BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasad renik yang sangat kecil, yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasad renik yang sangat kecil, yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV/AIDS Definisi HIV/AIDS Menurut Umar (2006), HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus atau jasad renik yang sangat kecil, yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus HIV termasuk dalam RNA virus genus Lentivirus golongan Retrovirus family Retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse trancriptase untuk dapat menginfeksi mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat (Zein, dkk, 2006). AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom. Yang mana Acquired artinya didapat, bukan penyakit turunan, Immuno artinya sistem kekebalan tubuh, Deficiency artinya kekurangan, dan Syndrome artinya kumpulan gejala. Jadi AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat menimbulkan infeksi opurtunistik. Berkurangnya kekebalan tubuh pasien sendiri disebabkan berkurangnya sel CD4 karena diserang oleh virus HIV. 11

2 Epidemiologi HIV/AIDS AIDS pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1981 ketika CDC (the U.S. Centers for Disease Control and Prevention) mengumumkan penemuan aneh dari Pneumocystis carini pneumonia pada 5 laki-laki homoseksual yang di Los Angeles dan Kaposi s Sarkoma pada 26 laki-laki homoseksual yang sehat di New York dan Los Angeles. Pada tahun 1983, HIV (Human Immunodeficiency Virus) diisolasi dari seorang penderita limfadenopati dan pada tahun 1984, HIV didemonstrasikan sebagai penyebab dari penyakit AIDS (Fauci dan Lane, 2005). Menurut Djoerban Z (1999) dalam Zein (2006), dalam catatan literatur di Indonesia, kasus infeksi HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1985 di Jakarta pada seorang wanita yang menderita anemia hemolitik autoimun yang kerap mendapat transfusi darah. Diduga kuat transmisi virus HIV melalui transfusi. Kasus AIDS yang pertama di Indonesia ditemukan pada bulan April 1987, ketika seorang turis Belanda pengidap AIDS meninggal di Bali (Muninjaya, 1999). Sedangkan kasus HIV positif pertama kali ditemukan di Medan pada tahun 1992, ketika dilakukan serosurvei (Zein, 2006) Penularan Infeksi HIV/AIDS Untuk berada dalam tubuh manusia, HIV secara langsung masuk melalui darah manusia yang bersangkutan. HIV tidak dapat berkembang biak di luar tubuh manusia dan cepat mati karena HIV menempel pada CD4 lalu merusak sel T sehingga sistem imun di dalam tubuh terganggu dan tidak bekerja.

3 13 Penularan HIV akan terjadi bila ada kontak atau pencampuran dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, yaitu 1. Melalui hubungan seksual yang tidak aman dengan seseorang pengidap HIV (homoseksual maupun heteroseksual) 2. Melalui transfusi darah dan transplantasi organ yang telah terinfeksi HIV 3. Melalui penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) yang tercemar oleh HIV. 4. Penularan HIV dari ibu hamil pengidap HIV kepada janin saat kehamilan, proses kelahiran. Perlu diketahui bahwa HIV tidak dapat ditularkan melalui : 1. Udara, bersin, batuk 2. Bersentuhan dengan penderita/pengidap HIV, bersalaman, cium pipi, ataupun berpelukan. 3. Gigitan nyamuk dan serangga 4. Melalui makanan dan minuman 5. Menggunakan WC dan kolam renang bersama-sama Diagnosis HIV/AIDS WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

4 14 Tabel 1 : Stadium Klinik HIV/AIDS Gejala terkait HIV Stadium Klinis Asimptomatik 1 Gejala ringan 2 Gejala lanjut 3 Gejala berat / sangat lanjut 4 Sumber : Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk ODHA, 2006 Gejala klinis khas HIV adalah sebagai berikut : 1. HIV Stadium I : Asimtomatis atau terjadi PGL (persistent generalized lymphadenopath) 2. HIV Stadium II : Berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus atau jamur di mulut, menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis, rekuren. 3. HIV Stadium 3 : Berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis, dengan sebab tak jelas lebih dari 1 bulan. 4. HIV Stadium IV : Berat badan menurun lebih dari 10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis, TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya sistem imun, virus penyebabnya dapat diisolasi dari limfosit darah tepi atau dari sumsum tulang penderita. Menurut kriteria WHO gejala klinis AIDS untuk penderita dewasa meliputi minimum 2 gejala major dan 1 gejala minor. Gejala major : 1. Berat badan menurun lebih dari 10% 2. diare kronis lebih dari 1 bulan 3. demam lebih dari 1 bulan.

5 15 Gejala minor : 1. Batuk lebih dari 1 bulan, 2. pruritus dermatitis menyeluruh 3. infeksi umum rekuren misalnya herpes zoster atau herpes simpleks 4. limfadenopati generalisata 5. kandidiasis mulut dan orofaring Jenis-Jenis Pemeriksaan HIV/AIDS Tes HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi dalam darah seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka di dalam darah akan terbentuk protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi adalah suatu zat yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi untuk membendung serangan bibit penyakit yang masuk. Pada umumnya antibodi terbentuk di dalam darah seseorang yang memerlukan waktu 6 minggu sampai 3 bulan tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV. Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA), Rapid Test dan Western Immunblot Test. Setiap tes HIV ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Sensitivitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah sedangkan spesifisitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi antibodi protein HIV yang sangat spesifik. Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA) Tes ELISA ini dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum dapat dipastikan bahwa orang yang

6 16 diperiksa telah terinfeksi HIV karena tes ini mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah. Maka masih diperlukan tes pemeriksaan lain untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Rapid Test Metode pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah, jari dan air liur. Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi (mendekati 100%) dan spesifisitas (>99%). Hasil positif pada tes ini belum dapat dipastikan apakah dia terinfeksi HIV. Dan diperlukan pemeriksaan tes lain untuk mengkonfirmasi hasil tes ini. Western Immunoblot Test Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western blot digunakan sebagai tes konfirmasi untuk tes HIV lainnya karena mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi untuk memastikan apakah terinfeksi HIV atau tidak. Rapid test lebih tepat digunakan oleh institusi kesehatan kecil yang hanya memeriksa sedikit sampel setiap hari. Rapid test, sesuai dengan namanya, hanya membutuhkan waktu pemeriksaan 10 menit. Sementara itu tes ELISA dan Western blot biasanya digunakan sebagai tes konfirmasi dan tersedia di rumah-rumah sakit besar atau RSU tingkat propinsi.

7 CD4 (Cluster Differentiated 4) Sel CD4 merupakan protein yang menempel pada permukaan sel T yang berperan dalam mengenali sumber penyakit dan mengatur sel imun di dalam tubuh. CD4 disebut juga sel T-4, sel pembantu ataupun sel CD4. Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Ketika seseorang terinfeksi HIV, sel yang terinfeksi adalah sel CD4. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apapun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Semakin menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia, semakin mungkin kita mudah sakit atau mungkin mengalami infeksi oportunistik (Burban SD, 2007). Jumlah CD4 normal adalah 410 sel/mm sel/mm 3, bila jumlah CD4 < 350/mm 3, atau < 14%, dikatakan AIDS. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar sel/mm 3 /tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara sel/mm 3 /tahun (Pedoman Nasional Pengobatan ARV, 2011). Tes CD4 sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan untuk pasien yang belum diobati dengan ARV dan jangka waktu 2-4 bulan pada pasien yang memakai ARV. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasilnya tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Frekuensi akan berbeda-beda tergantung keadaan individu. Kalau tidak

8 18 diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4 persen per tahun untuk setiap log viral load Terapi Antiretroviral Pengertian Terapi Antiretroviral Terapi antiretroviral adalah obat yang dirancang untuk menghambat perkembangan penyakit HIV/AIDS di dalam tubuh sipenderita. Obat tersebut (ARV) tidak membunuh virus itu, namun dapat memperlambat pertumbuhan virus, waktu pertumbuhan virus diperlambat, begitu juga penyakit HIV. Karena HIV adalah retrovirus, obat-obat ini biasa disebut sebagai terapi antiretroviral (Spiritia, 2006). Sebelum mendapat ARV, ODHA harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan, sehingga pasien paham benar akan manfaat, cara penggunaan, efek samping obat, tanda bahaya lain dan sebagainya yang terkait dengan ARV. ODHA yang mendapat ARV harus menjalani pemeriksaan untuk pemantauan secara klinis dengan teratur Tujuan Terapi Antiretroviral 1) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat 2) Memulihkan atau memelihara fungsi imunologis (peningkatan sel CD4) 3) Menurunkan komplikasi akibat HIV 4) Memperbaiki kualitas hidup ODHA 5) Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus 6) Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV

9 Pedoman Memulai Terapi ARV pada ODHA Dewasa Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2011 Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa. a) Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis. b) Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi : 1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 < 350 sel / mm3 tanpa memandang stadium klinisnya. 2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.

10 20 Tabel 2. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4 Stadium IV : tanpa memandang jumlah limfosit total Stadium III : tanpa memandang jumlah limfosit total Stadium II, dengan jumlah limfosit total <1200/mm 3 Bila tersedia pemeriksaan CD4 Target Populasi Stadium Klinis Jumlah sel CD4 Rekomendasi ODHA dewasa Pasien dengan koinfeksi TB Pasien dengan koinfeksi Hepatitis B Kronik aktif Ibu Hamil Stadium klinis 1 dan 2 Stadium klinis 3 dan 4 Apapun Stadium klinis Apapun Stadium klinis > 350 sel/mm3 Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan < 350 sel/mm3 Mulai terapi Berapapun jumlah sel CD4 Berapapun jumlah sel CD4 Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Mulai terapi Mulai terapi Apapun Stadium klinis Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Sumber :Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011 dan Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk ODHA, 2006 Keterangan : Jumlah limfosit total >1200/mm3 dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilaksanakan Hal ini tidak dapat diterapkan pada ODHA asimtomtatik. Maka bila tidak ada pemeriksaan CD4, odha asimptomatik (stadium I) tidak boleh diterapi karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terpercaya di daerah dengan sumber daya terbatas Penggolongan Terapi Antiretroviral Ada tiga golongan utama ARV yaitu : a. Penghambat masuknya virus; enfuvirtid b. Penghambat reverse transcriptase enzyme

11 21 1. Analog nukleosida/nukleotida (NRTI/NtRTI) analog nukleosida analog thymin:zidovudin (ZDV/AZT)dan stavudin (d4t) analog cytosin : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddc) analog adenin : didanosine (ddi) analog guanin : abacavir(abc) analog nukleotida analog adenosin monofosfat: tenofovir 2. Nonnukleosida (NNRTI) yaitu nevirapin (NVP) efavirenz (EFV) c. Penghambat enzim protease (PI) ritonavir (RTV) saquinavir (SQV) indinavir (IDV) dan nelfinavir (NFV) Tabel 3. Daftar obat ARV di Indonesia Golongan Sediaan dan dosis yang direkomendasikan Keterangan Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NsRTI) Zidovudine(AZT) (Reviral ) Stavudine (d4t) (Staviral ) Lamivudine(3TC) (Hiviral ) mg setiap 12 jam Dosis 250 mg dapat diberikan tanpa mengurangi efektifivatas AZT dengan kemungkinan timbulnya efek samping yang lebih rendah. Dosis 250 mg sementara tidak tersedia di Indonesia 30 mg; diberikan tiap 12 jam 150 mg; diberikan tiap 12 jam atau 300 mg setiap 24 jam Dalam suhu kamar Duviral merupakan FDC dari AZT+3TC Dalam suhu kamar Dalam suhu kamar. Jika ODHA telah

12 22 Didanosine (ddi) 250 mg ( BB < 60 mg) dan 400 mg ( BB > 60 mg). Diberikan single dose setiap 24 jam (tablet bufer atau kapsul enteric coated) Abacavir (ABC) (Ziagen ) Emtricitabine (FTC) mendapatkan Lamivudinuntuk tujuan pengobatan Hepatitis B sebelumnya, maka Lamivudine tidak dapat digunakan karena telah terjadi resisten. Duviral merupakan FDC dari AZT+3TC Tablet dan kapsul dalam suhu kamar. Puyer harus dalam refrigerator, suspensi oral/ formula pediatrik dapat tahan hingga 30 hari bila disimpan dalam lemari es. Sudah tidak digunakan di Indonesia 300 mg; diberikan tiap 12 jam Dalam suhu kamar atau 600 mg setiap 24 jam Hanya digunakan untuk formula anak 200 mg setiap 24 jam Dalam suhu kamar Truvada - merupakan FDC dari TDF+FTC Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI) Tenofovir (TDF) 300 mg; diberikan single dose setiap 24 jam (Viread ) (Catatan: interaksi obat dengan ddi, tidak lagi dipadukan dengan ddi) Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapine 200 mg setiap 24 jam selama 14 hari, (Neviral ) kemudian 200 mg setiap 12 jam Efavirenz 600 mg; diberikan single dose 24 jam (Stocrine ) (malam) hari Atripla - merupakan FDC dari TDF+FTC+EFV Dalam suhu kamar Truvada - merupakan FDC dari TDF+FTC Atripla - merupakan FDC dari TDF+FTC+EFV Dalam suhu kamar Dalam suhu kamar Atripla - merupakan FDC

13 23 (Efavir ) (Sustiva ) Protease Inhibitor (PI) Lopinavir/ ritonavir (LPV/r) (Aluvia ) Tablet heat stable lopinavir 200 mg + ritonavir 50 mg: 400 mg/100 mg setiap 12 jam Untuk pasien dalam terapi TB yang mengandung Rifampisin digunakan LPV 800 mg + RTV 200 mg dua kali sehari, dengan pemantauan ketat keadaan klinis & fungsi hati dari TDF+FTC+EFV Dalam suhu kamar Sumber:Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011.

14 Bagan Alur Layanan Terapi ARV Gambar 1. Bagan alur layanan pengobatan pada ODHA ODHA Langkah tatalaksana terdiri dari : Pemeriksaan fisik lengkap dan lab untuk mengidentifikasi IO Penentuan stadium klinis Skrining TB Skrining IMS, sifilis, dan malaria untuk BUMIL Pemeriksaan CD4 (bila tersedia) untuk menentukan PPK dan ART Pemberian PPK bila tidak tersedia tes CD4 Identifikasi solusi terkait adherence Konseling positive prevention Konseling KB (jika rencana punya anak) memenuhi syarat ARV Belum memenuhi syarat ARV ODHA ada kendala kepatuhan (adherence) Tidak ada IO (Infeksi Opurtunistik Mulai terapi ARV Ada IO Obat IO 2 minggu selanjutbya mulai terapi ARV Berikan rencana pengobatan dan pemberian Terapi ARV Vaksinasi bila pasien mampu MULAI ARV jika Odha sudah memenuhi syarat Terapi ARV Cari solusi terkait kepatuhan secara tim hingga ODHA dapat patuh dan mendapat akses Terapi ARV Sumber:Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011.

15 Kepatuhan Pengertian Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Sacket (dalam Niven, 2002: 192), mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan di mana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV. Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum obat Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Menurut Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral (2011), terdapat faktorfaktor yang memengaruhi pasien odha dalam menjalani terapi antiretroviral, yaitu : 1. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosio-demografi (umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa,

16 26 penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku terhadap HIV dan terapinya). 2. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan lamanya sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus diminum. 3. Fasilitas layanan kesehatan. Fasilitas dan ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan, penjadwalan yang baik, dan petugas yang ramah dapat membantu pasien dalam menjalani terapi. 4. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, jumlah pil yang harus diminum, karakteristik obat dan efek samping dan kemudahan untuk mendapatkan ARV. 5. Hubungan pasien-tenaga kesehatan Hubungan tersebut dapat memengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat dan terbuka), kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan pasien.

17 Jenis Ketidakpatuhan (Non Compliance) a. Ketidakpatuhan yang disengaja (Intentional non Compliance) Kepatuhan yang disengaja dapat disebabkan oleh : 1) Keterbatasan biaya pengobatan 2) Sikap apatis pasien 3) Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat b. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (Unitional non Compliance) Ketidakpatuhan yang tidak disengaja dapat disebabkan karena : 1) Pasien lupa minum obat 2) Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan 3) Kesalahan dalam hal pembacaan etiket Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketidakpatuhan Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian (dikutip dari Risty Ivanti, 2009) yaitu : 1. Pemahaman tentang Instruksi Tak seorang pun mematuhi instruksi jika orang tersebut salah paham atau tidak mengerti tentang instruksi/petunjuk yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (Ester, 2000) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.

18 28 2. Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang terpenting dalam menentukan derajat kepatuhan. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti ini. 3. Isolasi Sosial dan Keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit. 4. Keyakinan, sikap, Kepribadian Menurut Schwartz & Griffin (Bart,1994), riset tentang ketaatan pasien didasarkan atas pandangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasihat dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang tidak taat dipandang sebagai orang yang lalai dan masalahnya dianggap sebagai masalah kontrol. Riset berusaha untuk mengidentifikasi kelompokkelompok pasien yang tidak patuh berdasarkan kelas sosio ekonomi, pendidikan, umur dan jenis kelamin. Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.

19 Domain Perilaku Meskipun perilaku adalah keseluruhan kegiatan atau aktivitas seseorang, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar, tetapi dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dai orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (Maulana, 2009). Determinan perilaku dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (karakteristik dari dalam diri seperti ras, jenis kelamin, sifat fisik, tingkat kecerdasan, dan bakat bawaan) dan faktor eksternal (meliputi lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik). Menurut teori Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membagi perilaku seseorang dalam tiga kawasan (domain) yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, dan tindakan Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaran (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran.

20 30 Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa saja yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

21 31 d. Analisis (analysis) Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-panilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007). Faktor faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang

22 32 lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki. b. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. d. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang dalam. e. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. f. Kebudayaan lingkungan sekitar, Kebudayaan lingkungan sekitar diartikan sebagai kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

23 33 g. Informasi Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suati informasi sehingga dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2005) dalam bukunya membagi sikap menjadi empat tingkatan, yakni: a. Menerima (receiving) Menerima diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). b. Merespon (responding) Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

24 34 d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah: 1. Pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus. 2. Adanya orang lain yang menjadi acuan ( Personal references) merupakan faktor penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu. 3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut. 4. Sosial budaya (Culture ) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu. (Notoadmodjo,2007) Tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap

25 35 menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Di mana tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, (Notoatmodjo, 2007) yaitu: a. Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. b. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. c. Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

26 Health Belief Model (HBM) Selama lima dekade, Health Belief Model telah menjadi salah satu kerangka kerja konseptual yang paling banyak digunakan dalam perilaku kesehatan. Health Belief Model telah digunakan baik untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku kesehatan dan sebagai pedoman kerangka kerja untuk intervensi perilaku kesehatan. Health Belief Model ini awalnya dikembangkan pada tahun 1950 oleh sekelompok ahli psikologi sosial di Layanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat untuk menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam programprogram pencegahan dan mendeteksi penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974 dalam Glanz dkk., 2002). Kemudian dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia (Kirscht, 1988; Schmidt dkk., 1990) yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang kesehatan. Dalam hal ini, model keyakinan kesehatan adalah nilai harapan dari segi teori yang diasumsikan bahwa seseorang memiliki keinginan untuk menghindari penyakit atau untuk mendapatkan kebaikan didasarkan pada keyakinannya bahwa tindakan kesehatan tertentu akan dapat mencegah masalah kesehatan (Conner, 1996). Sangatlah penting untuk membedakan antara kebutuhan kesehatan objektif dan subjektif. Kebutuhan kesehatan objektif adalah kebutuhan yang diidentifikasi oleh petugas kesehatan secara profesional, sebaliknya kebutuhan kesehatan subjektif adalah individu yang menentukan sendiri apakah dirinya mengandung penyakit, berdasarkan perasaan dan penilaiannya sendiri.

27 37 Kebutuhan kesehatan subjektif inilah yang justru merupakan kunci dari dilakukannya suatu tindakan kesehatan. Artinya, individu itu baru akan melakukan suatu tindakan untk menyembuhkan penyakitnya jika dia benar-benar merasa terancam oleh penyakit tersebut. Jika tidak, maka dia tidak akan melakukan tindakan apa-apa. Menurut kepercayaan kesehatan ini mencakup lima unsur utama (Rosentock, 1982 dikutip dari Solita Sarwono, 2007) antara lain : 1. Perceived susceptibility (Persepsi kerentanan) Persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit. Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. 2. Perceived seriousness (persepsi keseriusan) Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut / risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit tersebut. 3. Perceived Threats (Persepsi Ancaman) Makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa individu itu terserang penyakit tersebut, maka makin dirasakan besar ancamannya. Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyakit tersebut. 4. Perceived benefits and barriers (Persepsi manfaat dan hambatan) Namun ancaman yang terlalu besar malah menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru menghambatnya untuk melakukan tindakan karena individu merasa tidak berdaya melawan ancaman tersebut. Guna mengurangi

28 38 rasa takut, ditawarkanlah suatu alternatif tindakan oleh petugas kesehatan. Apakah individu akan menyetujui alternatif yang diajukan, tergantung dari manfaat dan hambatan dari alternatif tersebut. Individu akan mempertimbangkan, apakah hal itu akan mengurangi ancaman penyakit dan akibatnya 5. Cues to action (Faktor pencetus) Untuk akhirnya memutuskan menerima atau menolak alternatif tersebut, diperlukan faktor pencetus yang datang dari dalam diri individu ataupun dari luar (nasihat orang lain). Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh (Heri Maulana, 2009) : variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya), variabel sosio-psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial) dan variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman sebelumnya). Berikut kerangka teori perilaku Health Belief Model menurut Rosenstock dalam Solita Sarwono (2007) dilukiskan pada gambar 2.

29 39 Gambar 2. Kerangka Teori Health Beliefe Model Dalam Solita Sarwono Tentang Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengambilan Keputusan Persepsi tentang kemungkinan kena penyakit Persepsi tentang keseriusan/ beratnya penyakit Variabel Demografis & sosio-psikologis Besarnya ancaman penyakit Besarnya manfaat dikurangi besarnya kerugian tindakan yang dianjurkan Dilakukannya tindakan yang dianjurkan Faktor Pencetus tindakan Sumber : Solita Sarwono, Dukungan Sosial Sampai saat ini stigma tentang HIV/AIDS di tengah-tengah lingkungan masyarakat masih belum hilang sehingga banyak dari odha tersebut tidak berani ataupun malu untuk melakukan tindakan pencegahan bagi diri mereka. Odha memerlukan partisipasi dari dukungan berbagai pihak untuk membantu dan memotivasi odha dalam mendapatkan perawatan, pengobatan, konseling dan sebagainya. Adapun rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan sampai saat ini belum siap secara mental menerima dan melayani odha tersebut. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti keluarga, teman, tetangga, teman kerja

30 40 dan orang- orang lainnya. Menurut Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai. Bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2006) yaitu : 1. Dukungan emosional dan penghargaan Berupa ungkapan empati, perhatian, maupun kepedulian terhadap individu yang bersangkutan. 2. Dukungan instrumental Berupa bantuan uang ataupun bantuan dalam pekerjaan sehari-hari. 3. Dukungan informasi Berupa nasihat, pengarahan, umpan balik atau nasihat mengenao apa yang dilakukan individu yang bersangkutan. 4. Dukungan persahabatan Berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama Pelayanan Kesehatan Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, pelayanan kesehatan merupakan bentuk upayan yang diselenggarakan sendiri atau bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah, menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Agar pelayanan mencapai tujuan yang diinginkan, ada

31 41 beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu tersedia (available), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptible), dapat dijangkau (affordable), efisien dan bermutu. Pelayanan kesehatan berdasarkan jenis/tipe seperti pelayanan di rumah sakit, dokter, perawat, konselor dan sebagainya. Seseorang baru akan mulai mengunjungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh oranglain tentang jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan tersebut didasari atas keyakinan atau kepercayaan akan kemajuan sarana kesehatan tersebut (Sarwono, 2007). Klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) merupakan gerbang masuk untuk membantu setiap orang mendapatkan akses ke semua pelayanan kesehatan baik itu informasi kesehatan, edukasi, terapi dan dukungan psikososial.

32 Kerangka Konsep Penelitian Teori untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral diambil dari teori Health Belief Model oleh Rosenstock (1982). Karakteristik : - Umur - Jenis Kelamin - Pekerjaan - Status Perkawinan - Pendidikan Dukungan Sosial : - Keluarga - Teman Sebaya Pengetahuan Persepsi : - Risiko - Ancaman - Manfaat Kepatuhan ODHA dalam Terapi ARV Pelayanan Kesehatan - Interaksi dengan Petugas Kesehatan - Akses Pelayanan Kesehatan Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa: Karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan dan pendidikan akan dianalisis dengan univariat.

33 43 Pengetahuan responden tentang kepatuhan dalam terapi antiretroviral akan membentuk persepsi (persepsi risiko, ancaman, manfaat) di dalam diri responden. Di mana juga persepsi ini dipengaruhi dukungan pelayanan kesehatan. Persepsi ini akan membentuk tindakan responden untuk melihat kepatuhan dalam terapi antiretroviral. Kemudian diperlukannya faktor pencetus seperti dukungan sosial untuk membentuk kepatuhan responden (ODHA) dalam menjalani terapi antiretroviral.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Jika diterjemahkan secara bahasa : Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus merubah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus merubah 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam golongan virus RNA, yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV Tuberkulosis (TB) mewakili ancaman yang bermakna pada kesehatan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS Oleh: KHOIRUL HARIS KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI KEPERAWATAN MALANG 2012 SATUAN ACARA PENYULUHAN Bidang studi

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu penyakit menular yang merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah Oleh : H. Deddy Ismail, MM Pengelola Program HIV-AIDS dan IMS Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Apa yang terpikir dalam benak Anda sewaktu

Lebih terperinci

HIV AIDS. 1. Singkatan dan Arti Kata WINDOW PERIOD DISKRIMINASI. 2. Mulai Ditemukan

HIV AIDS. 1. Singkatan dan Arti Kata WINDOW PERIOD DISKRIMINASI. 2. Mulai Ditemukan HIV AIDS 1. Singkatan dan Arti Kata HIV WINDOW PERIOD AIDS STIGMA ODHA OHIDHA VCT DISKRIMINASI 2. Mulai Ditemukan 1981 1987 1993 3. Cara Infeksi - Sex yang tidak aman - Napza suntik 4. Cara Pencegahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. PEMANFAATAN LAYANAN VOLUNTARY COUNSELING TEST. A.1.1. Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)

BAB II LANDASAN TEORI A. PEMANFAATAN LAYANAN VOLUNTARY COUNSELING TEST. A.1.1. Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT) BAB II LANDASAN TEORI A. PEMANFAATAN LAYANAN VOLUNTARY COUNSELING TEST (VCT) A.1. Layanan Voluntary Counseling Test (VCT) A.1.1. Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT) Konseling

Lebih terperinci

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya,

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS TAMBAR KEMBAREN Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU 1 PENGENALAN HIV(Human Immunodeficiency Virus) ad alah virus yang menyerang SISTEM KEKEBALAN tubuh

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkurang. Data dari UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkurang. Data dari UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian yang dipilih adalah rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan tanggung jawab Negara dan pemerintah yang kemudian dilaksanakan oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pelayanan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak Proses pengambilan keputusan untuk mulai ART pada bayi dan anak

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya. LAMPIRAN 1 KUESIONER LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER Saya bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah membaca penjelasan di atas, maka dengan ini menyatakan saya bersedia ikut berpatisipasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS). iv ABSTRAK HIV positif merupakan kondisi ketika terdapat infeksi Human Immunodeficiency Virus di dalam darah seseorang. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi HIV (Human Imunnodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes) 2.1.1 Definisi HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah komitmen bersama untuk mempercepat pembangunan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab dari timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), masih menjadi masalah kesehatan utama secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak Pertimbangan untuk pengobatan dengan pendekatan

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir dekade ini telah di jumpai berbagai macam penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah kumpulan gejala xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS. HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus

PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS. HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS Apakah HIV itu? HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus Penyebab AIDS. Virus ini menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab sekumpulan gejala akibat hilangnya kekebalan tubuh yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari sebuah interaksi. Interaksi yang berlangsung dapat mendorong para pelaku untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Yasin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan atau hasil tahu seseorang dan terjadi terhadap objek melalui indra yang

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT) LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan Tahun 2012

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG Studi Kasus Mengenai Strategi Komunikasi Antar Pribadi Konselor VCT Dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang: a.

Lebih terperinci