PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Negeri Solok)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Negeri Solok)"

Transkripsi

1 PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Negeri Solok) ARTIKEL/JURNAL Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum Oleh: DAVID BENNYANTO BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG

2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PERSETUJUAN ARTIKEL/JURNAL Nama : David Bennyanto Nomor Buku Pokok : Program Kekhususan : Hukum Pidana Judul Skripsi : PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI KASUS: PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SOLOK) Telah dikonsultasikan dan disetujui oleh pembimbing untuk upload ke website. 2

3 PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI KASUS : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SOLOK) David Bennyanto 1, Uning Pratimaratri 1, Syafridatati 2 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta davidbennyanto188@yahoo.co.id Abstract In essence, everyone has equal rights before the law or referred to equality before the law. In this case, one is confronted in court based on the facts revealed in court in accordance with the evidence in the form of instructions that a judge later ruled by his belief in particular murder of the guilt or innocence of a person. The problems studied in this thesis: how the application of evidence in the instructions by the judge in the criminal murder verdict? and how the consideration of Solok District Court judge in the criminal murder verdict? This study uses a normative approach. Material studied is Solok District Court Decision Number: 13/Pid/Sus/2011/PN.SLK and Solok District Court Decision Number: 38/Pid.B/2012/PN.SLK. Data collection techniques using document study. Data were analyzed qualitatively. Based on the results, it can be concluded that: (1) the application of the instructions by the judge evidence in the murder verdict does not directly use the tool hint of evidence but hear witness testimony, letters, and testimony of the defendant in advance at which time the judge to get a clue as a basis for deciding a case, (2) consideration of the sentencing judge by objective is not merely for revenge but for the accused not to repeat his actions and the things that are burdensome and ease of the defendant. Keywords: evidence, clues, judge, murder. Pendahuluan Penegakan hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri adalah komponen integral dari pembangunan nasional. Penegakan hukum sebagai landasan tegaknya supremasi hukum, tidak saja menghendaki komitmen ketaatan seluruh komponen bangsa terhadap hukum, tetapi mewajibkan aparat penegak hukum menegakkan dan menjamin kepastian hukum. (Marwan Effendi, 2012: 17) Pada masa sekarang semakin banyak terjadi aksi-aksi kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat dimana kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh kalangan dewasa, tetapi juga dilakukan oleh kalangan remaja bahkan anak-anak. Suatu kejahatan mempunyai efek negatif dan sangat berpengaruh dalam masyarakat, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa 1

4 faktor seperti faktor ekonomi yang sangat memprihatinkan, penindasan, kecemburuan sosial, dendam, dan moral yang semakin menipis. Hukum pidana sebagai salah satu bagian dari hukum publik mempunyai peranan penting dalam penegakan hukum pada suatu negara, dimana yang mengemban tugas melaksanakan hukum pidana adalah aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman yang mewakili kepentingan masyarakat atau persekutuan hukum. Tugas dari hukum pidana adalah untuk memungkinkan terselenggara- nya kehidupan bersama antar manusia, tatkala persoalannya adalah benturan kepentingan antara pihak yang melanggar norma dengan kepentingan masyarakat umum. Salah satu tujuan dalam hukum acara pidana adalah adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaktidaknya mendekati ke- benaran materil, yaitu kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan tersebut dapat dipersalahkan. (Andi Hamzah, 2004:7) Hal ini dapat dilihat pada kasus tindak pidana yang dilakukan oleh warga Kota Solok, dimana kasus I kasus posisinya adalah pada hari Jumat tanggal 7 Januari 2011 sekira pukul WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2011 bertempat di Rumah Dinas Sekda Kota Solok di Komplek Pemda I Kelurahan IX Korong, Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok, turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yaitu terhadap Yudi Afdol pgl Andi dengan cara menghujamkan gunting rumput ke tubuh Yudi Afdol pgl Andi karena terdakwa merasa sakit hati dan selalu dibohongi dengan diiming-imingi barang berupa handphone dan sejumlah uang. (Putusan Perkara Nomor : 13/Pid/Sus/2011/PN.SLK) Pada kasus II kasus posisinya adalah pada hari Senin tanggal 9 April 2012 sekira pukul WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan April 2012 bertempat di Rumah Paviliun saksi Aminah di Gurun Koto Anau Kelurahan Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok, dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain yaitu terhadap korban 2

5 Indra pgl In, dimana terdakwa melakukan pembunuhan dengan cara mengambil 1 (satu) buah batu berukuran sebesar kepala orang dewasa kemudian dipukulkan ke arah bagian kepala korban Indra pgl In, terdakwa sakit hati dan emosi gara-gara korban Indra pgl In berulang kali menuduh terdakwa karena telah membunuh orang tua perempuan terdakwa. (Putusan Perkara Nomor: 38/Pid.B/2012/PN.SLK). Pembunuhan merupakan suatu peristiwa pidana yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dimana perbuatan tersebut melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang berlaku Pengertian nyawa adalah yang menyebabkan kehidupan pada manusia. Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan kehidupan pada manusia secara umum disebut pembunuhan. Dilihat dari kesengajaan (dollus), tindak pidana terhadap nyawa ini terdiri atas : a) yang dilakukan dengan sengaja, b) yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat, c) yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu, d) atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh. e) menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri. (Leden Merpaung, 2005: 19) Kejahatan terhadap nyawa ini termasuk delik materil yakni delik yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut cara-cara yang menimbulkan akibat tersebut. Kejahatan terhadap nyawa diatur dalam Pasal KUHP. Adapun sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP adalah : a. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu (Conviction in-time) Sistem pembuktian conviction intime menentukan salah tidaknya seorang terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. b. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction Raisonnee) Dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim dibatasi. Menurut teori ini hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan kepada peraturanperaturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. (Andi Hamzah, 2004 : 249) 3

6 c. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie) Dikatakan positif karena hanya didasarkan kepada Undang-Undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh Undang-Undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie). d. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif Hasil penggabungan dari Undang- Undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in-time yang saling bertolak belakang, terwujudlah pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Rumusannya berbunyi: salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang. Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP 1. Keterangan saksi Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan Pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu yang saksi lihat sendiri, saksi yang dengar sendiri, dan saksi alami sendiri. unus testis nullus testis yang berarti satu saksi bukanlah saksi. 2. Keterangan ahli. Keterangan ahli merupakan alat bukti yang penting dalam pemeriksaan perkara pidana. Menempatkan keterangan ahli sebagai alat bukti merupakan salah satu kemajuan dalam pembaharuan hukum. 3. Surat Alat bukti surat pun hanya diatur dalam satu pasal saja yaitu Pasal 187 KUHAP. Menurut ketentuannya, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang adalah surat yang dibuat atas sumpah jabatan dan atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. 4. Petunjuk Berdasarkan Pasal 188 ayat (2), petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. 5. Keterangan terdakwa. Terhadap keterangan terdakwa secara limitatif diatur dalam Pasal 189 KUHAP. Putusan Hakim dan Bentuk-bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Pidana a. Pengertian Putusan Hakim Leden Merpaung menyebutkan pengertian putusan hakim adalah hasil 4

7 atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan. (Leden Merpaung, 2005:202). Sedangkan menurut Bab I angka 11 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. b. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Pidana Setiap keputusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan : 1. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan/atau tata tertib. 2. Putusan bebas. 3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan pemidanaan (veroordeling). Apabila hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim telah yakin berdasarkan alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan. Putusan bebas berarti terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak) dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya terdakwa tidak dipidana. Apabila bertitik tolak pada Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan bebas dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim karena : 1. Hasil pemeriksaan di sidang pengadilan. 2. Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yaitu jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, adalah: a. Penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan. b. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan. Tujuan penelitian adalah : a. Untuk mengetahui penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam 5

8 menjatuhkan putusan tinda pidana pembunuhan. b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Bahan yang dikaji adalah Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor:13/Pid /Sus/2011/PN.SLK dan Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor : 38/ Pid.B/2012/PN.SLK. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen. Data dianalisis secara kualitatif. Hasil dan Pembahasan 1. Penerapan Alat Bukti Petunjuk oleh Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana Pembunuhan. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji dua putusan Pengadilan Negeri Solok yang telah inkraht (berkekuatan hukum tetap) mengenai tindak pidana pembunuhan, khususnya kasus perkara Nomor: 13/Pid/Sus/2011/PN.SLK atas nama terdakwa I Herik Yandri Prawiza pgl Erik dan terdakwa II Fara Utafan pgl Ipang dan kasus dalam perkara Nomor: 38/Pid.B/2012/PN.SLK atas nama terdakwa Niza Junaidi pgl Jun. Pada kasus I dalam perkara Nomor: 13/Pid/Sus/2011/PN.SLK, kasus posisinya adalah berawal pada hari Kamis tanggal 06 Januari 2011 sekira pukul WIB para terdakwa yang sedang duduk di samping Bank BRI Cabang Solok didatangi oleh korban yaitu Yudi Afdol pgl Andi, kemudian korban minta dikenalkan kepada terdakwa Fara Utafan pgl Ipang dan mengajak para terdakwa main ke rumahnya di rumah Dinas Sekda Kota Solok. Selama di rumah Dinas Sekda, terdakwa Herik Yandri Prawiza pgl Erik dan terdakwa Fara Utafan pgl Ipang melayani nafsu seksual si korban dengan cara oral sex sebanyak dua kali. Kemudian si korban juga menjanjikan akan memberikan pinjaman uang sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) untuk membayar uang sekolah terdakwa dan juga menjanjikan akan memberikan uang Rp ,- (lima ratus ribu rupiah) kepada terdakwa Herik Yandri Prawiza pgl Erik namun sudah beberapa lama tidak kunjung diberikan oleh korban. Pada saat itu, terdakwa Herik Yandri Prawiza pgl Erik melihat sebuah gunting yang berada di atas lemari piring dan mengambil gunting tersebut lalu mengatakan kepada terdakwa Fara Utafan pgl Ipang untuk membunuh korban. 6

9 Pada kasus II dalam perkara Nomor: 38/Pid.B/2012/PN.SLK, kasus posisinya adalah berawal pada hari Senin tanggal 9 April 2012 sekira pukul WIB terdakwa sedang dudukduduk dengan Aminah (saksi) di teras rumah saksi Aminah, kemudian lewat Indra pgl In (korban) lalu di panggil oleh Aminah (saksi) untuk ikut mengobrol dengan terdawa. Setelah sekian lama mengobrol, akhirnya terdakwa dan Indra pgl In pergi dari rumah Aminah. Pada saat hari itu juga sekira pukul WIB terdakwa sedang duduk sendirian di rumah Aminah lalu datang korban dan terdakwa membuatkan kopi untuknya, setelah itu datang Amril pgl Kutak (saksi) dan mengobrol dengan korban. Tak lama setelah itu Amril pgl Kutak pergi. Pada saat itu juga Amril pgl Kutak mendengar terdakwa dan korban mengobrol sampai mengenai masalah keluarga dimana Indra pgl In (korban) berulang kali menuduh terdakwa bahwa terdakwalah yang membunuha orang tua perempuan terdakwa. Mendengar tuduhan-tuduhan tersebut akhirnya terdakwa emosi lalu mengambil 1 (satu) buah batu berukuran kepala orang dewasa dan langsung dipuukulkan kearah kepala Indra pgl In sebanyak 3 (tiga) kali sampai korban terjatuh tidak berdaya dan meninggal dunia. Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Solok berbentuk subsideritas, yaitu dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa tindak pidana yang ancaman hukumannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana diurutkan mulai dari ancaman hukuman yang paling berat hingga yang paling ringan. Artinya dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dimaksudkan agar hakim memeriksa dakwaan primair terlebih dahulu. Apabila dakwaan primair tidak terbukti, barulah hakim menelaah bagaimana substansi dari dakwaan subsidair. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa berlaku sistem negatief wettelijk bewijs (pembuktian negatif), yaitu dengan minimal dua alat bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benarbenar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan kasus pertama dalam perkara Nomor: 13/Pid/Sus/2011/ PN.SLK dan kasus kedua dalam perkara Nomor: 38/Pid.B/2012/PN.SLK di atas, penulis berpendapat bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan tidak langsung menggunakan alat bukti petunjuk karena dalam persidangan seorang hakim terlebih dahulu mendengarkan keterangan saksi yang 7

10 dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, kemudian mendengarkan keterangan dari terdakwa yang melakukan kejahatan sesuai dengan kasus yang penulis teliti. Setelah hakim mendengarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa lalu ditambah dengan adanya keyakinan hakim bahwa benar terdakwa melakukan pembunuhan maka sesuai dengan pembuktian negatif (negatief wettelijk bewijs) maka syarat hakim untuk menjatuhi hukuman telah terpenuhi. Akan tetapi, hakim tetap memakai atau menggunakan alat bukti berupa petunjuk sebagai acuan lain setelah keterangan saksi dan keterangan terdakwa untuk lebih memperkuat pembuktian dalam suatu putusan pengadilan, karena hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk dan oleh karena itu hakim bebas menilai dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian agar terdakwa dapat dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan tidak hanya dilihat dari adanya unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, tetapi hakim juga mengkaji bagaimana penerapan alat bukti petunjuk yang diperoleh dalam persidangan dengan cara menggunakan alat bukti berupa petunjuk ditambah dengan keyakinan hakim sehingga dapat menilai dan menjatuhi hukuman kepada terdakwa karena terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Selain itu, hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Kesimpulan Penerapan alat bukti berupa petunjuk oleh hakim dalam menjatuhkan putusannya agar lebih memperkuat pembuktian dalam suatu persidangan dengan mendengarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa terlebih dahulu. Setelah mendengarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa kemudian ditambah dengan keyakinan hakim bahwa benar terdakwa melakukan pembunuhan, maka sesuai dengan pembuktian negatif (negatief wettelijk bewijs) syarat bagi hakim untuk menjatuhi hukuman telah terpenuhi. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk dan oleh karena itu hakim bebas menilai dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian agar 8

11 terdakwa dapat dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan tidak hanya dilihat dari adanya unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, tetapi hakim juga mengkaji bagaimana penerapan alat bukti petunjuk yang diperoleh dalam persidangan dengan cara menggunakan alat bukti berupa petunjuk ditambah dengan keyakinan hakim sehingga dapat menilai dan menjatuhi hukuman kepada terdakwa karena terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Selain itu, hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 1999, Delik-Delik Kekerasan dan Delik-Delik yang Berkaitan Dengan Kerusuhan, Sumber Ilmu Jaya, Jakarta , 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta. Binsar M. Gultom, 2012, Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana (Normatif, Teoritis, Praktek dan Permasalahannya), ALUMNI, Bandung. Marwan Effendy, 2012, Sistem Peradilan Pidana (Tinjauan Terhadap Beberapa Perkembangan Hukum Pidana), Referensi, Jakarta. M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta. Osman Simanjuntak, 1999, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, Jakarta. Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia (UI-PRESS). Soeharto RM, 1993, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta. Regulasi (Undang-Undang, Putusan Pengadilan, dll) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 13/Pid/Sus/2011/PN.SLK. Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 38/Pid.B/2012/PN.SLK. Leden Merpaung, 2005, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta. 9

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke- Empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017 i HALAMAN

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK TANPA SUMPAH MENURUT KUHAP

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK TANPA SUMPAH MENURUT KUHAP PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK TANPA SUMPAH MENURUT KUHAP Dipta Yoga Pramudita dan Bambang Santoso Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembuktian keterangan saksi anak tanpa sumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

PERANAN SAKSI AHLI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN TIPIKOR PADANG. ABSTRACT

PERANAN SAKSI AHLI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN TIPIKOR PADANG.   ABSTRACT PERANAN SAKSI AHLI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN TIPIKOR PADANG 1 Ade Suryadi, 1 Fitriati, 1 Syafridatati 1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta Email: adesuryadi41@yahoo.co.id

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 697/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pendidikan : SD (tidak tamat).

P U T U S A N. Nomor : 697/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pendidikan : SD (tidak tamat). P U T U S A N Nomor : 697/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran auditor investigatif dalam mengungkap tindak pidana khususnya kasus korupsi di Indonesia cukup signifikan. Beberapa kasus korupsi besar seperti kasus korupsi simulator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering mendapat sorotan masyarakat, karena lalu lintas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen SH 1113 3 4 (Empat) Endri, S.H., M.H. Deskripsi Mata Kuliah Standar Mata Kuliah merupakan mata kuliah yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perihal Saksi dan Petunjuk 1. Perihal Saksi Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014 PELAKSANAAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN AHLI DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG ARTIKEL Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Diajukan oleh :

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN I Gede Made Krisna Dwi Putra I Made Tjatrayasa I Wayan Suardana Hukum Pidana, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian Pembuktian adalah usaha dari yang berwenang untuk mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam buku pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUHAP) disebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 64/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas

Lebih terperinci

Kioge Lando, Kristiyadi. Abstrak. Abstract

Kioge Lando, Kristiyadi. Abstrak. Abstract KESESUAIAN ALASAN PENGAJUAN UPAYA BANDING PARA TERDAKWA DAN PERTIMBANGAN HAKIM MENERIMA PERMOHONAN BANDING DALAM PERKARA PEMBUNUHAN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 50/PID/2014/PT.DKI) Kioge

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama : BANGUN ARITONANG Als PAK ENJEL

PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama : BANGUN ARITONANG Als PAK ENJEL PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pembuktian Hukum pembuktian merupakan bagian dari Hukum Acara Pidana yang menjadi sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun

Lebih terperinci

ABSTRACT FUNCTIONS OF CRIMINAL PROSECUTION AS A CONDITIONAL EXECUTOR ( STATE ATTORNEY SIJUNJUNG )

ABSTRACT FUNCTIONS OF CRIMINAL PROSECUTION AS A CONDITIONAL EXECUTOR ( STATE ATTORNEY SIJUNJUNG ) ABSTRACT FUNCTIONS OF CRIMINAL PROSECUTION AS A CONDITIONAL EXECUTOR ( STATE ATTORNEY SIJUNJUNG ) Ryan Okta Rafios 1, Uning Pratimaratri 1, Deaf Wahyuni 2, Department of Law, Falkutas Law, University of

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 330/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN Oleh Maya Diah Safitri Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The right to obtain legal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan yang tidak

Lebih terperinci

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Elsa Karina Br. Gultom Suhirman Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Regulation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem hukum selalu terdiri dari sejumlah komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi kepentingan individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 394/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/tgl.lahir : 65 Tahun/04 Januari 1945

P U T U S A N Nomor : 394/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/tgl.lahir : 65 Tahun/04 Januari 1945 P U T U S A N Nomor : 394/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DIMEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM ACARA PIDANA 1 Oleh: Susanti Ante 2

PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM ACARA PIDANA 1 Oleh: Susanti Ante 2 PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM ACARA PIDANA 1 Oleh: Susanti Ante 2 ABSTRAK Sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan. Pembuktian tentang benar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persidangan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono yang dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No. : 255/Pid.Sus/2011/PN.YK.) S K R I P S I Oleh: YOHANES BOYKE

Lebih terperinci

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract 147 IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram Abstract Authentication is very important in the process of resolving criminal

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh Lidya Permata Dewi Gde Made Swardhana A.A. Ngurah Wirasila Bagian

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PUTUSAN PENGADILAN. PUTUSAN Nomor : 105/PID/B/2015/PN.BDG. : Encep Rustian Bin Eman Sulaiman

BAB III KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PUTUSAN PENGADILAN. PUTUSAN Nomor : 105/PID/B/2015/PN.BDG. : Encep Rustian Bin Eman Sulaiman 72 BAB III KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PUTUSAN PENGADILAN A. Kasus Posisi 1. Identitas Pelaku PUTUSAN Nomor : 105/PID/B/2015/PN.BDG. Nama Lengkap Tempat Lahir : Encep Rustian Bin Eman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian Pada Umumnya Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembuktian Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan serta hal paling utama untuk dapat menentukan dapat atau

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 578/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 578/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 578/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pencucian Uang Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai terminologi kejahatan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an dimana istilah ini merujuk

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : Cintya Dwi Santoso Cangi Gde Made Swardhana Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori. 1. Tinjauan Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori. 1. Tinjauan Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan titik sentral, sebab dimuka persidangan para pihak yang berperkara

Lebih terperinci

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM Oleh : I Putu Yogi Indra Permana I Gede Artha I Ketut Sudjana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In societal

Lebih terperinci