DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E DAN 2014 KAJIAN ORGANOLOGIS SURDAM PUNTUNG BUATAN PAUZI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E DAN 2014 KAJIAN ORGANOLOGIS SURDAM PUNTUNG BUATAN PAUZI"

Transkripsi

1 KAJIAN ORGANOLOGIS SURDAM PUNTUNG BUATAN PAUZI GINTING DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO SKRIPSI SARJANA O L E H SEPTIANTA BANGUN NIM: DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E DAN 2014 i

2 DISETUJUI OLEH: FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Medan, September 2014 DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D NIP ii

3 KAJIAN ORGANOLOGIS SURDAM PUNTUNG BUATAN PAUZI GINTING DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : SEPTIANTA BANGUN NIM : Pembimbing I Pembimbing II Drs. Bebas Sembiring, M.Si Drs. Kumalo Tarigan, M.A NIP NIP Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Seni Di Departemen Etnomusikologi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014 iii

4 PENGESAHAN Diterima oleh: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan. Medan Hari : Tanggal : FAKULTAS ILMU BUDAYA USU DEKAN, Dr. Syahron Lubis, M.A.,Ph.D. NIP PANITIA UJIAN No. Nama Tanda Tangan 1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. ( ) 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( ) 3. Drs. Fadlin, M.A. ( ) 4. Drs. Bebas Sembiring, M.Si ( ) 5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A ( ) iv

5 ABSTRAKSI Penelitian ini membicarakan teneang teknik pembuatan alat musik surdam yang dibuat oleh Pauzi Ginting. Tidak seperti pembuat alat musik lain, yang belajar dari sebuah proses transmisi atau belajar secara turun-temurun, Bapak Pauzi Ginting merupakan seorang pembuat alat musik yang belajar secara otodidak. Namun demikian, hasil karya yang dibuat oleh beliau sudah diakui dan dipakai di masyarakat. Surdam yang disebut permakan ini merupakan sebuah alat musik yang digolongkan kedalam klasifikasi end blown flute. Yakni sebuah alat musik di mana cara memainkannya yaitu dengan meniup dari bagian atas ujung alat musik tersebut namun dengan posisi miring. Surdam ini memiliki enam lubang nada. Selain digunakan dalam bentuk ensambel, surdam ini juga digunakan secara tunggal/solo instrument tanpa diiringi alat musik lainnya. Surdam ini juga dapat digunakan oleh siapa aja dan dimana saja. Adapun bentuk fisik dan teknik pembuatan surdam ini akan dibahas pada bagian tulisan berikutnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam mengolah datanya. Hasil akhir yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pembuatan alat musik surdam ini. i

6 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS SURDAM PUNTUNG BUATAN PAUZI GINTING DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni S-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta Bapak Alm. L Bangun S.Pd dan Ibu T Karo S.Pd yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang dan bersusah payah membiayai, mendoakan, dan mendukung serta memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Tak lupa juga kepada saudara-saudara penulis yang tersayang kakak saya Rika Detty br. Bangun S.Si dan adikku Melky Epin Donta Bangun yang selalu memberi dorongan, semangat dan masukkan sebagai inspirasi dalam penulisan ini. Sejuta kata terima-kasih untuk dua orang dari masa lalu, masa kini, dan yang menjadi masa depanku. Odra Mekarita Sembiring dan Radit Judeaster Portnoy Bangun. Terima kasih kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Dra. Heristina Dewi M.PD selaku Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam administrasi serta registrasi perkuliahan dalam menyelesaikan tugas akhir penulis. ii

7 Terima kasih kepada Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan Drs. Kumalo Tarigan, M.A selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukkan yang berguna dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih Kepada Bapak dr. Drs. Syahron Lubis. MA selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada ibu Audri yang juga telah banyak membantu proses administrasi di kantor jurusan, serta kepada seluruh staf pengajar jurusan Etnomusikologi penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan penulis dalam ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan diantaranya Bapak Pauzi Ginting dan keluarga sebagai informan kunci, keluarga penulis mengucapkan banyak terima kasih karena banyak membantu dalam penelitian yang saya jalani selama ini. Terimakasih juga banyak buat abang-abang alumni terkhusus buat abang Bangun Tarigan S.Sn yang banyak membantu saya selama penelitian dan juga memberikan masukan untuk penyempurnaan tulisan ini. Ucapan terima kasih kepada semua sahabat-sahabat seperjuangan 09 baik yang sudah Sarjana maupun yang sedang menyusun dan menyusul, yang menjadi tempat saling berkeluh kesah dan memberikan masukan, gagasan, ide, dorongan beserta semangat dalam menyelesaikan tulisan ini. iii

8 Mungkin tidak semua bisa saya sebutkan, tetapi hanya bisa mengucapkan terimakasih untuk seluruh keluarga besar saya, teman bermain, abang, adik, dan semua handai taulan yang telah mendukung untuk bisa menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari tulisan ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu penulis juga masih tetap mengharapkan segala masukkan dan saransaran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian sehingga lebih mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi. Akhirnya, penulis berharap tulisan ini dapat berguna dan menambah pengetahuan serta informasi baru bagi seluruh pembaca. Medan, September 2014 Penulis Septianta Bangun iv

9 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pokok Permasalahan Tujuan dan Manfaat Tujuan Manfaat Konsep dan Teori Konsep Teori Metode Penelitian Studi Kepustakaan Kerja Lapangan Observasi Wawancar KerjaLaboratorium BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Lokasi Penelitian Pendudukan dan Sistem Bahasa Kependudukan Bahasa Sistem Kekerabatan Musik Tradisional Masyarakat Karo Ensambel Tradisional Karo Gendang Lima Sedalanen Gendang Telu Sedalanen Instrumen Musik Tradisional Karo Non-ansambel Musik Vokal Penggunaan instrumen keyboard Upacara Perkawinan Upacara Kematian v

10 Upacara Erpangir Ku Lau Mengket Rumah Gendang Guro-guro Aron Acara Hiburan Lainnya BAB III EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN SURDAM PUNTUNG DALAM MASYARAKAT KARO Jenis-jenis surdam dalam masyarakat Karo Surdam puntung dalam masyrakat Karo Eksistensi Alat Musik Surdam Puntung dalam Masyarakat Karo Penggunaan dan Fungsi Surdam Pengunaan Penggunaan Surdam pada upacara Erpangir Ku Lau Fungsi Fungsi pengungkapan emosional Fungsi hiburan Fungsi komunikasi Fungsi reaksi jasmani Fungsi Surdam puntung dalam konteks erpangir ku lau Fungsi pembawa melodi Fungsi dalam ensambel BAB IV PROSES PEMBUATAN SURDAM PUNTUNG Klasifikasi Alat Musik Surdam Puntung Teknik Pembuatan Surdam Puntung Bahan Baku yang Digunakan Bambu Peralatan yang Digunakan Parang Panjang Rawit Batak Rawit Penggaris Benang Pensil Kertas pasir Garut vi

11 4.2.3 Proses Pembuatan Surdam Puntung Memilih dan Memotong Bambu Pengeringan Bambu Memotong Bambu Membentuk Lubang Tiup Surdam Pengukura Panjang Bambu Proses Pengukuran Jarak Lubang Nada Melubangi Lubang Nada Menghaluskan Surdam Memberi Ukiran Pada Surdam Sistem Laras dan Nada Surdam Puntung Sampel Lagu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN vii

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1: Luas Seluruh Wilayah Desa Lingga Tabel 2.2: Komposisi Penduduk Desa Lingga Tabel 2.3: Aksara Karo DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1: Surdam Puntung Gambar 3.2: Surdam Rumamis Gambar 3.3: Surdam Tangko Kuda Gambar 4.1: Parang Panjang Gambar 4.2: Rawit Batak Gambar 4.3: Rawit Gambar 4.4: Penggaris Gambar 4.5: Benang Gambar 4.6: Pensil Gambar 4.7: Kertas Pasir Gambar 4.8: Garut Gambar 4.9: Memotong Ruas Bambu Gambar 4.10: Pembentukan Bagian Lubang Tiup Surdam Gambar 4.11: Melilitkan Benang pada Ujung Lubang Tiup Gambar 4.12: Mengukur Panjang dengan Benang Gambar 4.13: Memotong dengan Rawit Batak Gambar 4.14: Mengukur Jarak Lubang Nada dengan Menggunakan Penggaris Gambar 4.15: Mengukir Lubang Nada Gambar 4.16: Menghaluskan Lubang Nada dengan Kertas Pasir Gambar 4.17: Menghaluskan Bambu dengan Kertas Pasir Gambar 4.18: Mengkuir Bambu Surdam dengan Motif Tradisional Masyarakat Karo Gambar 4.19: Teger Tudung Gambar 4.20: Keret-keret Ketadu Gambar 4.21: Ipen-ipen Gambar 4.22: Tampuk-tampuk Pinang viii

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak etnis yang memiliki kebudayaan sendiri di provinsi Sumatera Utara. Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1986), menyebutkan kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur kebudayaan, yaitu : (1)sistem perlengkapan hidup, (2)sistem mata pencarian, (3)sistem kemasyarakatan, (4)sistem bahasa, (5)sistem kesenian, (6)sistem pengetahuan, (7)sistem religi. Dan salah satu diantaranya adalah yang berhubungan dengan Kesenian. Kesenian itu sendiri masih terdiri dari beberapa sub bagian seperti seni musik, sastra (cerita rakyat, pantun), dan tari. Masyarakat Karo mempunyai kebudayaan yang sangat kaya yang mereka peroleh dari leluhurnya secara turun-temurun. Warisan budaya tersebut antara lain seperti seni musik, sastra, (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat), dan anyam. Seni musik yang diwariskan pada masyarakat Karo adalah ensambel musik tradisional yang disebut Gendang lima sendalanen 1 dan Gendang telu sendalanen. 2 Di luar kedua ensambel tersebut ada juga musik yang dimainkan secara non-ensambel yakni 1 Gendang Lima Sendalanen merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan suatu ensambel musik tradisional Karo yang terdiri dari 5 (lima) alat musik karo, yaitu: (1) sarune, (2) gendang singanaki, (3) gendang singindungi, (4) penganak dan (5) gung. Istilah gendang pada Gendang Lima Sendalanen ini berarti alat musik, lima berarti lima buah, dan sendalanen berarti sejalan. Dengan demikian Gendang Lima Sendalanen mengandung pengertian lima buah alat musik yang dimainkan sejalan atau secara bersama-sama. Kadang-kadang Gendang Lima Sendalanen disebut dengan istilah Gendang Sarune. Adanya dua istilah atau penyebutan satu ensambel musik tradisional Karo yang sama ini (Gendang Lima Sendalanen dan Gendang Sarune) terjadi karena perbedaan latar belakang dari orang-orang yang menggunakannya. 2 Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1) Kulcapi/balobat, (2) keteng-keteng dan (3) mangkok. Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu Kulcapi atau balobat. 1

14 dimainkan secara sendiri (solo) tanpa disertai atau diiringi dengan alat musik yang lain. Contoh alat musik tersebut adalah surdam, baluat, embal-embal, empi-empi, murbab, dan genggong. Seni ini biasanya diwariskan secara turun-temurun bagi mereka, namun di beberapa wilayah yang heterogen secara etnik, ada beberapa bagian dari kesenian ini yang hampir punah keberadaannya, bahkan ada yang hilang sama sekali. Hal ini disebabkan karena sudah mengalami perubahan-perubahan dalam cara berpikir, dalam kehidupan sehari-harinya, sudah banyak dipengaruhi oleh budaya lain dan seiring berkembangnya zaman. Perubahan cara berpikir dan pengaruh budaya lain ini ternyata tidak hanya mengakibatkan keberadaan dari kesenian (dalam hal ini seni musik yakni alat musiknya) ini mulai hilang atau punah, tetapi juga dapat mengakibatkan pergeseran-pergeseran makna dan penggunaan alat musik itu sendiri. Tulisan ini mendiskusikan tentang studi organologi alat musik surdam puntung, meliputi sejarah dan keberadaannya sekarang ini dan penggunaannya (kapan dimainkan). Namun dalam hal ini studi kasus yang dilaksanakan bertempat di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Sebagai informan kunci Bapak Pauzi Ginting salah seorang pemusik sekaligus pembuat alat musik daerah Desa Lingga, Kecamatan Simpang, Kabupaten Karo. Pada umumnya ada tiga jenis surdam yang terdapat di masyarakat karo (menurut wawancara dengan Bpk Pauzi Ginting) yaitu (1) surdam puntung, merupakan surdam yang digunakan para pengembala(permakan) pada saat mereka mengembalakan hewan ternak seperti kerbau. (2) surdam rumamis, 2

15 merupakan surdam yang dipakai oleh kalangan sendiri, dalam hal ini Rumamis merupakan sebuah nama desa sehingga besar kemungkinan surdam ini berasal dari kampung tersebut. (3) surdam Belin (tangko kuda). Menurut sejarahnya berawal dari adanya pencuri yang hendak mencuri kuda pada malam hari, namun ketika surdam dimainkan maka pencurian itu gagal terlaksana karena mendengar bunyi surdam tersebut. Surdam puntung ini dibuat berawal dari penggembala yang sedang merasakan kesepian ketika menggembalakan kerbaunya. Ketika merasakan kesepian dia mencoba melakukan aktifitas untuk mengisi kekosongannya dengan membuat sebuah alat musik. Menurut informasi yang didapat, tidak diketahui bagaimana dulunya alat musik ini dibuat oleh penggembala tersebut. Namun seiring dengan perkembangannya, dari segi proses pembuatannya, alat musik ini kemudian dibuat dengan menggunakan ritual dan berbagai persyaratan. Dipercaya bahwa dengan menggunakan ritual tersebut, alat musik surdam ini dapat memiliki kekuatan magis, seperti untuk memikat hati perempuan, ataupun supaya orang yang mendengarkan alunan bunyi surdam itu dapat melepaskan rasa lelahnya. Bahan untuk membuat surdam tersebut merupakan bambu yang disebut sebagai Gigantochloa pruriens (buluh Rengen) dalam bahasa Karo disebut buluh regen, jenis bambu ini banyak terdapat di dataran tinggi seperti di Tanah Karo. Kemudian proses untuk membuat lubang nada pada surdam tersebut harus menggunakan ritual terlebih dahulu. Yakni surdam tersebut harus ditanam terlebih dahulu di jalan yang terdapat di kuburan yaitu dimana mayat orang meninggal akan lewat ketika akan dikuburkan. Untuk melubangi ke-enam lubang nada yang 3

16 terdapat pada surdam, dibutuhkan juga enam mayat yang harus melewati surdam yang ditanam tersebut. Ketika itu, melihat suasana yang sepi dan tenang biasanya alunan lagu yang dimainkan oleh seorang penggembala pada umumnya bersifat sedih dan syahdu. Surdam puntung ini dimainkan pada upacara ritual seperti upacara: erpangir ku lau (membersihkan diri). Melihat fakta yang terjadi di dalam masyarakat Karo, dari ke-tiga jenis surdam yang ada didalam masyarakat Karo, hanya sudam puntung ini yang sering digunakan untuk membawakan lagu-lagu Karo, ini disebabkan karena alat musik ini dapat memainkan lagu yang bertangga nada mayor dan minor. Oleh karena itu surdam puntung ini tetap eksis dibandingkan dengan alat musik surdam yang lain pada masyarakat Karo. Dengan melihat uraian kejadian di atas, surdam puntung dapat dijadikan sebagai contoh aktivitas kreatif yang mana Alan P.Merriam (1960:10) 3 menyebutkan hal itu sebagai salah satu objek kajian etnomusikologi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkajinya lebih jauh untuk membuat sebuah kajian ilmiah dengan judul: Kajian Organologis Surdam Puntung Buatan Pauzi Ginting di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. 3 Music as creative activity (Merriam 1960:10). Bahwa musik adalah salah satu aktivitas kreatif di bidang seni yang iunsur utamanya adalah bunyi-bunyian. Mencakup ruang yakni tangga nada dan elemen-elementa, dan waktu yakni meter, waktu penyajian tanda birama dan lain-lain. Dengan unsur-unsur inilah komposer dan seniman melakukan aktivitas kreatifnya. 4

17 1.2 Pokok permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini yaitu : 1. Bagaimana perkembangan surdam puntung di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat sekarang ini? 2. Bagaimana proses pembuatan alat musik surdam puntung yang dibuat oleh Bapak Pauzi Ginting? 1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian Tujuan Tujuan penelitian terhadap surdam permakan Karo adalah : 1. Untuk mengetahui perkembangan surdam puntung di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat sekarang ini. 2. Untuk mendeskripsikan proses pembuatan alat musik surdam puntung ini di buat oleh Bapak Pauzi Ginting Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai : 1. Sebagai dokumentasi untuk menambah refrensi mengenai musik Karo khususnya alat musik surdam puntung di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 2. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi. 5

18 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari. 1.4 Konsep dan teori Konsep Berikut ini penulis akan membuat pengertian dari kata-kata yang terdapat pada judul. Maksud dari kata keberadaan pada judul tulisan ini adalah bagaimana perkembangan surdam khususnya di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat sekarang ini. Apakah mengalami perubahan yang signifikan dari mulai sejarahnya surdam ini ada hingga sekarang ini. Kajian organologi merupakan bagian dari etnomusikologi yang meliputi semua aspek, diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya bahan dan perinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut. Organologi juga tidak hanya membahas masalah teknik memainkan, fungsi musikal, dekorasi (pola hiasan) fisik, dan aspek sosial budaya, melainkan termasuk didalamnya deskripsi alat musik tersebut secara konstruksional (Hood 1982:124). Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis adalah, suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya. Surdam puntung merupakan surdam yang digunakan para pengembala pada saat mereka mengembalakan hewan ternaknya. Namun sekarang ini surdam ini bukan hanya dipakai oleh pengembala, tetapi sudah merupakan sebuah alat musik 6

19 yang sangat umum untuk dijumpai dan dipakai di kalangan masyarakat. Surdam ini dipakai sebagai alat penghibur bagi penggembala itu sendiri. Bapak Pauzi Ginting adalah seorang musisi yang berasal dari desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Karo, yang mana merupakan pemain sekaligus pembuat alat musik daerah setempat. Orang tua beliau merupakan seorang pembuat rumah adat suku Karo, sehingga beliau diajari dan memiliki kemampuan dalam hal memahat dan mengukir. Dengan modal tersebut beliau memberanikan diri untuk membuat berbagai alat musik Karo, sampai pada akhirnya terbiasa dan mahir. Dan dengan demikian lama-kelamaan alat musik buatan beliau dikenal oleh masyarakat umum. Pada saat ini beliau sudah cukup memiliki reputasi melalui alat-alat musik Karo yang pernah dibuatnya. Menurut wawancara dengan beliau, 80% alat musik karo yang berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan hasil buatan karyanya sendiri. Selain itu tidak jarang bahwa alat musik buatannya diminta untuk dilelang diberbagai acara perlelangan Teori Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripsian alat musik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima, 1978:174 terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan ATPA, bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua sudut pandang yang mendasar, yaitu studi struktural dan studi fungsional. Studi struktural berkaitan dengan observasi(pengamatan), pengukuran, perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan- 7

20 bahan yang dipakai un tuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau komponen yang memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara (loudness), bunyi, nada, warna nada, dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa proses dan teknik pembuatan surdam Karo termasuk kedalam studi struktural. Surdam Karo adalah instrumen musik aerofon yang memiliki enam lubang. Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu: Sistem pengaplikasian alat musik berdasarkan sumber bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari; idiofon alat itu sendiri sebagai penggetar utama bunyi, aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber penggetar bunyi), dan kordofon ( senar sebagai sumber penggetar utama bunyi). 1.5 Metode Penelitian Metode yang dapat digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif menurut Nawawi dan Martini, 1995:209 yaitu Penelitian adalah rangkaian kegiatan atau proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana 8

21 dalam penelitian kuantitatif. Untuk mendukung penelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu : disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory dicpline). Hasil dari kedua metode penelitian ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), (Merriam, 1964:37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan tulisan ini, penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, yaitu: (1) menggunakan daftar pertanyaan (questinnaries) ; (2) menggunakan wawancara interview Studi Kepustakaan Untuk mendukung tulisan ini penulis dibantu dengan beberapa tulisan yang menjadi bahan acuan kerangka tulisan. Dalam hal ini penulis memperhatikan beberapa konsep maupun teori yang digunakan dan juga metode penelitian yang menjadi gambaran bagian dari tulisan ini. Adapun beberapa tulisan yang menjadi bahan kerangka tulisan ini antara lain adalah: A.G. Sitepu, ragam hias ornamen karo seri A, A.G. Sitepu, Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo, seri B, Curt Sach dan Horbonstel dalam Classification of Musical Instrumental, Translate from the Original Jerman. Tulisan ini menjelaskan pengklasifikasian alat musik yang dilihat dari sumber penghasil bunyinya, Bruno Nettl, Theory and Method Of Ethnomusicology. Tulisan ini membahas tentang teori dan metode yang digunakan dalam mengkaji tulisan ilmiah dengan objek kajian Etnomusikologi dan Koentcaraningrat, Pengantar Antropologi Musik. Tulisan ini menjelaskan tentang beberapa 9

22 kebudayaan yang terdapat dalam nusantara Indonesia yang termasuk di dalamnya suku-suku yang terdapat dalam Sumatera Utara Kerja Lapangan Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung kedaerah penelitian yaitu langsung kerumah bapak Pauzi Ginting dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat Karo Observasi Observasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indra penglihatan yang juga berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan Wawancara Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: Ada tiga wawancara, yaitu wawancara berfokus (Focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview). Untuk wawancara, penulis terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang diarahkan kepada suatu pokok permasalahan tertentu. Namun penulis tetap mengembangkan pertanyaan kepada hal-hal yang lain untuk menciptakan suasana yang tidak kaku, tetapi tetap terkait dengan pokok permasalahan. Penulis 10

23 melakukan wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini Bapak Pauzi Ginting selaku informan kunci, dan beberapa informan-informan lainnya Kerja Laboratorium Dalam kerja laboratorium penulis akan mengumpulkan data-data dari hasil kerja lapangan yang diperoleh dari objek penelitian penulis dengan data dan informasi yang didapat dari beberapa informasi tertulis maupun lisan dari beberapa informan penulis tentang perkembangan dari instrumen surdam permakan dan juga terutama memperhatikan teknik pembuatan instrumen tersebut. Dengan begitu penulis akan mendeskripsikan data tersebut menjadi bahan tulisan ilmiah ini dengan data-data yang sudah disiapkan penulis. Untuk membantu proses penulisan ini, penulis juga mengambil data dari beberapa tulisan yang membahas tentang surdam karo sehingga dapat membantu penulis untuk melihat eksistensi dari instrumen ini dalam masyarakatnya. Penulis juga mengamati dari beberapa daerah tanah Karo yang menggunakan alat musik surdam ini sebagai bagian dari aktivitas budaya. Sedangkan untuk melihat teknik pembuatan alat musik ini, penulis akan langsung belajar dengan informan kunci penulis Bapak Pauzi Ginting walaupun sementara penulis hanya memperhatikan beliau dalam membuat instrumen ini. Data-data yang diperoleh akan penulis kelompokkan dengan bagian-bagian data masing-masing yang sesuai dengan keperluannya. Untuk mengisi kekurangan data, penulis akan melakukan penelitian lapangan dan laboratorium lagi demi kelengkapan tulisan ini 11

24 BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Dalam bab II ini penulis akan menerangkan gambaran lokasi penelitian dengan spesifikasi objek penelitian surdam permakan yang terdapat di desa Lingga oleh Bapak Pauzi Ginting. Begitu juga dengan gambaran masyarakat Karo pada umumnya yang memiliki kebudayaan tersebut. Sehingga dalam tulisan ini penulis juga memaparkan setiap kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Karo dengan rincian terkait kesenian tradisional dalam masyarakat Karo pada khasususnya. Kemudian sekilas balik penulis juga akan menjelaskan informan penulis Bapak Pauzi Ginting selaku pelaku seni masyarakat Karo yang sudah berkarir dalam dunia kesenian tradisional Karo. Dengan melihat gambaran lokasi penelitian maka pembaca diharapkan mengerti dan paham dengan kesenian tradisional yang terdapat dalam masyarakat Karo pada umumnya. 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam tulisan ini adalah acuan informan penulis Bapak Pauzi Ginting yang bertempat tinggal di desa Lingga kabupaten Karo. Menurut data monografinya bahwa daerah desa Lingga merupakan daerah yang sangat dingin. Dilihat dari topografinya, desa Lingga ini terletak pada ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut dengan temperatur 18 C-23 C. Adapun batas-batas wilayah desa Lingga adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Surbakti 12

25 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Kacaribu 3. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Kaban 4. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Nangbelawan Luas wilayah desa Lingga ini sebesar 2624 ha dengan penggunaan tanah yang beraneka ragam dalam desa tersebut. Berikut data statistik penggunaan tanah pada desa Lingga. Tabel 2.1 Luas seluruh wilayah Lingga Pemukiman Tegalan / Lahan Kering Kebun Campuran Sawah Hutan Lebat Belukar 1700 ha 250 ha 123 ha 300 ha 250 ha 1ha Total 2624 ha (Sumber: data statistik monografi desa Lingga, 2014) 2.2 Penduduk dan Sistem Bahasa Kependudukan dan sistem bahasa merupakan satu kesatuan yang berkisanambungan untuk menciptakan suatu lingkungan maupun desa. Dengan adanya bahasa maka dapat tercipta suatu wilayah dengan kependudukan daerah tersebut. 13

26 2.2.1 Kependudukan Penduduk dalam desa Lingga mayoritas suku Karo dan terkadang ada sebagian suku lain yang sudah bertempat tinggal di daerah tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa desa Lingga merupakan desa yang ternasuk dalam wilayah kecamatan kabupaten Karo, yang pada umumnya mayoritas masyarakat Karo. Pada tahun 2014, penduduk di desa Lingga sebanyak 2945 jiwa dengan jumlah 793 keluarga. Komposisi penduduk dilihat dari jenis kelamin, tingkat umur, agama, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Data statistik kependudukan masyarakat desa Lingga yang dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Desa Lingga Penggolongan Jenis Kelamin Tingkat Umur Agama Tingkat Pendidikan Mata Pencaharian Kategori Jumlah (jiwa) Laki-laki 1402 Perempuan tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun 197 Islam 109 Kristen 554 Buddha 23 dll 46 Belum sekolah 275 Tidak Tamat SD 188 Tamat SD 845 Tamat SLTP 464 Tamat SLTA 453 Tamat P. Tinggi 66 Bertani 1259 PNS/ Swasta 259 Dagang 656 dll. 340 (Sumber: data statistik monografi desa Lingga, 2014) 14

27 Dari data statistik di atas anak-anak lebih mendominasi dibandingkan dengan usia produktif. Hal ini membuktikan bahwa desa Lingga pada Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo merupakan sebuah daerah yang berkembang kepadatan penduduknya. Oleh sebab itu tingkat pendidikan di daerah ini secara otomatis masih pada taraf tingkat lanjutan pertama dan tingkat atas. Dari segi kepercayaan, agama Kristen merupakan agama mayoritas diikuti dengan agama islam dan budha. Secara umum mata pencaharian masyarakat di seluruh Kabupaten Karo adalah bertani, sesuai dengan letak geografisnya yang sangat mendukung untuk bercocok-tanam. Masyarakat Karo secara umum menempati wilayah administratif kabupaten Karo yang sama seperti desa Lingga ini yang termasuk dalam kabupatennya yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat Karo. Melihat masyarakat ini bertempat tinggal di dataran tinggi dengan suhu lingkungan yang dingin dengan curah hujan yang cukup maka masyarakat desa Lingga dominan memiliki pekerjaan sebagai petani yang memanfaatkan kekayaan alam untuk bertahan hidup Bahasa Masyarakat Karo memiliki bahasa yang biasanya digunakan baik dalamkehidupan sehari-hari maupun dalam upacara adat yaitu bahasa Karo. Selain memiliki bahasa sendiri, masyarakat Karo juga memiliki aksara Karo. Aksara Karo ini merupakan aksara Kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi saat ini penggunaannya terbatas sekali dan bahkan hampir tidak 15

28 pernah dipergunakan lagi. Berikut aksara Karo yang digunakan oleh masyarakat Karo dari dulu. Tabel 2.3 Aksara Karo (Sumber : karo.com) 16

29 2.3 Sistem Kekerabatan Setiap etnis/ suku yang ada di Sumatera Utara khususnya etnis Karo memiliki sistem kekerabatan dalam kebudayaannya. Masyarakat Karo memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, daliken sitelu, dan tutur siwaluh. Ketiga sistem kekerabatan ini merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengatur kehidupan sehari-hari pada masyarakat Karo dalam hubungan bermasyarakat dan berbudaya. 1. Merga Silima Masyarakat Karo memiliki sistem marga atau dalam bahasa Karo disebut dengan merga untuk laki-laki dan beru untuk perempuan. Merga/beru merupakan sebuah identitas bagi masyarakat Karo di mana setiap masyarakatnya memiliki merga/beru tersebut. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok yang disebut dengan merga silima yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, dan Peranginangin. Merga atau beru ini digunakan sebagian nama belakang, misalnya Marthin merga Tarigan, ditulis Marthin Tarigan. Merga ini diwarisi dari ayah, karena masyarakat Karo menganut garis keturunan Patrilineal (garis keturunan Bapak/laki-laki). Kalau laki-laki bermerga yang sama maka akan disebut ersenina yang artinya bersaudara dan begitu juga sebaliknya untuk perempuan yang memiliki beru yang sama. Namun untuk laki-laki dengan perempuan yang memiliki 17

30 merga/ beru yang sama maka mereka disebut erturang(keluarga), sehingga dilarang untuk melakukan perkawinan secara adat. 2. Sangkep Si Telu Daliken sitelu atau sering disebut Sangkep Si Telu merupakan bagian dari masyarakat Karo yang merupakan landasan bagi sistem kekerabatan dan semua kegiatan khususnya kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan adat istiadat dan interaksi antar sesama masyarakat Karo. Sangkep Si Telu ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap hubungan dalam adat istiadat ditentukan oleh adanya tiga kelompok ini yaitu kalimbubu sebagai keluarga pemberi istri, anak beru sebagai keluarga yang mengambil atau menerima istri, dan senina sebagai keluarga yang seketurunan (semerga) dengan keluarga inti. Sangkep Si Telu dalam masyarakat Karo merupakan simbol atau lambang yang memiliki makna. Jika dilihat dari sisi etimologis katanya, bahwa daliken sitelu merupakan tungku yang tiga yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat Karo sehari-hari sebagai penopang untuk memasak, daliken sitelu dalam hubungan kekerabatan masyarakat Karo juga mempunyai peran sebagai penopang sukut (yang menyelenggarakan pesta) dalam upacara adat. 18

31 3. Tutur Siwaluh Untuk menunjukkan tingkat kekerabatan di dalam masyarakat Karo dikenal istilah ertutur. Ertutur adalah salah satu ciri orang Karo untuk berkenalan. Biasanya dengan menanyakan merga, kemudian bere-bere (marga ibu), bahkan mungkin menanyakan trombo (silsilah) untuk mengetahui tingkatan kekerabatan tersebut. Tutur siwaluh terdiri dari delapan golongan yaitu (1) Kalimbubu, (2) puang kalimbubu, (3) senina, (4) sembuyak, biak sembuyak (5) senina sipemere, senina siparibanen, senina sipengalon, (6) senina sedalanen, (7) anak beru, dan (8) anak beru menteri. 2.4 Musik Tradisional Masyarakat Karo Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam masyarakat Karo yaitu musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya. Dalam melakukan aktivitas kesenian bermusik masyarakat Karo menyebut dengan istilah ersurdam (bermain surdam) dan rende (bernyanyi). Musik tradisional Karo yang akan penulis bahas adalah solo instrumen yaitu Surdam Permakan Ensambel Tradisional Karo Dalam penyebutan ensambel musiknya, masyarakat Karo menggunakan kata gendang. Ada dua jenis ensambel musik Karo yaitu gendang lima sedalenan dan gendang telu sedalenan. Penjelasan ensambel tersebut akan dijeleskan lebih lanjut berikut ini. 19

32 Gendang Lima Sedalenan Gendang lima sedalenan sering juga disebut gendang sarune yang merupakan ensambel musik yang paling dikenal dalam masyarakat Karo. Gendang lima sedalenan yang merupakan sekumpulan instrumen terdiri dari satu buah sarune sebagai pembawa melodi, dua buah gendang yaitu gendang anak dan gendang indung (gendang berarti sebagai instrumen) sebagai instrumen ritmis, serta gung dan penganak sebagai pengatur tempo. Kelima instrumen tersebut dimainkan secara bersama-sama sebagai sebuah ensambel. Gendang lima sedalenan sering juga disebut sebagai istilah gendang sarune. Di kalangan musisi tradisional Karo istilah gendang sarune lebih sering digunakan sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih banyak menggunakan istilah gendang lima sedalenan. Orang yang memainkan kelima instrumen musik ini dalam gendang lima sedalenan masing-masing memiliki sebutan sesuai dengan alat musik atau instrumen yang dimainkan. Untuk pemain sarune disebut sebagai panarune, pemain gendang anak dan pemain gendang indung disebut sebagai penggual, pemain gung disebut sebagai simalu gung dan pemain penganak disebut sebagai simalu penganak. Sekumpulan pemain musik ini sering disebut sebagai sierjabaten (yang memiliki jabatan) atau penggual ketika bermain mengiringi upacara adat masyarakat Karo. Dalam konteks upacara adat sierjabaten atau penggual yang memainkan gendang lima sedalenan /telu sedalanen diberikan tempat yang khusus dengan beralaskan amak mbentar (tikar anyaman berwarna putih) sebagai kehormatan. Walaupun sekarang gendang lima sedalenan atau telu sidalenan 20

33 sudah digantikan dengan alat modern yaitu gendang kibod, perlakuan terhadap erjabaten tetap sama. Dalam hal memberi upah, dulunya sierjabaten atau penggual diberi beras, garam, kelapa, dan ayam untuk mengiringi upacara adat, namun sekarang diberikan melalui materi uang sebagai pemain musik Gendang Telu Sidalenan Sama halnya dengan gendang lima sedalenan, secara harafiah gendang telu sidalenan memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan bersamaan. Ketiga alat musik tersebut adalah kulcapi/ balobat, keteng-keteng, dan mangkuk mbantar. Dalam ensambel ini ada dua instrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu kulcapi dan balobat. Sedangkan mangkuk dan keteng-keteng merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola ritem-ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Pemakain kulcapi dan balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda tergantung kebutuhan. Prinsipnya sebenarnya sama hanya saja instrumen pembawa melodinya saja yang berbeda. Jika kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang kulcapi, dan jika menggunakan balobat sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang balobat. 21

34 2.4.2 Instrumen Musik Tradisional Karo non-ensambel Selain dari ketiga ensambel di atas, masih banyak instrumen Karo nonensambel yang dapat dimainkan secara tunggal tanpa diiringi alat musik lainnya, namun hanya beberapa yang masih dapat ditemukan. Adapun instrumen tersebut antara lain: 1. Kulcapi Selain dapat digunakan secara ensambel, instrumen kulcapi juga dapat dimainkan secara tunggal. Instrumen tunggal ini dapat dimainkan dimana dan kapan saja. Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dua buah senar. Senarnya terbuat dari metal namun dulunya terbuat dari akar pohon aren atau enau. Kulcapi memiliki lubang resonator yang memberi efek suara. 2. Balobat Balobat merupakan alat musik tiup yang mirip dengan alat musik recorder yang terbuat dari bambu dan dapat dimainkan secara ansambel dan secara tunggal, balobat juga dapat dimainkan dimana dan kapan saja. 3. Surdam Sesuai dengan objek penelitian utama penulis bahwa surdam merupakan alat musik tiup yang berjenis end blown flute yang terbuat dari bambu. Cara memainkan surdam tidaklah mudah karena tidak terdapat sekat pembelah udara yang mau ditiup sehingga untuk memainkannya harus menggunakan teknik khusus. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa 22

35 surdam ini terdiri dari surdam rumamis, surdam tangko kuda, surdam pingko-pingko, dan surdam puntung. 4. Murbab Murbab merupakan satu-satunya alat musik gesek yang terdapat dalam kesenian masyarakat Karo. Instrumen ini mirip dengan instrumen rebab yang terdapat dalam musik Jawa. Namun sekarang ini tidak dapat dapat dijumpai lagi murbab dalam kebudayaan masyarakat Karo. 5. Embal-ambal Embal-embal merupakan alat musik yang biasanya dapat ditemukan di sawah atau pada saat ladang padi sedang menguning. Instrumen ini digunakan atau dimainkan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal ini terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lubang-lubang penghasil nada. Sebagai alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik itu sendiri. 6. Empi-empi Empi-empi (multiple reed) terbuat dari batang padi yang telah menguning. Lidah (reed) empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung padi yang memiliki ruas. Akibatnya terpecahnya ruas batang padi maka ketika ditiup akan menimbulkan bunyi. Sebagian yang tidak terpecah kemudian dibuat lubang-lubang untuk menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya empi-empi memiliki empat buah lubang nada. Empi-empi merupakan alat 23

36 musik yang biasanya dapat ditemukan di sawah atau pada saat ladang padi sedang menguning. Instrumen ini digunakan atau dimainkan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung Musik Vokal Penggunaan musik vokal dalam masyarakat karo dapat di temukan di beberapa konteks upacara. Menurut pak kumalo Tarigan ( musik vokal dalam musik tradisional karo dapat disajikan berdasarkan konteks yaitu: 1. Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan merupakan nyanyian disebutkan enden-enden yaitu nyanyian yang biasanya dibawakan oleh perkolong-kolong dalam seni pertunjukan gendang guro-guro aron. 2. Musik vokal dalam konteks ritual Musik vokal dalam konteks ritual terdiri dari tujuh nyanyian yaitu: (1) didong doah, adalah nyanyian untuk menidurkan anak, (2) ndilo wari udan adalah nyanyian untuk mengundang atau mendatangkan hujan, (3) mangmang, adalah nyanyian untuk memanggil roh atau meminta kekuatan gaib untuk dapat menjalankan upacara ritual, (4) nendong, adalah nyanyian untuk meramal suatu kejadian, (5) ngeria, adalah nyanyian untuk menyadap atau mengambil nira dari pohon aren, (6) perumah begu, adalah 24

37 nyanyian untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal dunia, dan (7) tabas, adalah nyanyian yang berisi mantra. 3. Musik vokal dalam konteks adat Musik vokal dalam konteks adat dapat dibagi menjadi dua yaitu katonengkatoneng dan pemasun-masun yaitu nyanyian bercerita yang disajikan dalam upacara perkawinan yang di nyanyikan oleh bibi dari pengantin wanita. Selain dalam upacara perkawinan katoneng-katoneng juga disajikan dalam upacara kematian. 4. Musik vokal dalam konteks hiburan pribadi Musik vokal dalam konteks hiburan peribadi yaitu (1) doah-doah nyanyian sepontan untuk diri sendiri, (2) tangis-tangis, adalah nyanyian ungkapan kesedihan, dan (3) io-io, adalah nyanyian kesedihan dalam percintaan Penggunan instrumen keyboard Pada saat ini hampir semua upacara adat maupun ritual dan hiburan pada masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang kibod. Pengguna gendang kibod pada masyarakat karo sama seperti ensambel musik tradisional yaitu gendang sedalanen dan telu sedalanen. Ini akan di jelaskan upacara apa saja yang menggunakan instrumen keyboard dalam mengiringi jalanya upacara Upacara perkawinan(kerja nereh-empo) Setelah instrumen keyboard dapat di perogram dan disesuaikan dengan bunyi dari gendang lima sedalanen, upacara perkawinan pada masyarakat karo 25

38 lebih sering di iringi dengan gendang kibod lebih sering digunakan secara tunggal untuk mengiringi jalanya upacara adat. Pengguna gendang kibod dalam upacara perkawinan dulunya disajikan mulai dari malam hari yakni pada acara ngantik manuk dan keesokan paginya pada acara pesta adat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Jhon Bregmen ginting (2000:22) yang mengatakan bahwa: Penyajian gendang kibod pada rangkaian upacara perkawinan pada masyarakat karo dapat terjadi pada rangkaian acara nganting manuk dan pelaksanaan pesta. Dari kedua bagian tersebut pengguna gendang kibod lebih dominan dimainkan pada saat nganting manuk. Hal ini disebabkan karena pada saat upacara nganting manuk, setelah acara musyawarah adat, penyajian keyboard dilaksanakn khusus untuk mengiringi pengantin, dan kaum kerabat kedua pengntin untuk menari. Berbeda dengan penyajian kibod pada pelaksanaan acara pesta peresmian perkawinan, penyajian keyboard hanya sebaga pelengkap karena acara utama adalah pada saat penyerahan tukur atau mahar dan ngerana (memberikan sambutan) dari kedua kerabat mempelai, namun pada akhirnya ngerana sering di buat menari yang diiringi keyboard. Namun sekarang ini acara nganting manuk dalam masyarakat karo sudah jarang sekali dilaksanakan. Walaupun demikian sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari) untuk pengantin dan juga kedua orang tua pengantin tetap dilaksanakan dengan iringn gendang kibod namun tidak dilaksanakan pada saat acara nganting manuk lagi. Sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari) untuk pengantin dan kedua orang tua dari pengantin bisa saja di lakukan pada saat mbaba belo selambar (acara pertunangan) atau dalam kerja adatnya. Selain untuk mengiringi pengantin, gendang kibod juga berfungsi untuk mengiringi acara ngerana (memberikan petuah/pesan),dan juga landek (menari). 26

39 Upacara kematian Kemajuan teknologi serta kreatifitas seniman Karo dalam membuat beberapa program musik yang sesuai dengen stlye musik tradisional karo membuat gendang kibod kini dapat dimainkan dalam upacara kematian stlye musik tersebut antara lain adalah gendang simalungen rayat, gendang odak-odak dan gendang patam-patam oleh karena itu gendang kibod dalam upacara adat kematian masyarakat karo dapat diwakili kehadiran gendang limi sedalanen sebagai pengiring jalanya upacara. Gendang kibod dalam upacara kematian masyarakat karo sama fungsinya dengan gendang lima sedalanen yaitu untuk mengiringi acara rende, landek dan juga ngerana yang telah diatur setelah musyawarah Upacara erpangir ku lau Selain gendang telu sedalanen upacara erpangir ku lau kini menggunakan alat musik moderen seperti insterumen keyboard. Menurut julianus lembeng, selain teknologi instrumen keyboard perkembangan yang terjadi sekarang ini adalah pemakaian kaset atau perekaman musik dalam musik iring untuk upacara erpangir ku lau, dimana musik-musik yang dimainkan dikaset tersebut dapat dipilih sesuai dengan repetoar-repetoar yang biasanya digunakan dalam upaca erpangir ku lau. Hal ini tentunya lebih mengirit biaya pelaksanaan upacara. Namun dalam bentuk pola pikir dalam konsep erpangir pada penganut tidak ada perubahan yang progresif. Erpangir masih tetap dilakukan dalam konteks dan makna yang tidak jauh berubah dari aslinya 27

40 (sumber: Mengket rumah Gendang kibod kini sering kali digunakan untuk mengiringi acara mengket rumah (non- adat). Gendang kibod dalam mengket rumah pada saat ini hanya berfungsi sebagai hiburan. Jadi tidak ada lagi hubunganya dengan ritual yang bisa dilakukan pada saat memasuki rumah adat tradisional masyarakat karo. Pengguna gendang kibod dalam acara mengket rumah biasanya dapat dilakukan mulai dari malam sebelum acara dan keesokan harinya, acara pada malam hari merupakan sustu hiburan untuk penghuni rumah maupun tamu-tamu yang sudah hadir dirumah sehari sebelum acara masuk rumah baru di mulai Gendang guro-guro aron Melalui gendang guro-guro aron masyarakat karo mulai mengenal instrumen keyboard. Instrumen keyboard yang awalnya digunakan sebagai eksperimen sangat digrmari oleh masyarakat sehingga tercipta suatu perogram ritem yang menyerupai musik tradisional karo. Gendang kibod merupakan sebutan atau istilah yang sering di gunakan oleh masyarakat karo terhadap jenis ritem yang diperogram secara khusus dalam keyboard. Ritem musik masyarakat karo yang telah diperogram ini selalu disajikan dalam gendang guro-guro aron. Gendang kibod memiliki peran yang cukup besar dalam jalanya acara gendang guro-guro aron yang mana mengandung unsur musik, tari dan nyanyian. 28

41 Acara hiburan lainnya Segala kegiatan masyarakat karo dapat diiringi dengan gendang keyboard seperti arisan, syukuran, ulang tahun, naik jabatan, acara kerja (natal-tahun baru), dan amsih banyak lagi acara masyarakat karo yang dapat diiringi dengan menggunakan gendang kibod. Selain untuk menguringi acara hiburan pada masyarakat karo, program ritem masyarakat Karo ini juga digunakan untuk iringan musik populer Karo. Pada perkembanganya sudah banyak dapat studio rekaman yang dikelola oleh senimam karo untuk memproduksi musik-musik komersial. Alm Djasa Tarigan, Jack Sembiring, dan Fakta Ginting merupakan beberapa seniman karo yang telah memiliki setudio rekaman sendiri. 29

42 BAB III EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN SURDAM PUNTUNG DALAM MASYARAKAT KARO Dalam bab III ini penulis akan menjelaskan keberadaan alat musik surdam puntung yang meliputi pembagian jenis surdam yang didasarkan menurut karakter alat musik tersebut. Alat musik surdam permakan ini memiliki materi tersendiri dengan jenis alat musik surdam lainnya, sehingga penulis menitikberatkan alat musik surdam puntung menjadi inti kajian penulis yang dilihat dari aspek historis dan kontiniutasnya. Adapun aspek ini akan didukung dengan bagaimana peran dan penggunaan alat musik surdam ini dalam suatu aktivitas budaya maupun upacara tertentu yang diadakan oleh masyarakat Karo. Sehingga secara keseluruhan penulis akan menjelaskan eksistensi, historis, dan kontiniutas alat musik surdam puntung dalam masyarakat Karo. 3.1 Jenis-jenis surdam dalam masyarakat Karo Dalam masyarakat Karo terdapat salah satu alat musik tiup yang terbuat dari bambu yaitu surdam. Adapun surdam ini dibagi menjadi tiga jenis yang dilihat dari karakteristiknya yaitu: a. Surdam Puntung Surdam puntung merupakan surdam yang memiliki potongan bagian ujung bambu yang tepat mengenai bagian ruas bambu, sehingga dapat dilihat pada lubang tiup tepat pada bagian ruas bambu tersebut. Adapun 30

43 lubang surdam ini memiliki enam buah lubang yaitu lima lubang terdapat di bagian tengah bambu surdam dan satu buah lubang dibagian bawah sisi bambu surdam. Adapun surdam ini biasanya digunakan untuk memainkan segala jenis lagu-lagu yang sedih maupun gembira. Surdam ini biasanya dipakai oleh permakan yang menggembalakan ternaknya. Gambar 3.1 Surdam puntung b. Surdam Rumamis Surdam rumamis merupakan surdam yang sama seperti surdam permakan, namun surdam ini memiliki enam buah lubang yaitu empat buah lubang dibagian sisi tengah bambu surdam dan dua buah lubang dibagian sisi bawah bambu surdam dengan ukuran lubang yang berbeda antara kedua lubang tersebut. Adapun surdam ini biasanya dimainkan untuk lagu yang memiliki suasana sedih (tangis-tangis). 31

44 Gambar 3.2 Surdam Rumamis c. Surdam Tangko Kuda Surdam tangko kuda merupakan surdam yang sama seperti surdam puntung namun ukuran surdam ini jauh lebih panjang dari surdam tersebut yaitu satu meter. Lubang surdam ini memiliki enam buah lubang yaitu dua buah lubang disis atas bambu surdam, tiga buah lubang dibagian sisi tengah bambu surdam, dan satu buah lubang dibagian sisi bawah bambu surdam. Surdam ini juga biasanya dipakai untuk memainkan lagu-lagu yang sedih. 32

45 Gambar 3.3 Surdam Tangko Kuda Melihat ketiga jenis surdam diatas, terdapat karakteristik dari setiap jenis surdam yang dilihat dari bentuk fisik atau pun organologi alat musik surdam. Berdasarkan ukuran alat musik surdam dan lubang nada yang terdapat dalam surdam menunjukkan pembedaan karakter. Dalam tulisan ini penulis hanya mengkaji salah satu alat musik surdam yaitu surdam puntung sebagai objek penelitian penulis. 3.2 Surdam Puntung dalam Masyarakat Karo Masyarakat tradisional pada umumnya memiliki suatu tradisi kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun. Dalam masyarakat Karo dikenal keseniankesenian seperti alat musik, tari, maupun seni ukir yang hingga saat ini masih tetap bertahan. Kesenian-kesenian ini ada dan diciptakan berdasarkan kreativitas masyarakat Karo itu sendiri untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga masyarakat tersebut memiliki pandangan sendiri atas latar belakang kesenian 33

46 tersebut. Dalam tulisan ini penulis mencoba melihat salah satu kesenian masyarakat Karo yaitu surdam puntung yang dilihat dari aspek historisnya. Dalam masyarakat tradisi terdapat cerita-cerita rakyat tertentu yang mewakili suatu sejarah yang menceritakan suatu kebudayaan dalam masyarakat itu sendiri. Cerita rakyat ini dapat juga disebut foklor, dimana foklor ini merupakan cerita rakyat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Sama seperti alat musik surdam puntung dalam masyarakat Karo yang memiliki cerita dan pandangan sendiri menurut masyarakat tersebut. Menurut Pauzi Ginting sebagai informan kunci penulis menjelaskan cerita sejarah bagaimana pembuatan surdam puntung ini di dalam masyarakat Karo dulunya. Suatu hari ada seorang penggembala yang menggembalakan kerbaunya di padang rumput, ketika sedang mengembalakan kerbaunya si pengembala merasa kesepian lalu tiba-tiba muncul sebuah ide untuk membuat sebuah alat musik (surdam). Dalam kesepiannya itu, si pengembala atau yang disebut sipermakan ini kemudian mencurahkan seluruh perasaannya di dalam sebuah lagu yang dimainkan secara vokal ataupun melalui alat musik surdam yang dibuatnya tersebut. Berikut teks nyanyian yang dinyanyikan oleh si pengembala ketika memainkan alat musik surdam tersebut: Nggo dage... pagi-pagi nari ngira-ngira wari e nande... lenga terang nggo seh juma, berngi ka kari maka seh rumah nande...ketadingen nge rusur bas guroguro aron meriah e nande...lenga terang nggo seh juma berngi ka maka seh rumah, bage tiap wari nande... Lagu tersebut menceritakan tentang si pengembala dimana seluruh waktu dalam kesehariannya hanya dihabiskan untuk mengembalakan hewan ternaknya di ladang. Pagi-pagi buta sudah harus di ladang dan kemudian pulang kembali ke 34

47 rumah ketika matahari sudah terbenam. Dengan demikian dia mengeluhkan bagaimana dia selalu ketinggalan dan tidak serta bisa ikut dalam acara muda-mudi guro-guro aron. Seiring dengan perkembangannya, dari segi proses pembuatannya, alat musik ini kemudian dibuat dengan menggunakan ritual dan berbagai persyaratan. Dipercaya bahwa dengan menggunakan ritual tersebut, ketika ditiup alat musik surdam ini dapat memiliki kekuatan magis, seperti untuk memikat hati perempuan, ataupun supaya orang yang mendengarkan alunan bunyi surdam itu dapat melepaskan rasa lelahnya. Surdam dulunya hanya memainkan lagu yang bersifat sedih saja (lagu pada masyarakat karo pada umumnya) namun seiring dengan perkembangannya pada saat ini surdam bisa memainkan lagu yang bersifat riang. Pengaruh yang terjadi dari dalam maupun luar masyarakat Karo juga menentukan perkembangan alat musik tradisi ini setelah melihat pengalihfungsian yang terjadi atas alat musik ini. Melihat sejarah di atas, maka penulis melihat bahwa tradisi yang terdapat dalam masyarakat Karo masih memegang kuat paham kulturalisme/ culturalism. Dimana pembuatan surdam puntung yang menggunakan kekuatan magis. Surdam dalam masyarakat Karo sudah lama dikenal walaupun secara spesifik menurut penulis masih sedikit yang mengetahui pembagian dari surdam tersebut. Di antara pembagian surdam tersebut, surdam puntung merupakan surdam yang hingga saat ini banyak digunakan diantara oleh pemain surdam Karo. Hal itu dapat dilihat bagaimana alat musik surdam ini dapat mengiringi berbagai jenis musik Karo. 35

48 Hal itu terjadi karena secara melodis surdam ini menghasilkan nada-nada yang mirip dengan nada diatonis. 3.3 Eksistensi Alat Musik Surdam Puntung dalam Masyarakat Karo Seperti yang telah penulis jelaskan di atas pembagian alat musik surdam yang terdapat dalam masyarakat Karo berdasarkan karakteristiknya menunjukkan bagaimana alat musik ini diciptakan. Sama seperti orang yang sedang lapar yang akan berusaha mencari makanan, kemudian untuk menambah kenikmatan makanan tersebut dilakukanlah sebuah proses pembuatan makanan sesuai selera. Sehingga adanya alat musik surdam sudah disesuaikan akan kebutuhan masyarakat Karo untuk melengkapi aktivitas budayanya, dan untuk memberikan peran dan fungsi tertentu maka terjadilah pembagian alat musik tersebut berdasarkan karakternya masing-masing. Bagaimanapun suatu kebudayaan yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dalam ruang lingkup kajian objek penelitian penulis, dapat ditunjukkan melalui eksistensi alat musik tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:253 bahwa eksistensi adalah keberadaan. Berdasarkan hasil observasi, penulis memperhatikan hampir disemua upacara adat, masyarakat Karo pada umumnya memakai alat musik keyboard untuk mengiringi jalannya upacara, hal ini disebabkan karena suara yang dihasilkan dari alat musik Karo dapat di tirukan oleh keyboard melalui programnya, jika dilihat dari sisi lain maka jika melakukan upacara adat memakai alat musik tradisional Karo secara materi akan menambah biaya dibandingkan memakai keyboard, karena kapasitas pemain keyboard lebih 36

49 sedikit dibandingkan pemain alat musik Karo. Maka perlahan-lahan alat musik tradisi Karo kurang dimininati dikalangan masyarakat Karo dan secara otomatis pemain alat musik tradisi Karo ini pun mulai berkurang. Namun pada saat sekarang ini tidak sedikit juga masyarakat Karo yang menggunakan alat musik tradisi Karo dalam upacara adat, hal ini diakibatkan karena alunan bunyi yang dihasilkan oleh alat musik Karo terasa lebih syahdu dan yang mendengarkan akan terasa lebih puas. Melihat keberadaan suatu kesenian terutama dalam kajian ini, penulis memperhatikan bagaimana sikap yang dilakukan oleh masyarakat di dalamnya untuk merespon kebudayaan yang dimilikinya. Memang secara signifi kan alat musik keyboard sebagai alat musik yang memakai teknologi modern sudah digunakan untuk kegiatan tradisi masyarakat Karo baik dalam upacara perkawinan maupun upacara kematian. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pengaruh tersebut mengesampingkan alat musik tradisional walaupun secara sistematis nilai tradisi yang dihasilkan masih tetap ada. Begitu juga dengan alat musik surdam yang dapat dikenal oleh masyarakat karena melihat bagaimana alat musik tersebut tetap bertahan. Keberadaan alat musik surdam ini ditunjang dari peran pembuat alat musik tersebut yang menunjukkan suatu bentuk hasil kesenian dari masyarakat Karo. Dalam masyarakat karo seorang pembuat alat musik surdam disebut sierban surdam. Dalam hal ini penulis menemukan seorang sierban surdam yang menjadi informan pangkal dalam objek penelitian ini yang sudah memiliki pengalaman. Beliau adalah Pauzi Ginting dari desa Lingga yang sudah melakukan pekerjaannya sebagai pengerajin kesenian alat musik tradisional Karo 37

50 hingga berperan sebagai pemain musik juga. Adapun salah seorang konsumen beliau untuk alat musik yang dihasilkannya adalah almarhum Djasa Tarigan seorang maestro musisi Karo. Menurut keterangan beliau bahwa alat musik yang digunakan oleh almarhum Djasa dibuat berdasarkan dengan keinginan bagaimana kualitas dari alat musik yang diinginkan. Sehingga dengan adanya alat musik yang dibuat dan dimainkan oleh seorang musisi akan membantu secara tidak langsung pengenalan kesenian pada masyarakatnya. Keberadaan alat musik ini juga ditinjau dari kebutuhan masyarakat akan suatu bentuk kesenian yang dapat digunakan untuk keperluan kegiatan budaya. Untuk mengatasi hal ini bapak Pauzi Ginting juga tidak hanya membuat alat musik untuk keperluan aktivitas budaya saja, bahkan beliau membuat alat musik dalam bentuk hiasan atau souvenir. Dengan ini keberadaan seperti alat musik surdam sudah dapat dikenal di tengah-tengah kalangan masyarakat Karo. Di zaman modern, sering terjadi kesulitan untuk mempertahankan keberlanjutan sesuatu yang bersifat tradisi karena tradisi dianggap menghalangi kehidupan modernisasi. Untuk itu diperlukan sebuah tatanan yang dirancang untuk mempertahankan nilai-nilai tradisi secara total di antara bentuk kesenian kreasi baru atau modern. Fenomena inilah yang membuat kesenian tradisional seperti surdam dapat dikenal dan digunakan dalam kalangan masyarakat Karo. Kesenian atau alat musik surdam inilah salah satu penunjuk identitas masyarakat Karo sehingga ada dan terdapat dalam setiap kegiatan aktivitas budayanya atas kebutuhan yang harus dimiliki. Keberadaan seperti alat musik surdam ini 38

51 ditunjang oleh masyarakat Karo secara keseluruhan yaitu pembuat alat musik, penyaji alat musik dan penikmat alat musik tersebut 3.4 Penggunaan dan Fungsi Surdam Dalam kehidupan masyarakat Karo, musik memiliki peran yang sangat penting. Adapun penggunaan dan fungsi seperti yang dikemukakan oleh Merriam ( ) yaitu : use than refers to the situation on in which music is employed in human action; Function concerns the reason for it employement and particularly the broader purpose which it serves. Terjemahan bebas sebagai berikut : Penggunaan, berkenan terhadap suatu keadaan bagaimana musik tersebut dipakai dalam kegiatan manusia; fungsi, meliputi alasan pemakaian dan terutama dalam lingkup yang luas, sejauh mana musik itu dapat memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Penggunaan dan fungsi di dalam musik merupakan suatu pembahasan yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan musik memiliki aspek-aspek di dalam kehidupan manusia dan efeknya terhadap suatu masyarakat. Dengan kata lain, penggunaan menyangkut konteks pemakainan musik, sementara fungsi menyangkut kepada bagaimana dan untuk apa musik itu disajikan. Dalam hal ini penulis akan melihat penggunaan dan fungsi dari hasil kultur kesenian masyarakat Karo dengan fokus objek penelitian penulis surdam puntung. 39

52 3.4.1 Penggunaan Menurut Herskovits (1964 : ) dalam Merriam, penggunaan musik dapat dibagi menjadi lima katagori unsur-unsur budaya, yaitu : Kebudayaan Material, Kelembagaan Sosial, Hubungan Manusia dengan Alam, Estetika dan Bahasa. Berdasarkan kelima katagori tersebut di atas, penggunaan surdam dalam konteks unsur-unsur budaya dapat diuraikan dalam tiga kategori diatas yaitu, Kebudayaaan Matrial, Hubungan Manusia dengan Alam dan Estetika. Kebudayaan material dalam hal ini dapat dilihat dari aspek fisik alat musik yang memperhatikan hal spesifik dalam instrumen tersebut yang dihasilkan dari hasil kebudayaan masyarakat itu sendiri. Sama seperti alat musik surdam yang digunakan oleh masyarakat Karo, di mana dilihat dari segi materialnya bahwa instrumen ini terbuat dari bambu. Adapun bambu dalam hal ini merupakan hasil kebudayaan material yang digunakan oleh masyarakat Karo pada umumnya dengan berbagai kegunaan untuk kegiatan mereka sehari-hari. Misalnya dalam masyarakat Karo yang pada umumnya mayoritas petani menggunakan bambu sebagai ajek-ajek untuk tanaman-tanaman yang menjalar seperti tomat, buncis, retis, dll. Melihat hal ini penulis menyimpulkan bagaimana sebuah kebudayaan material digunakan dalam tradisi di masyarakat itu sendiri disebabkan oleh aspek kebutuhan masyarakat itu sendiri untuk keperluan masyarakat itu sendiri. Sehingga adapun kegunaan alat musik surdam puntung ini dalam masyarakat Karo disediakan untuk kebutuhan masyarakat tersebut dalam menyajikan upacara tertentu seperti upacara erpangir ku lau dan mengingat kebudayaan materialnya 40

53 yang terbuat dari bambu yang merupakan sebuah alat atau material yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat Karo untuk kebutuhannya Penggunaan Surdam Pada Upacara Erpangir Ku Lau Erpangir ku lau berasal dari kata pangir yang berarti langir dan ku lau yang berarti ke air. Jadi secara harafiah erpangir ku lau adalah berlangir ke air. Erpangir ku lau merupakan upacara ritual yang bertujuan untuk membersihkan diri agar terhindar dari penyakit, bahaya ataupun roh-roh jahat dan agar cita-cita atau keinginan tercapai. Dalam upacara erpangir ku lau kehadiran musik memiliki peran penting dalam berlangsungnya upacara ini. Adapun ensambel yang digunakan untuk mengiringi upacara erpangir ku lau adalah gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang lima sendalanen yang dimainkan pada upacara yang bersifat ritual berguna untuk mengubah suasana upacara menjadi sakral dan sedikit magis, dan sekaligus juga akan mempengaruhi (alam bawah sadar) guru sibaso menjadi kesurupan (trance) (Tarigan, 2004:121). permainan alat musik surdam pada upacara Erpangir ku lau ini juga memiliki peranan tersendiri. Yakni ada kalanya dimainkan secara tunggal untuk mengiringi jalannya upacara tersebut. 41

54 3.4.2 Fungsi Menurut Alan P.Merriam (1964: ) fungsi musik dapat dibagi dalam 10 kategori yaitu : 1. Fungsi pengungkapan emosional 2. Fungsi penghayatan estetis 3. Fungsi hiburan 4. Fungsi komunikasi 5. Fungsi perlambangan 6. Fungsi reaksi jasmani 7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial 8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan 9. Fungsi kesinambungan budaya 10. Fungsi pengintegrasian masyarakat Dalam penyajian surdam puntung dalam upacara erpangir ku lau dapat dikategorikan kedalam beberapa fungsi diatas yaitu, fungsi pengungkapan emosional, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani Fungsi pengungkapan emosional Musik mempunyai daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa atau emosi (misalnya rasa sedih, rindu, bangga, tenang, rasa kagum pada dunia hasil ciptaan Tuhan) bagi para pendengarnya (Merriam, 1964:223). Reaksireaksi tersebut dapat berupa ekspresi langsung seperti menyanyi mengikuti lagu 42

55 yang dimainkan atau mendengarkan secara tenang dan seksama tanpa banyak pengungkapan suasana hati yang terlihat secara langsung. Dalam penyajian surdam puntung dapat dimainkan secara ensambel maupun secara tunggal. Dalam pengungkapan emosional surdam puntung dimainkan secara tunggal. Pemainan surdam puntung dapat merasakan sesuatu perasaan di dalam dirinya, sebab pemain surdam puntung seolah-olah ikut masuk ke dalam melodi yang dimainkannya tersebut. Sehingga dalam hal ini musik dapat ditunjukkan untuk mewujudkan kehidupan emosional. A Musical work is therefore a presentational symbol. But if it a symbol it must poses a structure analogous to the structure of the phenomenon it symbolises it must share a common logical form with its object. And the way in which a musical work can resemble some segment of emotional life is by it possesing the same temporal structure as that segment. The dinamic structure the mode of development, of a must if calw work and the for min which emotion isexper zen ced can resemble each other in their patterns of motion and rest, of tention and release, of agreement and disagreement, preparation, ullfilrnent, excitation, sudden change etc. Music is a presentation of symbol of emotional life (Budd, 1985: 109). Dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Budd yang melihat sisi kemasyarakatan yang dibangun dari emosional manusianya dengan suatu bentuk aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Untuk itu energi musikal yang dihasilkan dari hasil permainan surdam puntung ini memberikan pengaruh terhadap sisi penghayatan oleh si penyaji dan si penikmat seni Fungsi hiburan Pada setiap masyarakat di dunia, musik berfungsi sebagai alat hiburan karena musik dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan, dan kepuasan tertentu kepada yang mendengar (Merriam 1964:224). 43

56 Ketika surdam puntung dimainkan dipadang rumput maupun dipersawahan maka orang yang mendengarkan alunan tersebut dapat menimbulkan suatu efek menghibur dan dapat menghilangkan rasa lelah bagi yang mendengarkan alunan surdam puntung tersebut. Surdam puntung juga memiliki fungsi hiburan ketika alat tersebut dimainkan dapat menghibur orang-orang yang berada di sekitarnya. Dengan melihat musik yang dimainkan dalam bentuk upacara akan menghasilkan sebuah pertunjukan seni yang bersifat keduniawian tanpa ada unsur spiritual yang terdapat di dalamnya. Pada saat surdam dimainkan dalan bentuk pertunjukan seni profan maka hasil kenikmatan yang dihasilkan berasal dari karakter permainan surdam yang sudah peka didengar sehingga menghibur pribadi penikmat seni tersebut Fungsi komunikasi Musik mampu menyampaikan suatu (pesan) kepada siapa yang akan dituju yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan yang membentuk musik tersebut (Merriam, 1964:224). Merriam berpendapat bahwa kemungkinan yang paling jelas ialah komunikasi dihadirkan dengan cara menanamkan makna-makna simbolis ke dalam musik yang secara tidak disadari diakui oleh para warga komunitas tersebut. Penanaman makna-makna simbolis dapat terjadi dalam salah satu dari kedua macam cara berikut: secara sadar atau secara bawah sadar. Dalam upacara erpangir ku lau, surdam puntung menjadi media dalam melaksanakan upacara tersebut. Maksud dan tujuan masyarakat Karo adalah untuk mengembalikan roh yang dibawa mahkluk halus kembali ke tubuh asal roh 44

57 tersebut. Maksud dan tujuan masyarakat tersebut disampaikan melalui lagu-lagu yang dihasilkan dari surdam puntung tersebut..s rnusicis significant form, and its significance is that symbol, a higly articu. r:. sensous object, which by virtue of its dinamic structure can expresss the -- journal of vital experience which language is peculiarly unfit to convey" (Langer, 1953:32). Berdasarkan penjelasan Langer yang menyatakan bahwa bahasa maupun hasil ekspresi manusia menghasilkan suatu sistem komunikasi yang dilakukan melalui simbol tertentu. Sama seperti pada musik yang digunakan pada alat musik surdam ini yang memberikan suatu media komunikasi dalam bentuk keyakinannya kepada para leluhur mereka. Alunan lagu yang dimainkan surdam tersebut memberikan sebuah percakapan dalam arti komunikasi dalam roh untuk menyatakan maksud dan tujuan dilakukannya upacara tersebut, sehingga dengan terjadinya percakapan tersebut dapat membantu proses jalannya upacara Fungsi reaksi jasmani Fungsi musikal surdam sebagai reaksi jasmani sejalan dengan fungsinya sebagai pengungkapan emosional dan fungsinya sebagai penghayatan estetis. Sebab reaksi jasmani muncul ketika adanya penghayatan yang menghasilkan emosional, dan emosional itupun kemudian diungkapkan melalui reaksi jasmani. Sebagai wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat di dalam pertunjukan erpangir ku lau yang mana pada saat surdam dimainkan semua orang yang terlibat dalam upacara tersebut dapat mengalami kerasukan roh-roh yang datang karena mendengar suara surdam yang dimainkan. 45

58 3.4.3 Fungsi Surdam Puntung Dalam Konteks erpangir ku lau Fungsi Pembawa Melodi Surdam awalnya hanya merupakan sejenis instrument tunggal. Namun tidak diketahui secara pasti kapan sejarah awal penggunaan surdam tersebut digunakan sebagai instrumen tunggal. Surdam puntung dalam upacara erpangir ku lau bisa dimainkan secara improvisasi yang mana melodi yang dimainkan berulang-ulang. Adapun lagu yang dimainkan dalam upacara erpangir ku lau adalah : mari-mari, odak-odak, dan peseluken Fungsi dalam Ensambel Dalam upacara erpangir ku lau ensambel yang digunakan adalah ensambel gendang keteng-keteng, gendang keteng-keteng memiliki empat buah alat musik yaitu : 1. Kulcapi/surdam/belobat 2. keteng-keteng (2buah) 3. mangkok putih Dalam upacara erpangir ku lau keteng-keteng dan mangkok putih berperan sebagai pengiring, dan surdam sebagai pembawa melodi. 46

59 BAB IV PROSES PEMBUATAN SURDAM PERMAKAN Kajian organologis merupakan kajian utama penulis dalam mengungkapkan inti-inti pokok permasalahan objek penelitian penulis dengan menggunakan disiplin Etnomusikologi. Dalam bab IV ini penulis akan menerangkan bagian inti pokok permasalahan dari keseluruhan tulisan yang membahas tentang organologis surdam puntung. Masih dalam ruang lingkup kajian organologis, penulis juga akan melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan semua sistem peralatan dan teknik pembuatan dari alat musik tersebut. Untuk mendukung ruang gerak tulisan maka penulis juga memberikan suatu bentuk penyajian alat musik surdam dengan dua sampel lagu dalam format permainan yang dimainkan dalam tangga nada minor dan tangga nada mayor. Sehingga dalam tulisan ini penulis akan mendeskripsikan secara umum aspek fisik musiknya yang meliputi materi alat musik surdamnya, teknik pembuatan alat musiknya, hingga komposisi yang dimainkan oleh alat musik tersebut hingga unsur-unsur musiknya. Untuk membantu dalam pemahaman alat musik surdam permakan dalam konteks pendukung instrumennya maka penulis akan mendeskripsikan penyajian alat musik surdam tersebut dalam bentuk teknik permainan maupun penjarian yang memproduksikan nada pada alat musik surdam puntung tersebut. Untuk itu penulis dibantu oleh beberapa teori Etnomusikologi untuk menghasilkan data penelitian yang relevan dan konseptual. 47

60 4.1 Klasifikasi Alat Musik Surdam Puntung Penulis memberikan acuan untuk pengklasifikasian alat musik dengan memperhatikan studi kajian organologisnya secara umum untuk membantu dalam mengetahui alat musik surdam puntung ini. Dalam mengklasifikasikan alat musik surdam ini, penulis menggunakan secara garis besar teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1914) yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar bunyi. Sistem klasifikasi ini terdiri dari empat bagian yaitu idiofon (alat musik itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit atau membran sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar atau dawai sebagai sumber penghasil utama bunyi). Berdasarkan penjelasan di atas maka alat musik surdam termasuk dalam kategori aerofon yang merupakan udara sebagai sumber penggetar utama bunyinya. Untuk lebih jelas lagi, penulis memberikan bentuk klasifikasi dengan memperhatikan secara karakteristik organologisnya sehingga alat musik surdam ini dapat dideskripsikan dengan lebih spesifik lagi. 1. Edge-blown aerophone Edge-blown aerophone merupakan suatu alat musik yang menghasilkan suara melalui udara yang ditiup melalui tepian tajamnya. Jenis klasifikasi ini dapat dilihat melalui napas pemain yang diarahkan melalui corong atau disebut juga windway di mana udara yang ditiup melalui tepian tajam sehingga kolom udara terbagi yaitu setengah 48

61 udara dikeluarkan di luar instrumen dan setengahnya lagi masuk ke dalam instrumen. 2. End-blown single flute End-blown single flute merupakan suatu alat musik yang dimainkan dengan meniup bagian tepian tajam ujung instrumen di mana dalam memainkannya instrumen lubang jari pada instrumen digunakan secara tunggal untuk mengubah nadanya. Dalam mendeskripsikan beberapa klasifikasi yang telah penulis perhatikan di atas maka penulis memberikan deskripsi bagan yang menunjukkan hasil klasifikasi dari instrumen surdam. AEROPHONE FREE AEROPHONE NON-FREE AEROPHONE EDGE-BLOWN AEROPHONE END-BLOWN SINGLE FLUTES 49

62 Dengan memperhatikan bagan di atas maka penulis memberikan gambaran klasifikasi surdam yang dilihat berdasarkan karakter alat musik tersebut dengan tinjauan aspek organologisnya. Dari bagan tersebut sehingga tampak jelas klasifikasi secara kompleks dengan dilihat dari sisi organologi sesuai bahan kajian utama penulis baik itu dilihat dari bahan baku, cara memainkan, dan teknik memainkannya. 4.2 Teknik Pembuatan Surdam Puntung Pembuatan surdam puntung secara garis besar telah dijelaskan dalam proposal tulisan ini maupun bab I dalam tulisan ini. Di mana dahulunya ada suatu ritual tertentu yang dilakukan untuk membuat sebuah surdam ini yang diyakini oleh masyarakat Karo dulunya. Baik itu dalam waktu tertentu untuk membuat instrumen ini, syarat tertentu untuk membuat setiap lubang nadanya, dan bahkan kondisi bahan baku instrumen pada saat membuatnya (lihat bab I). Dalam kesempatan ini penulis lebih spesifik menerangkan suatu teknik pembuatan oleh informan kunci penulis yaitu surdam puntung buatan Bapak Pauzi Ginting yang dikerjakan dalam proses yang sederhana tanpa ada syarat ritual tertentu. Berikut ini akan diterangkan bahan-bahan maupun alat-alat beserta fungsinya yang digunakan oleh informan kunci penulis untuk membantu pembaca dalam membuat surdam puntung ini. 50

63 4.2.1 Bahan Baku yang Digunakan Bambu Bambu merupakan bahan dasar dari alat musik surdam ini dengan kualifikasi tertentu. Pada umumnya bambu yang digunakan sebagai bahan alat musik ini, berasal dari dataran tinggi dengan menghindari tingkat kelembapan bambu yang mempengaruhi kualitas bambu. Dengan memperhatikan bentuk dan struktur bambu tertentu pula agar dapat membuat alat musik surdam yang bermutu Peralatan yang Digunakan Parang Panjang (sekin) Parang ini pada umumnya digunakan oleh masyarakat Karo untuk kepentingan bertani terkhusus untuk perkebunannya. Begitu juga parang ini digunakan untuk memotong bambu sebagai buku-buku surdam puntung. Parang ini memiliki gagang dari kayu dengan balutan aluminium yang mengikat besi parangnya dengan kayu gagang. Parang besar dan panjang sehingga dengan mudah untuk memotong bambu dan membersihkan dahan-dahan yang terdapat dalam buku-buku bambu. 51

64 Gambar 4.1: Parang Panjang Rawit Batak Pisau ini berbentuk cembung dengan ujung yang melengkung runcing. Pisau ini memiliki fungsi khusus dengan bentuknya yang khusus untuk alat musik surdam ini yaitu untuk memotong buku yang dijadikan untuk lubang tiupan surdam dengan bentuk pipih pada bagian tepian lubang tersebut. Dengan pisau ini lebih memudahkan si pembuat surdam untuk memipihkan tepian lubang tiupan. Dan tidak hanya itu juga, pisau ini juga digunakan untuk mengikis awal pada lubang nada yang dibentuk di sekitar badan bambu, dan juga memudahkan si pembuat untuk membuat ukiran pada bambu surdam dengan bentuk maupun gambar tertentu. 52

65 Gambar 4.2: Rawit Batak Rawit Rawit adalah sejenis pisau yang sehari-hari digunakan untuk memasak pada masyarakat Karo, rawit ini berbentuk memanjang dan runcing yang berbeda dengan rawit batak yang melengkung. Dengan melihat bentuknya maka dapat dilihat bahwa pisau ini dalam hal pembuatan surdam digunakan untuk melubangi lubang nada yang sudah dibentuk dengan rawit batak sehingga lebih tampak. Secara detail pisau ini juga digunakan untuk memotong bagian bambu surdam yang lebih untuk pembuatan surdam yang seharusnya. 53

66 Gambar 4.3: Rawit Penggaris Penggaris ini sudah jelas digunakan untuk mengukur. Dalam hal ini penggaris digunakan untuk mengukur jarak antara lubang-lubang nada yang sudah dibentuk dalam badan bambu surdam. Gambar 4.4: Penggaris 54

67 Benang Benang ini digunakan untuk mengukur panjang surdam dengan melilitkan benang tersebut sebanyak 6 gulungan untuk memenuhi standard ukuran panjang surdam (menurut informan). Benang tersebut dililitkan pada bagian ujung lubang tiup surdam. Gambar 4.5: Benang Pensil Pensil digunakan untuk menandai setiap lubang nada yang akan dibentuk. Untuk itu dalam pengukuran jarak antar lubang nada yang diukur oleh penggaris kemudian ditandai dengan pensil tersebut sehingga memudahkan si pembuat alat musik untuk membentuk lubangnya. Gambar 4.6: Pensil 55

68 Kertas Pasir Kertas pasir digunakan untuk menghaluskan bulu-bulu kasar pada badan bambu surdam tersebut. Karena kita ketahui bahwa pada badan bambu terdapat serbuk tajam yang tampak seperti bulu yang memperlihatkan bambu tampak kasar. Sedangkan untuk memudahkan memainkan surdam tersebut, bambu surdam tersebut harus dihaluskan sehingga semakin nyaman dalam memainkannya. Kertas pasir ini juga digunakan dalam menghaluskan lubanglubang nada yang sudah dibentuk dengan menggunakan pisau rawit, sehingga lubang nada tersebut lebih halus apalagi dalam pembentukan nada yang dilakukan secara buka tutup lubang nada yang cukup berpengaruh akan halus kasarnya lubang nada tersebut. Lebih spesifik lagi kertas pasir itu digunakan untuk menghaluskan seluruh badan surdam. Gambar 4.8:Kertas Pasir Garut Garut dalam hal pembuatan surdam hanya digunakan seperlunya yaitu digunakan apabila ketajaman pisau dalam mendukung pembuatan surdam sudah mulai berkurang ketajamannya. Terkhusus untuk pisau batak dan pisau rawit yang berfungsi utama dalam membentuk surdam secara garis besarnya. 56

69 Gambar 4.7: Garut Proses Pembuatan Surdam Puntung Memilih dan Memotong Bambu Dalam proses pemilihan bambu untuk membuat alat musik surdam ini memiliki teknik sendiri untuk menghasilkan surdam yang dengan kualitas baik. Masih dalam sistem tradisional bahwa dalam masyarakat kesenian Karo dalam pembuatan surdam, dengan pemilihan bambunya dilakukan pada saat bulan purnama yang konon hal ini dapat memberikan nilai lebih terhadap surdam tersebut. Hal ini diartikan dalam suatu bentuk nilai magis yang dapat digunakan maupun kualitas surdam dalam hal bunyi yang dihasilkan. Tapi untuk kali ini yang penulis dapat dari informan penulis dalam hal pemilihan bambu dilakukan dengan memperhatikan jenis bambu yang akan diproses pembuatannya. Bambu yang dipilih merupakan bambu yang agak tua dengan bentuk bambu yang memiliki buku yang berjarak. Bambu yang cukup tua akan menghasilkan suara yang lebih bagus dibanding dengan bambu yang lebih muda, dan tidak hanya itu dalam proses selanjutnya dapat diperhatikan bahwa bambu tersebut harus dalam 57

70 keadaan kering tua untuk memudahkan dalam pembuatannya yang berbeda dengan bambu muda yang masih memiliki serat air yang lebih banyak Pengeringan Bambu Bambu yang sudah ditebang selanjutnya membersihkan dahan-dahan yang terdapat dalam setiap ruas-ruas bambu. Bambu yang dibutuhkan yang memiliki bentuk lurus dengan ukuran sama atau hampir sama antara diameter pangkal dan ujungnya. Sehingga sebaiknya pilih batasan bambu yang dipotong pada bagian bambu yang lebih sempurna untuk pembuatan surdam. Setelah itu bambu dalam kondisi memanjang tersebut dijemur lebih kurang selama 2 minggu untuk menghasilkan kualitas bambu yang lebih baik. Dengan kondisi seperti itu maka dapat menghilangkan kadar air yang tersisa dalam bambu Memotong Bambu Bambu yang telah selesai dijemur dalam waktu 2 minggu kemudian dipotong melalui ruas bambu dengan memperhatikan sebelumnya posisi ruas dan diameter bambu pada bagian ujung bambu yang akan dijadikan lubang tiup. Bambu tersebut tepat dipotong pada bagian bawah ruas ujung bambu dan begitu juga pada bagian ruas dibawah bambu sehingga dapat diperhatikan bahwa bambu surdam yang akan digunakan tidak memiliki buku-buku pada bagian kedua ujungnya, sehingga kondisi bambu dalam bentuk corong dengan dua lubang yaitu lubang kedua sisi bambu, tanpa buku pembatas. 58

71 Pada ruas bambu tersebut dipotong dengan menggunakan pisau batak sehingga menghasilkan bentuk potongan yang lebih rapi dan teratur. Karena lubang tersebut juga lah yang akan menjadi lubang tiup surdam sehingga psosisi bambu yang dipotong harus merata. Perhatikan gambar berikut ini. Gambar 4.9: Memotong ruas bambu Membentuk Lubang Tiup Surdam Setelah bambu dengan kondisi berbentuk corong, maka selanjutnya dilakukanlah pembentukan lubang tiup surdam dengan mengikis pada bagian ujung bambu yang digunakan sebagai lubang tiupnya. Sisi lubang bambu tersebut dibentuk dengan mengikis sisi sisinya pada bagian luar lubang dengan posisi agak miring. Pengikisan tersebut dilakukan dengan menggunakan rawit batak. Berbeda dengan sisi lubang bambu sebaliknya, bahwa pada bagian sisi lubangnya tidak perlu dibentuk menjadi miring seperti bagian lubang tiup surdamnya. Karena pada bagian lubang tersebut dijadikan saluran udara yang 59

72 keluar pada saat meniup surdam, sehingga pada bagian tersebut cukup dipotong dengan rata pada saat pemotongan bambu. Perhatikan contoh gambar berikut ini. Gambar 4.10: Pembentukan bagian lubang tiup surdam Pengukuran Panjang Bambu Pengukuran panjang bambu dilakukan dengan cara melilitkan benang sebanyak 6 kali lilitan pada bagian ujung lubang tiup bambu sehingga dihasilkan kira-kira kurang lebih sepanjang 44 cm. Gambar 4.11: Melilitkan benang pada ujung lubang tiup Kemudian benang tersebut dipanjangkan pada badan bambu surdam dengan acuan lubang tiup surdam. Pada batas ujung benang yang terdapat pada 60

73 badan bambu kemudian ditandai untuk dipotong sesuai ukurannya dengan pisau batak sehingga kecocokan antara besar dan panjang bambu surdam sesuai. Gambar 4.12: Mengukur panjang dengan benang Gambar 4.13: Memotong dengan rawit batak Proses Pengukuran Jarak Lubang Nada Adapun lubang nada pertama yang dibuat dalam langkah awal pembuatan surdam ini dimulai dari pengukuran panjang bambu surdam semula yaitu sepanjang 44 cm dengan mengambil jarak ukuran tengahnya menjadi 22 cm, sehingga lubang pertama berada di bagian tengah panjang surdam. Setelah itu untuk mendapatkan lubang nada yang kedua, diukur kembali dengan menggunakan penggaris jarak dari lubang nada pertama dibagi dua sehingga dapat ditentukan letak lubang nada kedua atau kira-kira ¼ panjang bambu surdam ke arah bawah bambu surdam 4. Atau bisa juga dengan ukuran panjang dengan memperhatikan hasil bagi dua dari ukuran 22 cm yaitu 11 cm. Setelah itu dilanjutkan kembali untuk menentukan letak lubang nada yang ketiga dengan 4 Arah bagian atas bambu surdam adalah bagian lubang tiup surdam. 61

74 mengukur jarak lubang nada yang pertama kali dibuat dengan lubang nada kedua yang dibuat sebelumnya dengan membagi dua jarak antara lubang nada tersebut sehingga dapat ditentukan lubang nada yang ketiga. Jarak antara lubang nada pertama dan kedua adalah 11 cm sehingga posisi letak lubang nada ketiga berada pada titik 5,5 cm. Untuk lubang nada keempat kemudian dilakukan dengan mengukur jarak antara lubang nada kedua dengan lubang nada ketiga dengan membagi dua antara kedua jarak tersebut pulak. Dengan jarak panjang lubang nada kedua dan ketiga adalah 5,5 cm maka posisi lubang nada yang keempat terletak pada titik 2,75 cm. Selanjutnya untuk mencari lubang nada kelima yang dibuat dilakukan dengan mengukur dan membagi dua jarak lubang nada antara lubang nada pertama dengan lubang nada yang ketiga. Sama seperti pembuatan lubang nada yang keempat dengan memperhatikan jarak antara lubang nada pertama dengan lubang nada ketiga sepanjang 5,5 cm yang dibagi dua untuk mendapatkan posisi lubang nada kelima yaitu pada titik 2,75 cm di antara lubang nada tersebut. Yang terakhir untuk membuat lubang nada yang keenam dilakukan dengan mengukur jarak antara lubang nada kedua dengan ujung bagian bawah bambu surdam dengan membagi dua jaraknya sehingga dapat ditentukan lubang nada yang keenam. Jarak kedua lubang tersebut sepanjang 11 cm sehingga posisi letak lubang nada yang keenam terdapat pada titik 5,5 cm di antara lubang nada kedua dengan ujung bawah bambu surdam. Setiap lubang nada yang sudah ditentukan ditandai dengan goresan ataupun gambar lubang sebagai tanda posisi bentuk lubang nada yang akan dibuat. 62

75 Perhatikan konstruksi lubang nada pada surdam puntung ini. 22 cm 44 cm Lubang nada I 5,5 cm Lubang nada V 22 cm 11 cm 5,5 cm Lubang nada III Lubang nada IV Lubang nada II Urutan pembuatan lubang nada 11 cm Lubang nada VI Gambar 4.14: Mengukur jarak lubang nada dengan menggunakan penggaris. 63

76 Melubangi Lubang Nada Lubang nada yang sudah diukur dan telah ditandai dengan pensil kemudian diolah dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang sudah diatur. Menurut keterangan informan penulis dalam membuat lubang nada terkait dengan ukuran lubang dilakukan dengan ukuran standar yang diartikan sesuai dengan besar lubang yang dibutuhkan oleh bambur surdam. Besar lubang di sini dimaksudkan atas dasar kebutuhan bambu surdam yang sesuai dengan lubang nada. Bambu yang sudah ditandai dengan pensil untuk membuat lubang nada kemudian dikikis dengan pisau rawit untuk membentuk lubang tersebut. Gambar 4.15: Mengukir lubang nada Menghaluskan Surdam Bambu yang sudah dalam keadaan setengah jadi kemudian ditempah sedemikian rupa untuk mencapai kesempurnaannya. Lubang nada yang sudah dikikis sebelumnya dengan menggunakan pisau rawit kemudian dihaluskan dengan menggunakan kertas pasir untuk membuat lubang nada yang sudah dibentuk menjadi merata. Kertas pasir tersebut digulung sehingga berbentuk 64

77 silinder dan kemudian dimasukkan ke dalam lubang nada yang sudah dibentuk. Kertas pasir yang sudah masuk ke dalam lubang nada yang sudah dibentuk diputar-putar sehingga serbuk bambu dalam pengikisan menggunakan sebelumnya dihaluskan. Tidak hanya itu juga, untuk menambah kenyamanan menggunakan alat musik surdam ini kemudian badan bambu surdam juga dihaluskan dengan menggunakan kertas pasir seperti yang kita ketahui bahwa bambu memiliki bulu bambu halus dan tajam sehingga bulu ini dibersihkan dengan menggunakan kertas pasir. Gambar 4.16: Menghaluskan lubang nada dengan kertas pasir Gambar 4.17: Menghaluskan badan bambu dengan kertas pasir 65

78 Memberi Ukiran pada Surdam Ukiran dalam tradisional masyarakat memiliki ciri khas dan makna tersendiri dan bahkan suku lain yang memliki sesuatu yang menjadi karakter suatu bangsa. Dalam masyarakat Karo terdapat sejumlah makna tradisi yang terdapat dalam bentuk kesenian seperti prasasti-prasasti maupun ukiran. Untuk mengukir lambang khas masyarakat Karo dilakukan dengan menggunakan pisau batak sehingga lebih mudah dalam mengukirnya. Gambar 4.18: Mengukir bambu surdam dengan motif tradisional masyarakat Karo 66

79 Beberapa motif yang biasa digunakan pada ukiran surdam puntung ini diantaranya adalah sebagai berikut. Gambar 4.19: Teger Tudung, Gambar 4.20: Keret-keret Ketadu 67

80 Gambar 4.21: Ipen-ipen Gambar 4.22: Tampuk-tampuk Pinang Tabel 4.3 No Nama Motif Pelambang 1 Teger Tudung Geometris Hiasan. 2 Keret-keret Ketadu Hewan Penolak sakit perut, Sebagai lambang pemikir atau otak yang bekerja terus menerus. 3 Ipen-ipen Hewan Supaya kesehatan anak-anak tidak terganggu, tolak bala. 4 Tampuk-tampuk Pinang Tumbuhan Hiasan 68

BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. dengan spesifikasi objek penelitian surdam belin (tangko kuda) yang terdapat di Desa

BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. dengan spesifikasi objek penelitian surdam belin (tangko kuda) yang terdapat di Desa BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Di dalam Bab II ini penulis akan menerangkan gambaran lokasi penelitian dengan spesifikasi objek penelitian surdam belin (tangko kuda) yang terdapat di Desa Hulu, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02 o o 19 LU dan 97 o 55

BAB I PENDAHULUAN. Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02 o o 19 LU dan 97 o 55 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karo merupakan salah satu suku bangsa yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02 o 50 03 o 19 LU dan 97 o

Lebih terperinci

BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO. (meliputi Tanah Karo Simalem dan sekitarnya), Kabupaten Langkat, Kabupaten

BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO. (meliputi Tanah Karo Simalem dan sekitarnya), Kabupaten Langkat, Kabupaten BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO 2.1 Gambaran Umum Wilayah Karo Suku Karo/Batak Karo banyak terdapat didaerah Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo Simalem dan sekitarnya), Kabupaten Langkat, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO. Pengertian masyarakat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan hidup

BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO. Pengertian masyarakat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan hidup BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO 2.1 Pengenalan Terhadap Masyarakat Karo Pengertian masyarakat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO

KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NOVALINDA TRINGANI GINTING NIM : 060707015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai Negara yang banyak memiliki beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang memiliki kebudayaan tersendiri. Salah satu unsur kebudayaan itu adalah musik 1. Musik di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk mengekspresikan apa yang kita rasakan, dari dalam diri kita.kesenian dalam Suku Karo sangat beraneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia atau disebut dengan Nusantara adalah sebuah Negara yang terdiri dari banyak Pulau dan sebuah Bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan etnik, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah Karo adalah salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah Karo adalah salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah Karo adalah salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Utara Indonesia, yang memiliki berbagai ragam kebudayaan yang unik. Setiap etnis di sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, yang di dalam kebudayaan tersebut terdapat adat istidat, seni tradisional dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya hampir disemua bidang termasuk bidang kesenian terkhusus seni musiknya, dimana terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara. Sebagai suku bangsa mereka mempunyai kebudayaan yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara. Sebagai suku bangsa mereka mempunyai kebudayaan yang berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak etnis yang ada di Kepulauan Nusantara. Sebagai suku bangsa mereka mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan yang

Lebih terperinci

DINAMIKA NAZARETH MUSIK TIUP DI DESA SURBAKTI KECAMATAN SIMPANG IV KABUPATEN KARO

DINAMIKA NAZARETH MUSIK TIUP DI DESA SURBAKTI KECAMATAN SIMPANG IV KABUPATEN KARO DINAMIKA NAZARETH MUSIK TIUP DI DESA SURBAKTI KECAMATAN SIMPANG IV KABUPATEN KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H JAYANTHA SURBAKTI NIM : 070707008 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

KAJIAN ORGANOLOGIS TULILA BUATAN BAPAK J BADU PURBA SIBORO DI DESA LESTARI INDAH KECAMATAN SIANTAR KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI SARJANA

KAJIAN ORGANOLOGIS TULILA BUATAN BAPAK J BADU PURBA SIBORO DI DESA LESTARI INDAH KECAMATAN SIANTAR KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI SARJANA KAJIAN ORGANOLOGIS TULILA BUATAN BAPAK J BADU PURBA SIBORO DI DESA LESTARI INDAH KECAMATAN SIANTAR KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA: FITRI SUCI HATI SARAGIH NIM: 090707009 FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

PEMBUATAN INSTRUMEN TIUP BALOBAT

PEMBUATAN INSTRUMEN TIUP BALOBAT 10 PEMBUATAN INSTRUMEN TIUP BALOBAT Abraham Roma Virganta Abstrak Musik tradisional Karo sebagai salah satu bentuk kebudayaan adalah merupakan peninggalan dari leluhurnya, sebuah komitmen bagi suku karo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dilahirkan melalui gerakgerak tubuh manusia. Maka dapat dilihat bahwa hakikat tari adalah gerak. Disamping gerak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan sehari-hari manusia. M usik tak sekedar memberikan hiburan, tetapi mampu memberikan

Lebih terperinci

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo.

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo. 242 GLOSARIUM Aditia Aditia Naik Aditia Turun Aerophone : Hari pertama dalam sistem penanggalan Karo. : Hari kedelapan dalam sistem penanggalan Karo. : Hari ke-22 dalam sistem penanggalan Karo. : Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau, dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. Keberagaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku yang kaya akan seni budaya yang harus dikembangkan dan dilestarikan, dengan ciri khas daerahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salahsatukeunikansenivokal yang merupakanwarisandarileluhurkaro yang

BAB I PENDAHULUAN. Salahsatukeunikansenivokal yang merupakanwarisandarileluhurkaro yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salahsatukeunikansenivokal yang merupakanwarisandarileluhurkaro yang perludilestarikanadalahrengget. Menurut Kumalo Tarigan (dalam Kaban 2007:18), Rengget dapat dikatakan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM UPACARA MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN

ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM UPACARA MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM UPACARA MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN KATEMAN, RIAU OLEH: NAMA :ANDI FARHAN NIM : 100707001 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam upacara religi hampir setiap suku bangsa di dunia. Demikian halnya juga

BAB I PENDAHULUAN. dalam upacara religi hampir setiap suku bangsa di dunia. Demikian halnya juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peralatan musik tradisional pada umumnya mencakup seluruh instrumen yang diperlukan dalam mengiringi tari, teater, dan musik. Alat musik atau bunyibunyian merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN ORGANOLOGIS GENDANG SINGANAKI

KAJIAN ORGANOLOGIS GENDANG SINGANAKI KAJIAN ORGANOLOGIS GENDANG SINGANAKI BUATAN : BAPAK HASAN BASRI BARUS SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : Octica Tampubolon NIM : 110707025 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir pantai bagian barat Sumatera Utara., tepatnya di daerah Sibolga dan Tapanuli Tengah. Secara

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM

STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU DIKERJAKAN O L E H NAMA:PRINSA AGNEST NAINGGOLAN NIM:110707058 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STUDI ORGANOLOGIS KETENG KETENG PADA MASYARAKAT KARO BUATAN BAPAK BANGUN TARIGAN

STUDI ORGANOLOGIS KETENG KETENG PADA MASYARAKAT KARO BUATAN BAPAK BANGUN TARIGAN STUDI ORGANOLOGIS KETENG KETENG PADA MASYARAKAT KARO BUATAN BAPAK BANGUN TARIGAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA NIM : 100707062 : RANO PRANATA VIRGO SITEPU UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang dilatarbelakangi kebudayaan yang beranekaragam. Sebagai bangsa besar, Indonesia merupakan negara yang di kawasan nusantaranya

Lebih terperinci

BAB II KEBUDAYAAN MUSIK KARO. Secara garis besar suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, dan

BAB II KEBUDAYAAN MUSIK KARO. Secara garis besar suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, dan BAB II KEBUDAYAAN MUSIK KARO 2.1 Pendukung kebudayaan dan Kesenian Karo Secara umum, pendukung kebudayaan dan kesenian Karo adalah masyarakat suku karo. Secara garis besar suku Karo adalah suku asli yang

Lebih terperinci

PERANAN ALAT MUSIK KEYBOARD PADA MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO

PERANAN ALAT MUSIK KEYBOARD PADA MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO PERANAN ALAT MUSIK KEYBOARD PADA MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO Lamhot Basani Sihombing Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Peranan dan fungsi pada alat-alat musik tradisional

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENYAJIAN KITAB ENDE-ENDEN DALAM LITURGI KEBAKTIAN GEREJA BATAK KARO PROTESTAN JALAN JAMIN

DESKRIPSI PENYAJIAN KITAB ENDE-ENDEN DALAM LITURGI KEBAKTIAN GEREJA BATAK KARO PROTESTAN JALAN JAMIN DESKRIPSI PENYAJIAN KITAB ENDE-ENDEN DALAM LITURGI KEBAKTIAN GEREJA BATAK KARO PROTESTAN JALAN JAMIN GINTING KM.7 PADANG BULAN MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H ATMAN JEREMIA BARUS NIM: 070707011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuknya, antara lain kuningan, logam, kayu, tanduk, bambu, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. pembentuknya, antara lain kuningan, logam, kayu, tanduk, bambu, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pengertian musik tiup adalah alat musik yang bunyinya bersumber dari getaran udara atau aerofon dan cara memainkannya adalah dengan cara meniupnya.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN INDONESIA BERASTAGI SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA NIM : 100707023 : MARK S ARITONANG UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ORGANOLOGI AKUSTIKA GITAR BASS SOLID ELEKTRIK FRETLESS OLEH BAPAK ZULKARNAEN LUBIS DI JALAN BRIDGEN KATAMSO NO. 89 KELURAHAN KAMPUNG BARU KOTA MEDAN

ORGANOLOGI AKUSTIKA GITAR BASS SOLID ELEKTRIK FRETLESS OLEH BAPAK ZULKARNAEN LUBIS DI JALAN BRIDGEN KATAMSO NO. 89 KELURAHAN KAMPUNG BARU KOTA MEDAN ORGANOLOGI AKUSTIKA GITAR BASS SOLID ELEKTRIK FRETLESS OLEH BAPAK ZULKARNAEN LUBIS DI JALAN BRIDGEN KATAMSO NO. 89 KELURAHAN KAMPUNG BARU KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA :ALFRED WILLIAM

Lebih terperinci

STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN GUNTUR SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN HARIAN BOHO KABUPATEN SAMOSIR Skripsi Sarjana Dikerjakan

STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN GUNTUR SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN HARIAN BOHO KABUPATEN SAMOSIR Skripsi Sarjana Dikerjakan STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN GUNTUR SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN HARIAN BOHO KABUPATEN SAMOSIR Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H Gideon Simaremare NIM: 100707016 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI SARJANA DISUSUN OLEH: TRI SYAHPUTRA SITEPU NIM: DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

SKRIPSI SARJANA DISUSUN OLEH: TRI SYAHPUTRA SITEPU NIM: DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N Deskriptif Penggabungan Alat Musik Keyboard Dengan Gendang Lima Sendalanen Pada Perayaan Ulang Tahun Karo Mergana Ras Anak Beruna Di Cinta Damai Kecamatan Medan Helvetia SKRIPSI SARJANA DISUSUN OLEH: TRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipakai dalam upacara ritual maupun pertunjukan kesenian yaitu gendang lima

BAB I PENDAHULUAN. yang dipakai dalam upacara ritual maupun pertunjukan kesenian yaitu gendang lima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karo merupakan salah satu etnis di Sumatera Utara yang sangat kaya akan Kesenian. Salah satu dari kesenian yang terus berkembang hingga saat ini adalah seni

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL PENYAJIAN ANDUNG DALAM KEMATIAN PADA MASYARAKAT TOBA DESA SIGUMPAR KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

ANALISIS TEKSTUAL PENYAJIAN ANDUNG DALAM KEMATIAN PADA MASYARAKAT TOBA DESA SIGUMPAR KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN ANALISIS TEKSTUAL PENYAJIAN ANDUNG DALAM KEMATIAN PADA MASYARAKAT TOBA DESA SIGUMPAR KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Skripsi Sarjana Dikerjakan O l e h MEDINA HUTASOIT NIM : 080707012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 44 : Tablatular Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 44 : Tablatular Latar Belakang Masalah Gambar 44 : Tablatular... 68 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Simalungun adalah salah satu kelompok etnis yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Etnis Simalungun merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH

KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H PARDON SIMBOLON NIM: 080707004 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani

DAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun 2. Nama : Rustina Br Sembiring (Nd.Mena) Umur : 52 tahun 3. Nama : Sanggup Br Ginting (Nd.Atin) Umur : 65 tahun 4. Nama : Ngasali

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. lahir ide, gagasan, benda, maupun produk budaya lainnya. Produk-produk budaya

BAB I. Pendahuluan. lahir ide, gagasan, benda, maupun produk budaya lainnya. Produk-produk budaya BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, pikiran, dan rasa. Di dalam kehidupan yang dijalani manusia banyak terdapat cara hidup yang kompleks. Cara hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai macam kekayaan tradisional yang memiliki jenis dan ciri khas dari tiap daerahnya masing-masing. Baik itu adat istiadat, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seni merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan manusia, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seni merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan manusia, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan manusia, baik manusia sebagai individu, manusia sebagai kelompok masyarakat. Kondisi ekonomi, sosial dan adat istiadat,

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H

BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H TRI UTAMI BR SEMBIRING NIM : 072204016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

DALAN GENDANG: ANALISIS POLA RITEM DALAM ANSAMBEL GENDANG LIMA SENDALANEN OLEH TIGA MUSISI KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

DALAN GENDANG: ANALISIS POLA RITEM DALAM ANSAMBEL GENDANG LIMA SENDALANEN OLEH TIGA MUSISI KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN DALAN GENDANG: ANALISIS POLA RITEM DALAM ANSAMBEL GENDANG LIMA SENDALANEN OLEH TIGA MUSISI KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H VANESIA AMELIA SEBAYANG NIM : 060707019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN 2.1 Deskripsi Masyarakat Batak Toba di Kota Medan 2.1.1 Etnografi Kota Medan Kota Medan merupakan ibukota provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang dikenal dunia kaya akan suku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang dikenal dunia kaya akan suku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dikenal dunia kaya akan suku dan kebudayaan. Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan memiliki norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami beberapa wilayah sebagai tempat bermukim. Wilayah permukiman suku Karo jauh lebih luas dari pada Kabupaten

Lebih terperinci

DIKERJAKAN O L E H SYARIFAH MEDAN. Universitas Sumatera Utara

DIKERJAKAN O L E H SYARIFAH MEDAN. Universitas Sumatera Utara TARI INAI DALAM KONTEKS UPACARAA ADAT PERKAWINAN MELAYU DI BATANG KUIS: DESKRIPSI GERAK, MUSIK IRINGAN, DAN FUNGSI SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H SYARIFAH AINI NIM: 090707017 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tari, seni ukir, seni tekstil, seni patung, serta seni musik.

BAB I PENDAHULUAN. tari, seni ukir, seni tekstil, seni patung, serta seni musik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dikenal dengan keberagaman suku dan etnisnya, setiap suku dan etnis tentunya memiliki kekhasan ada istiadat dan budaya masingmasing. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba yang sebagian besar berdomisili di pulau Sumatera tepatnya di

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba yang sebagian besar berdomisili di pulau Sumatera tepatnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batak Toba merupakan salah satu etnik (suku) besar di Indonesia. Suku Batak Toba yang sebagian besar berdomisili di pulau Sumatera tepatnya di Sumatera Utara

Lebih terperinci

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk LAMPIRAN Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk 85 KERANGKA MATERI VIDEO PEMBELAJARAN MUSIK TRADISIONAL NUSANTARA Materi Pengertian Musik Tradisional Nusantara Lagu Tradisional Nusantara Penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang berada di provinsi Sumatera Utara. Gendang singindungi (double sided

BAB IV PENUTUP. yang berada di provinsi Sumatera Utara. Gendang singindungi (double sided 52 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya maka ada beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis yaitu. Gendang singindungi merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sanggar Seni Mejuah-Juah Medan terbentuk berawal

Lebih terperinci

EKSPLORASI MELODI PATAM PATAM KARO PADA GITAR ELEKTRIK. Tugas Akhir S1 Seni Musik. Oleh: Jacky Raju Sembiring NIM

EKSPLORASI MELODI PATAM PATAM KARO PADA GITAR ELEKTRIK. Tugas Akhir S1 Seni Musik. Oleh: Jacky Raju Sembiring NIM EKSPLORASI MELODI PATAM PATAM KARO PADA GITAR ELEKTRIK Tugas Akhir S1 Seni Musik Oleh: Jacky Raju Sembiring NIM. 1011587013 Program Studi Seni Musik Jurusan Musik, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun adalah salah satu suku batak yang ada di Sumatera Utara. Sama seperti suku

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun adalah salah satu suku batak yang ada di Sumatera Utara. Sama seperti suku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Simalungun adalah salah satu suku batak yang ada di Sumatera Utara. Sama seperti suku batak yang lainnya, Simalungun mempunyai adat dalam setiap upacara salah

Lebih terperinci

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN NAMA : MAHARANI N TARIGAN NIM :

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN NAMA : MAHARANI N TARIGAN NIM : ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL, TEKSTUAL DAN FUNGSI NGANGGUKKEN TANGIS DALAM UPACARA NURUN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SARILABA JAHE KECAMATAN SIBIRU- BIRU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

Lebih terperinci

B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Letak Desa Desa Lau Rakit merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Desa Lau

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E DAN 2013

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E DAN 2013 TEKNIK PERMAINAN DAN STRUKTUR MUSIK HUSAPI SIMALUNGUN PADA LAGU PARENJAK-ENJAK NI HUDA SITAJUR YANG DISAJIKAN OLEH ARISDEN PURBA DI HUTA MANIK SARIBU SAIT BUTTU KEC. PAMATANG SIDAMANIK KAB. SIMALUNGUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN

BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN 2.1 Pengertian Biografi Biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan unsur-unsur budi daya luhur yang indah, misalnya; kesenian, sopan santun, ilmu pengetahuan. Hampir setiap daerah yang ada di berbagai pelosok

Lebih terperinci

DESKRIPSI MUSIK PADA PERTUNJUKAN OPERA BATAK DALAM CERITA PEREMPUAN DI PINGGIR DANAU OLEH PLOt (PUSAT LATIHAN OPERA BATAK) DI MEDAN

DESKRIPSI MUSIK PADA PERTUNJUKAN OPERA BATAK DALAM CERITA PEREMPUAN DI PINGGIR DANAU OLEH PLOt (PUSAT LATIHAN OPERA BATAK) DI MEDAN DESKRIPSI MUSIK PADA PERTUNJUKAN OPERA BATAK DALAM CERITA PEREMPUAN DI PINGGIR DANAU OLEH PLOt (PUSAT LATIHAN OPERA BATAK) DI MEDAN SKIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : TUMPAK JOSEPIN SINAGA NIM :

Lebih terperinci

DARI PENYUNTING. Etnomusikologi, Nomor 7 Tahun 4 Maret 2008 ISSN:

DARI PENYUNTING. Etnomusikologi, Nomor 7 Tahun 4 Maret 2008 ISSN: Etnomusikologi, Nomor 7 Tahun 4 Maret 2008 ISSN: 1858-4721 DARI PENYUNTING Manusia adalah makhluk yang memerlukan pemusan akan rasa keindahan dalam dirinya. Untuk itulah muncul seni dalam setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki aneka corak budaya yang beraneka ragam. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara. Suku Batak Toba termasuk dalam sub etnis Batak, yang diantaranya adalah, Karo, Pakpak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan serta memiliki beraneka ragam budaya. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya suku ataupun etnis

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.I Identifikasi Wilayah 2.1.1 Lokasi Desa Sukanalu Desa Sukanalu termasuk dalam wilayah kecamatan Barus Jahe, kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Sukanalu adalah

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O l e h NAMA: AGUS FREDDY SIMAMORA NIM : 050707014 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN BAPAK SYAHRIAL FELANI

KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN BAPAK SYAHRIAL FELANI KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN BAPAK SYAHRIAL FELANI Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H JACKRY OCTORA TOBING NIM: 100707027 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Desa Sugau Nama desa secara administrasi disebut desa Sugau, masyarakat sering menyebut desa ini dengan nama Simpang Durin Pitu. Simpang Durin Pitu dibuat

Lebih terperinci

KEBERADAAN MUSIK TRADISIONAL SIMALUNGUN DALAM PESTA MARSOMBUH SIHOL DI KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN

KEBERADAAN MUSIK TRADISIONAL SIMALUNGUN DALAM PESTA MARSOMBUH SIHOL DI KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN P a g e 80 KEBERADAAN MUSIK TRADISIONAL SIMALUNGUN DALAM PESTA MARSOMBUH SIHOL DI KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN Febi Andreas Manik Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun.

Lebih terperinci

KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM

KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NOVALINDA TRINGANI GINTING NIM : 060707015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak diujung pulau Sumatera. Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terletak diujung pulau Sumatera. Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang terletak diujung pulau Sumatera. Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 wilayah kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan yang menganut paham demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu Pulau Jawa, Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARO

BAB II GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARO BAB II GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Sejarah Keberadaan Masyarakat Karo Menurut mitos yang masih hidup sampai sekarang, terutama di kalangan masyarakat Batak Toba, leluhur pertama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu proses pembangunan di suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari peran media massa di daerah itu sendiri, karena media massa menyebarkan

Lebih terperinci

ANALISIS METODE PENGAJARAN GITAR KLASIK DI LPM

ANALISIS METODE PENGAJARAN GITAR KLASIK DI LPM ANALISIS METODE PENGAJARAN GITAR KLASIK DI LPM FARABI KOTA MEDAN. SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OLEH : NIKANOR PERMATA INARI SITOMPUL NIM : 050707021 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci