I. PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun , yang pelaksanaan 5 tahunan (jangka menengah) tertuang dalam UU No.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun , yang pelaksanaan 5 tahunan (jangka menengah) tertuang dalam UU No."

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun , yang pelaksanaan 5 tahunan (jangka menengah) tertuang dalam UU No. 17 tahun 2007, menyebutkan bahwa salah satu bidang pembangunan yang menduduki posisi penting adalah upaya untuk membangun kualitas sumberdaya manusia (SDM). Disebutkan bahwa SDM merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan sehingga SDM yang berkualitas merupakan kunci keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Padahal daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Oleh karena itu, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Kemandirian tercermin antara lain dalam kemampuan memenuhi tuntutan kebutuhan, termasuk di dalamnya kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan, oleh karenanya pangan terkait erat dengan upaya mewujudkan hal tersebut di atas. Pangan atau makanan adalah hak asasi manusia yang paling mendasar yang harus dipenuhi. Masyarakat yang terpenuhi kebutuhan pangannya dengan

2 2 mutu gizi seimbang akan dapat hidup sehat, aktif, dan lebih mampu berkiprah dalam pembangunan. Sebaliknya apabila kebutuhan pangan tersebut tidak terpenuhi dapat timbul keresahan sosial yang pada akhirnya dapat mengganggu kestabilan ekonomi dan politik suatu negara, sehingga pelaksanaan pembangunan akan terhambat. Dapat dikatakan bahwa mati hidupnya suatu bangsa tergantung pada pemenuhan kebutuhan pangan tersebut. Mengingat pentingnya memenuhi kebutuhan pangan, maka setiap negara perlu mendahulukan pembangunan di bidang pangan sebagai pondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Hal tersebut juga sejalan dengan kesepakatan internasional yang tertuang dalam World Food Summit 1996 dan ditegaskan lagi dalam World Food Summit 2001 untuk melaksanakan aksi-aksi mengatasi masalah kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan di dunia. Millenium Development Goals tahun 2000 menetapkan salah satu tujuannya untuk mengurangi angka kemiskinan dan kerawanan pangan di dunia sampai setengahnya pada tahun Selain itu, beberapa konvensi internasional juga memuat komitmen bangsa-bangsa terhadap pembangunan di bidang pangan, gizi dan kesehatan. Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan pemerintah untuk memberikan jaminan kepada warganegaranya agar dapat hidup sejahtera lahir batin. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 9 menyebutkan antara lain bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Walaupun secara eksplisit hak atas pangan tidak disebutkan, kedua ayat tersebut secara implisit memuat perintah untuk menjamin kecukupan pangan dalam rangka memenuhi hak azasi atas pangan setiap warganya dan menyatakan pentingnya pangan sebagai salah satu komponen utama dalam mencapai kehidupan sejahtera lahir dan batin. Undang-undang yang secara eksplisit menyatakan

3 3 kewajiban pemerintah memenuhi kebutuhan pangan adalah UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, mencakup aspek ketersediaan, distribusi, sampai konsumsi pangan tingkat rumahtangga dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya dalam rangka mencapai status gizi yang baik. Masalah pangan dan gizi memang merupakan masalah yang kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Untuk itu diperlukan pengkajian yang cermat dan mendasar dalam rangka penyusunan perencanaan program pembangunan bidang pangan. Salah satu cara/pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan melihat pola konsumsi masyarakatnya. Hingga saat ini, pola konsumsi masyarakat Indonesia secara umum masih didominasi oleh pangan sumber karbohidrat atau pangan nabati. Konsumsi pangan nabati mencapai 85% dan hanya 15% merupakan protein hewani (Ariani, 2006). Sebagai pembanding, proporsi konsumsi protein hewani per kapita di Amerika Serikat mencapai 65.19% dari total protein, Australia 68.23%, dan Malaysia 47.49%, serta rata-rata per kapita dunia sebesar 34.75% (Daud, 2006). Rendahnya konsumsi tersebut berpotensi menghambat upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Salah satu sebabnya adalah protein hewani memiliki komponen protein tertentu yang sangat esensial untuk perkembangan manusia yang tidak dapat diperoleh dari protein nabati. Dapat dikatakan bahwa protein hewani berperan penting dalam perkembangan kecerdasan manusia dan layak disebut sebagai agent of development bagi pembangunan bangsa. Sumber protein hewani berasal dari produk peternakan dan perikanan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 2004) memberikan rekomendasi bahwa untuk mencapai mutu gizi konsumsi pangan yang baik, dari kecukupan protein rata-rata per kapita per hari sebesar 52 gram hendaknya 15

4 4 gram dipenuhi dari pangan sumber protein hewani dengan perincian 9 gram dari protein ikan dan 6 gram dari protein ternak. Dari sisi ketersediaan, tingkat ketersediaan energi yang dikonsumsi pada tahun 2004 sebesar 3031 Kal/kapita/hari dan protein sebesar 76.2 gram/kapita/hari (Dewan Ketahanan Pangan, 2006). Ketersediaan kalori ini telah melebihi tingkat rekomendasi sebesar 2500 Kal/kapita/hari. Selanjutnya ketersediaan protein yang mencapai 76.2 gram/kapita/hari tersebut lebih tinggi dari angka kecukupan konsumsi yang direkomendasikan yaitu sebesar 52.0 gram/kapita/hari. Namun demikian sebagian besar dari protein ini dihasilkan dari protein nabati yaitu 83.3%, sedangkan kontribusi protein hewani hanya 17.7%. Dari jumlah ini, yang tersedia paling banyak adalah dari jenis ikan (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan Ketersediaan Beberapa Komoditas Pangan di Indonesia Tahun (ribu ton) Komoditas Pangan Nabati Padi Jagung Kedelai Kacang tanah Sayur Buah Pangan Hewani Daging Sapi/Kerbau Daging Ayam Telur Susu Ikan Sumber: Dewan Ketahanan Pangan Nasional (2006), BPS (2009)

5 5 Ikan telah menjadi produk yang sangat penting karena merupakan produk pangan dengan nilai nutrisi tinggi. Ikan juga menjadi komoditas penting bagi sebagian besar penduduk, tidak hanya di Indonesia melainkan di seluruh dunia. Tahun 2004, perikanan dunia memasok sekitar 106 juta ton ikan sebagai bahan pangan yang merupakan catatan tertinggi dalam catatan FAO. Secara umum, ikan memasok kebutuhan 2.8 milyar penduduk dunia dengan kontribusi sekitar 20% dari rata-rata asupan protein hewani (FAO, 2007). Secara budaya, ikan telah menjadi bagian dari menu diet konsumsi penduduk sejak berabad-abad sebelumnya. Pada saat sekarang, hal tersebut juga terkait dengan unsur ekonomi bahwa ikan merupakan salah satu sumber protein yang murah bagi sebagian besar penduduk. FAO memprediksikan bahwa kebutuhan ikan dunia akan terus meningkat baik karena meningkatnya populasi penduduk maupun karena adanya usaha-usaha untuk meningkatkan konsumsi per kapita. Ikan merupakan produk pangan hewani yang mempunyai nilai nutrisi tinggi, kaya akan nutrisi mikro, mineral, asam lemak dan protein esensial. Kandungan protein ikan berkisar antara 20-35%, merupakan sumber protein utama dalam konsumsi pangan karena kelengkapan komposisi kandungan asam amino esensial serta mutu daya cernanya yang setara dengan telur (Harli, 2008). Kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh omega-3 yang tidak dimiliki produk daratan (hewani dan nabati), merupakan keunggulan produk perikanan tersebut. Disamping itu, hasil laut dan produk perikanan juga banyak mengandung berbagai jenis vitamin yang larut dalam lemak, khususnya vitamin A, D, E dan K. Dengan kandungan kalsium (Ca) yang tinggi, ikan dan produk perikanan juga merupakan bahan makanan yang sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel tulang. Ikan-ikan laut juga banyak mengandung senyawa yodium yang sangat diperlukan untuk mencegah penyakit gondok khususnya bagi masyarakat yang bermukim di wilayah

6 6 pegunungan. Budaya makan ikan yang tinggi dalam masyarakat Jepang telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan anakanak di negara tersebut. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi ikan selain akan dapat menunjang laju pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan/gizi, diharapkan juga akan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia agar menjadi bangsa yang sehat, kuat dan mempunyai etos kerja yang tinggi sehingga menjadi bangsa yang maju, makmur dan sejahtera Perumusan Masalah Indonesia merupakan negara maritim (luas laut 5.8 juta kilometer persegi) dengan wilayah laut terluas, jumlah pulau terbanyak, dan garis pantai terpanjang kedua di dunia, tentunya menjanjikan potensi yang sangat besar. Berdasarkan data Pusat Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), produksi ikan hasil penangkapan di laut sektor ini merupakan penyumbang terbesar produksi perikanan Indonesia dalam kurun waktu hampir 10 tahun terakhir. Perikanan laut mempunyai tingkat pemanfaatan mencapai % dari potensi lestari sebesar ton per tahun atau 79.37% dari JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) sebesar juta ton per tahun (Tabel 2).

7 7 Tabel 2. Perkembangan Produksi Perikanan Indonesia Menurut Kategori Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya, Tahun (Ton) Tahun KATEGORI Jumlah Perikanan Tangkap Perikanan Laut Perikanan Perairan Umum Perikanan Budidaya Budidaya Laut Budidaya Tambak Budidaya Kolam Budidaya Karamba Budidaya Jaring Apung Budidaya Sawah Sumber: Perikanan dan Kelautan dalam Angka, Departemen Kelautan dan Perikanan (2009) Tabel tersebut memperlihatkan dengan lebih jelas dominasi sektor perikanan tangkap (laut) dalam penyediaan produksi perikanan. Sumbangannya mencapai 75.89%, jauh di atas kontribusi perairan umum (7.36%) dan budidaya (16.75%) per tahun; meskipun demikian, kontribusi perikanan budidaya mengalami laju perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut menggambarkan bahwa pasokan ikan yang dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri (selain untuk kebutuhan ekspor) tersedia dalam jumlah yang cukup besar. Namun ironisnya, tingkat konsumsi ikan per kapita di Indonesia masih tergolong rendah. Rendahnya konsumsi ikan masyarakat Indonesia tersebut dapat dikaitkan dengan berbagai faktor yaitu : 1) pengetahuan mengenai gizi dan teknik pengolahan ikan yang masih terbatas, 2) kendala mendapatkan ikan yang bervariasi, 3) harga ikan (misalnya udang, cumi, kakap merah) yang dinilai cukup

8 8 mahal dibandingkan daya beli masyarakat pada umumnya, 4) tingkat preferensi/kesukaan ikan belum berkembang, 5) citra/image/gengsi ikan sebagai makanan acara khusus belum berkembang, 6) masih terdapatnya nilai budaya, tabu, mitos, dan pantangan sekelompok masyarakat mengenai dampak negatif konsumsi ikan, dan 7) promosi konsumsi ikan yang belum optimal (Sulistyo et al., 2004). Selain itu, konsumsi ikan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar gizi dan kesehatan. Faktor-faktor produksi, pemasaran, teknologi dan perhubungan sangat mempengaruhi konsumsi ikan secara makro (tingkat nasional dan regional), sedangkan faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya mempengaruhi secara mikro (tingkat keluarga dan individu). Berdasarkan data SUSENAS, tahun 1997 tingkat konsumsi ikan adalah 18 kg per kapita per tahun. Tahun 2000 meningkat menjadi 22 kg per kapita per tahun, dan terakhir tahun 2006, tingkat konsumsi tersebut baru mencapai 24 kg per kapita per tahun, belum mencapai target pemerintah sebesar 26 kg per kapita per tahun dan masih di bawah standar FAO sebesar 30 kg per kapita per tahun. Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Ikan per Kapita Indonesia Tahun Total Konsumsi (Kg/kap/thn) Total Populasi (juta) ** 225** 228** Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2009) * : Angka perkiraan * * : Angka proyeksi, Badan Pusat Statistik (2009)

9 9 Rendahnya tingkat konsumsi ikan per kapita per tahun tersebut menunjukkan masih rendahnya budaya makan ikan di Indonesia. Sebagai perbandingan, konsumsi ikan per kapita per tahun di Jepang adalah 110 kg, Korea Selatan 85 kg, Amerika Serikat 80 kg, Singapura 80 kg, Hongkong 85 kg, Malaysia 45 kg, Thailand 35 kg, dan Filipina 24 kg (FAO, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya konsumsi ikan masyarakat Jepang menyebabkan rendahnya angka kematian akibat jantung koroner di negara tersebut dibandingkan dengan Amerika. Suatu penelitian mencatat bahwa pada kelompok yang mengkonsumsi ikan sekurang-kurangnya 30 gram sehari memiliki resiko kematian karena penyakit jantung koroner yang berkurang 50% dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengkonsumsi ikan. Lebih dari itu, asam lemak omega-3, yang hanya terdapat pada produk perikanan, juga dapat mencegah terjadinya penyakit-penyakit inflamasi seperti arthritis, asma, beberapa jenis penyakit ginjal, serta membantu penyembuhan depresi dan gejala hiperaktif pada anak-anak (FAO, 2003). Selain itu, asam lemak omega-3 pada minyak ikan juga dapat memperbaiki sensitivitas insulin pada penderita kelebihan berat badan. Zat tersebut membantu mencegah kemingkinan menderita penyakit diabetes. Penelitian di University of Connecticut mengindikasikan bahwa ibu hamil yang dalam darahnya mengandung banyak asam lemak omega-3 sangat membantu perkembangan pola pertumbuhan neurologi yang baik pada bayi yang dikandungnya. DHA, merupakan salah satu dari asam lemak omega-3, bersama-sama dengan AA (arachidonic acid) membantu bayi membangun otak dan mata yang cemerlang (Suzuki, 2004 dalam Bappenas, 2008). Mempertimbangkan keunggulan komparatif bahan pangan ikan tersebut maka sangat tepat bila pemerintah mentargetkan peningkatan konsumsi ikan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ikan sekaligus mengatasi

10 10 permasalahan gizi yang masih dihadapi masyarakat Indonesia. Pola makan yang tidak seimbang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius terutama munculnya penyakit-penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat pada golongan ekonomi menengah ke atas. Pada beberapa golongan etnik Indonesia, kedudukan ikan dalam susunan menu makanan keluarga telah menjadi bagian dari budaya. Kebiasaan makan itu terjadi tidak saja melalui proses sosialisasi dalam sistem sosial masyarakat bersangkutan, tetapi juga telah menyatu dalam selera makan anggota keluarga dan ditunjang oleh ketersediaan bahan makanan di alam. Konsumsi pangan sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Demikian pula dengan tingkat dan pola konsumsi ikan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) 1 pada tahun 2005 disparitas konsumsi tergambar dari tingkat konsumsi Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY) sebesar 8.3 kg/kapita/tahun (terendah) dan Maluku Utara kg/kapita/tahun (tertinggi). Variasi ini juga terjadi pada kelompok konsumsi ikan segar, ikan asin, dan produk makanan jadi. Oleh karena itu sangat penting untuk memperoleh informasi tentang ketersediaan kecukupan konsumsi ikan hingga ke tingkat rumah tangga agar tercapai target pemerintah (Bappenas, 2008). Konsumsi ikan per kapita dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara signifikan tercermin dari konsep food security yang meliputi kecukupan volume produksi (food availability) dan akses terhadap bahan pangan tersebut (food access) termasuk keterjangkauan harga oleh masyarakat (price affordability). Faktor-faktor lain yang berpengaruh misalnya masalah kultur atau budaya, persepsi terhadap ikan sebagai produk pangan, dan tingkat pendapatan keluarga. Di samping itu juga dapat dilihat preferensi yang dihubungkan dengan 1Pada tahun 2009 nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) berubah menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

11 11 kondisi geografis seperti daerah pesisir atau pedalaman. Preferensi juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan gizi masyarakat. Variabel-variabel tersebut berinteraksi dengan aspek residual antara ketersediaan volume ikan untuk konsumsi domestik dengan ekspor, yang pada akhirnya menentukan pola dan tingkat konsumsi ikan per kapita. Oleh karena itu, perlu dianalisis pola konsumsi ikan masyarakat Indonesia, yang sekaligus juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis pola konsumsi dan kontribusi produk perikanan terhadap pola konsumsi penduduk (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur permintaan produk perikanan penduduk Indonesia (3) Menduga nilai elastisitas permintaan produk perikanan di Indonesia (4) Merumuskan opsi kebijakan yang diperlukan untuk mendukung peningkatan konsumsi ikan masyarakat Indonesia Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan pangan dan gizi terutama upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan rumahtangga Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai preferensi konsumsi produk perikanan berdasarkan aspek ekonomi dan sosial sebagai ciri pembeli pada konsumen rumahtangga Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Produk perikanan bila dilihat dari sisi permintaan dapat digolongkan menjadi dua yakni permintaan untuk konsumsi rumah tangga dan permintaan

12 12 untuk bahan baku industri pengolahan. Ketersediaan konsumsi ikan untuk tingkat rumah tangga dan nasional sangat terkait dengan kebutuhan konsumsi ikan. Secara nasional, ketersediaan ikan untuk konsumsi dapat dihitung dari total produksi ditambah dengan impor produk perikanan dikurangi dengan total ekspor produk perikanan. Tinggi rendahnya permintaan masyarakat terhadap ikan ditandai dengan tinggi rendahnya tingkat konsumsi ikan di masyarakat. Faktor faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya konsumsi ikan tersebut dibagi menjadi dua dimensi yakni menurut dimensi mikro dan makro. Tingkat konsumsi ikan menurut dimensi mikro sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan ikan di masyarakat, harga ikan, daya beli masyarakat, pengetahuan masyarakat, nilai sosial budaya dan preferensi masyarakat. Penelitian difokuskan pada aspek mikro, yaitu konsumsi ikan di tingkat rumahtangga berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2008 (data Susenas tahun 2011 belum diperoleh) dengan melakukan pengelompokan menurut wilayah (perdesaan-perkotaan), golongan pendapatan, serta wilayah kepulauan. Pengelompokan golongan pendapatan dan pengelompokan jenis ikan yang digunakan sesuai dengan pengelompokan jenis ikan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sesuai dengan ketersediaan data Susenas, analisis yang dilakukan hanya menelaah sisi konsumen dan mengabaikan konsumen yang mungkin berperan pula sebagai produsen. Dalam hal ini rumahtangga nelayan tidak dianalisis secara khusus karena umumnya rumahtangga nelayan berperan sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen. Selain itu penggunaan peubah jumlah anggota rumahtangga dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan jenis kelamin dan kelompok umur, sesuai dengan ketersediaan data.

13 13 Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa Susenas tahun 2008 dilakukan pada bulan Juli, di mana pada bulan tersebut biasanya rumahtangga mulai mempersiapkan keperluan sekolah/pendidikan bagi anak-anaknya. Bagi beberapa rumahtangga, hal tersebut mungkin akan berpengaruh terhadap besarnya alokasi pengeluaran untuk makanan dalam keluarga. Selain itu, metode re-call yang digunakan dalam Susenas mengharuskan responden mengingat kuantitas dan nilai komoditas yang dikonsumsi selama seminggu yang lalu. Konsumsi makanan jadi dalam rumah tangga memerlukan kajian khusus tentang kuantitas komoditas yg dikonsumsi. Konsumsi makanan jadi akibat kebiasaan makan di luar rumah yang menjadi kecenderungan dalam rumah tangga saat ini memerlukan kajian khusus tentang kuantitas komoditas yang dikonsumsi Kontribusi Penelitian 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data survey. Permasalahan utama yang sering dihadapi dalam survey konsumsi rumah tangga adalah adanya rumah tangga yang tidak mengkonsumsi komoditas tertentu atau dikenal dengan istilah zero consumption atau zero expenditure. Permasalahan tersebut akan berimplikasi pada metode pendugaan parameter dari model yang dipakai. Penelitian ini menggunakan metode multistage budgetting approach yang sudah mengakomodir permasalahan zero consumption/zero expenditure tersebut. 2. Selama ini model yang sering dipakai dalam analisis konsumsi rumahtangga adalah model AIDS (Almost Ideal Demand System) yang diperkenalkan pertama kali oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun Model AIDS mempunyai share anggaran yang merupakan fungsi linear dari logaritma

14 14 total anggaran (pendapatan). Akan tetapi, model AIDS sulit menangkap pengaruh ketidaklinearan kurva Engel seperti yang sering ditemukan dalam studi permintaan empiris. Selain itu, model AIDS belum dapat menangkap informasi mengenai perbedaan kelas pendapatan dan perbedaan wilayah. Untuk menjaga sifat-sifat positif model AIDS serta memelihara kekonsistenan dengan kurva Engel dan pengaruh harga relatif dalam maksimisasi utilitas, dalam penelitian ini digunakan model Quadratic AIDS (QUAIDS) yang dikembangkan oleh Banks et al (1997). 3. Selama ini studi yang banyak dilakukan adalah studi mengenai permintaan pangan secara umum. Studi mengenai permintaan produk ikan umumnya dijadikan satu dengan studi mengenai permintaan pangan hewani. Di sisi lain informasi mengenai pola konsumsi ikan dan bagaimana respon terhadap perubahan harga dan perubahan pendapatan sangat diperlukan untuk menduga kesejahteraan, pengaruh perubahan teknologi, perkembangan infrastruktur, atau kebijakan ekonomi lain. Informasi ini diperlukan secara lebih spesifik, bukan hanya ikan secara keseluruhan. Penelitian mengenai permintaan ikan secara spesifik termasuk suatu hal baru, khususnya di negara berkembang. 4. Selama ini ikan merupakan produk pangan hewani penyumbang terbesar konsumsi pangan hewani di Indonesia, namun tingkat konsumsi produk perikanan penduduk Indonesia masih tergolong rendah. Dengan menganalisis pola konsumsi di tingkat rumahtangga berdasarkan golongan pengeluaran dan wilayah, maka dapat kebijakan peningkatan konsumsi ikan dapat diterapkan dengan tepat. Untuk mengetahui sejauh mana konsumsi/permintaan ikan di masa yang akan datang, maka elastisitas pendapatan dan elastisitas harga merupakan determinan penting.

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan laut Indonesia yang tersebar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia yang ada seperti pada perairan laut teritorial, perairan laut nusantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup sehat telah menjadi trend baru masyarakat dunia. Masyarakat dunia semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dan makanan yang tidak sehat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selain sebagai negara maritim juga sekaligus sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Artinya bahwa Indonesia merupakan negara yang paling

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nia Kurniawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara dengan konsumsi ikan sebesar 34 kilogram per

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara dengan konsumsi ikan sebesar 34 kilogram per BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan konsumsi ikan sebesar 34 kilogram per kapita per tahun. Angka tersebut masih sangat jauh jika dibandingkan dengan konsumsi ikan di negara

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia. Sektor Perikanan dan Kelautan adalah salah satu sektor andalan yang dijadikan pemerintah sebagai salah

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber pangan yang diharapkan masyarakat yaitu memiliki nilai gizi tinggi serta menyehatkan. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada bahan pangan kedelai, yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi dalam depkes RI adalah kondisi seseorang dinyatakan menurut jenis dan berat keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar

Lebih terperinci

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Oleh:

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam peranan perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata pencaharian di sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991).

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991). 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi sudah semakin baik. Kesadaran ini muncul dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daging Sapi Daging berasal dari hewan ternak yang sudah disembelih. Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah dan lemak. Jaringan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut. Garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlimpah, salah satunya adalah perikanan laut. Tetapi soal mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. berlimpah, salah satunya adalah perikanan laut. Tetapi soal mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki segudang kuliner andalan yang bisa dibanggakan. Indonesia patut berbesar hati akan potensi yang luar biasa sebagai negara kepulauan yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya perikanan. Ketersediaan pakan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan oleh semua komponen usaha, mulai dari usaha besar, usaha kecil dan menengah, maupun koperasi. Salah satu faktor yang mempercepat

Lebih terperinci

Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun

Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000,

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan fisik atau produktivitas kerja (Supariasa, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan fisik atau produktivitas kerja (Supariasa, 2001). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN

ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN Achmad Suryana 1 PENDAHULUAN Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH

PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH PROPOSAL SKRIPSI Nama : Anindita Ardha Pradibtia Kelas : 4 SE 1 NIM : 09.5878 Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantuan makanan melalui program PMT (Program Makanan Tambahan). 1)

BAB I PENDAHULUAN. bantuan makanan melalui program PMT (Program Makanan Tambahan). 1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kurang gizi dan gizi buruk merupakan salah satu jenis penyakit yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Data tahun 2007 memperlihatkan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif terhadap gaya hidup dan pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI Pusat Penganekeragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan nila merah Oreochromis niloticus merupakan ikan konsumsi yang digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan pertumbuhan yang relatif cepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI. : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah

PROPOSAL SKRIPSI. : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah PROPOSAL SKRIPSI Nama : Anindita Ardha Pradibtia Kelas : 4 SE 1 NIM : 09.5878 Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah Dosen Pembimbing : Dr. Hamonangan Ritonga M.Sc. LATAR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci