ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN DEMAK DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA WILAYAH KEPESISIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN DEMAK DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA WILAYAH KEPESISIRAN"

Transkripsi

1 ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN DEMAK DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA WILAYAH KEPESISIRAN Dhandhun Wacano 1, Achmad Andi Rif an 2, Eni Yuniastuti 3, Ratna Wulandari Daulay 4, Muh Aris Marfai 5 1,2,3,4 Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 5 Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 1 dhancano@gmail.com; 2 undie_kutahu@yahoo.com ; 3 eni_yuniastuti@yahoo.co.id INTISARI Multi-bencana yang terjadi di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Demak terkait perubahan iklim seperti kenaikan muka air luat dan bencana akibat aktivitas manusia seperti erosi pantai, banjir rob, dan amblesan tanah. Multi-bencana tersebut telah memberi dampak yang cukup besar berupa rusaknya permukiman warga, hilangnya daratan, kerugian eknomi karena tambak dan sawah yang rusak tergenang air, serta rusaknya beberapa fasilitas umum seperti jalan, sekolah, dan sebagainya. Tulisan ini menggali dan menemukenali upaya adaptasi apa yang telah dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kabupaten Demak untuk menghadapi perubahan iklim serta bencana lain yang mereka hadapi diantaranya banjir rob dan erosi pantai. Warga pesisir Kabupaten Demak yang terkena dampak akibat multi-bencana tersebut meresponnya dengan cara beradaptasi atau membiasakan diri dengan keadaan tersebut. Diantara upaya adaptasi yang dilakukan warga adalah relokasi perumahan, peninggian lantai bangunan, penimbunan tanah, pembuatan rumah panggung, rehabilitasi hutan mangrove, pembuatan kolam penampungan air hujan, serta perubahan mata pencaharian. Kata Kunci : Adaptasi, Bencana Wilayah Kepesisiran, Masyarakat Pesisir, Perubahan Iklim PENDAHULUAN Pemanasan global yang diikuti oleh perubahan iklim telah menjadi sebuah bencana baru di dunia. Tidak seperti bencana tsunami, letusan gunungapi, serta gempabumi yang memberikan dampak besar tetapi bersifat sementara, pemanasan global memberikan dampak yang lambat tetapi pasti dan bersifat permanen. Pemanasan global telah menyebabkan mencairnya es di kutub. Suhu air laut yang meningkat menyebabkan air laut memuai sehingga volume air laut meningkat. (Rif an dkk, 2012; Diposaptono dkk 2009; dan IPCC, 2007). Salah satu dampak dari perubahan iklim yang secara nyata dapat kita lihat adalah naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut menyebabkan luas daratan berkurang dan garis pantai mengalami kemunduran. Hal ini menyebabkan saat pasang terjadi, air laut masuk hingga ke permukiman dan penggunaan lahan lain serta mengganggu aktivitas warga. 20

2 Banjir rob adalah peristiwa banjir yang disebabkan oleh masuknya air laut ke daratan sebagai akibat dari pasang air laut yang tinggi (Marfai dan King, 2008). Banjir rob tidak akan menjadi suatu ancaman bila tidak mengganggu aktivitas warga dan jauh dari permukiman warga. Akan tetapi karena garis pantai mengalami kemunduran dan mendekati permukiman warga, maka banjir rob menjadi masalah. Banjir rob merupakan sebuah ancaman serius bagi kawasan pesisir karena dapat menyebabkan kerusakan pada permukiman, fasilitas umum, serta penggunaan lahan. Erosi pantai pantai merupakan ancaman lain yang dapat mengancam wilayah kepesisiran. Erosi pantai dapat menyebabkan kerusakan pantai dan mundurnya garis pantai atau berkurangnya daratan. Bila daratan berkurang, maka permukiman penduduk serta asset masyarakat yang berada di kawasan pesisir menjadi hilang sehingga menyebakan kerugian bagi maasyarakat yang tinggal di pesisir. Dalam konteks risiko bencana, masyarakat (community) merupakan kelompok yang merasakan langsung dampak yang ditimbulkan dari sebuah bencana. Karena itulah mereka harus memberikan tanggapan atau respon terhadap bencana yang menimpa mereka. Marfai dan Hizbaron (2011) menjelaskan bahwa respon masyarakat terhadap bencana merupakan suatu hal yang penting dipelajari dalam pengelolalaan risiko bencana. Keterampilan masyarakat dalam merespon disebut sebagai kapasitas beradaptasi. Respon masyarakat bisa berwujud dalam pengembangan ekonomi, sosial, informasi dan komunikasi, serta tingkat kompetensinya. Berbeda bencana, bisa bebeda pula cara respon masyarakat. Begitu pula berbeda masyarakat bisa berbeda pula cara menyikapi meskipun bencananya sama. Aldrian dkk (2011) menjelaskan bahwa bentuk respon yang dilakukan maasyarakat terhadap perubahan iklim atau bencana yang dihadapi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adaptasi dan mitigasi. Tindakan adaptasi lebih cenderung kepada upaya masyarakat membiasakan atau menyesuaikan diri terhadap bencana yang dihadapi. Sedangkan tindakan mitigasi lebih kepada upaya untuk mengurangi dampak tersebut. Tulisan ini menggali dan menemukenali upaya adaptasi apa yang telah dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kabupaten Demak untuk menghadapi perubahan iklim serta bencana lain yang mereka hadapi diantaranya banjir rob dan erosi pantai. Diawali dengan gambaran mengenai penjelasan mengenai kondisi umum wilayah kepesisiran Kabupaten Demak, kemudian menjelaskan dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan bencana kepesisiran, dan selanjutnya mengidentifikasi strategi adaptasi apa saja yang telah dilakukan oleh masyarakat secara mandiri untuk menghadapi bencana yang telah, sedang, dan mereka hadapi. GAMBARAN UMUM WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN DEMAK Berdasarkan RPJMD Kabupaten Demak Tahun , secara geografis Kabupaten Demak berada pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Lokasi Kabupaten Demak yang bersebelahan dengan wilayah perkotaan utama Propinsi Jawa Tengah, yaitu Kota Semarang membuat Kabupaten Demak menjadi berkembang pesat khususnya pada aktifitas perindustrian, perdagangan dan jasa, pertanian, perikanan dan peternakan. Kabupaten Demak terdiri dari 14 kecamatan yang 4 kecamatan diantaranya terletak di wilayah kepesisiran. Seluruh kecamatan tersebut telah meliputi 243 desa kelurahan dan 6 kelurahan. Luas keseluruhan Kabupaten Demak sejumlah Ha. Adapun wilayah administrasi Kabupaten Demak berbatasan dengan wilayah lain adalah sebagai berikut: 21

3 Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Laut Jawa Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang Sebelah Barat : Kota Semarang Wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam dan cukup berpotensi bagi upaya mendukung program pembangunan yang berkelanjutan (Gunawan dkk 2005). Menurut Sunarto (2003), wilayah kepesisiran (coastal area) adalah mencakup wilayah darat dan laut, ke arah laut dibatasi pada lokasi awal pertama kali gelombang pecah terjadi ketika surut terendah dan ke arah darat dibatasi oleh batas terluar bentuklahan kepesisiran di pedalaman. Daerah kepesisiran ini mencakup pesisir, pantai, dan perairan laut dekat pantai (near shore). Wilayah Kepesisiran Demak ini termasuk dalam tipologi pesisir primer akibat deposisional sub-arial (Sub-areal deposition coast). Sub-areal deposition coast adalah pesisir yang terbentuk akibat akumulasi secara langsung bahan-bahan sedimen sungai, glacial, angin atau akibat longsor lahan kearah laut. Termasuk dalam kategori ini adalah rataan pasang surut dan pembentukan delta. Jika dilihat dari diagram alir identifikasi Geomorfologis Pantai dan Pesisir yang sudah dikemukaan oleh Sunarto (2003), penyusun mencoba mengidentifikasi bahwa wilayah kepsesisiran demak berdasarkan reliefnya termasuk relief rendah, materi penyusun utamanya adalah lembek atau lumpur, proses genetik yang terjadi adalah oleh proses marine, dan jenis pantai/ pesisirnya ermauk Pesisir Rataan Pasang Surut. Wilayah Kepesisiran Demak material utama penyusunnya adalah lumpur, sehingga dapat di klasifikasikan menjadi pantai berlumpur, dengan proses utama sedimentasi lumpur dan pasang surut air laut, yang menunjukkan perkembangan wilayah berlumpur yang pesat. Wilayah kepesisiran Demak termasuk wilayah kepesisiran yang landai. Lingkup wilayah kepesisiran pada daerah rataan pasang surut dimulai dari zona pecah gelombang (breakers zone), pantai (shore), rataan pasang surut, pesisir (coast), dan lahan buritan atau hinterland. Rataan pasang surut dapat berupa rataan lumpur (mud flat) jika seluruh materi penyusun lumpur tidak ada vegetasi apapun, tetapi dapat berupa rawa payau (saltmarsh). Jika di atas lumpur telah tumbuh vegetasi seperti bakau atau tumbuhan rawa lainnya, hingga daerah daerah yang secara morfogenesis pembentukannya masih dipengaruhi aktivitas marin (seperti dataran alluvial plain) yang termasuk dalam pesisir/ coast (dirumuskan berdasarkan konsep CERC, 1984 : Pethick, 1984 dan Sunarto, 2000 dalam Gunawan dkk, 2005). 22

4 Gambar 1. Lingkup Wilayah Pesisir pada Daerah Rataan Pasang Surut (dirumuskan berdasarkan konsep CERC. 1984: Pethick. 1984: dan Sunarto. 2000, dalam Gunawan dkk, 2005) Permasalahan yang terdapat di Wilayah Kepesisiran Demak baik oleh faktor alam atau faktor manusia adalah terjadnya erosi pantai yang sangat intensif, penebangan hutan mangrove oleh masyarakat sekitar, terjadi sea level rise akibat pemanasan global, kondisi air bersih yang memprihatinkan, konflik sosial kepemilikan lahan tambak yang terkait dengan tanah-tanah timbul, banyak tambak yang tergenang air laut dan kemudian hilang, terjadinya intrusi air laut, terjadi pendangkalan di muara sungai sehingga menggaggu pendaratan kapal nelayan, dan penyalahan wewenang yang berakibat konversi hutan mangrove secara besarbesaran sehingga menganggu ekosistem pesisir yang lainnya. Saat ini Wilayah Kepesisiran Demak sedang mengalami beberapa ancaman bencana yang diakibatkan perubahan iklim maupun karena aktivitas manusia. Bencana yang tersebut diantara kenaikan permukaan air laut, banjir rob, dan erosi pantai. Perubahan Iklim bukan hanya menjadi isu belaka akan tetapi telah menjadi sebuah fenomena yang dapat dilihat dan dapat dirasakan dampaknya. Diposaptono dkk (2009) menyebutkan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat rentan terkena dampak perubahan iklim. Beberapa daratan di wilayah pesisir terancam hilang bahkan beberapa pulau kecil di dunia termasuk di Indonesia diprediksi akan tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Beberapa dampak perubahan iklim terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diantaranya: perubahan garis pantai, banjir rob, intrusi air laut, perubahan pola sedimentasi, serta tenggelamnya pulau-pulau kecil. Diposaptono (2001) menjelaskan bahwa erosi pantai merupakan suatu proses yang terjadi di wilayah pesisir yang menyebabkan berkurangnya wilayah daratan atau mundurnya garis pantai dari keaadan semula yang antara lain disebabkan oleh proses-proses yang terjadi di laut. Erosi pantai yang terjadi di wilayah kepesisiran Kabupaten Demak terjadi karena pembangunan dan reklamasi pelabuhan di Kota Semarang. Erosi pantai yang terjadi di pesisir Kabupaten Demak telah menyebabkan banyak wilayah daratan tergerus air laut dan membuat air laut semakin masuk ke wilayah daratan. Banjir rob atau banjir pasang air laut merupakan fenomena yang dapat dilihat seharihari di wilayah pesisir Kabupaten Demak. Banjir rob di pesisir Kabupaten Demak menjadi parah karena disertai dengan penurunan/amblesan tanah akibat pengambilan air tanah yang melebihi batas dan akibat pembangunan gedung-gedung bertingkat, erosi pantai, serta 23

5 kenaikan muka air laut (Marfai dan King, 2008). Banjir rob telah menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan pada permukiman dan infrastruktur serta mengancam keselamatan manusia yang tinggal di kawasan pesisir dan merupakan ancaman serius yang dihadapi kawasan pesisir di seluruh dunia (Ward, dkk, 2011). DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA KEPESISIRAN Singh and Kumar (2007) menyatakan bahwasannya peningkatan temperatur udara yang berdampak pada perubahan iklim akan mempengaruhi pula terhadap peningkatan intensitas prespitasi, evapotranspirasi, dan kelengasan tanah dengan peningkatan temperatur yang ada, sehingga menyebabkan siklus hidrologi berubah secara signifikan. Peningkatan suhu global mengakibatkan ekspansi air karena kenaikan suhu, pencairan glacier gunung, dan selimut es dikutub. Permukaan laut yang naik menggenangi lahan basah dan lahan daratan yang rendah lainnya, mengikis pantai, mengakibatkan peningkatan frekuensi banjir, dan meningkatkan salinitas sungai, teluk, dan air tanah. Beberapa efek mungkin akan lebih diperburuk dengan efek yang lain sebagai dampak perubahan iklim. Sistem pantai dipengaruhi oleh perubahan iklim yang paling dinamik di permukaan bumi. Pantai menyediakan bahan-bahan dan pelayanan ekosistem yang esensial bagi ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat. Wilayah kepesisiran merupakan daerah yang penuh dengan beragam ekosistem, misalnya terumbu karang, mangrove, pantai, dan lainlain. Kesemua ekosistem tersebut tentunya dapat memberikan nilai seperti keseimbangan ekosistem, perlindungan dari badai, pengendalian erosi pantai, maupun sedimen yang dapat memberikan manfaat kepada manusia dan makhluk hidup lainnya. Namun, karena adanya perubahan iklim yang terjadi secara global, mengakibatkan keseimbangan ekosistem terganggu, khususnya di wilayah kepesisiran Kabupaten Demak. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan terjadinya berbagai bencana di wilayah kepesisiran. Khusus di Kabupaten Demak, bencana yang kerap terjadi adalah bencana genang pasang air laut atau sering disebut dengan bencana ROB. Dampaknya dapat dilihat secara jelas pada Gambar 2. Sejak tahun 1980-an Kabupaten Demak menjadi salah satu daerah yang sering terkena banjir rob (wawancara kepada Dinas Kelautan dan Perikanan, 2013). Penduduk yang bermukim atau tinggal di daratan rendah, tepi pantai, kota pelabuhan dan muara sungai merupakan kelompok rentan akibat pemanasan global dan perubahan iklim. Bencana ini menggenangi 4 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan pesisir Demak, diantaranya : Kecamatan Sayung, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Bonang, dan Kecamatan Wedung), 26 desa tergenang akibat bencana ini yang mengakibatkan rusak dan hilangnya harta benda serta merubah mata pencaharian mereka yang sudah ada, yang mayoritas berprofesi sebagai pengusaha tambak dan nelayan hingga yang paling parah adalah hilangnya 2 desa di Kecamatan Sayung akibat bencana ini. Keadaan tersebut juga diperparah dengan sampah-sampah yang tidak dibuang secara teratur di pembuangan sampah, mengakibatkan sampah ikut terbawa oleh aliran sungai dan akhirnya bermuara di bagian hilir serta merusak tanaman mangrove karena sampah-sampah yang mengelilingi. 24

6 a b Gambar 2. (a) Tambak tergenang air laut di desa Purworejo, Kec Bonang (b) Permukiman dan Daratan yang telah menjadi Laut di Desa Tambaksari, Kec Sayung (c) Jalan penghubung antar desa di Kec Sayung yang terputus karena tergerus erosi pantai (d) Rumah Warga yang Setiap Hari Terkena Banjir Rob di Desa Bedono, Kec Sayung Selain itu, perubahan iklim global, jika tidak segara ditanggulangi (mitigasi), dapat mengakibatkan tenggelamnya kawasan-kawasan pesisir yang landai, fakta yang terjadi adalah sudah ada 2 desa yang keseluruhannya tenggelam dan rata menjadi laut akibat bencana banjir rob tersebut, peristiwa ini terjadi disalah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan semarang, yaitu Kecamatan Sayung. Menurut Dahuri (2012) menyebutkan bahwa jika emisi gas rumah kaca (CO2, metana, dan nitrogen oksida) tidak segera dikurangi sesuai rekomendasi IPCC (2007), sekitar pulau kecil Indonesia diperkirakan akan tenggelam/hilang. Selain itu, kawasan-kawasan pesisir yang landai (low-laying coastal areas) seperti Pantai Timur Sumatera, Pantura, dan Kalimantan juga bakal tenggelam. UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT Adaptasi merupakan salah satu bentuk respon yang dilakukan oleh masyarakat terhadap perubahan iklim dan bencana yang mereka hadapi. Menurut Aldrian dkk (2011) tindakan adaptasi berkaitan dengan usaha yang dilakukan masyarakat untuk menekan dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu gejala alam seperti perubahan iklim atau bencana alam dan mengambil keuntungan dari keadaan tersebut. Dalam hal ini adaptasi lebih cenderung kepada usaha untuk mengelola sesuatu yang tidak dapat dihindari. Konsep strategi adaptasi dapat dibedakan menjadi 3 hal yaitu: (1) Proteksi yaitu perlindungan yang dilakukan masyarakat yang terkena dampak bencana untuk menyesuaikan diri terhadap dampak yang ditimbulkan dengan cara membangun bangunan c d 25

7 pelindung pantai seperti APO, groin, tanggul laut; (2) Akomodasi yaitu penyesuaian yang dilakukan masyarakat terhadap lingkungannya seperti mengurug tanah, meninggikan bangunan rumah; dan (3) Retreat atau mundur yaitu meninggalkan wilayah pesisir dengan cara pindah tempat ke daerah yang aman dari bencana alam. (Dahuri, 2012, Sunil, 2011, dan Putuhena, 2011). Berikut adalah upaya-upaya adaptasi yang telah dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir Kabupaten Demak untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan bencana yang mereka hadapi. Upaya-upaya adaptasi ini sebagian besar atas inisiatif, prakarsa, dan biaya dari masyarakat sendiri dan sedikit bantuan dari pemerintah. 1. Relokasi Permukiman Desa Bedono, Kecamatan Sayung adalah desa yang terkena dampak paling parah diantara desa-desa lain di sepanjang pesisir Kabupaten Demak. Dua buah pedukuhan di desa ini sudah tergenang air dan bahkan bisa dikatakan tenggelam dan menjadi lautan, yaitu Dukuh Tambaksari dan Dukuh Senik. Dua dukuh ini mengalami erosi pantai yang cukup parah sehingga hampir seluruh wilayah daratannya berubah menjadi lautan dan hanya tersisa sedikit daratan. Dua dukuh ini dipindahkan ke wilayah yang aman dari erosi pantai dan rob atau di daerah yang lebih tinggi tingkat elevasinya. Dukuh Tambaksari dipindah ke Desa Purwosari dan menjadi sebuah pedukuhan baru, yaitu Dukuh Tambaksari Baru (Gambar 3). Sedangkan Dukuh Senik dipindah ke Desa Gemulak dan membentuk sebuah pedukuhan baru, yaitu Dukuh Senik Baru. Akan tetapi tidak semua warga mau pindah dari tempat yang telah mereka diami selama bertahun tahun. Di Dukuh Tambaksari misalnya, ada 5 KK (kepala keluarga) yang enggan meninggalkan kampong halamannya untuk pindah dan memilih untuk tinggal di dukuh tersebut meskipun di sekeliling rumahnya sudah digenangi air. Alasan warga yang tidak mau pindah karena mereka ingin menjaga masjid dan makam Mbah Mudzakir. Bila mereka pindah, maka tidak ada lagi yang menjaga serta merawat masjid dan makam tersebut. Makam tersebut merupakan makam seorang kyai atau ulama yang cukup disegani di wilayah Kabupaten Demak dan sekitarnya. Banyak peziarah yang datang ke makam itu tiap harinya sehingga berbagai macam upaya dilakukan untuk menjaga kelestarian makam tersebut seperti pengurugan tanah, pembuatan alat pemecah gelombang (APO), dan pembuatan jembatan menuju makam. Gambar 3. Dukuh Tambaksari yang sudah tergenang air laut (a) dan Dukuh Tambaksari Baru pasca relokasi (b) 26

8 2. Peninggian Lantai Bangunan Masyarakat mempunyai cara sendiri untuk mengurangi dampak dari banjir rob, diantaranya adalah peninggian pondasi rumah. Hampir di semua desa yang terkena rob, beberapa warga meninggikan pondasi rumahnya. Bahkan ada yang beberapa kali melakukan peninggian karena setiap tahunnya banjir rob selalu meningkat ketinggiannya akibat land subsidence. Peninggian lantai ataupun pondasi rumah ini merupakan inisiatif warga dan biayanya juga dari warga sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Akan tetapi tidak semua rumah warga ditinggikan lantai bangunannya. Hanya gabi warga yang mampu saja. Sedangkan bagi warga yang tidak mampu, tidak melakukan peninggian bangunan dan harus rela tiap hari rumahnya digenangi banjir rob. Ada juga warga yang meninggikan lantainya dengan memasang kayu seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Rumah warga yang ditinggikan pondasi rumahnya (a) dan yang ditinggikan dengan kayu (b) 3. Pengurugan Tanah Untuk menanggulangi banjir pasang yang setip hari terjadi di kawasan pesisir, warga melakukan pengurugan atau menimbun daratan di tempat tinggal mereka dengan tanah. Hal ini menyebabkan wilayah daratan menjadi lebih tinggi dari sebelumnya dan relatif aman dari banjir rob. Beberapa wilayah diantaranya di Desa Bedono dan Desa Timbulsloko (Kecamatan Sayung) telah mengalami penimbunan tanah beberapa meter. Salah satu daerah yang dilakukan pengurugan tanah adalah daerah di sekitar SDN Bedono 3, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Akan tetapi karena wilayah pesisir Demak juga mengalami amblesan tanah yang tiap tahunnya bisa mencapai 12 cm (Dinlutkan Kab Demak, 2009 dalam Susanto 2010), maka banjir rob masih saja memasuki permukiman warga. 27

9 Gambar 5. Lahan di sekitar SDN Bedono 3 yang mengalami penimbunan tanah setinggi 2 meter 4. Rumah Panggung Rumah Panggung merupakan rumah yang dibangun warga yang rumahnya tergenang air laut dengan cara memberi kaki pondasi dari kayu pada ujung dan tengah rumah sehingga rumah menjadi lebih tinggi dan air laut tidak masuk rumah. Sebagian besar rumah panggung yang dibangun konstruksinya merupakan bangunan non permanen yang terbuat dari kayu dan bambu. Gambar 6 merupakan contoh rumah warga di Kecamatan Bonang dan Kecamatan Sayung yang diubah menjadi rumah panggung. Cara ini menjadi alternatif bagi warga yang rumahnya tergenang air tetapi tidak punya modal untuk pindah rumah. Gambar 6. Beberapa contoh rumah panggung yang dibangun warga 5. Rehabilitasi Mangrove Menurut Macnae (1968) dalam Tuwo (2011), hutan mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove ini biasanya didominasi oleh tumbuhan dari jenis Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguira, Ceriops, dan Nypa. Wilayah Kepesisiran Demak yang mempunyai mangrove terdapat di empat kecamatan yaitu Kecamatan Sayung, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Bonang, dan Kecamatan Wedung. Kondisi mangrove di Kecamatan Sayung mengalami kerusakan yang paling parah, hampir 50% dari kerusakan di seluruh wilayah Kepesisiran Demak terjadi di Kecamatan Sayung. Kerusakan mangrove terjadi sangat parah di Kecamatan Sayung sebagai dampak dari terjadinya erosi pantai secara besar-besaran di wilayah ini, sehingga banyak dataran yang hilang dan desa di Kecamatan Sayung sebagian ada yang tengelam dan hilang. Kondisi ekosistem mangrove yang mengalami kerusakan di Keamatan Sayung seluas

10 ha, Kecamatan Karangtengah mempunyai luas 70 ha, Kecamatan Bonang seluas 69 ha dan Kecamatan Wedung mempunyai luas 267 ha. Rehabilitasi dalam UU No.27 tahun 2007 merupakan proses pemulihan dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dengan kondisi semula. Rehabilitasi mangrove wajib dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan/ atau keanekaragaman hayati setempat. Proses rehabilitiasi ini biasanya dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orang yang memperoleh manfaat dari kawasan kepesisiran. Fungsi mangrove dari aspek fisik adalah megurangi dampak sea level rise, sebagai greenbelt pelindung ekosistem yang lainnya di kawasan pesisir, mengurangi terjadinya erosi pantai, penangkap sediment, mengurangi dampak dari banjir ROB, mengurangi dampak atau penahan ombak yang besar jika tsunami datang, dan peredam terjadinya intrusi air laut. Fungsi keterdapatan mangrove dari aspek biologi dapat meliputi habitat berbagai spesies udang dan ikan, tempat mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, dan tempat pemijahan. Fungsi mangrove dilihat dari aspek ekonomi mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan pesisir. Fungsi mangrove dari aspek ekonomi ini dapat digunakan sebagai penghasil kayu bakar, penghasil kayu bangunan atau pembuat kapal, sebagai bahan makanan dan minuman, sebagai bahan obat-obatan, sebagai bahan pupuk, sebagai makanan ternak, sebagai bahan pembuat kertas, sebagai pembuat peralatan rumah tangga, sebagai tempat rekreasi, dan sebagai tempat pemancingan. Kondisi hutan mangrove yang telah direhabilitasi di masing-masing 4 kecamatan dapat dilihat pada Gambar 7. a b c d Gambar 7. Kondisi Hutan Mangrove yang ada di Kec Sayung (a), Kec Bonang (b), Kec Karangtengah (c), dan Kec Wedung (d) 29

11 6. Kolam Penampungan Air Hujan Perubahan iklim telah menyebabkan tidak menentunya cuaca. Terkadang dalam satu tahun terjadi musim penghujan yang berkepanjangan dan terkadang pula musim kemarau yang berkepanjangan. Pada waktu musin penghujan air terlalu melimpah dan susah ditampung oleh tanah sehingga menyebabkan musibah banjir. Ketika musim kemarau datang hal yang kontradiktif terjadi, yaitu terjadi kekeringan. Untuk mengatasi terbatasnya air pada musim kemarau, masyarakat berinisiatif membuat sebuah kolam penampungan air hujan. Kolam penampungan air hujan adalah sebuah kolam besar yang dibangun oleh masyarakat di kawasan pesisir Kecamatan Wedung untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air pada musim kemarau datang. Ketika hujan datang, air hujan dialirkan ke kolam tersebut dan disimpan didalamnya. Air dalam tersebut banyak digunakan oleh penduduk untuk mencuci pakaian dan mandi, tetapi tidak digunakan untuk air minum. Kolam tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Kolam Penampungan Air Hujan di Kecamatan Wedung 7. Perubahan Mata Pencaharian Perubahan iklim dan bencana yang melanda Wilayah Kepesisiran Kabupaten Demak berdampak luas terhadap mata pencaharian masyarakat pesisir, seperti para nelayan dan petani tambak, yang merupakan mata pencaharian utama saat itu. Masyarakat pesisir bergantung pada ekosistem yang amat rentan dengan perubahan yang sangat kecil saja. Akibat erosi pantai dan kenaikan muka air laut, sebagian besar tambak milik masyarakat di pesisir rusak dan telah berubah menjadi lautan. Beradaptasi terhadap perubahan iklim merupakan prioritas mendesak untuk mereka, perubahan mata pencaharian merupakan salah satu upaya adaptasi mereka terhadap bencana yang harus dihadapi. Di empat kecamatan yang langsung berbatasan dengan pesisir, yaitu Kecamatan Sayung, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Bonang, dan Kecamatan Wedung, banyak masyarakat yang merubah mata pencaharian untuk tetap mencari nafkah dan tetap bertahan hidup. Contohnya bapak Mardi yang berprofesi sebagai petani tambak udang windu dulunya, akibat banjir genang pasang air laut yang melanda, maka ia merubah mata pencahariannya menjadi buruh pabrik dan buruh tambak garam di Kecamatan Wedung. Setiap aparat pemerintahan di tiap Kecamatan saat ini sedang mencari alternatif strategi untuk para warganya untuk dapat tetap bertahan hidup walaupun bencana kerap kali terjadi. Menurut Sekcam di Kecamatan Bonang saat ditemui di kantor camat, wilayah mereka saat ini sedang menggalakkan unit usaha mandiri yang telah diadakan sejak 2011 yang lalu, usaha mandiri ini dibuat untuk menuruni angka penggangguran yang ada serta 30

12 untuk menambah penghasilan ketika musim paceklik berlangsung. Bentuk usaha mandiri (Gambar 9) yang ada diantaranya : pembuatan usaha terasi, pembuatan kapal perahu, dan pembuatan jaring untuk menangkap ikan. Sejauh ini, usaha yang telah berjalan cukup lancar dan membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Gambar 9. (a) Tambak milik penduduk yang telah berubah menjadi lautan di Desa Sidogemah, Kec Sayung, (b) Salah satu bentuk usaha masyarakat ketika musim paceklik berlangsung KESIMPULAN Wilayah Kepesisiran Kabupaten Demak mengalami beberapa bencana alam diantaranya bencana yang terkait perubahan iklim seperti kenaikan muka air luat dan bencana akibat aktivitas manusia seperti erosi pantai, banjir rob, dan amblesan tanah. Multi-bencana tersebut telah memberi dampak yang cukup besar berupa rusaknya permukiman warga, hilangnya daratan, kerugian eknomi karena tambak dan sawah yang rusak tergenang air, serta rusaknya beberapa fasilitas umum seperti jalan, sekolah, dan sebagainya. Warga pesisir Kabupaten Demak yang terkena dampak akibat multi-bencana tersebut meresponnya dengan cara beradaptasi atau membiasakan diri dengan keadaan tersebut. Diantara upaya adaptasi yang dilakukan warga adalah relokasi perumahan, peninggian lantai bangunan, penimbunan tanah, pembuatan rumah panggung, rehabiltasi hutan mangrove, pembuatan kolam penampungan air hujan, serta perubahan mata pencaharian. DAFTAR PUSTAKA Aldrian E, Karmini M, Budiman Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: BMKG. Bappeda Kabuaten Demak RPJMD Kabupaten Demak Tahun Demak: Bappeda Kabupaten Demak. Dahuri., Strategi Adaptasi Sektor Kelautan dan Perikanan dalam Menghadapi Perubahan Iklim Global. LIPI : Jakarta Diposaptono Erosi Pantai dan Klasifikasinya, Kasus di Indonesia. Prosiding Konferensi Esdal 2001.Jakarta: BPPT. Gunawan, T., Santosa, L., W., Muta ali, L., dan Santosa, S., H, M, B., 2005, Pedoman Cepat Terintegrasi Wilayah Kepesisiran, Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 31

13 Diposaptono, S., Budiman, dan Firdaus Agung Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penerbit PT. Sarana Komunikasi Utama, Bogor. ISBN Gunawan T, Santosa LW, Muta ali, Santosa SHMB Pedoman Survey Cepat Terintegrasi Wilayah Kepesisiran. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. IPCC, Intergovernmental Panel on Climate Change. Climate Change 2001 : Impacts, Adaptation, and Vulnerability. Summary for Policymakers and Technical Summary of the Working Group II Report. WMO-UNDP. IPCC Climate Change The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. United Kingdom and New York, USA: Cambridge University Press, Cambridge. Kordi K., M. G. H, 2012, Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan, Jakarta: Rineka Cipta. Kustanti, A., 2011, Management Hutan Mangrove, Bogor: IPB Press Mavi, H.S. dan Tupper G.J Agrometeorology. New York : The Haworth Press, Inc. Marfai MA dan King Coastal Flood Management in Semarang. Environmental Geology Journal DOI /s Volume 55 halaman Marfai MA dan Hizbaron DR Community Adaptive Capacity Due to Coastal Flooding in Semarang Coastal City, Indonesia. Analele UniversităŃii din Oradea Seria Geografie, Tahun XXI, no. 2/2011 (December), halaman Putuhena Perubahan Iklim dan Resiko Bencana pada Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Pulau-Pulau Kecil hal Rif an AA, Nurrohmah E, Hidayat A The Roles of Coastal Ecosystem to Reduce The Impacts of Global Warming. Proceeding of Geography International Symposium p1-20. Yogyakarta: BPFG Universitas Gadjah Mada. Singh, R. D dan Kumar, C Impact of Climate Change on Groundwater Resources. Uttarakhand : National Intitute of Hydrology India. Sunarto Geomorfologi Pantai : Dinamika Pantai, Laboratorium Geomorfologi Terapan, Jurusan Geografi Fisik, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sunil, Santha. (2011). Community-based adaptation to coastal hazards: A scoping study among traditional fishing communities in Kerala, India. Disaster, Risk and Vulnerablity Conference 2011, Mahatma Gandhi University, India. Susanto, Kelik Eko Proyeksi Kenaikan Permukaan Laut dan Dampaknya terhadap Banjir Genangan Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Wilayah Pesisir Demak, Provinsi Jawa Tengah). Master Thesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Tuwo, A., Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut (Pendekatan Ekologi, Sosial- Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah). Surabaya: Penerbit Brilian Internasional. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. 32

14 Ward P.J, Marfai MA, Yulianto F, Hizbaron, Aerts Coastal Inundation And Damage Exposure Estimation: A Case Study For Jakarta. Natural Hazards DOI /s Volume 56, halaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aronoff, S Geographic Information Systems: A Management Perspective. Ottawa: WDL Publications.

DAFTAR PUSTAKA. Aronoff, S Geographic Information Systems: A Management Perspective. Ottawa: WDL Publications. DAFTAR PUSTAKA Antara News. 2011. Banjir Rob Landa Sepuluh Desa di Demak. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/1294747190/banjir-rob-landa-sepuluhdesa-di-demak pada tanggal 24 April 2012. Aronoff,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi PEMODELAN SPASIAL GENANGAN BANJIR ROB DAN PENILAIAN POTENSI KERUGIAN PADA LAHAN PERTANIAN SAWAH PADI STUDI KASUS WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH Achmad Arief Kasbullah 1) dan Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN

PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN Muh Aris Marfai 1, Ahmad Cahyadi 2, Achmad Arief Kasbullah 3, Luthfi Annur Hudaya 4 dan Dela Risnain Tarigan 5 1,2,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN

DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN Muh Aris Marfai 1,2, Ahmad Cahyadi 1, Achmad Arief Kasbullah 1, Luthfi Annur Hudaya 2, Dela Risnain Tarigan 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di I. PENDAHULUAN Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming merupakan isu lingkungan terbesar dalam kurun waktu terakhir. Jumlah polutan di bumi yang terus bertambah merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN OLEH : Arif Satria Fakultas Ekologi Manusia IPB Disampaikan padalokakarya MENGARUSUTAMAKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM AGENDA PEMBANGUNAN, 23 OKTOBER

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air rob merupakan fenomena meluapnya air laut ke daratan. Tarikan bulan dan matahari menjadi jauh lebih besar dibandingkan waktu lainnya ketika bulan, bumi, matahari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung DAERAH PESISIR Perubahan Iklim dan Sistem Pesisir Menunjukkan Faktor Utama Perubahan Iklim

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida ( BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida ( ) dan gas metana ( ), mengakibatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48 Pewarta-Indonesia, Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TIPOLOGI DAN DINAMIKA, POTENSI DAN PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH KEPESISIRAN DI WILAYAH KEPESISIRAN DEMAK

IDENTIFIKASI TIPOLOGI DAN DINAMIKA, POTENSI DAN PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH KEPESISIRAN DI WILAYAH KEPESISIRAN DEMAK IDENTIFIKASI TIPOLOGI DAN DINAMIKA, POTENSI DAN PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH KEPESISIRAN DI WILAYAH KEPESISIRAN DEMAK Eni Yuniastuti Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Lebih terperinci

PANITIA SEMINAR NASIONAL ANALISIS POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN SUMBERDAYA AIR DI PESISIR KABUPATEN DEMAK

PANITIA SEMINAR NASIONAL ANALISIS POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN SUMBERDAYA AIR DI PESISIR KABUPATEN DEMAK ANALISIS POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN SUMBERDAYA AIR DI PESISIR KABUPATEN DEMAK Muh Aris Marfai 1), Ahmad Cahyadi 2), Guruh Krisnantara 3) dan Gin Gin Gustiar 4) 1,2,3,4 Jurusan Geografi

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI DAN RELOKASI PERMUKIMAN WARGA AKIBAT BENCANA BANJIR PASANG AIR LAUT

STRATEGI ADAPTASI DAN RELOKASI PERMUKIMAN WARGA AKIBAT BENCANA BANJIR PASANG AIR LAUT STRATEGI ADAPTASI DAN RELOKASI PERMUKIMAN WARGA AKIBAT BENCANA BANJIR PASANG AIR LAUT Hasrul Hadi Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Hamzanwadi Email: hasrul@hamzanwadi.ac.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW 232 VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW 6.1.1 Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW Dengan menggabungkan hasil simulasi model, Multi Dimensional Scaling dan Analytical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit.

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit. 11 dianggap nol. Sehingga biaya proteksi pantai dapat diketahui dari biaya kehilangan lahan basah dan biaya kehilangan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun, dalam hal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi Outline Perubahan Iklim dan resikonya Dampak terhadap lingkungan dan manusia Kebijakan Iptek Penutup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

Maksud dari pembuatan Tugas Akhir Perencanaan Pengamanan Pantai Dari Bahaya Abrasi Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak adalah sebagai berikut :

Maksud dari pembuatan Tugas Akhir Perencanaan Pengamanan Pantai Dari Bahaya Abrasi Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak adalah sebagai berikut : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu wilayah di Pantai Utara Jawa Tengah yang paling parah mengalami abrasi adalah pantai di Kecamatan Sayung Demak. Lebih dari 300 Ha selama lebih dari 5 tahun

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN Dosen Pembimbing: 1. Suntoyo, ST, M.Eng, Ph.D 2. Dr. Kriyo Sambodho, ST, M.Eng Oleh: Liyani NRP. 4308100040

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam pengertian lingkungan hidup

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun oleh : DENI HERBYANTI F 100 050 123 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Mega Dharma Putra, Dani Prasetyo, Isna Pujiastuti, Th. Retno Wulan; Adaptasi Masyarakat Petani Lahan Sawah

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Mega Dharma Putra, Dani Prasetyo, Isna Pujiastuti, Th. Retno Wulan; Adaptasi Masyarakat Petani Lahan Sawah ADAPTASI MASYARAKAT PETANI LAHAN SAWAH TERHADAP BENCANA BANJIR ROB DI SEBAGIAN WILAYAH KECAMATAN KEDUNG, KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH Mega Dharma Putra 1*, Dani Prasetyo 2, Isna Pujiastuti 2,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan. MenurutHadi(2014), menyebutkan bahwa lingkungan adalah tempat manusia

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

Guruh Krisnantara Muh Aris Marfai Abstract

Guruh Krisnantara Muh Aris Marfai Abstract ANALISIS SPASIO-TEMPORAL BANJIR GENANGAN AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN JEPARA (Kasus: Kecamatan Kedung, Tahunan, dan Jepara) Guruh Krisnantara guruhkrisnantara@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan tujuan utama bagi penduduk untuk berurbanisasi karena mereka pada umumnya melihat kehidupan kota yang lebih modern dan memiliki lebih banyak lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci