IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Pengawasan Pre-Market Pengawasan pre-market merupakan tindakan preventif terhadap keamanan produk pangan sebelum produk tersebut beredar di masyarakat dengan melakukan penilaian pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM (registrasi produk). Data yang dikaji dalam penelitian merupakan data sekunder hasil pengawasan pre-market yaitu jumlah produk pangan terdaftar MD dan ML tahun sehingga kriteria dan tata laksana penilaian mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/ tahun 2004 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Aturan ini kemudian direvisi menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : HK tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan yang mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 12 Desember Pasal 42 pada PP No. 28 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran. Surat persetujuan pendaftaran diperoleh dengan cara melakukan pendaftaran produk pangan untuk dilakukan penilaian keamanan, mutu, dan gizi pangan. Pendaftaran dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor pangan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM, Gedung D lantai 3 Jakarta Pusat. Waktu pendaftaran pada hari kerja (Senin s.d. Jum at). Kewajiban pendaftaran produk pangan sesuai pula dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 30 yaitu dalam rangka peredaran pangan

2 18 bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pada Label pangan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan. Penilaian untuk memperoleh nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan pangan. Klasifikasi penilaian produk pangan (pelayanan pendaftaran) dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pelayanan pendaftaran umum, pelayanan pendaftaran cepat (ODS=One day service) dan pelayanan perubahan produk. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan cepat dapat dilihat pada Lampiran 1 dan alur proses pelayanan perubahan produk pada Lampiran 2. Pelayanan Pendaftaran Umum Pelayanan pendaftaran umum yaitu pelayanan penilaian produk dan keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja. Pelayanan diberlakukan terhadap produk beresiko tinggi dan produk baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Produk pangan yang didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain produk pangan yang diperuntukkan bagi golongan tertentu seperti produk makanan bayi, produk pangan diet khusus, produk pangan yang mempunyai manfaat tertentu karena kandungan zat aktif yang ada di dalamnya dan produk pangan yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi, klaim fungsi zat gizi ataupun klaim kesehatan pada label produknya. Contoh produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain MPASI, biskuit untuk bayi, dan susu formula bayi. Pelayanan Pendaftaran Cepat Pelayanan pendaftaran cepat (ODS) adalah pelayanan penilaian dan keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) hari kerja. Layanan penilaian dilakukan terhadap produk pangan beresiko rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat dapat dilihat pada

3 19 Lampiran 3. Produk pangan yang didaftarkan tidak boleh mencantumkan klaim baik klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi maupun klaim kesehatan. Sejak tanggal 1 Maret 2012, pendaftaran pangan olahan untuk produk beresiko rendah dapat dilakukan secara elektronik melalui web Badan POM sesuai dengan pengumuman No HM Pelayanan Perubahan Produk Pelayanan perubahan produk yaitu pelayanan penilaian terhadap produk pangan yang akan melakukan perubahan data produk. Pelayanan diberlakukan bagi produk pangan yang telah mendapatkan nomor persetujuan pendaftaran yang telah diperolehnya menjadi berubah atau berganti. Perubahan yang dapat diajukan antara lain perubahan nama perusahaan, perubahan nama importir atau distributor, perubahan informasi nilai gizi, perubahan dan atau penambahan klaim, perubahan nama dagang, perubahan desain kemasan, perubahan dan/atau penambahan berat/isi bersih, perubahan komposisi, dan perubahan untuk kepentingan promosi dalam waktu tertentu. Penilaian perubahan produk dilaksanakan dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja. Produk pangan yang memperoleh Nomor Pendaftaran Produk Pangan harus memenuhi kriteria tentang keamanan, jaminan mutu, gizi, serta keterangan dan atau pernyataan pada label. Kriteria tentang keamanan yaitu yang meliputi batas maksimum cemaran mikroba, cemaran kimia, cemaran fisik dan cemaran bahan berbahaya lainnya. Kriteria tentang jaminan mutu yaitu dinilai dari proses produksi sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Kriteria tentang gizi yaitu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan antara lain informasi nilai gizi dan angka kecukupan gizi. Sedangkan keterangan dan atau pernyataan pada label yaitu label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mencantumkan sekurang-kurangnya keterangan tentang nama produk, berat bersih atau isi bersih, dan nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.

4 20 Proses pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran rangkap 2 (dua) kepada Badan POM untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan penetapan biaya sesuai dengan jenis produk pangan. Kelengkapan dokumen yang diserahkan pada saat pendaftaran yaitu formulir pendaftaran (terdiri dari Formulir A, B dan C) yang telah diisi dengan benar dan lengkap (Lampiran 4), contoh produk pangan, serta rancangan label berwarna dan brosur bila ada. Kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pendaftar dalam berkas pendaftaran dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan tambahan. Persyaratan administrasi terdiri dari (1) fotokopi KTP pendaftar, (2) surat pernyataan bermaterai tentang kebenaran dan keabsahan dokumen pendaftaran serta jaminan keamanan, mutu dan gizi serta label pangan olahan, (3) fotokopi ijin usaha industri (IUI) atau tanda daftar industri (TDI) dari Kementerian/Dinas Perindustrian atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM/BKPMD), (4) hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat, (5) surat persetujuan pendaftaran produk pangan asli (untuk pelayanan ulang), dan (6) fotokopi surat persetujuan pendaftaran produk pangan sejenis (untuk pelayanan cepat). Persyaratan teknis terdiri dari (1) daftar bahan yang digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak, (2) proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO 22000, (3) informasi masa kadaluarsa, (3) hasil analisa produk akhir asli dari lab terakreditasi atau lab pemerintah, dan (5) rancangan label berwarna. Keterangan pada label harus dicantumkan dalam Bahasa Indonesia, dan bagian utama sekurang-kurangnya memuat : nama dagang, nama jenis/produk, berat/isi bersih, bobot tuntas (jika ada), nama dan alamat pihak yang memproduksi, dan nomor pendaftaran BPOM RI MD. Bagian utama/bagian lain terdiri dari komposisi atau daftar bahan yang digunakan (diurutkan dari jumlah bahan terbanyak), kode produksi, baik digunakan sebelum, petunjuk penyimpanan, penggunaan, peringatan dan keterangan lain (jika perlu), dan tabel informasi nilai gizi (wajib dicantumkan untuk produk berklaim).

5 21 Persyaratan tambahan terdiri dari : (1) surat kuasa untuk melakukan pendaftaran (apabila yang mendaftarkan bukan pimpinan perusahaan); (2) penjelasan untuk bahan-bahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu; (3) fotokopi surat kerjasama pengemas kembali/berlisensi/pengguna merek/makloon/model (jika diperlukan); (4) fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi); (5) fotokopi sertifikat merek; (6) fotokopi sertifikat organik (jika mencantumkan tulisan/logo organik); (7) fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); (8) surat persetujuan pencantuman tulisan halal pada label (jika mencantumkan tulisan/logo halal); (9) Fotokopi SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Tanah)/surat kerjasama dengan PDAM (untuk AMDK); dan (10) data pendukung produk berklaim (jika diperlukan). Untuk pendaftaran pelayanan umum baru dan ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk makanan dan minuman, map warna biru untuk produk pangan fungsional, hasil rekayasa genetika dan bahan tambahan pangan, dan map warna hijau untuk produk pangan olahan tertentu. Untuk pendaftaran pelayanan cepat, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk minuman dan BTP, dan map warna biru untuk produk makanan. Untuk pendaftaran pelayanan cepat ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio berwarna merah. Bukti pembayaran atas biaya pendaftaran produk pangan disertakan pada berkas pendaftaran yang diserahkan kepada Badan POM untuk dilakukan penilaian. Besaran biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku pada Badan POM.

6 22 Pendaftar diberikan surat pengantar pembayaran bank yang ditunjuk dengan menggunakan formulir P1 (Lampiran 5). Berkas pendaftaran yang telah memenuhi ketentuan dilakukan penilaian keamanan, mutu dan gizi serta label sesuai dengan tingkat resikonya. Penilaian terhadap berkas dilakukan oleh Tim Penilai Produk Pangan Badan POM dan dapat dibentuk pula Komite Nasional Penilai Produk Pangan yang melibatkan tenaga ahli di bidang keamanan, mutu dan gizi serta label pangan. Petugas yang melakukan penilaian berkas pendaftaran dinamakan petugas evaluator pangan. Pembentukan tugas dan fungsi Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai Produk Pangan ditetapkan oleh Kepala Badan POM. Berdasarkan rekomendasi Penilai, Kepala Badan memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas pendaftaran yang lengkap dan benar. Keputusan Kepala Badan dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh nomor pendaftaran produk pangan dengan menggunakan formulir P2 (Lampiran 6) disertai rancangan label yang disetujui. Nomor pendaftaran produk dalam negeri diberi tanda BPOM RI MD dan nomor pendaftaran pangan produk impor diberi tanda BPOM RI ML. Untuk produk pangan yang diperlukan penambahan data, pendaftar akan diberitahukan secara tertulis tentang persyaratan tambahan data yang harus dipenuhi dengan menggunakan formulir P3 (Lampiran 7). Persyaratan tambahan data dapat berupa hasil pemeriksaan atau pengujian oleh Balai Besar atau Balai Pengawas Obat dan Makanan atas informasi yang disampaikan oleh pendaftar. Keputusan terhadap pendaftaran dengan tambahan data akan ditetapkan selambatlambatnya sejak pemberitahuan secara tertulis disampaikan. Sedangkan keputusan terhadap penolakan pendaftaran akan diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar disertai dengan alasan penolakan. Formulir yang digunakan yaitu formulir P4 (Lampiran 8).

7 23 Perubahan produk pangan dapat dilakukan pendaftar sepanjang perubahan tersebut tidak mengubah nomor pendaftaran pangan. Permohonan perubahan produk pangan diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan menggunakan formulir P5 (Lampiran 9). Perubahan produk pangan dapat dilakukan setelah 3 bulan sejak tanggal persetujuan. Pendaftar dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Badan untuk melakukan dengar pendapat berkaitan dengan keberatannya terhadap hasil penilaian produk pangan dari Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai Produk Pangan. Permohonan diajukan paling lama 15 hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil penilaian produk pangan. Permintaan peninjauan kembali terhadap pendaftaran yang ditolak dapat diajukan pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan, diajukan selambatlambatnya 1 bulan setelah penolakan dan dapat dilakukan sebanyak 1 kali. Peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pendaftar yang pendaftarannya ditolak karena alasan keamanan, mutu dan gizi serta label produk pangan, dapat mengajukan kembali pendaftarannya setelah ada bukti-bukti ilmiah terbaru paling cepat 3 bulan setelah tanggal surat penolakan. Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5 tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Apabila telah habis masa berlakunya maka wajib dilakukan pendaftaran ulang. Untuk penyerahan label siap edar dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah persetujuan pendaftaran. Produk pangan yang telah mendapat persetujuan pendaftaran dapat dilakukan penilaian kembali oleh Kepala Badan apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendaftar wajib menarik produk pangan dari peredaran jika produk pangan tersebut dilakukan penilaian kembali. Kepala Badan dapat membatalkan surat persetujuan pendaftaran apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut ini : a) atas permintaan produsen, importir dan atau distributor yang mengajukan permohonan penilaian keamanan produk

8 24 pangan, b) produk pangan yang beredar tidak sesuai dengan data yang disetujui pada waktu memperoleh surat persetujuan pendaftaran, c) produk pangan yang dipromosikan menyimpang dari ketentuan yang berlaku, d) produk pangan tidak diproduksi atau diimpor lagi, e) ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, f) nama dagang yang digunakan telah terdaftar secara sah oleh pihak lain pada instansi yang berwenang, g) berdasarkan penelitian dan atau pemantauan setelah beredar, produk pangan tidak memenuhi kriteria yang diharuskan, h) tidak melaksanakan kewajiban, i) izin industri pangan untuk memproduksi, izin importir, dan atau izin distributor dicabut, dan j) pemilik surat persetujuan pendaftaran melakukan pendaftaran di bidang produksi atau distribusi produk pangan. Pembatalan surat persetujuan pendaftaran produk pangan dilakukan oleh Kepala Badan menggunakan formulir P6 (Lampiran 10) Pengawasan Post-Market Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/PIRT). Penentuan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat. Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan POM mengacu pada pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Pemeriksaan sarana produksi pangan bertujuan untuk mendorong dilaksanakannya cara produksi pangan yang baik oleh produsen sesuai dengan

9 25 ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar masyarakat tidak dirugikan oleh peredaran produk yang tidak memenuhi syarat dan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat antar produsen. Selain itu bertujuan untuk memperoleh data keadaan sarana produksi pangan yang diperiksa, sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk peningkatan cara produksi pangan dan atau dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah tindak lanjutnya. Untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan sarana produksi pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM menyusun petunjuk teknis pemeriksaan sarana produksi pangan dan untuk penilaian menggunakan petunjuk penilaian CPMB Sarana Produksi Pangan Form A (Lampiran 11). Formulir penilaian CPMB terdiri dari lembar data umum dan data khusus. Form A ini dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1) kelompok A mengenai data umum, 2) kelompok B mengenai data khusus, 3) kelompok C merupakan daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan, 4) kelompok D mengenai hasil penilaian, dan 5) kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan yang ada di kelompok C terdiri dari Sub kelompok mengenai 1) sikap dan wawasan pimpinan perusahaan mengenai sistem pengawasan mutu, 2) kondisi sanitasi dan hygiene bangunan, fasilitas dan sanitasi, 3) sanitasi dan kesehatan serta tindak tanduk karyawan, dan 4) cara penanganan dan pengolahan bahan pangan (GMP). Keseluruhan aspek tersebut akan dinilai dan apabila tidak memenuhi syarat (sesuai dengan pertanyaan (negatif/defect/deficiency) maka pemberian tanda X pada kolom yang tersedia yaitu pada kolom MN (Minor), MJ (Major), SR (Serius) atau KT (Kritis). Pemberian tanda (tick) pada kolom OK apabila kenyataan yang ada di lapangan dilakukan dengan benar berlawanan dengan pernyataan negatif pada kolom aspek yang dinilai. Apabila pada kenyataannya ada aspek pertanyaan yang tidak diberlakukan maka diberi tanda tb (tidak diberlakukan) pada kolom keterangan dan aspek tersebut tidak dikenakan penilaian. Apabila ada dua pilihan tanda X dalam setiap nomor aspek yang dinilai, maka jika penyimpangannya dinilai ringan sebelah kiri

10 26 yang dilingkari dan jika penyimpangannya dinilai berat maka sebelah kanan yang dilingkari. Kelompok D merupakan hasil penilaian, digunakan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan yang ada dengan menggunakan standar pada tabel 1. Kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar pengecekan CPMB harus ditandatangani oleh petugas penilai dari instansi yang berwenang dan pimpinan unit pengolahan atau petugas lain yang ditunjuk. Tabel 1. Tingkat/rating kelayakan sarana produksi Tingkat Jumlah penyimpangan (rating) MN (minor) MJ (Major) SR (Serius) KT (Kritis) A (Baik sekali) B (Baik) atau tb C (Kurang) tb D (Jelek) tb tb 5 1 Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 23 grup, mulai dari group A sampai dengan group W. Unsur-unsur yang dinilai dari group tersebut yaitu pimpinan; sanitasi lokasi dan lingkungan: fisik; sanitasi lingkungan: pembuangan/limbah; sanitasi lingkungan : infestasi burung, serangga, atau binatang lain; pabrik-umum; pabrik-ruang pengolahan; fasilitas pabrik; pembuangan limbah di pabrik; operasional sanitasi di pabrik; binatang pengganggu-serangga dalam pabrik; peralatan produksi; pasokan air; sanitasi dan hygiene karyawan; gudang biasa (kering); gudang beku, dingin (apabila digunakan); gudang kemasan produk; tindakan pengawasan; bahan mentah dan produk akhir; hasil uji; tindakan pengawasan; sarana pengolahan/pengawetan; penggunaan bahan kimia; bahan, penanganan dan pengolahan.

11 27 Hasil pemeriksaan sarana produksi dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan dengan menggunakan Form RA yaitu formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Lampiran 12). Untuk hasil pemeriksaan sarana produksi pangan MD, sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B, sedangkan yang mendapat nilai C dan K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Berbeda halnya dengan pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP), sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Petugas Balai Besar/Balai POM yang melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan adalah petugas pengawas pangan. Untuk menjamin kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, Badan POM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI). Semakin banyaknya sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRTP) yang tersebar di Indonesia, mengakibatkan sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi. Untuk mengatasi hal tersebut Badan POM memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT yang disebut District Food Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu sebanyak 169 orang NFI dan 1,829 DFI (Susanti, 2010).

12 Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan Pemeriksaan sarana distribusi pangan dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di Indonesia. Pemeriksaan bertujuan untuk melindungi konsumen dari kemungkinan beredarnya pangan yang tidak memenuhi syarat yang mungkin dapat merugikan atau membahayakan kesehatan dikarenakan cara distribusi pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kegiatan pengawasan sarana distribusi sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/MEN.KES/PER/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan. Pemeriksaan sarana distribusi dilakukan untuk melihat kesesuaian cara distribusi pangan dengan baik (CDPB) pada sarana distribusi pangan. Sasaran pemeriksaan yaitu seluruh badan usaha atau perorangan yang mengedarkan pangan antara lain distributor, toko, supermarket, hipermarket, swalayan, warung, kios, dan pasar tradisional. Pemeriksaan mengacu pada petunjuk teknis pemeriksaan sarana distribusi pangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM. Kegiatan pemeriksaan dilakukan oleh petugas pengawas pangan. Aspek yang diperhatikan oleh petugas pengawas pangan antara lain peragaan produk pangan; peragaan produk beku dan produk dingin, termasuk kontrol suhu yang dilakukan; penempatan produk pangan dan non pangan; penyimpanan produk di gudang, terutama cara penyimpanan produk yang mudah rusak, ketentuan khusus pada label produk; produk yang dicurigai menggunakan bahan tambahan yang dilarang digunakan pada pangan, serta produk kadaluarsa, rusak dan tanpa ijin edar. Terdapat 11 grup (A s.d. K) pada formulir laporan pemeriksaan Form B (Lampiran 13) yang menjadi acuan penilaian antara lain pimpinan; sanitasi;

13 29 infestasi; bangunan/ruangan; perlengkapan peragaan; gudang biasa; gudang dingin; perlengkapan administrasi; pengawasan penanganan; ketentuan khusus; dan produk yang TMS (diuraikan data produk pada lampiran). Tindakan yang dilakukan pada saat pemeriksaan dapat berupa pembinaan; pengambilan sampel; pemanggilan resmi; perintah pengembalian; penyegelan produk, penyitaan produk dan pemusnahan produk. Hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM dengan menggunakan Form RB secara berkala setiap triwulan Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar Salah satu kegiatan pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang beredar dengan cara pengambilan sampel produk (sampling) dan pengujian produk di laboratorium untuk melihat kesesuaian produk pangan yang diedarkan. Pengawasan dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM melalui Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia. Kewenangan Badan POM dalam melakukan sampling pangan sesuai dengan PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 45 yang berisi : (1) Badan berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar (2) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan berwenang untuk : a) mengambil contoh pangan yang beredar dan/atau b) melakukan pengujian terhadap contoh pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a (3) Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b : a) untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;

14 30 b) untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang perikanan, perindustrian atau Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing; c) untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan d) untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan dan pangan siap saji disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pengambilan sampel produk (sampling) dilakukan di sarana produksi pangan dan atau sarana distribusi pangan. Pengambilan sampel produk harus mewakili seluruh kelompok produk yang akan diuji. Oleh karena itu, sampling memerlukan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang komprehensif dan aplikatif agar data yang diperoleh benar, absah, dan valid. Pedoman standar sampling pangan secara umum mengacu pada General Guidelines on Sampling (CAC/ GL ) yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Pedoman ini dibuat untuk memastikan bahwa prosedur sampling yang sahih dan valid digunakan dalam rangka menguji produk pangan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan sampling adalah tujuan pengambilan sampel, kemampuan analisis laboratorium, metode analisis yang akan dilakukan, metode pengambilan sampel yang akan dipilih dan jumlah sampel. Kegiatan sampling merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kualitas pengujian. Untuk melakukan pengujian diperlukan laboratorium yang mampu mendeteksi dan secara kuantitatif menguji besaran bahaya dalam pangan. Pelayanan analitik ilmiah merupakan komponen yang penting dalam sistem pengawasan pangan. Pelayanan ini diberikan oleh laboratorium analitik. Laboratorium harus mempunyai sarana yang memadai dan analis yang kompeten untuk bidang pengujian yang dibutuhkan. Selain itu laboratorium harus mampu mengembangkan metode analisis yang baru untuk menguji food safety measures (seperti hazard) yang baru muncul (emerging).

15 31 Badan POM melakukan sampling pangan rutin sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang beredar untuk menjamin masyarakat dari peredaran produk pangan yang beresiko terhadap kesehatan, produk pangan cacat atau dengan mutu substandard dan atau mengandung unsur penipuan. Pelanggaran keamanan pangan meliputi penggunaan bahan kimia yang dilarang untuk pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) melebihi batas maksimal, pangan mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik) dan penggunaan bahan baku yang mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik). Prioritas produk untuk sampling rutin yaitu produk dengan kriteria : produk yang mempunyai kemungkinan resiko tinggi dan banyak diminati masyarakat, sebagai tindak lanjut dari suatu produk yang terbukti TMS berdasarkan hasil sampling sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari hasil inspeksi sarana produksi yang belum menerapkan CPMB dan program nasional (fortifikasi) (Gartini 2009). Pelaksanaan sampling sekurang-kurangnya satu tahun sekali dilakukan pada sarana produksi maupun sarana distribusi Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM Implementasi Pengawasan Pre-Market Pengawasan pre-market dilakukan pada saat registrasi produk terhadap kelengkapan persyaratan yang diajukan oleh produsen/distributor/importir pangan. Produk pangan olahan yang telah dinilai dan memenuhi persyaratan akan diberikan surat persetujuan pendaftaran produk pangan yang di dalamnya terdapat nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran produk pangan adalah nomor yang diberikan untuk pangan olahan dalam rangka peredaran pangan yang terdiri dari 12 (dua belas) digit dan dalam setiap digit berisi kode dari produk tersebut. Pendaftaran produk pangan MD dan ML diklasifikasikan berdasarkan kategori pangan. Pada tahun 2006 s.d jumlah produk pangan terdaftar dengan nomor pendaftaran MD sebanyak 22,967 produk dan 16,947 produk dengan nomor pendaftaran ML (Gambar 2). Produk dengan nomor pendaftaran MD tahun yang terbanyak pada kategori pangan 14 (minuman, tidak termasuk susu) dan produk dengan nomor pendaftaran ML yang terbanyak pada kategori pangan 6 (serealia dan produk serealia).

16 32 Gambar 2. Jumlah produk pangan terdaftar di Badan POM tahun Hasil keputusan penilaian produk selain persetujuan untuk memperoleh nomor pendaftaran, dapat pula berupa penolakan produk dikarenakan tidak memenuhi/tidak sesuai dengan persyaratan saat registrasi. Gambar 3 memperlihatkan jumlah produk MD dan ML tahun 2010 yang ditolak pada saat pendaftaran yaitu sebanyak 184 produk (8 produk MD dan 176 produk ML). Pendaftar yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan, berkas pendaftaran dikembalikan untuk dilengkapi atau berkas ditolak dengan alasan keamanan pangan. Pengawasan pre-market berkaitan dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas evaluator pangan pada saat melakukan penilaian produk. Menurut Ratminah (2009) dari keseluruhan unsur penilaian indeks kepuasan masyarakat (IKM) yang dilakukan di unit pelayanan Badan POM Pusat yang terdiri dari unsur prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, tanggung jawab petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, kewajaran biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan unit penyelenggara layanan maupun sarana yang digunakan; unsur yang memperoleh nilai A (sangat baik) adalah unsur kepastian

17 33 biaya pelayanan, sedangkan unsur yang mendapat penilaian mutu pelayanan C (kurang baik) terdapat pada unsur prosedur pelayanan, kecepatan pelayanan dan kepastian jadwal pelayanan. Gambar 3. Jumlah produk MD dan ML yang ditolak tahun 2010 Berdasarkan data registrasi produk tahun , bahwa selama periode 5 tahun pengawasan jumlah produk yang terdaftar sebanyak 30 produk/hari. Jumlah ini cukup besar, sehingga diperlukan jumlah SDM petugas penilai pangan yang memadai sehingga sistem pengawasan yang dilakukan menjadi efektif dan efisien. Selain melakukan pengawasan pre-market pada produk MD dan ML, Badan POM juga berperan dalam melakukan pembinaan terhadap Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat. Pembinaan yang dilakukan Badan POM yaitu pembinaan keamanan pangan melalui penyuluhan keamanan pangan dalam rangka Sertifikasi Produksi Pangan IRTP (SPP-IRT). Berdasarkan data yang dilaporkan Balai POM/Balai Besar POM di 26 provinsi di Indonesia, jumlah IRTP yang ada di provinsi tahun yaitu sejumlah 33,796 IRTP. Dari jumlah tersebut IRTP yang mengikuti penyuluhan

18 34 keamanan pangan dalam rangka sertifikasi produksi pangan IRTP (SPP-IRT) sejumlah 20,906 (61.86%), dengan nomor PIRT yang telah diterbitkan Dinas Kesehatan sebanyak 14,621 (43.26%). Data tersebut menunjukkan bahwa IRTP yang sudah memperoleh nomor PIRT masih sangat rendah (< 50%). Rendahnya perolehan nomor PIRT ini kemungkinan salah satunya tidak terpenuhinya persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik-Industri Rumah Tangga (CPPB- IRT) dengan hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi minimal cukup Implementasi Pengawasan Post-Market Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan terhadap sarana produksi pangan MD, sarana produksi PIRT dan sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD). a. Pemeriksaan sarana produksi MD Berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006 s.d 2010 terhadap 2,421 sarana produk MD terdaftar (dari total produk terdaftar 22,967 produk), sarana produksi MD yang diperiksa sebesar 10.54%. Jumlah sarana produksi MD yang diperiksa masih rendah meskipun pengawasan produk MD merupakan wewenang dan tanggung jawab Badan POM. Hal ini berkaitan dengan anggaran dana yang tersedia. Dari 2,421 sarana produksi pangan, jumlah sarana yang memperoleh nilai B sebanyak 455 sarana, nilai C sebanyak 1,380 sarana dan nilai K sebanyak 586 sarana (Gambar 4). Pemeriksaan sarana produksi juga dilakukan terhadap 160 sarana produksi pangan tidak aktif, namun tidak dijumlahkan dalam total sarana produksi yang diperiksa dan tidak dilakukan penilaian MS dan TMS. Sarana produksi yang memperoleh nilai B dikategorikan sebagai sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) dan yang memperoleh nilai C dan K dikategorikan sebagai sarana produksi yang tidak memenuhi syarat. Jumlah sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) kurun waktu 2006 s.d 2010 untuk sarana produksi produk MD yaitu 455 sarana produksi (18.79%) dan sarana produksi yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 1,966 sarana produksi (81.21%). Berdasarkan hasil penilaian tersebut sarana produksi pangan yang tidak

19 35 memenuhi persyaratan cukup besar (81.21%) padahal untuk memperoleh nomor pendaftaran MD, salah satu persyaratan saat registrasi yaitu harus melampirkan hasil pemeriksaan sarana produksi dengan nilai minimal B (memenuhi syarat). Hal ini menunjukkan bahwa sarana produksi MD tersebut belum mampu memenuhi persyaratan CPMB dan seharusnya belum bisa memperoleh nomor pendaftaran MD karena persyaratannya CPMB-nya tidak terpenuhi. Gambar 4. Jumlah sarana produksi produk pangan MD yang diperiksa tahun dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang Berdasarkan kajian yang dilakukan Susanti (2010), dari 5 (lima) komponen utama CPMB (grup F: pabrik dan ruang pengolahan, grup J: pabrik/binatang perusak/serangga, grup K: peralatan, grup L: suplai air, dan grup M: higiene perorangan) komponen yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah grup F (pabrik-ruang pengolahan) dan grup M (sanitasi dan hygiene karyawan). Penyimpangan pada pabrik-ruang pengolahan diantaranya adalah kebersihan lantai, dinding dan langit-langit, serta konstruksinya yang tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit dibersihkan. Sedangkan penyimpangan terhadap hygiene perorangan diantaranya disebabkan tidak adanya petunjuk yang jelas tentang hygiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan hygiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku

20 36 karyawan (makan dan minum di ruang produksi) dan tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi. b. Pemeriksaan sarana produksi IRTP Hasil pemeriksaan sarana produksi untuk produk dengan nomor pendaftaran PIRT terhadap 6,132 sarana produksi produk pangan terdaftar untuk periode tahun 2006 s.d 2010 adalah sebagai berikut: sarana produksi yang memperoleh nilai B sebanyak 330 sarana, nilai C 3,432 sarana, dan nilai K sebanyak 2,380 sarana (Gambar 5). Kategori penilaian sarana produksi PIRT tidak sama dengan sarana produksi MD. Untuk sarana produksi PIRT, nilai B dan C dikategorikan sebagai sarana yang memenuhi syarat (MS) yaitu sebesar 61.35% dan nilai K sebagai sarana yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 38.81%. Terdapat 326 sarana yang tidak aktif sehingga tidak dilakukan penilaian. Gambar 5. Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang Masih banyaknya sarana dengan kategori K (tidak memenuhi syarat) untuk nomor pendaftaran PIRT, menunjukkan masih kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB terhadap sarana produksi PIRT. Menurut Susanti (2010), terdapat (4) empat komponen CPMB yang termasuk dalam 5 grup utama yang sering tidak

21 37 dipenuhi oleh sarana produksi skala IRTP yaitu ruang pengolahan, hygiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, dan peralatan produksi. c. Pemeriksaan sarana produksi tidak terdaftar (TTD) Pemeriksaan sarana produksi dilakukan pula terhadap produk pangan tidak terdaftar (TTD) atau tanpa ijin edar (TIE) (Gambar 6). Pemeriksaan ini dimaksudkan sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang tidak terdaftar/tanpa ijin edar sehingga dapat diketahui sejauh mana pemenuhan CPMBnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 2,973 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar, sebanyak 2,856 sarana produksi yang dilakukan penilaian dan sisanya sebanyak 117 sarana tidak dilakukan penilaian karena termasuk sarana produksi pangan tidak aktif. Gambar 6. Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD) yang diperiksa tahun dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang Sebagian besar sarana produksi yang diperiksa memperoleh nilai K yang berati tidak memenuhi syarat (TMS) dengan persentase 50.70%. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi persyaratan CPMB masih sangat rendah, sehingga perlu adanya peningkatan upaya pembinaan tidak hanya terhadap produsen industri pangan tidak terdaftar

22 38 tetapi juga terhadap produsen industri rumah tangga pangan (IRTP) dan produsen produk MD. Tindak lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi yang memperoleh nilai K (Kurang) dan termasuk sarana TMS, Balai Besar/Balai POM melakukan tindakan peringatan/teguran dan pembinaan dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat Pemeriksaan sarana distribusi pangan Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun dari 26 Balai Besar /Balai POM menunjukkan bahwa jumlah sarana distribusi yang diperiksa sebanyak 28,079 buah. Sebanyak 6,044 sarana distribusi memperoleh nilai B (21.52%), 14,224 sarana distribusi memperoleh nilai C (50.66%) dan sisanya sebanyak 7,811 sarana distribusi memperoleh nilai K (27.82%) (Gambar 7). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar sarana distribusi memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan total nilai B dan C sejumlah 20,268 sarana (72.18%), sedangkan untuk sarana yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan nilai K sejumlah sarana (27.82%). Gambar 7. Jumlah sarana distribusi pangan yang diperiksa tahun dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang

23 39 Berdasarkan parameter temuan/pelanggaran terhadap sarana distribusi yang dinilai Kurang (K) yang merupakan produk TMS tahun , sebanyak 2370 sarana distribusi menjual pangan kadaluarsa (Gambar 8). Pangan kadaluarsa yaitu pangan/makanan yang telah lewat tanggal kadaluarsa. Tanggal kadaluarsa merupakan batas akhir pangan/makanan yang dijamin mutunya sepanjang penyimpanan mengikuti petunjuk yang diberikan produsen (Depkes RI 1996). Tindak lanjut terhadap temuan meliputi pembinaan, pemusnahan, pengamanan produk tidak memenuhi syarat, peringatan dan peringatan keras. Gambar 8. Hasil pengawasan sarana distribusi tahun berdasar parameter temuan pada produk yang TMS Selain sebagai kegiatan rutin, pemeriksaan sarana distribusi juga dilakukan untuk kasus tertentu. Dalam rangka intensifikasi pengamanan pasar menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 misalnya, Badan POM melakukan pengawasan terhadap 1482 sarana distribusi pangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 1482 sarana distribusi pangan tersebut, 963 (64.98%) memenuhi ketentuan perundangan dan 519 (35.02%) sarana tidak memenuhi ketentuan ( 2011). Parameter temuan untuk produk yang tidak memenuhi syarat pada pengawasan sarana distribusi terdiri dari penggunaan bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya pada pangan yaitu formalin dan borak, ditemukannya

24 40 pangan rusak, pangan kadaluarsa, label yang tidak sesuai dengan ketentuan, produk tanpa penandaan khusus, minuman keras tanpa ijin, pangan tanpa ijin edar (illegal) dan lain-lain (penggunaan pewarna bukan untuk pangan dan penggunaan BTP yang melebihi batas maksimum) Sampling dan pengujian produk pangan yang beredar Total sampel produk yang diuji tahun 2006 s.d 2010 sebanyak 88,077 sampel produk yang terdiri dari produk pangan MD (41,355 sampel), ML (1,665 sampel), PIRT (24,355 sampel) dan sampel TTD (20,702 sampel). Persentase MS dan TMS dari keseluruhan sampel MD, ML, PIRT dan TTD seperti pada Gambar 9 dan 10. Rata-rata persentase sampel produk yang MS tahun yaitu sebesar 82.66% dan sampel produk yang TMS sebesar 17.34%. Jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) menurut nomor pendaftaran periode tahun dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Gambar 9. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang memenuhi syarat (MS) tahun

25 41 Gambar 10. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang tidak memenuhi syarat (TMS) tahun Gambar 11. Persentase jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun

26 42 Gambar 12. Persentase jumlah sampel produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun Total hasil pengujian sampel produk MD tahun yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 38,184 sampel (92.33%) dan TMS 3,171 sampel (7.67%), sampel produk ML yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,336 sampel (80.24%) dan TMS 329 sampel (19.76%), sampel produk SP-PIRT yang memenuhi syarat sebanyak 20,191 sampel (82.90%) dan TMS 4,164 sampel (17.10%), dan produk tidak terdaftar yang memenuhi syarat sebanyak 13,094 sampel (63.25%) dan TMS sebanyak 7,608 sampel (36.75%). Sebagian besar sampel produk yang diuji memenuhi syarat, baik untuk sampel produk MD, ML, SP-PIRT maupun produk tidak terdaftar. Pada 15,272 sampel produk yang TMS dilakukan pengujian laboratorium terhadap parameter uji (Gambar 13). Berdasarkan hasil pengujian sampel produk tahun , sebesar 22.25% (4,022 sampel) menggunakan BTP pemanis sakarin dan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan, 10.67% (1,928 sampel) menggunakan pengawet benzoat melebihi batas maksimal yang diijinkan, 7.98% (1,433 sampel) menggunakan bahan berbahaya formalin, 8.19% (1,480 sampel) menggunakan bahan berbahaya borak, 10.28% (1,858 sampel) menggunakan pewarna bukan makanan rhodamin B dan methanol yellow, 21.02%

27 43 (3,800 sampel) terindikasi cemaran mikroba, dan 19.60% (3,543 sampel) dikarenakan faktor lain-lain. Gambar 13. Hasil pengujian produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan parameter uji tahun Penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat) dan pengawet (benzoat) melebihi batas maksimal yang diijinkan. Hal ini berarti penggunaan pemanis buatan dan pengawet tidak dengan takaran yang benar. Penggunaan umumnya hanya berdasarkan rasa sensori saja. Berdasarkan hasil kajian Jarwati (2009), jenis pemanis buatan yang yang paling banyak digunakan secara tunggal pada produk pangan IRTP di wilayah DKI Jakarta pada tahun adalah aspartam, siklamat dan sorbitol. Parameter uji untuk penggunaan BTP yang berlebih yaitu pemanis buatan (sakarin dan siklamat) dan pengawet (benzoat), bahan berbahaya yaitu formalin dan boraks, uji pewarna bukan untuk makanan yaitu rhodamin B dan methanil yellow, uji cemaran mikroba yaitu Angka Lempeng Total, MPN coliform dan Angka Kapang-Khamir, sedangkan parameter uji lain-lain terdiri dari kadar abu, kadar air, bobot tuntas, label dan BTP yang belum diijinkan. Pengujian cemaran mikroba terhadap produk yang sudah ada SNI-nya, maka parameter yang diuji mengacu pada SNI produk yang bersangkutan. Sedangkan produk yang belum

28 44 mempunyai SNI, parameter uji mengikuti tabel prioritas dalam petunjuk teknis sampling rutin produk pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM. Untuk melakukan pengujian sampel produk tentunya di dukung oleh kemampuan laboratorium dalam melakukan pengujian semua parameter uji. Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk yang beredar di Indonesia. Agar mampu melaksanakan perlindungan kepada masyarakat secara optimal diharapkan seluruh laboratorium Badan POM mempunyai kemampuan dasar minimal yang sama. Selain itu beberapa laboratorium dapat dirancang sebagai laboratorium rujukan dengan kemampuan spesifik. Pengembangan laboratorium Badan POM diarahkan untuk memenuhi standar minimal peralatan, bangunan, dan SDM laboratorium agar dapat menguji semua produk yang beredar. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan POM telah mengeluarkan Standar Minimal Laboratorium sesuaidengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM Kajian Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM Pengawasan Pre-Market Berdasarkan implementasi pengawasan pre-market yang dilakukan pada saat pendaftaran produk, aspek kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pada saat registrasi produk menjadi hal yang penting dalam menjamin keamanan pangan sebelum produk memperoleh nomor pendaftaran dan diedarkan di masyarakat. Selain itu keberhasilan fungsi pengawasan pre-market sangat ditentukan oleh kompetensi petugas penilai pangan yang menangani langsung proses penilaian. Kompetensi yang dimiliki petugas disesuaikan dengan lingkup dan tanggung jawab yang diembannya dalam melakukan penilaian produk. Evaluasi terhadap proses pendaftaran produk pangan (registrasi) pada pengawasan pre-market dapat dilihat pada Tabel 2.

29 45 Tabel 2. Evaluasi proses pendaftaran produk pangan sebagai pengawasan pre-market No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian 1 Lokasi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, BPOM, Gedung D lantai 3 Jakarta Pusat 2 Frekuensi/waktu Tergantung pendaftar, pada hari kerja (Senin- Jum at) 3 Acuan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/ tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan tahun Piranti Kelengkapan persyaratan (administrasi, teknis, tambahan) 5 Pelaksana Petugas penilai pangan Direktorat PKP 6 Skala prioritas Berdasarkan pelayanan pendaftaran Lokasi pendaftaran sudah jelas Frekuensi dan waktu kapan akan melakukan pendaftaran tergantung pada pendaftar dilakukan pada hari dan jam kerja Acuan sudah jelas. Pada tahun 2011 direvisi menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : HK tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan, mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 12 Desember Kelengkapan persyaratan harus dipenuhi untuk memperoleh nomor pendaftaran MD atau ML Kompetensi dan jumlah petugas penilai pangan harus memadai sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab yang diembannya Tidak ada skala prioritas, first in first out Faktor penting keberhasilan dalam pengawasan pre-market yaitu aspek kelengkapan dokumen/berkas pendaftaran yang diajukan pendaftar saat registrasi. Kelengkapan dokumen/berkas pendaftaran tersebut dipersyaratkan dapat menjamin keamanan produk yang didaftarkan sebelum produk tersebut beredar di masyarakat yang berarti harus berkaitan dengan keamanan pangan. Evaluasi

30 46 terhadap berkas/dokumen yang dilampirkan pada saat pendaftaran dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan No Aspek Terkait keamanan pangan (KP)* Kajian Persyaratan Administrasi 1 Fotokopi KTP pendaftar 2 Surat pernyataan bermaterai 3 Fotokopi ijin usaha industri (IUI) atau tanda daftar industri (TDI) 4 Hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat 5 Surat persetujuan pendaftaran produk pangan asli (untuk pelayanan ulang) 6 Fotokopi surat persetujuan pendaftaran produk pangan sejenis (untuk pelayanan cepat). Persyaratan teknis Terkait KP Tergantung sistem jaminan yang diberlakukan oleh Balai Besar/Balai POM Format penilaian sama untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Diperlukan SDM yang kompeten dalam bidang keamanan pangan No Aspek Terkait Keamanan Pangan (KP)* Kajian 1 Daftar bahan yang digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak Terkait KP Cukup jelas Berkaitan juga dengan mutu dan gizi pangan

31 47 Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan No Aspek Terkait keamanan pangan (KP)* Kajian 2 Proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO Terkait KP Tergantung sistem jaminan institusi lain dalam proses sertifikasi 3 Informasi masa kadaluarsa Pencantuman informasi menjadi sangat penting untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen 4 Hasil analisa produk akhir asli dari lab terakreditasi atau lab pemerintah 5 Rancangan label berwarna Persyaratan tambahan Terkait KP Tidak cukup jelas dicantumkan apa yang dianalisa pada produk akhir Perlu adanya kejelasan apa yang harus dianalisa untuk produk akhir terkait dengan keamanan pangan Diperlukan lebih dari satu hasil data analisa untuk memastikan keamanan pangan No Aspek Terkait keamanan pangan (KP)* Kajian 1 Surat kuasa untuk melakukan pendaftaran (apabila yang mendaftarkan bukan pimpinan perusahaan) 2 Penjelasan untuk bahanbahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan Terkait KP Diperlukan penjelasan keamanan pangan tentang bahan-bahan tertentu yang digunakan dalam produk yang didaftarkan

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRACT. Keywords : Food safety control system, NADFC, pre-market control, post-market control

ABSTRACT ABSTRACT. Keywords : Food safety control system, NADFC, pre-market control, post-market control ABSTRACT VIRNA BERLIANI PUTRI. Study on Food Safety Control Systems By the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Republic of Indonesia. Under supervision of RATIH DEWANTI-HARIYADI and NURI ANDARWULAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)

Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk dengan tujuan melindungi

Lebih terperinci

2011, No.811.

2011, No.811. 13 LAMPIRAN 1 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.5.12.11.09956 TAHUN 2011 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN CONTOH FORMULIR PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

2011, No Menetapkan : 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

2011, No Menetapkan : 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2011 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pangan Olahan. Tata Laksana. Pendaftaran. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.5.12.11.09956TAHUN

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA) 1. Dasar Hukum a. Undang-Undang RI mor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; b. Undang-Undang RI mor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; c. Undang-Undang RI mor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; d. Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2012 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi

Lebih terperinci

Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. PKPA Tahun 2017

Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. PKPA Tahun 2017 Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI PKPA Tahun 2017 VISI DAN MISI Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :HK.00/05.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang :

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Mengurus ijin Depkes & BPOM produk makanan olahan rumahan.

Mengurus ijin Depkes & BPOM produk makanan olahan rumahan. Mengurus ijin Depkes & BPOM produk makanan olahan rumahan. kalao olahn keripik cukup P-IRT ari depkes setempat saj. BPOM kalau olahan ikan dan daging baru ke BPOM prosesnya memanga agak ribet kalau untuk

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lamp iran Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Lampiran 1 Nomor File : FORMUILIR PENDAFTARAN STATUS PENDAFTARAN STATUS PRODUK UMUM CEPAT (ODS) ULANG BARU LAMA Berbeda...

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI FORMULA BAYI, FORMULA LANJUTAN, DAN FORMULA PERTUMBUHAN DENGAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat

Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat LAMPIRAN Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat 68 69 Lampiran 2. Alur proses pelayanan perubahan produk Pemohon Penyerahan surat permohonan perubahan produk

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga di Kabupaten Jepara dilaksanakan oleh beberapa Stakeholder, di antaranya

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.23.4416 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN TINGKAT LAYANAN (SERVICE LEVEL ARRANGEMENT) DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DALAM KERANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. b. c. 1. 2. 3. bahwa pendaftaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA VIRNA BERLIANI PUTRI

KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA VIRNA BERLIANI PUTRI KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA VIRNA BERLIANI PUTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

Undang-undang Pangan No. 7/1996

Undang-undang Pangan No. 7/1996 Undang-undang Pangan No. 7/1996 Legislasi -> pengaturan Dasar pengaturan : Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia Prasyarat yang harus dipenuhi : aman, bermutu bergizi, beragam dan tersedia secara cukup

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.893, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

2015, No DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang da

2015, No DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang da No.1518, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Barang dan Jasa. SNI. Pengawasan. Jasa Bidang Perdagangan. Standardisasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/M-DAG/PER/9/2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Minyak Goreng Sawit. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-IND/PER/12/2013 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09956 TAHUN 2011 TENTANG TATA LAKSANA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KERTAS DAN KARTON UNTUK KEMASAN PANGAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA Draft 17 November 2016 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN Oleh: Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Kasubdit. Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Disampaikan Pada Acara: Praktek Kerja Profesi Apoteker Jakarta,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R No.1706, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Wajib Kemasan. Minyak Goreng. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG MINYAK GORENG WAJIB

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi hewan dan masyarakat yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 Pasal 69 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.709, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Formula Pertumbuhan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)

Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Gaya hidup masyarakat saat ini, sangat mempengaruhi pola konsumsinya. Sementara itu, pengetahuan masyarakat akan memilih dan menggunakan suatu produk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN, DAN PENGGUNAAN ALAT DAN ATAU MESIN PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa alat dan

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :

DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB III. A. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

BAB III. A. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan 30 BAB III SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PADA KETENTUAN PASAL 43 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN A. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Advertisement of Nutrition Message in Food Product Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tren penggunaan pesan terkait kesehatan oleh produsen semakin meningkat, sehingga memberikan konsekuensi penting

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-IND/PER/7/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN KATEGORISASI TINGKAT RISIKO PENILAIAN DAN PENDAFTARAN ULANG

PETUNJUK PENGISIAN KATEGORISASI TINGKAT RISIKO PENILAIAN DAN PENDAFTARAN ULANG PETUNJUK PENGISIAN KATEGORISASI TINGKAT RISIKO PENILAIAN DAN PENDAFTARAN ULANG Pengembangan aplikasi e-registration pangan olahan untuk kategorisasi tingkat risiko penilaian dan notifikasi pendaftaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci