KERAGAMAN GENETIK DAN ADAPTABILITAS GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI LINGKUNGAN TROPIS RAHMAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GENETIK DAN ADAPTABILITAS GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI LINGKUNGAN TROPIS RAHMAH"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GENETIK DAN ADAPTABILITAS GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI LINGKUNGAN TROPIS RAHMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASINYA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Lingkungan Tropis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Rahmah NIM A

3 ABSTRACT RAHMAH. Genetic Variation and Adaptability of Introduced Wheat (Triticum aestivum L.) Varieties in Tropical Conditions. Supervised by YUDIWANTI WAHYU and DESTA WIRNAS. The objective of this study was to obtain information on genetic variabilitiy and adaptability of introduced wheat varieties in tropical conditions. The research was carried out at field station research of Balithi, Cipanas and Biotrop, Bogor, Indonesia in May February Genetic material tested was the Oasis/Skauz//4*BCN var -28, HP 1744, Laj/Mo88, and Rabe/M88 (introduced from Turkey), Basribey, Alibey, and Menemen (introduced from India), G-21, G- 18 and H-2 (introduced from CIMMYT), and Selayar and Dewata (national varieties) as check varieties. The results showed that plant height, panicle length, spikelet number, grain weight per panicle and 1000 grain weight had high heritability value. Genotype (G), location (L), and the interaction GXL had significant effect on grain weight. Grain weight variation of introduced wheat varieties was mainly due to interaction between genotype and location. Based on the regression coefficient, Rabe/Mo88 showed good adaptation in the highland (Cipanas), whereas Oasis/Skauz //4 * BCN var-28 had good adaptation in the lowland (Bogor). The first bilinear AMMI model accounted 93.6% variation. Biplot analysis showed that Menemen, Basribey, Alibey, and Selayar classified as stable varieties with high yields, whereas Laj/Mo88 was stable with lower yield than the average yield of all locations. G-18 adapted well in Manado and G-21 to adapt well in Muneng. There was no superior genotype in all locations. Key words: wheat, tropical conditions, adaptability.

4 RINGKASAN RAHMAH. Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Lingkungan Tropis. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU dan DESTA WIRNAS. Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan serealia dari famili Gramineae (Poaceae) yang berasal dari daerah subtropis. Di daerah tropis seperti Indonesia, gandum dapat tumbuh baik di daerah dataran tinggi ( > 700 m dpl), namun lahan yang tersedia di dataran tinggi sangat terbatas dan umumnya sudah digunakan untuk tanaman hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Disamping itu masih sedikit materi genetik yang dapat beradaptasi di lingkungan tropis, sehingga diperlukan kegiatan pemuliaan melalui uji adaptasi genotipe-genotipe gandum yang mampu beradaptasi pada ketinggian < 700 m dpl. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh genotipe gandum introduksi yang mampu beradaptasi di dataran tinggi dan dataran rendah di lingkungan tropis Indonesia. Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu ketinggian 1100 m dpl di kebun Balithi Cipanas, Jawa Barat dan ketinggian 250 m dpl di kebun Biotrop-Bogor, Jawa Barat, dilaksanakan mulai Mei 2010 hingga Februari Data percobaan dua lokasi lain yaitu Muneng, Probolinggo, Jawa Timur (50 m dpl) dan Manado, Sulawesi Utara (900 m dpl) merupakan data sekunder untuk analisis stabilitas. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 ulangan. Pada tiap lokasi materi genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 genotipe gandum introduksi yaitu dari India: Oasis/Skauz//4*BCN, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, dari Turki: Basribey, Alibey dan Menemen, dari CIMMYT: G-21, G-18 dan H-2, dan dua varietas unggul nasional sebagai pembanding yaitu Selayar dan Dewata. Penentuan daya adaptas dilakukan dengan menggunakan analisis parameter genetik, stabilitas Finlay dan Wilkinson, AMMI serta indeks sensitivitas terhadap suhu tinggi yang didasarkan pada beberapa karakter. Hasil analisis menunjukkan nilai heritabilitas yang tinggi pada karakter tinggi tanaman, panjang malai, jumlah spiklet, bobot biji per malai dan bobot 1000 biji. Berdasarkan Finlay dan Wilkinson, Rabe/Mo88 beradaptasi baik di dataran tinggi (Cipanas), Oasis/Skauz//4*BCN Var-28 beradaptasi baik pada dataran rendah (Bogor). Model bilinier AMMI untuk data hasil genotipe gandum mampu menjelaskan interaksi genotype x lingkungan sampai 93.6%. Biplot menunjukkan bahwa Menemen, Basribey, Alibey, dan Selayar stabil dengan hasil yang tinggi, sedangkan Laj/Mo88 stabil dengan hasil lebih rendah dibandingkan hasil rata-rata di semua lokasi. Genotipe G-18 beradaptasi baik di Manado, sedangkan G-21 beradaptasi baik di Muneng. Tidak ada genotipe yang unggul di semua lokasi. Berdasarkan indeks sensitivitas terhadap suhu tinggi pada karakter bobot biji/petak didapatkan dua genotipe yang toleran yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28 dan G-18. Genotipe yang medium toleran adalah HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, H-21, G-21, Menemen, Basribey, Alibey, dan Selayar. Tidak ada genotipe yang peka. Kata kunci: gandum, lingkungan tropis, adaptabilitas

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 KERAGAMAN GENETIK DAN ADAPTABILITAS GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI LINGKUNGAN TROPIS RAHMAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

7 Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Rahmi Yunianti, SP. MSi.

8 Judul Tesis : Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Lingkungan Tropis Nama : Rahmah NIM : A Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu. E.K, MS Ketua Dr. Desta Wirnas, SP, MSi Anggota Diketahui Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian: 28 Juni 2011 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Bismillaahirrahmaanirrahiimi Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT atas pertolongan, kemudahan dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Lingkungan Tropis sebagai syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan jazakumullahu khairan katsira kepada berbagai pihak yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, bimbingan, pengarahan, dan doa selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis ini, serta selama penulis menempuh masa studi di IPB: 1. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu, E.K, MS dan Dr. Desta Wirnas, SP, MSi selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam melakukan penelitian ini. 2. Kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc selaku Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Dr. Ir. Rahmi Yunianti, SP.MSi selaku penguji pada ujian tesis beserta semua staf pengajar yang telah mencurahkan ilmunya selama menempuh pendidikan serta Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian yang telah membiayai penelitian ini hingga selesai. 3. Ayahanda H. Badaruddin Gassing dan ibunda Hj. Siti Hamsinah, terima kasih yang tulus dan hormat yang sangat mendalam atas segala doa, bantuan moril dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 4. Kepada kakanda Ir. H.Nasaruddin MS/H.Agustini, Drs. Ansar/Dra. Bungadia, Drs. Adnan MSc/Dra. Marliyah, Dr. Ir. Muh. Farid, MP/Ir. Darpenidar, Dra. Wahidah Masnani M.Hum/Drs. Alwi M.Hum, Sitti Naimah Masyhar, S.Si Apt/Ahmad Munatsir, ST, Hamsurijal ST/Jumriani Mustafa, SKM, Abdul Malik Musafir ST, MT/Halimah SP MS, Aminnur, SP MSi/ Suminarti, S.Sos MA, Fatimah, S.Si M.Si serta semua keponakanku yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

10 5. Teman-teman kost, Mba Elly, Mba Tini, Ima, Yuni, Mirza dan Anita. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 6. Kelurga besar Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman 09, Karlina, Nila, Winda, Vitri, Vina, Juwartina, Deni, Asep, Nur Arifin, Jose, Purbo, Yogo, Erwin dan Constantin. 7. Sahabat-sahabat dakwahku, Intan, Ija, Inna, Lisa, Yusroh, Devi, Vivi, Fanny, Rifah, Winny, dan Mega. Semoga kita senantiasa selalu dalam keistiqomahan dalam berdakwah. 8. Untuk Lazim Sofi, SP dan keluarga, terima kasih atas segala doanya. 9. Kepada semua pihak yang karena keterbatasan tempat tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian yang tertuang dalam tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Bogor, Juni 2011 Rahmah

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pattiro Bajo, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Mei 1981 dari ayah H. Badaruddin Gassing dan Ibu Hj. Siti Hamsinah. Penulis merupakan anak ke sebelas dari sebelas bersaudara. Pendidikan Dasar dan Menengah ditempuh dan diselesaikan berturut-turut di SD Inpres 10 Pattiro Bajo, SMPN 1 Pattiro Bajo, kemudian pada tahun 1996 melanjutkan ke SMU Negeri 2 Watampone. Tahun 1999, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi pada Program Diploma Tiga Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Kemudian melanjutkan ke jenjang Sarjana pada tahun 2003 di universitas yang sama dan lulus tahun Tahun penulis diberikan amanah untuk menjadi guru di SMP Islam Terpadu Ar- Rahmah. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan Penelitian... Kerangka Pemikiran... Hipotesis Penelitian... TINJAUAN PUSTAKA... Asal Usul dan Biologi Gandum... Budidaya Gandum... Pemuliaan Gandum... Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Gandum... Interaksi Genotipe x Lingkungan.... Stabilitas dan Adaptabilitas... BAHAN DAN METODE... Waktu dan Tempat... Bahan Penelitian... Metode Penelitian... Analisis data... HASIL DAN PEMBAHASAN... Kondisi Umum Pertanaman... Keragaan Karakter Agronomi... Parameter Genetik dan Indeks Sensitivitas terhadap Suhu Tinggi... Analisis Stabilitas... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... xiii xiv xv

13 DAFTAR TABEL Halaman Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi gandum introduksi pada masing-masing lokasi Analisis ragam gabungan menggunakan model acak... Rata-rata karakter agronomi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis... Rata-rata karakter agronomi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis... Rata-rata komponen hasil genotipe gandum di lingkungan tropis.. Rata-rata karakter morfologi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis..... Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (L), dan interaksi G x E pada karakter agronomi dan morfologi gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)... Rata-rata gabungan karakter agronomi dan morfologi gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)... Parameter genetik karakter agronomi dan morfologi genotipe gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)... Indeks sensitivitas terhadap suhu tinggi genotipe gandum di lingkungan tropis (Cipanas vs Bogor)... Analisis ragam gabungan karakter hasil genotipe gandum introduksi di empat lokasi (Bogor, Cipanas, Manado, dan Muneng)... Rata-rata karakter hasil (ton ha -1 ) genotipe gandum yang diuji pada empat lokasi... Rata-rata hasil, koefisien regresi, dan simpangan regresi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis... Analisis ragam model AMMI

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Bagan alir penelitian... Keragaan pertanaman gandum di Bogor dan Cipanas.... Keragaan gandum varietas Dewata di Bogor dan Cipanas... Keragaan biji gandum di Bogor dan Cipanas.. Kurva respon hasil genotipe gandum di lingkungan tropis (Cipanas, Bogor, Manado, dan Muneng).. Biplot pengaruh interaksi model AMMI untuk data hasil genotipe gandum dengan kesesuaian model 93.6%

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Rata-rata temperatur, kelembaban, curah hujan, dan lama penyinaran tahun 2010 Hasil analisis contoh tanah Deskripsi gandum..... Analisis ragam karakter agronomi dan morfologi gandum masingmasing lokasi..... Analisis ragam gabungan karakter agronomi dan morfologi gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan serealia dari famili Gramineae (Poaceae) yang berasal dari daerah subtropis. Salah satu keunggulan gandum adalah kandungan gluteinnya yang mencapai 80%. Glutein adalah protein yang bersifat kohesif dan liat sehingga bahan pangan yang mengandung glutein banyak digunakan untuk membuat roti, tepung, produk bahan baku (cake, cookies, crackers, pretzel), roti tanpa ragi, semolina, bulgar dan sereal. Selain kandungan glutein yang tinggi, komposisi nutrisi gandum juga lebih baik dibanding komoditas lainnya. Sebagai contoh, kandungan protein pada gandum mencapai 13%, sedangkan pada padi 8%, jagung 10%, dan barley 12%. Kandungan karbohidrat gandum mencapai 69%, sedangkan padi 65% dan barley 63%. Keragaman penggunaan, kandungan nutrisi dan kualitas penyimpanannya yang tinggi menjadikan gandum sebagai bahan makanan pokok lebih dari sepertiga populasi dunia (Porter 2005). Permintaan terhadap gandum dunia sampai tahun 2020 diperkirakan meningkat sebesar 1.6% per tahun. Di negara-negara berkembang peningkatan permintaan gandum diperkirakan mencapai sekitar 2% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan peningkatan produksi gandum dua kali dari rata-rata produksi gandum dunia saat ini. Laju peningkatan produksi gandum pada saat ini masih terlalu rendah untuk dapat memenuhi kebutuhan gandum di masa depan (Reynolds 2002). Kebutuhan gandum dalam bentuk tepung terigu di Indonesia meningkat setiap tahun sejalan dengan perkembangan ekonomi dan jumlah penduduk. Konsumsi terbesar adalah 40% untuk kebutuhan industri skala rumah tangga, 25% untuk industri roti, 20% industri mie instant, serta 15% untuk industri kue dan biskuit. Konsumsi terigu Indonesia meningkat sangat signifikan dari 9.9 kg per kapita pada tahun 2002, menjadi kg per kapita pada tahun 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Tahun 2009 konsumsi terigu mencapai 17.7 kg per kapita dari konsumsi 2.37 juta ton menjadi 2.93 juta ton sehingga akhir

17 2 tahun diperkirakan mencapai 3.8 juta ton. Dengan demikian Indonesia kini menjadi negara pengimpor gandum terbesar kelima dengan total impor 4.5 juta ton/tahun dan angka ini terus meningkat dengan laju 2.6 %/tahun (Loppies 2010). Sovan (2002) menyatakan bahwa untuk menekan impor gandum, Indonesia perlu melakukan upaya untuk memproduksi gandum dalam negeri. Produksi gandum dalam negeri perlu didukung oleh ketersediaan varietas gandum dan penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia. Varietas yang sesuai di Indonesia dapat diperoleh dengan mengadaptasikan gandum subtropis di lingkungan tropis Indonesia. Hasil penelitian membuktikan bahwa tanaman gandum dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang untuk pengembangannya, namun perlu diperhatikan pengaruh suhu, terutama curah hujan yang menyebabkan naiknya intensitas penyakit terutama menjelang panen (Azwar et al. 1988). Hasil gandum di Lembang, Jawa Barat (1100 m dpl) mencapai 3.34 ton ha -1, varietas Nias di Malino dapat menghasilkan 5.37 ton ha -1 pada 2001 dan gandum yang ditanam di daerah Cangar, Jawa Timur (1700 m dpl) pada musim kemarau tahun 2000 mampu memproduksi hasil biji sebesar ton ha -1 (Dahlan et al. 2003). Program pengembangan varietas unggul gandum di Indonesia telah dilakukan sejak tahun Kegiatan penelitian meliputi evaluasi plasma nutfah dari CIMMYT dan India, pembentukan populasi pemuliaan melalui persilangan, evaluasi daya hasil pendahuluan dan lanjutan serta uji multilokasi. Kegiatankegiatan penelitian tersebut dilaksanakan di beberapa propinsi di Indonesia, khusus kegiatan uji multilokasi. Tahun 2003 telah berhasil dirilis varietas baru gandum yang lebih adaptif pada ketinggian 1000 m dpl yaitu varietas Selayar dan Dewata (Dahlan et al. 2003). Gandum dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada beberapa lokasi di Indonesia, khususnya pada dataran tinggi. Di dataran tinggi tanaman gandum bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang jauh lebih tinggi, akibatnya areal pertanaman gandum menjadi terbatas dan tidak banyak berarti untuk menekan impor terigu sehingga perlu pengembangan

18 3 gandum di dataran rendah untuk mendapatkan varietas yang adaptif (Danakusuma 1985). Luas lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas gandum dataran tinggi mencapai ha, akan tetapi sebagian besar telah digunakan untuk pengembangan komoditas lainnya seperti sayur-sayuran, namun masih ada peluang pengembangan tanaman gandum di lahan dataran tinggi seluas ha. Lahan seluas tersebut tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Nusi Tenggara Timur (Andyana et al. 2006). Oleh karena itu perlu dilakukan perakitan varietas gandum yang dapat beradaptasi baik pada kondisi tropis baik di dataran tinggi maupun dataran rendah untuk meningkatkan daya saing dan elektabilitas pasar gandum sebagai sumber pangan. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang daya adaptasi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis Indonesia. Tujuan khusus penelitian adalah : 1) Memperoleh informasi variabilitas genetik gandum introduksi di lingkungan tropis Indonesia 2) Memperoleh genotipe gandum introduksi yang dapat beradaptasi pada dataran tinggi di lingkungan tropis Indonesia 3) Memperoleh gandum introduksi yang dapat beradaptasi pada dataran rendah di lingkungan tropis Indonesia. Kerangka Pemikiran Lingkungan yang cocok untuk produksi gandum di Indonesia adalah ketinggiaan m dpl, namun pada ketinggian tersebut gandum bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dari gandum. Kendala utama yang dihadapi pada adaptasi tanaman gandum di dataran rendah (< 400 m dpl) adalah cekaman lingkungan yang sangat tinggi, khususnya cekaman suhu tinggi, dan belum tersedia varietas yang sesuai untuk dataran rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan varietas gandum yang

19 4 dapat beradaptasi di lingkungan tropis Indonesia, baik untuk dataran rendah maupun dataran tinggi. Bagan alir penelitian terdapat pada Gambar 1. Gandum Uji Adaptasi Ketinggian > 1000 m dpl Ketinggian < 400 m dpl Studi Keragaman Genetik Analisis Adaptabilitas Galur Adaptif Dataran Tinggi Galur Adaptif Dataran Rendah Galur Adaptif Iklim Tropis Gambar 1. Bagan alir penelitian. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah : 1) Terdapat variabilitas genetik yang tinggi dari gandum introduksi di lingkungan tropis Indonesia 2) Terdapat gandum introduksi yang dapat beradaptasi pada dataran tinggi di lingkungan tropis Indonesia 3) Terdapat gandum introduksi yang dapat beradaptasi pada dataran rendah di lingkungan tropis Indonesia.

20 5 TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Biologi Gandum Pertanaman gandum telah berkembang sejak 5000 sebelum masehi (SM) di area sekitar Sungai Nil, dan sejak 3000 SM di Cina. Negara-negara produsen utama gandum adalah Rusia, USA, Cina, India, Perancis, dan Kanada. Gandum pertama kali dibudidayakan oleh manusia antara tahun SM di daerah Timur Tengah. Gandum ditemukan dalam artefak kuno Yunani, Persia dan Mesir. Pada tahun 1529, Spanyol memperkenalkan gandum ke Amerika yang merupakan benua baru dan pada tahun 1966 Spanyol juga menanamnya di Filipina (Briggle 1980). Masyarakat prasejarah sudah mengenal sifat-sifat gandum dan tanaman biji-bijian lainnya sebagai sumber makanan. Berdasarkan penggalian arkeolog, diperkirakan gandum berasal dari daerah sekitar Laut Merah dan Laut Mediterania, yaitu daerah sekitar Turki, Siria, Irak, dan Iran. Sejarah Cina menunjukkan bahwa budidaya gandum telah ada sejak 2700 SM (Hanson 1982). Gandum termasuk divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, subkelas Monocotylodenae, ordo Graminae, famili Graminae, dan genus Triticum. Ada tiga jenis gandum yang dibudidayakan dan secara umum ditanam oleh petani, yaitu Triticum aestivum (gandum roti), Triticum durum (gandum durum), dan Triticum compactum (gandum club). Triticum aestivum biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti. Pangsa pasar gandum ini mencakup sekitar 90% dari kebutuhan gandum dunia. Triticum durum (gandum durum) biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan makaroni dan mie. Kebutuhan akan gandum ini mencakup sekitar 9% dari kebutuhan gandum dunia. Gandum jenis club (Triticum compactum) hanya mencakup sekitar 1% dari kebutuhan gandum dunia (Hanson 1982). Gandum termasuk tanaman herba setahun/semusim dengan karakteristik alami melakukan penyerbukan sendiri (self-polinated), penyerbukan silang hanya 1-4%. Pembungaan dimulai pada sepertiga bagian tengah malai kemudian menyebar secara bersamaan ke arah ujung dan pangkal malai. Bunga-bunganya bermekaran pada pertengahan pagi menjelang siang. Kemampuan reseptif stigma berkisar antara 4-13 hari sedangkan viabilitas pollen hanya sekitar 30 menit saja.

21 6 Bulir yang berada pada bagian tengah malai dan bagian proksimal dari floret cenderung membesar. Kondisi masak fisiologis dicapai apabila kandungan kelembaban dari keseluruhan bulir yang terbentuk telah menurun antara 25-35% (Ginkel dan Villareal 1996). Tanaman gandum memiliki batang beruas (6 ruas) dan berongga seperti tanaman padi. Seperti tanaman graminae lainnya, gandum memiliki akar serabut. Daun tanaman gandum tumbuh tegak/melengkung (tergantung varietas) dan berbentuk pita. Daun yang sudah tua akan mengering dan melengkung ke bawah (Stoskoff 1985). Pembungaan pada gandum bersifat majemuk (Stoskoff 1985). Pada gandum, kumpulanbunga (spikelets) bertumpuk satu sama lain pada malai. Tiap spikelet terdiri dari beberapa bulir dan kulit ari (lemma dan palea). Biasanya tiap spikelet akan menghasilkan dua sampai tiga biji (kernel). Tiap bulir memiliki batang yang sangat kecil yang disebut rachilla. Pada dasar spikelet terdapat glume yang umumnya halus dan pada beberapa varietas, glume berambut pendek. Selanjutnya, terdapat lemma dan palea yang di dalamnya terdapat tiga anther dan dua stigma dengan sebuah ovarium. Lemma, palea dan keseluruhan alat kelamin (yang nantinya menjadi biji atau kernel) tersebut merupakan satu kesatuan bunga (floret). Selanjutnya terdapat beberapa floret sebelum glume terakhir (Phoelman dan Sleper 1995). Pada umumnya, kernel berbentuk oval dengan panjang 6 8 mm dan diameter 2 3 mm. Seperti jenis serealia lainnya, gandum memiliki tekstur yang keras. Biji gandum terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (bran), bagian endosperma, dan bagian lembaga (germ). Bagian kulit dari biji gandum sebenarnya tidak mudah dipisahkan karena merupakan satu kesatuan dari biji gandum tetapi bagian kulit ini biasanya dapat dipisahkan melalui proses penggilingan (Kent 1975). Bran merupakan kulit luar gandum dan terdapat sebanyak 14.5% dari total keseluruhan gandum. Bran terdiri dari 5 lapisan yaitu epidermis (3.9%), epikarp (0.9%), endokarp (0.9%), testa (0.6%), dan aleuron (9%). Bran memiliki granulasi lebih besar dibanding pollard, serta memiliki kandungan protein dan kadar serat tinggi sehingga baik dikonsumsi ternak besar. Epidermis merupakan bagian terluar biji gandum, mengandung banyak debu yang apabila terkena air akan menjadi liat dan tidak mudah pecah. Fenomena inilah yang dimanfaatkan pada penggilingan gandum menjadi

22 7 tepung terigu agar lapisan epidermis yang terdapat pada biji gandum tidak hancur dan mengotori tepung terigu yang dihasilkan. Endosperma merupakan bagian yang terbesar dari biji gandum (80-83%) yang banyak mengandung protein, pati, dan air. Pada proses penggilingan, bagian inilah yang akan diambil sebanyak-banyaknya untuk diubah menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada bagian ini juga terdapat zat abu yang kandungannya akan semakin kecil jika mendekati inti dan akan semakin besar jika mendekati kulit (Jones et al. 1967). Lembaga terdapat pada biji gandum sebesar 2.5-3%. Lembaga merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak lemak dan terdapat bagian yang selnya masih hidup bahkan setelah pemanenan. Di sekeliling bagian yang masih hidup terdapat sedikit molekul glukosa, mineral, protein, dan enzim. Pada kondisi yang baik, akan terjadi perkecambahan yaitu biji gandum akan tumbuh menjadi tanaman gandum yang baru. Perkecambahan merupakan salah satu hal yang harus dihindari pada tahap penyimpanan biji gandum. Perkecambahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi kelembaban yang tinggi, suhu yang relatif hangat dan kandungan oksigen yang melimpah. Budidaya Gandum Gandum dapat diklasifikasi menjadi gandum keras dan gandum lunak. Gandum keras tumbuh di daerah arid dan memiliki kandungan protein dalam bentuk senyawa gluten lebih tinggi dibanding gandum lunak. Gandum keras menghasilkan strong flour. Tepung ini memiliki tekstur kasar (hard grain), pati, dan kandungan gluten yang tinggi. Tepung ini memiliki daya serap air yang cukup tinggi dan cocok digunakan dalam pembuatan roti. Yang termasuk gandum keras adalah gandum durum (T. durum) yang digunakan dalam pembuatan macaroni dan mie, serta gandum roti (T. aestivum) yang digunakan dalam pembuatan roti. Gandum lunak umumnya tumbuh ketika curah hujan meningkat. Tepung yang dihasilkan dari gandum lunak memiliki tekstur yang lebih lembut daripada tepung yang dihasilkan oleh gandum keras. Kandungan gluten gandum lunak yang sedikit,

23 8 membuat daya serap terhadap airnya relatif kecil dan lebih banyak digunakan untuk membuat kue-kue. Gandum lunak banyak dihasilkan di Australia dan Eropa Barat. Gandum ditumbuhkan umumnya dibelahan bagian utara, 25 0 dan 60 0 LU. Gandum tipe dingin ditanam dimana suhu cukup rendah untuk syarat vernalisasi. Ada gandum musim semi ditanam selama bulan-bulan dingin, ketika suhu terdingin dan menguntungkan untuk gandum, tetapi tidak terlalu rendah dimana gandum tipe semi akan mati (Phoelman dan Sleper 1995). Di daerah tropis, gandum dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran tinggi yang bersuhu rendah. Gandum tidak toleran terhadap kekeringan, sensitive terhadap salinitas tanah, dan tidak dapat tumbuh pada daerah yang hangat dan memiliki kelembaban tinggi. Berbagai syarat agroklimat ini telah diketahui sangat mempengaruhi tingkat dan jenis serangan penyakit pada gandum (Ginkel dan Villareal 1996). Curah hujan efektif yang dibutuhkan tanaman gandum 825 mm/tahun dengan ketinggian di atas 800 m dpl (Musa 2002). Gandum juga dapat tumbuh dengan bantuan irigasi apabila curah hujan sangat minim. Musim kering yang panjang tanpa irigasi akan menurunkan hasil panen. Gandum yang ditanam di daerah panas dan kekurangan air produksinya akan lebih rendah walaupun kualitasnya lebih baik daripada daerah lembab dan beririgasi karena penyakit gandum dapat berkembang cepat di daerah panas dan lembab. Pemuliaan Gandum Pemuliaan gandum bertujuan untuk memperoleh kultivar berpotensi hasil tinggi, meningkatkan kualitas produk, serta meningkatkan stabilitas hasil berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan kultivar yang seragam, berpotensi hasil tinggi, serta mampu beradaptasi luas pada berbagai kondisi lingkungan. Prosedur pemuliaan gandum meliputi introduksi dan koleksi plasmautfah, seleksi galur murni, dan hibridisasi (Poehlman dan Sleper 1995). Kegiatan pemuliaan gandum juga diarahkan untuk mengevaluasi keragaan (performance) pada kondisi kelembaban dan suhu tinggi dikaitkan dengan serangan penyakit utama (major diseases) seperti Fusarium, karat (rust), smut, bercak daun (leaf blight), dan foot root (Ginkell dan Villareal 1996).

24 9 Dasar genetik pemuliaan pada tanaman serealia terhadap toleransi tidak dikontrol oleh gen tunggal. Pada tanaman gandum seberapa besar heritabilitas dan jumlah gen yang terlibat dalam toleransi panas masih belum diketahui secara pasti. Sebagian besar penelitian menunjukkan adanya pengaruh sitoplasma dan interaksi antara sitoplasma dan inti dalam mengontrol toleransi suhu tinggi, akan tetapi kesimpulannya terhadap karakteristik genetik sangat bervariasi (Maestri et al. 2002). Yang et al. (2002), menemukan adanya pengaruh aditif pada persilangan dialel dari 6 kultivar gandum, selanjutnya ditemukan efek dominan maupun aditif dalam dua set persilangan full dialel. Beberapa penulis menyimpulkan bahwa toleransi panas tidak diwariskan secara sederhana dan masih diperlukan penelitian untuk memahami dasar genetiknya pada gandum. Selanjutnya dikatakan bahwa toleransi panas pada gandum dikontrol oleh banyak gen dan diwariskan secara kuantitatif. Besarnya variabilitas genetik suatu karakter yang timbul dalam suatu populasi tanaman yang diperbanyak melalui biji dipengaruhi oleh konstitusi gen yang mengendalikan generasi segregasi dari gen-gen tersebut. Ditinjau dari konstitusi gen yang mempengaruhi timbulnya variabilitas, dikenal variabilitas kuantitatif dan variabilitas kualitatif. Variabilitas kuantitatif disebabkan oleh banyak gen, sedangkan variabilitas kualitatif ditimbulkan oleh gen sederhana (Crowder 1986). Variabilitas genetik suatu populasi dapat diketahui dengan mengevaluasi beberapa sifat pertumbuhan dan hasil. Variabilitas genetik akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi. Apabila suatu sifat mempunyai variabilitas genetik yang luas, maka seleksi akan dapat dilaksanakan pada populasi tersebut. Apabila nilai variabilitas genetik sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar variabilitas genetik (Poepodarsono 1988). Variasi genetik sifat toleransi terhadap panas atau suhu tinggi ditemukan pada gandum lokal dan kerabat liarnya. Gandum liar dengan genom D mempunyai kemampuan untuk bertahan lebih tinggi pada musim panas di daerah temperate dibandingkan gandum yang hanya memiliki genom A atau B. Pengujian terhadap

25 10 tanaman gandum heksaploid hasil persilangan Triticum durum x Aegilops tauschii dan tanaman gandum oktaploid hasil persilangan Triticum aesiticum x Aegilops logissima dan mendapatkan gandum oktaploid lebih toleran panas dibandingkan kontrol dan tetua Aegilops aestivum, namun produksinya rendah disebabkan tingginya sterilitas (Yang et al. 2002). Parameter seleksi untuk toleransi terhadap suhu tinggi pada tanaman gandum yaitu hasil dan komponen hasil telah digunakan secara luas sebagai indikator tolerasi gandum terhadap cekamana panas pada fase akhir pertumbuhan. Namun demikian penggunaan parameter hasil membutuhkan waktu yang lama dan sumber daya yang banyak dan hasilnya juga dipertanyakan ketika kriteria tersebut diterapkan pada kultivar primitif atau landrace yang hasilnya rendah disebabkan kelemahan dari segi genetik dan fisiologis. Dari beberapa hasil penelitian diperoleh beberapa parameter lain yang memiliki korelasi yang erat dengan hasil pada kondisi lingkungan bercekaman suhu tinggi dan dengan sifat toleransi terhadap suhu tinggi seperti indeks sensitivitas, kandungan klorofil pada daun bendera, Cell Membrane Thermostability (CMS), pengujian Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC), dan Canopy Temperature Depression (CTD) (Yang et al. 2002). Pendugaan variabilitas genetik suatu karakter tanaman sering menjadi perhatian utama para pemulia tanaman. Variabilitas genetik merupakan landasan bagi pemulia untuk memulai suatu kegiatan perbiakan tanaman. Variabilitas genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena akan memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe (Allard 1960). Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Gandum Gandum merupakan tanaman yang berasal dari lingkungan subtropis, sehingga untuk mengadaptasikannya di Indonesia membutuhkan lingkungan yang mirip lingkungan asalnya. Umumnya tanaman pangan tumbuh secara normal pada kisaran suhu C. Jika terjadi peningkatan suhu lingkungan C di atas suhu normal tersebut, maka tanaman akan mengalami kerusakan atau disorganisasi proses-proses metabolisme terutama proses fotosintesis. Cekaman

26 11 suhu tinggi (heat stress) sering didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang melebihi ambang kerusakan untuk periode waktu yang cukup lama dan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik (irreversibel) pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ismail dan Hall 1999). Cekaman suhu serius mengancam produksi tanaman di seluruh dunia, emisi gas akibat kegiatan manusia secara substansial menambah konsentrasi gas rumah kaca terutama CO 2, metana, dan nitrous oksida, dan klorofluorokarbon. Model perbedaan sirkulasi global memperkirakan bahwa gas rumah kaca dunia secara bertahap akan meningkatkan suhu rata-rata dunia. Menurut laporan dari Inter Panel Climate Change (IPCC), suhu global akan naik C per dekade mencapai sekitar 1 0 dan 3 0 C di atas nilai sekarang pada tahun 2025 dan 2100 sehingga menyebabkan pemanasan global (Jones et al. 1999). Cekaman panas pada fase akhir pertumbuhan (terminal heat stress atau post-anthesis heat stress) sering menjadi faktor pembatas pada produksi gandum di beberapa negara (Yang et al. 2002). Pada suhu tinggi laju perkembangan tanaman meningkat sehingga mengurangi potensi akumulasi biomasa. Secara umum, pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan bulir pada serealia meliputi laju perkembangan bulir yang lebih cepat, penurunan berat bulir, biji keriput, berkurangnya laju akumulasi pati serta perubahan komposisi lipid dan polipeptida (Stone 2001). Interaksi Genotipe x Lingkungan Interaksi genotipe x lingkungan (GxE) bersifat kompleks karena bervariasinya komponen-komponen faktor lingkungan. Interaksi genotipe x lingkungan (GxE) merupakan perbedaan yang tidak tetap diantara genotipegenotipe yang ditanam dalam satu lingkungan ke lingkungan yang lain (Allard dan Bradsaw 1964). Interaksi tersebut penting diketahui karena dapat mempengaruhi kemajuan seleksi dan sering menyulitkan dalam pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas. Sejumlah prosedur statistik telah dikembangkan untuk menganalisis interaksi genotipe x lingkungan (GxE), khususnya stabilitas hasil terhadap lingkungan (Eberhart dan Russel 1966).

27 12 Cara yang paling umum dilakukan untuk mengenali galur ideal adalah dengan menguji seperangkat galur harapan pada beberapa lingkungan. Berdasarkan hasil analisis variansnya, akan diketahui ada tidaknya interaksi genotipe x lingkungan. Jika tidak terjadi interaksi penentuan galur idealnya akan sangat mudah dilakukan, yaitu dengan memilih galur-galur harapan dengan rerata hasil yang tinggi. Namun bila terjadi interaksi, hasil tertinggi pada suatu lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil tertinggi pula pada lingkungan yang berbeda. Hal demikian tentunya akan menyulitkan dalam pemilihan galurgalur-galur ideal dengan stabilitas hasil yang tinggi pada semua lingkungan (Eberhart dan Russel 1966). Menurut Nasrullah (1981), bahwa interaksi genotipe dan lingkungan dapat dipergunakan untuk mengukur stabilitas suatu genotipe, karena stabilitas penampilan pada suatu kisaran lingkungan tergantung dari besarnya interaksi tersebut. Pada uji daya hasil galur-galur seringkali terjadi interaksi antara galur dengan lingkungan. Perbedaan ini dapat mengakibatkan perubahan daya hasil antara suatu tempat dengan tempat lainnya. Mengingat perbedaan hasil sangat dipengaruhi oleh perbedaan genetik dan lingkungan, maka perlu memilih galur-galur yang unggul dengan hasil yang stabil (Sutjihno 1993). Adanya variasi lingkungan tumbuh makro tidak akan menjamin suatu genotipe atau varietas tanaman akan tumbuh baik dan memberikan hasil panen tinggi di semua wilayah ddalam kisaran area yang luas, atau sebaliknya. Hal tersebut terkait dengan kemungkinan ada atau tidak adanya interaksi antara genotipe atau genotipe-genotipe tanaman dengan kisaran variasi lingkungan yang luas (Baihaki dan Wicaksono 2005). Stabilitas dan Adaptabilitas Interaksi G x E dapat digunakan untuk mengukur stabilitas suatu genotipe (Nasrullah 1981), karena stabilitas penampilan pada suatu kisaran lingkungan tergantung dari besarnya interaksi G x E. Stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil terhadap perubahan kondisi lingkungan. Stabilitas hasil merupakan karakter yang diwariskan melalui daya saing populasi yang secara genetik heterogen (Nor dan Cady 1979). Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menduga adaptabilitas dan stabilitas fenotipik seperti hasil

28 13 adalah dengan cara melakukan pengujian berulang pada berbagai lingkungan tumbuh yang bervariasi (Singh dan Chaudhary 1979). Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas menjadi tiga tipe. Tipe 1 yaitu suatu genotipe dianggap stabil bila ragam lingkungannya kecil. Stabilitas tipe ini digunakan oleh Francis dan Kannenbert (1978). Tipe 2 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil jika respon lingkungan parallel terhadap rata-rata respon semua genotipe percobaan. Diantara peneliti yang menggunakan metode ini yaitu Plaisted dan Peterson (1959), Plaisted (1960), Shukla (1972), Finlay dan Wilkinson (1963), Perkin dan Jinks (1968). Tipe 3 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil bila kuadrat tengah sisa model regresi pada indeks lingkungan kecil. Stabilitas suatu genotipe dapat diukur dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (CVi) (Francis dan Kannenberg 1978). Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan koefisien regresi sebagai ukuran stabilitas dan Eberhart dan Russel (1966) menggunakan rata-rata jumlah kuadrat simpangan regresi. Shukla (1972) menggunakan besaran yang disebut varians stabilitas untuk menyatakan genotipe yang stabil. Gauch (1992) menggunakan model AMMI untuk menyatakan genotipe stabil berdasarkan gabungan antara analisis ragam dan analisis komponen utama. Adaptabilitas adalah kemampuan tanaman untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan pertumbuhannya. Namun dengan analisis interaksi belum dapat menggambarkan dengan baik tentang tanggapan yang dinamis suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda-beda. Tanggapan genotipe terhadap lingkungannya dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok yang menunjukkan kemampuan adaptasi pada lingkungan yang luas berarti interaksi G x E kecil. Kelompok kedua adalah yang menunjukkan kemampuan adaptasi sempit atau beradaptasi khusus dan berperagaan baik pada suatu lingkungan tetapi berperagaan buruk pada lingkungan yang berbeda. Hal ini interaksi G x E besar (Soemartono dan Nasrullah 1988). Analisis Regresi Finlay dan Wilkinson (bi) Parameter stabilitas Finlay dan Wilkinson diduga dengan menggunakan nilai koefisien regresi tiap genotipe (b i ). Suatu genotipe dikatakan stabil bila nilai b i mendekati nilai satu (b i 1) atau tidak berbeda nyata dengan satu.

29 14 Finlay dan Wilkinson (1963) dalam mengukur adaptabilitas dan stabilitas suatu tanaman berdasarkan koefisien regresi antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan ratarata umum semua genotipe pada suatu lingkungan dikelompokkan menjadi tiga : 1. Jika bi 1 maka stabilitasnya adalah rata-rata (average stability). Jika stabilitasnya rata-rata dan hasilnya rata-rata lebih tinggi dari rata-rata semua genotipe pada semua lingkungan maka genotipe tersebut memiliki adaptasi umum yang baik (average adaptability). Sebaliknya jika rata-rata hasil lebih rendah dari rata-rata umum, maka adaptasinya buruk (poorly adapted) pada semua lingkungan. 2. Jika bi > 1, maka stabilitasnya berada di bawah rata-rata (below average stability). Genotipe ini peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yang menguntungkan (favorable). 3. Jika bi < 1, maka stabilitasnya berada di atas rata-rata (above average stability). Genotipe beradaptasi pada lingkungan marginal. Analisis Stabilitas AMMI Analisis stabilitas model AMMI biasa diterapkan pada uji daya hasil. Model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda. Asumsi yang mendasari pengujian ini adalah perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, ragam yang homogen dan galat bebas (Mattjik dan Sumertajaya 1998). Gauch (1992) menggunakan model AMMI dengan menyatakan genotipe yang stabil berdasarkan gabungan antara analisis ragam dan analisis komponen utama, dan Yan (2000) dengan menyatakan genotipe yang stabil dengan model biplot. Model AMMI secara lengkap: Y gen = μ+α g +β e + λ n φ gn ρ en +δ ge +ε gen Keterangan: g=1,2,,a; e=1,2,,b; n=1,2,,m Parameter λ n adalah nilai singular untuk komponen bilinier ke-n. Pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinier ke-n dilambangkan dengan φ gn, dan ρ en merupakan pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen

30 15 bilinier ke-n. Asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam adalah galat percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam homogen (ε ijk ~ N (0,σ 2 ε) (Mattjik dan Sumertajaya 1998).

31 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 hingga Februari Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu ketinggian 1100 m dpl di kebun Balithi-Cipanas, Jawa Barat dan ketinggian 250 m dpl Biotrop-Tajur, Bogor. Bahan Penelitian Materi genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 genotipe gandum introduksi dari India (Oasis/Skauz//4*BCN, HP 1744, Laj/MO88, Rabe/MO88), Turki (Basribey, Alibey, dan Menemen), CIMMYT (G-21, G-18, dan H-21) dan dua varietas unggul nasional sebagai pembanding (Dewata dan Selayar). Metode Penelitian Penelitian di setiap lokasi dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 ulangan dan genotipe menjadi perlakuan. Satuan percobaan berupa petak yang berukuran 1.5 x 5 m sehingga tiap lokasi terdiri dari 36 satuan percobaan. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm antar baris dan benih dilarik dalam baris sepanjang 5 m. Pada tiap baris ditanam g benih sehingga dalam tiap petak benih yang digunakan adalah g untuk 6 baris. Tanaman dipupuk dengan dosis 150 kg.ha -1 Urea, 200 kg.ha -1 SP36 dan KCl 100 kg.ha -1 pada umur 10 HST dan pemupukan kedua dengan dosis Urea 150 kg.ha -1 pada umur 30 HST. Pemeliharaan tanaman dilakukan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pertanaman di lapangan. Pemanenan dilakukan secara serempak atau bertahap sesuai dengan kondisi pertanaman. Jika waktu panen jatuh pada musim hujan, pemanenan dilakukan bertahap dengan tujuan untuk mencegah benih berkecambah dalam spikelet. Khusus pada pertanaman di dataran rendah, maka dapat dilihat tanda masak fisiologis yaitu penampilan malai dan batang tanaman mulai menguning. Jika waktu panen memasuki musim kemarau maka panen dapat dilakukan serempak.

32 17 Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh yang kompetitif tiap satuan percobaan dengan peubah-peubah berikut : A. Karakter Agronomi 1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun bendera pada saat menjelang panen. 2. Jumlah anakan dihitung pada saat panen dengan cara menghitung seluruh jumlah anakan. 3. Jumlah anakan produktif, dihitung jumlah anakan yang menghasilkan malai pada saat menjelang panen. 4. Umur berbunga (hari), dihitung jumlah hari dari waktu tanam sampai lebih dari 50 % tanaman telah mengeluarkan malai dalam setiap petak. 5. Umur panen (hari), jumlah hari dari waktu tanam sampai lebih dari 50 % tanaman telah menguning malainya dalam setiap petak. 6. Panjang malai (cm), diukur mulai dari lingkaran cincin sampai ujung malai tidak termasuk bulu dan dilakukan pada saat menjelang panen. 7. Jumlah spikelet per malai, dihitung pada saat panen. 8. Jumlah spikelet hampa per malai, dilakukan pada saat panen. 9. Jumlah biji per malai, dihitung pada saat perontokan biji. 10. Bobot biji per malai (g), dilakukan setelah biji dikeringkan kemudian ditimbang. 11. Bobot 1000 biji (g), diambil secara acak setelah biji dikeringkan kemudian ditimbang. 12. Bobot biji per petak (g), yaitu bobot seluruh biji dari tanaman di 2 baris tengah sepanjang 4.5 m tidak termasuk tanaman pada 0.25 m di kedua ujung tiap baris. Biji ditimbang setelah dikeringkan. B. Karakter Morfologi 1. Ketebalan daun (µm) dilakukan dengan mengambil sampel daun bendera kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop. 2. Kerapatan stomata, Untuk menentukan jumlah stomata per satuan luas daun, pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel dari bagian tengah daun bendera dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku) pada bagian bawah daun untuk

33 18 mencetak pola stomata pada permukaan daun. Kerapatan stomata dihitung dengan rumus : Diameter bidang pandang ( 10 x 40) = 5 x 10-1 mm = 0.5 mm Luas bidang pandang = ¼ πd 2 = ¼ (3.14) (0.5) 2 = mm 2 Jumlah stomata Kerapatan stomata = Luas bidang pandang 3. Intensitas kehijauan daun, diukur pada daun bendera dengan menggunakan chloropyl meter pada saat tanaman memasuki fase generatif dan daun bendera telah berkembang penuh. 4. Luas daun, diukur dengan menggunakan spektrometer. 5. Sebagai penunjang dilakukan pengambilan data analisis tanah dan informasi kondisi umum lokasi penelitian. Analisis Data Data yang telah direkapitulasi dianalisis melalui software MINITAB dan SAS dengan tahapan berikut : 1. Analisis ragam pada masing-masing lokasi Analisis ragam tiap karakter genotipe gandum introduksi pada masing-masing lokasi (Tabel 1) dilakukan mengikuti metode yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudhary (1979) dan Falconer (1989). Jika terdapat beda nyata maka dilakukan uji Dunnet pada taraf α 0.05 (5%). Tiap genotipe dibandingkan dengan Selayar, karena Dewata tidak dapat diamati di Bogor. Tabel 1. Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi gandum introduksi pada masing-masing lokasi Sumber Keragaman Db KT KT Harapan Ulangan Genotipe Galat r-1 g-1 (g-1)(r-1) M 1 M 2 σ 2 + rσ 2 g σ 2 Keterangan : r = banyaknya ulangan, g = banyaknya genotipe, σ 2 g = ragam genotipe, σ 2 = ragam galat

34 19 2. Analisis ragam gabungan Data dianalisis kehomogenan ragam sebelum dilakukan analisis ragam dengan memanfaatkan software data MINITAB 14. Untuk mengetahui pengaruh lokasi percobaan, maka dilakukan analisis gabungan rancangan percobaan dari tiap lokasi. Model linier RAKL (Gomez dan Gomez 1985) : Y ijk = μ + L k + β i/k + G j + (LG) kj + ε ijk Keterangan : Y ijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i, genotipe ke-j, dan lingkungan ke-k μ = nilai rataan umum L k = pengaruh lingkungan ke-k β i/k = pengaruh ulangan ke-i dalam lingkungan ke-k G j = pengaruh genotipe ke-j (LG) kj = pengaruh interaksi lingkungan ke-k dengan genotipe ke-j ε ijk = pengaruh galat percobaan pada lingkungan ke-k, genotipe kej,ulangan ke-i. i=1,2,3; j=1,2,3,,12; k=1,2,3,4; i=1,2,3 Tabel 2. Analisis ragam gabungan model acak Sumber keragaman Db KT KT Harapan Lokasi (L) l-1 M 5 σ 2 + g σ 2 r / l + gr σ 2 l Ulangan/Lokasi Genotipe (G) Genotipe x Lokasi Galat l (r-1) (g-1) (g-1)(l-1) l (g-1)(r-1) M 4 M 3 M 2 M 1 σ 2 + g σ 2 r / l σ 2 + r σ 2 gl + rl σ 2 g σ 2 + r σ 2 gl σ 2 Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = lokasi, g = banyaknya genotipe, σ 2 g = ragam genotipe, σ 2 gl = ragam interaksi, σ 2 = ragam galat 3. Studi keragaman dengan melibatkan G x E Menurut Hallauer dan Miranda (1995), ragam fenotipik (σ 2 P), ragam genotipik (σ 2 G), ragam interaksi (σ 2 GxE) dihitung sebagai berikut: σ 2 P σ 2 G σ 2 GxE σ 2 E = σ 2 G+ (σ 2 GxE / l) + (σ 2 E / rl) = (M 3 M 2 ) / rl = (M 2 M 1 ) / r = M 1 /rl

35 Menurut Stansfield (1983) nilai duga heritabilitas dan kriterianya dihitung dengan menggunakan rumus : Kriteria nilai heritabilitas : σ 2 G h 2 (bs) = x 100% σ 2 P h 2 (bs) > 0.5 : heritabilitas tinggi 0.2 > h 2 (bs) > 0.5 : heritabilitas sedang h 2 (bs) < 0.2 : heritabilitas rendah Koefisien keragaman genetik diduga berdasarkan ragam genotipik ( σ ) dan luas atau sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan standar deviasi ragam genetik yang diduga menurut rumus berikut: 2 G 20 σ (σ 2 G) = 2 ( rl ) M 3 M 2 + db g + 2 db gl + 2 untuk beberapa lokasi dan satu musim (Hallauer dan Miranda 1995). Apabila σ 2 2 G > 2 σ (σ G) : keragaman genetiknya luas, sedangkan σ 2 2 G < 2 σ (σ G) : keragaman genetiknya sempit. Dimana : M 3 : kuadrat tengah genotipe M 2 r l db g db gl : kuadrat tengah genotipe x lokasi : banyaknya ulangan : banyaknya lokasi : derajat bebas genotipe : derajat bebas genotipe x lokasi 4. Indeks Sensitivitas Terhadap Suhu Tinggi Penilaian kepekaan terhadap suhu tinggi tiap genotipe dilakukan dengan menentukan indeks kepekaan genotipe berdasarkan karakter bobot biji per petak mengikuti cara Fisher dan Maurer (1978). (1 Y/Yp) S = (1 X/Xp)

36 21 di mana: S = indeks kepekaan genotipe tertentu Y = hasil per petak suatu genotipe pada kondisi stres Yp = hasil per petak genotipe yang sama pada kondisi non-stres X = rata-rata hasil per petak semua genotipe pada kondisi stress Xp = rata-rata hasil per petak semua genotipe pada kondisi non stres Kriteria kepekaan genotipe terhadap suhu tinggi : S < 0.5 : genotipe toleran 0.5 < S < 1 : genotipe medium toleran S > 1 : genotipe peka 5. Analisis Stabilitas Analisis stabilitas dilakukan berdasarkan data hasil pada empat lokasi yaitu Balithi, Cipanas (1100 m dpl) dan Biotrop, Bogor (250 m dpl). Data dari lokasi Cipanas dan Bogor merupakan data primer, sedangkan data dari lokasi Manado, Sulawesi Utara (900 m dpl) dan Muneng, Jawa Timur (50 m dpl) merupakan data sekunder. Analisis stabilitas dilakukan jika interaksi G x E nyata. Pendugaan parameter kestabilan dilakukan menggunakan dua pendekatan, yaitu model Finlay dan Wilkinson (1963) serta model AMMI (Gauch 1992). Fasilitas analisis data yang digunakan adalah software CropStat 7.2.

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertanaman Karakteristik umum lingkungan daerah tropis dicirikan oleh kondisi iklim yaitu suhu udara, kelembaban relative, lama penyinaran dan intensitas penyinaran. Khusus di Bogor berdasarkan musim tanam sebelumnya, ditetapkan bahwa penelitian tanaman gandum dimulai pada akhir musim hujan sampai musim kemarau (April-September). Keadaan yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan ternyata curah hujan yang turun jauh di atas normal (Lampiran 1). Hasil analisis contoh tanah di Cipanas dan Bogor juga tidak jauh berbeda (Lampiran 2). Keadaan ini menyebabkan kondisi lingkungan Bogor dan Cipanas hampir sama, akibatnya keragaan pertanaman kurang optimal. Azwar et al. (1988) menyatakan bahwa pertanaman gandum di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh musim, sedangkan pengaruh suhu hanya pada peningkatan laju pertumbuhan dan tingkat produksi saja. Selanjutnya dinyatakan bahwa pengaruh suhu berkaitan dengan ada tidaknya bulan kering selama penanaman, dengan demikian parameter ini merupakan salah satu kriteria utama dalam pemilihan lokasi penanaman. Kendala yang utama yang dihadapi kedua lokasi di lapangan adalah terjadinya perubahan kondisi cuaca yang begitu drastis, dimana pada bulan Juli sampai Agustus yang seharusnya memasuki musim kemarau, namun mulai dari awal pertanaman bulan Mei sampai Agustus curah hujan masih tinggi. Hal ini menjadi kendala pada pertanaman di dataran rendah dari banyaknya tanaman yang mati hingga munculnya beberapa penyakit yang disebabkan oleh cendawan, akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat. Keragaan Karakter Agronomi Penelitian gandum dilaksanakan di dua ketinggian yaitu ketinggian 1100 m dpl di kebun percobaan Balithi, Cipanas dan ketinggian 250 m dpl di kebun percobaan SEAMEO-Biotrop, Bogor. Penanaman di kedua lokasi dilakukan pada bulan Mei Pertanaman musim sebelumnya pada masing-masing lokasi adalah kangkung di Cipanas dan sorgum di Bogor.

38 23 Keragaan pertumbuhan tanaman pada umur 10 HST, 30 HST dan fase generatif disajikan pada Gambar 2. Keragaan tanaman hingga memasuki fase generatif memperlihatkan penampilan yang baik. Penanaman pada kedua lokasi terlihat perbedaan dari segi kerimbunan dan kehijauan daun. Hal ini diduga adanya perbedaan suhu antara Bogor dan Cipanas. Dilain pihak, varietas Dewata hingga memasuki fase generatif di Bogor tidak berbunga akibatnya Dewata di Bogor tidak dapat diambil datanya (Gambar 3). Bogor, 10 HST Bogor, 30 HST Bogor, Fase Generatif Cipanas, 10 HST Cipanas, 30 HST Cipanas, Fase Generatif Gambar 2. Keragaan pertanaman gandum di Bogor dan Cipanas. Adanya perbedaan suhu di kedua lokasi mengakibatkan perbedaan keragaan pertanaman antara Bogor dan Cipanas. Pada Gambar 2 pertanaman gandum di Bogor menunjukkan rumpun lebih sedikit dan intensitas kehijauan daun lebih rendah dibandingkan dengan Cipanas. Perbedaan suhu diduga sebagai salah satu penyebab yang membedakan penampilan tanaman di kedua lokasi. Suhu yang tinggi antara lain mengakibatkan layunya daun dan tertutupnya stomata, sehingga menyebabkan terhambatnya difusi CO 2 yang diperlukan untuk proses fotosintesis (Yang et al. 2002).

39 24 Bogor Cipanas Gambar 3. Keragaan gandum Varietas Dewata di Bogor dan Cipanas. Gandum merupakan tanaman yang beradaptasi pada iklim subtropis dan tumbuh baik pada suhu o C. Selain beradaptasi pada suhu rendah, gandum juga memerlukan tingkat kelembaban yang rendah. Pada kelembaban 40%, gandum dapat tumbuh baik sampai suhu 28 o C, namun pada kelembaban 80% hanya dapat tumbuh pada suhu 23 o C (Ginkel dan Villareal 1996). Data keragaan karakter agronomi genotipe gandum di lingkungan tropis disajikan pada Tabel 3. Karakter jumlah anakan dan umur panen berbeda nyata antar genotipe di Cipanas, sedangkan tinggi tanaman, umur berbunga, dan umur panen berbeda nyata hanya di Bogor. Berdasarkan uji Dunnett, untuk karakter tinggi tanaman di Cipanas terdapat 10 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, H-21, G-18, Menemen, Basribey, Alibey, dan Selayar. Genotipe Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, Menemen, Basribey, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar di Bogor. Terdapat perbedaan yang nyata pada tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif genotipe gandum saat ditanam di dataran tinggi dan dataran rendah. Kisaran Tinggi tanaman ( cm), jumlah anakan ( ), dan jumlah anakan produktif ( ), dan nilai terendah dari ketiga karakter ada pada pertanaman di lokasi Bogor. Menurut laporan Subagyo (2001) di dataran tinggi, tinggi tanaman gandum dapat mencapai 102 cm.

40 25 Tabel 3. Rata-rata karakter agronomi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis Genotipe Cipanas Bogor TT JA JPR UB UP TT JA JPR UB UP OASIS/SKAUZ //4*BCN Var s- HP s- 80 s- LAJ/MO RABE/MO s- H s G s s s- G s s- MENEMEN s s- BASRIBEY s- ALIBEY s- 86 s- SELAYAR DEWATA Rata-rata Genotipe tn ** tn tn ** ** tn tn ** ** KK (%) Dunnett TT:Tinggi tanaman (cm), JA:Jumlah anakan, JPR:Jumlah anakan produktif, UB:Umur berbunga (HST), UP:Umur panen (HST), **: berbeda nyata pada taraf 1%, tn : Tidak berbeda nyata s+/- : Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar). Perbedaan ketinggian tempat juga menyebabkan karakter umur berbunga dan umur panen berbeda. Di Bogor umur berbunga dan umur panen lebih cepat dibandingkan di Cipanas, artinya semakin tinggi lokasi penanaman semakin lambat tanaman berbunga dan panen. Uji Dunnett menunjukkan bahwa untuk umur berbunga di Bogor terdapat 9 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, H- 21, G-21, G-18, Menemen,dan Basribey. Dilain pihak untuk umur panen terdapat 2 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Laj/Mo88 dan H-21. Umur berbunga di Bogor berkisar HST lebih cepat dibandingkan di Cipanas dengan kisaran HST. Genotipe yang paling cepat berbunga di Bogor adalah HP 1744 (43 HST) sedangkan yang paling lambat adalah G-21 (72 HST). Penelitian di beberapa daerah lainnya di Indonesia membuktikan bahwa gandum dataran rendah (tropis) dapat berbunga lebih cepat yaitu HST dibandingkan dengan gandum dataran tinggi yaitu HST (Aqil et al. 2011).

41 Hasil pengujian menunjukkan karakter panjang malai tidak nyata di Cipanas sedangkan di Bogor karakter panjang malai, jumlah spikelet, dan spikelet hampa berbeda nyata (Tabel 4). Panjang malai berkisar cm, dimana genotipe yang tertinggi adalah HP 1744 di Cipanas yaitu cm dan terendah genotipe Laj/Mo88 yaitu 6.69 cm. Berdasarkan uji Dunnett dari karakter panjang malai, jumlah spikelet, dan spikelet hampa semua genotipe tidak berbeda nyata dengan Selayar di Cipanas sedangkan di Bogor, untuk karakter panjang malai terdapat 6 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-18, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, Menemen, Basribey, dan Alibey. Genotipe Oasis/Skauz//4*BCN Var-18, HP 1744, Rabe/MO88, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk karakter jumlah spikelet. Tabel 4. Rata-rata karakter agronomi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis Genotipe Cipanas Bogor PM JSP SHM PM JSP SHM OASIS/SKAUZ//4*BCN Var HP LAJ/MO s RABE/MO H s s G s s G s s MENEMEN BASRIBEY s ALIBEY SELAYAR DEWATA Rata-rata Genotipe tn ** ** ** ** ** KK (%) Dunnett PM:Panjang malai (cm), JSP:Jumlah spikelet, SHM:Spikelet hampa, **:Berbeda nyata pada taraf 1%, tn:tidak berbeda nyata, s+/- : Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar). Rendahnya jumlah spikelet dan tingginya jumlah spikelet hampa di Bogor diduga karena cekaman suhu yang tinggi, kelembaban udara, dan curah hujan yang tinggi di lokasi tersebut. Akibatnya, jumlah spikelet yang dihasilkan sedikit dan tingkat kehampaan spikelet pun menjadi tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Subagyo (2001) yang menunjukkan bahwa 26

42 27 penampilan dan produksi tanaman gandum di dataran tinggi lebih baik dibandingkan dataran rendah. Produksi biomassa juga ditentukan oleh periode akumulasi biomassa selama pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu, semakin lama umur tanaman maka semakin besar produksi biomassa dan hasil panen tanaman. Handoko et al. (2008) menyatakan bahwa tanaman-tanaman yang sensitif terhadap perubahan suhu seperti gandum, penurunan hasil panennya sangat tajam jika tanaman tersebut ditanam pada ketinggian yang lebih rendah dengan suhu yang lebih tinggi. Hasil analisis ragam komponen hasil genotipe gandum (Tabel 5) menunjukkan bahwa hanya karakter jumlah biji per malai di Cipanas yang tidak berbeda nyata untuk semua genotipe sedangkan di Bogor terdapat 7 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey. Karakter bobot biji per malai pada Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, H-21, G-21, Menemen, Basribey, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar di Cipanas sedangkan di Bogor hanya HP 1744 dan Rabe/Mo88 yang berbeda nyata lebih rendah dari Selayar. Semua genotipe di Cipanas untuk karakter bobot 1000 biji tidak berbeda nyata dengan Selayar, dilain pihak Menemen dan Basribey berbeda nyata lebih rendah dari Selayar di Bogor. Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, H-21, G-18, Basribey, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk karakter bobot biji per petak di kedua lokasi. Kisaran jumlah biji per malai ( g), bobot biji per malai ( g), dan bobot 1000 biji ( g). Bobot 1000 biji tertinggi pada genotipe Laj/Mo88 yaitu g di Cipanas dan terendah Basribey g di Bogor. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian gandum di Merauke dimana bobot 1000 biji pada Oasis/Skauz//4*BCN Var-28 mencapai g (Balitsereal 2009).

43 Tabel 5. Rata-rata komponen hasil genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis Genotipe Cipanas Bogor JBM BBM B1B BPT JBM BBM B1B BPT OASIS/SKAUZ //4*BCN Var HP s s s s- LAJ/MO s s s s- RABE/MO s s s s s H G s s- G s MENEMEN s s BASRIBEY s ALIBEY SELAYAR DEWATA Rata-rata Genotipe tn * * ** ** ** * ** KK (%) Dunnett JBM: Jumlah biji per malai, BBM: Bobot biji per malai (g), B1B: Bobot 1000 biji (g), BPT: Bobot biji per petak (g)(data ditransformasi Arc sin), *,** : Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%, tn: Tidak berbeda nyata, s+/- :Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar). 28 Rendahnya hasil yang diperoleh di Bogor disebabkan cekaman suhu yang tinggi, akibatnya jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji, dan bobot biji per petak lebih rendah dibandingkan dengan Cipanas. Suhu selama pengujian di Cipanas berkisar o C, di Bogor berkisar o C ( Lampiran 1). Di daerah subtropis, tanaman gandum dapat tumbuh optimal pada suhu 4 31 o C dan suhu optimum 20 o C. Jika pada suhu rata-rata >22.5 o C gandum mampu menghasilkan 2.37 ton/ha (Aqil et al. 2011). Keragaan karakter biji gandum di Cipanas dan Bogor (Gambar 4) menunjukkan bahwa biji-biji gandum yang ditanam di dataran tinggi (Cipanas) lebih bernas, padat dan bobot biji pun tinggi dibandingkan biji gandum yang ditanam di dataran rendah (Bogor). Pada Gambar 4, terlihat bahwa biji gandum di Bogor lebih kecil dan agak keriput, hal ini disebabkan karena proses pengisian biji tidak optimal.

44 29 Cipanas Cipanas Cipanas Bogor Bogor Bogor Gambar 4. Keragaan biji gandum di Cipanas dan Bogor. Menurut Stone (2001) pada suhu tinggi laju perkembangan tanaman meningkat sehingga mengurangi potensi akumulasi biomassa. Secara umum, pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan bulir pada serealia meliputi laju perkembangan bulir yang lebih cepat, penurunan berat bulir, biji keriput, dan berkurangnya akumulasi pati. Maestri et al. (2002) menyatakan bahwa cekaman suhu tinggi juga mempersingkat periode perkembangan tanaman sehingga menghasilkan organ yang lebih sedikit, ukuran organ yang lebih kecil, siklus hidup yang lebih pendek dan terganggunya proses yang berkaitan dengan asimilasi karbon, akibatnya hasil panen pada serealia berkurang. Rata-rata karakter morfologi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis disajikan pada Tabel 6. Karakter ketebalan daun tidak berbeda nyata di Cipanas, demikian pula di Bogor untuk karakter kerapatan stomata dan ketebalan daun. Karakter luas daun dan ketebalan daun semua genotipe di Cipanas tidak berbeda nyata dengan Selayar. Di Bogor, selain luas daun dan kehijauan daun, kerapatan stomata juga tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk semua genotipe.

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Biologi Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Biologi Gandum 5 TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Biologi Gandum Pertanaman gandum telah berkembang sejak 5000 sebelum masehi (SM) di area sekitar Sungai Nil, dan sejak 3000 SM di Cina. Negara-negara produsen utama gandum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA Amin Nur 1), Karlina Syahruddin 1), dan Muhammad Azrai 1) 1) Peneliti Pemuliaan pada Balai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence),

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

Adaptabilitas Genotipe Gandum Introduksi di Dataran Rendah. Adaptability of Introduced Wheat Genotypes at Low Altitude

Adaptabilitas Genotipe Gandum Introduksi di Dataran Rendah. Adaptability of Introduced Wheat Genotypes at Low Altitude Adaptabilitas Genotipe Gandum Introduksi di Dataran Rendah Adaptability of Introduced Wheat Genotypes at Low Altitude Yudiwanti Wahyu 1*, Aditya Permana Samosir 1, Sri Gajatri Budiarti 2 1 Departemen Agronomi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas padi adalah melalui program pemuliaan tanaman. Program yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan varietas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI [(Triticum aestivum (L.)] DI AGROEKOSISTEM TROPIKA

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI [(Triticum aestivum (L.)] DI AGROEKOSISTEM TROPIKA 72 INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI [(Triticum aestivum (L.)] DI AGROEKOSISTEM TROPIKA ABSTRAK Penampilan yang diperlihatkan oleh suatu tanaman di sebut fenotipe

Lebih terperinci

Selection of Wheat (Triticum aestivum L.) Segregant on High Altitude Conditions

Selection of Wheat (Triticum aestivum L.) Segregant on High Altitude Conditions Seleksi Segregan Gandum (Triticum aestivum L.) pada Dataran Tinggi Selection of Wheat (Triticum aestivum L.) Segregant on High Altitude Conditions Sri Wardani 1, Desta Wirnas 2*, dan Yudiwanti Wahyu 2

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan kultivar kedelai (Glycine max (L.) Merrill) berdaya hasil tinggi pada cakupan lingkungan yang luas merupakan faktor kunci dalam usaha peningkatan luas pertanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari famili Gramineae (Poaceae). Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A24052710 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, karena padi merupakan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia (Lu 1999). Menurut Pusat Data dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

PENAMPILAN PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GENOTIP GANDUM (Triticum aestivum L.) DI DATARAN RENDAH TROPIS

PENAMPILAN PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GENOTIP GANDUM (Triticum aestivum L.) DI DATARAN RENDAH TROPIS PENAMPILAN PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GENOTIP GANDUM (Triticum aestivum L.) DI DATARAN RENDAH TROPIS GROWTH AND YIELD PERFORMENCE OF SEVERALS WHEAT GENOTYPE (Triticum aestivum L.) AT TROPICAL LOWLAND

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan penduduk (Sinar Tani 2011). Beras merupakan bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan

Lebih terperinci

ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI DI BOGOR ADITYA PERMANA SAMOSIR A

ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI DI BOGOR ADITYA PERMANA SAMOSIR A ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI DI BOGOR ADITYA PERMANA SAMOSIR A24070044 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN ADITYA PERMANA SAMOSIR.

Lebih terperinci

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 20 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):20-24, 2013 Vol. 1, No. 1: 20 24, Januari 2013 DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 HASIL PERSILANGAN

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan alternatif yang sangat penting. Kacang kedelai menjadi pilihan karena memiliki kandungan gizi yang tinggi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L)

Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L) Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L) Sri Gajatri Budiarti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor ABSTRACT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Segregasi Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN SKRIPSI Oleh: SATRIYA SANDI K 070307027/BDP PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. peradaban manusia.tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. peradaban manusia.tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia.tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bawang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci