Gangguan Asap Dan Kebakaran Hutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gangguan Asap Dan Kebakaran Hutan"

Transkripsi

1 Gangguan Asap Dan Kebakaran Hutan Nurhasmawaty Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 1. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hutan sebagai suatu ekosistem adalah merupakan hasil dari interaksi faktor-faktor biotik dan abiotik. Didalamnya terdapat suatu persaingan antara individu-individu dari suatu spesies atau dari berbagai spesies jika mempunyai kebutuhan yang sama. Persaingan ini membentuk masyarakat tumbuhan tertentu, macam dan banyaknya jenis serta jumlah individu-individu sesuai dengan keadaan tempat tumbuhannya. Didalamnya juga tetjadi hubungan sating ketergantungan antara anggota masyarakat hutan satu dengan lain dan dengan lingkungannya, hingga pada suatu ekosistem hutan terdapat kesetimbangan yang dinamis (Soerianegara dan Indrawan, 1976). Keseimbangan ekosistem hutan sering terganggu baik oleh bencana alam dan yang terutama adalah faktor manusia. Adanya tindakan manusia yang tidak bijaksana memperlakukan hutan akan menimbulkan permasalahan. Aktifitas manusia seperti pembalakan, membakar hutan, pengembalaan atau merombak hutan untuk digantikan dengan tanaman usaha pertanian atau tempat pertanian telah merubah sama sekali hutan-hutan asli (Hamzah, 1980). Secara alamiah hutan-hutan yang mendapat gangguan atau dirombak akan kembali menjadi hutan seperti sedia kala melalui tipe hutan sekunder setelah melalui tahap-tahap suksesi (Hamzah, 1980). B. Dasar Pemikiran. Penduduk Indonesia sebagian diantaranya masih tinggal didesa-desa yang berada didalam dan disekitar hutan. Warga didesa-desa tersebut pada umumnya memiliki pengalaman hidup didalam hutan sebagai tradisi turun temurun. Tradisi yang tercipta dari interaksi masyarakat yang telah lama dan terus-menerus dengan hutan, akhir -akhir ini, mulai mendapat perhatian dari berbagai pihak untuk menyingkap sistem-sistem interaksi yang ada antara mereka dengan hutan. Dengan kata lain ada paradigma yang baru yang berkembang dalam periode terakhir, yakni memandang masyarakat asli (adat) yang bermukim didalam dan disekitar hutan secara turun temurun memiliki kemampuan mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan. Dilain pihak dipahami secara prinsipil bahwa pengelolaan hutan yang telah dilakukan negara belum sepenuhnya mampu melindungi manusia dari eksploitasi manusia, baik itu dari pengusaha maupun dari masyarakat sendiri. Seperti disinggung diatas, bersama itu partisipasi masyarakat belum secara penuh terlibat dalam pengelolaan hutan, yang mana kemudian sebagai faktor munculnya gagasan pelibatan masyarakat. e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 1

2 Dengan kata lain, pengelolaan hutan dan perspektif produksi, efisiensi, sosial, dan lingkungan harus menjadi komitmen dan tujuan pengelolaan hutan. Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dengan mengutamakan pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, memulihkan tata air, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan ketja serta meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa untuk memacu pembangunan daerah (GBHN, tahun 1983). Pada GBHN tahun 1983, dikemukakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Dengan kata lain, keberhasilan pembangunan sangat tergantung tingkat partisipasi masyarakat, dan dipihak lain salah satu ukuran keberhasilan pembangunan adalah seberapa jauh mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan memelihara dan mengembangkan masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan menyadari bahwa manusia (masyarakat) merupakan kekuatan utama pelaksanaan pembangunan dan sekaligus sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu, peran serta aktif dan dinamika dari seluruh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan terus ditingkatkan dan ditumbuh kembangkan.bertolak dari hal ini, maka penanggulangan gangguan asap yang akhir -akhir ini semakin terasa, tidak dapat hanya ditanggulangi oleh pemerintah, tetapi harus ada kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan. II. KEBAKARAN HUTAN. A. Sebab-sebab Kebakaran Hutan. Hutan diwilayah tropika mendapat limpahan curah hujan yang sangat tinggi. Dalam kondisi normal wilayah ini menerima limpahan curah hujan antara hingga mm per tahun, karenanya sering disebut sebagai ekologis terbesar didunia. Tingginya tingkat kebasahan ekosistem ini semula telah membuat para pakar ekologi menyepelekan peranan faktor kebakaran hutan terhadap perubahan ekologi dikawasan ini. Namun sejak peristiwa kebakaran hutan di Kalimantan tahun 1983, anggapan tersebut jelas tidak berlaku lagi. Pertanyaannya, mengapa ekosistem yang juga dikenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi didunia ini sering didera kekeringan bahkan memuncak hingga terjadi kebakaran secara besar-besaran.. Adakah hal tersebut disebabkan proses dehutanisasi (deforestation,perubahan beban baik semantara maupun permanen dari hutan menjadi non-hutan) besar-besaran yang terjadi selama lebih dari dua dasawarsa terakhir diwilayah ini? Ataukah merupakan peristiwa semata-mata merupakan dampak perubahan iklim secara global atau bahkan koinbinasi antar keduanya? Mengapa hujan yang dulu melimpah seakan kini rewel turun dari langit diatas Hutan Hujan Tropis (HHT), hingga berakibat kekeringan dan kebakaran HHT secara berulang, adakah hal tersebut disebabkan merosotnya luas hutan secara drastis diwilayah tersebut? Banyak sebab-sebab yang mengakibatkan kebakaran hutan. Tahun ini diperkirakan terutama karena adanya kenaikan suhu global yang disebut-sebut akibat adanya ENSO (El Nino Shouthern Oscilation) yang merupakan penyebab utama kemarau panjang dan kebakaran hutan Indonesia. e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 2

3 Selain itu, kebakaran hutan juga akibat dari pembakaran secara sengaja maupun tidak sengaja. Antara lain kebakaran hutan karena kondisi alam (batubara, gesekan, dll). Adapun pembakaran hutan secara sengaja antara lain: 1. Pembukaan dan pembersihan lahan (Land Clearing) untuk pembangunan hutan tanaman industri. 2. Pembukaan dan pembersihan lahan untuk pembangunan perkebunan. 3. Pembukaan lahan transmigrasi: a. Pembukaan areal pemukiman transmigrasi baru. b. Pembukaan lahan usaha lanjutan oleh para transmigran sendiri. 4. Pembukaan lahan oleh para peladang. Tebas-bakar, itulah praktek kebanyakan peladang berpindah. B. Akibat Kebakaran Rutan. Secara umum penyebab timbulnya asap dapat dikelompokkan kedalam dua bagian besar, yaitu : a. Pembakaran limbah kayu, semak belukar dalam rangka persiapan lahan menjelang musim tanam, baik oleh masyarakat petani, peladang maupun oleh perusahaan yang bergerak dibidang kehutanan dan perkebunan. b. Terjadinya kebakaran hutan dan perkebunan oleh sebab-sebab lain (alam, kelalaian, dan kesengajaan. Musim kemarau tahun ini selain telah berakibat kelangkaan sumber daya air, tak urung juga telah mengakibatkan kebakaran hutan tropika besar besaran di Kalimantan dan Sumatera. Berbagai Harian sejak akhir Agustus lalu (1997) melaporkan bahwa kebakaran bahwa kebakaran hutan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta sebagian Sumatera selain telah mengakibatkan sebagian wilayah ini telah diselimuti asap tebal yang mengganggu lalu lintas darat maupun udara, juga (dibeberapa wilayah, seperti Pekan Baru) telah mengakibatkan mewabahnya penyakit saluran pemafasan. Berita terakhir bahkan menyebutkan bahwa kabut yang disertai asap tebal tersebut telah menimbulkan berbagai keluhan dari beberapa negara tetangga kita (Malaysia dan Singapura). Kebakaran tersebut apabila tidak terkendali dengan baik, bukan tidak mustahil akan menyamai peristiwa kebakaran hutan tahun 1983 yang sering diberitakan sebagai bencana ekologi terbesar abad ini dan telah memanggang HHT seluas 4 juta hektar di Kalimantan, pada saat yang sama (pada waktu itu) juga terjadi hutan rawa gambut di Sumatera yang menyebabkan menggantungnya kabut tebal hingga Singapura yang menimbulkan gangguan serius terhadap penerbangan pesawat udara di lapangan udara Changi, sekitar 150 km dari tempat kebakaran. Keseluruhan masalah ini tidak akan dapat diatasi tanpa kerja keras dan usaha bersama dari pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan langkah-langkah tepat untuk memecahkan solusi ini. Dan ini merupakan tanggung jawab bersama. e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 3

4 III. PENCEGAHAN DAN STRATEGI PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN A. Pencegahan Kebakaran Hutan Timbulnya asap salah satunya ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Terjadinya kebakaran hutan disebabkan faktor : alam, kelalaian, dan kesengajaan. Untuk mengatasi kebakaran hutan yang disebabkan oleh hal-hal diatas akan di bahas dibawah ini. Kebakaran hutan yang disebabkan pembakaran limbah kayu dan semak belukar untuk tujuan pembangunan HTI, perkebunan dan areal pemukiman transmigrasi adalah dalam rangka pembukaan dan pembersihan lahannya (land clearing). Untuk lebih mempercepat pelaksanaannya maka pembersihan dilakukan dengan pembakaran antara bulan April s/d September saat musim kemarau, karena pada bulan Oktober - September adalah musim hujan. Untuk saat ini, pembakaran limbah kayu semak belukar adalah merupakan cara yang paling efisien dan paling murah. Mengingat dampaknya yang cukup luas, maka cara ini harus diubah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan limbah kayu menjadi chips/serpih kayu yang dapat dijual di dalam negeri maupun ekspor, dan perlu persyaratan bagi calon pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk menyertakan AMDAL perusahaan yang akan memanfaatkan lahan. Pembakaran hutan dan semak belukar untuk tujuan pertanian/perladangan yang dilakukan petani/peladang, saat ini masih merupakan budaya masyarakat tradisional yang sudah turun-temurun. Mengatasinya adalah dengan mengubah perilaku, meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat peladang di dalam dan di sekitar hutan, dengan : a) Mengalihkan pekerjaan berladang ke pekerjaan lain yang tidak membakar/merusak hutan. b) Meningkatkan usaha baru berladangnya secara kultur teknis sehingga tidak merusak/membakar hutan. c) Meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya pemeliharaan pelestarian hutan dan lingkungan hidup. Selain kebakaran yang disengaja dilakukan untuk tujuan pembangunan HTI, perkebunan, pemukiman transmigrasi dan pertanian/ perladangan, kebakaran hutan disebabkan oleh alam (api abadi/batubara, gesekan dll), kelalaian manusia. Untuk mengatasi penyebab ini dapat dilakukan dengan mengadakan perbaikan manajemen perlindungan hutan (antara lain :meningkatkan patroli, pemantauan secara dini dll), peningkatan teknik silvikultur ( pembuatan sekat bakar, pembuatan kolam air, pengendalian gulma dengan herbisida) dan penyuluhan. Peningkatan koordinasi antar intansi terkait dalam penanggulangan kebakaran kawasan hutan. Meningkatkan dan kampanye nasional kesadaran, kecintaan dan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan secara terpadu. Menyempurnakan konsepsi usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang mampu mendorong dan meyakinkan masyarakat, utamanya yang berada di sekitar di dalam hutan untuk berperan serta dalam mengamankan dan melestarikan hutan. Pendekatan perlu dilakukan melalui aspek-aspek legal, sosial budaya (behavior/anthropology) dan kesejahteraan dengan penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan yang bersifat menetap. Untuk mengatur masalah kehutanan perlu dilengkapi Peraturan Perundangundangan dan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis, prosedur tetap dan Peraturan Daerah serta law enforcement yang dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan adanya keragaman karakteristik di masing-masing wilayah/lapangan. Terakhir perlu ditingkatkan e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 4

5 manajemen Perlindungan Hutan antara lain dengan meningkatkan patroli, pemantauan secara dini dan upaya-upaya penanggulangan kebakaran hutan secara terpadu. B. Strategi Pemadaman Kebakaran Hutan Musim kemarau yang panjang di luar pulau Jawa seperti Kalimantan dan Sumatera, sangat mendukung proses terjadinya api yang besar. Lebih-lebih saat api datang, kandungan bahan bakar potensial sangat tebal dan kering pada lantai tegakan hutan. Di dalam hutan, bahan bakar terjadi dari daun-daun mati, ranting, batang pohon, cabang-cabang pohon di atas permukaan tanah, vegetasi bawah, dan terkadang pohon yang lebih besar. Pemanasan datang dari penyinaran, peristiwa ignasi atau dari asap mesin. Angin meniupkan oksigen kedalam api. Ada tiga tahap terjadinya proses kebakaran : 1. Pemanasan awal, pada tahap awal nyala api, bahan bakar terpanasi, kering dan sebagian berubah menjadi gas. Dalam suatu sumber api, pemanasan awal sewaktu daun dan rerumputan terlebih dahulu kering menyala, mengeriting, selanjutnya menjadi hangus dan gosong. 2. Pembakaran gas, gas terbentuk selama pemanasan awal, yang menjadi panas dan terbakar serta menghasilkan uap air dan karbondioksida. Nyala api sebenarnya merupakan hasil dari peristiwa gas-gas yang terbakar. 3. Pembakaran arang kayu, Bahan bakar tersisa, setelah gas-gas terbakar. Sejumlah besar dari panas dilepaskan selama pembakaran. Dalam suatu hutan yang kering, tiap kg bahan bakar yang terbakar melepaskan panas sekitar kilo joule energi. Bohlam listrik membutuhkan 50 jam untuk menggunakan energi sebanyak ini. Sifat-sifat Api Dalam api hutan, berbagai kondisi tergantung mempengaruhi ukuran dan intensitas api. Jika beberapa kondisi ini berubah. Petugas kehutanan perlu mengetahui tentang akibat ini, sehingga dapat mengerti bagaimana api yang akan terjadi, dan bagaimana mereka dapat memperoleh teknik pengendalinya. Angin Angin, berpengaruh terhadap api melalui perubahan jumlah suplai oksigen. Peningkatan kecepatan angin membawa banyak oksigen, dengan demikian bahan bakar dapat terbakar lebih cepat. Lereng Api biasanya berjalan lebih eepat pada tempat menanjak dari pada permukaan yang datar. Sudut nyala api mengikuti perubahan permukaan tanah. Searah dengan angin, banyak bahan bakar yang terbakar didahului dengan pemanasan awal, selanjutnya terbakar dengan mudah. e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 5

6 BahanBakar Jumlah bahan bakar, kandungan air, dan ukuran bahan bakar, semua berpengaruh terhadap tingkah laku api. lntensitas api meningkat sebanding dengan peningkata bahan bakar dan bahan bakar kering. Apabila potongan bahan bakar menjadi kecil maka intensitas api meningkat. Rumput-rumputan dan ranting, terbakar lebih mudah dari pada kayu gelondongan. Api Loncat Dalam suatu api hutan, kepingan kulit batang yang terbakar, ranting-ranting kecil dan daun-daunan terangkat ke angkasa, membentuk gumpalan api kebakaran. Apabila bara api kebakaran berada diatas suatu lahan yang belum terbakar, ia dapat menimbulkan api baru, ini disebut api loneat atau api tularan (Spot fires ). Sebagai contoh hasil pengamat di Australia, beberapa jenis Eucalyptus mempunyai kulit batang yang mengelupaskan kepingan-kepingan atau potongan-potongan kulit batangan, yang dapat mengapung pada angin kencang atau angin yang bergerak keatas. Kepingan-kepingan kulit batang yang menyala dapat membawa sejauh 5 km dari api terdahulu dan menimbulkan api baru. Jenis Api Hutan Api hutan biasanya terjadi dalam dua bentuk : 1. Api pennukaan yang terjadi pada vegetasi permukaan tanah, membakar serasah dan tumbuhan langka, tetapi tidak mencapai puncak pohon yang lebih tinggi. Kebanyakan, api hutan yang berukuran sedang dan kecil, termasuk dalam api permukaan. 2. Api tajuk, membakar bagian tajuk dari pohon. Oleh karena api ini besar, maka nyala apinya tinggi sekali di atas pennukaan tanah. dalam beberapa kasus, tajuktajuk tumbuhan terbakar penuh, sehingga api seperti ini dinamakan api tajuk (Crown Fire). Ada tiga tahapan yang harus dilakukan dalam upaya pengedalian api hutan, yaitu : 1. Pencegahan Aktifitas pencegahan meliputi Aktifitas pencegahan meliputi : pengeluaran atau memberlakukan peraturan perundang-undangan, reduksi bahan bakar, serta penyuluhan dan pendidikan. 2. Persiapan pemadaman Kegiatan ini meliputi : pembangunan jalan, membuat sekat bakar, memasang sistem komunikasi, membangun sistem deteksi asap berupa tower, dan lain-lain. Pemadaman api hutan Jika dilihat dan kejadiannya, api dilahan hutan ada dua macam : Pertama, api yang disengaja, misalnya untuk pembersihan lahan atau peremajaan rumput untuk ternak. Api semacam ini cukup diawasi agar tidak menjalar ketempat lain. Barulah sehabis pembakaran, dilakukan pengontrolan bara sisa yang mungkin tertiup angin ke tempat lain. Jika bara berupa batang atau dahan masih terdapat pada areal kebakaran, sedangkan air tidak ada, maka cukup dengan menempatkan bara tersebut pada areal bebas bahan bakar. Apabila air masih ada, maka segera disemprot atau ditumpahi air sampai bara e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 6

7 padam. Kedua api yang kita hadapi adalah api liar yang biasanya datang tanpa diundang, walaupun awalnya bisa disengaja atau tidak. Api semacam inilah yang perlu dipadamkan. Dalam pelaksanaan pemadaman api lahan, temyata tinggj api sangat mempengaruhi kemampuan regu pemadam api. Oleh karena itu, harus disesuaikan dengan alat yang disediakan. Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat peralatan pemadam adalah : 1. Kemampuan maksimal regu pemadam pada jarak terdekat antara api dengan sumber api. Sebagai contoh untuk api 2 meter, kemampuan mendekat regu pemadam adalah 5 meter. Pada jarak itulah seorang anggota regu pemadam dapat mematikan api dengan menggunakan suatu alat. 2. Kemampuan seseorang mengoperasikan suatu alat sampai dia lemas kecapaian. 3. Jangkauan dan kapasitas alat yang dipakai. Ketiga faktor diatas sangat menentukan suksesnya memadamkan api, sehingga perlu dicari strategi pemadaman yang tepat. Memadamkan api yang sudah sempat terjadi, strategi pemadaman yang akan digunakan tergantung pada tinggi api, persediaan alat, keberadaan sumber air, dan tersedianya jalan hutan. Pengamatan berulang dari setiap kejadian api, diperoleh kesimpulan bahwa tinggi api selalu 2x tinggi bahan bakarnya. Bila bahan bakarnya 1 m, tinggi api sekitar 2 m. Bila bahan bakar 3 m, tinggi api sekitar 6 m, dan seterusnya. Berbagai cara pemadaman api dengan menggunakan alat yang sesuai dengan tingkat intensitas api, adalah sebagai berikut : 1. Cara pemadaman dengan Kepiok. Cara ini digunakan pada bahan bakar serasah lantai hutan dengan api setinggi +/50 cm ; di medan berat seperti di lereng gunung ; tempat jauh dari jalan dan tidak ada sumber air ; atau pada lereng yang curam. 2. Pasangan Kepiok dengan pacitan. Cara ini cocok untuk tinggi api setinggi +/- 1-1,5 m ; pada medan yang tidak masuk kendaraan berat, tetapi sumber air masih ada. Satu pacitan dilengkapi dengan satu jerigen air. Api yang dihadapi dengan pasangan ini, biasanya adalah api bawah tegakan tanaman kehutanan yang beralang - alang sedikit. 3. Pasangan Kepiok dengan alat semprot di punggung (pompa kodok ). Strategi ini cocok untuk api setinggi +/- 1 m, pada areal yang tidak terdapat jalan, tetapi harus disertai stok air berupa kubangan atau bak air dalam mobil, untuk menjaga kehabisan air dalam semprot punggung. 4. Cara pemadaman dengan kendaraan Pick-up. Cara pemadaman dengan unit Pick-up sangat cocok untuk intesitas api sedang dengan ketinggian api dari 1,5-4 m. Penggunaan alat ini sangat cocok untuk pengedalian HTI atau tanaman kehutanan. Perangkat unit Pick-up terdiri dari : 1 buah mobil Hiline Pick-up, tangki berupa dua buah drum berisi 400 lt air, mesin pompa Honda 5,5 PH satu buah, selang 200 m, satu buah jet, kepiok 3 buah, kapak 1 buah, dan pompa kodok 2 buah.strategi Pick-up hanya dapat e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 7

8 dioperasikan pada areal yang mempunyai jalan mobil, sumber air, dan kondisi fisiografi lahan datar sampai bergelombang. 5. Menggunakan Mobil Pemadam Kebakaran. Strategi ini umumnya juga digunakan di berbagai tempat untuk api yang sangat besar. Tetapi areal kebakaran harus mempunyai jalan yang petmanen serta persediaan air yang sangat banyak. 6. Menggunakan pompa diam. Cara ini suka digunakan pada api gambut. Air dipompa dan sumur dangkal yang mudah dibuat dilahan gambut. Air dari sumur langsung disemprotkan ke areal terbakar dengan menggunakan selang. Areal yang mudah diatasi dengan cara ini, adalah areal yang berkelerengan hampir rata. 7. Menggunakan pesawat terbang. Penggunaan alat ini memerlukan investasi sangat besar, tetapi tidak efektif untuk api besar. Biasanya, strategi ini hanya digunakan sebagai pembantu pasokan pemadam di darat dalam memperkecil intensitas api. 8. Bakar Balas. Strategi ini dilakukan jika sama sekali tidak tersedia peralatan pemadam, serta personil yang sedikit, yaitu dengan cara membakar bahan bakar berlawanan arah jalaran api. Dengan cara demikian api dari dua arah akan bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api padam. Untuk melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan yang merupakan sekat bakar dengan areal penting untuk dilindungi. IV. PENUTUP Kesimpulan dan saran Kebakaran HHT yang terjadi hampir setiap musim kemarau jelas merupakan berita yang amat menyedihkan bagi masa depan kehadiran HHT di negeri lni, lebih-lebih mengingat masih rendahnya menegemen pengendalian kebakaran hutan saat ini. Mengganasnya kebakaran hutan selama satu dasa warsa terakhir ini yang nota bene saat ini tidak saja melahap hutan alam, namun juga HTI (reboisasi) serta lahan-lahan non hutan sudah saatnya harus ditanggapi dengan upaya pengendalian secara sigap. Berbagai kegiatan pengendalian baik preventif maupun kuratip harus lebih digalakkan serta secara nyata diaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan hutan, misalnya dengan mengurangi sumber bahan bakar, membuat sekat bakar; menara api, pemantauan secara intensif hingga kesiapsiagaan personel dan berbagai peralatan canggih peredam api dalam jumlah yang memadai baik dihutan maupun dihutan tanaman. Kegiatan tersebut jelas memerlukan investasi besar, namun tentunya cukup seimbang dengan hasil yang diperolah dari eksploitasi HHT selama ini. Apabila diperhitungkan dampak kerugian yang ditimbulkan oleh setiap kebakaran hutan yang tak ternilai besarnya, maupun komitmen kita dalam memenuhi target International Tropical e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 8

9 Timber Organization (ITTO) tahun 2000, bahwa kayu tropis yang diperdagangkan antar negara, harus bersumber dari hutan yang dikelola secara lestari (Ecolabelling kayu tropis). Masalah kehutanan memang semakin kompleks, jalan keluarnya tak ada lain bahwa sumber daya ini harus mulai benar-benar dikelola secara profesional. Sehubungan dengan pengendalian kebakaran hutan, konsekwensinya antara lain, dibutuhkan reinvestasi kapital kedalam sumber daya ini dalam jumlah proporsional. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Acep. Api hutan dan strategi pemadamannya.majalah Kehutanan Indonesia. Edisi /1995 Puskap Fisip Usu, Wim Dan Yayasan Sintesa. Pengelolaan Hutan Partifiipatit Diklat LPPM USU Ruslan, Muhammad. Studi perkembangan suksesi pada hutan alam sekunder di Daerah. Fakultas Kehutanan Unlam Mandiangin Kalsel. Dirjen Dikti Depdikbud Yanney Ewusie, J. Pengantar ekologi tropika. Penerbit: ITB, Bandung. e-usu Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 9

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp ,   PENDAHULUAN KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR KALIMANTAN SELATAN Oleh/By FONNY RIANAWATI Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan 2.1.1. Definisi Kebakaran Hutan Kebakaran hutan merupakan kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat antara oksigen, sumber penyulutan, dan bahan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan merupakan tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon

Lebih terperinci

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengangkat permasalahan

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun

Lebih terperinci

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Latar Belakang Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga pelestarian

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP Jakarta, 12 Juni 2014 RUANG LINGKUP 1. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA)

Lebih terperinci

2. Berikut ini beberapa contoh yang dapat menyebabkan hutan terbakar.

2. Berikut ini beberapa contoh yang dapat menyebabkan hutan terbakar. CONTOH SOAL PLH KELAS XII SEMESTER 1. Berikut ini yang sesuai dengan definisi hutan adalah... a. daerah yang sangat luas yang ditumbuhirumput liar b. daerah yang sangat luas yang ditumbuhi pohon liar c.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut

Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut 1 Ruang lingkup dari materi Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut meliputi: 1. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 2. Karakteristik kebakaran hutan dan lahan gambut

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBUKAAN LAHAN DAN PEKARANGAN BAGI MASYARAKAT DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PEMBAKARAN DAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK POLUSI UDARA LINTAS BATAS NEGARA YANG DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN

BAB II KARAKTERISTIK POLUSI UDARA LINTAS BATAS NEGARA YANG DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN BAB II KARAKTERISTIK POLUSI UDARA LINTAS BATAS NEGARA YANG DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN Kehidupan generasi mendatang sangatlah tergantung pada generasi sekarang, di mana kehidupan masa kini akan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa kebakaran hutan

Lebih terperinci

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI BOKS 1 KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI A. KEBAKARAN LAHAN DAN PENYEBABNYA Setiap tahun pembakaran dan terbakarnya lahan mengakibatkan munculnya masalah asap di

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

Long-Term Fire Retardant, Extinguisher and Inhibiter Concentrated Powder

Long-Term Fire Retardant, Extinguisher and Inhibiter Concentrated Powder LICET-FF Long-Term Fire Retardant, Extinguisher and Inhibiter Concentrated Powder 1. DESKRIPSI: LICET-FF adalah Zat Pemadam, Penyekat dan Penghambat Kebakaran yang biasa digunakan untuk pencegahan dan

Lebih terperinci

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi masyarakat di Sumatera dan Kalimantan akibat semakin parahnya kebakaran lahan dan hutan. Kasus

Lebih terperinci

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Iklim merupakan rata-rata dalam kurun waktu tertentu (standar internasional selama 30 tahun) dari kondisi udara (suhu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

INDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN

INDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN SUMBERDAYA PENGERTIAN SUMBER DAYA MERUPAKAN UNSUR LINGKUNGAN HIDUP YANG TERDIRI DARI SUMBERDAYA MANUSIA, SUMBERDAYA HAYATI, SUMBERDAYA NON HAYATI DAN SUMBERDAYA BUATAN. (UU RI NOMOR 4 TAHUN 1982) SEHINGGA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden

Lebih terperinci

PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN

PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN PAB245 (3-0) PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI Sumberdaya Alam Sumberdaya alam adalah segala unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan merupakan bukan hal baru terjadi disejumlah daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database yang seharusnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan 1. Definisi Kebakaran Hutan Kebakaran Hutan adalah peristiwa pembakaran yang penjalarannya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan. Bahan bakar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.18/Menhut-II/2004 TENTANG KRITERIA HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal TINJAUAN PUSTAKA Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal penting, karena terkait dengan sistim penggunaan lahan secara lestari. Bahasan tersebut merupakan salah satu kesimpulan

Lebih terperinci

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai merupakan sumber air yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia. Sungai juga menjadi jalan air alami untuk dapat mengalir dari mata air melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nino telah melanda sebagian belahan bumi, termasuk diantaranya Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA. Nino telah melanda sebagian belahan bumi, termasuk diantaranya Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Musim kemarau dan kekeringan yang panjang sebagai akibat dari badai El Nino telah melanda sebagian belahan bumi, termasuk diantaranya Indonesia. Badai El Nino yang kering

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PEMBAKARAN DAN

Lebih terperinci

Dampak Perubahan Iklim

Dampak Perubahan Iklim Pemanasan Global, Perubahan Iklim, pencemaran lingkungan Bab Pemanasan III Dampak Global, Perubahan Perubahan Iklim Iklim, & pencemaran lingkungan Dampak Perubahan Iklim Menteri Negara Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, NOPEMBER 2014

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, NOPEMBER 2014 RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, 19-20 NOPEMBER 2014 Seminar Nasional Benih Unggul untuk Hutan Tanaman, Restorasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci