PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENGEMBANGAN KEENERGIAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENGEMBANGAN KEENERGIAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENGEMBANGAN KEENERGIAN DI INDONESIA OLEH: Prof. Dr. SAMAUN SAMADIKUN KETUA LIPI PENYUNTING Dr. Ir. SYARIFUDDIN ISMAIL HASIL-HASIL KONFERENSI ENERGI III UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG, 5-6 JULI 1990 PROGRAM PENELITIAN DAN STUDI ENERGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA - 1 -

2 I. PENDAHULUAN 1. Judul Yang diberikan kepada saya PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENGEMBANGAN KEENERGIAN DI INDONESIA mempunyai cakupan bahasan yang sungguh sangat luas, karenanya tentu dapat pula disepakati bersama bahwa saya menyoroti sebagian saja dari isyu yang diajukan itu. Kontribusinya dari pembicara-pembicara yang lain tentulah akan saling melengkapi. 2. Kiranya sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dengan makin melajunya pembangunan nasional, yang umumnya merupakan kegiatan fisik, maka berarti pula makin meningkatnya kebutuhan energi setiap tahun. Ini adalah konsekuensi hokum alam/fisika, yaitu usaha dapat dilaksanakan dengan membelanjakan sejumlah energi yang setara. Dengan makin meningkatnya industrialisasi maka makin banyak energi dibutuhkan. 3. Masalah pembangunan nasional khususnya pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainnya, dan biasanya menjadi tambah rumit dibandingkan dengan pembangunan sejenis di ngaranegara maju. Kerumitan masalah pembangunan ini disebabkan oleh dua kendala utama yang umumnya tidak menjadi masalah negara maju. 4. Kendala pertama berkaitan dengan system produksi yang umumnya manual, yang berarti produktivitas yang rendah dan karenanya juga pendapatan yang rendah. Faktor yang lain adalah bila mekanisasi diterapkan dalam industri maka akan diperlukan pasar yang besar. Penggantian system manual dengan mekanisasi memungkinkan produktivitas yang tinggi dan dari kacamata energi dapat dikategorikan sebagai substitusi antar bahan bakar (Interfuel Substitution). Namun substitusi pada sistem produksi itu menyebabkan masalah lain, yaitu penyempitan kesempatan kerja, yang bagi Indonesia dengan jumlah penduduknya yang besar, merupakan persoalan serius. 5. Dari segi lain, pengembangan pasar akan memerlukan infrastruktur yang lebih baik, khususnya sistem transportasi yang baik, murah, dan terintegrasi dengan baik. Dengan demikian sistem pasar dapat terintegrasi dengan baik pula. Dalam pada itu kita ketahui bahwa ciri pasar negara berkembang adalah derajat aktivitasnya yang rendah karena daya beli yang rendah. Karena itu sistem transportasi yang merambah ke seluruh penjuru dan murah makin menjadi prasyarat. Di sektor transportasi pun mekanisasi merupakan bentuk substitusi antar bahanbakar. 6. Mekanisasi di sektor industri maupun transportasi memerlukan bentuk energi tertentu misalnya batubara, minyak/gas bumi, atau listrik. Peningkatan aktivitas di kedua sektor tersebut, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencolok, mengakibatkan meningkatnya permintaan energi komersial secara mencolok pula. Pada gilirannya, suatu transformasi struktural/tatanan terjadi, dan peningkatan kandungan energi pada proses itu menyebabkan bahwa pembangunan nasional khususnya sangat sensitif terhadap harga energi dan ketersediaannya. 7. Sudah menjadi jelas sekarang bahwa pembangunan nasional memerlukan tersedianya energi dalam jumlah yang cukup, dari sumber yang serasi serta dengan mutu dan harga yang memadai. Ini merupakan salah satu persyaratan utama bagi berhasilnya usaha pembangunan nasional. Laju tumbuh permintaan energi komersial pertahun selama repelita I s/d V bagi Indonesia adalah sangat impresif, untuk kelistrikan rata-rata di atas 10%; Namun perlu pula diketahui bahwa konsumsi energi perkapita penduduk Indonesia masih termasuk yang terendah di kalangan ASEAN, demikian juga dengan besarnya konsumsi listrik perkapita. 8. Meningkatnya permintaan energi setiap tahun itu bagi Indonesia telah mengharuskan ditetapkannya berbagai kebijakan nasional di bidang energi, dibarengi dengan perlu dilaksanakannya usaha bersama dan terpadu oleh seluruh sektor kegiatan ekonomi. Hal ini perlu karena energi adalah masalah yang menyangkut segala aspek kegiatan itu, dan adalah masalah nasional yang harus diselesaikan secara terpadu. Pola kebijakan energi nasional - 2 -

3 (1981) yang meliputi program indeksasi, substitusi, diversifikasi dan konservasi energi yang telah diolah oleh badan koordinasi nasional di bidang energi. (BAKOREN) kiranya sudah diketahui umum, dan tidak perlu dielaborasi lebih lanjut. Langkah-langkah umum kebijakan baru di bidang energi (1989) diarahkan kepada pola usaha intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi. 2. PENGEMBANGAN KEENERGIAN 1. Peradapan kuno umumnya berkembang dan berpusat pada tempat-tempat yang strategis dalam dua aspek: sumber energi yang melimpah dan kemudahan transportasi. Kedua hal itu meliputi hutan (dan ladang pertanian) dan sungai/pantai, mengingat sumber energi yang dikuasai pada waktu itu adalah kayubakar, sedangkan moda transportasi adalah perahu/ kapal (kemudian kuda atau binatang lain untuk di darat). Perkembangan perkotaan kuno dan modern sedemikian sehingga sumber energi tradisional makin berkurang sedangkan pusat-pusat hunian cenderung menetap dan meluas. Kenyataan yang banyak didapati sekarang adalah terjadinya ketakserasian (Mismatch) dalam arti pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berada jauh dari tempat-tempat di mana sumber energi berada. Hal inipun berlaku bagi Indonesia, di mana pusat industri/ekonomi dan pusat beban berada di kota-kota besar khususnya di Jawa, sedangkan sumber-sumber daya energi berada di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan lain-lain. Mismatch ini kiranya akan terbawa terus di masa depan, walaupun sebagian pusat pertumbuhan ekonomi dapat diusahakan di kawasan sumberdaya energi tertentu. Memang menarik untuk melihat kemungkinan pengembangan pusat-pusat industri di tempat di mana sumberdaya energi tersedia dengan melimpah, tetapi kiranya kita sepakat bahwa pengembangan kawasan industri tidak hanya pabriknya saja tetapi juga akan menyangkut segala infrastruktur lainnya, serta manusia yang menjadi pelaksananya. Ini semua akan membutuhkan investasi yang tidak kecil. 2. Perkembangan keenergian di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari besarnya persediaan/ cadangan sumberdaya dan cara pemanfaatannya sebagai produk akhir yang dipakai dalam industri atau kegiatan produktif lainnya serta tekanan berupa jumlah absolut berbagai jenis energi dan meningkatnya kebutuhan energi sebagai permintaan tahunan yang harus dipenuhi. Keseluruhannya itu harus diproyeksikan dan direncanakan dengan cermat, sehingga perencanaan strategis diperlukan untuk memadukan suplai dan permintaan dalam jangka panjang secara serasi. 3. Semua itu, demi kelangsungan kehidupan nasional, memerlukan program pengelolaan sumberdaya energi di samping pengelolaan permintaan energi sehingga dicapai penggunaan energi yang efisien dan rasional. 4. Berdasarkan berbagai pertimbangan maka sekarang dan di masa depan sumber-sumber energi di luar minyak bumi akan makin banyak digunakan di dalam industri kita. Bagaimanapun minyak bumi adalah komoditi strategis bagi kita dan perlu kita utamakan sebagai penghasil devisa. Minyak adalah komoditi yang paling supel dalam transaksi perdagangan international. Dalam konteks ini, batubara dan gas bumi dan derivatnya akan menjadi sumber energi domestik yang makin penting kedudukannya. Dalam pada itu potensi hidro di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya kiranya masih akan terlalu jauh dari pusat-pusat beban, dan karenanya belum akan dimanfaatkan secara optimal. 5. Berbagai sumberdaya energi potensial lainnya antara lain adalah panas bumi, radiasi surya (langsung dan tidak langsung misalnya dalam bentuk angin dan energi termal lautan), biomassa, gambut. Sumberdaya energi berupa panas bumi cukup melimpah di Indonesia; khususnya untuk Jawa potensi panas bumi menarik untuk digunakan secara besar-besaran karena potensinya sangat besar, sekitar MW, sedangkan teknologinya sudah terbukti di berbagai tempat di dunia. Walaupun Indonesia berada pada katulistiwa, kualitas energi suryanya secara teknis tidaklah - 3 -

4 cukup baik, karena banyaknya hari berawan rata-rata setiap tahunnya. Baik untuk konversi langsung menjadi listrik dengan sistem fotovoltaik maupun untuk disadap panas kandungannya, radiasi yang banyak mengandung komponen difus itu kurang menguntungkan. Di samping itu radiasi surya secara teknis sifatnya intermiten dan kerapatan energinya adalah sangat encer. 6. Biomassa, terutama kayubakar, karena murah masih akan menjadi sumber energi utama di daerah pedesaan. Mengingat jumlah penduduk yang besar dan laju pertambahannya yang relatif tinggi, akan terjadi ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan kayubakar dan ini menimbulkan masalah lain, yaitu degradasi lingkungan hidup. Masalah lain mengenai biomassa adalah transaksinya umumnya tidak dalam jalur komersial sehingga lebih sulit untuk diatur. Sampai awal 1980-an diperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya kontribusi konsumsi kayubakar/energi non-komersial secara absolut sebanding dengan sumber energi komersial. 7. Sumber energi alternatif lainnya seperti gambut yang melimpah di Kalimantan, kecuali untuk penggunaan skala kecil pengembangannya akan diharapkan pada masalah matching antara beban dan sumber yang tidak serasi. Mengenai nuklir, sumberdaya yang tersedia di indonesia berupa cadangan uranium diperkirakan kecil dan apabila kita GO NUCLEAR, kita harus mengikuti hukum pasar yang berlaku internasional. 8. Energi juga sangat penting dalam produksi kebutuhan dasar manusia terutama dalam usaha swasembada pangan, walaupun ini dicapai secara tidak langsung. Irigasi dengan pemompaan air dan penggunaan pupuk dan pestisida menyangkut biaya energi tinggi. 9. Pengembangan keenergian kiranya juga perlu mempertimbangkan tentang besarnya cadangan di samping pemenuhan kebutuhan energi secara optimal antara lain terhadap kenyataan bahwa sumber energi komersial pada saat ini mendasarkan kepada sumberdaya yang tidak terbatas, yang pada suatu saat nanti akan habis, sedangkan pengembangan sumberdaya energi baru dan terbarukan masih menghadapi berbagai hambatan. 3. PERANAN IPTEK 1. Ilmu pengetahuan dan teknologi (lptek) memegang peranan sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat kemampuannya memberikan rasionalitas terhadap kegiatan-kegiatan yang sangat kompleks dalam waktu yang sangat terbatas. Dalam pada itu perkembangan IPTEK di dunia juga berlangsung sangat cepat, yang akan berpengaruh pula terhadap perkembangannya di Indonesia. 2. Perkembangan IPTEK di bidang energi dipengaruhi oleh beberapa hal yang menjadi isyu international dewasa ini dan akan berdampak besar di masa depan: a. Sumberdaya energi alternatif, misalnya yang termasuk dalam kategori sumberdaya energi baru dan terbarukan (SEBT); b. Penggunaan energi secara rasional, antara lain dengan teknik pengelolaan energi dan konservasi energi di kawasan industri dan pengguna lainnya dalam skala besar; c. Peningkatan nilai tambah berbagai sumberdaya energi konvensional (misalnya batubara dengan clean coal technology, easy transportation, dll. Dan LNG/LPG/CNG trade-off dalam bidang gas bumi); d. Penelitian frontier sumberdaya energi masa depan (energi hidrogen, magnetohydrodynamics/mhd, teknologi fusi nuklir, dll). 3. Pengembangan sumberdaya energi baru tersebut perlu dukungan tenaga ahli yang tidak sedikit jumlahnya di samping dana penelitian dan pengembangan (LlTBANG) yang tidak kepalang tanggung. Karena itu LITBANG tersebut hanya dilaksanakan di tempat-tempat tertentu saja di dunia ini dan makin lama makin merupakan kegiatan konsorsium ataupun kegiatan yang sangat terintegrasi secara internasional, melewati batas-batas teritorial. 4. Pembangunan nasional memerlukan sumbangan IPTEK di bidang energi, namun dalam - 4 -

5 skala yang cocok untuk Indonesia, yang pada jangka pendek dan menengah dapat secara praktis diterapkan untuk mengembangkan peluang-peluang menyelesaikan permasalahan. Permasalahan itu meliputi antara lain peningkatan produktivitas dan produksi nasional, kesempatan kerja, deteriorasi/degradasi lingkungan hidup, kesenjangan sosial dampak pembangunan dan pendidikan. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah sangat nyata dan memerlukan segera sumbangan pemikiran IPTEK terapan. 5. IPTEK berkembang lepas dari permasalahan-permasalahan yang bersifat membatasi, misalnya kepentingan bangsa/nasional, preferensi ekonomi atau ras, karena sebagai manifestasi kreativitas dan daya inovatif manusia, IPTEK umumnya bersifat universal. Penerapan IPTEK sebaliknya sangat ditentukan oleh kepentingan-kepentingan tertentu kelompok/masyarakat untuk tujuan dan sasaran tertentu pula dalam sesuatu kurun waktu sehingga terasa mempunyai spesifikasi dan warna lokal. 6. Penerapan IPTEK di Indonesia secara terorganisasi sudah cukup lama dilakukan dengan kesadaran mengisi kebutuhan pembangunan nasional. Berbagai badan LITBANG telah dibentuk oleh pemerintah untuk tujuan penerapan IPTEK. Perkembangan bursa IPTEK sementara itu telah menyebabkan perlu makin ditajamkannya lingkup dan sasaran unit penerapan IPTEK yang berada di berbagai departemen untuk lebih tanggap memenuhi kebutuhan dan tantangan. Di samping itu dibentuk badan-badan LITBANG IPTEK lain yang dibutuhkan untuk mengimbangi ledakan arus informasi yang terjadi di dunia IPTEK pada dekade-dekade akhir abad keduapuluh dan dalam mengantisipasi perkembangan yang akan terjadi pada awal abad keduapuluhsatu. 7. Berbagai LITBANG IPTEK di bidang energi di Indonesia dapat dilakukan oleh pusat-pusat LITBAHG, yang pada saat ini hampir semuanya adalah milik pemerintah. Kegiatan LITBANG tersebut memerlukan masukan sarana dan prasarana tertentu di samping pembagian cakupan tugas dan sasaran yang jelas mengingat sangat terbatasnya dana dan daya, khususnya tenaga LITBANG berkualifikasi yang relatif masih sedikit. 8. Penentuan cakupan LITBANG energi yang berdampak nasional dihadapkan kepada berbagai pilihan dan prioritas yang perlu disepakati, agar supaya dana dan daya yang makin langka dapat dibelanjakan secara optimum. Dalam alur pikir ini maka beberapa area LlTBANG energi dapat disebutkan, antara lain: - Pengembangan panas bumi untuk kelistrikan (di Jawa khususnya); - Penggunaan batubara secara bersih/bebas polusi; - Pemanfaatan biomassa dan limbah biomassa sebagai sumber panas dan listrik, termasuk sistem kecil yang mandiri di daerah terpencil/beban kecil. Penyebaran teknologi konservasi kayubakar (tungku hemat energi) memerlukan kebijakan non-teknologis; - Konservasi energi, terutama di bidang industri dan jasa, sebagai bagian pengelolaan sumberdaya energi secara rasional; - Sistem transportasi barang dan penumpang yang hemat energi di kota-kota besar maupun antar kota/daerah (darat, laut dan udara); - Penanggulangan polusi dan deteriorasi/degradasi lingkungan hidup, terutama di sekitar industri dan pusat listrik; - Kebun energi/social forestry dan penghijauan tanah kritis untuk sumber energi kayubakar (untuk daerah pedesaan); - Metode perencanaan energi nasional/regional/sektoral dikaitkan dengan pembangunan fisik/ekonomi; 9. Kegiatan LITBANG mengandung resiko besar dan biaya yang tinggi, namun perlu untuk dilaksanakan. Pada saat ini hanya industri dan partisipasi swasta maka dapat diharapkan bahwa biaya LITBANG energi dapat disahami oleh pihak swasta. Untuk itu sudah masanya promosi dan pengaturan diterapkan, sehingga beban pemerintah akan menjadi berkurang, sebaliknya industri berkembang secara mantap

6 10. LITBANG dalam teknologi keenergian merupakan suatu kegiatan yang umumnya mahal. Sebuah penelitian pembakaran (fluidized bed combustion) untuk memanfaatkan limbah biomassa misalnya sekam padi, dalam skala pilot yang kecil, memerlukan dana tidak kurang dari 250 juta rupiah, belum termasuk instalasi penggunaan panas yang dihasilkan untuk keperluan proses atau menjadi listrik. Sebaliknya berbagai kemampuan LITBANG dapat diterapkan untuk membantu para industriawan menghemat ongkos dengan melakukan analisis penggunaan energi dengan biaya ringan. 11. Banyak kelemahan dan kendala yang perlu ditata khususnya kalau melihat bagaimana kegiatan LITBANG di Indonesia dalam melayani kebutuhan yang dirasakan oleh industri atau pengguna hasil LITBANG lainnya. Dalam banyak hal kegiatan LITBANG telah berjalan sendiri-sendiri, terlalu kecil untuk dapat memberikan dampak, dan sebagai kreativitas hanya memenuhi selera pribadi. Sebaliknya, industri kita bertindak lebih sebagai penyalur/broker dan bukan produsen yang ingin mengembangkan teknologi produksinya sendiri. Situasi seperti ini tidak akan mempertemukan pihak-pihak yang semestinya terkait sebagai satu sistem. LINKAGE dalam pengembangan dan penerapan IPTEK, khususnya dalam pengembangan energi masih sangat lemah, baik di antara pihak-pihak/institusi-institusi di industri, LITBANG/ Pendidikan tinggi, maupun pemerintah/regulator, yang berakibat pemborosan dana dan daya yang sangat langka. 4. PENUTUP 1. Dari pembahasan di muka, maka terasakan betapa pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan jumlah energi yang sangat besar dan harus disediakan dalam waktu singkat. Di samping itu laju pertumbuhan kebutuhan energi setiap tahun selama repelita relatif sangat tinggi, yang memberikan permasalahan nasional tersendiri. Substitusi antar bahanbakar dalam mekanisasi sektor produksi dan transportasi menyebabkan 2 hal. Penyempitan kesempatan kerja dan kesenjangan sosial. 2. Pembangunan nasional sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan harga energi. IPTEK dapat berperan positif dalam upaya operasionalisasi kebijakan program nasional di bidang energi. 3. Penerapan IPTEK dalam lingkup pengembangan keenergian dapat memberikan keluarankeluaran inovatif dan kreatif berupa berbagai teknologi yang dirancang sesuai dengan kebutuhan domestik apabila kendala-kendala yang selama ini menghambat dapat dikendurkan. Di samping penyediaan dana dan daya LITBANG yang memadai (pada saat ini oleh pemerintah), hubungan (LINKAGE) yang terbuka dan saling menguntungkan perlu diserasikan di antara pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya antara industri-litbang- Pemerintah. Pihak swasta tertentu sudah mampu untuk memikul dana LITBANG yang selama ini cukup memberatkan beban pemerintah. Dalam pada itu LITBANG harus ditata sehingga betul-betul berorientasi kepada kebutuhan pembangunan nasional dengan derajat keterpaduan tinggi

7 Penanya: Tidak menyebutkan nama Pertanyaan: Dilihat dari potensi dan kenyataan energi yang ada di Sumatra Selatan dalam rangka membahas pengembangan wilayah, potensi Sumatra Selatan seperti batubara, minyak, gambut, dsbnya., diketahui bahwa 2430 desa yang ada di Sumatra Selatan belum menikmati listrik. Mengapa keadaannya demikian? Apakah karena investasi hanya listrik di Jawa dengan sumbernya sama dan tidak memberikan keuntungan bagi investor yang bekerja di Sumatra Selatan? Mengapa daerah yang dikatakan banyak sumber secara potensial justru tidak berkembanq seperti apa yang diharapkan? Jawaban: Untuk menarik kegiatan ekonomi atau industri ke suatu tempat tertentu memerlukan Cara tertentu pula. Tanpa usaha-usaha khusus, industri tidak akan datang. Mengenai listrik, daerah yang terpencil, di luar pulau Jawa dari segi tarif listrik disubsidi oleh Jawa meskipun sumber energinya dari pulau Jawa. Hal ini karena yang ekonomis memang di pulau Jawa. Dieseldiesel yang menggerakkannya perkwh mahal. Jadi membawa kegiatan ekonomi ke pusat energi sebagai daya tariknya, juga energi sebagai bahan baku untuk industri itu sendiri. Di sini ada dua keuntungan

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada) 1 Formatted: Font: 10 pt, Italic, FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR Formatted: Not Different first page Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. Untuk itu sumber daya energi adalah aset untuk

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban 1 Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran Oleh Prayoto Universitas Gadjah Mada Energi Sebagai Penunjang Peradaban Peradaban manusia sejak awal perkembangannya telah bertumpu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan 2.1.1 Sumber Daya Energi Sumber daya adalah segala sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan masyarakat pada energi terus meningkat setiap tahunnya. Kebutuhan yang terus meningkat mendorong para peneliti untuk terus berinovasi menciptakan teknologi-teknologi

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin lama semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan akan energi ini tidak bisa dipenuhi hanya dengan mengandalkan energi fosil seperti minyak,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012

Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012 Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012 KONFERENSI PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA KUNJUNGAN KERJA KE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI GEDUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1] BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketersediaan sumber daya energi tak terbarukan semakin lama semakin menipis. Pada Outlook Energi Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia pada saat ini. Kebutuhan akan energi yang begitu besar pada kehidupan

Lebih terperinci

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA?

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA? KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA? verina J. Wargadalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

Beberapa Pertimbangan dalam Mengembangkan Energi Alternatif

Beberapa Pertimbangan dalam Mengembangkan Energi Alternatif Beberapa Pertimbangan dalam Mengembangkan Energi Alternatif Andrianto Handojo Dewan Riset Nasional Latar Belakang Paling tidak terdapat dua keterbatasan di Indonesia: - Ketersediaan minyak bumi ( belasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan ruang darat yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan lahan dalam wujud penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KODE KEAHLIAN DESKRIPSI KEAHLIAN 03 BIDANG ENERGI 03.01 PERENCANAAN ENERGI 03.01.01 PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Keahlian

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat pemakaian bahan bakar terutama bahan bakar fosil di dunia semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia dan meningkatnya laju

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : 131 803 987 Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 1 KEBIJAKSANAAN ENERGI 1. Menjamin penyediaan di dalam negeri secara terus-menerus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini secara nasional ketergantungan terhadap energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) sebagai sumber energi utama masih cukup besar dari tahun ke tahun,

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 28 Oktober 2013 1. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2 Ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah yang dimanfaatkan untuk perkembangan perekonomian. Salah satu sumber daya alam terpenting ialah sumber daya

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI 2010-2014 KATA PENGANTAR Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai peran dan tugas melaksanakan pengkajian, pengujian, pengembangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci