BAB II ILEUS OBSTRUKTIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ILEUS OBSTRUKTIF"

Transkripsi

1 BAB II ILEUS OBSTRUKTIF DEFINISI Obstruksi usus terjadi ketika pasase dan propulsi/pengeluaran normal tidak terjadi. Obstruksi ini bisa terjadi pada usus halus (small bowel obstruction), pada colon (large bowel obstruction), atau via systemic alterasi, yang terjadi pada keduanya, usus halus dan colon (generalized ileus). Obstruksi bisa terjadi akibat obstruksi mekanik, atau pada kontras mungkin berhubungan dengan motilitas yang tidak efektif tanpa adanya gangguan obstruksi fungsional, jika ada kaitannya dengan gangguan obstruksi fungsional, maka disebut functional obstruction, "pseudo-obstruction," atau ileus. Intestinal obstruksi bisa diklasifikasikan juga berdasarkan etiopatogenesisnya (obstruksi mekanik atau fungsional), kapan terpapar/terjadinya, dan lamanya obstruksi (obstruksi akut atau kronik), bagian yang terjadi obstruksi (parsial atau komplit), dan tipe obstruksinya (simple, closedloop, atau strangulation obstruction).yang termasuk pada keduanya termasuk dalam kategori obstruksi komplit. 4 OBSTRUKSI USUS MEKANIK Saat ini untuk mendefinisikan obstruksi intestinal berdasarkan terganggunya atifitas dari lumen usus itu sendiri. Terbloknya mungkin bisa karena penyebab intrinsik ataupun ekstrinsik pada dinding usus atau mungkin terjadi obstruksi sekunder pada lumen usus yang muncul dari dalam lumen (contohnya : intraluminal gallstone). Obstruksi parsial terjadi ketika lumen intestinal menyempit tetapi komponen makanan masih bisa transit kedalamnya. Sedangkan pada obstruksi komplit terjadi obstruksi total/keseluruhan pada lumen usus, dan tidak bisa sedikitpun komponen makanan berpindah ke distal. Obstruksi total bisa meningkatkan risiko terjadinya (vascular compromise). Komplit obstruksi bisa dibagi berdasarkan kategori : simple obstruction, closed-loop obstruction, atau strangulation obstruction. Simple Obstruksi menyiratkan obstruksi dengan tanpa terjadinya vascular compromise; dengan simple obstruksi, mungkin akan menyebabkan dekompressi/penekanan pada usus proximal. Closed-loop obstruction terjadi ketika akhir muara usus masuk kedalam segmen usus lain sehingga menyebabkan obstruksi (contohnya : volvulus) dengan berakibat meningkatnya tekanan intraluminal yang nantinya akan meningkatkan sekresi intestinal dan akumulasi cairan pada segmen intestinal. Pada closed-loop obstruction menghasilkan peningkatan risiko terjadinya vascular compromise dan terjadinya ischemia intestinal yang ireversibel. Strangulasi terjadi ketika suplai darah ke segmen usus tersebut terhalang (compromised). Strangulasi dapat dikembalikan (dengan cara

2 keadaan usus dipertahankan dengan melepaskan obstruksi), atau bisa terjadi irreversibel ketika obstruksi vaskular menyebabkan iskemia yang irreversibel pada usus yang nantinya bisa mengakibatkan terjadinya nekrosis transmural meskipun ada atau tidaknya strangulasi. Adapted, with permission, from Tito WA, Sarr MG. Intestinal obstruction. In: Zuidema GD (ed). Surgery of the Alimentary Tract. Philadelphia, PA: WB Saunders; 1996:

3 SMALL INTESTINE OBSTRUCTION Epidemiologi Obstruksi mekanik usus halus merupakan kelainan dari usus halus yang paling sering dioperasi. Walaupun penyebab dari mondisi obstruksi itu luas, namun letak obstruksi bisa di bagi berdasarkan anatomi dinding intestinalnya : 1. Intraluminal (e.g., foreign bodies, gallstones, or meconium) 2. Intramural (e.g., tumors, Crohn's disease associated inflammatory strictures) 3. Extrinsic (e.g., adhesions, hernias, or carcinomatosis) Adhesi Intra-abdomen yang menjadi penyebab operasi abdomen mencapai 75 % dari semua kasus obstruksi usus halus. Lebih dari pasien dioperasi setiap tahunnya di US karena adanya obstruksi usu halus. Etiologi obstruksi usus halus yang lebih jarang terjadi diantaranya ; hernia, keganasan, dan Crohn s disease. Obstruksi usus halus yang berhubungna dengan kanker biasanya disebabkan karena kompressi eksternal atau invasi pada keganasan lanjut yang muncul pada organ diluar usus halus. Penyebab yang tersering pada onbstruksi usus halus terdapat di tabel 28-3 :

4 Walaupun kelainan kongenital dapat menyebabkan obstruksi biasanya ditemukan pada masa anak-anak. Etiologi yang paling jarang adalah sindrom arteri mesenterika superior yang ditandai adanya kompresi dari 1/3 arteri mesenterika pada bagian duodenum. Kondisi ini harus di This condition should be considered in young asthenic individuals who have chronic symptoms suggestive of proximal small bowel obstruction. 1 Etiologi 1. Adhesi merupakan penyebab tersering obstruksi intestinal pada orang dewasa di US. Kebanyakan adhesi merupakan hasil dari pembedahan abdomen sebelumnya atau proses peradangan, walaupun adhesi kongenital bisa menjadi penyebab. 2. Hernia inkaserata adalah penyebab kedua paling sering untuk terjadinya obstruksi intestinal di negara industri. Dan merupakan penyebab paling sering di seluruh dunia. 3. Intususepsi terjadi ketika salah satu bagian dari usus (intussusceptum) masuk ke bagian usus lain (intussuscipiens). Tumor, polip, pembesaran kelenjar getah bening mesenterika, atau bahkan divertikulum meckel dapat menjadi titik acuan untuk terjadinya obstruksi usus halus. 4. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan bawaan seperti malrotation usus. Hal ini lebih sering terjadi di usus besar. 5. Iskemia, peradangan (Crohn s disease), terapi radiasi, atau operasi sebelumnya dapat menyebabkan striktur yang akan menjadi obstruksi. 6. Ileus batu empedu terjadi sebagai komplikasi dari kolesistitis. 7. Eksternal kompresi dari tumor, abses, hematoma, atau massa lainnya dapat yang menyebabkan obstruksi usus halus fungsional. 8. Adanya benda asing biasanya masuk karena ketidak sengajaan. Adanya benda asing yang menyebabkan obstruksi membutuhkan tindakan operasi. 2 Diagnosis Diagnosis dari SBO membutuhkan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi. Anamnesis Tanda dan gejala 1. Gejala obstruksi usus halus bagian proksimal awalnya biasanya muncul muntah. Sedangkan obstruksi pada usus halus bagian distal munculnya lebih lambat, dan muntah kental dan keruh.

5 2. Distensi abdomen biasanya muncul lebih sering pada obstruksi bagian distal. 3. Nyeri abdomen sulit dilokalisasi dan bisanya disertai keram dan sifatnya intermitten/hilang timbul (kolik). 4. Obstipasi, tidak bisa buang gas dan hilangnya gerakan usus, biasanya muncul pada obstruksi distal. 5. Dengan obstruksi persisten, keadaan hipovolemia bisa menyebabkan gangguan absorpsi, peningkatan sekresi, dan muntah. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda Vital yang abnormal biasanya menandakan adanya hipovolemia (takikardi dan hipotensi). 2. Pemeriksaan abdomen mungkin ditemukan distensi, adanya bekas operasi, dan hernia. Pada palpasi biasnaya ditemukan adanya massa. Pemeriksaan RT mungkin ditemukan adanya tumor rektal atau feses yang keras. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium. Pada tahap awal dari obstruksi intestinal, nilai laboratorium mungkin normal. Keadaan obstruksi terus berlangsung, nilai-nilai laboratorium dapat menunjukkan tanda dehidrasi, paling sering menunjukkan kontraksi alkalosis dengan hypochloremia dan hipokalemia. Peningkatan jumlah sel darah putih (WBC) mungkin menunjukkan adanya strangulasi. Evaluasi Radiologi Karakteristik small bowel obstruction pada foto abdomen tampak loop dari usus halus membesar, air-fluids level, dan berkurangnya gas kolorektal. Temuan ini mungkin tidak ada pada early, proximal, dan atau closed-loop obstruction. Gas dalam dinding usus (pneumatosis intestinalis) atau vena portal kemungkinan obstruksi strangulasi. Udara bebas intra-abdomen menunjukkan perforasi dari viskus berongga. Temuan udara pada billiary dan batu empedu radiopak di kuadran kanan bawah adalah pathognomonic ileus batu empedu. ileus paralitik muncul sebagai distensi gas merata di seluruh perut, usus halus dan kolon. Kontras (small-bowel follow-through [SBFT] atau enteroclysis) dapat melokalisasi lokasi obstruksi dan menentukan etiologi. Barium dapat digunakan jika lesi mukosa halus yang dicari (yaitu, lead point pada pasien dengan intussuscepsi berulang), tetapi harus dihindari dalam obstruksi akut karena risiko impaction barium. Computed tomography (CT) merupakan modalitas pencitraan yang sangat baik untuk mendiagnosis gangguan usus halus. CT scan memiliki kemampuan untuk melokalisasi dan mengkarakterisasi obstruksi serta memberikan informasi tentang penyebab obstruksi dan adanya patologi intra-abdominal lainnya. Bukti menunjukkan bahwa CT scan dapat meningkatkan diagnosis praoperasi strangulasi dengan nilai prediktif negatif dan positif di atas 90%. 2

6 Patogenesis Dengan terjadinya obstruksi, gas dan cairan menumpuk di dalam lumen intestinal proksimal ke lokasi obstruksi. Peningkatan aktivitas intestinal terjadi dalam upaya untuk mengatasi obstruksi tersebut, terjadi nyeri kolik dan diare pada beberapa kasus bahkan indikasi adanya complete small bowel obstruction. Sebagian besar gas yang terakumulasi berasal dari udara yang tertelan, meskipun beberapa diproduksi di dalam intestinal. Cairan terdiri dari cairan ludah yang tertelan dan sekresi GI (obstruksi merangsang sekresi air epitel usus). Akumulasi gas dan cairan yang sedang berlangsung menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan intramural dan terjadi distensi intestinal. Motilitas usus akhirnya dikurangi dengan pengurangan kontraksi. Dengan adanya obstruksi, flora lumen usus yang biasanya steril mengalami perubahan dan berbagai organisme jenis lain berkembang biak. Jika tekanan intramural menjadi cukup tinggi, perfusi mikrovaskuler intestinal terganggu menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Kondisi ini disebut strangulated bowel obstruction. Partial small bowel obstruction hanya sebagian dari lumen usus yang tersumbat, yang memungkinkan pasase untuk gas dan cairan. Progresivitas cenderung terjadi lebih lambat dibandingkan dengan complete small bowel obstruction, dan kemungkinan terjadinya strangulasi lebih kecil. Bentuk yang sangat berbahaya untuk obstruksi usus adalah closed loop obstruction, di mana segmen usus terhambat baik proksimal dan distal (misalnya, dengan volvulus). Dalam kasus tersebut, akumulasi gas dan cairan tidak dapat keluar baik dari proksimal atau distal segmen obstruksi, keadaan ini akan sangat cepat menyebabkan peningkatan tekanan luminal, dan secara progresif menyebabkan strangulasi usus. 1 Pada awal keadaan obstruksi, motilitas usus dan peningkatan aktivitas kontraktil adalah upaya untuk mendorong isi lumen melewati titik obstruksi. Peningkatan peristaltik yang terjadi di awal obstruksi baik di atas dan di bawah titik obstruksi sehingga penting untuk menemukan klinis diare karena dapat menyertai sebagian atau bahkan complete small bowel obstruction pada periode awal. Kemudian dalam perjalanan obstruksi, usus menjadi lelah dan berdilatasi dengan kontraksi menjadi kurang sering dan kurang intens. Usus yang dilatasi, air dan elektrolit menumpuk baik intraluminal ataupun di dinding usus itu sendiri. Kehilangan cairan ke third-space menyebabkan terjadi dehidrasi dan hipovolemia. Efek metabolik kehilangan cairan tergantung pada lokasi dan durasi obstruksi. Obstruksi proksimal, dehidrasi dapat disertai oleh hypochloremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik yang berhubungan dengan peningkatan frekuensi muntah. Obstruksi distal dari usus halus dapat menyebabkan sejumlah besar cairan intestinal masuk ke dalam usus halus, namun kelainan elektrolit serum biasanya kurang dramatis. Oliguria, azotemia, dan hemokonsentrasi dapat terjadi bersamaan dengan dehidrasi. Hipotensi dan shock dapat terjadi. Konsekuensi lainnya penyumbatan usus meliputi peningkatan tekanan intra-abdomen, penurunan

7 venous return, dan elevasi diafragma, ventilasi. Faktor-faktor ini dapat lebih memperberat efek hipovolemia. Dengan meningkatnya tekanan intraluminal dalam usus, penurunan aliran darah mukosa dapat terjadi. Perubahan ini sangat cepat terjadi pada pasien dengan closed loop obstruction di mana tekanan intraluminal lebih besar, sehingga dapat terjadi oklusi arteri dan iskemia jika dibiarkan tidak diobati, berpotensi menyebabkan perforasi usus dan peritonitis. Dengan tidak adanya obstruksi usus, jejunum dan ileum proksimal hampir steril. Dengan obstruksi perubahan flora usus halus berkembang secara cepat (jenis organisme paling sering Escherichia coli, Streptococcus faecalis, dan spesies Klebsiella) dan kuantitas organisme mencapai konsentrasi 10 9 untuk /ml. Studi telah menunjukkan bahwa peningkatan jumlah bakteri menyebabkan translokasi ke kelenjar getah bening mesenterika dan bahkan organ sistemik. 3 PENATALAKSANAAN Pengobatan small bowel obstruction telah berkembang selama dekade terakhir dan sekarang meliputi pencegahan primer pada initial laparotomi. Antiadhesion barriers mungkin bermanfaat dalam mengurangi keparahan adhesi setelah operasi. Produk-produk ini diaplikasikan pada permukaan usus pada akhir operasi dan berperan sebagai penghalang untuk pembentukan adhesi antara loop usus yang berdekatan dan antara usus dan peritoneum parietal. Obstruksi nonstrangulasi dapat diobati jika pasien secara klinis stabil. Landasan mengobati semua obstruksi usus adalah resusitasi cairan yang cukup untuk mencapai output urine minimal 0,5 ml / jam / kg. resusitasi ini harus memenuhi maintenance cairan elektrolit dan kebutuhan untuk nothing-by-mouth (NPO) pasien serta mengganti kehilangan sebelum dan berlanjut dari nasogastrik (NG) dekompresi. Penting untuk mendukung perawatan pasien dengan obstruksi usus yaitu nasogastric suction yang dapat mengurangi bahaya aspirasi paru dari muntahan dan meminimalkan distensi usus. Obstruksi strangulasi dan peritonitis memerlukan intervensi operasi segera. Kematian terkait dengan gangren usus bisa mendekati 30% jika operasi tertunda di luar 36 jam. Fluid replacement harus dimulai dengan larutan isotonik. Nilai elektrolit serum, urin output per jam, dan tekanan vena sentral dapat dimonitor untuk menilai kecukupan resusitasi. Pasien dengan obstruksi usus biasanya dehidrasi dan kehilangan natrium, klorida, dan kalium, membutuhkan agresif intravena, penggantian dengan larutan garam isotonik seperti Ringer laktat.

8 Intervensi operative umumnya dilakukan melalui insisi garis tengah, tetapi irisan inguinal standar dapat digunakan dalam kasus hernia inguinalis atau hernia femoralis inkaserata. Selama eksplorasi, semua perlekatan yang segaris dan sumber obstruksi diidentifikasi. Setiap gangren usus direseksi. 2 Prognosis Mortalitas postoperatif dari obstruksi non-starangulata sangat rendah. Obstruksi yang dikarenakan strangulasi usus mortalitasnya mencapai 8 % jika operasi dilakukan dlama waktu 36 jam setelah timbul gejala. Mortalitasnya mencapai 30 % bila > 36 jam. LARGE BOWEL OBSTRUCTION Obstruksi pada usus besar terdiri dari obstruksi dinamik (mekanik) atau adinamik (pseudo-obstruksi). Obstruksi mekanik ditandai dengan adanya halanagan pada usus besar (luminal, mural, atau extramural), menghasilkan peningkatan kontraktilitas usus pada respon fisiologi untuk mengatasi obstruksi. Karakteristik pseudo-obstruksi ditandai tidak adanya kontraktilitas usus, berhubungan dengan menurunnya atau tidak adanya motilitas dari usus halus dan abdomen. 3 Epidemiologi Kanker colorektal adalah penyebab utama terbanyak pada obstruksi di Amerika Serikat, Sedangkan colonic volvulus adalah penyebab terbanyak di Rusia, Eropa Timur, dan Afrika. Antara 2-5 % pasien dengan kanker kolorektal di Amerika Serikat mengalami obstruksi komplit (complete obstruction). Penyebab kanker colorektal pada intraluminal termasuk sumbatan feses, inspissated barium, dan foreign bodies. Penyebab Intramural untuk berkembang menjadi carcinoma termasuk akibat terjadinya peradangan/inflamasi (diverticulitis, Crohn's disease, lymphogranuloma venereum, tuberculosis, and schistosomiasis), Hirschsprung's disease (aganglionosis), ischemia, radiation, intussusception, and anastomotic stricture. Penyebab Extraluminal termasuk adhesions (penyebab yang paling banyak menyebabkan obstruksi pada usus halus, tetapi jarang menyebabkan terjadinya obstruksi pada kolon), hernias, tumor yang mendorong organ, abses, dan volvulus. 3 Patofisiologi Obstruksi lumen menghasilkan gangguan fisiologi pada usus normal. Patofisiologi dari obstruksi usus masih belum bisa dimengerti secara keseluruhan. Secara keseluruhan ditemukan adanya distensi abdomen, kurangnya absorbsi, hiperesekresi intralumen, dan gangguan motilitas. Mekanisme kontrol saraf dan hormonal, bakteri flora endogen, dan imunitas yang terdapat di usus menjadi terganggu.

9 Perubahan patofisiologi yang paling banyak yaitu karena adanya penurunan aliran darah pada obstruksi yang terjadi di lumen usus. Dari beberapa percobaan dijelaskan bahwa patofisiologi yang terjadi pada obstruksi lumen usus ini berhubungan dengan peningkatan aliran darah pada fase awal obstruksi dengan reaksi inflamasi intramural. Sedngkan bukti kuat menyatakan bahwa reaksi inflamasi merupakan kunci utama pada patofisiologi obstruksi usus. Dari beberapa data menunjukkan bahwa produksi mukosa yang mengandung O2 reaktif, mungkin merupakan mediator penting dari beberpa perubahan yang terjadi pada mekanisme obstruksi. 3 Sign and Symptoms Gejala dan tanda dari obstruksi pada usus besar tergantung penyebab dan lokasi dari obstruksi. Kanker yang berkembang di rektum dan kolon sebelah kiri lebih sering mengakibatkan terjadinya obstruksi dibandingkan yang berkembang di colon proximal. Tanpa memperhatikan penyebab dari obstruksi, manifestasi klinis dari obstruksi usus besar terdiri dari kegagalan pengeluaran feses dan kentut yang berhubungan dengan meningkatnya distensi pada abdomen dan nyeri kram yang dirasakan di perut. Kolon menjadi distensi berisi gas (2/3 nya berisi cairan, dan tak lupa terdiri dari produk fermentasi bakteri), feses, dan akumulasi cairan tersebut dimulai dari proximal sampai tempat terjadinya obstruksi. Apabila penyebab obstruksi kolon adalah akibat hernia atau volvulus, maka aliran darah pada tempat obstruksi tersebut akan terhalang, kemudian aliran darah balik vena juga terhalang, dikarenakan pembengkakan pada lokasi obstruksi tersebut, terhambatnya suplai arteri ketempat obstruksi akan menyebabkan terjadinya iskemia, jika tidak dikoreksi/ditangani bisa mengakibatkan terjadinya nekrosis atau gangren. Biasanya strangulasi yang terjadi hanya melibatkan segmen usus yang terperangkap saja atau inkaserata, tapi kolon proximal pada segmen tersebut hanya berdilatasi karena obstruksi. Pada obstruksi aliran darah tidak bisa mencapai usus bagian distal, bila usus bagian proksimal mengalami obstruksi. Jika terjadi secara terus-menerus, maka usus tersebut tidak mendapatkan oksigen yang mencukupi, sehingga usus tersebut menjadi iskemik, yang akhirnya terjadinya nekrosis yang diakibatkan dari obstruksi mekanik maupun pseudo-obstruksi. Jalur lain dari pembuluh darah untuk memperdarahi bagian usus yang obstruksi, jika usus bagian proximal kebagian obstruksi memanjang kewilayah dengan tekanan intramural pada dinding intestinal yang mempengaruhi tekanan kapiler, sehingga oksigenasi pada usus yang mengalami obstruksi menghilang. Selanjutnya akibat hal ini akan mucul iskemik nekrosis baik pada obstruksi mekanik mapun pseudo-obstruksi.

10 A closed-loop obstruction terjadi ketika bagian proximal dan distal bersatu. Strangulasi hernia atau volvulus sering menjadi penyebab pada kondisi tersebut. Jenis yang lebih sering pada closedloop obstruction, muncul atau di temukan ketika kanker menyumbat lumen dari colon pada keadaan katup ileosekal yang kompeten. Pada keadaan ini, peningkatan distensi kolon menyebabkan tekanna disekum menjadi tinggi sehingga pembuluh darah pada dinding usus tertekan dan dapat terjadi nekrosis juga perforasi. 3 Diagnosis Diagnosa harus ditetapkan untuk memandu pengobatan yang tepat. Riwayat penderita dan pemeriksaan fisik hal yang sangat penting dilakukan. Pada palpasi abdomen akan teraba massa, yang dilihat adalah groin hernia, dan pada pemeriksaan RT dilakukan untuk menyingkirkan kanker rektum. Foto polos abdomen juga memberikan tambahan informasi tentang lokasi obstruksi dan situasi dimana mungkin didiagnosis oleh volvulus. Pada CT scan mungkin membantu melihat proses inflamasi seperti adakah hubungannya obstruksi dengan abses yang berhubungan dengan divertikulitis. Apabila curiga supect volvulus atau kanker pada sigmoid bagian distal, water-soluble contrast enema mungkin bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pilihan pengobatan bervariasi, tergantung pada diagnosis, dan sangat membantu untuk menegakkan diagnosis sebelum operasi untuk benar memandu terapi. Jika penyebab obstruksi adalah kanker rektum distal atau pertengahan, pengobatan pilihan adalah untuk meringankan obstruksi dengan kolostomi loop, kemudian mengobati kanker dengan kemoradiasi neoadjuvant, dengan rencana untuk reseksi lesi primer di lain waktu. Di sisi lain, jika kanker menghambat adalah di kolon sigmoid, pilihan bedah termasuk operasi Hartmann (sigmoidectomy dengan kolostomi turun dan penutupan ujung rektum), sigmoidectomy dengan anastomosis kolorektal primer (dengan atau tanpa intraoperatif lavage kolon), atau perut kolektomi dengan anastomosis ileorectal. Paling banyak yang digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan kontras barium-enema, yang harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai diagnosis, asalkan kondisi mereka cukup stabil untuk menjamin prosedur. Kontras menggunakan enema bisa membedakan antara obstruksi mekanik dan pseudo-obstruksi, perbedaan tersebut dijadikan pedoman untuk menentukan terapi selanjutnya.

11 Colonoscopy adalah diagnosis alternatif pada investigasi/pencarian akibat pseudoobstruksi dan mempunyai keuntungan menarik yang dapat digunakan untuk pengobatan. Namun, pada saat ini, enema kontras larut air umumnya tes awal yang lebih disukai. 3 Terapi Terapi dari obstruksi usus besar berdasarkan penyebab dari obstruksi itu sendiri, dan penanganan spesifik akan dibahas kemudian. Walau bagaimanapun, semua prinsip diagnosis dan terapi harus dilakukan secara keseluruhan. Obstruksi perlu lega dengan beberapa kebijaksanaan sebelum kompromi dari hasil darah pasokan di iskemia dan gangren. Obstruksi colon bagian kanan, yang disebakan karena kanker atau volvulus, semuanya diterapi dengan reseksi atau primer anastomosis dari ileum dan colon transversum. 3 ADHESIVE BAND Adhesi intraperitoneal adalah perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antara peritoneum vicerale, maupun antara peritoneum vicerale dengan parietale. Adanya adhesi tersebut dapat menyebabkan perlengketan diantara organ-organ intraperitoneal, misalnya antara lengkung-lengkung usus yang berdekatan ataupun antara lengkung usus dengan dinding peritoneum parietale Walaupun etiologi adhesi intraperitoneal bermacam-macam, adhesi intraperitoneal yang terjadi setelah suatu pembedahan merupakan masalah yang paling sering dijumpai dan menimbulkan morbiditas maupun mortalitas yang tidak sedikit sehingga menyebabkan beban pelayanan bedah yang besar dalam segi waktu maupun biaya. A. EPIDEMIOLOGI Adhesi intraperitoneal merupakan penyebab utama obstruksi usus, terutama di negara-negara berkembang dan maju. Mc Iver dan Ellis menemukan 80% insidensi adhesi intraperitoneal disebabkan karena pembedahan. weibel dan majno mengemukakan bahwa 752 dari otopsi yang dilakukan, ditemukan adhesi pada 51% kasus laparotomi minor, 72% pada anak kasus laparotomi mayor dan 93% pada laparotomi multipel. Kasus yang terbanyak adalah appendiktomi dan operasi ginekologik.

12 B. ETIOLOGI ADHESI Adhesi peritoneal dapat terjadi akibat adanya trauma pada peritoneum. Pada operasi trauma pada peritoneum dan stimulasi respon inflamasi yang dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut 1. Trauma operasi Merupakan hal terpenting di dalam proses pembentukan adhesi yang permanen. Adanya trauma akan merangsang pembentukan eksudat inflamasi yang akhirnya akan berlanjut pada pembentukan adhesi temporer dan permanen. Selain akibat instrumen bedah, pada saat operasi trauma permukaan peritoneum dapat terjadi pula akibat abrasi, kekeringan, iritasi kimiawi dan perubahan tempratur misalnya pada penggunaan kauter 2. Iskemia jaringan Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum adalah stimulus yang sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan merangsang pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi di dalamnya keadaan ini bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum, serta devaskularisasi sepanjang anastomosis usus. 3. Infeksi, reaksi alergi, dan darah Merupakan juga stimulus inflamasi yang poten sehingga akan terbentuk adhesi permanen yang lebih banyak jika proses-proses tersebut terus berlangsung setelah pembedahan. Pada pembedahan, infeksi dapat terjadi karena penyakit yang menjadi indikasi pembedahanya sendiri, maupun sebagai akibat komplikasi operasi. Reaksi alergi tersering disebabkan oleh benda asing yang dipergunakan saat operasi seperti talk pada sarung tangan, kasa laparatomi atau benang yang digunakan. Darah yang tersisa dan tidak dibersihkan setelah suatu laparotomi akan menimbulkan stimulasi pembentukan adhesi. 4. Benda asing iritatif: peranan benda asing pada adhesi intraperitoneal telah banyak dikemukakan peneliti sebagai berikut: Myllareniermi (1967) menemukan 61% dari 309 adhesi pasca bedah sebagai akibat reaksi benda asing, jenis benda asing yang sering diemukan adalah 50% talk, 25% benang kain laparotomi dan sisanya adalah butir tepung yang diserap, isi usus, benang jahit, dan lain-lain. Talk = talc yang banyak digunakan pada sarung tangan adalah hydrous magnesium silicate yang bersifat tidak larut dalam air, asam dan alkali.

13 Reaksi benda asing yang berupa adhesi, granuloma, dan akhirnya gangguan penyembuhan peritoneum Kain laparotomi yang sering dicuci dan dipergunakan berulang juga bahaya karena serat dan bulu mudah terlepas. Disamping itu detergen pencuci tersisa pada kain akan tercampur benda asing lain sewaktu dicuci. Proses pembedahan menyebabkan trauma pada peritoneum, dan kemudian akan menimbulkan pelepasan berbagai sitokin sehingga akan berakibat pada reaksi inflamasi pada peritoneum. Tahap berikutnya, setelah proses inflamasi berlalu dan bersamaan dengan berjalanya proses penyembuhan peritoneum, maka akhirnya akan terbentuk adhesi fibrinous dan akhirnya menjadi adhesi permanen. Proses penyembuhan luka pada peritoneum berbeda dengan penyembuhan kulit dimana pada peritoneum, seluruh permukaan yang mengalami trauma akan mengalami reepitelisasi secara simultan. Hal ini berbeda dengan kulit dimana reepitelisasi dimulai dari tepi luka. Dengan demikian defek peritoneum yang luas akibat trauma akan sembuh sempurna asal tidak mengalami iskemi ataupun ransangan dari benda asing. Akibat penyembuhan seperti hal tersebut diatas luka kecil maupun besar pada peritoneum akan mengalami reepitelisasi dengan waktu yang sama cepatnya. Sel- sel mesothelium yang berperan dalam penyembuhan luka dan pembentukan adhesi berasal baik dari tepi luka, maupun secara simultan dari tengah luka yang berasal dari lompatan dan proliferasi sel-sel mesothelium dan fibroblast subperitoneal. Menurut ellis dan hubbard, lamanya proses penyembuhan luka adalah 5-6 hari untuk peritoneum parietale dan 5-8 hari untuk peritoneum vicerale. Sel-sel PMN akan meningkat dalam 12 jam pertama pasca operasi dan berada pada fibrin-fibrin eksudat. Makrofag elemen penting dalam penyembuhan peritoneum muncul pada hari 1 sampai 2 pasca bedah dan berperan pada regulasi fungsi fibroblast dan sel mesothel. Pada hari ke 2, makrofag akan membentuk lapisan pada peritoneum yang mengalami trauma. Setelah hari ke 6 dan ke 7 pasca bedah seluruh permukaan peritoneum yang mengalami trauma akan tertutup oleh satu lapis sel-sel mesotel. Segera setelah trauma pada peritoneum, sel-sel PMN akan terdapat dalam jumlah yang banyak pada daerah pembedahan dan terbentuk pula matriks fibrin. Jika tidak terdapat

14 infeksi, jumlah sel-sel tersebut akan meningkat sehingga setiap usaha prevensi adhesi pada keadaan tersebut tidak akan berguna. C. PATOGENESIS ADHESI Adhesi dimulai oleh adanya stimulasi pada peritoneum yang menyebabkan timbulnya respon inflamasi pada peritoneum. Proses ini sebetulnya merupakan bagian awal dari dinamika proses penyembuhan pada peritoneum. Proses penyembuhan peritoneum berbeda jika dibandingkan dengan proses penyembuhan kulit. Epitelisasi tidak hanya terjadi dari tepi luka namun terjadi dari semua arah, termasuk bagian tengah luka. Tahap awal respon yang terjadi adalah pelepasan berbagai sitokin dan mediator awal inflamasi oleh sel-sel mesothelium peritoneum maupun endotil pembuluh darah yang terluka. Sitokin yang diproduksi adalah sitokin sitokinin pro inflamasi yaitu interleukin-1, TNF-a, dan interleukin-6 Peranan sitokin pro inflamasi terlihat dengan tingginya konsentrasi mediator mediator tersebut mulai dari jam-jam pertama sampai dengan 24 jam pasca operasi. Akibat produksi sitokin-sitokin tersebut, maka selanjutnya akan menstimulasi proses aktifitas kaskade sistem koagulasi darah dan menekan aktifitas plasminiogen aktivator. Bersamaan dengan produksi mediator mediator tersebut, dirangsang pula aktivasi sistem kinin komplemen, jalur asam arakhidonat (termasuk prostaglandin), pembentuka thrombin, dan konversi fibrinogen menjadi fibrin. Sistem kinin dan prostaglandin akan menstimulasi vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, fagositosis bakteri dan benda asing lainya oleh sel-sel PMN dalam jam, dan merangsang migrasi makrofag dan monosit melalui kemo-atraktan sehingga proses debridement dan inflamasi menjadi sempurna. Jalur asam arakhidonat berhubungan erat dengan sintesis prostaglandin dan prosenya lihat pada gambar dibawah.fosfolipid pada membran sel mesotel dengan bantuan phospolipase akan menghasilkan asam arakhidonat yang kemudian akan menghasilkan leukotriene dan prostaglandin dengan bantuan enzim cyclooxygenase. Prostaglandin yang dihasilkan dapat berupa prostacylin, prostaglandin E-2, D2, F2a, dan thromboxane A2 prostacylin, prostaglandin E-2, D2, F2a, memiliki efek vasodilatasi, edema dan menghambat agregasi trombosit. Sedangkan thromboxane A2 akan menimbulkan vasokonstriksi dan agregasi thrombosit.

15 Phospolipids (cell membrane) Arachidonic acid phospolipase cylooxygenase (COX-1, COX-2) Leukotriene Prostaglandin G 2 PGI2 PGE2 PGD2 PGF2a Thromboxane A2 (prostacytin) (6-keto PGF1a) Vasodilation, edema, Inhibited platelet agregation Vasokonstriksi, Platelet agregation Lebih lanjut, sitokin-sitokin pro inflamasi akan menurunkan aktifitas plasminogen peritoneal-aktivator dan meningkatkan aktivitas inhibitornya yaitu (PAI- 1,2,3, Protease, Nexin) hasil dari aktifitas ini melalui sistem kaskade koagulasi akan menghasilkan fibrin pada rongga peritoneal. Adanya fibrin tersebut akan merangsang pembentukan adhesi melalui peningkatan aktifitas fibroblast yang distimulasi oleh growth factor yaitu PDGF (plateletderived Growth Factor) dan TGF-B (transforming Growth Factor-B). Fibroblast dan juga sel sel mesotel akan mendesposisi serabut kolagen sehingga terbentuk fubrinous adhesion. Oleh karena itu proses ini sebetulnya merupakan fase awal dari proses bioseluler penyembuhan pada peritoneum. Teori klasik secara bioseluler proses tersebut dilukiskan pada gambar di bawah ini

16 Trauma Insult infection Exudate (fibrin rich) Ischemia fibrin deposition fibrinous adhesion peritoneal defect organisation fibrous adhesion D. PATOGENESIS ADHESI FIBROSA PERMANEN LUKA SEROSA EKSUDASI PLASMA KOAGULASI FIBRINOGEN Eksudasi fibrin dengan segera & formasi jaringan fibrin >10 menit formasi adhesi >3 jam Eksudat max 24 jam ADHESI PERMANEN MIGRASI SEL FIBROBLAST ANGIOGENESIS Sesudah 3 hari Terlihat hari ke 6 1. SINTESIS KOLAGEN 2. ORGANISASI JAINGAN IKAT >3 hari >10 hari ADHESI PERMANEN

17 Proses terbentuknya adhesi permanen tergantung dari kepada keseimbangan antara proses pro dan anti inflamasi serta aktifitas fibrinolitik. Jika faktor-faktor yang merangsang timbulnya inflamasi terus berlanjut pada saat pasca bedah maka proses yang berjalan adalah proses pembentukan adhesi yang permanen, dan aktifitas plasminogen yang penting di dalam lisis adhesi temporer dihambat seperti terlihat pada gambar di bawah ini Inflamasi dan trauma peritoneum Eksudat kaya fibrin Fibrinous adhesion Sistem fibrinolisis aktif Resolusi fibrin iskemia persisten Depresi sistem fibrinolisis Pertumbuhan vaskuler proliferasi fibroblast adhesi permanen (-) Adhesi permanen (+) sedangkan proses histiogenesis adhesi secara keseluruhan sebenarnya merupakan hasil dari tahapan atau fase-fase penyembuhan peritoneum setelah itegrasi jaringan peritoneum dapat dipulihkan. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut 1. Fase Inflamasi Dimulai pada hari pertama sampai dengan hari keempat. Pada tahap ini terjadi pengaktifan kaskade koagulasi, sistim kinin, komplemen, jalur asam arakhidonat dan prostaglandin, pembentukan thrombin, serta perubahan fibrinogen menjadi fibrin 2. Fase proliferasi Fase ini menghasilkan jaringan granulasi pada hari ke 3, fibroblast mengalami migrasi, dan dibawah pengaruh growth factor akan mempercepat deposisi kolagen

18 dan ikatan antara serabut-serabut kolagen. Proses epitelisasi pun berjalan di bawah pengendalian growth factor dan inhibisi kontak antar sel. 3. Fase maturasi Fase ini terjadi mulai hari ke-8 sampai dengan ke 10setelah cidera. Proses ini akan berakhir pada beberapa bulan setelah cidera dan sangat bergantung pada jenis jaringanya. Serabut kolagen mengalami redistribusi dan pengaturan ulang, kemudian terbentuk jaringan adhesi permanen yang matur. Pada penyembuhan peritoneum terdapat hal khusus yang membedakanya dengan proses penyembuhan pada kulit, yaitu apabila ada proses inflamasi dan trauma fase awal telah teratasi atau dapat dihilangkan, maka fibrin yang terbentuk akan diuraikan kembali oleh proses fibrinolisis. Pengaturan keseimbangan pada proses tersebut dilakukan oleh peranan sitokin. Setelah sitokin pro inflamasi bekerja dan etilogi penyebab inflamasi dapat diatasi, maka sitokin-sitokin tersebut akan menurun konsentrasinya di dalam peritoneum karena tidak di produksi kembali oleh sel-sel yang terlibat di dalam inflamasi. selanjutnya yang beperanan adalah sitokin-sitokin tersebut adalah interleukin -4, dan interleukin -10. Akibat peningkatan konsentrasi dan aktifitas sitokin-sitokin tersebut, maka aktifitas plasminogen activator akan meningkat, sedangkan plasminogen activator inhibitornya akan dihambat aktifitasnya. Hasil akhir proses tersebut adalah proses fibrinolisis, sehingga fibrinous adhesion diuraikan kembali dan tidak terbentuk adhesi permanen. E. GEJALA KLINIS Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain : 1. Nyeri abdomen Nyeri abdomen biasanya yang bersifat cramping. Sifat cramping ini disebabkan periode hiperpelistaltik usus. Dalam usahanya untuk menghilangkan sumbatan. Sifatnya difus dan tak terlokalisir 2. Mual dan muntah Mual dan muntah biasanya muncul pada fase-fase awal obstruksi waktu muncul muntah bervarisi, tergantung pada letak obstruksi.pada obstruksi atas muntah basanya muncul lebih awal. Bahkan pada obstruksi kolon bila valvula iliosecal kompeten muntah bisa muncul terlambat. Isi muntah dapat bilous pada letak tinggi dan feses pada obstruksi letak rendah.

19 3. Perut distensi Distensi abdomen adalah penemuan klinis terakhir pada ileus obstruksi. Dapat pula tidak terdapat terdapat tanda disertai ini. Yaitu pada obstruksi usus level atas jika terjadi muntah dan mengkompresi sistem usus bagian proksimal sumbatan. 4. Tidak bisa buang air besar (obstipasi) Obstipasi adalah merupakan karakteristik obstruksi. Akan tetapi pasien dapat secara spontan flatus maupun defekasi segera setelah obstruksi karena masih adanya feses dan gas segmen usus sebelah distal obstruksi. Mual dan muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat meningkat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat darm contour (gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound.

20 Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada ileus paralitik, keadaan umum pasien tampak lemah hingga dehidrasi, tidak dapat flatus maupun defekasi. Dapat disertai muntah dan perut terasa kembung. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan meteorismus, suara usus (-), peristaltik menghilang. Pada palpasi tidak terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis. Perkusi timpani diseluruh lapang abdomen. F. DIAGNOSIS Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Gambaran klinik obstruksi ileus sangat mudah dikenal, tidak tergantung kepada penyebab obstruksinya. Hanya pada keadaan strangulasi, nyeri biasanya lebih hebat dan menetap. Ileus obstruksi ditandai dengan gejala klinis berupa nyeri abdomen yang bersifat kolik, muntah-muntah dan obstipasi, distensi intestinalis, dan tidak adanya flatus. Rasa nyeri perut dirasakan seperti menusuk-nusuk atau rasa mulas yang hebat, umumnya nyeri tidak menjalar. Pada saat datang serangan, biasanya disertai perasaan perut yang melilit dan terdengar semacam suara dari dalam perut. Bila obstruksi tinggi, muntah hebat bersifat proyektil dengan cairan muntah yang berwarna kehijauan. Pada obstruksi rendah, muntah biasanya timbul sesudah distensi usus yang jelas (antibiotika). Pada umumnya persiapan penderita dapat sekali. Muntah tidak proyektil dan berbau feculent, warna cairan muntah kecoklatan. Pada penderita yang kurus /sedang dapat ditemukan dan contour atau darm steifung; biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik. Pada saat itu, dalam pemeriksaan bising usus dapat didengarkan bising usus yang kasar dan meninggi (borgorygmi dan metalic sound). Untuk mengetahui ada tidaknya strangulasi usus, beberapa gambaran klinik dapat membantu : 1. Rasa nyeri abdomen yang hebat, bersifat menetap, makin lama makin hebat. 2. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan acites. 3. Terdapat abdominal tenderness. 4. Adanya tanda-tanda yang bersifat umum, demam, dehidrasi berat, tachycardihipotensi atau syok.

21 5. Pada penmeriksaan fisik ditemukan pada ileus obstruktif yaitu: Inspeksi : Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Auskultasi : Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. Perkusi : timpani, redup hepar menghilang. Palpasi : Terkadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. G. TATALAKSANA Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. Skema penatalaksaan ileus obstruksi.

22 Resusitasi Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen. Farmakologis Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah. Operatif Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat timbul antara lain nekrosis usus,perforasi usus, sepsis, syok, dehidrasi, malnutrisi, abses, pneumoni aspirasi dari proses muntah dan meninggal. I. PROGNOSIS Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

23 DAFTAR PUSTAKA Brunicardi, F. Charles, et al. Small Intestine and Colon, Rectum, Anus in Schwartz s Manual of Surgery 9 th Edition. Mc Graw Hill: United State of America Page , , , Towsend, M. Jr, et al. Anatomy of the Colon, Rectum, and Pelvic Floor, Large Bowel Obstruction and Pseudo-obstructin in Section Abdomen in Sabiston textbook of Surgery 8 th edition. Elsivier. United State of America Page Zimer, Michael J. and Stanley W. Ashley. Bowel Obstruction in Small Intestine and Colon in Maingot s Abdominal Operation, 11 th Edition. Mc Graw Hill : Access Surgery. Page

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara 2.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara omentum, usus dan dinding perut. (Diaz, 2008) Perlengketan ini dapat berupa jaringan ikat tipis seperti

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter bedah. Adhesi menimbulkan morbiditas bagi pasien berupa obstruksi intestinal, sehingga sering

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. viserale, maupun antara peritoneum visceral dengan parietal. 1 Adhesi tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. viserale, maupun antara peritoneum visceral dengan parietal. 1 Adhesi tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI Adhesi intraperitoneum adalah perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal diantara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT

OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi dan topografi daerah abdomen, patogenesis omphalomesenterikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan

BAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau Ileus menurut Sjamsuhidajat (1997) adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hernia adalah protrusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001). Hernia adalah sebuah tonjolan atau

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458)

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458) Modul 24 BEDAH REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti anatomi usus

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan, infertilitas dan nyeri perut. Pengetahuan tentang

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan, infertilitas dan nyeri perut. Pengetahuan tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adhesi intraabdomen setelah operasi menyebabkan timbulnya beberapa hal seperti kesakitan, infertilitas dan nyeri perut. Pengetahuan tentang pathogenesis terjadinya

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut survei WHO, angka mortalitas peritonitis mencapai 5,9 juta per tahun dengan angka kematian 9661 ribu orang meninggal. Negara tertinggi yang menderita

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN COLIC ABDOMEN

LAPORAN PENDAHULUAN COLIC ABDOMEN LAPORAN PENDAHULUAN COLIC ABDOMEN DISUSUN OLEH: ANIATUN ROKHIMAH 121440124150012 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIII SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2014 A. PENGERTIAN Kolik abdomen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa puasa ( nil by mouth ) telah dikenal selama bertahun-tahun dandipraktekkan selama 50 tahun terakhir setelah tindakan operasi saluran cerna dimana dalam

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adhesi peritoneal pasca operasi daerah abdomen dan pelvis adalah konsekuensi alamiah dari iritasi peritoneum oleh karena infeksi maupun trauma bedah serta

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang terjadi oleh apapun penyebabnya yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari hypertrophic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Adhesi Peritoneal Adhesi peritoneal adalah perlengketan abnormal antara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antara peritoneum viserale, maupun antara peritoneum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN A. PENGERTIAN Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenanngkan yang terasa disetiap regio abdomen (Pierce A. Grace &Neil R.Borley, 2006). Nyeri abdomen ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, selain itu diare juga membunuh 1.5 juta anak tiap tahunnya. Angka kejadian diare akut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi peritoneal pasca operasi abdomen dan pelvis adalah konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi peritoneal pasca operasi abdomen dan pelvis adalah konsekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adhesi peritoneal pasca operasi abdomen dan pelvis adalah konsekuensi alamiah dari iritasi peritoneum oleh karena infeksi maupun trauma bedah serta proses

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

bubur Setengah bubur Setengah padat padat

bubur Setengah bubur Setengah padat padat Mekanisme pembentukan feses Gerakan kolon lambat dan non-propulsif. Interval antara 2 kontraksi haustra dapat mencapai 30 menit. Gerakan haustra secara perlahan mengaduk isi kolon melalui gerakan maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 35 Bedah Digestif ADHESIOLISIS (No. ICOPIM: 5-544) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dan fisiologi dari isi

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasus Bedah Emergensi Kasus bedah emergensi adalah pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat darurat untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik

Lebih terperinci

ILEUS PARALITIK. Ali Djumhana

ILEUS PARALITIK. Ali Djumhana ILEUS PARALITIK Ali Djumhana Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RS dr.hasan Sadikin B a n d u n g Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian, Karakteristik dan Gambaran Radiologi Foto Polos Abdomen pada Pasien Ileus Obstruktif di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung Tahun 2014-2015 The Incidence,

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memiliki pusat pengaturan yang diatur oleh otak. Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem saraf. Sistem saraf merupakan sistem fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hirschsprung s disease merupakan penyakit motilitas usus kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 10 Bedah Digestif KOLOSTOMI (No. ICOPIM: 5-461) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari kolon dan rektum, mengerti

Lebih terperinci