BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987). Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana menyelaraskan isu lingkungan baik terkait bencana ataupun degradasi lingkungan dengan proses pembangunan. Jika dikorelasikan dengan kondisi di wilayah pesisir yang memiliki bangkitan yang tinggi terhadap aktivitas kegiatan pembangunan, penyelarasan antara kegiatan manusia yang direfleksikan dalam penggunaan lahan dengan isu lingkungan merupakan isu strategis dalam pembangunan wilayah pesisir. Pesatnya perkembangan perkotaan di wilayah pesisir dan semakin meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk secara langsung berimplikasi pada kebutuhan lahan. Namun tekanan dari alam dapat berdampak negatif terhadap alokasi lahan potensial dalam memenuhi kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Genang pasang air laut sebagai eksternalitas negatif dari lingkungan berdampak signifikan terhadap penurunan nilai lahan, daerah yang memiliki histori bencana cenderung menurunkan nilai lahan (Yunus, 2008). Penurunan nilai lahan ini berdampak pada kurang diminatinya lahan sehingga berdampak pada pemenuhan kebutuhan lahan. 1

2 2 Jika dilihat dari potensi bencana, genang pasang air laut merupakan ancaman yang serius bagi kota di wilayah pesisir (Marfai dan King, 2008). Kawasan pesisir memiliki kerentanan terhadap genang pasang air laut. Kawasan Pesisir merupakan dataran rendah yang elevasi muka tanahnnya sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea level) dan menjadi tempat bermuarannya sungai-sungai sehingga kawasan ini rentan terhadap peningkatan muka air laut. Kerentanan ini akan memiliki kecenderungan yang meningkat, menurut IPCC (Intergovermental Panel an Climate Change) memperkirakan bahwa kurun waktu 100 tahun terhitung mulai tahun 2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi cm dengan kepastian peningkatan setinggi 48 cm (Mimura, 2000). Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Kerentanan yang tinggi dan memiliki kecenderungan yang meningkat setiap tahun terhadap genang pasang air laut merupakan salah satu isu strategis dalam proses pembangunan. Kecamatan Asemrowo merupakan kecamatan di Kota Surabaya yang terletak di wilayah pesisir dan berkarakteristik topografi rendah (kemiringan lereng 0%-8%) sehingga rentan terhadap bencana genang pasang air laut (RTRW Kota Surabaya, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (2009) memperlihatkan laju kenaikan air laut di Pesisir Surabaya setinggi 5,47 mm per tahun. Berdasarkan perkiraan BMKG Maritim Tanjung

3 3 Perak, setiap tahun Kawasan Pesisir Surabaya mengalami genang pasang air laut dan dalam satu tahun akan terjadi sekitar 4 sampai 5 kali kejadian genang pasang air laut dengan ketinggian maksimum cm di atas rata-rata permukaan air laut (mean sea level). Berdasarkan data dari BMKG Maritim (2010) genang pasang air laut menggenangi Jalan Kalianak yang menyebabkan jalan menuju Pelabuhan Ujung Surabaya sempat nyaris putus karena tergenang oleh air dengan ketinggian air mencapai hampir 1 meter dan menggenangi kawasan pelabuhan. Selain itu perumahan dan kawasan industri yang terletak di sekitar Jalan Kalianak tergenang pasang air laut hingga 1 hari. Menurut Marfai et al. (2008), genang pasang air laut memberikan dampak terhadap aktivitas masyarakat sehari-hari seperti aktivitas domestik dan pekerjaan lainnya. Masyarakat tidak dapat bekerja karena jalan di sekitar rumahnya terendam genang pasang air laut. Layanan publik untuk mendukung aktivitas domestik seperti suplai air dan listrik tidak dapat digunakan selama genang pasang air laut. Alasan masyarakat tidak bekerja selama terjadi genang pasang adalah perjalanan yang terganggu dan tidak adanya akses menuju tempat kerja serta untuk menjaga keluarga dan peralatan rumah tangga. Selain dampak di atas, genang pasang sangat berpengaruh terhadap penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo. Jika ditinjau dari fungsi kegiatan Kecamatan Asemrowo sesuai dengan RTRW Kota Surabaya ( ) memiliki fungsi kegiatan pelabuhan, permukiman, perdagangan dan jasa, industri. Fungsi kegiatan tersebut sangat terdampak dengan adanya bencana genang pasang air laut sehingga menimbulkan stagnansi dari proses pembangunan. Proses perkembangan kota dengan

4 4 kecenderungan tidak berkembang ini diakibatkan menurunnya nilai lahan akibat genang pasang air laut di Kecamatan Asemrowo. Namun hal penting yang perlu dicermati yaitu mengenai pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong (Pelabuhan Pelindo III) dan usaha pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas menuju ke Kecamatan Asemrowo melalui pembanguan Jalan Lingkar Barat Kota Surabaya dan Jalan Tol Surabaya-Gresik yang bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap Pelabuhan Teluk Lamong. Menurut Cooley (1984), jalur transportasi dan titik simpul dalam suatu sistem transportasi mempunyai peranan yang cukup besar terhadap pekembangan morfologi kota. Hal tersebut ditambahkan oleh Berry (1964) yang menyatakan bahwa jaring transportasi dalam bentuk jalan lingkar mempunyai peranan yang besar terhadap perkembangan kota terutama pada perpotongan jalan lingkar dengan jalan lainya yang menimbulkan fenomena mini peaks atau puncak nilai lahan yang berpotensi menjadi areal terbangun. Berdasarkan hal tersebut Pembangunan infrastruktur ini secara signifikan mempengaruhi kondisi penggunaan lahan sehingga perlu dilakukan pemodelan prediktif penggunaan lahan sebagai masukan dalam perencanaan tata guna lahan di Kecamatan Asemrowo. Pemodelan prediktif tidak hanya langkah penting untuk mengantisipasi ekternalitas negatif dari perubahan lahan, tetapi juga mekanisme penting untuk memperoleh ukuran, spasial, temporal dan memvisualisasikan informasi yang penting untuk merumuskan perencanaan yang berkelanjutan yang ditunjang dengan analisis dampak (Allen & lu, 2003). Pemahaman tentang perkembangan kota dan perubahannya sangat penting untuk perencana kota dan pengelola

5 5 sumberdaya dalam menghadapi perubahan lingkungan yang pesat saat ini. Sejumlah teknik analisis dan perhitungan urban modelling telah dikembangkan dengan berdasarkan pada beragam teori. Model ini menjelaskan perluasan kota dan pola perkembangan kota pada masa depan secara prediktif (Allen et al., 2004). Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk melakukan prediksi penggunaan lahan yang memuat adaptasi setiap penggunaan lahan terhadap genang pasang air laut. Penelitian ini juga mengakomodasikan hubungan antar pusat kegiatan baik yang terdapat pada Kecamatan Asemrowo dan pusat kegiatan yang berbatasan dengan Kecamatan Asemrowo serta mengakomodasikan pengaruh rencana pembangunan infrastruktur (pelabuhan teluk lamong) yang tertuang pada RTRW Kota Surabaya ( ). Melalui prediksi penggunaan lahan ini diharapkan dapat menjadi masukan pada pemerintah Kota Surabaya terutama dalam melakukan kebijakan tata ruang yang berlandaskan keberlanjutan. 1.2.Rumusan Masalah Kecamatan Asemrowo adalah Kecamatan yang memiliki perkembangan yang stagnan karena adanya pengaruh dari genang pasang air laut yang mengakibatkan penurunan nilai lahan. Penurunan nilai lahan ini berpengaruh pada kurang diminatinya lahan di Kecamatan Asemrowo. Namun dengan adanya pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong (Pelindo III) berpotensi untuk mengubah struktur dan morfologi kota. Kondisi tersebut perlu dikaji lebih lanjut bagaimana pengaruh genang pasang dan rencana pembangunan infrastruktur pada alokasi ruang di Kecamatan Asemrowo. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini akan

6 6 melakukan prediksi penggunaan lahan yang mengakomodasikan faktor di atas guna mengetahui ukuran, spasial, temporal dan visualisasi untuk merumuskan perencanaan yang berkelanjutan. Sehingga apabila terjadi potensi penyimpangan dari penggunaan lahan jika dibandingkan dengan RDTRK UP. Tambak Osowilangun (2007), Pemerintah dapat merumuskan kebijakan guna meminimalisir penyimpangan yang terjadi pada Kecamatan Asemrowo Keaslian Penelitian Pada sub bab keaslian penelitian ini akan dikomparasikan antara penelitan yang relevan terkait penelitian ini, poin yang dikomparasikan adalah tujuan, metode analisis, pendekatan penelitian, variabel dan hasil penelitian. Berikut merupakan Tabel 1.1 mengenai penelitian yang relevan terhadap penelitian pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan akibat genang pasang air laut di Kecamatan Asemrowo Surabaya.

7 7 No Peneliti Judul Tujuan 1. Pratomoatmojo (2012) LandUse Change Modelling Under Tidal Flood Scenario By Means Of Markov- Cellular Automata in Pekalongan Municipal Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu 1. Eksploarasi perubahan tutupan lahan di Pekalongan 2. Merumuskan model banjir rob berdasarkan penelitian Marfai (2011) dan Subandono (2007) di Pekalongan 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan di Pekalongan 4. Merumuskan pola ruang yang mengakomodasikan bencana banjir Metodologi Penelitian Metode Kuantitatif Data A. Analisis Model Kondisional Banjir 1. DEM 2. Kenaikan Muka Air Laut B. Analisis AHP,Fuzzy,Kesesuaian Lahan 1. Jaringan Jalan 2. Fasilita Perkotaan 3. Terminal 4. Garis Pantai 5. Tubuh Air Hasil Prediksi Penggunaan Lahan yang mengakomodasikan bencana banjir di Pekalongan 2 Susilo(2006) Geokomputasi Berbasis Sistem Informasi Geografi dan Cellular Automata untuk Pemodelan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta 3 Paramita (2011) Model Cellular Automata untuk Prediksi Perkembangan Wilayah dengan Menggunakan Citra Penginderaan Jauh Resolusi Menengah (Studi Kasus Kedungsepur) Memprediksi perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran Kota Yogyakarta Memprediksi arah perkembangan wilayah Metode Kuantitatif Metode Kuantitaif 1. Tutupan Lahan 2. Kemiringan Lereng 3. Jarak dari CBD 4. Jarak dari jalan utama 5. Jarak dari jalan kolektor 1. Tutupan Lahan 2. Kepadatan Bangunan 3. Rencana dan Kebijakan terkait 4. Jarak terhadap CBD 5. Jarak terhadap Jalan Prediksi Penggunaan Lahan Di Penggiran Kota Yogyakarta Prediksi Perkembangan Tutupan Lahan di Kedungsepur

8 8 No Peneliti Judul Tujuan 4 Marfai (2003a) 5 Marfai (2003b) 6 Ward et al. (2011) GIS Modelling of River and Tidal Flood Hazards in a Waterfront City, Semarang Tidal flood hazard assessment: modelling in raster GIS, case in Western part of Semarang coastal area Coastal inundation and damage exposure estimation: a case study for Jakarta Tabel 1. 1 Lanjutan 1. Merumuskan model banjir sungai 2. Merumuskan model banjir rob 3. Validasi dan evaluasi model guna merumuskan bahaya banjir di kawasan waterfront city Merumuskan zonasi bencana banjir rob Semarang 1. MerumuskanDEM yang sudah mengakomodasikan penurunan muka tanah 2. Merumuskan model genangan di wilayah pesisir 3. Merumukan damage exposure di wilayah pesisir Jakarta Metodologi Penelitian Metode Kuantitatif Metode Kuantitatif Metode Kuantitatif Data 1. Kenaikan Muka Air Laut 2. DEM 3. Penggunaan Lahan Aspek Geologi dan Tanah 4. Aspek Geomorfologi dan Iklim 5. Sistem Drainase 1. DEM 2. Kenaikan Muka Air Laut 1. DEM 2. Ketinggian Banjir 3. Penurunan Muka Tanah 4. Penggunaan Lahan Hasil Zonasi bahaya banjir rob dan sungai di Semarang Skenario bajir rob berdasarkan SLR level Zonasi Damage Exposure Genangan di Pesisir Jakartra Sumber: Hasil Analisis,2014

9 9 Pembahasan dalam penelitian terdahulu dibagi menjadi dua bagian yang pertama mengenai pemodelan area genang pasang air laut dan prediksi penggunaan lahan. Dalam penelitian Pratomoatmojo (2012), pemodelan banjir dirumuskan dari DEM, muka air rata-rata. Model pasang yang digunakan adalah pendekatan dari IPCC. Dalam memproyeksikan kenaikan muka air laut Pratomoatmojo menggunaan persamaan yang dirumuskan oleh Marfai (2003). Pada penelitian Marfai dan King (2008) ada penambahan variabel dalam perumusan model genang pasang air laut, yaitu pengakomodasian penurunan muka tanah yang diproyeksi untuk mengetahui area tergenang genang pasang air laut di masa depan. Ward et al. (2011) mengakomodasikan penurunan muka tanah pada skenario genang pasang air laut di Jakarta-Indonesia. Pada penelitian Ward et al, DEM dihasilkan melalui interpolasi elevasi titik diekstraksi dari Peta Rupa Bumi Indonesia. Penelitan terdahulu yang terkait dengan prediksi penggunaan lahan yaitu penelitian Pratomoatmojo (2012). Dalam penelitian Pratomoatmojo dibahas mengenai prediksi penggunaan lahan akibat pengaruh dari adaptasi aktivitas kegiatan pada setiap penggunaan lahan terhadap genang pasang air laut. Dalam memprediksi penggunaan lahan Pratomoatmojo menggunakan alat analisis Markov-Cellular Automata, variabel yang digunakan adalah jaringan jalan, fasilitas perkotaan, terminal, garis pantai, tubuh air. Penelitian Susilo (2006) menjelaskan mengenai fenomena perubahan tutupan lahan yang terjadi pada daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Pada Penelitian ini dijelaskan pengaruh daerah yang langsung berbatasan dengan Kota Yogyakarta dengan tutupan lahan daerah

10 10 pinggiran Kota Yogyakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian Susilo (2006) ini adalah tutupan lahan, kemiringan lereng, jarak dari CBD, jarak dari jalan utama dan jarak dari jalan kolektor. Pada penelitian Wijaya (2013) dilakukan prediksi tutupan lahan dengan menggunakan alat analisis cellular automata yang diintegrasikan dengan regresi logistik biner pada Kota Salatiga. Penambahan variabel berupa kebijakan atau rencana dilakukan oleh Paramita (2011) dalam memprediksi tutupan lahan di Kawasan Kedungsepur. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, penelitian ini akan melakukan prediksi perubahan penggunaan lahan yang mengakomodasikan adaptasi pada tiap kelas penggunaan lahan terhadap genang pasang air laut dan rencana atau kebijakan yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan. Rencana yang digunakan dalam penelitian ini terkait pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong. Selain mengakomodasikan rencana dan kebijakan, penelitian ini juga akan mengakomodasikan pengaruh pusat kegiatan dan fasilitas yang terletak pada Kecamatan yang berbatasan dengan Kecamatan Asemrowo. Penelitian ini akan melakukan pemodelan genang pasang air laut akan diadaptasikan dari penelitian Pratomoatmojo (2012) dengan menggunakan variabel DEM dan pasang air laut tertinggi. Untuk lebih jelasnya penelitian Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Akibat Genang Pasang Air Laut di Kecamatan Asemrowo disajikan dalam Tabel 1.2

11 11 Tabel 1. 2 Penelitian yang Dilakukan Judul Tujuan Metodologi Penelitian Pemodelan 1. Memprediksi area Metode Spasial genang pasang air laut Kualitaif- Perubahan di Kecamatan Kuantitatif Penggunaan Asemrowo Lahan 2. Mengidentifikasi faktor Akibat yang berpengaruh Genang terhadap perubahan Pasang Air penggunaan lahan di Laut di Kecamatan Asemrowo Kecamatan 3. Mengidentifikasi Asemrowo perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Asemrowo pada periode Memprediksi penggunaan lahan Kecamatan Asemrowo 203o yang mengakomodasikan genang pasang air laut Analisis Data Hasil a. Model kondisional b. Analisis Deskriptif c. Land Change Modeller Analisis (cellular automata) 1. Kecenderungan kenaikan muka air laut 2. DEM 3. Jarak dari CBD 4. Citra quickbird 2002 dan Peta aktual jalan dan rencana jalan 6. Peta persebaran fasilitas perkotaan 7. Persebaran industri dan perdagangan Prediksi Penggunaa n lahan Kecamatan Asemrowo tahun 2030 Sumber: Hasil Analisis, Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memodelkan kecenderungan perkembangan penggunaan lahan serta memprediksi luas dan arah perkembangan Kecamatan Asemrowo. Berikut merupakan tujuan dan pertanyaan penelitian dalam penelitian ini. 1. Memprediksi area genang pasang air laut di Kecamatan Asemrowo tahun 2030 a. Bagaimana persamaan matematis pasang tertinggi (HHWL) dan peningkatan rata-rata pasang tertinggi (HHWL) selama periode ? b. Bagaimana distribusi spasial dari genang pasang air laut pada tahun 2030?

12 12 2. Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo a. Apa faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo? b. Bagaimana bobot setiap faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo terhadap perubahan penggunaan lahan? 3. Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Asemrowo pada periode a. Bagaimana distribusi spasial penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo pada periode ? b. Bagaimana distribusi spasial perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo pada periode ? 4. Memprediksi penggunaan lahan Kecamatan Asemrowo 2030 yang mengakomodasikan genang pasang air laut a. Bagaimana distribusi spasial dari hasil pemodelan perubahan penggunaan lahan tahun 2030? 1.5.Ruang Lingkup Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup pada penelitian ini adalah Kecamatan Asemrowo yang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah pesisir utara Kota Surabaya. Berikut merupakan batas administratif dari Kecamatan Asemrowo.

13 13 A. Utara : Selat Madura B. Timur : Kecamatan Krembangan C. Barat : Kecamatan Benowo D.Selatan : Kecamatan Tandes dan Kecamatan Sukomanunggal Berikut Gambar 1.1 yang menyajikan mengenai ruang lingkup wilayah penelitian Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan asumsi kondisi perubahan penggunaan lahan pada Kecamatan Asemrowo di sepanjang tahun memiliki pola atau kecenderungan yang dapat direfleksikan pada tahun Prediksi penggunaan lahan ini mengakomodasikan adaptasi penggunaan lahan terhadap genang pasang air laut, pusat kegiatan yang berbatasan dengan Kecamatan Asemrowo dan rencana terkait tata ruang. Rencana terkait tata ruang yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana infrastruktur (Pelabuhan Teluk Lamong). Penentuan batas proyeksi atau prediksi disesuaikan dengan tahun akhir rencana pola ruang di Kecamatan Asemrowo, sehingga diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan ruang guna mengantisipasi penyimpangan yang terjadi pada rencana tata ruang. Pembatasan analisis pada penelitian ini dilakukan pada pemodelan genang pasang air laut dan pemodelan penggunaan lahan yang dijelaskan sebagai berikut. 1. Pemodelan genang pasang air laut pada penelitian ini tidak memperhitungkan faktor penurunan muka tanah dan perubahan garis pantai. Faktor yang digunakan adalah DEM dan pasang air laut tertinggi.

14 14 2. Pemodelan penggunaan lahan pada penelitian ini tidak mengakomodasikan kelas penggunaan lahan yang baru yaitu tidak termuat pada peta dasar proyeksi yaitu peta penggunaan lahan Kecamatan Asemrowo Penelitian ini tidak melakukan perumusan kesesuaian lahan dalam perumusan peta probabilitas perubahan penggunaan lahan. Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan dihasilkan dari pola yang dibentuk oleh variabel independen (kelas penggunaan lahan) dan variabel independen (faktor yang berpengaruh terhadap perubahan pada tiap kelas penggunaan lahan). Hal tesebut dilakukan agar hasil prediksi benar-benar merefleksikan adaptasi tiap penggunaan lahan terhadap genang pasang air laut Manfaat Penelitian Pada penelitian ini manfaat penelitan dibagi menjadi dua poin yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktik. Berikut merupakan manfaat dalam penelitian ini. 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dari studi ini adalah pengembangan dari ilmu perencanaan wilayah. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai metode untuk memprediksi perkembangan spasial area perkotaan, khususnya untuk daerah yang memiliki faktor pengahambat perkembangan yaitu berupa genang pasang air laut. Dengan demikian dapat membantu para ilmuwan

15 15 untuk memahami fenomena kota yang terjadi pada Kecamatan Asemrowo dengan lebih jelas. 2. Manfaat Praktis Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah memberikan masukan yang penting kepada perencana, pemerintah dan masyarakat dalam memprediksi dan membuat kebijakan tata ruang yang tepat

16 16 Gambar 1.1 Peta Administrasi Kecamatan Asemrowo 16

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan kegiatan industri, pariwisata, agribisnis, agroindustri, permukiman, transportasi, dan pelabuhan.

Lebih terperinci

PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN - CELLULAR AUTOMATA DI KECAMATAN ASEMROWO, KOTA SURABAYA

PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN - CELLULAR AUTOMATA DI KECAMATAN ASEMROWO, KOTA SURABAYA Jurnal Planoearth PWK FT UMMat ISSN 2615-4226 Vol. 3 No. 1, Februari 2018, hal. 12-16 PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN - CELLULAR AUTOMATA DI KECAMATAN ASEMROWO, KOTA SURABAYA Widiyanto Hari Subagyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

PEMODELAN BAHAYA BENCANA BANJIR ROB DI KAWASAN PESISIR KOTA SURABAYA

PEMODELAN BAHAYA BENCANA BANJIR ROB DI KAWASAN PESISIR KOTA SURABAYA Pemodelan Bahaya Banjir Rob di Kawasan Pesisir Surabaya Annisaa Hamidah I Widiyanto Hari Subagyo W PEMODELAN BAHAYA BENCANA BANJIR ROB DI KAWASAN PESISIR KOTA SURABAYA 1) Annisaa Hamidah Imaduddina, 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN

PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN Muh Aris Marfai 1, Ahmad Cahyadi 2, Achmad Arief Kasbullah 3, Luthfi Annur Hudaya 4 dan Dela Risnain Tarigan 5 1,2,3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

Gambaran umum Surabaya Barat

Gambaran umum Surabaya Barat Gambaran umum Surabaya Barat Terbagi atas 3 unit pengembangan, 7 Kecamatan. Kecamatan yang terdapat di Surabaya Barat meliputi : UP 10 : Kecamatan Lakarsantri UP 11 : KecamatanTandes, Asemrowo, dan Benowo

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi PEMODELAN SPASIAL GENANGAN BANJIR ROB DAN PENILAIAN POTENSI KERUGIAN PADA LAHAN PERTANIAN SAWAH PADI STUDI KASUS WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH Achmad Arief Kasbullah 1) dan Muhammad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

Pemodelan Spasial Genangan Banjir Akibat Gelombang Pasang di Wilayah Pesisir Kota Mataram

Pemodelan Spasial Genangan Banjir Akibat Gelombang Pasang di Wilayah Pesisir Kota Mataram JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) C 33 Pemodelan Spasial Genangan Akibat Gelombang Pasang di Wilayah Pesisir Kota Mataram Mohamad Rio Rahmanto dan Cahyono Susetyo Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL UNTUK PREDIKSI LUAS GENANGAN BANJIR PASANG LAUT DI WILAYAH KEPESISIRAN KOTA JAKARTA (Studi Kasus : Kecamatan Tanjungpriok, Jakarta Utara) Syukron Maulana syukron_elgordo@yahoo.co.id Muh.

Lebih terperinci

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung DAERAH PESISIR Perubahan Iklim dan Sistem Pesisir Menunjukkan Faktor Utama Perubahan Iklim

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

Guruh Krisnantara Muh Aris Marfai Abstract

Guruh Krisnantara Muh Aris Marfai Abstract ANALISIS SPASIO-TEMPORAL BANJIR GENANGAN AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN JEPARA (Kasus: Kecamatan Kedung, Tahunan, dan Jepara) Guruh Krisnantara guruhkrisnantara@gmail.com

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota-kota besar di Indonesia secara umum memiliki ciri-ciri yaitu tingginya intensitas aktivitas dan kegiatan di dalamnya, hal ini dapat terlihat pula dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana banjir seakan telah dan akan tetap menjadi persoalan yang tidak memiliki akhir bagi umat manusia di seluruh dunia sejak dulu, saat ini dan bahkan sampai di masa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

PEMETAAN AREA GENANGAN BANJIR PASANG DI KAWASAN LAHAN BUDIDAYA AIR PAYAU KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PEMETAAN AREA GENANGAN BANJIR PASANG DI KAWASAN LAHAN BUDIDAYA AIR PAYAU KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PEMETAAN AREA GENANGAN BANJIR PASANG DI KAWASAN LAHAN BUDIDAYA AIR PAYAU KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH Adhyaksa Saktika Drestanto *), Agus Indarjo, Muhammad Helmi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN Model banjir rob dalam penelitian ini dibangun menggunakan neighbourhood operations (operasi ketetanggaan) dalam software ILWIS

METODOLOGI PENELITIAN Model banjir rob dalam penelitian ini dibangun menggunakan neighbourhood operations (operasi ketetanggaan) dalam software ILWIS ESTIMASI RISIKO KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR ROB MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN PENJARINGAN, JAKARTA UTARA Setyawan Purnama, Muh. Aris Marfai, Dini Feti Anggraini, Ahmad Cahyadi

Lebih terperinci

PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Moh Holli Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Email :mohholli@ymail.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK Adi Chandra Kusuma *), Irwani, Sugeng Widada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah 2

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah   2 H.1 PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG BAGIAN TIMUR (STUDI KASUS : KECAMATAN GENUK DAN KECAMATAN PEDURUNGAN) Rahmad Fuji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER UNTUK PEMODELAN DINAMIKA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( Studi Kasus Kota Salatiga) Muhammad Sufwandika Wijaya sufwandika.geo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 179-184 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 176 182 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISIS DATA PASANG SURUT SEBAGAI DASAR PENENTUAN DAERAH GENANGAN BANJIR PASANG

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya

Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya Medhiansyah Putra Prawira dan Adjie Pamungkas ST. M. Dev.

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

EVALUASI ALTERNATIF LOKASI PASAR INDUK SAYUR DI KOTA SURABAYA TUGAS AKHIR. Oleh: YANUAR RISTANTYO L2D

EVALUASI ALTERNATIF LOKASI PASAR INDUK SAYUR DI KOTA SURABAYA TUGAS AKHIR. Oleh: YANUAR RISTANTYO L2D EVALUASI ALTERNATIF LOKASI PASAR INDUK SAYUR DI KOTA SURABAYA TUGAS AKHIR Oleh: YANUAR RISTANTYO L2D 097 486 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG (STUDI KASUS : KECAMATAN SEMARANG BARAT) Muhammad Bustomi Shila Huddin 1, Pratikso 2,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 281 287 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KECAMATAN SAYUNG,

Lebih terperinci

Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya

Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-160 Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya Medhiansyah Putra Prawira dan Adjie Pamungkas Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim mengacu pada variasi signifikan variabel pada iklim

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim mengacu pada variasi signifikan variabel pada iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim mengacu pada variasi signifikan variabel pada iklim yang terjadi dalam periode jangka panjang. Perubahan iklim dapat disebabkan karena faktor internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim yang mana terdapat banyak kota berada di wilayah pesisir, salah satunya adalah Kota Pekalongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim yang mana terdapat banyak kota berada di wilayah pesisir, salah satunya adalah Kota Pekalongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan pesisir merupakan kawasan yang rawan akan bencana alam. Adanya isu perubahan iklim yang sedang marak diberitakan menjadikan masyarakat kawasan pesisir harus

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Brasil.

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA

PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA Veri Yulianto*, Wahyu Aditya Nugraha, Petrus Subardjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Oseanografi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Landsat 1 tahun , Landsat 2 tahun , Landsat 3 tahun 1978-

BAB 1 PENDAHULUAN. Landsat 1 tahun , Landsat 2 tahun , Landsat 3 tahun 1978- 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pengamatan bumi (earth observation) melalui data penginderaan jauh seperti satelit dan foto udara merupakan salah satu ilmu pengetahuan modern (modern science) (Bhatta,

Lebih terperinci

POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT GENANGAN BANJIR DAN ROB DI KOTA SEMARANG POTENTIAL ECONOMIC LOSSES DUE TO TIDAL INUNDATION DAN FLOOD AT SEMARANG CITY

POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT GENANGAN BANJIR DAN ROB DI KOTA SEMARANG POTENTIAL ECONOMIC LOSSES DUE TO TIDAL INUNDATION DAN FLOOD AT SEMARANG CITY POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT GENANGAN BANJIR DAN ROB DI KOTA SEMARANG POTENTIAL ECONOMIC LOSSES DUE TO TIDAL INUNDATION DAN FLOOD AT SEMARANG CITY Ifan R Suhelmi 1), Achmad Fahrudin 2) dan Hariyanto

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract PENDAHULUAN

Abstrak. Abstract PENDAHULUAN J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 1-6 MODEL SPASIAL DINAMIK GENANGAN AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR SEMARANG (Spatial Dynamic Model of Inundated area due to Sea Level rise

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming merupakan isu lingkungan terbesar dalam kurun waktu terakhir. Jumlah polutan di bumi yang terus bertambah merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau

Lebih terperinci

MODEL SPASIAL DINAMIK GENANGAN AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR SEMARANG

MODEL SPASIAL DINAMIK GENANGAN AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR SEMARANG J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret 2014: 15-20 MODEL SPASIAL DINAMIK GENANGAN AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR SEMARANG (Spatial Dynamic Model of Inundated Area Due to Sea Level Rise

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN

DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN Muh Aris Marfai 1,2, Ahmad Cahyadi 1, Achmad Arief Kasbullah 1, Luthfi Annur Hudaya 2, Dela Risnain Tarigan 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di I. PENDAHULUAN Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan penutup lahan adalah suatu fenomena yang sangat kompleks berdasarkan pada, pertama karena hubungan yang kompleks, interaksi antara kelas penutup lahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon)

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon) MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon) Happy Mulya Balai Wilayah Sungai Maluku dan Maluku Utara Dinas PU Propinsi Maluku Maggi_iwm@yahoo.com Tiny Mananoma

Lebih terperinci