Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48"

Transkripsi

1 Pewarta-Indonesia, Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan penggunaan tata ruang yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan menyebabkan akumulasi kerusakan yang terjadi terus menerus dan menyebabkan terjadinya bencana. Berbagai bencana yang terjadi dapat diatasi dengan perencanaan keruangan wilayah berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan. Berbagai faktor daya dukung dan kemampuan lingkungan dipertimbangkan untuk mengidentifikasi dan mitigasi bencana dalam suatu wilayah. Pendekatan spasial pengelolaan lingkungan suatu wilayah berbasis bencana dapat didasarkan konsep pendekatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pesisir. Pembatasan spasial perencanaan berdasarkan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir akan mempermudah manajemen, mitigasi dan adaptasi bencana yang terjadi di suatu wilayah. Siklus aliran air dari pegunungan, perbukitan, untuk kemudian ke daerah yang lebih rendah dan ke lembah dan pada akhirnya ke pesisir dan menuju ke laut akan mempengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakterisitk dan daya dukung lingkungan. Air sebagai agen yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah akan lebih baik dan maksimal jika diatur berdasarkan batasan pergerakan siklus aliran air yaitu batasan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Managemen lingkungan dengan membatasi Daerah Aliran Sungai dan Pesisir sebagai satu kesatuan ekosistem akan mempengaruhi proses yang terjadi di masa mendatang berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan di DAS dan pesisir. Yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai acuan identifikasi bencana di Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Sehingga sebagai satu kesatuan ekosistem, managemen terpadu pengelolaan DAS dan pesisir dengan bertumpu pada bencana sebagai aspek penyusun tata ruang dapat diterapkan. Kerangka awal sebagai acuan perencanaan tata ruang wilayah adalah identifikasi multi ancaman bencana yang dapat terjadi di DAS dan pesisir dengan melakukan inventarisasi 1 / 6

2 berbagai ancaman bencana. Ancaman bencana di DAS dan pesisir dibedakan menjadi dua bagian yaitu ancaman bencana yang terjadi di Upland dan lowland area. Ancaman bencana di Upland area merupakan ancaman yang dapat terjadi di daerah hulu, misalnya pegunungan, perbukitan. Ancaman yang di lowland area atau daerah hilir seperti daerah pesisir. Ancaman bencana yang dapat terjadi di upland area contohnya longsor, gunung meletus, erosi, kebakaran hutan, dsb. Sedangkan bencana yang dapat terjadi di lowland area adalah kekeringan, banjir dari pasang surut air laut dan dari luapan sungai, intrusi air laut, tsunami, kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang, pencemaran airtanah akibat limbah domestik dan pertanian, amblesan tanah, abrasi, gempa, kekeringan, dsb. Selanjutnya dilakukan inventarisasi dampak ancaman bencana terhadap masyarakat. Berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana di Upland dan Lowland dapat dianalisa besarnya tingkat kerusakan yang dapat terjadi secara ekonomi dan sosial. Inventarisasi nilai kerusakan didapatkan dari nilai rupiah dari masing-masing unsur yang beresiko terjadi kerusakan apabila ancaman bencana terjadi misalnya jumlah populasi yang dapat meninggal, jumlah rumah yang dapat rusak, jumlah tambak yang dapat tergenang atau terpolusi. Frekuensi dan besarnya ancaman bencana dikalikan nilai kerugian sebagai dampak jika terjadi bencana. Proses di tahap ini disebut tingkat resiko bencana yang kemungkinan dapat terjadi. Tiap unsur baik secara ekonomi maupun sosial yang terkena dampak seperti resiko meninggalnya orang, resiko suatu benda dapat mengancam kehidupan seseorang jika terjadi bencana, dan resiko nilai ekonomi suatu infrastruktur dapat rusak jika terjadi bencana. Berapa jumlah populasi yang terancam jiwanya yang mendiami suatu lokasi. Apabila terjadi bencana longsor dan atau banjir atau bencana lain dapat dihitung berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana. Berapa potensi suatu obyek yang dapat mengancam kehidupan manusia jika terjadi bencana, misalnya potensi bangunan rumah dapat rubuh dan mengancam kehidupan penghuninya jika bencana gempa dan atau longsor terjadi. Berapa nilai ekonomi suatu obyek dapat terancam mengalami kerusakan jika terjadi bencana. Misalnya nilai ekonomi infrastruktur jalan dan fasilitas umum jika terjadi tsunami, nilai ekonomi kehilangan flora dan fauna jika terjadi kebakaran hutan, kerugian yang dapat diderita petani jika tambak dan lahan pertaniannya terkena intrusi air laut. Sehingga persebaran tingkat resiko terjadinya multi bencana di DAS dan pesisir dapat digunakan sebagai acuan untuk merencanakan kebijakan dalam tata ruang wilayah. 2 / 6

3 Kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi ancaman bencana di DAS dan pesisir adalah dengan diproyeksikan melalui managemen penggunaan lahan yaitu landuse policy. Wujud campur tangan dan manifestasi manusia terhadap alam adalah tercermin dari penggunaan lahan. Penggunaan lahan akan memberikan warna dalam perencanaan tata ruang berbasis bencana. Landuse policy berbasis bencana dapat menunjukkan arahan penggunaan lahan yang diterapkan sebagai adaptasi penanggulangan bencana. Pengamanan dan persiapan yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan ditunjukkan di arahan penggunaan lahan. Konsep tata ruang yang berlandaskan kebencanaan. Berdasarkan persebaran tingkat resiko terjadinya bencana di DAS dan pesisir dibuat landuse policy untuk mengamankan unsur-unsur yang terancam terkena dampak bencana. Pengamanan unsur-unsur yang terancam bencana melalui landuse policy dapat diterapkan dengan melakukan tindakan adaptasi terhadap lingkungan. Tindakan adaptasi dapat berupa pembangunan infrastruktur yang dapat mengurangi ataupun menghambat ancaman bencana. Pembangunan infrastruktur tergantung dari jenis bencana dan elemen/unsur yang terancam. Tapi satu pembangunan infrastruktur dapat juga untuk menanggulangi ancaman dari beberapa macam bencana. Di samping itu, proses adaptasi terhadap bencana tidak hanya melalui pembangunan infrastruktur. Proses adapatasi yang dapat dilakukan misalnya, pembangunan bangunan air untuk mencegah bencana banjir dan kekeringan, penghijauan di daerah pesisir untuk mengurangi abrasi, pemindahan pemukiman di daerah yang tidak rawan bencana misalnya di igir bukit yang tidak rentan longsor, perilaku masyarakat yang mengurangi pemompaan air tanah di daerah pesisir. Dengan diketahuinya berbagai macam ancaman bencana di suatu wilayah DAS dan pesisir, akan mempermudah tindakan adaptasi untuk mengatur tata ruang wilayah yang perlu dilakukan sehingga pembangunan suatu infrastruktur dapat berfungsi ganda, tidak saling tumpang tindih dan bahkan tidak memacu ancaman bencana yang lain. Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk suatu wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan penggunaan tata ruang yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan menyebabkan akumulasi kerusakan yang terjadi terus menerus dan menyebabkan terjadinya bencana. Berbagai bencana yang terjadi dapat diatasi dengan perencanaan keruangan wilayah berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan. Berbagai faktor daya dukung dan kemampuan lingkungan dipertimbangkan untuk mengidentifikasi dan mitigasi bencana dalam suatu wilayah. 3 / 6

4 Pendekatan spasial pengelolaan lingkungan suatu wilayah berbasis bencana dapat didasarkan konsep pendekatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pesisir. Pembatasan spasial perencanaan berdasarkan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir akan mempermudah managemen, mitigasi dan adaptasi bencana yang terjadi di suatu wilayah. Siklus aliran air dari pegunungan, perbukitan ke daerah yang lebih rendah. Selanjutnya ke lembah menuju pesisir hingga bermuara menuju llaut bakal memengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakterisitk dan daya dukung lingkungan. Air sebagai agen yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah akan lebih baik dan maksimal jika diatur berdasarkan batasan pergerakan siklus aliran air yaitu batasan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Manajemen lingkungan dengan membatasi Daerah Aliran Sungai dan Pesisir sebagai satu kesatuan ekosistem akan mempengaruhi proses yang terjadi di masa mendatang berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan di DAS dan pesisir. Yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai acuan identifikasi bencana di Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Sehingga sebagai satu kesatuan ekosistem, manajemen terpadu pengelolaan DAS dan pesisir dengan bertumpu pada bencana sebagai aspek penyusun tata ruang dapat diterapkan. Kerangka awal sebagai acuan perencanaan tata ruang wilayah adalah identifikasi multi ancaman bencana yang dapat terjadi di DAS dan pesisir dengan melakukan inventarisasi berbagai ancaman bencana. Ancaman bencana di DAS dan pesisir dibedakan menjadi dua bagian yaitu ancaman bencana yang terjadi di Upland dan lowland area. Ancaman bencana di Upland area merupakan ancaman yang dapat terjadi di daerah hulu, misalnya pegunungan, perbukitan. Ancaman yang di lowland area atau daerah hilir seperti daerah pesisir. Ancaman bencana yang dapat terjadi di upland area contohnya longsor, gunung meletus, erosi, kebakaran hutan, dsb. Sedangkan bencana yang dapat terjadi di lowland area adalah kekeringan, banjir dari pasang surut air laut dan dari luapan sungai, intrusi air laut, tsunami, kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang, pencemaran airtanah akibat limbah domestik dan pertanian, amblesan tanah, abrasi, gempa, kekeringan, dsb. Selanjutnya dilakukan inventarisasi dampak ancaman bencana terhadap masyarakat. Berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana di Upland dan Lowland dapat dianalisa besarnya tingkat kerusakan yang dapat terjadi secara ekonomi dan sosial. Inventarisasi nilai kerusakan didapatkan dari nilai rupiah dari masing-masing unsur yang beresiko terjadi kerusakan apabila ancaman bencana terjadi misalnya jumlah populasi yang dapat meninggal, jumlah rumah yang dapat rusak, jumlah tambak yang dapat tergenang atau terpolusi. Frekuensi dan besarnya ancaman bencana dikalikan nilai kerugian sebagai dampak jika terjadi bencana. Proses di tahap ini disebut tingkat resiko bencana yang kemungkinan dapat terjadi. 4 / 6

5 Tiap unsur baik secara ekonomi maupun sosial yang terkena dampak seperti resiko meninggalnya orang, resiko suatu benda dapat mengancam kehidupan seseorang jika terjadi bencana, dan resiko nilai ekonomi suatu infrastruktur dapat rusak jika terjadi bencana. Berapa jumlah populasi yang terancam jiwanya yang mendiami suatu lokasi apabila terjadi bencana longsor dan atau banjir atau bencana lain dapat dihitung berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana. Berapa potensi suatu obyek yang dapat mengancam kehidupan manusia jika terjadi bencana, misalnya potensi bangunan rumah dapat rubuh dan mengancam kehidupan penghuninya jika bencana gempa dan atau longsor terjadi. Berapa nilai ekonomi suatu obyek dapat terancam mengalami kerusakan jika terjadi bencana, misalnya nilai ekonomi infrastruktur jalan dan fasilitas umum jika terjadi tsunami, nilai ekonomi kehilangan flora dan fauna jika terjadi kebakaran hutan, kerugian yang dapat diderita petani jika tambak dan lahan pertaniannya terkena intrusi air laut. Sehingga persebaran tingkat resiko terjadinya multi bencana di DAS dan pesisir dapat digunakan sebagai acuan untuk merencanakan kebijakan dalam tata ruang wilayah. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi ancaman bencana di DAS dan pesisir adalah dengan diproyeksikan melalui managemen penggunaan lahan yaitu landuse policy. Wujud campur tangan dan manifestasi manusia terhadap alam adalah tercermin dari penggunaan lahan. Penggunaan lahan akan memberikan warna dalam perencanaan tata ruang berbasis bencana. Landuse policy berbasis bencana dapat menunjukkan arahan penggunaan lahan yang diterapkan sebagai adaptasi penanggulangan bencana. Pengamanan dan persiapan yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan ditunjukkan di arahan penggunaan lahan. Konsep tata ruang yang berlandaskan kebencanaan Oleh karena itu, berdasarkan persebaran tingkat resiko terjadinya bencana di DAS dan pesisir dibuat landuse policy untuk mengamankan unsur-unsur yang terancam terkena dampak bencana. Pengamanan unsur-unsur yang terancam bencana melalui landuse policy dapat diterapkan dengan melakukan tindakan adaptasi terhadap lingkungan. Tindakan adaptasi dapat berupa pembangunan infrastruktur yang dapat mengurangi ataupun menghambat ancaman bencana. Pembangunan infrastruktur tergantung dari jenis bencana dan elemen/unsur yang terancam. Akan tetapi, satu pembangunan infrastruktur dapat juga untuk menanggulangi ancaman dari beberapa macam bencana. Disamping itu, proses adaptasi terhadap bencana tidak hanya melalui pembangunan infrastruktur. 5 / 6

6 Proses adapatasi yang dapat dilakukan misalnya, pembangunan bangunan air untuk mencegah bencana banjir dan kekeringan, penghijauan di daerah pesisir untuk mengurangi abrasi, pemindahan pemukiman di daerah yang tidak rawan bencana misalnya di pinggir bukit yang tidak rentan longsor, perilaku masyarakat yang mengurangi pemompaan airtanah di daerah pesisir. Dengan diketahuinya berbagai macam ancaman bencana di suatu wilayah DAS dan pesisir, maka akan mempermudah tindakan adaptasi untuk mengatur tata ruang wilayah yang perlu dilakukan sehingga pembangunan suatu infrastruktur dapat berfungsi ganda, tidak saling tumpang tindih dan bahkan tidak memacu ancaman bencana yang lain. (*) 6 / 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jl. Raya Jakarta-BogorKM. 46. Cibinong 69 Telepon. (0) 875 06-06. Faksimile. (0) 875 064 PO. Box. 46 CBI Website: http://www.big.go.id BADAN INFORMASI GEOSPASIAL KEPUTUSAN

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.4

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.4 1. Pernyataan : SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.4 1. lindungi kepala dan badan serta tempat berpijak 2. belajar menggunakan alat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN OLEH : Arif Satria Fakultas Ekologi Manusia IPB Disampaikan padalokakarya MENGARUSUTAMAKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM AGENDA PEMBANGUNAN, 23 OKTOBER

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 mempunyai tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara dengan mempertahankan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT Prosiding SENTIA 2017 Politeknik Negeri Malang Volume 9 ISSN: 2085-2347 IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT Agus Pribadi1 1, Heroe Santoso 2 1,2 Jurusan Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. No. 1523, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Diktat Perencanaan Infrastruktur Kota

Diktat Perencanaan Infrastruktur Kota Diktat Perencanaan Infrastruktur Kota Disusun oleh : Taty Alfiah, ST. MT. Nip / Nidn : 001115 / 0725106803 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Institut Teknologi Adhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air di bumi ini sebagian besar terdapat di laut dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), air juga hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang seluruh anggota komunitasnya (manusia, hewan, tumbuhan, mikroorganisme, dan abiotis) saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Rembang merupakan salah satu daerah di pesisir utara Pulau Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan bencana yang terhitung

Lebih terperinci

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung DAERAH PESISIR Perubahan Iklim dan Sistem Pesisir Menunjukkan Faktor Utama Perubahan Iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi manusia. Di samping disebabkan oleh faktor alam, seringkali disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana, seperti bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, dan lain-lainnya. Bencana yang terjadi di kota-kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara sebagaimana dimuat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 antara lain adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Menurut undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Oke, kali ini aku akan nge-jelasin tentang pengendalian daya rusak air, yang sumber asli dari UU No.7 th. 2004 tentang SUmber Daya Air. Semoga bermanfaat! tinggalkan komentar

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat mempunyai luas daratan 42.297,30 km2 yang setara dengan 2,17% luas Republik Indonesia dengan jumlah penduduk 5.283.163 jiwa. Provinsi ini diapit oleh

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, karena letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di Samudra Hindia sebelah barat

Lebih terperinci

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI YUDI WAHYUDIN PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Surade, 22 Juli 2003 APA ITU PANTAI? PANTAI adalah daerah

Lebih terperinci

Tabel 1. Jabaran Learning Outcome PS S2 MBK DITSL

Tabel 1. Jabaran Learning Outcome PS S2 MBK DITSL Tabel 1. Jabaran Learning Outcome PS S2 MBK DITSL Peryataan Kompetensi : Learning Outcome 1: Learning Outcome 2: Learning Outcome 3: Learning Outcome 4: Learning Outcome 5: Learning Outcome 6: Learning

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN Kurikulum : Program Magister Sains Kode Mata Kuliah SKS Semester Mata Kuliah Wajib SPs (6 SKS) PPS 500 Bahasa Inggris 3 Ganjil TSL 500 Geostatistik 3 Ganjil Mata Kuliah

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Ruang terbuka sebagai daerah resapan Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, a. bahwa penyusunan rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 141 BT merupakan zona pertemuan empat lempeng tektonik aktif dunia, yaitu:

Lebih terperinci