakan pembelajaran induktif dimana mahasiswa dengan menggunakan kasus(masalah) yang nyata sebagai masukan utama melakukan proses analisis kasus untuk memecahkan masalah atau mengambil keputusan melalui pencarian secara aktif informasi konsep teoritik dan interaksi dengan mahasiswa lainnya yang berpuncak pada diskusi kelas dengan pengarahan fasilitator. Luarannya adalah pengalaman praktik yang berbasis teori bagi mahasiswa. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Apakah penerapan metode Pembelajaran berbasis kasus mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa pada materi DDST II? (2) Apakah penerapan metode Pembelajaran berbasis kasus mampu meningkatkan pemahaman mahasiswa pada materi DDST II? 2. KAJIAN LITERATUR A. Denver Development Screening Test II Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui kematangan dan belajar. Perkembangan anak terdapat suatu peristiwa yang dialaminya yaitu masa percepatan dan perlambatan. Masa tersebut akan berlainan dalam satu organ tubuh. Percepatan dan perlambatan merupakan suatu kejadian yang berbeda dalam setiap organ tubuh tetapi masih saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa perkembangan anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual. Berbagai masalah perkembangan anak seperti keterlambatan motorik, berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif,dalam beberapa tahun ini semakin meningkat. Angka kejadian di Amerika Serikat berkisar 12-16%, Thailand 24%, Argentina 22% dan Indonesia 13-18%. Lima tahun pertama kehidupa seorang anak merupakan masa kritis perkembangan karena pada masa ini terbentuk dasar-dasar kepribadian manusia,kemampuan pengindraan, berpikir, ketrampilan berbahasa, berbicara, bertingkah laku sosial dan sebagainya. Untuk mengurangi masalah perkembangan, perlu dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin yaitu dengan melakukan deteksi dini atau skrining.(dhamayanti,2004) Masalah perkembangan anak cenderung meningkat terutama dengan latar belakang psikososial yang tidak baik, seperti kekerasan dalam rumah tangga,kemiskinan, gangguan perilaku orang tua, pola pengasuhan yang buruk, dan kekerasan pada anak. Sebagian besar anak dengan masalah perkembangan anak tidak terdeteksi pada usia pra sekolah karena tidak menunjukkan gejala yang jelas apabila tidak dilakukan dengan instrumen standar. Berdasarkan fakta tersebut, surveilan dan skrining perkembangan penting untuk dikerjakan pada balita. Pengaturan pelayanan primer instrumen harus sederhana, mudah dikerjakan dan berdasar pada informasi dari orang tua. Keluhan orangtua terhadap perkembangan anaknya merupakan modal utama dalam deteksi dini perkembangan dan THE 5 TH URECOL PROCEEDING 291 ISBN

3 mempunyai korelasi positif dengan diagnosis perkembangan yang sebenarnya. Alat skrining perkembangan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia salah satunya adalah DDST II. (Nur M.Artha, 2012) Penerapan skrining perkembangan anak menggunakan DDST II sebenarnya mudah untuk dilakukan tetapi sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan karena mahasiswa belum mempunyai pengalaman nyata dalam praktik skrining perkembangan anak. Penghitungan usia anak, penentuan status normal, peringatan atau keterlambatan dan interpretasi hasil akhir skrining masih sulit untuk dipahami oleh mahasiswa. DDST adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg dan J. B Dodds untuk mengetahui perkembangan motorik anak pada saat pemeriksaan saja dan dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan datang, bukan merupakan tes diagnostik atau tes Intelegensi, tetapi memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang lain dan dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. Tes ini dapat dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana.dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasi antara % bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada follow up selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian. Penelitian Borowitz (1986) menunjukkan bahwa DDST tidak dapat mengidentifikasi lebih dari separuh anak dengan kelainan bicara. Frankenburg melakukan revisi dan restandarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST tersebut dinamakan Denver II(Soetjiningsih, 1995). a. Aspek perkembangan yang dinilai Frankenburg dkk, (1981), menyatakan bahwa ada 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak berdasarkan DDST, yaitu : 1) Perilaku sosial (personal sosial) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan. 2) Motorik halus (fine motor adaptive) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat, serta tidak memerlukan banyak tenaga. 3) Bahasa (language) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah, dan berbicara secara spontan. 4) Motorik kasar Aspek yang berhubungan dengan gerakan yang melibatkan bagianbagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil,tetapi diperlukan koordinasi yang cepat. b. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan DDST II 1) Alat peraga : benang wol merah, manikmanik, kbus warna merah-kuninghijabiru, permainan anak, botol kecil, bola tenis,bel kecil, kertas, dan pensil. 2) Lembar formulir DDST II 3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaian. c. Prosedur pemeriksaan DDST II Prosedur pemeriksaan DDST II terdiri dari dua tahap, yaitu : 1) Tahap pertama, secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. 2) Tahap kedua, dilakukan pada anak yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama kemudian dilanjutkan dengan evaluasidiagnostik yang lengkap. Tahap pemeriksaan DDST II: 1) Tentukan usia anak pada saat pemeriksaan. THE 5 TH URECOL PROCEEDING 292 ISBN

4 2) Tarik garis pada lembar formulir DDST II sesuai dengan usia yang telah ditentukan. 3) Lakukan penilaian pada anak tiap komponen dengan batasan garis yang ada mulai dari motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan personal sosial dengan kriteria penilaian yaitu : a) P (Passed) = Lulus. Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes yang diberikan dengan baik. Atau Ibu/pengasuh memberi laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan. b) F (Fail) = Gagal Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan tes kemampuan yang diberikan. Atau Ibu/pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik. c) No (No opportunity) = Tidak ada kesempatan Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan tes karena ada hambatan. d) R (Refusal) = Menolak Anak menolak untuk melakukan tes. e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua Anak melakukan tes dengan bantuan dari orang tua. Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P) sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti gagal (F). Kode penilaian : O = F (Fail/gagal) M = R (Refusal/menolak) V = P (Pass/lewat) d. Tentukan hasil penelitian apakah normal, meragukan, abnormal, dan tidak dapat di tes. a) Abnormal, hasil pemeriksaan disebut abnormal apabila : 1) Apabila pada satu sector di dapatkan 2 atau lebih caution atau 1 delay atau lebih. 2) Terdapat satu sektor atau lebih terdapat dua atau lebih keterlambatan plus satu sektor atau lebih dengan keterlambatan. b) Normal, apabila minimal hanya satu keterlambatan dalam sektor dari empat sektor yang ada. Pelaksanaan skrining dengan DDST II ini, usia anak perlu ditetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Perhitungan usia kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas (Soetjiningsih, 1995). Pada ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor, jika terdapat kode R, maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya. Apabila kode nomor, maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk dibalik formulir DDST II. B. Metode Pembelajaran berbasis kasus Dalam upaya meningkatkan kualitas perguruan tinggi, tersedianya sumberdaya yang baik dan memadai di perguruan tinggi merupakan persyaratan yang diperlukan, tetapi tidaklah mencukupi. Ketersediaan itu selalu masih harus dikaitkan dengan pe ngaturannya agar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik. Khusus mengenai sumberdaya terpenting, yaitu sumberdaya manusia, sikap, kepedulian dan kehendak mencapai kualitas merupakan persyaratan yang sama pentingnya dengan kemampuan ilmiah. Penilaian kualitas produk pendidikan pertama-tama terlihat pada perkembangan sikap dasar, seperti sikap kritis akademis ilmiah dan kesediaan terus mencari kebenaran. Oleh karena itu, konsep pendidikan tidak direduksi pada ujian yang hanya mengukur transfer pengetahuan, namun lebih luas, mencakup pembentukan keterampilan (skill) dan sikap dasar (basic attitude), seperti kekritisan, kreativitas dan keterbukaan terhadap inovasi dan aneka penemuan. Semua itu amat diperlukan agar peserta didik mampu bertahan hidup dan menjawab tantangan yang selalu berkembang. Dalam hal ini, pendidik dituntut tidak sekedar sebagai pentransfer ilmu, namun lebih dari itu juga berperan sebagai agen pencerahan. Idealisme pendidik, meminjam istilah Socrates adalah eutike, bidan yang membantu peserta THE 5 TH URECOL PROCEEDING 293 ISBN

5 didik melahirkan inovasi dan pengetahuan. HELTS yang dikeluarkan Ditjen Dikti bulan April 2003 memberi amanah yang salah satunya adalah penerapan prinsip Student-Centered Learning (SCL) dalam proses pembelajaran. Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL dan dua di antaranya adalah Case- Based Learning dan Cooperative Learning (Muthmainah,2007) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dapat diartikan juga sebagai kegiatan yang terprogram dalam desain facilitating, empowering, enabling, untuk membuat mahasiswa belajar secara aktif, yang menekankan pada sumber belajar. Pada tahap awal, pembelajaran bermanfaat sebagai pembuka pintu gerbang kemungkinan untuk menjadi manusia dewasa dan mandiri, berikutnya pembelajaran memungkinkan seorang manusia akan berubah dari tidak mampu menjadi mampu atau dari tidak berdaya menjadi sumber daya. Sebagai salah satu wujud tanggung jawab atas kewajibannya, pendidik dituntut memilih metode pembelajaran yang paling akomodatif dan kondusif untuk mencapai sasaran dan filosofi pendidikan. Beberapa contoh sasaran pembelajaran adalah mendapatkan pengetahuan; mengembangkan konsep; memahami teknik analisis;mendapatkan skill dalam menggunakan konsep dan teknik; mendapatkan skill dalam memahami dan menganalisis masalah; mendapatkan skill dalam mensintesis rencana kegiatan dan implementasi; mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi; mengembangkan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya; mengembangkan sikap tertentu; mengembangkan kualitas pola pikir; mengembangkan judgment dan wisdom (Dooley & Skinner, 1977 dalam Handoko, 2005). Pembelajaran tradisional berangkat dari filosofi pedagogik wisdom can be told. Dalam konteks ini proses pembelajaran terpusat pada dosen. Namun, pola pusat pembelajaran pada dosen yang dipraktikkan pada saat ini memiliki gap dengan yang sebaiknya. Oleh karena itu, pembelajaran ke depan dapat didorong menjadi berpusat pada mahasiswa (student -centered learning, SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Untuk menciptakan situasi pembelajaran yang efektif, Combs (1976) mengatakan bahwa dibutuhkan tiga karakteristik, yaitu: 1. Atmosfer kondusif untuk mengeksplorasi makna belajar. Peserta belajar harus merasa aman dan diterima. Mereka ingin memahami risiko dan manfaat dari mendapatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman baru. Kelas harus kondusif untuk keterlibatan, interaksi, dan sosialisasi, dengan pendekatan yang menyerupai dunia bisnis. 2. Peserta belajar harus selalu diberi kesempatan untuk mencari informasi dan pengalaman baru. Kesempatan ini diberikan dalam bentuk mahasiswa tidak hanya sekedar menerima informasi, tapi mahasiswa didorong untuk mencari informasi. 3. Pemahaman baru harus diperoleh mahasiswa melalui proses personal discovery. Metode yang digunakan untuk itu harus sangat individu dan sesuai dengan personaliti dan gaya belajar mahasiswa yang bersangkutan. Kasus merupakan problem yang kompleks berbasiskan kondisi senyatanya untuk merangsang diskusi THE 5 TH URECOL PROCEEDING 294 ISBN

6 kelas dan analisis kolaboratif. Pembelajaran kasus melibatkan kondisi interaktif, eksplorasi mahasiswa terhadap situasi realistik dan spesifik. Ketika mahasiswa mempertimbangkan adanya suatu permasalahan berdasarkan analisis perspektifnya, mereka diarahkan untuk memecahkan pertanyaan yang tidak memiliki jawaban tunggal. Suatu kasus disebut sebagai kasus baik bila memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berorientasi keputusan: kasus menggambarkan situasi manajerial yang mana suatu keputusan harus dibuat (segera), tetapi tidak mengungkap hasilnya 2. Partisipasi: kasus ditulis dengan cara yang dapat mendorong partisipasi aktif mahasiswa dalam menganalisis situasi. Ini berbeda dengan cerita (stories) pasif yang hanya melaporkan berbagai peristiwa atau kejadian seperti apa adanya, tetapi tidak mendorong partisipasi 3. Pengembangan diskusi: material kasus ditulis untuk memunculkan beragam pandangan dan analisis yang dikembangkan oleh para mahasiswa 4. Substantif: kasus terdiri atas bagian utama yang membahas isu dan informasi lain 5. Pertanyaan: kasus biasanya tidak memberikan pertanyaan, karena pemahaman atas apa yang seharusnya ditanya merupakan bagian penting analisis kasus (Handoko, 2005) The case study teaching method is a highly adaptable style of teaching that involves problem based learning and promotes the development of analytical skills. By presenting content in the format of a narrative accompanied by questions and activities that promote group discussion and solving of complex problems, case studies facilitate development of the higher levels of Bloom s taxonomy of cognitif learning ; moving beyond recall of knowledge to analysis, evaluation and application. This has been reported to increase student motivation to participate in class activities, which promotes learning and increases performance on assessments.(bonney,2015) Teachers interested in involving their students more fully in classroom discussion have found that case studies can provide a rich basis for developing students problem solving and decision making skills. Case can help us organize and bring to life abstract and disparate concepts by forcing students to make difficult decisions about something. Working in groups on cases also helps students develop interpersonal skills and the capacity to work in a team. Proses pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus meliputi tahapan, antara lain: masukan utama model pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus adalah kasuskasus nyata yang diperkuat dengan konsepkonsep teoritik pendukung. Proses pembelajaran terdiri dari proses di luar kelas dan proses di dalam kelas. Selanjutnya dilanjutkan dengan tahapan analisis kasus secara perorangan maupun kelompok. Selesai melakukan analisis kasus secara perorangan/kelompok kecil dilanjutkan dengan analisis kasus secara diskusi kelompok besar di dalam kelas. Luaran utama model pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus adalah pengalaman praktik berbasis teori bagi mahasiswa. Hal-hal yang harus dipersiapkan pada pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus antara lain: Penentuan rencana pembelajaran yang terdiri dari: penentuan tujuan pembelajaran, desain mata kuliah, runtutan materi, pemilihan materi, keberadaan fasilitator, kesiapan mahasiswa, bahan dan sumber belajar dan sarana prasarana belajar. Penerapan Pembelajaran berbasis kasus: Penerapan di luar kelas terdiri dari tiga proses yaitu : pemberian tugas kepada setiap kelompok (pemberian kasus), persiapan perorang dalam bentuk analisis kasus oleh setiap anggota kelompok dan persiapan kelompok dalam bentuk diskusi analisis kasus dan pembuatan laporan analisis kelompok yang akan di gunakan dalam diskusi kelas. Penerapan di dalam kelas: Penerapan berbentuk diskusi kelas peran fasilitator sangat penting untuk memandu jalannya diskusi mulai awal sampai akhir penarikan simpulan dan memberikan THE 5 TH URECOL PROCEEDING 295 ISBN

7 penekanan pada pemahaman seluruh mahasiswa mengenai kasus yang dipelajari. Untuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman mahasiswa terhadap materi pembelajaran DDST perlu dilakukan pendekatan langsung, dalam arti rancangan pembelajaran diterapkan untuk memperoleh manfaat secara langsung. Untuk itu langkahlangkah implementasi tersebut dikembangkan sesuai model penelitian tindakan kelas sebagaimana yang disarankan Kemmis dan McTaggart. Proses penelitian ini dilakukan secara Cyclic dengan memperhatikan plan, implementation,monitoring and reflection. Dengan model siklus ini, tahap-tahap di atas dikembangkan secara terus menerus sampai diperoleh metode pembelajaran yang paling efektif dan bisa menjamin keberhasilan mahasiswa. Penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi beberapa siklus. Setiap siklus meliputi perencanaan,implementasi,monitoring dan refleksi tindakan. Dengan cara ini diharapkan tindakan yang dilakukan semakin lama semakin baik dan akhirnya ditemukan tindakan yang paling tepat berupa metode pembelajaran yang efektif. Berdasarkan tindakan yang dipilih dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan metode pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus pada pembelajaran DDST dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman mahasiswa terhadap materi DDST. 3. METODE PENELITIAN Untuk mengkaji permasalahan penelitian ini digunakan model penelitian tindakan kelas. Gagasan utama dari penelitian ini adalah bahwa orang yang akan melakukan tindakan harus juga terlibat dalam proses penelitian dari awal. Mereka tidak hanya menyadari akan perlunya melaksanakan program tindakan tertentu, tetapi secara jiwa raga akan terlibat dalam program tindakan tersebut (Suwarsih Madya,1994) Dengan model siklus ini, tahap-tahap di atas dikembangkan secara terus menerus sampai diperoleh metode pembelajaran yang paling efektif dan bisa menjamin keberhasilan mahasiswa. Penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi beberapa siklus. Setiap siklus meliputi : perencanaan,implementasi,monitoring dan refleksi tindakan. Dengan cara ini diharapkan tindakan yang dilakukan semakin lama semakin baik dan akhirnya ditemukan tindakan yang paling tepat berupa metode pembelajaran yang efektif dan paling menjamin keberhasilannya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan kegiatan untuk mendiskripsikan proses dan hasil pelaksanaan penelitian. Data yang sifatnya kualitatif dianalisis dan dideskripsikan dalam bentuk ungkapanungkapan dan kalimat guna menggambarkan fenomena-fenomena yang muncul selama proses penelitian berlangsung, terutama dalam implementasi tindakan. Sedangkan data yang sifatnya kuantitatif dianalisis dengan statistik deskriptif yang meliputi penyajian data dalam bentuk tabel. Guna melakukan perbaikan tindakan pada siklus selanjutnya, penelitian juga melakukan kegiatan analisis reflektif. Analisis reflektif merupakan upaya untuk mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan yang telah dilakukan. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan dan kendala nyata dalam tindakan strategik. Dalam hal ini analisis reflektif dilakukan dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dan memahami persoalan yang muncul beserta kendalanya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh tindakan terhadap minat belajar mahasiswa Hasil implementasi siklus kedua yang memberikan penugasan kepada mahasiswa untuk mencari kasus tumbuh kembang anak di lahan secara langsung, melakukan skrining perkembangan anak menggunakan format DDST, dan selanjutnya menganalisis kasus tersebut dan terakhir melakukan interpretasi hasil skrining membuat mahasiswa menjadi lebih tertarik untuk belajar DDST. Strategi tersebut memang efektif untuk meningkatkan minat dan perhatian mahasiswa, walaupun masih ada mahasiswa yang tampak tidak tertarik dengan pembelajaran tersebut. Sebagian THE 5 TH URECOL PROCEEDING 296 ISBN

8 besar mahasiswa tampak antusias dengan cara pembelajaran tersebut. Mereka tampak bersemangat untuk mencari kasus sesuai instruksi dari dosen. Mereka bersemangat ketika melakukan diskusi kelompok kecil. Apabila ada pertanyaan yang belum terselesaikan mereka segera menanyakan kepada dosen selaku fasilitator. Interpretasi hasil pengkajian dan analisis kasus mereka presentasikan di kelas secara bergantian. Banyak anggota kelompok yang lain ikut berdiskusi dalam diskusi kelas, banyak pertanyaan dan juga sumbang saran yang membangun pengetahuan mahasiswa. Tabel 1 Minat belajar mahasiswa pada siklus kedua Kategori minat F % Rendah 3 7,9 Sedang 15 39,5 Tinggi 20 52,6 Jumlah Mahasiswa yang memiliki minat yang tinggi dalam metode pembelajaran berbasis kasus sejumlah 20 orang(52,6%), minat sedang sejumlah 15 orang (39,5%) dan minat rendah sejumlah 3 orang(7,9%). B. Pengaruh tindakan terhadap tingkat pemahaman mahasiswa Walaupun proses pembelajaran sudah diubah yaitu dengan memberikan beberapa penugasan, seperti pencarian kasus sesuai instruksi dosen, pengkajian kasus /skrining perkembangan anak secara langsung menggunakan format DDST II, analisis kasus dan interpretasi hasil kasus ternyata masih ada sejumlah 28,9% mahasiswa yang memiliki nilai kurang dari sama dengan B dan 71,1% mahasiswa mendapat nilai A. Tetapi hasil dari siklus kedua tetap lebih baik daripada hasil evaluasi pada siklus pertama yaitu 76,3% mahasiswa mempunyai nilai test kurang dari sama dengan B. Hal ini mengindikasikan bahwa metode pembelajaran pada siklus kedua lebih baik dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa. Tabel 2 Tingkat pemahaman mahasiswa pada siklus kedua Kategori F % Nilai C 5 13,1 Nilai B 6 15,8 Nilai A 27 71,1 Jumlah Hal lain yang ditemukan adalah sebagian besar mahasiswa mengaku bahwa proses pembelajaran yang lebih banyak melibatkan keaktifan mahasiswa ( banyak mengerjakan tugas, berdiskusi) dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang DDST. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran menggunakan metode case based learning mampu meningkatkan pemahaman mahasiswa. Temuan lain dari penelitian ini adalah bahwa dengan mempelajari penghitungan usia anak secara langsung lebih memudahkan bagi mahasiswa untuk menghitung berapa usia anak sebenarnya karena mahasiswa dapat melakukan konfirmasi langsung kepada orang tua anak, selain itu juga pada saat diskusi jika mahasiswa belum memahami cara menghitung usia anak, mereka dapat bertanya secara langsung kepada dosen selaku fasilitator. Ketika akan melakukan skrining perkembangan anak, maka mahasiswa harus menggambar garis usia sesuai usia anak pada format DDST. Saat memeriksa tingkat kemampuan anak pada empat sektor (bahasa, personal sosial, motorik halus,motorik kasar) maka mahasiswa dapat sekaligus melihat dan menayakan kemampuan anak kepada orangtua secara langsung, apakah masuk kategori normal, waspada/peringatan ataukah terlambat. Pemahaman ini akan lebih mudah didapat oleh mahasiswa jika mereka memeriksa secara langsung dan akan diverifikasi oleh dosen selaku fasilitator saat tahap diskusi dengan melihat video rekaman hasil skrining perkembangan anak yang telah direkam oleh mahasiswa. Saat diskusi fasilitator dapat membetulkan jika terjadi kesalahan pemahaman mahasiswa dan dapat THE 5 TH URECOL PROCEEDING 297 ISBN

9 memberikan penegasan pemahaman jika pemahaman mahasiswa telah sesuai. Dengan menggunakan metode pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus maka mahasiswa menjadi lebih berani mengajukan pertanyaan dan melakukan klarifikasi hasil kepada fasilitator(dosen). C. Evaluasi dan refleksi Untuk melihat tingkat keberhasilan hasil implementasi perlu dilakukan evaluasi dan refleksi. Evaluasi terhadap implementasi siklus kedua menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 68,4% memiliki persepsi yang baik terhadap metode pembelajaran yang telah dilakukan yaitu pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa merasa senang dengan proses pemebelajaran yang dilakukan pada siklus kedua ini. Tabel 3 Persepsi tentang metode pembelajaran pada siklus kedua Kategori F % Buruk 1 2,6 Cukup Baik 26 68,4 Jumlah Penelitian ini juga menemukan bahwa mahasiswa memang mengakui bahwa materi DDST II adalah materi yang sulit untuk dipahami dan aplikasi skrining perkembangan anak menggunakan metode DDST II sangat sulit. Tetapi dengan pelaksanaan pembelajaran siklus kedua menggunakan metode Pembelajaran berbasis kasus mampu menarik minat mereka untuk belajar tentang DDST II dan cara pengapliasianya secara langsung pada pemeriksaan perkembangan anak. Sebagian besar mahasiswa juga mengakui bahwa model pembelajaran Pembelajaran berbasis kasus dapat membantu mahasiswa dalam memahami dan menerapkan materi. Berdasarkan hasil yang ditemukan pada siklus kedua, dapat ditemukan bahwa: a. Implementasi metode Pembelajaran berbasis kasus mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa namun belum bisa dikatakan meningkat secara optimal karena masih ada mahasiswa yang minat belajarnya rendah b. Implementasi metode Pembelajaran berbasis kasus mampu meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang materi DDST II dan cara penerapannya pada skrining perkembangan anak. Guna menyempurnakan metode pembelajaran tersebut perlu dirancang model pembelajaran yang mampu mengakomodir dan memperhatikan perbedaan-perbedaan spesifik yang dimiliki mahasiswa. Misalnya dengan menambahkan kegiatan remidial dan memberikan tugas khusus bagi mahasiswa yang memang belum mampu menguasai materi tersebut. 5. KESIMPULAN A. Penerapan metode Pembelajaran berbasis kasus dalam pembelajaran DDST II mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa karena mahasiswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran B. Penerapan metode Pembelajaran berbasis kasus dalam pembelajaran DDST II mampu meningkatkan pemahaman mahasiswa karena proses pembelajaran lebih ditekankan pada penerapan teknik dan prosedur DDST II sehingga memudahkan mahasiswa memahami konsep dan penerapannya. C. Perlu disusun skenario pembelajaran yang lebih menekankan pada pemberian tugas analisis kasus sehingga akan memperkaya pemahaman mahasiswa dalam penerapan konsep dan prosedur DDST II D. Proses pembelajaran dengan penerapan metode Pembelajaran THE 5 TH URECOL PROCEEDING 298 ISBN

10 berbasis kasus ini hendaknya terus ditingkatkan karena terbukti mampu meningkatkan minat dan pemahaman mahasiswa 6. REFERENSI Bonney,Kevin M Case study teaching method improves student performance and perceptions of learning gains. Journal of microbiology & biology education Deteksi dini dan tatalaksananya. Simposium and Workshop Pertumbuhan dan Perkembangan Optimal pada Anak, Jakarta; Dewajani, Sylvi Belajar Mandiri, Belajar Aktif, Strategi Kognitif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Active Learning yang diselenggarakan PHK A3 Jurusan IESP Undip di Semarang., Paradigm Shift. Makalah disampaikan pada Pelatihan Active Learning yang diselenggarakan PHK A3 Jurusan IESP Undip di Semarang., Case-Based Learning. Makalah disampaikan pada Pelatihan Active Learning yang diselenggarakan PHK A3 Jurusan IESP Undip di Semarang. Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarkat. Pedoman deteksi dini tumbuh kembang balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dhamayanti, Meita Kuisioner pra skrining perkembangan (KPSP) Anak. Sari Pediatri. Vol 8 No 1 :9-15 Frankenburg WK, Dodd J, Archer P, Saphiro H, Bresnick B. Denver-II Screening manual. Denver CO: Denver Developmental Materials Inc; Frankenburg WK, Dodd J, Archer P, Saphiro H, Bresnick B. Denver-II Screening manual. Denver CO: Denver Developmental Materials Inc; Handoko, Hani Metode Kasus dalam Pengajaran (Manajemen), Makalah disampaikan pada Lokakarya Peningkatan Kemampuan Penyusunan dan Penerapan Kasus untuk Pengajaran, Semarang 23 November. Mutmainah,S Pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif berbasis kasus yang bepusat pada mahasiswa terhadap efektivitas pembelajaran akuntansi keperilakuan. ac.id/17165/1/sna11mutamimah.pdf. Diakses tanggal 25 Januari 2017 Muhson, Ali Peningkatan minat belajar dan pemahaman mahasiswa melalui penerapan problem based learning. Jurnak Kependidikan. Vol 39 No 2 : Nur M,Artha dkk Kesepakatan hasil antara kuisioner pra skrining perkembangan, parents evaluation of developmental status, dan tes denver II untuk skrining perkembangan anak balita. Sari Pediatri. Vol 16 No 4. THE 5 TH URECOL PROCEEDING 299 ISBN

hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,

hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, PERKEMBANGAN ANAK USIA PRA SEKOLAH A. Pengertian Perkembangan Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

Lebih terperinci

DENVER II. Click Subdivisi to edit Pedsos Master subtitle style BIKA RSWS 4/28/12

DENVER II. Click Subdivisi to edit Pedsos Master subtitle style BIKA RSWS 4/28/12 DENVER II Click Subdivisi to edit Pedsos Master subtitle style BIKA RSWS Denver II Merupakan revisi dari Denver Developmental Screening Test ( DDST) dgn tujuan menemukan secara dini masalah penyimpangan

Lebih terperinci

DDST (DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST)

DDST (DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST) DDST (DENVE DEVELOPMENT SCEENING TEST) PENDAHULUAN Perkembangan anak menggambarkan peningkatan kematangan fungsi individu, dan merupakan indicator penting dalam menilai kualitas hidup anak. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum. pertumbuhan dan perkembangannya (Nursalam, 2005: 31-

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum. pertumbuhan dan perkembangannya (Nursalam, 2005: 31- BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai

Lebih terperinci

KPSP & PEMERIKSAAN DENVER II. Nurlaili Muzayyanah Departemen IKA FK UII-

KPSP & PEMERIKSAAN DENVER II. Nurlaili Muzayyanah Departemen IKA FK UII- KPSP & PEMERIKSAAN DENVER II Nurlaili Muzayyanah Departemen IKA FK UII- TES DENVER II A. PENDAHULUAN Alat skrining perkembangan untuk menemukan secara dini anak yang berpotensial mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan kurang dari 2500 gram saat lahir 1, sedangkan Berat Badan Lahir

BAB I PENDAHULUAN. badan kurang dari 2500 gram saat lahir 1, sedangkan Berat Badan Lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang memiliki berat badan kurang dari 2500 gram saat lahir 1, sedangkan Berat Badan Lahir Sangat Rendah adalah berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. suatu rumah tangga. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. deteksi dan intervensi dini (Soetjiningsih, 2014).

BAB II TINJAUAN TEORI. suatu rumah tangga. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. deteksi dan intervensi dini (Soetjiningsih, 2014). digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pendampingan Orangtua Keluarga merupakan suatu ikatan antara dua orang atau lebih yang terikat dalam kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan

Lebih terperinci

DETEKSI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. dr. Atien Nur Chamidah PLB FIP UNY

DETEKSI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. dr. Atien Nur Chamidah PLB FIP UNY DETEKSI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dr. Atien Nur Chamidah PLB FIP UNY 1 Bagus, seorang anak laki-laki berusia 30 bulan. Ibunya merasa bahwa putranya berbeda dg anak lainnya, perkembangan bicara & bahasanya

Lebih terperinci

REFERAT ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DENVER TEST

REFERAT ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DENVER TEST REFERAT ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DENVER TEST Disusun oleh : Dennis Pratama, S.Ked (2006.04.0.0120) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 DENVER TEST DDST (Denver Developmental Screening

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran (KBBI, 2011). Budiman (2014) mengatakan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Pada masa balita, perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rendahnya kemampuan anak disebabkan oleh kurangnya kegiatan yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa balita, karena masa ini adalah merupakan pertumbuhan dasar yang mempengaruhi dan menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Perkembangan anak praskolah 1. Batasan anak pra sekolah Anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3 6 tahun. Mereka biasa mengikuti program prasekolah dan kinderganten.

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA KELAS VIII-F SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA KELAS VIII-F SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA KELAS VIII-F SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 OLEH EKO BUDIONO K4308085 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANTARA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DENVER II

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANTARA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DENVER II WAHANA INOVASI VOLUME 6 No.2 JULI-DES 2017 ISSN : 2089-8592 PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANTARA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DENVER II Saiful Batubara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa 5 tahun pertama pertumbuhan dan perkembangan anak sering disebut sebagai masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala kemampuan anak sedang

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH. Oon Rehaeni.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH. Oon Rehaeni. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH Oon Rehaeni oon_rehaeni@gmail.com SMK Negeri I Majalengka ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Paradigma

Lebih terperinci

VALIDASI MODEL KOMPETENSI DOSEN STUDENT CENTERED LEARNING. Wahyu Widhiarso. Disampaikan pada seminar hasil penelitian

VALIDASI MODEL KOMPETENSI DOSEN STUDENT CENTERED LEARNING. Wahyu Widhiarso. Disampaikan pada seminar hasil penelitian VALIDASI MODEL KOMPETENSI DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS STUDENT CENTERED LEARNING Wahyu Widhiarso Disampaikan pada seminar hasil penelitian LPPM UGM Latar Belakang Permasalahan Pembelajaran di UGM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Problem Based Learning (PBL) Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU PENELITIAN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU Yusari Asih* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Yusariasih@gmail.com Masa balita adalah masa keemasan (golden

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 577 PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR Budi Utami 1), Sugiharto 1), Nurma Yunita Indriyanti 1) 3) Program Studi Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu perhatian yang serius yaitu mendapatkan gizi yang baik, stimulasi yang memadahi,

Lebih terperinci

Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran

Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran PE Premiere Educandum 7(1) 87 94 Juni 2017 Copyright 2017 PGSD Universitas PGRI Madiun P ISSN: 2088-550/E ISSN: 2528-517 Available at: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/pe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang, salah satu lingkup

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang, salah satu lingkup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah salah satu bentuk kegiatan dibidang kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang, salah satu lingkup keperawatan adalah keperawatan anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada anak yang meliputi seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi, maupun perkembangan psikososial yang

BAB I PENDAHULUAN. pada anak yang meliputi seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi, maupun perkembangan psikososial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupaun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh dan kembang pada usia dini. Perkembangan anak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah tempat melakukan penelitian dengan tujuan memperoleh data yang berasal dari subjek penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002). personal social (kepribadian dan tingkah laku),

BAB I PENDAHULUAN UKDW. organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002). personal social (kepribadian dan tingkah laku), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses berkesinambungan mulai dari konsepsi hingga dewasa. Pertumbuhan adalah ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN SENI KERAJINAN BATIK DAN CHARACTER BUILDING

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN SENI KERAJINAN BATIK DAN CHARACTER BUILDING PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN SENI KERAJINAN BATIK DAN CHARACTER BUILDING DENGAN MENGGUNAKAN METODE LESSON STUDY DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI KERAJINAN JURUSAN SENI RUPA FBS UNY Oleh: Ismadi Mardiyatmo

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 1 PANJER TAHUN AJARAN 2014/1015

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 1 PANJER TAHUN AJARAN 2014/1015 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 1 PANJER TAHUN AJARAN 2014/1015 Ary Wardani 1, Triyono 2, Ngatman 3 1 Mahasiswa, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah anak yang berumur 36-60

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia saat ini umumnya disusun tidak mengikuti taksonomi dimensi pengetahuan yang akan dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ada, maupun timbulnya perubahan karena unsur-unsur yang baru. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ada, maupun timbulnya perubahan karena unsur-unsur yang baru. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan adalah suatu proses yang berlangsung secara teratur dan terus menerus, baik perubahan itu berupa bertambahnya jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECAKAPAN BERPIKIR MELALUI IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA

PENINGKATAN KECAKAPAN BERPIKIR MELALUI IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA PENINGKATAN KECAKAPAN BERPIKIR MELALUI IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA Agustiningsih, S.Pd.,M.Pd. Dosen PGSD FKIP Universitas Jember Abstrak Latar belakang dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global saat ini, menuntut perguruan tinggi untuk menyesuaikan tuntutan dunia kerja, alasan ini dikembangkan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDEKATAN SCL

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDEKATAN SCL MATERI 4 STRATEGI PEMBELAJARAN PENDEKATAN SCL (STUDENT CENTERED LEARNING) Susbstansi: 1. TCL vs SCL 2. Ragam Pembelajaran SCL 3. Kemampuan yg diperoleh Mhs menurut model 4. Apa yg hrs dilakukan oleh: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal, sehingga sejak dini, deteksi, stimulasi dan intervensi berbagai

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI Dwi Avita Nurhidayah Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email : danz_atta@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik dan lingkungan bio-fisiko-psikososial (Soetjiningsih,

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik dan lingkungan bio-fisiko-psikososial (Soetjiningsih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak konsepsi dan terus berlangsung sampai dewasa. Tercapainya tumbuh kembang optimal tergantung

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE GROUP INVESTIGATION PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS X-9 SMA BATIK I SURAKARTA SKRIPSI Oleh: META NUR INDAH SARI K4308020

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH. Oon Rehaeni.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH. Oon Rehaeni. JKKP : Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan http://doi.org/10.21009/jkkp DOI: doi.org/10.21009/jkkp.041.03 E-ISSN : 2597-4521 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI. Agustina Dwi Respati Wahyu Adi Muhtar

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI. Agustina Dwi Respati Wahyu Adi Muhtar PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI Agustina Dwi Respati Wahyu Adi Muhtar *) Pendidikan Ekonomi-BKK Akuntansi, FKIP Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi pendahuluan, uji coba model, dan uji validasi model, serta pembahasan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain. norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain. norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain mendidik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan kembangnya anak menjadi seorang yang terampil dan cakap dalam komunikasi maupun bergerak. Perkembangan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara dan kepercayaan diri peserta didik kelas IV SDN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR SD Negeri Purbasana

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN Henry Suryo Bintoro 1, Ratri Rahayu 2, Ristiyani 3 Program Studi Pendidikan Matematika 1, Program

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL Widihastuti Dosen Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik UNY widihastuti@uny.ac.id; twidihastutiftuny@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 2, Mei 2016 (Edisi Khusus) ISSN 2087-3557 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN SD Negeri 02 Kebonsari, Karangdadap, Kabupaten

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN KOMPETENSI GURU MELALUI LESSON STUDY

MENGEMBANGKAN KOMPETENSI GURU MELALUI LESSON STUDY MENGEMBANGKAN KOMPETENSI GURU MELALUI LESSON STUDY Ali Mahmudi *) Abstrak: Sesuai amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, peningkatan kompetensi guru adalah suatu keniscayaan demi menunjang

Lebih terperinci

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016 IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA MATEMATIKA SMP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA Indah Puspita Sari 1, Adi Nurjaman 2 1, 2 STKIP Siliwangi 1 chiva.aulia@gmail.com, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita)

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita) sebagai periode keemasan ( golden age period ). 1, 2 Periode ini merupakan periode kritis sebab

Lebih terperinci

Hoiroh et al., Penerapan Strategi Peta Konsep...

Hoiroh et al., Penerapan Strategi Peta Konsep... 1 PENERAPAN STRATEGI PETA KONSEP BERBANTU MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DI SDN TANGGUL WETAN 04 JEMBER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Down, gangguan mental dan lain-lain. Oleh karena itu penyimpangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Down, gangguan mental dan lain-lain. Oleh karena itu penyimpangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pertumbuhan dan proses perkembangan pada anak terjadi sejak dalam intra uterine hingga dewasa. Namun tak jarang dalam proses tersebut terjadi penyimpangan-penyimpangan

Lebih terperinci

MODEL DDST(DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST) UNTUK MONITORING PERKEMBANGAN ANAK BERBASIS EXPERT SYSTEM

MODEL DDST(DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST) UNTUK MONITORING PERKEMBANGAN ANAK BERBASIS EXPERT SYSTEM MODEL DDST(DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST) UNTUK MONITORING PERKEMBANGAN ANAK BERBASIS EXPERT SYSTEM AnastasyaLatubessy Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Informatika Universitas Muria Kudus Email:

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: anak balita, perkembangan, indeks antropometri, pertumbuhan, motorik kasar

ABSTRAK. Kata kunci: anak balita, perkembangan, indeks antropometri, pertumbuhan, motorik kasar OPTIMALISASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN UKURAN ANTROPOMETRI ANAK BALITA DI POSYANDU BALITAKU SAYANG KELURAHAN JANGLI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG Ali Rosidi, Agustin Syamsianah Prodi S1 Gizi Fakultas

Lebih terperinci

RAGAM METODE PEMBELAJARAN

RAGAM METODE PEMBELAJARAN Pelatihan Tutor TTM 2015 PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH Membuka Akses Pendidikan Tinggi bagi Semua Making Higher Education Open to All RAGAM METODE PEMBELAJARAN TUJUAN PELATIHAN 1. Menjelaskan konsep

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 2 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DILENGKAPI

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Motode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Metode penelitian tindakan kelas dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) TAMAN PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG Dera Alfiyanti 1), Mariyam 2), Desi Ariyana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah

BAB III METODE PENELITIAN. metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, matematika merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, matematika merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, matematika merupakan salah satu pelajaran penting dilihat dari kedudukannya sebagai pelajaran yang dapat menentukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD Oleh: Liyandari 1, Wahyudi. 2, Imam Suyanto 3 1 Mahasiswa PGSD FKIP Universitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG SEKOLAH TK DAN ANAK YANG TIDAK SEKOLAH TK DI DESA BANJARSARI KEC. BANTARBOLANG PEMALANG

PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG SEKOLAH TK DAN ANAK YANG TIDAK SEKOLAH TK DI DESA BANJARSARI KEC. BANTARBOLANG PEMALANG PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG SEKOLAH TK DAN ANAK YANG TIDAK SEKOLAH TK DI DESA BANJARSARI KEC. BANTARBOLANG PEMALANG 4 Rizal ABSTRAK Tumbuh kembang anak merupakan hasil interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). SDM yang baik dapat diperoleh dengan mengoptimalkan. <3 tahun atau 0-35 bulan atau belum mengalami ulang tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). SDM yang baik dapat diperoleh dengan mengoptimalkan. <3 tahun atau 0-35 bulan atau belum mengalami ulang tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakikat dari pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). SDM yang baik dapat diperoleh dengan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. 1

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL VISUALIZATION, AUDITORY, KINESTHETIC (VAK)

PENERAPAN MODEL VISUALIZATION, AUDITORY, KINESTHETIC (VAK) PENERAPAN MODEL VISUALIZATION, AUDITORY, KINESTHETIC (VAK) DENGAN MULTIMEDIA DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI GADUNGREJO TAHUN AJARAN 2015/2016 Nisa Mahmudah 1, Ngatman

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN STRATEGI TEAM QUIZ, MEDIA AUDIO VISUAL, DISERTAI MODUL PEMBELAJARAN

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN STRATEGI TEAM QUIZ, MEDIA AUDIO VISUAL, DISERTAI MODUL PEMBELAJARAN PENINGKATAN AKTIVITAS DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN STRATEGI TEAM QUIZ, MEDIA AUDIO VISUAL, DISERTAI MODUL PEMBELAJARAN SKRIPSI Oleh: IKA MAWARNINGTYAS X4307034 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan

I. Pendahuluan Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan I. Pendahuluan Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Soetjiningsih, 1995).

Lebih terperinci

* Keperluan korespondensi, tel/fax : ,

* Keperluan korespondensi, tel/fax : , Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 4 No. 1 Tahun 2015 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. 151-156 ISSN 2337-9995 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia PENERAPAN MODEL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerapan teori-teori pendidikan pada masa ini adalah hal yang marak dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah pesat mengingat perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi dunia yang

Lebih terperinci

Department of Chemistry Education Faculty of Teacher and Education University of Riau

Department of Chemistry Education Faculty of Teacher and Education University of Riau 1 THE IMPLEMENTATION OF LEARNING METHOD PLANE PROBLEM TO IMPROVE ACTIVITY AND RESULT OF STUDENT LEARNING ON THE SUBJECT SOLUBILITY AND SOLUBILITY PRODUCT IN CLASS XI MIA 2 SMA ISLAM AS-SHOFA PEKANBARU

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN FISIKA SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN FISIKA SMA Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima

Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima Sitti Rahmah 1 1 SMPN 6 Kota Bima Email: 1 sittirahmah@gmail.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER PADA SISWA KELAS V A SD MUHAMMADIYAH 1

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER PADA SISWA KELAS V A SD MUHAMMADIYAH 1 PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER PADA SISWA KELAS V A SD MUHAMMADIYAH 1 KETELAN SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI RETNO DWI MULYANTI

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING MELALUI PENDEKATAN MATHEMATICAL DISCOURSE UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Suryani Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya

Lebih terperinci

Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 1 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com UPAYA PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATERI

Lebih terperinci

Mengembangkan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study

Mengembangkan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study Mengembangkan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study Makalah termuat pada Jurnal Forum Kependidikan FKIP UNSRI Volume 28, Nomor 2, Maret 2009, ISSN 0215-9392 Oleh Ali Mahmudi JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI KARANGPANDAN MELALUI STRATEGI TEAM QUIZ DISERTAI MODUL

PENINGKATAN KEAKTIFAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI KARANGPANDAN MELALUI STRATEGI TEAM QUIZ DISERTAI MODUL PENINGKATAN KEAKTIFAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI KARANGPANDAN MELALUI STRATEGI TEAM QUIZ DISERTAI MODUL SKRIPSI Oleh : Siti Nurjanah NIM K4307049 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG (DDTK)

DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG (DDTK) DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG (DDTK) KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DEFINISI Pertumbuhan Berkembangnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler Bertambah ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Finisica Dwijayati Patrikha Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berlakunya Kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan

Lebih terperinci

ilmiah serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan yang Maha Esa perlu ditanamkan kepada siswa. Hal tersebut dapat tercapai salah

ilmiah serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan yang Maha Esa perlu ditanamkan kepada siswa. Hal tersebut dapat tercapai salah PENERAPAN METODE INKUIRI TERBIMBING UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD Retno Megawati 1, Suripto 2, Kartika Chrysti Suryandari 3 PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Kepodang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlainan akan tetapi keduanya saling berkaitan. Pertumbuhan (growth)

BAB I PENDAHULUAN. berlainan akan tetapi keduanya saling berkaitan. Pertumbuhan (growth) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumbuh kembang anak pada dasarnya merupakan dua peristiwa yang berlainan akan tetapi keduanya saling berkaitan. Pertumbuhan (growth) merupakan perubahan dalam ukuran

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DIAGRAM DI SMA NEGERI 5 KOTA TANGERANG SELATAN

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DIAGRAM DI SMA NEGERI 5 KOTA TANGERANG SELATAN PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DIAGRAM DI SMA NEGERI 5 KOTA TANGERANG SELATAN Susi Indrayani nabil_susi76@yahoo.com SMAN 5 Tangerang Selatan Abstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kehidupan di abad XXI menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan moral bukanlah sebuah gagasan baru. Sebetulnya, pendidikan moral sama tuanya dengan pendidikan itu sendiri. Sejarah di negara-negara di seluruh

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Program Studi Biologi

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Program Studi Biologi PENERAPAN PEMBELAJARAN CLASS CONCERN DENGAN PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BIOLOGI MATERI SISTEM INDRA PADA MANUSIA SEMESTER II KELAS XI IPA SMA PGRI 2 KAJEN KABUPATEN

Lebih terperinci