BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Rongga Mulut Mikroorganisme terdiri dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Didalam rongga mulut manusia terdapat banyak mikroorganisme baik flora normal maupun yang patogen. Menurut Miller dan Cottone yang dikutip oleh Ghahramanloo, setetes saliva mengandung bakteri yang berpotensi patogen dan bakteri patogen ini dapat dengan mudah menyebar melalui bahan cetak, terutama bahan cetak alginat yang menjadi tempat berkumpul bakteri lebih banyak dibanding bahan cetak lainnya. 20 Kondisi rongga mulut yang berhubungan langsung dengan saluran nafas bagian atas dan rongga hidung (nasal cavity) memungkinkan mikroorganisme dari organ tersebut dapat masuk ke rongga mulut dengan penetrasi maupun kontaminasi lewat dahak (sputum) dan bercampur dengan saliva. Hasil cetakan mengandung mikroba dalam jumlah yang sangat banyak, di antaranya streptococci (100%), staphylococci (65.4%) dan P.aeruginosa (7.7%) yang semuanya telah diketahui bersifat patogen, mengakibatkan nosokomial dan merupakan infeksi yang mengancam nyawa bagi orang yang mempunyai sistem imunitas yang rendah. 20 Tipe mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: 21,22 1. Bakteri Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Bakteri patogen lebih berbahaya dan dapat menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya :

2 Bakteri aerob dan fakultatif anaerob yang dapat berada dirongga mulut : a) Golongan Gram-negatif : (Escherichia coli, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumonia, Eikenella corrodens, Bordetellapertussis, Haemophilus influenza, Actinobacillus actinomycetemcomitannc, Campylobacter rectus). b) Golongan Gram negatif diplococcic:(moraxella catarrhalis, Neisseriameninggitis, Neisseria flavescens, Neisseria gonorrhoeae) c) Golongan Gram-positif dan coryneform bacteria (Lactobacillusacidophilus, Corynebacterium diphteriae) d) Golongan Staphylococci : (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Staphyloccocus spp.) e) Golongan Streptococci : ( Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius, Streptococcus milleri, Streptococcus sangius, Streptococcus pyogenes, Streptpcoccus pneumonia, Streptococcus Spp. Enterococcus faecalis) f) Golongan Enterococcus spp : Spirochetes (Treponema pallidum) Mycoplasmas ( Mycoplasma pneumonia) Bakteri anaerob dirongga mulut meliputi: a) Golongan Gram-negatif : (Prophyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia, Prevotella Melaninogenica, Prevotella Oralis, Prevotella Spp, Fusobacterium Nucleatum, Fusobacterium Spp, Bacteroides Spp, Verillonella Spp) b) Golongan Gram-positif : (Arachnia Spp, Bifidobacterium Spp, Eubacterium Spp,Propionibacterium Spp, Peptostreotococcus Micros, Peptostreptococcus Spp) c) Golongan yang membentuk spora :Actinomycetes( Actinomysesviscosus, Actinomyces Israelii, Actinomyses Spp) d) Bakteri yang terdapat dirongga mulut akibat penyakit gigi dan periodontal :

3 Bakteri penyebab karies : Streotococcus Mutans, Lactobacillus Acidophilus Dan Actinomyces Viscosus. Bakteri anaerob yang menyebabkan periodontitis : Porphyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia Dan Peptostreptococcus Micros. 2. Virus Banyak kemungkinan infeksi disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang dapat ditularkan dari kontak tangan ke mulut. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Perjalanan penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan. 3. Protozoa dan Jamur Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium. 2.2 Infeksi Silang Definisi dan Pengertian Banyak mikroorganisme penyebab penyakit yang hidup dalam tubuh kita secara harmonis tanpa menimbulkan gangguan, kita memiliki jutaan tipe bakteri yang berbeda yang hidup pada kulit, dalam saluran pernafasan dan usus besar. Banyak diantara bakteri tersebut menguntungkan kita karena bersifat melindungi dan mencegah bakteri dari luar yang dapat menyebabkan penyakit. Meskipun bakteri ini bersifat menguntungkan, tetapi dapat menimbulkan bahaya jika berada pada tempat yang tidak seharusnya. Sebagai contoh bakteri yang seharusnya tidak berbahaya pada

4 kulit dapat menyebabkan masalah jika memasuki luka. Begitu juga beberapa mikroorganisme yang sudah menimbulkan bahaya pada orang lain dapat menularkan penyakit tersebut ke orang lain, seperti contohnya bakteri yang menyebabkan meningitis. Perpindahan bakteri yang terjadi dari satu orang ke orang lain disebut sebagai infeksi silang. Selain daripada itu, tubuh kita juga memiliki berbagai jenis virus yang hidup tanpa menimbulkan gangguan. Seperti misalnya, virus herpes yang berasal dari sel tubuh akan menjadi aktif apabila sistem imun tubuh menurun. 22 Kulit, saluran pernafasan dan usus besar merupakan pertahan pertama tubuh terhadap infeksi, apabila pertahan pertama ini ditembus oleh bakteri maka pertahan berikutnya berupa proses fagositosis oleh sel darah putih dan antibodi akan menjadi aktif untuk membunuh bakteri. Apabila sistem imun tubuh rendah maka seseorang itu akan mengalami infeksi. 22 Infeksi silang merupakan perpindahan bakteri yang berbahaya dari satu orang, objek, atau dari suatu tempat ke tempat lain, atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain, seperti misalnya kontak tangan yang terkena infeksi dengan mata. Apabila infeksi silang ini terjadi di rumah sakit atau fasilitas perawatan dalam jangka waktu yang panjang maka infeksi silang ini disebut sebagai infeksi nosokomial. Infeksi silang yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit dapat berasal dari tubuh pasien sendiri, atau berasal dari lingkungan, peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, pegawai kesehatan, pengunjung atau dari pasien lain. Infeksi lokal terbatas pada bagian tertentu dari tubuh dan memiliki gejala lokal, sebagai contoh infeksi yang terjadi dari tempat pembedahan akan muncul daerah berwarna merah, panas dan terasa sakit pada daerah bekas pembedahan, sedangkan infeksi umum yang masuk melalui pembuluh darah akan menyebabkan gejala sistemik umum seperti misalnya demam, tekanan darah yang rendah, kekacauan mental atau bisul (boils) di atas tubuh. 22 Sejumlah ahli telah mendefinisikan infeksi silang, diantaranya Williams G. Kohn dkk (2003) menyatakan bahwa infeksi silang adalah penularan infeksi dari satu pasien di rumah sakit atau di lingkungan pelayanan kesehatan ke pasien lain dengan mikroorganisme patogen yang berbeda dalam lingkungan yang sama. Hal ini sering

5 dilihat pada penyakit autoimun. Infeksi adalah invasi multiplikasi mikroorganisme di dalam jaringan tubuh, seperti pada penyakit menular. 23,24 Caroline L. Pankhurst dan Wilson A. Coulter (2009) telah menyatakan bahwa transmisi agen infeksi dari manusia atau benda mati dalam lingkungan klinis sehingga dapat mengakibatkan terjadinya infeksi dikenal sebagai infeksi silang, 25 sedangkan menurut Kristeen Cherney (2013) infeksi silang adalah pemindahan mikroorganisme berbahaya seperti bakteri dan virus. Selanjutnya Kristeen Cherney mengatakan bahwa penyebaran infeksi dapat terjadi di antara manusia, peralatan, atau di dalam tubuh, oleh karena itu tenaga medis harus senantiasa memastikan bahwa peralatan dan lingkungannya bersih dan aman. Infeksi silang dapat berasal dari bakteri, jamur, parasit dan virus yang berasal dari peralatan medis yang tidak steril, bakteri dari batuk dan bersin, transmisi, menyentuh benda yang terkontaminasi dan tempat tidur yang kotor. Infeksi dapat menyebar dalam kondisi apapun dan di tempat seperti sekolah, bank, toko, gedunggedung pemerintah dan sebagainya. 26 Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksudkan dengan infeksi silang adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang berasal dari tubuh pasien sendiri, atau berasal dari lingkungan, peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, pegawai kesehatan, pengunjung atau dari pasien lain. Infeksi silang yang terjadi dapat menggangu fungsi normal tubuh dan dapat berakibat luka kronik, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Pada profesi kedokteran gigi, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme yang berasal dari saliva dan darah pasien. Penyebaran infeksi dapat terjadi secara inhalasi yaitu melalui proses pernafasan atau secara inokulasi atau melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan berbagai substansi lain yang telah terinfeksi. Infeksi silang sering terjadi di praktek dokter gigi karena kemungkinan pasien, dokter gigi maupun stafnya memang sudah membawa suatu penyakit infeksi. Banyak sumber penularan infeksi pada praktek dokter gigi antara lain tangan, saliva, sekresi saluran pernafasan, darah, pakaian, dan rambut, demikian pula instrumen gigi serta peralatan lainnya harus diperhatikan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi. 1

6 Penyebaran infeksi terjadi disebabkan karena adanya sumber infeksi, yang paling banyak didapat dari pasien saat melakukan perawatan gigi. Pasien dengan infeksi akut biasanya sangat menular dan dapat melepaskan sejumlah besar mikroba ke lingkungan. Selain itu, pasien yang menderita penyakit infeksi serius seperti Hepatitis A, B, C, D, Human Immunodeficiency Virus (HIV), tuberculosis dan sebagainya jarang melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi, namun dokter gigi harus tetap mampu dan bersedia untuk memberikan perawatan kepada pasien tersebut dengan cara yang dapat menjamin keselamatan dokter gigi, staf maupun pasien dengan melakukan prosedur pencegahan infeksi yang tepat Perjalanan Penyakit pada Infeksi Silang Ditinjau dari perjalanan penyakit, maka infeksi silang dapat terjadi dari pasien ke dokter gigi, dari dokter gigi ke pasien, dari pasien ke pasien lainnya, dari pasien ke perawat dan teknisi laboratorium dan dari saluran air dental unit ke pasien Dari Pasien ke Dokter Gigi Mikroorganisme dari mulut pasien dapat menyebar ke dokter gigi yang merawatnya baik melalui kontak langsung atau tidak langsung, inhalasi, atau dengan inokulasi. Dokter gigi menghadapi resiko tinggi terkena infeksi terutama melalui jarum suntik dan kecelakaan dari benda tajam yang terkontaminasi lainnya. Pada saat ini, tindakan pencegahan universal yang dilakukan seperti evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi instrument, asepsis dan desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan pembuangan sampah medis teryata efektif terhadap pencegahan infeksi silang selama melakukan perawatan pada pasien. Prosedur kontrol infeksi silang direkomendasikan harus cukup baik untuk melindungi dokter gigi, pasien dan perawat Dari Dokter Gigi ke Pasien Infeksi silang jarang menyebar dari dokter gigi kepada pasien, tetapi hal ini dapat saja terjadi jika prosedur pencegahan yang tepat tidak diikuti. Langkah-langkah

7 yang direkomendasikan untuk pencegahan infeksi silang dalam kedokteran gigi berasal dari epidemi AIDS. Dalam banyak studi kohort transmisi saliva HIV tidak terbukti sedangkan transmisi darah penderita HIV tidak mungkin terjadi dalam jumlah kecil kecuali dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan infeksi silang. Terdapat laporan bahwa enam pasien di Florida telah terinfeksi HIV dari seorang dokter gigi di prakteknya saat melakukan perawatan. Selain itu, tidak ada kasus lain yang terdokumentasi tentang penularan infeksi dari dokter gigi ke pasien Dari Pasien ke Pasien Lainnya Mikroorganisme dari rongga mulut dapat ditularkan antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya melalui infeksi silang. Terdapat laporan tentang penyebaran HIV dari satu pasien ke pasien yang lain dalam praktek bedah umum swasta di New South Wales, Australia. Lima dari sembilan pasien berada di praktek pada hari yang sama, menjadi HIV-positif sementara ahli bedah tetap HIVnegatif. Empat dari lima pasien HIV-positif tidak memiliki faktor risiko yang jelas untuk tertular penyakit. Pasien kelima mengaku memiliki pasangan pria dengan status HIV yang tidak diketahui menjadi sumber kemungkinan HIV yang menyebabkan kematiannya setahun kemudian. Ini menunjukkan bahwa pasien tersebut sudah terinfeksi dan merupakan sumber penularan HIV ke pasien yang lain Dari Pasien ke Perawat dan Teknisi Laboratorium Kontrol infeksi silang adalah tanggungjawab seluruh tim kesehatan gigi dan efektifitas secara keseluruhan dapat dibatasi oleh setiap anggotanya serta sejauh mana mereka dapat bekerjasama. Rekomendasi umum adalah bahwa peralatan di praktek dokter gigi seperti hasil cetakan, gypsum, dan gigitiruan harus didesinfeksi di praktek dokter gigi oleh perawat atau assistan dokter gigi sebelum dikirim ke laboratorium. Kontaminasi di laboratorium dapat terjadi jika kontrol infeksi tidak dilakukan. Dokter gigi harus bekerja sama dengan teknisi laboratorium tentang prosedur infeksi yang efektif dan praktis. 27

8 Dari Saluran Air Dental Unit ke Pasien Air yang digunakan selama perawatan gigi dapat menjadi salah satu faktor dalam penularan penyakit. Kolonisasi bakteri pada saluran air di dental unit terjadi dengan pembentukan biofilm, yang melepaskan mikroorganisme planktonik dalam jumlah yang tinggi. Mikroorganisme planktonik ini dapat masuk ke dalam mulut pasien melalui air dari turbin atau melalui semprotan air dari dental unit dan air kumur. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Jerman pada tahun 1995 telah menunjukkan bahwa terdapat jumlah yang tinggi mikrobakteri non-tuberculosis (Mycobecterium gordonae, flavescens, chelonae, simiae) yang dapat tertelan, terhirup atau diinokulasi ke dalam luka pada rongga mulut pasien selama perawatan gigi melalui semprotan air atau air pendigin dari dental unit. 23,27, Cara Penularan Penyakit pada Infeksi Silang Di bidang kedokteran gigi, menurut Kohli dan Puttaiah (2007), terdapat beberapa cara penularan penyakit berdasarkan keparahannya antara lain: 27, Kontak Langsung Penularan infeksi melalui kontak langsung dapat terjadi apabila tersentuh atau terpaparnya kulit yang tidak utuh terhadap lesi oral yang menginfeksi, permukaan jaringan yang terinfeksi, atau cairan yang terinfeksi dan percikan cairan yang terinfeksi. Selain itu, dapat terjadi penularan secara langsung melalui hasil cetakan yang mengandung saliva yang terinfeksi. Penularan melalui kontak langsung merupakan penularan dengan resiko yang tinggi. (Gambar 1)

9 Gambar 1.Cara penularan infeksi melalui kontak langsung Perkutaneus Inokulasi mikroba dari darah dan saliva dapat ditularkan melalui jarum, pisau bedah atau benda tajam lainnya. Penularan melalui perkutaneus merupakan penularan dengan resiko yang tinggi. (Gambar 2) Gambar 2. Cara penularan infeksi melalui Perkutaneus Inhalasi aerosol atau droplet yang patogen Menghirup bioaerosol yang mengandung material infektif saat menggunakan handpiece dan scaler atau droplet nuclei yang berasal dari batuk dapat menyebabkan terjadinya penularan infeksi. Penularan melalui inhalasi aerosol atau droplet yang patogen merupakan penularan dengan resiko sedang.(gambar 3)

10 Gambar 3. Cara penularan infeksi melalui inhalasi aerosol atau droplet yang patogen Kontak Tidak Langsung Penularan melalui kontak tidak langsung dapat terjadi apabila seseorang menyentuh permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruangan perawatan, dental unit atau pada ruang operasi. (Gambar 4) (A) (B) Gambar 4. Cara penularan infeksi melalui kontak tidak langsung. (A) Tersentuh meja yang terkontaminasi. (B) Dental unit yang terkontaminasi (tanda panah). 8,26 Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh host, virulensi, infektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu pemaparan, dan cara transmisi. Kontrol terhadap virulensi organisme patogen atau mengurangi kerentanan pasien hampir tidak mungkin dilakukan. Petugas klinis harus

11 mengerti tentang proses penyakit, route transmisi, metode mengontrol transmisi, dan mengimplementasikan proteksi diri selama praktek sebagai pencegahan terhadap infeksi silang Kontrol Infeksi Dasar pemikiran untuk kontrol infeksi adalah untuk mengkontrol infeksi iatrogenik, nosokomial diantara pasien dan paparan potensial pada petugas kesehatan terhadap penyakit selama perawatan. Istilah kontrol infeksi tidak berarti pencegahan total terhadap infeksi iatrogenic dan nosokomial diantara pasien, paparan selama perawatan terhadap darah dan material yang berpotensi menginfeksi lainnya, namun istilah tersebut memiliki pengertian mengurangi resiko transmisi penyakit. Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh, virulensi, infektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu pemaparan, dan cara transmisi. Kontrol terhadap virulensi organisme patogen atau mengurangi kerentanan pasien adalah hampir tidak mungkin. Petugas klinis harus mengerti tentang proses penyakit, route transmisi, metode mengkontrol transmisi, dan mengimplementasikan kontrol infeksi selama perawatan untuk memutus rantai infeksi. Imunisasi terhadap penyakit, penggunaan peralatan pelindung, pengawasan pada teknik dan tempat kerja, desinfeksi permukaan atau peralatan, sterilisasi instrumen, dan penggunaan protokol aspetik selama perawatan harus selalu dilakukan. 29 Di bidang kedokteran gigi, protokol dan prosedur yang terlibat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah untuk mengurangi kemungkinan risiko atau infeksi silang yang terjadi di prakek dokter gigi, sehingga dapat menghasilkan lingkungan yang aman bagi dokter gigi, staf dan pasien. 22 Dokter gigi tidak mungkin yakin bahwa pasien yang datang untuk perawatan giginya adalah carrier mikroorganisme infektif atau bukan, oleh karena itu semua pasien yang datang harus dianggap merupakan carrier dari mikroorganisme patogen. Semua prosedur klinis yang dilakukan pada pasien harus menggunakan kontrol infeksi yang umum. 1

12 2.3.1 Prosedur Kontrol Infeksi Dalam praktek kedokteran gigi, kontrol infeksi meliputi beberapa prosedur penting yaitu : evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi, pembuangan sampah bekas praktek dan desinfeksi. 1,29, Evaluasi Pasien Pasien yang datang berobat harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap dan data hasil pemeriksaan tersebut harus diperbaiki pada tiap kunjungan berikutnya, hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya kemungkinan terjadinya infeksi silang pada praktek dokter gigi. 1,28, Perlindungan Diri Terdapat beberapa perlindungan diri di praktek dokter gigi antaranya kebersihan diri, pemakaian baju praktek, proteksi misalnya penggunaan sarung tangan, kacamata, masker, dan imunisasi. Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang di praktek dokter gigi. Secara umum seorang dokter gigi harus menghindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien, hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut serta hindari memegang luka. Selain itu, dokter gigi juga harus menutupi luka atau lecetlecet pada jari dengan plester karena luka tersebut dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme pathogen dan mencuci tangan baik sebelum dan sesudah merawat pasien. 1,28, Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme dan dilakukan dalam empat tahap yaitu pembersihan sebelum sterilisasi, pembungkusan, proses sterilisasi dan penyimpanan yang aseptik. Disamping itu, sistem dental unit air juga harus dibersihkan dan bebas dari biofilm dan kontaminan

13 anorganik lainnya, juga melakukan pembersihan secara berkala. Air atau bahan irigasi yang digunakan untuk perawatan pasien harus bebas dari mikroba. 1,28,31 Dalam bidang kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui beberapa tahap yaitu: a) Autoclave Di antara metode sterilisasi, sterilisasi uap adalah yang paling diandalkan dan ekonomis. Sterilisasi uap digunakan untuk barang-barang kritis dan semikritis yang tidak sensitif terhadap panas dan kelembaban. Sterilisasi uap memerlukan pemaparan langsung dari setiap item untuk langsung menguapnya pada suhu dan tekanan dalam jangka waktu yang tertentu untuk membunuh mikroorganisme.(gambar 5) Gambar 5. Autoclave 26 b) Dry Heat Strerilisasi dry heat digunakan untuk sterilisasi material yang dapat rusak oleh sterilisasi panas yang lembab (misalnya, bur dan beberapa instrumen ortodontik). Walaupun dry heat memiliki keuntungan biaya operasional yang rendah dan tidak korosif, namum penggunaan alat ini membutuhkan waktu proses yang lama dan temperatur yang tinggi sehingga tidak cocok untuk beberapa barang dan instrumen.(gambar 6)

14 Gambar 6. Dry Heat. 26 c) Unsaturated chemical vapor Sterilisasi unsaturated chemical vapor melibatkan pemanasan larutan kimia alkohol primer dengan 0.23% formaldehyde pada ruangan tertutup bertekanan. Unsaturated chemical vapor mensterilisasi instrumen carbon steel (misal bur dental) dan menghasilkan korosi yang lebih sedikit dibandingkan sterilisasi uap karena rendahnya tingkat air yang terdapat selama siklus. Instrumen harus dalam keadaan kering sebelum melakukan sterilisasi Pembuangan Sampah Bekas Praktek Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tisu bekas dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus ditangani secara hati-hati dan dimasukkan dalam kantung plastik yang kuat dan tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau skalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan ke dalam kantung plastik. 1, Desinfeksi Desinfeksi adalah proses membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi

15 infeksi. Kebanyakan laboratorium teknik gigi tidak akan menerima hasil cetakan kecuali ada garansi dari dokter gigi bahwa hasil cetakan itu telah dilakukan desinfeksi. Hasil cetakan alginat yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi mempunyai potensi kontaminasi mikroorganisme patogen rongga mulut. Berdasarkan hal tersebut, dianjurkan untuk melakukan desinfeksi pada hasil cetakan alginat dengan menggunakan bahan desinfektan. 6,22, Desinfektan Pemakaian desinfektan pada hasil cetakan sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Terdapat beberapa jenis bahan desinfektan yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi diantaranya alkohol, aldehid, biguanid, senyawa halogen, fenol, dan klorsilenol. Desinfektan umumnya digunakan untuk benda mati, karena terlalu berbahaya bagi jaringan hidup. Keefektifan dari desinfektan tergantung pada beberapa faktor yaitu konsentrasi dan sifat mikroorganisme yang menyebabkan kontaminasi, konsentrasi larutan kimia dan lamanya waktu perendaman. Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, harus mempunyai spectrum antimikrobial yang seluas mungkin, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan noda, mudah digunakan, dan ekonomis. 29 Metode dan lamanya perendaman atau penyemprotan larutan desinfektan pada hasil cetakan bergantung kepada kadar penyerapan air hasil cetakan tersebut dan waktu setelah cetakan dibuat. Lama perendaman hasil cetakan dengan larutan desinfaktan dianjurkan tidak lebih dari 10 menit. 6,31,32

16 Klasifikasi Bahan Desinfektan Terdapat beberapa klasifikasi bahan desinfektan, antaranya: 32,33 a) Low Level Disinfectant Desinfektan ini mengeliminasi hampir semua mikroorganisme patogen tetapi tidak dapat mengeliminasi spora. Desinfektan ini digunakan untuk alat-alat seperti dental unit, X-ray heads. Bahan yang termasuk low level disinfectant adalah golongan alkohol dan quats (quaternary ammonium compounds). b) Intermediate Level Disinfectant Desinfektan ini mengeliminasi semua mikroorganisme patogen tetapi tidak dapat mengeliminasi spora. Desinfektan ini juga digunakan untuk alat-alat seperti kaca mulut, sendok cetak. Bahan yang termasuk intermediate level disinfectant adalah golongan fenol dan halogen. Sodium hipoklorit termasuk golongan halogen dan merupakan bahan gemisidal yang kuat dan dapat membunuh sebagian besar bakteri. Sodium hipoklorit berupa larutan berwarna putih agak kekuningan berbau khas. Selain itu, sodium hipoklorit merupakan larutan desinfektan yang paling banyak digunakan dan tersedia dalam bentuk cairan dan memiliki efek anti-mikroba. 33 Sodium hipoklorit adalah larutan yang berbahan dasar klorin (CI2). Cairan klorin merupakan desinfektan tingkat tinggi karena sangat aktif pada semua bakteri, virus, fungi, parasit dan berbagai spora. Kemampuan desinfeksi sodium hipoklorit terletak pada kemampuannya membentuk asam hipoklorit (HOCI). Asam hipoklorit akan terbentuk apabila sodium hipoklorit dilarutkan dengan air, setelah itu asam hipoklorit akan melepaskan klorin yang akan menempel pada lipoprotein dinding sel bakteri kemudian membentuk senyawa toksik yaitu N-chloro yang dapat mengganggu pembelahan sel, menghentikan regenerasi sel dan mengakibatkan kematian bakteri. 34 Savio Marcelo Leite Moreira da Silva (2004) telah melakukan perendaman hasil cetakan silikon dengan larutan desinfektan sodium hipoklorit 1% selama 10 dan 20 menit dan telah menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap stabilitas dimensi cetakan silikon. 12 Sukhija U, Rathee M dkk (2009) telah melakukan

17 perendaman hasil cetakan alginat dan zinc oxide eugenol dengan menggunakan larutan peracitic acid, sodium hipoklorit 5.25% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit dan telah menyatakan bahwa peracitic acid merupakan desinfektan yang paling efektif dibanding sodium hipoklorit 5.25% dan glutaraldehid 2%. 17 Wala M. Amin (2009) telah melakukan desinfektan hasil cetakan jenis zinc oxide eugenol, silicon dan juga alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0.5% dan 1% selama 10 menit terhadap perubahan dimensi dan telah menyimpulkan bahwa sodium hipoklorit 0.5% telah menghasilkan perubahan dimensi yang paling sedikit pada semua jenis bahan cetak. 15 Carmen Dolores V.Soares de Moura dkk (2010) juga telah melakukan perendaman hasil cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 2.5% dan 5.25% selama 10 menit terhadap jumlah bakteri. 18 Distrina Fitrian Sari,R (2013) telah melakukan desinfektan hasil cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0.5% dengan cara perendaman dan penyemprotan, masing-masing teknik perlakuan dilakukan selama 10 menit untuk melihat pengaruhnya terhadap stabilitas dimensi. 4 c) High Level Disinfectant Desinfektan ini mengeliminasi semua mikroorganisme patogen dan mengurangi spora tetapi untuk jumlah yang besar tidak dapat mengeliminasi secara sempurna. Desinfektan ini digunakan untuk alat-alat seperti kaca mulut dan sendok cetak. Bahan yang termasuk high level disinfectant adalah golongan etilen oksida, glutaraldehid dan formaldehid. Aldehida adalah golongan desinfektan yang sangat efektif dan agen yang paling sering digunakan adalah formaldehid dan gluteraldehid. Aldehida adalah bahan efektif terhadap bakteri, jamur, virus, mikroba dan spora. Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur kimianya, misalnya formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid. Glutaraldehid 2% digunakan sebagai desinfektan untuk alat-alat medis dan larutan desinfektan ini tersedia baik dalam bentuk cairan maupun bubuk. Glutaraldehid digunakan untuk desinfeksikan bahan cair dan peralatan yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Glutaraldehid juga mempunyai aktifitas sporosidal yang tinggi, lebih baik bila

18 dibandingkan dengan formaldehyde dalam hal bakterisidal, virusidal dan sporosidal. Merupakan zat yang mempunyai spektrum anti bakteri yang luas dan aktif. Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada ph 7,5 8,5. 32 Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri seperti M.tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu menit. 1 Savio Marcelo Leite Moreira da Silva dkk (2004) telah melakukan perendaman hasil cetakan silicon dengan larutan desinfektan glutaraldehid 2% selama 10 menit dan 20 menit terhadap stabilitas dimensi. 12 Fiona M. Collins dan Bal et al (2007) telah menganjurkan perendaman hasil cetakan dengan larutan desinfektan dilakukan selama 10 menit. 8,17 Wala M. Amin dkk (2009) telah melakukan perendaman hasil cetakan alginat, silicon dan zinc oxide eugenol dengan larutan desinfektan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap perubahan dimensi Metode Desinfektan Terdapat 2 metode desinfeksi secara kemis yang sering digunakan yaitu : 2,5,8,14 a) Penyemprotan Metode penyemprotan dapat dilakukan dengan cara menyemprot larutan desinfektan pada hasil cetakan alginat yang akan didesinfeksi kemudian dimasukkan ke dalam tempat yang tertutup dan dibiarkan dalam waktu tertentu sebelum diisi. Metode penyemprotan merupakan metode pilihan untuk mendesinfeksi beberapa jenis alat kedokteran gigi, oleh karena methode penyemprotan hanya menggunakan volume larutan desinfektan yang sedikit. (Gambar 7)

19 Gambar 7. Desinfeksi dengan cara penyemprotan. 35 b) Perendaman Metode perendaman dapat dilakukan dengan cara merendam hasil cetakan alginat pada larutan desinfektan yang disediakan dengan waktu tertentu. Metode perendaman merupakan metode desinfeksi yang paling dipilih oleh karena metode ini memungkinkan larutan desinfektan untuk mencapai seluruh permukaan terutama pada daerah undercut pada hasil cetakan alginat. (Gambar 8) Gambar 8. Desinfeksi dengan cara perendaman. 36

20 Lamanya perendaman atau penyemprotan tergantung dari jenis desinfektan yang digunakan. Durasi dan metode pengaplikasian desinfektan bergantung pada potensi bahan cetak dalam mengabsorbsi air. Keuntungan dan kerugian masing-masing metode akan ditunjukkan pada table yang diberikan berikut ini : Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Metode Penyemprotan dan Perendaman Metode Keuntungan Kerugian Penyemprotan Lebih sederhana dan Tidak semua permukaan cepat Memiliki probabilitas hasil cetakan terdesinfeksi dengan sempurna terjadinya distorsi yang Partikel-partikel dari lebih rendah terutama larutan desinfektan yang pada bahan cetak ada di udara dapat terhirup alginat dan polyeter oleh staf atau pasien Perendaman Lebih efektif Seluruh permukaan hasil cetakan akan terdesinfeksi dengan sempurna Mengurangi resiko terhirupnya partikelpartikel larutan desinfektan Dapat menyebabkan distorsi pada hasil cetakan jika desinfektan dilakukan terlalu lama

21 2.4 Bahan Cetak Klasifikasi Bahan Cetak Salah satu perawatan di bidang prostodonsia adalah pembuatan gigitiruan, tahap awal dalam pembuatan gigitiruan adalah membuat pencetakan pada rahang pasien untuk mendapatkan hasil cetakan negatif yang selanjutnya diisi dengan gips untuk mendapatkan model studi maupun model kerja. Secara garis besar, bahan yang digunakan untuk melakukan pencetakan dapat diklasifikasikan atas dua jenis yaitu bahan cetak non-elastis dan bahan cetak elastis. Bahan cetak yang bersifat non-elastis adalah impression compound, impression wax, plaster of paris dan zinc oxide eugenol. Bahan cetak elastis terdiri dari reversibel hidrokoloid, irreversibel hidrokoloid (alginat) dan elastomer. 37, Bahan Cetak Non-elastis 1. Impression Compound Impression compound adalah bahan cetak yang terdiri dari campuran malam, resin termoplastik, bahan pengisi dan bahan pewarna. Bahan ini digunakan pada suhu dalam keadaan panas dan kemudian akan kembali keras pada suhu pendinginan sesuai dengan temperatur rongga mulut. Indikasi utama penggunaannya adalah untuk mencetak linggir tanpa gigi dan daerah yang tidak mempunyai undercut. 2. Impression Wax Bahan cetak wax biasa digunakan untuk menghasilkan cetakan yang memerlukan tekanan dalam pembuatan gigitiruan. Bahan ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan cetakan yang disebabkan karena ukuran sendok cetak yang terlalu kecil sehingga wax dapat ditambahkan pada ujung sendok cetak yang disesuaikan dengan rahang pasien. 3. Impression Plaster Impression plaster atau yang lebih dikenal dengan plaster of paris atau gips cetak merupakan bahan cetak yang berbahan dasar gipsum. Bahan cetak ini bersifat

22 rigid dan lebih mudah patah. Dalam bidang kedokteran gigi bahan ini digunakan untuk membuat model studi. Gips ini harus disimpan dalam kantung kedap udara karena akan menyerap air dari udara dan akan mempengaruhi waktu pengerasan. 4. Zinc Oxide Eugenol Bahan cetak zinc oxide eugenol merupakan bahan cetak berbentuk pasta. Bahan ini dikemas dalam 2 bentuk pasta yang berbeda pada masing-masing tube aselerator yaitu base (basis) dan aselerator. Pada base mengandung zinc oxide eugenol dan minyak mineral sedangkan pada tube aselerator mengandung eugenol dan rosin. Bahan cetak zinc oxide eugenol terutama digunakan sebagai bahan cetak untuk gigitiruan pada linggir edentulus dengan undercut kecil atau tanpa undercut. Bahan ini memiliki keuntungan yaitu mampu mengisi pada bagian yang akurat dari hasil cetakan jaringan lunak oleh karena sifat daya alirnya rendah Bahan Cetak Elastis 1. Reversibel Hidrokoloid (agar) Komponen dasar bahan cetak hidrokoloid adalah agar. Agar adalah koloid hidrofilik organik yang diekstrak dari rumput laut jenis tertentu. Kandungan utama dalam bahan cetak hidrokoloid berdasarlan berat adalah air. Reversible hydrocolloid merupakan salah satu bahan cetak terakurat. Bahan ini juga sering digunakan untuk mendapatkan hasil cetakan model pada pembuatan gigituran. 2. Irreversible Hidrokoloid (alginat) Alginat merupakan bahan cetak yang penggunannya paling luas dalam bidang kedokteran gigi. Manipulasi bahan ini sangat mudah dan tanpa menggunakan alat khusus yaitu dengan cara mengaduk bahan cetak alginat dengan p/w ratio sesuai dengan petunjuk pabrik. Bahan ini biasa dipakai sebagai cetakan pendahuluan untuk mambuat studi model pada perawatan konservasi, prostodonsia dan orthodonti.

23 3. Elastomer Elastomer adalah bahan cetak fleksibel dan menyerupai karet setelah proses pengerasan berlangsung. Kebanyakan bahan cetak ini adalah system dua komponen yang dikemas dalam bentuk pasta. Bahan ini terdiri atas empat jenis yaitu polisulfida, polieter, silikon polimerisasi adisi dan silikon polimerisasi kondensasi Persyaratan Bahan Cetak Menurut Powers JM, dkk (2008), bahan cetak yang ideal adalah bahan cetak yang memenuhi pensyaratan yaitu : Mempunyai aroma dan rasa yang menyenangkan serta warna yang baik 2. Tidak mengandung bahan yang beracun dan tidak mengiritasi jaringan 3. Mudah dimanipulasikan dan tidak mempergunakan alat-alat yang rumit 4. Setting time yang tidak terlalu lama 5. Konsistensi (daya alir) yang baik dan permukaan yang halus 6. Tidak terjadi deformasi sesudah dicetak 7. Cukup kuat agar tidak pecah atau koyak sewaktu dikeluarkan dari mulut 8. Tidak terjadi perubahan dimensi 9. Relatif tidak mahal Tidak ada satupun bahan cetak yang memenuhi seluruh pensyaratan diatas, sehingga pemilihan bahan cetak tersebut tergantung pada keadaan klinis dan pilihan masing-masing dokter gigi Hasil Cetakan Alginat Alginat merupakan bahan cetak hidrokoloid bersifat ireversibel yang telah diperkenalkan sejak 1940 dan merupakan salah satu bahan cetak gigi yang paling sering digunakan di bidang kedokteran gigi. 9 Bahan dasar alginat didapat dari alginat acid yang diambil dari tumbuh-tumbuhan laut dimana substansi alami ini diidentifikasi sebagai suatu polimer linier dengan berbagai kelompok asam karboksil dan dinamakan asam alginik. 37,38 Bahan cetak ini memiliki banyak kelebihan,

24 diantaranya manipulasi mudah dan tidak memerlukan banyak peralatan, relatif tidak mahal, dan nyaman bagi pasien. Bahan cetak ini juga mudah ditolerir oleh pasien karena cepat mengeras dan terdapat aroma yang menyegarkan seperti permen karet untuk mengurangi reflek muntah. Kekurangan dari bahan cetak alginat ini adalah mempunyai sifat sineresis dan sifat imbibisi yaitu menyerap air sehingga dapat mengakibatkan perubahan dimensi pada hasil cetakan, selain itu bahan cetak alginat juga mempunyai potensi retensi mikroba lebih kuat dibanding bahan cetak lainnya karena terjadi penyerapan cairan rongga mulut saat dilakukan pencetakan. 4,6,8, Komponen Alginat Komponen aktif utama dari bahan cetak alginat adalah komponen yang larut air, seperti natrium dan kalium. Bila komponen alginat dicampur dengan air, bahan tersebut akan membentuk sol. Sol tersebut sangat kental meskipun dalam konsentrasi rendah. Alginat dapat larut membentuk sol dengan cepat bila bubuk alginat dan air diaduk dengan kuat. Menurut ANSI-American Dental Association (ADA) Specification NO.18 komposisi alginat dan fungsinya dapat dilihat dalam table berikut. 37,38 Tabel 2. Komposisi Bahan Cetak Alginat dan Fungsinya. KOMPONEN FUNGSI Sodium atau Potassium alginat Untuk melarutkan bubuk dalam air dan salt bereaksi dengan ion kalsium Calcium Sulfate Untuk bereaksi melarutkan bubuk alginat dari bentuk kalsium alginat yang tidak larut Sodium Phospate Untuk bereaksi dengan kalsium sulfat dan memperlambat setting time. Diatomaceous earth atau Untuk kontrol konsistensi pencampuran silicate powder dan fleksibilitas setting time

25 Potassium sulfate atau potassium zinc fluoride Quaternary ammonium compounds atau klorhexidin Organis glycol Pigments Phenylalaine Wintergreen, peppermint,anise Untuk menetralkan efek penghambat kekerasan selama pembuatan model gips Sebagai self desinfeksi Sebagai pelapis partikel-partikel powder untuk meminimalkan debu selama pengadukkan Untuk memberikan warna Untuk bahan pemanis Untuk memberikan rasa yang nyaman Pemanipulasian Alginat Bubuk alginat dan air harus diukur sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik dan apabila alginat dan air dicampur akan menghasilkan bentuk pasta. Jumlah relatif air dan bubuk alginat mempengaruhi fleksibilitas alginat dan campuran yang kental akan menghasilkan fleksibilitas yang lebih rendah. Pengadukan dilakukan dengan cepat dan terus-menerus, spatula bersinggungan sempurna dengan dinding rubber bowl serta membentuk angka 8 hingga sepenuhnya homogen. Bila pengadukan tidak sempurna, kekuatan gel akan berkurang sampai 50%. Demikian juga bila pengadukan terlalu lama, gel akan rusak dan kekuatannya akan menurun, sehingga mudah koyak pada saat pencetakan. Waktu pengadukan yang umum adalah 30 detik sampai 1 menit, tergantung tipe alginat yang digunakan. Berdasarkan spesifikasi American Dental Association (ADA) nomor 18 terdapat dua jenis alginat yaitu jenis alginat yang mengeras dengan cepat (1-2 menit) dan yang mengeras dengan kecepatan yang normal (2-5 menit). 37,38 Lebih dari 100 tahun yang lalu Professor W.C.Barret dari Buffalo Dentistry School USA menitik beratkan tentang bahaya penularan penyakit infeksi dari rongga mulut pasien semasa proses perawatan gigi. Saat dilakukan prosedur pencetakan, terutama pada pasien yang mempunyai kesehatan rongga mulut yang kurang baik, membran mukosa dan gusi dapat mengalami cedera maka saliva dan darah dengan

26 mudah akan terdapat pada hasil cetakan. Hal ini menyebabkan bakteri dan virus yang berada pada rongga mulut melekat pada hasil cetakan tersebut. Apabila hasil cetakan ini diisi dengan gips maka mikroorganisme ini akan berpindah pula pada permukaan gips dan keadaan ini akan memberi resiko yang tinggi kepada dokter gigi, perawat dan laboran untuk terkontaminasi infeksi melalui sentuhan tangan. 39 Menurut beberapa penelitian, hasil cetakan yang terkontaminasi bakteri dapat menularkan penyakit atau menjadi sumber infeksi silang yang dapat menyebar ke dokter gigi, perawat maupun teknisi laboratorium. Untuk mencegah terjadi infeksi silang maka hasil cetakan harus dicuci dibawah air mengalir selama 15 detik dan setelah itu dilakukan desinfeksi supaya dapat meminimalkan jumlah bakteri pada hasil cetakan dan juga dapat mencegah terjadinya infeksi silang. 4,8 Desinfeksi pada hasil cetakan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu direndam atau disemprot, namun kedua metode ini mempunyai keuntungan dan kerugiannya tersendiri. Metode yang paling sering digunakan adalah metode perendaman karena metode ini memungkinkan larutan desinfektan mencapai seluruh permukaan hasil cetakan terutama pada daerah undercut hasil cetakan alginat dan juga dapat mengurangi resiko terhirupnya partikelpartikel larutan desinfektan. Lama perendaman hasil cetakan harus sesuai dengan jenis larutan desinfektan yang digunakan supaya tidak terjadi distorsi pada hasil cetakan. Perendaman hasil cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0.5% dan glutaraldehid 2% dilakukan selama 10 menit.

27 2.5 Kerangka Teori Mikroorganisme Bakteri Virus Protozoa dan Jamur Infeksi Silang Definisi dan Pengertian Kontak Langsung Perkutaneus Perjalanan Penyakit Inhalasi aerosol atau droplet Cara Penularan Penyakit Kontak Tidak Langsung Pencegahan Kontrol Infeksi Prosedur Kontrol Infeksi Evaluasi Pasien Perlindungan Diri Sterilisasi Alat dan Bahan Pembuangan Sampah Bekas Praktek Desinfeksi Klasifikasi Metode Low Level Disinfectant Alkohol Quats Intermediate Level Disinfectant Fenol Halogen ( Sodium Hipoklorit) High Level Disinfectant Etilen Oksida Formaldehid Glutaraldehid Penyemprotan Perendaman Penurunan Jumlah Koloni Bakteri

28 2.6 Kerangka Konsep Cetakan Alginat Perendaman dalam larutan desinfektan Sodium Hipoklorit 0.5% (Intermediate Level Desinfektant) Glutaraldehid 2% (High Level Desinfektant) Memiliki bahan dasar klorin (CI2) yang dibentuk oleh asam hipoklorit, dan akan menempel pada lipoprotein dinding sel bakteri sehingga akan membentuk senyawa toksik yaitu N-chloro. Memiliki gugus aldehid (COH), merupakan zat yang mempunyai spektrum anti bakteri yang luas dan aktif terhadap bakteri, jamur, virus, mikroba dan spora. Pembelahan sel terganggu, menghentikan regenerasi sel dan mengakibatkan menurunnya jumlah koloni bakteri. Jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat menurun

29 2.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Terdapat penurunan jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat sesudah direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit. 2. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap penurunan jumlah koloni bakteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini banyak bahan cetak yang diperkenalkan untuk mencetak rahang dan jaringan sekitarnya. Di bidang prostodontik pemakaian bahan cetak dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian bahan cetak di kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari rongga mulut. Hasil dari cetakan akan digunakan dalam pembuatan model studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pekerjaan mempunyai risiko kerja masing-masing, termasuk bagi praktisi yang memiliki pekerjaan dalam bidang kedokteran gigi. Salah satu risiko tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat adalah bahan visco-elastis dengan konsistensi seperti karet. Bahan cetak alginat diperkenalkan pada tahun 1940. Sejak tahun itu, dokter gigi sudah mulai menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak Bahan cetak adalah bahan yang digunakan di kedokteran gigi untuk mencetak dan mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi bervariasi jenisnya yaitu bahan cetak yang bersifat elastis dan non-elastis. Salah satu bahan cetak elastis yang banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam bidang kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk membuat model studi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak digunakan selama beberapa tahun terakhir. Bahan cetak ini memiliki kelebihan antara lain mudah pada manipulasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan yang akurat dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. 1 Salah satu bahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversible atau ireversible, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversible menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pencetakan merupakan proses untuk mendapatkan suatu cetakan yang tepat dari gigi dan jaringan mulut, sedangkan hasil cetakan merupakan negative reproduction dari jaringan mulut tersebut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, perkembangan dan kemajuan teknologi serta bahan dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan cetak elastomer sering menjadi pilihan dokter gigi ketika melakukan proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi stabilitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak yang terdapat dalam kedokteran gigi terdiri dari dua jenis yaitu bahan cetak elastis dan non elastis. Bahan yang bersifat non-elastis adalah impression compound, impression

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah satu restorasi pengganti gigi yang hilang tersebut berupa gigi tiruan cekat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gipsum merupakan mineral yang didapatkan dari proses penambangan di berbagai belahan dunia. Gipsum merupakan produk dari beberapa proses kimia dan sering digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan cetak di kedokteran gigi digunakan untuk membuat replika jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan untuk mendapatkan cetakan negatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi, baik dokter gigi, perawat gigi maupun pembantu rawat gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversibel atau ireversibel, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberculosis banyak terjadi pada negara berkembang atau yang memiliki tingkat sosial menengah ke bawah. Insiden penyakit ini meningkat secara drastis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal 700 sebelum masehi, desain gigitiruan telah dibuat dengan menggunakan gading dan tulang. Hal ini membuktikan bahwa gigitiruan telah ada sejak ribuan tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak digunakan untuk membuat replika dari suatu rongga mulut. Semua bahan cetak harus bersifat plastis atau mempunyai daya alir sehingga pencetakan dapat dilakukan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19, seorang ahli kimia dari Skotlandia memperhatikan bahwa rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak 2.1.1 Pengertian Bahan cetak adalah bahan yang digunakan di kedokteran gigi untuk mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan-tekanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Mikroorganisme Patogen Oportunis Mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT OLEH Ahyar Riza NIP: 132 316 965 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Ahyar Riza : Asepsis Sesudah Tindakan Bedah Mulut, 2009 ASEPSIS SESUDAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak 2.1.1 Pengertian Bahan Cetak Bahan cetak merupakan suatu bahan yang digunakan untuk menghasilkan suatu bentuk cetakan dari hubungan gigi dan jaringan rongga mulut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DASAR TEORI 1.Bahan Cetak a. Pengertian Bahan Cetak Bahan cetak digunakan untuk menghasilkan replika bentuk gigi dan jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dokter, perawat dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan. Perkembangan bakteri

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8 BAB VI PEMBAHASAN Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan nafas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak yang tidak meliputi anasir gigitiruan. 1 Resin akrilik sampai saat ini masih merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gigitiruan adalah alat untuk menggantikan fungsi jaringan rongga mulut yaitu dengan mempertahankan efisiensi pengunyahan, meningkatkan fungsi bicara dan estetis dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus yang dapat bertahan dari waktu ke waktu. Organisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam kedokteran gigi, bahan cetak digunakan terutama untuk meniru bentuk gigi, selain itu juga untuk membuat restorasi dan preparasi untuk perawatan restoratif, dan juga bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme memegang peranan penting pada perkembangan penyakit pulpa dan jaringan periapikal.dari sekitar 500 spesies bakteri yang dikenal sebagai flora normal

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terpapar oleh mikroorganisme patogen di lingkungan kerja seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dokter gigi sering merekomendasikan pembuatan gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan cekat, gigitiruan penuh, atau implan untuk kasus kehilangan gigi dalam perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

Bagian XIII Infeksi Nosokomial Bagian XIII Infeksi Nosokomial A. Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan pengertian infeksi nosokomial 2. Menjelaskan Batasan infeksi nosocomial 3. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, maupun pada permukaan jaringan tubuh kita sendiri, di segala macam tempat serta lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perawatan gigi dan mulut. Ketika klinik tersebut dipergunakan, personil yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perawatan gigi dan mulut. Ketika klinik tersebut dipergunakan, personil yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Klinik Gigi dan Mulut merupakan tempat bagi pasien untuk mendapatkan perawatan gigi dan mulut. Ketika klinik tersebut dipergunakan, personil yang terlibat adalah dokter

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP JUMLAH KOLONI BAKTERI

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP JUMLAH KOLONI BAKTERI PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP JUMLAH KOLONI BAKTERI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora oral terdiri dari beragam populasi mikroba di antaranya bakteri, jamur, mikoplasma, protozoa, dan virus yang ditemukan dari waktu ke waktu. Bakteri merupakan

Lebih terperinci

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN 1 INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN PENGERTIAN Infeksi adalah proses ketika seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen/infeksius dan menyebabkan sakit. Nosokomial berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke pasien, operator ke lingkungan dan lingkungan ke pasien (Infection Control

BAB I PENDAHULUAN. ke pasien, operator ke lingkungan dan lingkungan ke pasien (Infection Control BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kontrol infeksi adalah suatu upaya pencegahan penyebaran mikroorganisme, baik dari pasien ke pasien lainnya, pasien ke operator, operator ke pasien, operator ke lingkungan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENDAHULUAN Pengendalian infeksi (PI) merupakan upaya yang wajib dilakukan oleh setiap dr/drg/nakes yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Silang Infeksi adalah perpindahan agen infeksi antara pasien, dokter gigi dan petugas kesehatan dalam lingkungan pelayanan kesehatan gigi. Infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

Manipulasi Bahan Cetak Alginat

Manipulasi Bahan Cetak Alginat Manipulasi Bahan Cetak Alginat A. Cara Mencampur Tuangkan bubuk alginate dan campurkan dengan air menjadi satu ke dalam mangkuk karet (bowl). Ikuti petunjuk penggunaan dari pabrik. Aduk menggunakan spatula

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalamu alaikum Wr.Wb/ Salam Sejahtera Dengan hormat, Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas USU. Saya sedang

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering

Lebih terperinci

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau STERILISASI ALAT 1. Definisi Sterilisasi adalah proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan. Suatu benda steril dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari semua bentuk kehidupan (Mulyanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memegang peranan utama dalam perkembangan dan terjadinya penyakit pulpa dan periapikal. Penyakit pulpa dan periapikal dapat terjadi karena adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonsi merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan wajah, dengan perkembangan gigi dan oklusi, dan perawatan kelainan oklusal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigitiruan merupakan bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun seluruh gigi asli yang hilang dan jaringan di sekitarnya. Tujuan dari pembuatan gigi tiruan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral alami yang telah digunakan sebagai model gigitiruan sejak 1756 20 Gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroba terdapat hampir di semua tempat. Di udara mulai dari permukaan tanah sampai pada lapisan atmosfir yang paling tinggi. Di laut terdapat sampai pada dasar laut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat BARU LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat : A3a Tgl.Praktikum : 26 Mei 2014 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes. Penyusun : 1. Pramadita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan yang berada di atas linggir sisa yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan sekitarnya, kemudian akan diisi dengan bahan pengisi untuk mendapatkan

Lebih terperinci

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar).

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar). 1 PENCETAKAN Setelah dilakukan perawatan pendahuluan dan luka pencabutan sudah sembuh maka terhadap pasien dapat dilakukan. Sebelumnya terlebih dahulu dijelaskan kepada pasien, bahwa dalam pengambilan

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme. tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang orang yang menangani

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme. tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang orang yang menangani 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kamar jenazah merupakan sumber infeksi yang potensial, tidak hanya untuk ahli patologi anatomi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas pemulasaran jenazah.

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti adalah perawatan yang bertujuan untuk memperbaiki kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan akurat (Foster, 1997).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep penggunaan bahan kimia untuk perawatan dalam rongga mulut telah diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre Fauchard

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan dan plak, terutama pada daerah sayap bukal atau bagian-bagian yang sukar dibersihkan (David dan MacGregor,

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo Material Safety Data Sheet Resin Pinus Oleo Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Resin Pinus Oleo Sinonim : Pinus Resin Turpentin Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang semakin kompleks membawa banyak perubahan di berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa ini, bidang

Lebih terperinci

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE 1. N a m a Golongan Mineral Sinonim/Nama Dagang (1,2) Tidak tersedia. Selenium aspartat merupakan komposisi dari sodium selenite, l-aspartic acid, dan protein sayur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahan Cetak Elastomer Bahan cetak elastomer merupakan bahan cetak elastik yang menyerupai karet. Bahan ini dikelompokkan sebagai karet sintetik. Suatu pengerasan elastomer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya pencegahan infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi

Lebih terperinci

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA 1 Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA 5Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi ekstrak daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi

Lebih terperinci