UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT GENERIK MELALUI ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI SEKSI LOGISTIK PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH TAHUN 2012 SKRIPSI MEGA DEWANTY FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT DEPOK JULI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT GENERIK MELALUI ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI SEKSI LOGISTIK PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) MEGA DEWANTY FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT DEPOK JULI 2012

3

4

5

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Mega Dewanty Alamat : Perumahan Taman Mulia Jalan Mawar Nomor 84 Jimbaran - Kuta, Bali mega.dewanty@gmail.com Tempat Tanggal Lahir : Denpasar, 18 Maret 1991 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : TK ABA Tahun SD Muhammadiyah I Denpasar Tahun SMP Negeri 4 Denpasar Tahun SMA Negeri 4 Denpasar Tahun FKM UI Peminatan Manajemen Rumah Sakit Tahun v

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah.. Segala puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, berkah serta hidayah-nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat merampungkan skripsi yang berjudul Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Analisis ABC Indeks Kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih tepat pada waktu yang telah ditentukan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kendala yang ditemui. Namun, berkat doa, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak peneliti akhirnya dapat melaluinya. Untuk itu, pada kesempatan ini ijinkanlah peneliti untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Kurnia Sari, SKM, MSE selaku Dosen Pembimbing Akademik peneliti yang sangat baik, serta selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi masukan-masukan yang sangat berharga agar peneliti dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik. 2. Ibu Surya Fitri, S.si, Apt, MM selaku Penguji sekaligus Pembimbing Lapangan peneliti yang senantiasa meluangkan waktunya untuk menguji, mengoreksi, serta memberikan penilaian dan masukan terhadap skripsi ini. 3. Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, Dsc selaku Dosen Penguji dari FKM-UI yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji, memberikan penilaian, serta masukan-masukan yang berharga terhadap skripsi ini. 4. Seluruh staf Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, terutama staf Bagian Logistik dan Dokter-Dokter yang menjadi informan. Terima kasih atas sikap yang kooperatif dan membantu untuk kelancaran penelitian ini. 5. Kedua orang tua tercinta, Marwan Idris dan Luh Priyani. Terima kasih atas doamu di setiap malam, dukungan, kasih sayang dan cintamu kepadaku. I love u so much, ma, pa... vi

8 6. Kedua adik tercinta, Randy Dewangga Idris dan Rivandy Rahman Idris yang selalu menghibur dan memberi semangat untuk peneliti. Mba Ega doakan kalian selalu sukses yaa.. Love u.. 7. Seluruh keluarga, Tante Mang Wik, Om Tut Budi, Enin, Tante Atik, dan yang lain, baik yang ada di Bali, Sunter, Bandung, yang selalu memberikan perhatian, dukungan, kasih sayang kepada peneliti. 8. Rifaudi Hidayanto, SKM yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk setia menemani. Terima kasih atas segala doa, bantuan, dukungan, perhatian, dan semangat yang selalu kamu berikan. Love u... Sukses! 9. Teman-teman terdekat, terutama Putri Dina Rusdi, SKM yang berjasa membantu tahap finishing, Desesri Ralifia, S.Kom, Gusni Rahma, SKM, Kiki Yunianti, SKM, Dela Aptika Gusani, SKM, Tiagita Sasmita, SKM, Hafizah. Terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang yang kalian berikan buatku. Semoga kita semua sukses yaa, amin 10. Seluruh teman-teman FKM UI angkatan 2008, terutama teman-teman Peminatan MRS. Terima kasih telah mengisi hari-hari peneliti selama perkuliahan. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat peneliti harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Depok, 12 Juli 2012 Mega Dewanty vii

9

10 ABSTRAK Nama : Mega Dewanty Program Studi: Sarjana Kesehatan Masyarakat Judul : Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Analisis ABC Indeks Kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Tahun 2012 Pelayanan farmasi merupakan salah satu pelayanan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit, sehingga perbekalan farmasi terutama obat memerlukan pengelolaan dengan konsep manajemen logistik yang bermutu. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai proses pengendalian persediaan obat generik dengan menggunakan metode analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih tahun Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan 6 orang informan dan operational research dengan 6 orang user (dokter). Hasil penelitian menunjukkan kelompok A indeks kritis terdiri atas 7 item (4,19%) dengan nilai investasi Rp ,- (15,22%) dan jumlah pemakaian (20,91%). Kelompok B terdiri atas 101 item (60,48%) dengan nilai investasi Rp ,- (81,48%) dan pemakaian sebanyak (71,68%). Kelompok C terdiri atas 59 item (35,33%) dengan nilai investasi Rp (3,3%) dan pemakaian (7,41%). Pada kelompok A indeks kritis economic order quantity (EOQ) menghasilkan besar bervariasi antara yang terdiri atas jenis tablet, kapsul, dan injeksi. Sementara, reorder point (ROP) bervariasi antara Kata Kunci : Pengendalian Persediaan, Obat Generik, ABC Indeks Kritis ix

11 ABSTRACT Name : Mega Dewanty Study Program : Bachelor of Public Heath Title : Inventory Control of Generic Drugs using Analysis ABC Critical Index at Pharmaceutical Logistics Islamic Jakarta Cempaka Putih Hospital in 2012 Pharmaceutical services has an important role in determining the quality of health service in the hospital, so that good logistic management concept for pharmaceutical supplies especially drugs, is required. The objective of this research is to describe an inventory control process of generic drugs using analysis of ABC critical index at Pharmaceutical Logistics of Islamic Jakarta Cempaka Putih Hospital in This research used qualitative approach with in depth interview with six participants and operational research from six users (doctors). The results showed that the group A critical index comprised of seven items (4.19%) with an investment of Rp ,- (15.22%) and the usage of (20.91%). Group B consisted of 101 items (60.48%) with an investment of Rp ,- (81.48%) and the usage of (71.68%). Group C consisted of 59 items (35.33%) with an investment of Rp ,- (3.3%) and the usage of (7.41%). In group A critical index, economic order quantity (EOQ) varied between 337 and 5741 consisting of tablets, capsules, and injections. Meanwhile, reorder point (ROP) varies between 82 and 362. Keywords : Inventory Control, Generic Drugs, ABC Critical Index x

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Bagi Rumah Sakit Bagi Peneliti Ruang Lingkup BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Logistik Pengertian Manajemen Logistik Tujuan Manajemen Logistik Fungsi Manajemen Logistik Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit Manajemen Persediaan Definisi dan Manfaat Persediaan Jenis-Jenis Persediaan Biaya-Biaya persediaan Sistem Pengisian Kembali Persediaan Pengendalian Persediaan Definisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan Metode Pengendalian Persediaan Analisis ABC Analisis ABC Indeks Kritis Economic Order Quantity (EOQ) Reorder Point (ROP) xi

13 BAB 3 ALUR PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH Kerangka Teori Alur Pikir Definisi Istilah BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Informan Penelitian Teknik Pengumpulan Data Instrumen Penelitian Validitas Data Pengolahan Data Penelitian Kualitatif Penelitian Operasional Analisis Data Penyajian Data BAB 5 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH Sejarah RSIJ Cempaka Putih Profil RSIJ Cempaka Putih Falsafah, Visi, Misi, Motto, dan Tujuan RSIJ Cempaka Putih Falsafah RSIJ Cempaka Putih Visi RSIJ Cempaka Putih Misi RSIJ Cempaka Putih Motto RSIJ Cempaka Putih Struktur Organisasi RSIJ Cempaka Putih Ketenagaan RSIJ Cempaka Putih Fasilitas Pelayanan RSIJ Cempaka Putih Pelayanan Medis Pelayanan Medis Khusus Pelayanan Penunjang Medis Pelayanan Umum Kinerja Pelayanan RSIJ Cempaka Putih Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Visi dan Misi Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Tujuan, Fungsi, dan Sasaran Mutu Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Struktur Organisasi dan Uraian Pekerjaan Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Ketenagaan Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih Program Kerja Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih xii

14 BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Informan Penelitian Kualitatif Penelitian Operasional Hasil Penelitian Pengendalian Persediaan Obat di Seksi Logistik Perbekes RSIJ Cempaka Putih Analisis ABC Pemakaian Analisis ABC Investasi Analisis ABC Indeks Kritis EOQ Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis ROP Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis BAB 7 PEMBAHASAN 7.1 Keterbatasan Penelitian Pembahasan Hasil Penelitian Pengendalian Persediaan Obat di Seksi Logistik Perbekes RSIJ Cempaka Putih Analisis ABC Pemakaian Analisis ABC Investasi Analisis ABC Indeks Kritis EOQ Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis ROP Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran Untuk RSIJ Cempaka Putih Untuk Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan DAFTAR REFERENSI xiii

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Logistik Gambar 2.2 Logistik di Rumah Sakit Gambar 2.3 Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Gambar 3.1 Siklus Logistik Gambar 3.2 Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Gambar 3.3 Teknik Pengendaian Persediaan Gambar 3.4 Metode pengendalian persediaan dengan analisis ABC indeks kritis Gambar 3.5 Alur Pikir Gambar 5.1 Logo RSIJ Cempaka Putih Gambar 5.2 Trend Jumlah Pasien Rawat Jalan dan Rawat InapRSIJ Cempaka Putih Tahun 2009 s/d Gambar 5.3 Struktur Organisasi Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Gambar 7.1 Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Periode Januari 2011 s/d Februari Gambar 7.2 Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Investasi Periode Januari 2011 s/d Februari Gambar 7.3 Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis Periode Januari 2011 s/d Februari Gambar 5.7 Struktur Organisasi Bagian Pemasaran Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih xv

16 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perbandingan Jumlah dan Nilai Pembelian Persediaan Perbekalan Kesehatan Tahun Tabel 2.1 Analisis ABC Tabel 2.2 Kebijaksanaan Manajemen Inventori Berdasarkan Klasifikasi ABC Tabel 2.3 Nilai Kritis Rata-Rata Tabel 3.1 Definisi Istilah Tabel 5.1 Ketenagaan RSIJ Cempaka Putih Berdasarkan Status Hubungan Kerja dan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Fasilitas Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Kelas dan Paviliun RSIJ Cempaka Putih Tahun Tabel 5.3 Indikator Pelayanan RSIJ Cempaka Putih Tahun 2009 s/d Tabel 5.4 Ketenagaan Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih Tahun Tabel 5.5 Program Kerja Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Tahun Tabel 6.1 Karakteristik Informan Tabel 6.2 Karakteristik User Tabel 6.3 Pembelian Keluar Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 6.4 Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 6.5 Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Investasi Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 6.6 Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 6.7 Obat Generik Kelompok A Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis Tabel 6.8 Biaya Pemesanan Setiap Kali Pesan Tabel 6.9 Biaya Penyimpanan Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis Tabel 6.10 Hasil Perhitungan EOQ Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 6.11 Hasil Perhitungan ROP Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 7.1 Pembelian ke Luar Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 7.2 Obat Generik Kelompok A Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis Tabel 7.3 EOQ Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis Periode Januari 2011 s/d Februari Tabel 7.4 ROP Obat Generik Kelompok A Indeks Kritis Periode Januari 2011 s/d Februari xiv

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Struktur Organisasi RS Islam Jakarta Cempaka Putih Pertanyaan Wawancara Mendalam Pedoman Wawancara Mendalam Matriks Hasil Wawancara Mendalam Contoh Kuesioner Nilai Kritis Obat Generik Hasil Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan ABC Pemakaian Hasil Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan ABC Investasi Nilai Kritis Obat Generik Hasil Pengelompokkan Obat Generik Berdasarkan ABC Indeks Kritis Nama Obat Kelompok B Indeks Kritis Nama Obat Kelompok C Indeks Kritis xvi

18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif adalah rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pengertian rumah sakit menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, yaitu rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Rumah sakit memiliki peran yang strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peranannya semakin menonjol saat ini seiring dengan perkembangan pola penyakit, perkembangan teknologi kedokteran dan kesehatan serta peningkatan keadaan sosial ekonomi masyarakat yang menuntut adanya pelayanan kesehatan yang optimal. Tuntutan tersebut bertambah berat dalam menghadapi era pasar bebas saat ini, yaitu dengan masuknya kompetitor rumah sakit dengan modal asing ke dalam negeri (Aditama, 2000). Perkembangan jumlah rumah sakit di Indonesia pun semakin meningkat pesat. Berdasarkan data Pusdatin Kemenkes (2011), diketahui bahwa pada tahun 2010 jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 1.523, sedangkan hingga Juli 2011 diketahui jumlah rumah sakit meningkat menjadi Hal ini berarti dalam kurun waktu sekitar 16 bulan bertambah 163 rumah sakit, sehingga rata- 1

19 2 rata setiap bulannya ada 10 rumah sakit baru. Dari total rumah sakit, diantaranya 733 rumah sakit pemerintah dan 953 rumah sakit swasta. Hal tersebut menimbulkan persaingan ketat antar rumah sakit dalam mendapatkan pasar pelayanan kesehatan. Ditengah tuntutan dan persaingan tersebut, maka mutu pelayanan kesehatan (quality of health care) menjadi tuntutan mutlak yang harus dipenuhi rumah sakit. Mutu akan menjadi kriteria utama bagi customer dalam memilih rumah sakit, dalam suasana persaingan yang tajam. Oleh karena itu, profesionalisme dalam manajemen dan pelayanan harus selalu ditingkatkan (Jacobalis, 1989). Salah satu pelayanan di rumah sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan farmasi. Hal tersebut diperjelas dalam SK Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhan yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (SK Menkes RI No.1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit). Instalasi farmasi merupakan unit di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar dirumah sakit serta terhadap pemberian informasi obat yang siap pakai bagi petugas maupun pasien (Aditama, 2000). Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, pelayanan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Instalasi farmasi memiliki peran yang vital di rumah sakit, yaitu bersifat fungsional dan terkait dengan pelayanan-pelayanan lain di rumah sakit. Hal ini dikarenakan hampir seluruh pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit memerlukan sediaan farmasi dan/atau perbekalan kesehatan. Perbekalan kesehatan merupakan semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, meliputi sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika), alat kesehatan, dan perbekalan lainnya (Siregar & Amalia, 2003).

20 3 Selain itu, instalasi farmasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ekonomi dan biaya operasional rumah sakit. Menurut Aditama (2000), persediaan barang yang harus disediakan di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan teknik. Namun, biaya rutin terbesar di rumah sakit terdapat pada pengadaan persediaan farmasi, salah satunya adalah obat. Menurut Depkes RI (2008), biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang, belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% biaya keseluruhan rumah sakit. Selain itu, Yusmainita dalam Suciati (2006) juga menyebutkan bahwa pelayanan farmasi merupakan revenue center utama rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi, meliputi obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas medik. Serta 50% dari seluruh pendapatan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Melihat besarnya kontribusi instalasi farmasi terhadap kelancaran pelayanan di rumah sakit serta instalasi farmasi merupakan komponen biaya sekaligus memberikan sumber pendapatan terbesar bagi rumah sakit, maka perbekalan farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Pengelolaan perbekalan farmasi tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik, yang unsur-unsurnya meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian yang selamat dan aman, hingga pengendalian persediaan yang teliti (Aditama, 2000). Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting adalah pengendalian persediaan (inventory control). Persediaan (inventory) ditujukan untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan. Persediaan menurut Bowersox (1995) merupakan salah satu daerah keputusan yang paling riskan dalam manajemen logistik, dimana komitmen terhadap persediaan merupakan pusat dari operasi logistik. Menurut Andalusia (1999), pengelolaan persediaan yang efisien adalah tersedianya barang-barang dalam jumlah yang optimum. Persediaan barang tidak

21 4 boleh berlebih. Hal ini dikarenakan penumpukan barang di gudang akan mengakibatkan kerugian karena adanya investasi yang terhenti dan menimbulkan biaya penyimpanan (holding cost) yang tinggi. Namun, juga tidak boleh terjadi kekurangan persediaan yang dapat mengakibatkan kehilangan pendapatan karena tertundanya pelayanan. Oleh karena itu, manajemen persediaan berusaha agar jumlah persediaan yang ada dapat menjamin kelancaran produksi, dan dengan total cost seminimal mungkin. Menurut Rangkuti (1996), teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan dan kapan saatnya dilakukan pemesanan kembali. Namun, sebelumnya perlu dilakukan klasifikasi persediaan yang berguna untuk memfokuskan perhatian manajemen terhadap jenis barang yang paling penting yang terdapat dalam persediaan. Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih merupakan rumah sakit swasta tipe B utama yang bernafaskan Islami dalam memberikan pelayanannya. Dalam menjalankan peranannya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, RSIJ Cempaka Putih juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang optimal. Peran tersebut cukup dijalankan dengan baik yang dibuktikan dengan penilaian mutu berupa sertifikat akreditasi 16 pelayanan secara lengkap yang dimiliki serta dua sertifikat ISO lainnya. Hal ini tentu didapatkan melalui komitmen seluruh komponen rumah sakit untuk memberikan kinerja dan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Salah satu bagian yang turut berperan dalam terselenggaranya pelayanan yang bermutu adalah Bagian Logistik. Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih bertanggung jawab terhadap tersedianya berbagai kebutuhan barang dan bahan yang diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada pasien, terutama barang perbekalan kesehatan. Kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pengendalian perbekalan kesehatan dilakukan oleh Bagian Logistik, khususnya oleh Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan (Perbekes). Sebelumnya, fungsi ini berada di bawah Bagian Farmasi, namun pada Januari 2007 diberlakukan kebijakan sentralisasi pengadaan menjadi satu pintu oleh Bagian

22 5 Logistik, yang terdiri dari Seksi Logistik Umum & Investasi yang mengelola barang perbekalan umum dan investasi dan Seksi Logistik Perbekes yang mengelola barang perbekalan kesehatan. Berdasarkan Program Kerja Anggaran Pendapatan & Belanja Bagian Logistik tahun 2012, diketahui bahwa nilai pengadaan atau pembelian barang perbekalan kesehatan pada tahun 2011 adalah sebesar 86,1 %, sedangkan barang perbekalan umum (ART, ATK, BMK, BMS, material bangunan, listrik, linen, dan barang cetakan) hanya sebesar 13,9%. Nilai pembelian perbekalan kesehatan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 5,51%. Perbekalan kesehatan yang dikelola terdiri dari tiga jenis, yaitu obat, reagensia, dan alat kesehatan operasional. Berdasarkan Laporan Pengadaan & Pengelolaan Perbekes tahun 2011, diketahui bahwa obat memiliki jumlah terbanyak dan nilai pembelian terbesar. Tabel 1.1. Perbandingan Jumlah dan Nilai Pembelian Persediaan Perbekalan Kesehatan Tahun 2011 No. Jenis Perbekalan Jumlah Item % Jumlah % Nilai Pembelian Kesehatan Item 1. Obat Alat Kesehatan Reagensia Total Sumber: Bagian Logistik RSIJ Cempaka Putih Tahun 2012 (Telah diolah kembali) Data di atas menunjukkan bahwa obat merupakan sebagian besar jenis persediaan perbekalan kesehatan yang dimiliki serta pembelian rutin yang menyerap nilai investasi terbesar dibandingkan jenis perbekalan kesehatan lain, yaitu sebesar 75,81% dari total pembelian barang perbekalan kesehatan selama satu tahun terakhir. Hal ini menunjukkan perlunya suatu pengelolaan yang baik terhadap persediaan obat di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan. Saat ini metode pengendalian persediaan yang digunakan di Seksi Logistik Perbekes untuk menentukan tingkat persediaan yang optimal adalah metode standar minimum-maksimum. Standar minimum-maksimum merupakan batas

23 6 persediaan minimum dan maksimum yang ditetapkan untuk disediakan di Gudang Logistik Perbekes berdasarkan data historis pemakaian. Standar tersebut ditentukan berdasarkan jumlah pemakaian atau permintaan dari Bagian Farmasi selama periode sebelumnya, dimana jumlah pemakaian tersebut dijadikan data jumlah pemakaian per bulan untuk setiap item obat. Setengah dari jumlah pemakaian per bulan tersebut menjadi standar maksimum persediaan untuk bulan berikutnya. Standar minimum adalah untuk 1 minggu persediaan dan standar maksimum adalah untuk 2 minggu persediaan. Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur di Seksi Logistik Perbekes, diperoleh informasi bahwa standar minimum-maksimum tersebut belum diupdate atau dievaluasi secara rutin dan berkala. Sehingga, penentuan jumlah kebutuhan menjadi tidak akurat terutama pada saat terjadi peningkatan kasus atau perubahan pola peresepan obat oleh dokter. Berdasarkan Laporan Pengadaan & Pengelolaan Perbekes tahun 2011, diketahui frekuensi pembelian perbekalan kesehatan di luar prosedur rutin pada tahun 2011 adalah sebanyak 45 kali dengan total pembelian Rp ,- dimana jumlah ini meningkat 32,35% dari tahun sebelumnya. Pembelian berulang atau pembelian kecil-kecilan tentu tidak efisien terhadap pekerjaan maupun biaya yang ditimbulkan. Selain itu, pembelian kecil-kecilan tersebut juga dipengaruhi oleh pola peresepan obat oleh dokter yang tidak menentu, sehingga perilaku obat menjadi berubah-ubah. Hal ini terkait dengan implementasi standarisasi obat atau formularium rumah sakit yang belum diterapkan dengan optimal. Terkait evaluasi obat, berdasarkan data obat tidak laku (OTL) di Seksi Logistik Perbekes, diperoleh informasi bahwa pada periode 2011 terdapat 35 item OTL dengan nilai sebesar Rp ,- dimana hingga Januari 2012 telah terjual atau berhasil diretur sebanyak 23 item, sehingga sisa OTL hingga akhir januari 2012 adalah 13 item dengan nilai Rp ,-. Sedangkan, obat slow moving periode Oktober 2011 hingga Maret 2012 terdiri dari 88 item. Selain itu, di Seksi Logistik Perbekes belum pernah dilakukan metode pengendalian persediaan obat melalui pengklasifikasian persediaan obat untuk memudahkan pengawasan. Hal ini perlu dilakukan karena jumlah persediaan obat di Gudang Logistik Perbekes sangat banyak, yaitu item. Sehingga, perlu

24 7 dilakukan pengelompokkan obat menurut tingkat kepentingannya untuk menentukan jenis-jenis obat yang perlu mendapatkan prioritas (Rangkuti, 1996). Menurut Rangkuti (1996), pengklasifikasian tersebut dapat dilakukan melalui analisis ABC berdasarkan jumlah pemakaian dan nilai investasi, kemudian Calhoun dan Campbell dalam Ramadhan (2003) menyempurnakan analisis ABC tersebut dengan memperhitungkan tingkat kekritisan obat tersebut terhadap pelayanan yang disebut dengan analisis ABC indeks kritis. Dari hasil kelompok obat tersebut dapat ditentukan economic order quantity (EOQ) dan reorder point (ROP). Berdasarkan masalah-masalah yang ditemukan dalam proses pengendalian persediaan obat, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai gambaran proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekes. Selain itu, peneliti juga melakukan pengendalian persediaan obat melalui analisis ABC indeks kritis untuk dapat ditentukannya jumlah pemesanan ekonomis dan titik pemesanan kembali. Namun, karena banyaknya jumlah persediaan obat, pengendalian persediaan hanya dilakukan untuk salah satu jenis obat yang tersedia, yaitu obat generik. Obat generik dipilih karena jenis obat ini banyak diresepkan untuk pengobatan pasien di RSIJ Cempaka Putih dengan persentase jumlah pemakaian sebesar 34,02%. Sehingga, melalui penelitian ini, diharapkan metode pengendalian persediaan melalui analisis ABC indeks kritis dan perhitungan jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) dan titik pemesanan kembali (ROP) dapat dilakukan pada seluruh jenis persediaan perbekalan kesehatan di Gudang Logistik Perbekes, terutama obat. 1.2 Rumusan Masalah Obat merupakan jenis perbekalan kesehatan yang memiiki jumlah terbanyak yaitu 78.93% dan nilai investasi terbesar 75.81%. untuk itu, perlu dilakukan pengelolaan yang baik terhadap persediaan obat. Saat ini Seksi Logistik Perbekes menggunakan metode standar minimum-maksimum dalam menentukan tingkat persediaan yang optimal. Namun, standar minimum-maksimum ini belum diupdate atau dievaluasi secara rutin dan berkala sehingga penentuan jumlah kebutuhan menjadi tidak akurat terutama pada saat terjadi peningkatan kasus atau

25 8 perubahan pola peresepan obat oleh dokter. Hal ini terbukti dengan adanya frekuensi pembelian perbekalan kesehatan di luar prosedur rutin pada tahun 2011 sebanyak 45 kali dengan total pembelian Rp ,- dimana jumlah ini meningkat 32,35% dari tahun sebelumnya. Selain itu, pola peresepan obat oleh dokter yang tidak menentu juga mempengaruhi dilakukannya pembelian kecilkecilan. Hal ini terkait dengan implementasi standarisasi obat atau formularium rumah sakit yang belum diterapkan dengan optimal. Selain itu, di Seksi Logistik Perbekes belum pernah dilakukan pengendalian persediaan melalui pengklasifikasian dengan analisis ABC dan analisis ABC indeks kritis. Berbagai masalah tersebut membuat peneliti ingin mengetahui gambaran proses pengendalian persediaan obat yang dilakukan di Seksi Logistik Perbekes RSIJ Cempaka Putih. Serta peneliti juga melakukan pengendalian persediaan obat, yang dikhususkan pada salah satu jenis obat yaitu obat generik melalui metode analisis ABC indeks kritis sehingga dapat ditentukan jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) dan titik pemesanan kembali (ROP) pada kelompok obat. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih? 2. Bagaimana pengelompokkan obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A, B, dan C berdasarkan analisis ABC pemakaian di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih? 3. Bagaimana pengelompokkan obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A, B, dan C berdasarkan analisis ABC investasi di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih? 4. Bagaimana pengelompokkan obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A, B, dan C berdasarkan analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih? 5. Berapa jumlah pemesanan ekonomis atau economic order quantity (EOQ) obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih?

26 9 6. Kapan dilakukan pemesanan kembali atau reorder point (ROP) obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Memberikan gambaran mengenai pengendalian persediaan obat generik dengan menggunakan metode analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih tahun Tujuan Khusus 1. Menggambarkan proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. 2. Mengelompokkan persediaan obat generik ke dalam kelompok A, B, dan C berdasarkan analisis ABC pemakaian di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. 3. Mengelompokkan persediaan obat generik ke dalam kelompok A, B, dan C berdasarkan analisis ABC investasi di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. 4. Mengelompokkan persediaan obat generik ke dalam kelompok A, B, dan C berdasarkan analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. 5. Melakukan penghitungan jumlah pemesanan ekonomis atau economic order quantity (EOQ) obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. 6. Melakukan penghitungan titik pemesanan kembali atau reorder point (ROP) obat generik yang termasuk ke dalam kelompok A analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih.

27 Manfaat Penelitian Bagi Rumah Sakit 1. Memperoleh bahan masukan mengenai metode pengendalian persediaan yang dapat digunakan dalam proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan. 2. Memperoleh hasil analisis mengenai persediaan obat generik yang memiliki jumlah pemakaian, nilai investasi, dan nilai kritis yang tinggi, sedang, dan rendah. 3. Mendapatkan informasi mengenai jumlah pemesanan ekonomis dan titik pemesanan kembali terutama untuk persediaan obat generik dengan indeks kritis yang tinggi Bagi Penulis 1. Memperoleh pengetahuan dan wawasan dibidang manajemen logistik rumah sakit, terutama dalam hal pengendalian persediaan perbekalan kesehatan. 2. Mendapatkan keterampilan dalam melakukan analisis ABC, analisis ABC indeks kritis, EOQ, dan ROP dalam pengendalian persediaan obat. 3. Memperoleh kesempatan untuk menerapkan keilmuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengenai pengendalian persediaan obat generik melalui metode analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. Penelitian ini dilakukan di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih yang berlangsung selama bulan Mei hingga Juni tahun Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengelompokkan persediaan obat generik berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi, dan tingkat kekritisannya terhadap pelayanan kepada pasien, sehingga memudahkan pengawasan terhadap kelompok obat tersebut. Penelitian ini melibatkan user (dokter) dalam menentukan nilai kritis obat, serta pegawai di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan dan Bagian Farmasi RSIJ Cempaka Putih sebagai informan.

28 11 Penelitian dilakukan dengan mengolah data primer berupa hasil wawancara mendalam dan observasi untuk mengetahui gambaran proses pengendalian persediaan obat yang dilakukan di Seksi Logistik Perbekes, serta kuesioner untuk menentukan nilai kritis obat generik. Selain itu, juga dilakukan pengolahan data sekunder berupa daftar obat generik, daftar harga obat generik, dan data pemakaian obat generik periode Januari 2011 hingga Februari 2012.

29 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Logistik Pengertian Manajemen Logistik Manajemen logistik menurut Aditama (2000) adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. The Council of Logistics Management (1991) menyatakan definisi manajemen logistik kurang lebih sama yaitu the process of planning, implementing, and controlling the efficient, effective flow and storage of goods, services, and related information from the point of origin to the point of consumption for the purpose of conforming to customer requirements. Sedangkan, menurut Bowersox (1995) manajemen logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang, dan barang jadi dari para supplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan. Terdapat lima komponen yang membentuk sistem logistik, yaitu: struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, serta penanganan (handling) dan penyimpanan (storage) Tujuan Manajemen Logistik Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2000) adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi di mana dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah. Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Aditama (2000) juga menjelaskan kegiatan logistik secara umum memiliki tiga tujuan, yaitu: 1. Tujuan Operasional Adalah agar tersedianya barang, serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai. 2. Tujuan Keuangan 12

30 13 Meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya. 3. Tujuan Pengamanan Bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan sesungguhnya dapat tercermin di dalam sistem akuntansi Fungsi Manajemen Logistik Fungsi manajemen logistik merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus sehingga membentuk sebuah siklus sebagai berikut. Perencanaan Penghapusan Penganggaran Pengendalian Pemeliharaan Pengadaan Penyimpanan dan Penyaluran Gambar 2.1. Siklus Logistik Sumber: Subagya (1994) Berdasarkan gambar di atas dapat diuraikan manajemen logistik merupakan suatu proses yang terdiri dari: 1. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan Pengelolaan logistik cenderung semakin kompleks dalam pelaksanaannya, sehingga akan sangat sulit dalam pengendalian apabila tidak didasari oleh perencanaan yang matang. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi, dan reporting yang memadai yang berfungsi sebagai

31 14 umpan balik untuk tindakan pengendalian terhadap penyimpanganpenyimpangan yang terjadi (Subagya, 1994). Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan mencakup aktivitas menetapkan sasaran-sasaran, pedoman, dan dasar ukuran penyelenggaraan pengelolaan perlengkapan. Sedangkan, penentuan kebutuhan merupakan perincian (detailering) dari fungsi perencanaan, bilamana diperlukan semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan (Aditama, 2000). Dalam membuat perencanaan pengadaan, terdapat tiga metode yang dapat digunakan, yaitu: a. Metode konsumsi, yaitu metode perencanaan yang didasarkan atas analisis data konsumsi atau pemakaian perbekalan farmasi periode sebelumnya. b. Metode epidemiologi, yaitu metode perencanaan yang didasarkan pada data jumlah kunjungan, jumlah tindakan, Bed Occupation Rate (BOR), Length of Stay (LOS), frekuensi penyakit dan standar terapi. c. Kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi. Dalam merumuskan perencanaan pengadaan persediaan obat di rumah sakit, terlebih dahulu obat-obatan yang ingin diadakan harus dikonsultasikan antara Manajemen, Apoteker, dan Dokter dengan menetapkan standar formularium rumah sakit. Formularium menurut Siregar dan Amalia (2003) adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih Panitia Farmasi Terapi (PFT) yang disertai informasi tambahan penting penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur terkait obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayanan kesehatan. Formularium rumah sakit disusun berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit. Oleh karena itu, formularium menjadi dasar yang wajib digunakan dan dipatuhi oleh staf medik dalam menuliskan resep atau order obat untuk penderita. Dalam upaya peningkatan kepatuhan staf medik dalam menggunakan formularium, PFT dan pimpinan rumah sakit harus melakukan berbagai upaya, yaitu (Siregar dan Amalia, 2003):

32 15 1. PFT harus benar-benar berwibawa, bertugas dengan baik, dan aktif melaksanakan semua fungsi, kewajiban, dan tanggung jawabnya. 2. Sistem formularium dipatuhi dan didukung oleh semua staf profesional pelayanan kesehatan di rumah sakit serta didukung juga oleh peraturan rumah sakit. 3. Pentingnya manajemen sistem formularium yang baik guna meningkatkan kepatuhan staf medik pada penggunaan formularium. 4. Jenis obat dalam formularium benar-benar direncanakan sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan pada pola penyakit, populasi penderita, spesialisasi, cukup fleksibel namun ada batasnya, direvisi tepat waktu dan berisi informasi penting lain yang berguna bagi staf medik. 5. Format, ukuran, dan penampilan formularium menyenangkan. 6. Lentur dalam pembatasan penggunaan obat nonformularium di rumah sakit. Apabila layak, dapat digunakan. 7. Larangan penggunaan sampel obat non formularium di rumah sakit. 8. Pengadaan dan penetapan prosedur serta daftar obat yang disetujui disubstitusi terapi. 9. Setiap staf medik memiliki satu buku formularium rumah sakit. 10. Staf medik dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait formularium yang akan datang (revisi, pengusulan obat masuk, maupun penghapusan ke/dari formularium). 11. Produk obat formularium selau tersedia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). 12. IFRS aktif menerbitkan dan menyebarkan bulletin farmasi kepada staf profesional dimana buletin tersebut berisi informasi tentang obat formularium, (tambahan obat baru formularium, penghapusan obat, hasil evaluasi penggunaan obat, pemantauan reaksi obat merugikan). 13. Meningkatkan tanggapan bahwa formularium adalah suatu instrumen positif untuk pendidikan dan dampak evaluatif pada terapi obat. 14. Operasionalisasi formularium secara terus menerus melalui staf profesional pelayanan kesehatan.

33 16 Dalam menentukan kebutuhan, selain harus menentukan jenis barang yang dibutuhkan, hal yang tidak kalah pentingnya adalah menentukan jumlah kebutuhan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui forecasting (peramalan) jumlah kebutuhan setiap barang farmasi dengan mempertimbangkan peningkatan kunjungan, lead time dan stok pengaman (Ramadhan, 2003). Selain itu, terdapat beberapa masalah pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan: a. Apa yang dibutuhkan (what), untuk menentukan jenis barang yang tepat b. Berapa yang dibutuhkan (how many), untuk menentukan jumlah barang yang tepat c. Bilamana dibutuhkan (when), untuk menentukan waktu yang tepat d. Dimana dibutuhkan (where), untuk menentukan tempat yang tepat e. Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who), untuk menentukan orang atau unit yang tepat f. Bagaimana diselenggarakan (how), untuk menentukan proses yang tepat g. Mengapa dibutuhkan (why), untuk mengecek apakah keputusan yang diambil benar-benar tepat. 2. Fungsi Penganggaran Fungsi penganggaran merupakan usaha-usaha merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang dan jumlah biaya, dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya (Aditama, 2000). Beberapa hal penting dalam proses penganggaran (Awaloeddin, 2001): a. Penyesuaian rencana pembelian dengan dana yang tersedia b. Mengetahui adanya kendala-kendala dan keterbatasan c. Menentukan umpan balik dari fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan untuk penyesuaian dan penentuan rencana aternatif. 3. Fungsi Pengadaan Pengadaan adalah semua kegiatan dan usaha untuk menambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk

34 17 dalam usaha untuk tetap mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam batasbatas efisiensi (Subagya, 1994). Dalam fungsi pengadaan ini dilakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran (Aditama, 2000). Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembelian, namun didasarkan pada pilihan berbagai alternatif yang paling tepat dan efisien untuk kepentingan organisasi. Cara cara yang dapat dilakukan untuk menjalankan fungsi pengadaan adalah (PS KARS UI, 2002): pembelian, penyewaan, peminjaman, pemberian (hibah), penukaran, pembuatan, dan perbaikan. Seperti prinsip pengadaan material pada umumnya, pengadaan obat juga melalui langkah-langkah setelah melakukan perencanaan dan penentuan kebutuhan, yaitu (Silalahi, 1989): 1. Menentukan metode atau tata cara pengadaan 2. Menentukan pemasok (supplier) 3. Persyaratan kontrak pengadaan 4. Memantau pesanan 5. Penerimaan dan pembayaran Menurut Aditama (2000), pengadaan barang/pembelian merupakan titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol. Pengadaan barang harus menyesuaikan dengan pemakaian, sehingga terjadi keseimbangan antara pemakaian dan pembelian. Keseimbangan ini tidak hanya antara pembelian dengan pemakaian/penjualan total, namun lebih terperinci yaitu antara penjualan dan pembelian dari setiap jenis obat, dimana obat yang laku keras dibeli dalam jumlah yang relatif besar dibanding obat yang kurang laku. 4. Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran Fungsi penyimpanan dan penyaluran merupakan pelaksanaan kegiatan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran perlengkapan yang telah diadakan

35 18 melalui fungsi-fungsi terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada instansiinstansi pelaksana (Aditama, 2000). Menurut Subagya (1994), penyimpanan adalah merupakan kegiatan dan usaha melakukan penyelenggaraan dan pengaturan obat serta persediaan di dalam ruang penyimpanan. Fungsi dari penyimpanan adalah menjamin kelangsungan penjadwalan dari kegiatan-kegiatan yang terjadi sebelumnya dengan pemenuhan yang setepat-tepatnya. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi penyimpanan adalah: a. Pemilihan lokasi b. Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan) c. Pengaturan ruang d. Prosedur/sistem penyimpanan e. Penggunaan alat bantu f. Pengamanan dan keselamatan Sedangkan penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya (Subagya, 1994). Faktor yang mempengaruhi penyaluran barang antara lain: a. Proses Administrasi b. Proses penyampaian berita (data-data informasi) c. Proses pengeluaran obat d. Proses angkutan 5. Fungsi Pemeliharaan Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna, dan daya hasil barang inventaris (Aditama, 2000). Pemeliharaan dapat dilakukan untuk pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan kerusakan atau break down. 6. Fungsi Penghapusan Fungsi penghapusan meliputi kegiatan pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan kata lain, fungsi penghapusan merupakan usaha untuk menghapus kekayaan (assets) karena kerusakan yang

36 19 tidak dapat diperbaiki lagi, sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut, dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundangundangan yang berlaku (Aditama, 2000). Cara-cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain (Subagya, 1994): pemanfaatan langsung (merehabilitasi/merekondisi komponen-komponen yang masih dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai barang persediaan baru), pemanfaatan kembali (meningkatkan nilai ekonomis dari barang yang dihapus menjadi barang lain, pemindahan atau mutasi, hibah, penjualan/pelelangan, dan pemusnahan. 7. Fungsi Pengendalian Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari seluruh fungsi manajemen logistik. Dimana kegiatannya meliputi pengawasan dan pengamanan keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam fungsi ini terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur utamanya (Aditama, 2000): Subagya (1994) menjelaskan bahwa fungsi pengendalian mengandung kegiatan: 1. Inventarisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan dalam perolehan data logistik. 2. Pengawasan, menyangkut kegiatan-kegiatan untuk menetapkan ada tidaknya deviasi-deviasi penyelenggaraan dari rencana-rencana logistik. 3. Evaluasi, menyangkut kegiatan-kegiatan memonitor, menilai dan membentuk data-data logistik yang diperlukan hingga merupakan informasi bagi fungsi logistik lainnya Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit didefinisikan sebagai suatu proses pengolahan strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan barang (stock, material, supplies, inventory, dan lain-lain) yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit. Manajemen logistik harus dilaksanakan secara efisien dan efektif dimana seluruh

37 20 barang, bahan, dan peralatan harus dapat disediakan tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, serta dengan mutu yang memadai (Aditama, 2000). Berdasarkan bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit terdiri dari empat kelompok yaitu: persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan teknik. Namun, biaya rutin terbesar di rumah sakit umumnya terdapat pada pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi (Aditama, 2000): 1. Persediaan obat, mencakup: obat-obatan esensial, nonesensial, obat-obatan yang cepat dan lama terpakai. 2. Persediaan bahan kimia, mencakup: persediaan untuk kegiatan operasional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan nonmedis. 3. Persediaan gas medik, terkait dengan kegiatan pelayanan bagi pasien di kamar bedah, ICU atau ICCU. 4. Peralatan kesehatan, yaitu berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi kegiatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan sebagai barang habis pakai dan barang tahan lama atau peralatan elektronik dan nonelektronik. Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit dapat dilihat pada bagan berikut. Gizi Obat Alat Kesehatan Teknik LOGISTIK DI RS Umum Keseimbangan Seluruh Kegiatan di RS Inventory control Total Komposisi Mutu Gambar 2.2. Logistik di Rumah Sakit Sumber: Aditama (2000)

38 21 Mutu pelayanan logistik dapat dinilai dari dua hal, yaitu prestasi yang dicapai dan total biaya yang dikeluarkan. Pengukuran atas prestasi yang dicapai terkait dengan tersedianya (availability) barang, kemampuan (capability) waktu pengantaran dan konsistensi, serta mutu (quality) usaha. Biaya logistik berhubungan langsung dengan kebijakan prestasi. Makin tinggi setiap prestasi tersebut, maka semakin tinggi juga total biaya yang dikeluarkan. Sehingga, kunci bagi prestasi logistik yang efektif adalah mengembangakan usaha yang seimbang antara prestasi pelayanan yang diberikan dengan biaya yang dikeluarkan (Aditama, 2000). 2.2 Manajemen Persediaan Definisi dan Manfaat Persediaan Menurut Rangkuti (1996) persediaan adalah sejumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan ini merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual kembali. Hidayati (2006) menjelaskan persediaan merupakan sumber daya yang menganggur (idle resource) karena belum digunakan dan menunggu proses lebih lanjut. Persediaan berguna mengantisipasi fluktuasi permintaan, langkanya pasokan, dan waktu tunggu barang yang dipesan (lead time). Selain itu, persediaan mempermudah dan memperlancar jalannya operasional perusahaan/rumah sakit. Dengan adanya persediaan, gangguan pelayanan akibat adanya kekurangan barang dapat dihindari. Menurut Rangkuti (1996), manfaat yang diperoleh dari adanya persediaan (inventory) adalah: a. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang b. Menghilangkan resiko rendahnya kualitas barang c. Mengatasi resiko kenaikan harga d. Mengatasi ketergantungan pada musim e. Mendapatkan keuntungan pembelian

39 22 f. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan dan kelancaran produksi g. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pelanggan Jenis-Jenis Persediaan Persediaan dalam perusahaan dapat dikelompokkan menurut beberapa cara. Berikut adalah jenis-jenis persediaan dilihat dari fungsinya, yaitu (Rangkuti, 1996): 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory Yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. Persediaan ini timbul karena barang yang dibeli, diangkut, atau dibuat dalam jumlah besar (bulk), sehingga barang-barang diperoleh lebih banyak dan lebih cepat daripada pengeluaran dan penggunaannya. Pengadaan persediaan dalam jumlah besar mendapat keuntungan, yaitu: a. Memperoleh potongan harga pembelian b. Biaya pengangkutan menjadi lebih murah c. Penghematan biaya pemesanan Namun, dalam hal ini perlu dibandingkan antara pengehematan yang dilakukan karena melakukan pembelian besar-besaran dengan biaya yang timbul karena besarnya persediaan, seperti biaya sewa gudang, biaya investasi, resiko penyimpanan, dan sebagainya. 2. Fluctuation Stock Yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Jadi, apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini dibutuhkan dalam jumlah yang besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut. 3. Anticipation Stock Yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan data-data masa lalu atau pola musiman yang terdapat dalam satu tahun. Selain itu, persediaan ini juga bertujuan untuk menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman, peningkatan

40 23 penggunaan atau permintaan, serta menjaga jika sewaktu-waktu terjadi kelangkaan bahan atau barang Biaya-Biaya persediaan Menurut Rangkuti (1996), terdapat beberapa variabel biaya yang harus menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan. Biaya-biaya tersebut meliputi: 1. Biaya penyimpanan (Holding costs atau Carrying costs) Merupakan biaya yang bersifat variabel terhadap kuantitas persediaan. Artinya, biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas barang yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: Biaya fasilitasfasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya), Biaya modal, Biaya keusangan, Biaya penghitungan fisik, Biaya asuransi persediaan, Biaya pajak persediaan, Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan, Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya. Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Heizer dan Render (2005) mengungkapkan bahwa biaya penyimpanan persediaan tahunan adalah 26% dari nilai persediaan per unit per tahun. 2. Biaya pemesanan atau pembelian (Ordering costs atau Procurement costs) Berbeda dengan biaya penyimpanan, biaya pemesanan tidak naik (konstan) apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Namun, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total pun akan turun. Hal ini berarti, biaya pemesanan total tahunan adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. Komponen biaya pemesanan meliputi: Biaya pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, Upah, Biaya telepon, Pengeluaran surat menyurat, Biaya pengepakan dan penimbangan, Biaya pemeriksaan penerimaan, Biaya pengiriman, Biaya utang lancar, dan sebagainya. 3. Biaya penyiapan (Set-up cost)

41 24 Biaya ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, namun diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biasanya perusahaan manufacture akan menghadapi biaya ini yang meliputi Biaya mesin menganggur, Biaya penyiapan tenaga kerja langsung, Biaya penjadwalan, Biaya ekspedisi, dan sebagainya. 4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (Shortage costs) Biaya ini timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya tersebut meliputi: Kehilangan penjualan, Kehilangan langganan, Biaya pemesanan khusus, Biaya ekspedisi, Selisih harga, Terganggunya operasi, Tambahan pengeluaran manajerial, dan sebagainya Sistem Pengisian Kembali Persediaan Indrajit dan Djokopranoto (2005) dalam Fakhrunnisa (2010) membedakan jenis permintaan terkait dengan sistem pengisian kembali persediaan, yaitu permintaan independen, permintaan dependen, dan permintaan dengan ciri tersendiri. a. Permintaan Independen Permintaan independen merupakan permintaan barang yang tidak tergantung pada waktu ataupun jumlah permintaan barang lain serta cenderung lebih teratur dan seragam. Terdapat empat model perhitungan jumlah pemesanan kembali terkait dengan jenis permintaan independen, yaitu: 1) sistem pemesanan tetap, dimana jumlah yang dipesan selalu bersifat tetap; 2) sistem produksi tumpukan, dimana berorientasi pada produksi barang dalam tumpukan tertentu; 3) sistem periodik tetap, dimana memiliki jadwal waktu yang tetap dalam hal tinjauan pemesanan; dan 4) sistem minimum-maksimum yang mengusahakan suatu jumlah persediaan minimum untuk menjamin kelangsungan operasi dan persediaan maksimum untuk menjamin tidak tertumpuknya barang. Model-model tersebut juga dapat disebut model deterministik, dimana variabel-variabel yang digunakan dalam perhitungan bersifat tetap dan pasti. Namun, diantara model-model tersebut ada yang bersifat probabilistik dimana variabel-variabel yang digunakan tidak pasti, melainkan berubah-ubah. Variabel yang biasanya berubah adalah jumlah permintaan, waktu permintaan, dan waktu pemesanan. Untuk mengatasi variabel yang tidak pasti tersebut, diperlukan upaya

42 25 penyempurnaan melalui penambahan perhitungan persediaan pengaman (safety stock). b. Permintaan Dependen Permintaan dependen merupakan permintaan yang sifatnya tidak bebas karena permintaan barang ini tergantung pada waktu dan atau jumlah permintaan barang lain. Tipe permintaan ini biasanya digunakan untuk produksi rakitan dan model perhitungan yang digunakan adalah material requirement planning (MRP). c. Permintaan dengan ciri tersendiri Permintaan dengan ciri tersendiri merupakan permintaan barang dimana jumlah, waktu, dan frekuensi pemakaiannya memiliki pola tersendiri dan sifatnya kadang teratur dan kadang tidak teratur. Pola tersebut dapat berulang-ulang setiap tahun (musiman), atau setiap beberapa tahun (siklikal), dan bahkan ada pola pemakaian yang sama sekali tidak teratur. 2.3 Pengendalian Persediaan Definisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan Menurut Aditama (2000), fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dalam pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam fungsi ini terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur utamanya. Pengendalian persediaan (inventory control) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi dan mengatur tingkat persediaan yang optimum agar dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang rendah (Aditama, 2000). Menurut Depkes RI (2008), pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu, hasil stock opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu,

43 26 misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun (Aditama, 2000). Rangkuti (1996) menyebutkan bahwa sistem persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Tujuan lain dari pengendalian persediaan adalah: a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan b. Agar pembentukan persediaan stabil c. Menghindari pembelian kecil-kecilan d. Pemesanan yang ekonomis Dalam mewujudkan sistem pengendalian yang baik, diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut (Assauri dalam Fakhrunnisa, 2010): a. Terdapat gudang yang cukup luas dan teratur. b. Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya, terutama penjaga gudang. c. Adanya sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan barang. d. Pengawasan mutlak atas pengeluaran barang. e. Pencatatan yang cukup teliti. f. Pemeriksaan fisik barang yang ada dalam persediaan secara langsung. g. Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah dikeluarkan, barang yang telah lama dalam gudang, dan barang yang telah usang. h. Pengecekan untuk menjamin dapat efektinya kegiatan rutin. Menurut Render dan Stair (2000), sistem pengendalian persediaan berhubungan erat dengan perencanaan persediaan. Sistem perencanaan dan pengendalian persediaan terdiri dari komponen-komponen dasar sebagai berikut.

44 27 Perencanaan Persediaan dan Cara Memperoleh Persediaan Peramalan terhadap Permintaan Persediaan Pengendalian Tingkat Persediaan Umpan Balik terhadap Perencanaan dan Peramalan Gambar 2.3. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Sumber: Render dan Stair (2000) Tahap perencanaan (planning) memfokuskan kepada jenis persediaan yang akan diadakan serta cara memperoleh persediaan tersebut (apakah membuat atau membeli). Informasi ini kemudian digunakan untuk tahap selanjutnya, yaitu peramalan (forecasting) permintaan persediaan dan pengendalian (controlling) tingkat persediaan. Hasil dari pengendalian tersebut kemudian menjadi umpan balik (feedback) terhadap perencanaan dan peramalan berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang dilakukan. Melalui perencanaan persediaan, perusahaan menentukan jenis barang dan atau jasa yang akan dihasilkan. Untuk produk fisik, perusahaan juga harus menentukan apakah persediaan barang tersebut dihasilkan atau dibeli dari perusahaan lain. Tahap berikutnya adalah meramalkan permintaan persediaan melalui berbagai teknik perhitungan. Kemudian, tahap utama yaitu pengendalian persediaan untuk menjaga tingkat persediaan yang optimal bagi suatu perusahaan Metode Pengendalian Persediaan Analisis ABC Pada umumnya persediaan terdiri dari berbagai jenis barang yang sangat banyak jumlahnya. Masing-masing jenis barang membutuhkan analisis tersendiri untuk mengetahui besarnya order size dan order point. Namun, berbagai jenis barang yang ada dalam persediaan tersebut tidak seluruhnya memiliki tingkat prioritas yang sama. Sehingga, untuk mengetahui jenis-jenis barang yang perlu mendapat prioritas, dapat digunakan analisis ABC, karena analisis ini dapat mengklasifikasi seluruh jenis barang berdasarkan tingkat kepentingannya (Rangkuti, 1996).

45 28 Analisis Always-Better Control (ABC) adalah salah satu cara pengendalian dengan mengurutkan dan mengelompokkan jenis barang. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan prioritas perhatian pada barang-barang dengan nilai investasi tinggi dan jumlah pemakaian besar (Andalusia, 1999). Menurut Johnson (1998), metode ini menggunakan Pareto Analysis yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ( ) yang berbunyi distribusi sebagian besar pendapatan (85%) terpusat pada sebagian kecil individu (15%) dari total populasi. Hal ini juga berlaku pada persediaan, dimana dari sejumlah persediaan yang ada, hanya sebagian kecil barang yang menggunakan sebagian besar dana pembelian. Maksudnya, jika terdapat 100 jenis barang, maka kira-kira hanya 20 jenis barang yang bernilai kurang lebih 80% dari seluruh nilai persediaan. Oleh karena itu, Hukum Pareto disebut juga Dalil Hal serupa juga diungkapkan Bowersox (1995) dan Rangkuti (1996) yang menyebutkan bahwa 20 persen jenis barang merupakan wakil dari 80 persen dari nilai total penjualan sebuah perusahaan. Oleh karena itu, analisis ABC mengadakan penekanan perhatian pada golongan atau jenis-jenis obat yang terdapat dalam persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi/mahal, sehingga pengawasan dapat menjadi lebih efektif dan efisien. Menurut Heizer dan Render (1991) yang dikutip dalam Andalusia (1999), analisis ABC mengelompokkan persediaan menjadi tiga klasifikasi pada basis volume besaran uang tahunan, yaitu kelompok A, B, dan C. kelompok A adalah barang dengan volume keuangan persediaan yang tinggi. Jenis barang tersebut mungkin hanya 15% dari jumlah barang persediaan, namun mencakup 70%-80% dari jumlah biaya persediaan keseluruhan. Kelompok B terdiri dari sekitar 30% dari jumlah persediaan dan mempunyai nilai sekitar 5%-25% dari total nilai persediaan barang. Sedangkan, kelompok C adalah kelompok yang memiliki nilai investasi rendah, yaitu sekitar 5% dari total nilai investasi, namun meliputi 55% dari jumlah persediaan yang ada. Menurut Render dan Stair (2000), selain menggunakan teknik kuantitatif dalam pengendalian persediaan, juga terdapat beberapa pertimbangan praktis yang harus dilakukan, yaitu melalui analisis ABC. Analisis ini bertujuan untuk membagi seluruh persediaan dalam perusahaan menjadi tiga kelompok, yaitu

46 29 kelompok A, B, dan C. Kemudian, berdasarkan kelompok tersebut dapat ditentukan level persediaan yang harus dikendalikan secara umum. Analisis ABC didasarkan pada kenyataan bahwa beberapa jenis barang lebih penting dari jenis barang yang lain. Berikut adalah klasifikasinya: a. Kelompok A Merupakan kelompok barang yang kritis terhadap fungsi dan operasi sebuah perusahaan. Tingkat persediaan kelompok ini harus dimonitor secara hati-hati. Kelompok barang ini memiliki volume keuangan yang tinggi dimana jumlah barang hanya sebesar 10% dari seluruh persediaan, namun mencakup lebih dari 70% keuangan perusahaan. b. Kelompok B Merupakan kelompok barang yang penting, namun tidak kritis. Sehingga, tidak diperlukan pengendalian secara konstan untuk seluruh jenis barang ini. Kelompok ini mewakili sekitar 20% keuangan perusahaan dan jumlahnya sekitar 20% dari seluruh persediaan. c. Kelompok C Merupakan kelompok barang yang tidak terlalu penting terhadap suatu perusahaan. Kelompok barang ini mungkin hanya mewakili 10% dari keuangan perusahaan, namun jumlah itemnya sebesar 70% dari seluruh persediaan. Kategori analisis ABC tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: Tabel 2.1. Analisis ABC Kelompok Nilai Persediaan (%) Jumlah Barang (%) Teknik Pengendalian Kuantitatif Digunakan? A Ya B Pada Beberapa Kasus C Tidak Sumber: Render dan Stair (2000) Dalam melakukan pengklasifikasian persediaan melalui analisis ABC, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut (Hidayati, 2006): 1. Membuat daftar semua item persediaan yang akan diklasifikasikan dan harga beli masing-masing item.

47 30 2. Menentukan jumlah pemakaian rata-rata per tahun untuk setiap item tersebut. 3. Menentukan nilai pemakaian per tahun setiap item dengan cara mengalikan jumlah pemakaian rata-rata per tahun dengan harga beli masing-masing item. 4. Menjumlahkan nilai pemakaian tahunan semua item untuk memperoleh nilai pemakaian total. 5. Menghitung persentase pemakaian setiap item dari hasil bagi antara nilai pemakaian per tahun setiap item dengan total nilai pemakaian per tahun. 6. Mengurutkan nilai pemakaian tahunan semua persediaan yang memiliki nilai uang yang paling besar sampai yang terkecil. 7. Menghitung persentase nilai pemakaian total kumulatif untuk setiap item yaitu mulai dengan item pertama di atas kemudian terus dijumlahkan dengan persentase pemakaian setiap item yang ada di bawahnya. 8. Memberikan pembatas untuk kelompok A, B, dan C, yaitu kelompok A memiliki persentase jumlah barang 10% dan persentase nilai barang 70%; kelompok B memiliki persentase jumlah barang dan nilai barang sebesar 20%; dan kelompok C memiliki persentase jumlah barang 70% dan persentase nilai barang 10%. Cara penanganan terhadap kelompok A, B, dan C antara lain (Elsayed & Boucher, 1985; Heizer dan Render, 1991 dalam Andalusia, 1999): a. Kelompok A Memerlukan perhatian yang ketat dalam pengendalian persediaannya, dimana dapat dilakukan pengendalian dengan periode waktu yang tetap dan ketat, misalnya setiap bulan menggunakan model pesanan Economic Order Quantity. b. Kelompok B Perhatian yang diberikan untuk pengendalian kelompok B tidak terlalu ketat seperti kelompok A. Evaluasi dapat dilakukan dengan periode 6 bulan sekali atau 3 bulan sekali.

48 31 c. Kelompok C Pengendalian persediaan dalam kelompok ini dilakukan dengan sangat longgar dibandingkan kelompok A dan B. evaluasi dapat dilakukan dalam periode 1 tahun atau 6 bulan sekali. Selain itu, Markland (1983) dalam Andalusia (1999) menyimpulkan bahwa: a. Kelompok A memerlukan pemantauan yang ketat, sistem pencatatan yang komplit dan akurat, serta peninjauan yang tetap harus dilakukan oleh pengambil keputusan yang berpengaruh. b. Kelompok B memerlukan pengendalian yang tidak terlalu ketat, sistem pencatatan yang cukup baik disertai peninjauan berkala. c. Kelompok C memerlukan pemantauan dan sistem pencatatan yang sederhana dan jumlah persediaan banyak dapat dilakukan. Menurut Gasperz (1998), kebijaksanaan yang harus dilakukan berdasarkan klasifikasi menurut analisis ABC yaitu: Tabel 2.2. Kebijaksanaan Manajemen Inventori Berdasarkan Klasifikasi ABC Deskripsi Persediaan Kelompok A Persediaan Kelompok B Persediaan Kelompok C Fokus perhatian manajemen Utama Normal Cukup Pengambilan (Kontrol) Ketat Normal Longgar Stok Pengaman Sedikit Normal Cukup Akurasi Peramalan Tinggi Normal Cukup Kebutuhan Perhitungan Inventory (cycle counting) 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan Sumber: Gasperz (1998) Analisis ABC Indeks Kritis Menurut Calhoun dan Campbell (1985) dalam Ramadhan (2003), pada kenyataannya analisis ABC tidak dapat diterapkan secara sepenuhnya dengan lebih memadai di rumah sakit. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa barang yang tergolong kelompok C dengan biaya pemakaian yang rendah, namun barang tersebut sangat dibutuhkan dan sulit didapat, sehingga harus selalu ada dalam

49 32 persediaan. Hal ini juga diungkapkan oleh Rangkuti (1996) dimana seringkali perusahaan memiliki jenis barang yang masuk ke dalam kelompok C berdasarkan kriteria nilai penjualan, namun sangat penting untuk pelanggan dan apabila tidak dipenuhi dapat mempengaruhi penjualan di masa mendatang. Sehingga, jenis barang tersebut perlu mendapat perhatian khusus dari manajemen, sama seperti barang dalam kelompok A dan B. Keadaan tersebut membuat Rumah Sakit Universitas Michigan mengembangkan suatu analisis yaitu analisis ABC indeks kritis, yang mencakup karakterisik: persediaan, biaya investasi, dan nilai kritis terhadap pelayanan. Ketiga komponen tersebut ditransformasikan menjadi suatu indeks yang digunakan untuk menetapkan persediaan dengan kelompok ABC, sehingga proses monitoring dan kontrol dapat terjamin. Analisis ABC indeks kritis digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana dengan pengelompokkan obat atau perbekalan farmasi, terutama obat-obatan yang digunakan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan (Depkes RI, 1990). Analisis ABC indeks kritis melibatkan pemakai (user) untuk menentukan nilai kritis terhadap persediaan yang ada. Pengindeksan ini dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen rumah sakit dan untuk seluruh item tergantung dari besar dan kemampuan rumah sakit. a. Penentuan nilai kritis Penentuan nilai kritis dilakukan dengan membagi suatu daftar persediaan kepada para pemakai. Dalam hal ini, para pemakai diminta untuk mengklasifikasikan seluruh item barang dalam daftar sesuai dengan kriteria dari kekritisan barang tersebut. Adapun kriteria klasifikasinya adalah sebagai berikut: 1. Kelompok X : adalah barang yang tidak boleh diganti, dan harus selalu tersedia dalam rangka proses perawatan pasien. 2. Kelompok Y : adalah barang yang dapat diganti walaupun tidak memuaskan karena tidak sesuai dengan barang yang asli, dan kekosongan kurang dari 48 jam masih dapat ditoleransi. 3. Kelompok Z : adalah barang yang dapat diganti dan kekosongan lebih dari 48 jam dapat ditoleransi.

50 33 4. Kelompok O : adalah barang yang tidak dapat diklasifikasikan dalam kelompok X, Y, dan Z. Setiap kelompok barang diberi bobot sebagai berikut: X= 3, Y=2, Z=1, sedangkan O tidak diberi bobot atau 0. Nilai kritis rata-rata dari setiap item barang didapat dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh dari pemakai, kemudian dibagi dengan jumlah pemakai yang memberi nilai. Pemakai yang memberi nilai 0 tidak dimasukkan. Proses mendapatkan nilai kritis rata-rata dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut. Tabel 2.3. Nilai Kritis Rata-Rata Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Perawat 1 X=3 Z=1 Z=1 Y=2 Perawat 2 X=3 Z=1 Y=2 X=3 Perawat 3 Y=2 Z=1 Z=1 Y=2 Perawat 4 X=3 Z=1 Z=1 Y=2 Perawat 5 Y=2 Z=1 Y=2 Y=2 Total Rata-rata 2,6 1 1,4 2,2 Sumber: Calhoun dan Campbell (1985) dalam Ramadhan (2003) b. Penentuan hasil ABC indeks kritis Untuk mendapatkan analisis ABC indeks kritis, maka nilai kritis, nilai investasi, dan nilai pemakaian digabungkan. Sebelumnya, melalui analisis ABC didapatkan 3 kelompok nilai investasi dan 3 kelompok nilai pemakaian. Masingmasing kelompok tersebut mempunyai nilai yaitu kelompok A mendapat nilai 3, kelompok B mendapat nilai 2 dan kelompok C mendapat nilai 1. Akhirnya didapatkan setiap item barang memiliki 3 nilai yaitu nilai kritis, nilai investasi, dan nilai pemakaian yang digabungkan menjadi: Indeks Kritis = W1 + W2 + W3 Dimana: W1 = nilai kritis, dengan bobot 2 W2 = nilai investasi, dengan bobot 1 W3 = nilai pemakaian, dengan bobot 1

51 34 Dalam analisis ini, nilai kritis dianggap nilai yang paling penting sehingga diberi bobot dua kali lebih tinggi dari nilai yang lain. Selanjutnya, nilai indeks kritis tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Kelompok A : indeks kritis dengan range 9, Kelompok B : indeks kritis dengan range 6,5-9,4 3. Kelompok C : indeks kritis dengan range 4,0-6,4 c. Keuntungan dan Kerugian Analisis ABC Indeks Kritis Menurut Ramadhan (2003), analisis ABC indeks kritis memiliki beberapa keuntungan dan kerugian sebagai berikut. Keuntungan: 1. Proses pengelompokkan melibatkan pemakai, sehingga mereka mendapat kesempatan menyumbangkan pengetahuan khusus dan keahlian mereka dalam suatu proses yang akan meningkatkan mutu pelayanan dan efisiensi biaya operasional. Selain itu, proses ini akan meningkatkan komunikasi antara Bagian Logistik dengan pemakai. 2. Memberikan suatu evaluasi di Bagian Logistik, baik pada administrasi maupun manajer material, sehingga dapat ditentukan sasaran setelah standar kekosongan persediaan setiap kelompok ditentukan. Kerugian: 1. Waktu yang dibutuhkan oleh pemakai untuk menentukan kritis suatu barang cukup lama, karena banyaknya item barang yang tersedia. 2. Dapat terjadi bias dalam menentukan pengelompokkan oleh pemakai. Oleh karena itu, pemakai yang dipilih harus benar-benar mengetahui jenis persediaan yang akan dikelompokkan Economic Order Quantity (EOQ) Teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan, serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (Rangkuti, 1996). Menurut Render dan Stair (2000), terdapat dua keputusan fundamental yang harus

52 35 dibuat ketika melakukan pengendalian persediaan, yaitu mengenai jumlah persediaan yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan. Jumlah yang dipesan hendaknya menghasilkan biaya-biaya yang minimal dalam persediaan. Untuk itu, dilakukan usaha-usaha untuk memperkecil biayabiaya yang merupakan komponen biaya dasar dalam persediaan, yakni biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) melalui perhitungan jumlah pemesanan yang ekonomis (economic order quantity). Economic order quantity (EOQ) merupakan salah satu teknik pengendalian persediaan tertua dan banyak digunakan. Pertama kali diterapkan oleh Ford W. Harris pada tahun 1915 dan masih digunakan oleh sebagian besar perusahaan hingga saat ini. EOQ adalah jumlah pembelian persediaan pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah. Tujuan mengetahui besarnya jumlah pemesanan adalah untuk memaksimumkan perbedaan antara pendapatan dengan biaya yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan. Dimana biaya pemesanan dan biaya penyimpanan merupakan biaya yang signifikan terhadap pengadaan persediaan. Oleh karena itu, dengan meminimasi kedua biaya tersebut berarti meminimasi total biaya keseluruhan (Render dan Stair, 2000). Penerapan metode EOQ relatif mudah, namun menggunakan beberapa asumsi, yaitu (Render dan Stair, 2000): 1. Demand atau kebutuhan diketahui dan konstan. 2. Lead time atau waktu tunggu yang diperlukan mulai saat pemesanan dilakukan sampai barang tiba diketahui dan konstan. 3. Pesanan diterima sekaligus pada satu waktu. 4. Quantity discount tidak dimungkinkan. 5. Variable cost nya hanya terdiri dari biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding or carrying cost). 6. Stockouts/shortages atau kekosongan dapat dihindarkan jika pemesanan dilakukan tepat waktu. Menurut Rangkuti (1996), optimum order size dapat dihitung dengan menganalisis total biaya (TC) pada suatu periode yang merupakan jumlah dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan selama periode tertentu. Biaya penyimpanan per tahun = Q x Cc 2 Biaya pemesanan per tahun = D x Cs 2

53 36 Dengan demikian, total biaya per tahun (TC) adalah penjumlahan dari kedua komponen biaya di atas yang merupakan fungsi dari order size. TC = Q x Cc + D x Cs 2 Q Total biaya minimum terjadi apabila kedua komponen biaya di atas saling berpotongan. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dicari rumus umum untuk memperoleh optimum order quantity sebagai berikut: Q x Cc = D x Cs 2 Q EOQ = 2 x D x Cs Cc Dimana: Cs = Biaya pemesanan (ordering cost) Cc = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun D = Jumlah permintaan per tahun EOQ = Optimum order size D/Q = Jumlah pemesanan selama setahun Q/2 = Rata-rata persediaan Reorder Point (ROP) Render dan Stair (2000) mengungkapkan bahwa setelah menentukan jumlah pemesanan, masalah kedua yang harus dijawab dalam pengendalian persediaan adalah kapan diadakan pemesanan kembali. Ketika terdapat jenis persediaan yang telah mencapai 0, perusahaan akan melakukan pemesanan kembali untuk mengisi persediaan tersebut. Namun, lead time atau delivery time yaitu waktu yang dibutuhkan dari saat memesan hingga pesanan datang, biasanya mencapai beberapa hari atau beberapa minggu. Sehingga, perlu ditentukan batas minimal tingkat persediaan agar tidak terjadi kekurangan persediaan melalui perhitungan titik pemesanan kembali (reoder point).

54 37 Reoder point (ROP) atau titik pemesanan kembali adalah batas/titik dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus dilakukan kembali (Rangkuti, 1996). Jadi, ketika pesanan dilakukan ketika persediaan mencapai ROP, pesanan akan tiba saat persediaan sudah mencapai 0. Dalam menentukan titik ini harus diperhatikan besarnya penggunaan selama persediaan yang dipesan belum datang yang ditentukan oleh dua faktor, yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-rata. Besarnya penggunaan tersebut dihitung selama waktu lead time, mungkin dapat juga ditambahkan dengan safety stock (persediaan pengaman) yang biasanya mengacu kepada kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama lead time. Jadi, besaran ROP adalah hasil perkalian antara jumlah penggunaan rata-rata dan waktu tunggu pemesanan sebagai berikut (Rangkuti, 1996): ROP = d x L Sedangkan, apabila terdapat besaran safety stock menjadi: ROP = (d x L) + Safety Stock Keterangan: d (Demand) = jumlah permintaan per hari L (Lead time) = waktu tunggu antara pemesanan hingga barang diterima (hari) Dimana d dan L adalah konstan

55 BAB 3 ALUR PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Teori Fungsi pengendalian dalam siklus manajemen logistik merupakan fungsi inti dari seluruh kegiatan pengelolaan persediaan yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseruhan pengeoaan kebutuhan persediaan. Dalam fungsi ini terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur utamanya. (Aditama, 2000). Fungsi pengendalian dalam sikus manajemen logistik dapat diihat pada gambar berikut. Perencanaan Penghapusan Penganggaran Pengendalian Pemeliharaan Pengadaan Penyimpanan dan Penyaluran Gambar 3.1. Siklus Logistik Sumber: Subagya (1994) Kegiatan pengendalian persediaan (inventory control) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi dan mengatur tingkat persediaan yang optimum agar dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang rendah (Aditama, 2000). Pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Menurut Render dan Stair (2000), sistem pengendalian persediaan berhubungan erat 38

56 39 dengan perencanaan persediaan. Sistem perencanaan dan pengendalian persediaan terdiri dari komponen-komponen dasar sebagai berikut. Perencanaan Persediaan dan Cara Memperoleh Persediaan Peramalan terhadap Permintaan Persediaan Pengendalian Tingkat Persediaan Umpan Balik terhadap Perencanaan dan Peramalan Gambar 3.2. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Sumber: Render dan Stair (2000) Menurut Rangkuti (1996), persediaan adalah sejumlah bahan-bahan, bagianbagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan ini merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual kembali. Persediaan di rumah sakit terdiri dari persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan teknik. Namun, biaya rutin terbesar di rumah sakit umumnya terdapat pada pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi obat, bahan kimia, gas medik, dan peraatan kesehatan (Aditama, 2000). Suatu perusahaan, baik perusahaan pabrik maupun persahaan jasa, biasanya memiiki jumah persediaan yang sangat banyak bukan hanya dari segi jumah tetapi juga dari segi jenis. Menurut Rangkuti (1996), masing-masing jenis barang tersebut membutuhkan analisis tersendiri untuk mengetahui besarnya order size dan order point. Teknik pengendaian persediaan merupakan tindakan yang berguna untuk menghitung berapa jumah optimal tingkat persediaan yang diharuskan (economic

57 40 order quantity), serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (reorder point). Namun, berbagai jenis barang yang ada dalam persediaan tidak seluruhnya memiliki tingkat prioritas yang sama. Sehingga, untuk mengetahui jenis-jenis barang yang perlu mendapat prioritas dapat digunakan analisis ABC, karena analisis ini dapat mengklasifikasi seluruh jenis barang berdasarkan tingkat kepentingannya. Analisis Always-Better Control (ABC) adalah salah satu cara pengendalian dengan mengurutkan dan mengelompokkan jenis barang. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan prioritas perhatian pada barang-barang dengan nilai investasi tinggi dan jumlah pemakaian besar (Andalusia, 1999). Teknik pengendalian persediaan menurut Rangkuti (1996) dan Andalusia (1999) dapat digambarkan sebagai berikut. Persediaan Analisis ABC Analisis ABC Pemakaian Analisis ABC Investasi Kelompok A Kelompok B Kelompok C EOQ ROP Gambar 3.3. Teknik Pengendalian Persediaan Sumber: Rangkuti (1996) dan Andalusia (1999) Menurut Calhoun dan Campbell (1985) dalam Ramadhan (2003), pada kenyataannya analisis ABC tidak dapat diterapkan secara sepenuhnya dengan lebih memadai di rumah sakit. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa barang yang tergolong kelompok C dengan biaya pemakaian yang rendah, namun barang tersebut sangat dibutuhkan dan sulit didapat, sehingga harus selalu ada dalam persediaan.

58 41 Keadaan tersebut membuat Rumah Sakit Universitas Michigan mengembangkan suatu analisis yaitu analisis ABC indeks kritis. Anaisis ABC indeks kritis merupakan analisis yang mencakup beberapa karakterisik, yaitu: persediaan, biaya investasi, dan nilai kritis terhadap pelayanan. Setiap kelompok persediaan tersebut memiliki perhitungan yang berbeda-beda untuk menentukan tingkat persediaan yang optimum dan kapan dilakukan pemesanan. Persediaan kelompok A biasanya menggunakan metode economic order quantity (EOQ) dan reorder point (ROP). untuk kelompok B dapat menggunakan metode EOQ tetapi untuk ROP biasanya sudah diperkirakan. Sedangkan untuk kelompok C adalah dengan standarisasi persediaan rumah sakit (Calhoun dan Campbell dalam Awaloeddin (2001)). Metode pengendalian persediaan menurut Calhoun dan Campbell dengan menggunakan analisis ABC indeks kritis adalah sebagai berikut: Persediaan Analisis ABC Analisis ABC Indeks Kritis Kelompok A Kelompok B Kelompok C EOQ ROP EOQ Perkiraan Standarisasi Persediaan Rumah Sakit Gambar 3.4. Metode Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC indeks kritis Sumber: Calhoun dan Campbell

59 Alur Pikir Berdasarkan kerangka teori tersebut, dapat disusun alur pikir penelitian. Dimana pada penelitian ini akan dianalisis gambaran proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekes RSIJ Cempaka Putih. Kemudian peneliti melakukan pengendalian persediaan obat melalui analisis ABC pemakaian, analisis ABC investasi, dan analisis ABC indeks kritis. Dimana metode tersebut dilakukan hanya pada persediaan obat generik. Hal ini mengingat banyaknya jumlah obat yang tersedia dan obat generik memiliki jumlah pemakaian yang besar yaitu 34,02%. Dalam melakukan klasifikasi persediaan menurut analisis ABC dibutuhkan data-data berupa daftar obat generik, data jumlah pemakaian obat generik, data harga obat generik, dan nilai kritis obat generik. Kemudian dari hasil analisis ABC indeks kritis didapatkan obat generik kelompok A, kelompok B, dan kelompok C indeks kritis. Selain itu, pengendalian persediaan dilakukan dengan penentuan economic order quantity (EOQ) dan reorder point (ROP) yang difokuskan untuk obat generik yang tergolong ke dalam kelompok A indeks kritis. Hal ini dikarenakan apabila terjadi kesalahan dalam pengawasan, maka kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Pengendalian Persediaan Persediaan Obat Generik Daftar Obat Generik Data Jumlah Pemakaian obat Generik Data Harga Obat Generik Niai Kritis Obat Generik Analisis ABC Analisis ABC Pemakaian Analisis ABC Investasi (Rangkuti, 1996) Analisis ABC Indeks Kritis Calhoun dan Campbell dalam Ramadhan (2003) Kelompok A Kelompok B Kelompok C Gambar 3.5. Alur Pikir EOQ ROP

60 3.3 Definisi Istilah Tabel 3.1. Definisi Istilah No. Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur 1. Pengendalian Wawancara dan Persediaan Observasi 2. Daftar Obat Generik 3. Data Pemakaian Obat Generik 4. Data Harga Obat Generik 5. Nilai Kritis Obat Generik Kegiatan melakukan pengawasan dan pengendalian persediaan obat di Gudang Logistik Perbekes Data jumlah dan jenis persediaan obat generik di Gudang Logistik Perbekes selama periode Januari 2011 hingga Februari Jumlah penggunaan obat generik di Gudang Logistik Perbekes selama satu tahun terakhir yaitu periode Januari 2011 hingga Februari Data biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu item obat generik. Tingkat kekritisan obat generik terhadap pelayanan kepada pasien yang ditetapkan oleh user (dokter) Pedoman Wawancara Mendalam 43 Pernyataan informan mengenai pengendalian persediaan obat yang dilakukan di Gudang Logistik Perbekes Telaah Dokumen Dokumen Daftar obat generik di Gudang Logistik Perbekes. Telaah Dokumen Dokumen Informasi mengenai jumlah pemakaian per item obat generik dari Bulan Januari Februari 2012 Telaah Dokumen Dokumen Data harga satuan masingmasing obat generik periode Januari Februari 2012 Wawancara Kuesioner Nilai kritis dengan kriteria: X : nilai 3 Y : nilai 2 Z : nilai 1 O : nilai 0

61 No. Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur 6. Analisis ABC Pemakaian 7. Analisis ABC Investasi 8. Analisis ABC Indeks Kritis Klasifikasi persediaan obat generik berdasarkan nilai pemakaian selama satu tahun terakhir, yang terbagi menjadi Kelompok A, B, dan C. Klasifikasi persediaan obat generik berdasarkan nilai mata uang selama satu tahun terakhir, yang terbagi menjadi Kelompok A, B, dan C. Klasifikasi persediaan obat generik berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi, dan nilai kritis obat terhadap pelayanan. Data jumlah pemakaian obat generik diurutkan dari pemakaian terbesar hingga terkecil. Jumlah pemakaian obat generik dikalikan dengan harga satuan per item obat, kemudian diurutkan dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Menggabungkan nilai pemakaian, nilai investasi, dan nilai kritis dengan rumus: NIK= 2W1+W2+W3 Dimana: W1 = Nilai Kritis W2 = Nilai Investasi W3 = Nilai Pemakaian Menggunakan Program Komputer Menggunakan Program Komputer Menggunakan Program Komputer 44 Klasifikasi persediaan obat generik berdasarkan nilai pemakaian. A: 70% dari total pemakaian. B: 20% dari total pemakaian. C: 10% dari total pemakaian. Klasifikasi persediaan obat generik berdasarkan nilai investasi. A: 70% dari total nilai investasi B: 20% dari total nilai investasi C: 10% dari total nilai investasi. Klasifikasi persediaan obat generik periode Januari Februari 2012 berdasarkan nilai indeks kritis. Kelompok A: NIK 9,5-12 Kelompok B: NIK 6,5-9,4 Kelompok C: NIK 6,4-4,0

62 45 No. Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur 9. EOQ (Economic Order Quantity) 10. ROP (Reorder Point) Metode dalam pengendalian persediaan dengan cara menetapkan jumlah pesanan yang ekonomis setiap kali pesan. Metode dalam pengendalian persediaan untuk menghitung suatu titik atau batas dari jumlah persediaan dimana pemesanan harus diadakan kembali. Menggunakan rumus: EOQ = 2D x Cs/Cc Dimana: D = Jumlah permintaan per tahun Cs = Biaya satu kali pesan (ordering cost) Cc = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun. Menggunakan rumus: ROP = d x L Dimana: d (Demand) = Jumlah permintaan per hari Lead Time = Waktu tunggu Menggunakan Program Komputer Menggunakan Program Komputer Jumlah pemesanan ekonomis per item obat generik untuk setiap kali melakukan pemesanan. Waktu dilakukannya pemesanan kembali berdasarkan jumlah persediaan obat tertentu.

63 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif berupa operational research. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran proses pengendalian persediaan obat yang dilakukan di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. Pendekatan ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan beberapa informan dan observasi. Sedangkan, penelitian operasional dilakukan dengan melibatkan user atau dokter yang menentukan nilai kritis obat generik melalui pengisian kuesioner. Selain itu, juga dilakukan pengolahan data sekunder, berupa daftar persediaan obat generik, daftar harga obat generik, dan data pemakaian obat generik selama periode Januari 2011 hingga Februari Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Logistik Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, khususnya di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan yang berlokasi di Jalan Cempaka Putih Tengah 1 Nomor 1, Jakarta Pusat. Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan, yakni Bulan Mei 2012 hingga Juni Informan Penelitian a) Untuk penelitian kualitatif, peneliti menetapkan informan berdasarkan prinsip yang berlaku, yaitu (Hadi, dkk, 2000): 1. Kesesuaian (appropriateness) adalah informan yang dipilih merupakan orang-orang yang memiliki pengetahuan terkait topik penelitian. 2. Kecukupan (adequacy) adalah data yang diperoleh melalui informan lengkap, sehingga dapat memperoleh gambaran dan fenomena yang ada. Informan yang dipilih berdasarkan kedua prinsip tersebut, adalah: 1. Manajer Logistik 2. Manajer Farmasi 46

64 47 3. Kepala Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan 4. Koordinator Pengadaan Perbekalan Kesehatan 5. Koordinator Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan 6. Pelaksana Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan Dilakukan wawancara mendalam terhadap keenam informan tersebut untuk mengetahui gambaran proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. b) Untuk penelitian operasional, informan yang dipilih untuk mengetahui tingkat kekritisan obat terhadap pelayanan kepada pasien adalah dokter-dokter yang terdapat di RSIJ Cempaka Putih, baik dokter tetap maupun dokter paruh waktu. Pemilihan dokter didasarkan atas wawancara tidak terstruktur dengan Manajer Farmasi mengenai dokter yang sering melakukan peresepan obat generik. Informan yang digunakan berjumlah 6 (enam) orang yaitu Dokter Spesialis Syaraf, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Gigi & Mulut, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Bedah, Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan. 4.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber data, yakni data primer dan data sekunder (Sugiyono, 2008). 1. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh melalui: a. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan dengan 6 orang informan penelitian kualitatif, yaitu: Manajer Logistik, Manajer Farmasi, Kepala Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan, Koordinator Pengadaan Perbekalan Kesehatan, Koordinator Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan, Pelaksana Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan. b. Kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan kepada 6 orang user (dokter) yang menjadi informan, yaitu: Dokter Spesialis Syaraf, Dokter Spesialis

65 48 Penyakit Dalam, Dokter Gigi & Mulut, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Bedah, Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan. c. Observasi Merupakan pengamatan (observasi) secara langsung proses pengendalian persediaan obat di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih. 2. Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui telaah dokumen yang terdiri dari daftar obat generik yang terdapat di Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan, daftar harga satuan obat generik, dan data jumlah pemakaian obat generik periode Januari 2011 hingga Februari Selain itu, juga dilakukan studi kepustakaan melalui buku, jurnal, atau referensi lain yang berkaitan dengan pengendalian persediaan berdasarkan metode analisis ABC, ABC indeks kritis, EOQ, dan ROP. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen utama penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri (Sugiyono, 2008), dimana peneliti yang melakukan wawancara secara langsung. Wawancara mendalam dilakukan dengan mengacu kepada pedoman wawancara mendalam. Instrumen lain yang digunakan adalah alat tulis dan alat perekam. Instrumen dalam penelitian operasional untuk data primer adalah kuesioner yang diberikan kepada user untuk mengetahui nilai kritis obat generik. Sedangkan, instrumen untuk data sekunder adalah pedoman telaah dokumen untuk melihat dokumen terkait dengan daftar obat generik, daftar harga satuan obat generik, dan data pemakaian obat generik selama satu tahun terakhir. 4.6 Validitas Data Untuk menjaga validitas data dan menguji hasil penelitian kualitatif, peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan triangulasi, yang terdiri dari (Hadi, dkk, 2000):

66 49 1. Triangulasi Sumber Melakukan pemeriksaan (cross-check) hasil wawancara mendalam dengan informan yang berbeda, yaitu: Manajer Logistik, Manajer Farmasi, Kepala Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan, Koordinator Pengadaan Perbekalan Kesehatan, Koordinator Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan, dan Pelaksana Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan. 2. Triangulasi Metode Membandingkan data hasil wawancara mendalam dengan observasi maupun telaah dokumen. 3. Triangulasi Data Meminta umpan balik kepada informan. Hal ini bertujuan untuk alasan etik serta meningkatkan kualitas data yang diperoleh melalui saran dan informasi tambahan oleh informan. 4.7 Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengolahan data untuk penelitian kualitatif dan pengolahan data untuk penelitian operasional Penelitian Kualitatif Pengolahan data primer berupa hasil wawancara mendalam diolah secara manual sebagai berikut: 1. Hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman suara dipindahkan ke dalam bentuk transkrip wawancara lengkap untuk setiap informan. 2. Transkrip dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel yang diteliti. 3. Data yang terdapat dalam transkrip tidak semuanya digunakan dalam penelitian, untuk itu dilakukan reduksi untuk menghilangkan data-data yang tidak berhubungan dengan variabel penelitian. 4. Transkrip yang telah direduksi, dituangkan ke dalam matriks wawancara berdasarkan variabel penelitian, untuk kemudian ditriangulasi.

67 50 5. Transkrip dan matriks wawancara merupakan pedoman untuk menyajikan hasil penelitian dan dengan menambahkan data-data hasil observasi dan telaah dokumen Penelitian Operasional Pengolahan data untuk penelitian kuantitatif dilakukan berdasarkan jenis data primer dan data sekunder. a. Data Primer Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada dokter, dihitung jumlah skor setiap item obat untuk mendapatkan nilai kritis obat. Nilai kritis untuk setiap item obat generik merupakan rata-rata skor, yaitu membagi total skor dari semua informan (dokter) dengan jumlah dokter yang menilai. b. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh, kemudian diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dengan dibuat analisis sebagai berikut: 1. Analisis ABC Pemakaian Data jumlah pemakaian obat generik dari Bulan Januari 2011 hingga Februari 2012, diurutkan berdasarkan jumlah pemakaian terbesar sampai yang terkecil. Kemudian, dicari persen pemakaian dan persen kumulatif, sehingga didapat tiga kelompok obat dengan jumlah pemakaian tinggi, sedang, dan rendah, yaitu: - Obat Kelompok A dengan persen kumulatif sampai 70% - Obat Kelompok B dengan persen kumulatif dari 70,1% - 90% - Obat Kelompok C dengan persen kumulatif dari 90,1% - 100% 2. Analisis ABC Investasi Data jumlah pemakaian obat generik dari Bulan Januari 2011 hingga Februari 2012 dilengkapi dengan data harga pembelian per satuan barang. Kemudian, dicari nilai investasi setiap obat dengan cara mengalikan jumlah pemakaian dengan harga satuannya. Nilai investasi tersebut kemudian diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah. Selanjutnya, dihitung persentase dari total nilai investasi keseluruhan dan dicari persen kumulatifnya berdasarkan persentase nilai investasi tersebut. Sehingga,

68 51 didapat tiga kelompok obat dengan nilai investasi tinggi, sedang, dan rendah, yaitu: - Obat Kelompok A dengan persen kumulatif sampai 70% - Obat Kelompok B dengan persen kumulatif dari 70,1% - 90% - Obat Kelompok C dengan persen kumulatif dari 90,1% - 100% 3. Analisis ABC Indeks Kritis Analisis ABC indeks kritis dilakukan untuk mengetahui tingkat kekritisan obat generik terhadap pelayanan kepada pasien dengan cara menggabungkan nilai kritis yang diperoleh dari user dengan nilai pemakaian dan nilai investasi. Sebelumnya, melalui analisis ABC didapatkan kelompok nilai investasi dan nilai pemakaian. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai nilai yaitu kelompok A=3, kelompok B=2 dan kelompok C=1. Akhirnya didapatkan setiap item barang memiliki 3 nilai yaitu nilai kritis, nilai investasi, dan nilai pemakaian yang digabungkan sesuai rumus: NIK = (2 x nilai kritis) + nilai investasi + nilai pemakaian Setelah mendapatkan nilai indeks kritis setiap obat, diperoleh tiga kelompok obat hasil analisis ABC indeks kritis, yaitu: - Obat Kelompok A dengan NIK 9, Obat Kelompok B dengan NIK 6,5-9,4 - Obat Kelompok C dengan NIK 4,0-6,4 4. EOQ (Economic Order Quantity) Merupakan jumlah pemesanan ekonomis untuk mengetahui jumlah pemesanan optimum setiap kali pesan untuk obat generik Kelompok A indeks kritis. Data yang digunakan dalam perhitungan EOQ, antara lain: - Demand : Jumlah pemakaian obat generik selama satu tahun (Januari 2011-Februari 2012) - Order Cost : Biaya setiap kali pemesanan - Carrying Cost : Biaya penyimpanan

69 52 5. ROP (Reorder Point) Merupakan titik pemesanan kembali untuk mengetahui kapan pemesanan obat dilakukan agar pemesanan menjadi optimum. Data yang digunakan antara lain: - Demand : Jumlah permintaan per hari - Lead Time : Waktu tunggu pemesanan obat 4.8 Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis terhadap isi (content analysis). Analisis isi adalah menganalisis setiap isi/teks yang didapatkan dari semua sumber (transkrip wawancara mendalam, kuesioner, observasi, dan telaah dokumen) berdasarkan topik/masalah penelitian. Semua data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder dikelompokkan sesuai dengan variabel yang terdapat dalam alur penelitian, kemudian dianalisis berdasarkan teori yang ada maupun hasil penelitian terkait yang ada sebelumnya. 4.9 Penyajian Data Data yang diperoleh disajikan secara deskripsi dan dalam bentuk tabel dan grafik agar mudah untuk dipahami.

70 BAB 5 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH 5.1 Sejarah RSIJ Cempaka Putih Berdirinya Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) diawali karena adanya suatu kebutuhan akan pelayanan rumah sakit Islami. Hal ini yang kemudian turut dirasakan oleh salah satu tokoh Muhammadiyah, yaitu Dr. H. Kusnadi untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang bernafaskan Islam. Gagasan tersebut berhasil mendapatkan dukungan dan sambutan positif dari berbagai pihak, terutama tokohtokoh penting dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Gagasan ini dirasakan sesuai dengan tujuan dan usaha-usaha pergerakan Muhammadiyah. Sehingga pada akhir tahun 1960, Pimpinan Muhammadiyah memutuskan untuk mendirikan sebuah rumah sakit di Jakarta. Secara garis besar, sejarah pendirian RSIJ dapat dijabarkan ke dalam tiga tahapan, sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan ( ) Pada tanggal 18 April 1967, menurut akte Nomor 36 Tahun 1967 melalui Notaris R. Suryo Widjaja, berdirilah Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta yang diketuai langsung oleh Dr. H. Kusnadi. Setelah itu, pengurus yayasan semakin gencar untuk mencari dana pembangunan rumah sakit, sehingga ditemukanlah beberapa jalan untuk mendapatkan dana tersebut. Adapun dana yang telah diperoleh berasal dari berbagai sumber, antara lain: a. NOVIB (Nederlandsche Organisatie Voor Internationale Behulpzaam Held) Yaitu suatu lembaga pemerintahan Belanda yang memberikan bantuan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan. b. Partisipasi masyarakat Islam setempat c. Para pengusaha Muslim d. Bantuan pemerintahan Indonesia e. Dukungan Ir. H. M. Sanoesi Setelah dana bantuan terkumpul, diperolehlah tanah seluas kurang lebih 7 (tujuh) hektare yang terletak di daerah Cempaka Putih. Dalam hal ini, Bapak 53

71 54 Letnan Jenderal Ali Sadikin yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, memberikan andil yang cukup besar dalam hal pengalokasian tanah di daerah tersebut serta membantu untuk perkembangan selanjutnya. Namun, masalah kembali muncul untuk dana pengembangan gedung, seperti pengadaan material dan perlengkapan. Kemudian, pada tanggal 7 Maret 1968, terjadi penandatanganan MOU (Memorandum of Understanding) antara pihak Yayasan RSIJ yang diwakili oleh Dr. H. Kusnadi dengan pihak SCCFA (State Committee for Coordinating Foreign Aid) yaitu sebuah lembaga dari Departemen Luar Negeri Belanda, yang diwakili oleh B. J. Oeding. MOU tersebut berisi pernyataan bahwa SCCFA akan memberikan bantuan sebesar 75% dari biaya yang dibutuhkan untuk membangun RSIJ. 2. Tahap Rintisan ( ) Setelah melalui berbagai perjuangan yang begitu melelahkan, akhirnya pada tanggal 23 Juni 1971, berdirilah dengan kokoh Rumah Sakit Islam Jakarta yang diresmikan oleh Presiden Soeharto. Pada saat itu, RSIJ hanya memiliki fasilitas gedung perawatan dengan kapasitas 56 Tempat Tidur (TT), ruang kantor, poliklinik, laboratorium, dan dapur. Sarana penunjang lain yang dimiliki adalah asrama putri dan rumah dinas untuk dokter. Ruang perawatan pada saat itu hanya terdiri dari Zaal A dan Zaal B. Dimana Zaal A adalah ruang perawatan khusus untuk pasien melahirkan dan pasien umum perempuan, sedangkan Zaal B khusus untuk pasien umum laki-laki. Pada tahun 1972, RSIJ mendapatkan bantuan dari Presiden Soeharto, sehingga dapat dibangun sebuah kamar operasi. Kemudian pada tahun 1973, dibangun gedung perawatan Kelas I yang disebut Zaal C dengan kapasitas 16 TT. Pada tanggal 24 Desember 1973, terjadi penandatanganan Berita Acara Kerjasama antara pihak Yayasan RSIJ dengan Sekolah Tinggi Kedokteran Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) untuk pengelolaan perawatan kelas III yang berlokasi di komplek STK YARSI. Perawatan kelas III tersebut terdiri dari dua jenis ruang perawatan, yang selanjutnya diberi nama Pavilliun YARSI I dan II. Dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1975, dibangun kembali ruang perawatan Kelas Utama yang diberi nama Zaal D dengan kapasitas 26 TT.

72 55 3. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan ( ) Pada tahun 1979, kembali dibangun empat buah gedung perawatan, dimana hal ini juga tidak terlepas dari bantuan Presiden Soeharto. Pada tahun yang sama juga terjadi perubahan nama yaitu dari istilah Zaal menjadi Pavilliun. Selain itu, pada tahun tersebut juga berhasil dibangun kamar rontgen, apotik, dan laboratorium. Kemudian pada tahun 1981, kembali dibangun ruang perawatan Kelas I dengan kapasitas 32 TT dan asrama putra dengan kapasitas 56 orang. Tahun 1982 dibangun sebuah gedung empat lantai untuk Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang mampu menampung 100 orang siswi. Pembangunan ini mendapatkan dukungan dari Pemerintah Saudi Arabia. Masih di tahun yang sama, Yayasan RSIJ berhasil membangun ruang perawatan Intensive Care Unit (ICU) dengan kapasitas 8 TT yang dilengkapi dengan fasilitas gas medis sentral. Seiring dengan perjalanannya, RSIJ terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Salah satunya adalah pada tahun RSIJ telah memiiki kapasitas TT sebanyak 250 TT untuk perawatan Kelas III. Hal ini berarti 50% dari total kapasitas TT yang dimiliki, ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah yang merupakan wujud fungsi sosial RSIJ sebagai amal usaha Muhammadiyah. Pada tanggal 23 Juni 2001, RSIJ telah memiliki 466 TT dan didukung oleh orang tenaga medis, perawat, dan non medis serta menggunakan berbagai peralatan canggih. Berdasarkan SK Menkes RI No. 1142/MenKes/SK/II/1995 pada tanggal 10 November 1995, ditetapkan bahwa Rumah Sakit Islam Jakarta sebagai Rumah Sakit Umum Kelas Utama yang merupakan klasifikasi tertinggi rumah sakit swasta yang memiliki jaringan-jaringan. Jaringan-jaringan RSIJ ialah RS Islam Jakarta Timur, RS Islam Jakarta Utara, RS Khusus Kesehatan Jiwa, Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) Cipinang Muara, RS Bersalin Ibnu Sina, RS Bersalin Muhammadiyah Taman Puring, serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) /Dinas Sehat Takaful (Website RSIJ Cempaka Putih, 2012). 5.2 Profil RSIJ Cempaka Putih Profil RSIJ Cempaka Putih secara umum dapat dilihat sebagai berikut:

73 56 Gambar 5.1. Logo RSIJ Cempaka Putih 1. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih 2. Kelas Rumah Sakit : Kelas B Utama 3. Status Kepemilikan : Swasta - Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta Amal Usaha Muhammadiyah 4. Status Akreditasi : Lulus Akreditasi 16 Pelayanan versi 2007 pada tahun 2012 ISO 9001: 2000 pada tahun 2007 ISO 9001: 2008 pada tahun Alamat : Jalan Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat Kecamatan : Cempaka Putih 7. Kotamadya : Jakarta Pusat 8. Provinsi : DKI Jakarta 9. Telepon/Fax : (021) ; / (021) Website : rsijpusat@rsi.co.id (Sumber: Falsafah, Visi, Misi, Motto, dan Tujuan RSIJ Cempaka Putih Sebagai sebuah rumah sakit yang bernafaskan Islami, RSIJ Cempaka Putih juga mengamalkan nilai-nilai Islam yang tertuang dalam falsafah, visi, misi, dan motto sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan seseorang dimana status fisik, mental serta sosial yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki fungsi pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan dan asuhan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian Rumah Sakit menurut UU RI No.23 Tahun 1992 adalah sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis biaya pesediaan..., Diah Fitri Ayuningtyas, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis biaya pesediaan..., Diah Fitri Ayuningtyas, FKM UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu bagian dari tatanan pelayanan kesehatan di Indonesia, rumah sakit merupakan institusi yang kompleks, dinamis, kompetitif, padat modal dan padat

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS DI INSTALASI FARMASI

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS DI INSTALASI FARMASI Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan VOLUME 09 No. 01 Maret 2006 Halaman 19-26 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Artikel Penelitian ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS DI INSTALASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Instalasi farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit, merupakan suatu unit atau bagian yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, persaingan terjadi di berbagai sektor, termasuk sektor jasa. Salah satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di rumah sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan di rumah sakit

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN Mustika Meladiah 1 ; Harianto 2 ; Rachmawati 3 Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan kesehatan yang bermutu, maka sebuah pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI ENI NUR ZULIANI 1005000653 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN 2009 SKRIPSI DIAH FITRI AYUNINGTYAS NPM.

ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN 2009 SKRIPSI DIAH FITRI AYUNINGTYAS NPM. UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN 2009 SKRIPSI DIAH FITRI AYUNINGTYAS NPM. 1005000475 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain pelayanan berbagai jenis laboratorium, gizi/makanan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain pelayanan berbagai jenis laboratorium, gizi/makanan dan sebagainya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan undang-undang No. 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu pelayanan yang penting dalam pelayanan penunjang medis yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya instalasi yang mengelola perbekalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat

Lebih terperinci

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013 Analisis Perencanaan Obat Jamkesmas dengan Metode Kombinasi ABC dan VEN di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 The Analysis of Jamkesmas Drug Planning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi

Lebih terperinci

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007).

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan salah satu komponen penting dan tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan primer maupun pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PT NUSANTARA SEBELAS MEDIKA RUMAH SAKIT ELIZABETH SITUBONDO 2015 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Umum... 2 Tujuan Khusus... 2 BAB II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB VI HASIL PENELITIAN 60 BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1 Kegiatan Manjemen Persediaan di RSUD Pasar Rebo Metode yang dipakai untuk perencanaan obat di RSUD Pasar Rebo adalah dengan menggunakan acuan tahun sebelumnya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 menjelaskan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat VOLUME 5 Nomor 02 Juli 2014 Artikel Penelitian PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT UMUM DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI IFRSI SITI KHADIJAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

Penilaian pelayanan di RSUD AM Parikesit menggunakan indikator pelayanan kesehatan, adapun data indikator pelayanan dari tahun yaitu :

Penilaian pelayanan di RSUD AM Parikesit menggunakan indikator pelayanan kesehatan, adapun data indikator pelayanan dari tahun yaitu : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya Pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis dan interpretasi hasil perancangan dalam penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Tujuan bab ini adalah memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rumah sakit adalah lembaga pemberi jasa pelayanan kesehatan dan seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya hampir selalu memerlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

GAMBARAN EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT MEMINIMALKAN YANG KADALUARSA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DR.H

GAMBARAN EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT MEMINIMALKAN YANG KADALUARSA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DR.H ABSTRAK GAMBARAN EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT MEMINIMALKAN YANG KADALUARSA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DR.H.MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN BULAN FEBRUARI 2012 Fauziyah 1 ; Erna Prihandiwati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

KONSEP DASAR MANAJEMEN PERSEDIAAN DI UNIT KERJA LAYANAN KESEHATAN

KONSEP DASAR MANAJEMEN PERSEDIAAN DI UNIT KERJA LAYANAN KESEHATAN KONSEP DASAR MANAJEMEN PERSEDIAAN DI UNIT KERJA LAYANAN KESEHATAN Widyarsih Oktaviana, SKM, MKM Prodi Diploma Rekam Medis Widyarsih Oktaviana, SKM, MKM 1 KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN 1. Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Rismayanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Rismayanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diselenggarakan melalui berbagai usaha kesehatan yang dilaksanakan sacara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan melalui pendekatan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah,

BAB I PENDAHULUAN. obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen logistik obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola secara optimal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap manusia. Dimana kebutuhan tersebut sangat mutlak untuk dipenuhi. Apabila tidak dipenuhi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Manajemen sebagai suatu proses, melihat bagaimana cara orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manajemen ditinjau baik dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. Dengan meningkatnya status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan

Lebih terperinci

PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK

PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK RSUD KOTA DEPOK 1 BAB I PENDAHULUAN Meningkatkan derajat kesehatan bagi semua lapisan masyarakat Kota Depok melalui pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

ANALISIS WAKTU PELAYANAN RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT TUGU IBU DEPOK TAHUN 2009 SKRIPSI

ANALISIS WAKTU PELAYANAN RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT TUGU IBU DEPOK TAHUN 2009 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS WAKTU PELAYANAN RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT TUGU IBU DEPOK TAHUN 2009 SKRIPSI OLEH: ERNI WIDIASARI NPM: 0706216382 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Farmasi merupakan salah satu fasilitas yang paling banyak digunakan di Rumah Sakit dan merupakan daerah dimana sejumlah besar uang digunakan untuk pembelian barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan keadan sosial ekonomi masyarakat membuat penilaian masyarakat terhadap fasilitas pelayanan publik pun turut berubah. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persediaan Persediaan merupakan komponen penting dalam suatu kegiatan produksi maupun distribusi suatu perusahaan. Persediaan digunakan sebagai cadangan atau simpanan pengaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk didalamnya hak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar yang relatif besar di neraca dan sebagian aktivitas utama perusahaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A.

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A. ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A. KARTINI JEPARA TAHUN 2006 TESIS Program Studi Magister Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. baik digunakan pada hewan maupun manusia (Mutschler, 1991), menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. baik digunakan pada hewan maupun manusia (Mutschler, 1991), menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat adalah sediaan farmasi yang merupakan hasil pencampuran satu atau lebih zat aktif dalam jumlah yang tepat dan berada di dalam satu bentuk sediaan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu pembangunan nasional merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan kesehatan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Logistik 2.1.1 Pengertian Manajemen Logistik Menurut Siagian (1997), Manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedang mengalami perkembangan ke arah lembaga usaha sehingga pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedang mengalami perkembangan ke arah lembaga usaha sehingga pengelolaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan sedang memasuki lingkungan global yang kompetitif dan terus berubah. Sektor rumah sakit di Indonesia sedang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran usahanya. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan yang ketat antar perusahaan baik perusahaan nasional maupun perusahaan asing yang diakibatkan oleh faktor globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN

BAB III ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN BAB III ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN 3.1 Sejarah Organisasi Dengan tekad yang kuat akan komitmen terhadap layanan kesehatan berkualitas, HOSANA MEDICA GROUP memulai perjalanan pelayanannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persaingan global saat ini, khususnya dunia kesehatan mengalami kemajuan yang pesat dalam teknologi kesehatan, menajemen dan regulasi di bidang kesehatan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dapat bersifat promosi (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dapat bersifat promosi (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan baik segenap badan serta bagian bagiannya, sedangkan pengertian kesehatan adalah keadaan sehat serta kebaikan

Lebih terperinci

BAB V METODE PENELITIAN

BAB V METODE PENELITIAN BAB V METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa pengendalian persediaan obat generik melalui pendekatan analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit Jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen persediaan yang meliputi prinsip, konsep serta teknik dalam perencanaan dan pengawasan aktivitas-aktivitas penanganan barang dalam persediaan memiliki

Lebih terperinci