BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Dye, 1992:2-4). Kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2009:2) mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah; (3) kebijakan pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo, misalnya tidak menaikkan pajak adalah suatu kebijakan publik. Kebijakan menurut James E. Anderson (dalam Islamy 2001:17), yaitu : A purposive course of action followed by an actor or set of factor in dealing with a problem or matter of concern (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Istilah kebijakan publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan

2 pemerintah. Anderson (dalam Tangkilisan 2003:32) lebih rinci menjelaskan bahwa defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunya tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang dimaksdukan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Tidak jauh berbeda,menurut Chandler dan Plano (dalam Tangkilisan, 2003:30) juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalahmasalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun politisi untuk memecahkan masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

3 Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat Islamy (2001:20) menyatakan Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan perundangundangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program program dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai faktor, sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam Islamy (2001:17) mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu : 1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Dengan mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu atau masalah publik, dimana masalahnya bersifat mendasar, strategis, menyangkut

4 banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan, dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan, setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan SIMTANAS termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Dalam pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan Batu mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho (2003:51) bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang disampaikan oleh Kismartini (2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam kebijakan yaitu : 1. Tujuan tertentu yang ingin dicapai adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat ( interest public ). 2. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan kedalam bentuk program dan proyek.

5 3. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam ataupun luar pemerintahan, 4. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi berupa sumber daya baik manusia maupun bukan manusia. 5. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. 1. Implementasi Implementasi merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan melaksanakan kebijakan tergantung pada tingkat kemampuan pemerintah dalam melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan saranasarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Jones dalam Tangkilisan (2003:17-18) mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan menfocuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor.

6 Jadi implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu progran ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan menurut Tangkilisan (2003 : 18) adalah : 1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. 3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan ( Wahab, 2004:59). Implemetasi merupakan rangkaian kegiatan setelah kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi suatu kebijakan yang dirumuskan akan sia-sia. Oleh karena itulah implementasi mempunyai kedudukan penting dalam kebijakan publik. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan, walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai

7 persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya. 2. Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah unsang-undang yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupan masyarakat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah. Kebijakan publik timbul karena adanya gejala yang muncul atau dirasakan dalam masyarkat. Jadi dapat disimpulkan kebijakan sifatnya dinamis oleh karena bersumber dari kehidupan masyarakat. Sistem birokrasi yang hanya menekankan pada formalitas saja, tanpa mengindahkan dan menghargai unsur manusia yang secara utuh akan mengakibatkan kebijakan publik relatif tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, sementara para ahli berpendapat bahwa hal yang paling esensial dalam kebijakan publik adalah usaha untuk melaksanakan kebijakan itu sendiri. Jika suatu kebijakan telah diputuskan, kebijakan tersebut tidak berhasil dan tidak terwujud jika tidak diimplementasikan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (James P. Lester dan Joseph Steewart, 2000: 104).

8 Sedangkan menurut Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003:20) implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Berikut ini merupakan bagan yang menggambarkan kerangka proses kebijakan publik: Input Proses Output outcomes 1. Input, sumber daya-sumber daya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana. 2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat. 3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan tersebut. 4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapakan dimana akan memberikan tujuan kebijakan positif kepada pemerintrah dan masyarakat sebagai penerima manfaat. Sebagaimana penjelsan tersebut berbagai teori yang berkaitan dengan implementasi suatu kebijakan publik William Dunn dalam Tangkilisan (2003:21) mengatakan kebijakan adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan

9 (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah. Faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan dan kinerja implementasi yaitu : a) Standar dan sasaran kebijakan b) Komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktivitas c) Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi d) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik e) Sumber daya f) Sikap pelaksana. Selain itu Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003:21) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan prorgam dapat ditinjau dari tiga faktor yaitu: a) Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari kepatuhan strate level burcancrats terhadap atasan mereka b) Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan c) Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan. 3. Model-model Implementasi Kebijakan Publik Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli : a. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward III (Indiahono, 2009:31-33). Model implementasi kebijakan publik yang dikemukankan oleh Edward menunjuk empat variabel yang berperan penting dalam pencapai keberhasilan

10 implementasi. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. 1) Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dikerjakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antar pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Komunikasi menjadi sangat penting dalam implementasi kebijakan karena kesalahan dalam penyampaian kebijakan akan berakibat pada kegagalan pelaksanaan kebijakan. 2) Sumber daya, yaitu menunujuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah progaram/kebijakan. Kedua sumber daya tersebut harus diperhatikan ketersediaannya dalam implementasi kebijakan. Keseimbangan antara sumber daya manusia dan sumber daya finansial menjadi faktor pendukung keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan akan berjalan lambat. Sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program/kebijakan tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tidak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.

11 3) Disposisi, yaitu merupakan karakteristik implementor kebijakan. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Komitmen tinggi dan kejujuran merupakan sikap yang sangat perlu untuk dimiliki oleh implementor, sebab implementor yang memiliki sikap ini akan bertahan ketika dihadapkan pada hambatan yang ditemui dalam program kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah ditetapkan. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan. 4) Struktur birokrasi, menunjukkan bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standar Operating Procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami karena akan menjadi acuan dalam berkerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sebisa menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan

12 atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel untuk menghindari birokrasi yang kaku. Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan. Gambar1. Model Implemetasi Edward III Komunikasi Sumberdaya Disposisi Implementasi Struktur birokrasi Sumber: Edward III, 1980:48 b. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn (Indiahono, 2009:38-40). Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan bebrapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan. Bebrapa variabel yang terdapat dalam model Meter dan Horn adalah sebagai berikut: 1) Standar dan sasaran kebijkan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang

13 berwujud maupun tidak, jangka pendek, mengengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga diakhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan. 2) Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan diawal. 3) Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal tersulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja yang baik. 4) Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjukkan adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan. 5) Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi. 6) Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam rana implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.

14 7) Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias, dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan yang ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini. Adapun model dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn Komunikasi antara organisasi dan pelaksanaan kegiatan Standar dan sasaran Karakteristik badan pelaksana Sikap pelaksana Kinerja kebijakan Sumber daya Sumber : Van Meter and Horn. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik Model Implementasi Meter dan Horn ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian implementasi kebijakan seharusnya tidak dilihat sebagai penelitian yang sederhana. Penelitian implementasi kebijakn menjadi menarik jika dapat menggambarkan yang terjadi antar variabel.

15 c. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai The top dwon approach. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakantindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matangmatang sewaktu merumuskan kebijakan. 2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan

16 politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber sumber yang tidak memadai. 3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumbersumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan antara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan. 4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan kebijakan tersebut diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya. 5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. Pada kenyataannya program pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya

17 sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya. 6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada badanbadan lain walaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badanbadan/instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang. 7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan

18 tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor. 8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan lagi. Disamping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat. 9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal. 10) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama

19 sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah tersebut maka harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem iformasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal. d. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Merilee S. Grindle (Grindle, 1980:9). Menurut Grindle keberhasilan implementasi dipengaruhi beberapa variabel yaitu: Isi Kebijakan (content of policy) 1) Variabel isi kebijakan ini mencakup : a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan; b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ; c) Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; d) Apakah letak sebuah program sudah tepat; e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. 2) Lingkungan Implementasi (context of implementation) Variabel kebijakan ini mencakup : a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; c) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran

20 B. SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN (SIM) Istilah Sistem Informasi Manajemen sudah dikenal sejak tahun 1960-an. Konsep Sistem Informasi Manajemen saat itu berkembang seiring perkembangan fokus pengguna teknologi komputer. Perkembangan teknologi komputer saat itu telah memberikan kesadaran baru bahwa aplikasi komputer harus diterapkan untuk tujuan utama menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan manajemen. Secara umum, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan hal atau kegiatan atau elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna mencapai suatu tujuan. Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan dasar dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Sedangkan manajemen dapat diartikan sebagai proses pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Manajemen merupakan sekumpulan subsistem yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama dan membentuk satu kesatuan, saling berinteraksi dan bekerja sama antara bagian satu dengan bagian lainnya dengan cara-cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima masukan (input) berupa data, kemudian mengolahnya (processing), dengan menghasilkan

21 keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan yang berguna dan mempunyai nilai nyata yang dapat dirasakan akibatnya, mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan stategis organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan tersedia bagi fungsi tersebut guna mencapai tujuan. Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:8) sistem diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel-variabel yang terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu. Teori sistem pertama kali diutarakan oleh Kenneth Boulding terutama menekankan pentingnya perhatian terhadap setiap bagian yang membentuk sebuah sistem. Teori sistem mengatakan bahwa setiap unsur pembentuk organisasi adalah penting dan harus mendapat perhatian yang utuh supaya manajer dapat bertindak lebih efekif.unsur-unsur yang mewakili sistem adalah masukan (input), proses (processing) dan keluaran (output). Disamping itu sistem senantiasa tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed back) dapat berasal dari output tetapi dapat juga berasal dari lingkungan sistem yang dimaksud. Konsep lain yang terkandung di dalam defenisi tentang sistem adalah konsep sinergi. Konsep ini mengandaikan bahwa di dalam suatu sistem, output dari suatu organisasi diharapkan lebih besar dari pada output individual atau output dari masing-masing bagian. Kegiatan bersama dari bagian yang terpisah tetapi saling berhubungan secara bersama-sama akan menghasilkan efek total yang lebih besar dari pada jumlah bagian individual yang terpisah menurut Murdick et al dalam Kumorotomo (1994:9). Karena itulah sistem organisasi

22 mengutamakan pekerjaan-pekerjaan di dalam tim. Keberhasilan sebuah sistem tidak dapat dilepaskan dari tingkat keterikatan dan kerjasama dalam setiap bagian organisasi. Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan data dan informasi., namun dalam kenyataannya kedua hal tersebut sangat berbeda. Murdick et al dalam Kumorotomo (1994:11) mengatakan bahwa data adalah fakta yang tidak sedang digunakan dalam proses keputusan, biasanya dicatat dan diarsipkan tanpa maksud untuk segera diambil kembali untuk pengambilan keputusan. Sedangkan informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan menggunakannya untuk membuat keputusan. Informasi yang memiliki kualitas tinggi akan menentukan sekali efektivitas keputusan manajer. Burch & Grudinitski dalam Kumorotomo (1994:11) menyebutkan adanya tiga pilar utama yang menentukan kualitas informasi, yaitu akuransi, ketepatan waktu dan relevansi. Syarat informasi yang baik juga diutarakan oleh Parker dalam Kumorotomo (1994:11), yaitu ketersediaan (availability), mudah dipahami (comprehensibility) dan relevan. Manajemen merupakan proses antar yang dilakukan oleh seorang manajer/pemimpin dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Lebih ringkas, kegiatan manajemen tercakup dalam tiga jenis kegiatan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising) dan pengendalian (controling). Dalam perencanaan seorang pemimpin menyusun dengan rinci rencana yang akan dilakukan oleh setiap bagian dalam sistem untuk mencapai

23 tujuan organisasi sehingga arah kegiatan organisasi jelas. Manajemen membantu seorang manajer dalam pengorganisasian dalam suatu organisasi sehingga memudahkan dalam pengendalian seluruh aktivitas dalam mencapai tujuan organisasi. Akhirnya setelah dibahas pengertian masing-masing unsur pembentuk istilah, yaitu sistem, informasi dan manajemen, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari dibentuknya Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah supaya organisasi memiliki suatu sistem yang dapat diandalkan dalam pengolahan data menjadi informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan manajemen, baik yang menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusan-keputusan strategis. Dengan demikian Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang menyediakan kepada pengelola organisasi datamaupun informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. SIM diharapkan diharapkan akan menunjang tugas-tugas para pegawai di suatu organisasi, para manajer, atau pengguna jasa organisasi tersebut beserta semua unsur-unsur pokok yang terdapat dalam lingkungan otoritas organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga sistem terkait yaitu: 1) sistem sosial yang disebut organisasi; 2) sistem manajemen atau tata laksana yang dimnaksud untuk meningkatkan tata kerja, produkivitas, efektivitas dan efisiensi organisasi serta satuan-satuan yang terdapat di dalamnya; 3) sistem informasi sendiri yang berupa manajemen pengelolaan data beserta semua kegiatan penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan. Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:14) Sistem Informasi Manajemen adalah sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan akan

24 memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dan/atau untuk mengendalikan organisasi. Defenisi ini pada dasarnya menekankan bahwa informasi merupakan alat untuk mengurangi ketidak pastian yang akan senantiasa dihadapi oleh seorang pemimpin organisasi. 1. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) Sering terdengar ungkapan bahwa dunia dewasa ini berada dalam era informasi dan masyarakat modern dikenal sebagai masyarakat informasional. Teknologi informasi berlangsung dengan kepesatan yang sangat tinggi yang berakibat pada perkembangan dan berbagai terobosan dibidang teknologi informasi. Aplikasinya dalam dunia kenyataan pun sudah sangat beragam sehingga dapat dikatakan bahwa ragam penggunaan teknologi mengakibatkan seluruh bidang kehidupan berubah, tidak terkecuali bidang pemerintahan. Pemerintah saat ini dan dimasa mendatang dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi guna memudahkan pemerintah dalam mengetahui informasi yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah bagaimana cara meningkatkan pelayanan publik melalui informasi yang ada didalam sendi kehidupan masayarakat. Penggunaan informasi dalam bidang pemerintahan yaitu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) Badan Pertanahan merupakan salah satu instansi pemerintah yang harus menyadari betapa pentingnya teknologi informasi dalam peningkatan pelayanan publik. Meskipun bidang pertanahan merupakan bidang yang sangat penting, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, dari sebagian

25 banyak kantor pertanahan diseluruh Indonesia belum seluruhnya mengadopsi sistem komputerisasi. Masih banyak kantor pertanahan di tanah air yang masih menggunakan sistem analog, dan kebanyakan masih bersifat paper oriented. Disisi lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi marupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi sebagian masalah derasnya arus manajemen informasi. Teknologi informasi dan komunikasi saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Nampaknya penerapan teknologi informasi dalam bidang pertanahan mutlak diterapkan dalam era serba digitalisasi seperti sekarang ini. Seperti diketahui bahwa sebagian besar tanah di tanah air banyak yang belum memiliki sertifikat. Oleh sebab itu, maka Badan Pertanahan Nasional merupakan pihak yang paling berperan untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai jalan keluar dari masalah tersebut adalah penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem manual, diantaranya seperti memiliki kemampuan dalam penyimpanan data dalam jumlah yang lebih besar berkali-kali lipat dibandingkan dengan sistem manual, serta memiliki konektivitas antar daerah maupun antara daerah dan pusat secara lebih cepat. Disamping itu hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertanahan dan keamanan serta sosial budaya Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait

26 dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman serta sosial budaya. Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem Informasidan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan informasi antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang akhirnya akan berkaitan dengan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan pertukaran informasi antar instansi pemerintah. Pada pasal 1 huruf b Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengemban tugas sebagai lembaga pelaksana untuk membangun dan mengemban SIMTANAS. Salah satunya meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah,yang dihubungakan dengan e-goverment, e-commerce, e- payment. SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan pengelolaan bidang bidang tanah dan pelayana kepada mayarakat. a. Basis Data Pertanahan Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil, sedang maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan. Basis data kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja dan terhimpun dalam suatu organisasi yang meliputi data entitas (masuk dalam

27 divisi yang mana), atribut (nama, nomor kepegawaian, alamat dst) dan nilai/value data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dst). Merujuk pada Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, terdapat perubahan yang cukup monumental menyangkut tugas - tugas pertanahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang diemban oleh BPN RI dalam mengelola sumber daya alam, khususnya bidangbidang tanah dan masalah-masalah pertanahan, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45, yaitu untuk sebesar-sebarnya kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan : 1) Survei, pengukuran dan pemetaan, 2) Pelayanan administrasi pertanahan, 3) Pendaftaran tanah, 4) Penetapan hak-hak atas tanah, 5) Penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus, 6) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah, 7) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, 8) Penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor Pertanahan sebagai perwakilan pemerintah dalam tingkat Kabupaten / Kota dan sebagian dihasilkan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Propinsi dan pada tingkat

28 Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data utama pertanahan yaitu: 1) Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. 2) Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. 3) Gambar Ukur, yaitu dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan. 4) Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah. 5) Peta Tematik Pertanahan, yaitu gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang menyajikan tema tertentu. 6) Warkah, yaitu dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut. 7) Surat Keputusan Pemberian Hak, yaitu penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas Hak Pengelolaan. Data pertanahan di simpan dalam bentuk daftar, berkas, buku dan peta-peta (paper base). Sertifikat merupakan bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang disimpan pemilik. Sesuai dengan prinsip pendaftaran, mirror principle, pemilik tanah memiliki copy bukti yang aslinya tersimpan di Kantor Pertanahan. Konsep

29 basis data bermula dari semakin banyak volume yang terhimpun dalam pengelolaan data. Keterbatasan manusia untuk mengolah data-data tersebut secara konvensional memicu kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi informasi yang dapat membantu dalam mengelola data tersebut. Biasanya salah satu cirinya adalah datanya terstruktur. Sistem basis data mengacu pada sistem pengumpulan, penyusunan, dan pencatatan (record) serta menyimpan dengan memanfaatkan komputer sebagai mesin mengolah dengan tujuan dapat menyediakan informasi setiap saat untuk berbagai kepentingan. Dengan mengacu pada konsep di atas, komponen basis data meliputi unsur- unsur yang berperan dalam membangun suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak (sistem operasi, aplikasi, database / DBMS) dan pengguna (user). b. Komputerisasi Kantor Pertanahan Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah pelayanan data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor Pertanahan merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaruan data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau obyek hak atas tanah. Karena yang sifatnya yang sangat dinamis, maka data pertanahan mempunyai tingkat pengambilan (retrievel) dan pembaruan (up dated) yang cukup tinggi. Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam menarik/mengambil data, di sisi lain akan membutuhkan persyaratan dalam penyimpanan data (storage) yang dapat mendukung proses

30 pengambilan data tersebut. Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data merupakan proses yang dengan sangat mudah dilakukan teknologi informasi dengan mudah dan cepat. Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan dalam suatu penyimpanan yang berbasis teknologi informasi/database, sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan aplikasi perangkat lunak, semua proses pelayanan data pertanahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk mengakses basis data dalam upaya membentuk terwujudnya pelayanan pemerintah yang berbasis elektronik (e-gov). Salah satu usaha untuk mengotimalkan tugas-tugas pelayanan pertanahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi adalah pembangunan dan pengembangan komputerisasi kantor pertanahan (KKP). Kantor Pertanahan merupakan basis terdepan dalam kegiatan pelayanan. Dikembangkan model pelayanan yang berbasis on-line system. Pembangunan pelayanan on-line, membangun database elektronik, pembangunan infrastruktur perangkat keras dan jaringan koneksi, peningkatan sumber daya manusia dalam kemampuan penguasaan IT serta sosialisasi kegiatan di kalangan intern dan ekstren merupakan tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan pada kantor-kantor yang sedang dan sudah menerapakan KKP. Beberapa keuntungan dalam pelaksanaan KKP antara lain : 1) Transparansi pelayanan, karena masyarakat dapat memperoleh informasi secara langsung dalam hal biaya, waktu pelaksanaan dan kepastian penyelesaian.

31 2) Efisiensi waktu, prinsip one captured multi used merupakan kunci utama dalam optimalisasi pemanfaatan database elektronik. 3) Kualitas data dapat diandalkan karena pemberian nomor-nomor daftar isian dilakukan oleh sistem secara otomatis. 4) Sistem Informasi Eksekutif yang memungkinkan para pengambil keputusan untuk dapat memperoleh dan menganalisa data sehingga menghasilkan informasi yang terintegrasi. 5) Pertukaran data dalam rangka membangun pelayanan pemerintah secara terpadu (one stop services) dan memgembangkan perencanaan pembangunan berbasis data spasial (spatial planning). Pembangunan Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak hanya memberikan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara online system, tetapi sekaligus membangun basis data digital. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir melalui program KKP telah dilakukan digitalasisasi data pertanahan (Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur dan Peta Pendaftaran Tanah) yang mencakup bidang tanah sejumlah ± 15 juta bidang (25% dari bidang tanah terdaftar). c. Larasita Larasita adalah akronim Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah. Layanan ini mulai diujicobakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, dan diuji coba lebih lanjut di 13 kabupaten/kota pada tahun 2007, baik di Jawa maupun luar jawa untuk memudahkan pelayanan pertanahan dan sertipikasi tanah.

32 Program Larasita dijalankan oleh satuan tugas bermotor dari Kantor Pertanahan setempat untuk melaksanakan semua tugas kantor pertanahan dalam wilayah administratif Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, secara online dengan pemanfaatkan teknologi mutakhir di bidang pendaftaran tanah, dengan teknologi informasi yang dihubungkan melalui satelit dengan memanfaatkan fasilitas internet dan wireless commmunication system. Program ini sepenuhnya hasil karya nasional dan sepenuhnya menggunakan anggaran APBN BPN-RI. Meski sepenuhnya program nasional, program ini telah memperoleh pengakuan Bank Dunia dalam memberikan akses masyarakat, terutama masyarakat pedesaan terhadap informasi dan pelayanan pertanahan dan disebutnya dengan pioneering mobile land information service. Larasita adalah Kantor Pertanahan yang bergerak, dengan adanya pelayanan ini akan terwujud bentuk persamaan pelayanan untuk semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang rendah aksesbilitas untuk datang ke Kantor Pertanahan. Percepatan pendaftaran diharapkan dapat terwujud apabila bentuk pelayanan Larasita dapat menjangkau semua wilayah tanah air. Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan yang berbasis elektronik sangat membantu bagi pengguna. Pengguna dari sisi pemberi pelayanan akan memberikan informasi yang berasal satu sumber sehingga akan menjamin keakuratannya. Di sisi lain, pengguna yang mendapatkan pelayanan dimanjakan dengan kemudahan dalam mengakses informasi secara on-line melalui fasilitas kiosk yang berada di loket-loket pelayanan. Namun demikian masih dirasakan adanya kekurangan terhadap segmen pelanggan' tertentu, yaitu pemohon atau

33 pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan data pertanahan yang tidak bisa atau terhambat karena tidak mempunyai kemampuan untuk akses secara langsung di Kantor Pertanahan. Bentuk pelayanan seperti apa yang dapat diberikan kepada pelanggan seperti ini, dalam kenyataannya segmen pelanggan seperti disebutkan di atas adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan berada jauh dari lokasi kantor pelayanan. Komunikasi data secara elektronik merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi yang sangat membantu bagi pengguna. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi pengiriman data dengan koneksi jaringan, merupakan kata kunci dalam inovasi pelayanan berbasis IT yang dikembangkan dalam Larasita. Melalui Larasita pelayanan di kantor pertanahan akan menjadi lebih dekat ke pelanggan' yang tidak berada di Kantor Pertanahan. Karena karakteristik penggunaan teknologi informasi dalam bentuk pelayanan yang diberikan, program Larasita dilaksanakan pada lokasi kantor pertanahan yang sudah menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik (KKP). Pada awalnya Larasita teknologi komunikasi yang berbasis wifi, memanfaatkan komunikasi gelombang radio yang bekerja pada gelombang dengan frekuensi 2,4 MHz. Kemajuan teknologi yang terus berkembang dan karena alasan lain, saat ini digunakan teknologi koneksi yang berbasis file transfer protocol (FTP) yaitu internet (interconnected network). Operator selular berlomba-lomba untuk memberikan penawaran dalam percepatan pelayanan data antar pengguna semakin memperkuat penggunaan internet dalam koneksi data. Tujuan kegiatan pelayanan Larasita antara lain :

34 1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agrarian) 2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan. 3) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar. 4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah. 5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan. 6) Menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. 7) Meningkatkan legalisasi aset tanah masyaraka. C. PENELITIAN TERDAHULU Ada beberapa Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dijadikan rujukan dari penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh : 1. Djati Harsono (2009) yang meneliti dengan judul Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi SIMTANAS belum maksimal karena masih diperlukannya pensertifikasi tanah secara terartur, tertib, atau procedural sesuai dengan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan, hal ini didasari masalah kemampuan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kabupaten Jepara.

35 2. Rahmat Novian (2012) yang meneliti dengan judul Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Pekan Baru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Peratanahn Nasional belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari terlihat dari standar dan sasaran kebijakan yang tidak realistis, belum memadainya sumberdaya khususnya yang tenaga ahli dan profesional, komunikasi kepada masyarakat yang belum berjalan secara efektif khususnya dalam hal sosialisasi, pelaksanaan yang belum sesuai SPOPP (Standar Prosedur Operasi Pegaturan dan Pelayanan), belum adanya respon yang positif dari masyarakat terhadap impelentasi kebijakan, dan masih adannya impelementor yang bersifat tidak jujur, tidak transparan dan tidak kooperatif. D. DEFENISI KONSEP Menurut Singarimbun (2008:33) konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk mengembangkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhaian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memberikan batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah : 1. Implementasi Kebijakan adalah tahap pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan untuk dilakukan. Dalam implementasi yang semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat saling bekerjasama dengan maksimal untuk melakukan kebijakan tersebut sehingga pada akhirnya kebijakan tersebut dapat dirasakan manfaatnya. Model implementasi yang digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1 Sejarah Organisasi Badan Pertanahan Nasional merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. mengenai objek penelitian yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. mengenai objek penelitian yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Pada bab ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan lebih lanjut lagi mengenai objek penelitian yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Lebih terperinci

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah II.1 Kerangka Teori Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas. Penggunaan teknologi yang tidak hanya terbatas pada bidang bisnis dan perdagangan tetapi lebih

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden.

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden. Bab I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Organisasi Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah instansi pemerintah Non Departemen yang berkedudukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1. Bentuk Usaha Berdasarkan keputusan presiden nomor 96/M/1993 tentang pembentukan Kabinet Pembangunan IV kegiatan pertanahan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA COVER DEPAN Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government COVER DALAM Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

kinerja yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan.

kinerja yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era reformasi, pemerintah dituntut untuk mampu menggalang partisipasi, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas agar tercapai good governance. Kondisi ini berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki abad XXI terlihat kenyataan bahwa globalisasi telah terjadi dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Abad ke-21 bahkan diyakini akan menjadi abad baru

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat dari pada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya merupakan pelayan masyarakat dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para PNS tentunya tak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. professional. Semua ini bertujuan agar organisasi memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. professional. Semua ini bertujuan agar organisasi memiliki sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan seiring dengan kemajuan zaman, sebagai organisasi yang maju dituntut mampu untuk menyesuaikan diri serta terus melakukan perubahanperubahan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Pusat Data dan Teknologi Informasi

LAPORAN KINERJA TAHUN Pusat Data dan Teknologi Informasi LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Pusat Data dan Teknologi Informasi KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah yang dihadapi Kabupaten Bandung saat ini masih sangat kompleks, dimulai dari permasalahan di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan. Kendala utama

Lebih terperinci

PRESS RELEASE. (Hari Kamis tanggal 08 Desember 2014)

PRESS RELEASE. (Hari Kamis tanggal 08 Desember 2014) PRESS RELEASE ACARA PENYERAHAN SERTIFIKAT SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008, PERESMIAN DATA CENTER DAN LAUNCHING SISTEM RKPD ONLINE, SIPPE (SISTEM INFORMASI PEMANTAUAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI), SIMANJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6016 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 9) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung mempunyai tugas menyediakan data statistik dan informasi yang berkualitas, lengkap, akurat, mutakhir, berelanjutan dan relevan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul. berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul. berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan pondasi utama dalam pengembangan peradaban. Sejak adanya manusia maka sejak saat itu pula pendidikan itu ada. 1 Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL. 4.1 Kualitas Pelayanan Informasi Kependudukan dengan. Menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL. 4.1 Kualitas Pelayanan Informasi Kependudukan dengan. Menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan 69 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL 4.1 Kualitas Pelayanan Informasi Kependudukan dengan Menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Pembuatan

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Program jamkesda Kota Magelang merupakan program yang diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesehatan secara universal bagi penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum menjadi komponen acuan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, selain itu juga

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENDUKUNG PENANAMAN MODAL

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENDUKUNG PENANAMAN MODAL BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENDUKUNG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mendorong kebutuhan atas tanah yang terus meningkat, sementara luas tanah yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat, terutama kepada institusi birokrasi.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN DAN KESUKSESAN PENERAPAN DARI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DI PERUSAHAAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN DAN KESUKSESAN PENERAPAN DARI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DI PERUSAHAAN Tugas : Individu Ujian Tengah Triwulan / E52 Mata Kuliah : Sistem Informasi Manajemen Dosen : Prof.Dr. Ir. Imam Suroso, Msc(CS) Batas : 17 Januari 2015 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN DAN KESUKSESAN

Lebih terperinci

Total Tahun

Total Tahun RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH 2010-2014 KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL DAN KEGIATAN PRIORITAS BIDANG REFORMA AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (BERDASARKAN PERPRES NO.5 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang informasi dan komunikasi membuat dunia menjadi transparan, seolah-olah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kebijakan 2.1.1 Pengertian Analisis Bernadus Luankali dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Tanah dari tahun ke tahun memiliki fungsi dan nilai ekonomis yang tinggi, dapat terlihat dari semakin meningkatnya

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kerangka Otonomi Daerah yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah dalam menjalankan manajemennya sehari-hari merasakan terjadinya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dirasakan semakin cepat dan pesat sehingga menjadikan suatu organisasi harus bersiap diri dalam menghadapi persaingan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Sertipikat Pada dasarnya istilah sertipikat itu sendiri berasal dari bahasa Inggris Certificate yang berarti ijazah atau Surat Keterangan yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Di sejumlah negara yang sedang berkembang pendidikan telah mengambil

Lebih terperinci

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Oleh: Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial Jakarta, 27 April 2016 KERANGKA PAPARAN Pentingnya Informasi Geospasial Permasalahan Informasi

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan

Bab I Pendahuluan. Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan bahwa setiap lembaga pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan hak asasi bagi seluruh rakyat. Pelayanan publik dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar dan sebagai ujung tombak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar dan sebagai ujung tombak 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar dan sebagai ujung tombak pelayanan dan pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia, Puskesmas perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang prima untuk semua penduduknya sesuai dengan yang telah diamanatkan didalam undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Rifka S. Akibu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek kehidupan manusia selalu mempunyai hubungan dengan tanah termasuk sumberdaya alam yang memiliki

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Indonesia sebagai Negara terbesar keempat dari jumlah penduduk, memiliki peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya perjalanan peradaban manusia dari zaman ke zaman di berbagai negara mana pun di dunia menuju suatu tujuan yang ingin dicapai yaitu kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Pelayanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Pelayanan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat, terutama kepada pemerintah. Tuntutan

Lebih terperinci

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM REPUBLIK INDONESIA UNIT PELAYANAN INFORMASI PUBLIK PPID RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PELAYANAN INFORMASI PUBLIK BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu prasyarat penting

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2013 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek kehidupan manusia selalu mempunyai hubungan dengan tanah termasuk sumberdaya alam yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitiaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitiaan Dalam perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan kompleks ini, bank tumbuh dan berkembang seiring dengan makin meningkatnya kebutuhan akan jasa di

Lebih terperinci

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance)

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance) BAB II RENCANA STRATEGIS A. RENCANA STRATEGIS 1. VISI Tantangan birokrasi pemerintahan masa depan meliputi berbagai aspek, baik dalam negeri maupun manca negara yang bersifat alamiah maupun sosial budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pembaharuan tata kelola pemerintahan, termasuk yang berlangsung di daerah telah membawa perubahan dalam berbagai dimensi, baik struktural maupun kultural. Dalam hal penyelenggaraan

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN 50 TAHUN AGRARIA TANGGAL 24 SEPTEMBER 2010

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN 50 TAHUN AGRARIA TANGGAL 24 SEPTEMBER 2010 SAMBUTAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN 50 TAHUN AGRARIA TANGGAL 24 SEPTEMBER 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Yang kami hormati, Para Gubernur,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berurusan dengan sertifikat tanah. Dalam pembuatan sertifikat tanah Badan

BAB I PENDAHULUAN. yang berurusan dengan sertifikat tanah. Dalam pembuatan sertifikat tanah Badan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) merupakan salah satu lembaga yang bergerak dalam bidang agraria atau pertanahan dan menangani halhal

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci