STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Mariana Zainun NIM E

3 ABSTRACT MARIANA ZAINUN. The Ecotourism Development Strategy of Mount Lumut Protection Forest at Paser District East Kalimantan. Under direction of: RINEKSO SOEKMADI and M. BUCE SALEH. Mount Lumut Protection Forest has high biodiversity, natural beauty scenery, and unique social culture that ecotourism is potentially to be developed there. The ecotourism development is an alternative of this site utilization that will benefit local community, as well as the government. This research is aimed at identifying internal and external factors of ecotourism development and to generate ecotourism development strategies at Mount Lumut Protection Forest, Paser District East Kalimantan. The research was performed in non-experimental method such as explorative descriptive, observation, and literature study. Mapping of the strategies is based on SWOT analysis throughout purposive sampling at four selected villages around the site, which comprise of 30 respondents at each village. The result revealed the Mount Lumut is appropriate for ecotourism recommendation and development. The SWOT analysis resulted weakness dominancy (-2,00) in internal strategy that was facilities and tourism services unavailability, meanwhile external strategy was dominated by opportunities (2,15) that was society participation eagerness. Both factors put ecotourism development at quadrant 3 (-0,39 ; 1,03) of Matrix Grand Strategy which mean though there was weakness but it also has opportunities to forward ecotourism organization and development at some point. Thus, services and facilities organization should be spotlighted and developed due to the strategy. Community and stakeholders involvement should be devoted in ecotourism development efforts. Keywords: Mount Lumut Protection Forest, development strategy, ecotourism, nature tourism objects

4 RINGKASAN MARIANA ZAINUN. Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan M. BUCE SALEH. Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) merupakan salah satu kawasan hutan lindung di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur, dengan luas ha. HLGL mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki cukup tinggi terutama dengan keberadaan flora dan fauna, vegetasi lumut, keindahan alam, (gunung, panorama alam); gejala alam (goa, sungai dan air terjun); serta budaya masyarakat yang unik. Pengembangan ekowisata ini merupakan alternatif pemanfaatan kawasan agar keberadaannya dapat dirasakan, baik oleh masyarakat sekitarnya dan pemerintah setempat. Diharapkan segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang sifatnya negatif yang dilakukan masyarakat sekitarnya dapat ditekan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal pengembangan ekowisata dan merumuskan strategi pengembangan ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode non experimental yaitu deskriptif eksploratif, observasi dan studi pustaka. Pengambilan sampel masyarakat sekitar dan para stakeholder menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah responden 120 orang, dari 30 orang setiap desa yang dipilih sebagai sampel adalah Desa Swanslutung, Tiwei, Rantau Layung dan Kasungai. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan HLGL memiliki potensi sumberdaya alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan sehingga dapat direkomendasikan bagi pengembangan ekowisata. Berdasarkan potensi permintaan dalam menunjang pengembangan ekowisata di HLGL perlu dilakukan penataan kelembagaan dan organisasi, sarana dan prasarana, aksesibilitas dan fasilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang paling dominan terhadap faktor strategi internal adalah kelemahan (-2,00); utamanya ketersediaan berbagai fasilitas dan pelayanan wisata, sedangkan untuk faktor strategi eksternal di dominasi oleh peluang (2,15); utamanya keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dimasa mendatang. Dari kedua faktor tersebut, maka nilai penjumlahan yang diperoleh untuk posisi ordinat dalam Matrik Grand Strategi adalah berada pada sel 3 (-0,39 ; 1,03), artinya meskipun memiliki kelemahan pada faktor internal namun masih mempunyai peluang untuk lebih maju dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata dimasa mendatang. Dengandemikian langka-langka kongkrit untuk strategi kedepan yang dapat dilakukan adalah membangun kapasitas pengelolaan HLGL dan menjalin kerjasama dengan pihak terkait. Hal ini sangat terkait dengan manajemen pengelolaan kawasan dimasa mendatang. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan juga perlu diperhatikan karena merupakan peluang yang sangat baik. Oleh karena itu,

5 kerjasama yang baik dengan masyarakat sekitarnya sangat diperlukan guna menunjang pengembangan ekowisata. Hasil penelitian ini diharapkan mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait utamanya instansi dan pemerintah setempat guna pengembangan di masa mendatang dan menjadi bahan informasi bagi pengambil keputusan untuk pengembangan ekowisata di kawasan HLGL dimasa mendatang. Kata kunci: Hutan Lindung Gunung Lumut, strategi pengembangan, ekowisata, obyek dan daya tarik wisata alam.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS

9 Judul Tesis : Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Nama : Mariana Zainun N I M : E Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ketua Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 27 Januari 2009 Tanggal Lulus: 03 Februari 2009

10 PRAKATA Dengan penuh rasa syukur penulis mengucapkan Alhamdulillah atas limpahan rahmat dan ridha-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian dan penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih dan rasa penghargaan dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS., sebagai komisi pembimbing atas ketulusannya dalam memberikan bimbingan dan arahannya sejak awal penelitian hingga akhir penulisan tesis ini. 2. Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS penulis ucapkan terima kasih atas kesediaannya menjadi penguji dan memberi masukan bagi penulisan tesis ini. 3. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. 4. Petrus Gunarso Ph.D., selaku Ketua TBI-Indonesia The Mof Tropenbos Kalimantan Programme, selaku donatur dan fasilitator penelitian ini beserta seluruh stafnya. 5. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Daerah Kabupaten Paser beserta seluruh pegawai Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Bapedalda, Kesbanglimas Kabupaten Paser serta Kesbanglimas Samarindah, yang turut membantu kelancaran penelitian. 6. Bapak Dedi Armansyah (Pak Debang) selaku ketua Persatuan Masyarakat Adat (PeMA) Paser, Pak Jidan selaku ketua adat Dusun Muluy, Pak Semok selaku ketua adat Desa Rantau Layung, Bapak Kepala Desa Swanslutung, Kepala Desa Tiwei, Kepala Desa Rantau Layung serta Kepala Desa Kasungai serta masyarakatnya atas kerjasama yang baik selama kegiatan penelitian. 7. Doa dan terimakasih yang tiada terhingga penulis sampaikan teruntuk kedua orang tua, semoga ALLAH SWT memberikan balasan kebaikan yang berlimpah segala pengorbanan yang telah diberikan selama mengikuti pendidikan. Bapak H. Sainun La Saangu dan Ibu Hj. Sitti Wa Datu tersayang, dan Kakak Safia, Adik Nur Nila, Nur Oktamin, dan Ahmad Sainun, serta seluruh keluarga besar tercinta atas doa, dukungan semangat dan kasih sayangnya. 8. Bapak H. Kamilun dan Ibu Hj. Maryati Erni terkhusus Kakak Lukman Firdaus, ST., yang memberi doa dan dukungan yang selalu menyertai dan menjadi motivasi bagi penulis. 9. Rekan-rekan IPK angkatan 2006 atas kebersamaan dan kerjasamanya selama mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir. 10. Teman-teman Mega Kost yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu, serta Ilham dan Sufina yang telah memberi dorongan dan semangat, motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dimana telah ikut membantu dalam penulisan tesis, penulis ucapkan terima kasih. Bogor, Januari 2009 Mariana Zainun

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Katukobari, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 21 Juni 1982 sebagai putri ke dua dari lima bersaudara dari Ayah H. Sainun La Saangu dan Ibu Hj. Sitti Wa Datu. Menamatkan pendidikan sekolah TK Darma Wanita 1 Mawasangka tahun 1988, dan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Mawasangka tahun Kemudian menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Mawasangka tahun 1997, dan lulus dari SMA Negeri 1 Mawasangka tahun 2000, hingga pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Haluoleo (UNHALU) melalui jalur UMPTN dan akhirnya lulus sebagai Sarjana Pertanian pada tahun Penulis menempuh studi S2 masuk tahun 2006 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan melalui sponsor sendiri. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis melakukan penelitian tentang Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur dibawah bimbingan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran... 3 II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Lindung Ekowisata Pengembangan Ekowisata Ekowisata Sebagai Konsep Masyarakat Sekitar Hutan Strategi III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Tehnik Pengumpulan Data Tahap Pengumpulan Data Studi Pustaka atau Literatur Pengamatan Lapangan Wawancara Pengolahan Data Analisis Data Analisis Potensi ODTWA sebagai Pengembangan - Ekowisata Analisis Terhadap Masyarakat dan Permintaan Wisata - di Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Analisis Strategi Pengembangan IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Sejarah Hutan Lindung Gunung Lumut Bentuk Lahan dan Topografi Geologi dan Tanah Iklim Vegetasi Hidrologi... 30

13 4.8 Keanekaragaman Flora dan Fauna Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Jumlah Penduduk dan Kepadatan Mata Pencaharian dan Ekonomi Masyarakat Setempat Kondisi Pendidikan Masyarakat Suku, Agama dan Potensi Seni Budaya Masyarakat V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Penawaran Wisata Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Pintu Masuk Swanslutung Pintu Masuk Tiwei Pintu Masuk Rantau Layung Pintu Masuk Kasungai Daya Tarik Biologi Flora Fauna Wisata Sosial Budaya Kearifan Lokal Musik dan Tarian Kerajinan Tangan Sarana dan Prasarana Hutan Lindung Gunung- Lumut (HLGL) Masyarakat Sekitar Kawasan Karateristik Responden Masyarakat Desa Persepsi Responden Partisipasi Responden Saran dan Harapan Responden Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar - Kawasan Kondisi dan Permasalahan Masyarakat Sekitar - Kawasan Potensi Permintaan Wisata Permintaan Wisata di Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Strategi Pengembangan Ekowisata Analisis SWOT Matriks Internal-Eksternal Posisi Strategi Pada Matriks Grand Strategi Rekomendasi Grand Strategi Pengembangan - Ekowisata Pada Kawasan Hutan Lindung Gunung - Lumut (HLGL) Rekomendasi Strategi Pengembangan Ekowisata pada- Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran xii

14 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

15 xiv DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis Data yang Diperlukan Dalam Penelitian Matriks SWOT Rangkuman Matriks Internal Kekuatan dan Kelemahan Pengembangan- Ekowisata Rangkuman Matriks Eksternal Peluang dan Ancaman Pengembangan - Ekowisata Jumlah Penduduk yang Mendiami Desa-Desa di Sekitar Kawasan - Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kepadatan Penduduk Desa-Desa di Sekitar Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Jumlah Anak Usia Sekolah di Kecamatan-Kecamatan yang ada - di Sekitar Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Tahun Jumlah Sekolah Pada Tiga Kecamatan di Sekitar Kawasan Hutan - Lindung Gunung Lumut (HLGL) Karateristik Responden Masyarakat Desa di Sekitar Kawasan Hutan - Lindung Gunung Lumut (HLGL) Persepsi Responden Terhadap Pengembangan Ekowisata di Kawasan- Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Partisipasi Responden Terhadap Prospek Pengembangan Ekowisatadi Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kawasan Wisata Sejenis Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Faktor Internal Faktor Eksternal Formulasi Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Hutan - Lindung Gunung Lumut (HLGL)... 80

16 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran Alur Pikir Pengembangan Ekowisata Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Kawasan Ekowisata- Menuju Sustainable Ecotourism Monitoring dan Evaluasi Dalam Ekowisata Diagram Hipotetikal Peta Lokasi Penelitian Model Matriks Grand Strategi Papan Pintu Masuk Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) 27 9 Air Terjun Une Berada di Kaki Gunung Lumut Pemandangan Lepas Puncak Gunung Lumut Air Terjun Tiwei Air Terjun, Muara, dan Liang Nango Goa Tengkorak Goa Loyang Anggrek di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Flora di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kupu-Kupu di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Lanjung Posisi Strategi Untuk Pengembangan Ekowisata di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL)... 81

17 xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Panduan Wawancara Dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Paser - Provinsi Kalimantan Timur Panduan Wawancara Dengan Pihak Terkait, Kabupaten Paser Provinsi- Kalimantan Timur Panduan Wawancara Dengan Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat- Sekitar Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kuesioner Penelitian (untuk masyarakat) Kuesioner Penelitian (untuk pemerintah)... 99

18 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumberdaya yang sangat penting karena mencakup sebagian besar wilayah Indonesia dan menjadi paru-paru dunia. Hutan dengan segala potensi yang terdapat di dalamnya merupakan kekayaan yang harus dilestarikan sehingga dapat berguna secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat tanpa merusak ekosistem. Akan tetapi hal ini tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya sebab keberadaan hutan tidak lepas dari kegiatan masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar hutan. Interaksi tersebut sangat kompleks dan tergantung pada beberapa faktor antara lain: adat istiadat dan budaya masyarakat, jenis mata pencaharian, tingkat kesejahteraan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat pertumbuhan penduduk. Faktor lain yang turut mempengaruhi interaksi masyarakat adalah pemaknaan masyarakat terhadap keberadaan hutan. Dalam konsideran Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa hutan di Indonesia berdasarkan fungsi pokoknya maka hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Fungsi pokok hutan lindung adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi dan memelihara kesuburan tanah. Selanjutnya, Pasal 26 ayat 1 dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Salah satu bentuk pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan hutan lindung adalah pemanfaatan untuk wisata alam terutama minat khusus (ekowisata) yang harus dilakukan secara bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan. Salah satu hutan lindung di Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam adalah Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL). HLGL ini merupakan salah satu dari empat hutan lindung yang terdapat di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 24 Kpts/UM/I/1983 luas kawasan HLGL mencapai ha

19 2 yang kewenangannya dikelola oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Paser. Pertimbangan utama HLGL berpotensi dijadikan sebagai obyek wisata adalah berbagai obyek daya tarik biofisik yang khas dan unik. Obyek-obyek itu berupa kelimpahan vegetasi lumut, keanekaragaman flora dan fauna, pemandangan alam, aliran sungai dan air terjun. Selain daya tarik tersebut, daya tarik sosial budaya masyarakat sekitarnya juga menjadi obyek ekowisata yang bernilai dan menarik. Kawasan HLGL yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi di Indonesia, selain sebagai kawasan HLGL juga berperan memberikan manfaat secara ekologis bagi daerah-daerah sekitarnya. Salah satu manfaat tersebut adalah sebagai daerah tangkapan air bagi dua daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS Telake dan DAS Kendilo. Kedua DAS ini berperan penting bagi sebagian masyarakat Kabupaten Paser, yakni sebagai sumber air bagi kebutuhan masyarakat Tanah Grogot, Muara Komam, Long Iris dan Batu Sopang (Tropenbos International Indonesia 2006). Selain memberikan manfaat bagi masyarakat dan perekonomian daerah, HLGL juga memungkinkan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan setempat jika pengelolaannya tidak direncanakan secara baik dan melibatkan peran serta dan dukungan aktif masyarakat setempat. Terkait dengan rencana pemanfaatan kawasan HLGL sebagai suatu obyek ekowisata maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui berbagai potensi dan prospek pengembangannya, sehingga dapat disusun strategi pengembangan ekowisata di kawasan tersebut. Dengan demikian, pengembangan ekowisata di HLGL diharapkan tidak bertentangan dengan fungsi utamanya sebagai hutan lindung. 1.2 Perumusan Masalah Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) mempunyai potensi alam yang khas dan unik, terutama kelimpahan vegetasi lumut yang selalu aktif, disamping keanekaragaman flora, fauna dan budayanya. Di sisi lain masyarakat sekitar kawasan memiliki hubungan yang kuat dengan HLGL, baik hubungan spiritual, supranatural maupun ekonomi. Bagi masyarakat sekitar, kawasan HLGL bukanlah suatu ancaman namun merupakan sumber kehidupan. Masyarakat

20 3 sekitar kawasan memanfaatkan kawasan HLGL sebagai lahan untuk tempat mereka menggantungkan hidupnya. Dalam upaya pengembangan ekowisata di HLGL diperlukan suatu penelitian terhadap komponen-komponen Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) dan budaya masyarakat sekitarnya agar dapat disusun suatu rencana pengembangan yang sesuai dengan potensi sumberdaya dan dengan tetap menjaga status kawasan HLGL sebagai hutan lindung. Dengan demikian diharapkan manfaat ekowisata di kawasan dapat diperoleh secara optimal, yaitu secara ekonomis memberikan keuntungan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar dan secara ekologis, sumber daya alam yang ada tetap dilindungi dan tetap terjamin kelestariannya. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut, Bagaimana Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur?. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor intenal dan eksternal pengembangan ekowisata di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. 2. Merumuskan strategi pengembangan ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Propvinsi Kalimantan Timur. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut dalam pengembangan ekowisata HLGL Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. 1.5 Kerangka Pemikiran Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) mempunyai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah upaya pengembangan ekowisata

21 4 di HLGL Kabupaten Paser melalui pengelolaan wisata. Kondisi yang sudah ada yakni bahwa pengembangan ekowisata di kawasan HLGL Kabupaten Paser sampai saat ini masih belum optimal. Meskipun potensi wisata alam kawasan tersebut sangat tinggi dengan kekayaan flora, fauna yang khas dan unik yang didukung oleh kekhasan budaya masyarakat sekitarnya, namun jumlah wisatawan yang berkunjung sangat rendah dan terbatas. Dengan demikian, diperlukannya rumusan strategi pengembangan kawasan tersebut menjadi kawasan bernilai jual wisata yang tinggi tetapi tetap menjaga keaslian lingkungannya. Faktor-faktor dalam manajemen pengembangan ekowisata sebagai berikut: 1. Faktor-faktor supply (ODTWA) berupa potensi biofisik dan budaya 2. Faktor-faktor demand (potensial) berupa permintaan wisata di kawasan HLGL 3. Faktor-faktor penunjang berupa akomodasi, fasilitas, aksesibilitas, dan sarana prasarana serta dukungan para pihak terkait (stakeholder). Faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan metode SWOT untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan ekowisata. Berangkat dari kerangka pemikiran di atas, maka ruang lingkup penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Inventarisasi potensi ODTWA di kawasan HLGL 2. Analisis terhadap budaya masyarakat lokal yang meliputi karateristik, persepsi, partisipasi, harapan serta motivasi terhadap kegiatan wisata di masa mendatang, dan permintaan wisata di kawasan HLGL terhadap pengembangannya menjadi kawasan ekowisata. 3. Identifikasi terhadap faktor penunjang yang meliputi informasi, promosi, akomodasi, fasilitas, aksesibilitas, sarana dan prasarana serta dukungan stakeholder.

22 5 Untuk mengetahui strategi pengembangan ekowisata HLGL dilakukan analisis SWOT. Secara skematis konsep pemikiran dimaksud disajikan dalam kerangka pikir pada Gambar 1. Faktor supply ODTWA HLGL, potensi biofisik dan budaya Faktor penunjang aksesibilitas, sarpras dan dukungan stakeholder Faktor demand Pengelolaan Ekowisata HLGL ANALISIS SWOT Strategi Pengembangan Ekowisata HLGL Gambar 1 Kerangka pemikiran.

23 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang ditetapkan karena memiliki sifat khas sebagai sistem penyangga kehidupan yang mampu memberikan perlindungan kepada mahluk hidup, pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Kriteria penetapan kawasan hutan lindung didasarkan pada penilaian terhadap faktor lereng, jenis tanah, dan curah hujan serta ketinggian tempat dengan ketentuan-ketentuan tertentu (Ngadiono 2004). Adapun kriteria dari kawasan hutan lindung menurut PP No. 44 tahun 2004 pasal 24, dengan memenuhi syarat dibawah ini: 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skore) 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih (Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/II/1980); 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapang 40% (empat puluh per seratus) atau lebih; 3. Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 (dua ribu) meter atau lebih di atas permukaan laut; 4. Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dan lereng lapangan lebih dari 15 % (lima belas per seratus); 5. Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air; dan 6. Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai. Kawasan yang dilindungi dapat memberikan kontribusi besar dalam pengembangan wilayah dengan menarik wisatawan kewilayah pedesaan. Kawasan yang dilindungi memiliki daya tarik yang besar dapat mendatangkan keuntungan yang berarti bagi negara dan dengan perencanaan yang benar dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata didalam dan disekitar kawasan yang dilindungi merupakan penunjang kebutuhan pertumbuhan pariwisata dan merupakan cara terbaik mendatangkan keuntungan ekonomi bagi kawasan terpenting dengan cara menyediakan kesempatan kerja dan merangsang

24 7 pasar setempat serta memperbaiki sarana angkutan dan komunikasi (Mackinon et al. 1993). Lebih lanjut Avenzora (2004) menyatakan bahwa keberadaan kawasan lindung dapat menjaga kualitas kawasan lindung tersebut dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Karenanya, pengembangan wisata alam di hutan lindung merupakan solusi terbaik untuk mencapai pendapatan daerah optimum bagi Kabupaten. Tujuan pengelolaan hutan lindung adalah perlindungan kawasan untuk mencegah terjadinya erosi, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan. Prinsip pengelolaan hutan lindung adalah pendayagunaan fungsi hutan lindung untuk kegiatan pemanfaatan air, pemuliaan, pengkayaan dan penangkaran, penyediaan plasma nutfah untuk kegiatan budidaya dan masyarakat setempat, wisata alam, pembangunan sarana dan prasarana, pengelolaan, penelitian dan wisata alam diupayakan sedemikian rupah agar tidak mengurangi luas dan tidak merubah fungsi kawasan (Ngadiono 2004). Pelaksanaan kegiatan pengelolaan Hutan Lindung menurut SK Menteri Kehutanan 464/Kpts-II jo No. 140/Kpts-II/1998 dan SK Dirjen PHPA No. 129/ Kpts/DJ-VI/1996 meliputi: (1) Inventarisasi kondisi dan potensi hutan lindung meliputi flora, fauna, potensi wisata, dan potensi sumber daya air, (2) Pemancangan dan pemeliharaan batas, (3) Perlindungan dan pengamanan fungsi ekosistem dan kawasan, (4) Rehabilitasi hutan yang rusak, (5) Pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan dan (6) Peningkatan peran serta masyarakat (Ngadiono 2004). Peraturan Pemerintah (PP) No. 34/2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 19 ayat (2) menetapkan bahwa pemanfaatan kawasan yang dapat dilakukan dalam hutan lindung meliputi usaha budidaya tanaman obat (herba), tanaman hias, jamur, perlebahan, penangkaran satwa liar, dan usaha budidaya sarang burung wallet. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan lindung sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (3) meliputi usaha alam, olahraga tantangan, pemanfaatan air, perdagangan karbon (carbon trade), serta usaha

25 8 penyelamatan hutan dan lingkungan. Untuk pengelolaan hutan lindung dapat dibangun sarana-prasarana yang meliputi sarana pokok dan sarana pengembangan pariwisata terbatas. Sarana prasarana pokok pengelolaan hutan lindung meliputi kantor pengelola, pusat informasi, pondok kerja/jaga/penelitian, jalan patroli, menara pengawas kebakaran, plot-plot pengamat erosi, peralatan klimatologi, peralatan pengukur erosi/abrasi dan pengamat air, kandang satwa, peralatan navigasi, peralatan komunikasi, peralatan transportasi, serta peta dasar dan peta kerja. Sarana prasarana untuk pengembangan wisata meliputi pembangunan jalan setapak dan perlengkapan wisata terbatas. Untuk kegiatan pengembangan ekowisata di hutan lindung terdiri dari pelayanan pengunjung, pemanduan dan interpretasi, pusat informasi, toko souvenir (souvenir shop), toilet dan MCK (mandi cuci kakus), pemeliharaan sarana, pemeliharaan kebersihan, hubungan dengan instansi lain dan masyarakat, promosi dan informasi, pengembangan ekowisata, keamanan pengunjung, parkir kendaraan, pelayanan penelitian, operasi radio dan pendidikan staf pengelola (Ngadiono 2004). 2.2 Ekowisata Ekowisata diperkenalkan pertama kali oleh Ceballos-Lascurain (1983) yang mendefinisikan bahwa ekowisata sebagai kunjungan ke daerah-daerah yang masih bersifat alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi dan menikmati pemandangan alam dengan tumbuhan satwa liar serta budaya (baik masa lalu maupun sekarang) yang ada di tempat tersebut. Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Ceballos- Lascurain setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masingmasing meninjau dari sudut pandang berbeda (Fennell 1999). Hafild (1995) dalam Kesuma (2000), menyatakan bahwa ekowisata mempunyai 3 dimensi, yaitu: 1. Konservasi: kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian alam setempat dengan dampak negatif seminimal mungkin.

26 9 2. Pendidikan: wisatawan yang mengikuti wisata tersebut akan mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai keunikan biologis, ekosistem dan kehidupan sosial di kawasan yang dikunjungi. 3. Sosial: masyarakat mendapat kesempatan untuk menjalankan kegiatan tersebut. Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES 2000 dalam Weber dan Damanik 2006). Berdasarkan definisi tersebut, ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni ekowisata sebagai produk, sebagai pasar dan sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Menurut The Ecotourism Society (Eplerwood, 1999 dalam Fandelli 2000), menyebutkan ada delapan prinsip dalam kegiatan ekowisata yaitu: (1) Mencegah dan menanggulangi dari aktivitas wisatawan yang mengganggu terhadap alam dan budaya, (2) Pendidikan konservasi lingkungan, (3) Pendapatan langsung untuk kawasan, (4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, (5) Meningkatkan penghasilan masyarakat, (6) Menjaga keharmonisan dengan alam, (7) Menjaga daya dukung lingkungan dan (8) Meningkatkan devisa buat pemerintah. Kusler (1991) menyatakan bahwa untuk pengembangan ekowisata perlu didukung oleh peningkatan sarana dan prasarana seperti jalan, penginapan, transportasi kerjasama pemerintah dengan pihak swasta serta promosi dan publikasi oleh berbagai instansi terkait. Dalam konteks perumusan rencana strategis pengembangan ekowisata nasional dengan merujuk pada prinsip-prinsip yang berlaku universal, rekomendasi-rekomendasi yang terangkat dalam berbagai forum diskusi dan hasil-

27 10 hasil kajian dan tuntutan obyektif di lapangan, batasan ekowisata nasional dirumuskan sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung kawasan terbuka, kawasan alam binaan serta kawasan budaya. 2.3 Pengembangan Ekowisata Ketersediaan dan kualitas komponen produk wisata sangat ditentukan oleh kesiapan para pelaku wisata yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2002). Keberhasilan dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata merupakan hasil kerja sama antara Stakeholders yaitu: 1. Dibangun berdasarkan budaya masyarakat lokal; 2. Memberikan tanggung jawab kepada masyarakat lokal; 3. Mempertimbangkan untuk mengembalikan kepemilikan daerah yang dilindungi kepada penduduk asli; 4. Mengkaji masyarakat lokal; 5. Ada keterkaitan program pembangunan dari pemerintah dengan daerah yang dilindungi; 6. Memberikan prioritas kepada masyarakat dengan skala kecil; 7. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan; dan 8. Mempunyai keberanian untuk melakukan pelarangan (Fennell 1999).

28 11 Potensi objek wisata, sarana dan prasarana, aksesibilitas lokasi wisata serta kualitas pelaku wisata Prinsip-prinsip ekowisata: 1. Berbasiskan alam 2. Pariwisata berkelanjutan 3. Konservasi 4. Pendidikan 5. Budaya lokal 6. Ekonomi lokal Kebijakan: 1. Nasional Kebijakan/Program 2. Daerah - Renstra - Potensi alam - Aksesibilitas 3. Grass roots Pariwisata Berbasiskan masyarakat Faktor-faktor berpengaruh: 1. Internal - Potensi daerah - Pengetahuan operator wisata - Partisipasi masyarakat 2. Eksternal - Kesadaran wisatawan - Penelitian dan pendidikan 3. Struktural - Kelembagaan - Pengeloaan Pengembangan Ekowisata Gambar 2 Alur Pikir Pengembangan Ekowisata (modifikasi dari Hidayati et al. 2003). Sedangkan keberhasilan ekowisata bergantung pada beberapa hal. Keberhasilan tersebut dapat dibagi menjadi tiga, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor struktural antara lain: 1. Faktor internal dapat diklasifikasikan seperti potensi daerah untuk pengembangan ekowisata, pengetahuan operator ekowisata tentang pelestarian lingkungan dan partisipasi penduduk lokal. 2. Faktor eksternal merupakan faktor kunci yang berasal dari luar ekowisata tersebut, seperti kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan, kegiatan penelitian atau pendidikan di wilayah ekowisata untuk kepentingan kelestarian lingkungan dan masyarakat lokal. 3. Faktor struktural adalah faktor yang berhubungan dengan kelembagaan, kebijakan dan regulasi pengelolaan kawasan ekowisata.

29 12 Ketiga faktor di atas tersebut adalah faktor penentu keberhasilan, tetapi di sisi lain ketiga faktor tersebut juga dapat menjadi kendala bagi pengembangan ekowisata. Faktor Internal: 1. Potensi daerah wisata 2. Pengetahuan operator ekowisata 3. Partisipasi penduduk lokal Faktor Eksternal: 1. Kesadaran Wisatawan 2. Kegiatan Penelitian atau pendidikan Faktor Struktural: 1. Kelembagaan 2. Kebijakan 3. Regulasi pengelolaan Pengelolaan Kawasan Ekowisata SUSTAINABLE ECOTOURISM Gambar 3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Kawasan Ekowisata Menuju Sustainable Ecotourism (modifikasi dari Hidayati et al. 2002). Untuk mencapai ekowisata yang berkelanjutan diperlukan memonitoring dan evaluasi dari pelaksanaan ekowisata. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Secara internal, monitoring kedalam dilakukan oleh pengelola sendiri sedangkan eksternal dilakukan oleh pihak luar, seperti: masyarakat, LSM dan lembaga independen lainnya (Hidayati et al. 2003). Monitoring dan Evaluasi Internal: Pengelola Eksternal: 1. Masyarakat 2. LSM 3. Lembaga Sustainable ecotourism Gambar 4 Monitoring dan Evaluasi Dalam Ekowisata (modifikasi dari Hidayati et al. 2002).

30 13 Usaha pengembangan ekowisata di Indonesia masih dalam taraf wacana. Hal ini diindikasikan dengan belum terbitnya secara tersendiri peraturan perundangan untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata masih mengacu pada peraturan perundangan yang berkaitan dengan wisata alam dan konservasi, seperti dalam hal dan pembangunan sarana-prasarana yang mengikuti ketentuan untuk wisata alam, yaitu: (Hidayati et al. 2003). 1. Sarana-prasarana dibangun di zona pemanfaatan dan tidak boleh melebihi 10% dari luas keseluruhan zona yang ada, 2. Tidak merubah bentang alam, 3. Menggunakan arsitektur setempat, 4. Tinggi bangunan tidak melebihi tinggi tajuk. Pengembangan ekowisata berpengaruh positif pada perluasan peluang usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja lahir karena adanya permintaan wisatawan. Dengan demikian kedatangan wisatawan kesuatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk menjadi pengusaha hotel, wisma homestay, restoran, warung, angkutan, dagang asongan, sarana olah raga, jasa dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada masyarakat hutan untuk bekerja sehingga dapat menambahkan pendapatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya. Sedangkan dalam penerapannya, pengembangan ekowisata sebaiknya juga mencerminkan dua prinsip lainnya yakni prinsip edukasi dan prinsip wisata. Prinsip edukasi bahwa pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap dan prilaku seseorang menjadi milik kepedulian, tanggung jawab dan komitmen pelestarian terhadap pelestarian lingkungan dan budaya. Sedangkan prinsip wisata bahwa pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan dan pengalaman orisinil kepada pengunjung serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan. Lanjut, Fandeli dan Muklison (2000) menyatakan bahwa pengembangan ekowisata didalam suatu kawasan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem kawasan, asalkan sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata. Ekowisatawan menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem,

31 karenanya prinsi-prinsip ekowisata harus dipenuhi dalam pengembangan ekowisata Ekowisata Sebagai Konsep Batasan ekowisata secara nasional dirumuskan oleh kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia dalam rencana strategis ekowisata Nasional adalah suatu "konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya" (Sekartjakrarini dan Legoh 2004). Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan didasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu: Pertama, ketergantungan pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kedua, melibatkan masyarakat. Ketiga, meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilainilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kelima, sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan (Wall 1995). Dengan kata lain, ekowisata menawarkan konsep low invest-high value bagi sumberdaya dan lingkungan sekaligus menjadikannya sarana cukup ampuh bagi partisipasi masyarakat karena seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan milik masyarakat lokal. Proses penggambaran pengembangan kawasan wisata dari waktu kewaktu, dimana perkembangannya tidak lepas dari dukungan masyarakat setempat. Pada tahap awal pengembangan wisata, terhadap potensi ODTWA akan mendorong tumbuhnya aksesibilitas ke kawasan. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya sistem transportasi yang menghubungkan antar modal kawasan wisata dan modal penyalur wisata. Dalam waktu yang sama pertumbuhan jumlah wisatawan terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur wisata yang berada dalam kawasan. Stakeholder yang berpengaruh pada tahapan ekplorasi adalah pelaku

32 15 bisnis wisata dan wisatawan yang terus menerus berusaha untuk menemukan daerah tujuan wisatawan yang baru (Inskeep 1991). Peranan pemerintah kemudian mulai terbentuk setelah proses pembangunan pada kawasan tersebut mulai digalakkan, pembentukkan kelembagaan wisata menjadi bagian yang tidak terelakan dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan pemanfaatan ruang kawasan wisata. Untuk dapat melihat gambaran yang lebih utuh mengenai perkembangan sebuah kawasan wisata dapat dilihat pada Gambar 5. visitasi kawasan baru kontrol lokal pengembangan intitusi konsolidasi rejuvenation stagnasi penurunan pembangunan eksplorasi keikutsertaan waktu Sumber: (Cooper et al. 1993). Gambar 5 Diagram Hipotetikal (tourism area life cycle-talc). Untuk dapat melihat dampak dari pengembangan ekowisata terlebih dahulu perlu diperlihatkan hal-hal yang telah teridentifikasi dari perencana pengembangan ekowisata karena hal ini akan menyangkut kelangsungan pertumbuhan kawasan wisata dan juga tentunya akan menyangkut kelangsungan para pelaku wisata yang berada dalam kawasan tersebut, diantaranya: 1. Volume atau jumlah wisatawan 2. Karateristik wisatawan dengan kebutuhannya 3. Tipe dari aktifitas wisata yang dapat ditawarkan pada sebuah kawasan wisata beserta dengan variasi wisata yang mungkin dilakukan 4. Struktur masyarakat yang berada pada kawasan wisata tersebut 5. Daya dukung lingkungan 6. Kemampuan masyarakat untuk dapat mengadaptasi dari berkembangnya kepariwisataan 7. Kebijakan yang mendukung pengembangan

33 16 8. Pengelolaan kawasan yang terpadu (Wall 1995). 2.5 Masyarakat Sekitar Hutan Telah kita ketahui bersama bahwa hutan ialah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat lokal sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu. Hutan memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan. Pada awal keberadaan manusia, hutan merupakan tempat bermukim, sekaligus sebagai sumber bahan makanan. Tetapi dengan adanya kemajuan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, fungsi tradisional dari hutan mengalami perubahan yang sangat berarti dengan penekanan pada fungsi ekonomi. Keberadaan hutan memang membawa makna tersendiri bagi masyarakat terutama masyarakat disekitar kawasan hutan. Hubungan ekologis antara hutan dan manusia erat sekali dan tidak dapat dipisahkan lagi meski dengan kekuatan apapun, karena hal ini menyangkut kesejahteraan masyarakat bagi sekitar kawasan hutan maupun yang jauh dari jangkauan pengaruh langsungnya (Komar, 1982 dalam Suryadin 1993). Masyarakat di sekitar hutan dan didalam hutan pada umumnya tergolong dalam masyarakat yang tertinggal dengan kondisi sosial ekonomi yang umumnya rendah. Sehingga seiring dengan pertambahan penduduk di daerah atau tempat mereka berada, maka akan dapat mengakibatkan bertambah pula kebutuhannya terhadap lahan, kayu maupun hasil hutan lainnya. Hal tersebut akan menjadi penyebab berkurangnya luasan hutan dan bertambahnya pengunaan lahan. Disamping itu, perluasan lahan dapat pula menyebabkan kerusakan hutan dan mengancam kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya. Oleh karena itu pembangunannya kehutanan perlu membangun peranan kehutanan yang lebih baik dengan penduduk di sekitar hutan atau dalam hutan melalui kemitraan yang mantap sehingga kesejahteraan penduduk dapat di tingkatkan. Dengan kata lain masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan hutan yang diistilahkan dengan perhutanan sosial atau kehutanan masyarakat (Sardjono 2004).

34 Strategi Strategi merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi memiliki perbedaan pandangan atau konsep selama 30 tahun terakhir. Seperti yang diungkapkan oleh Chandler (1962) dalam Rangkuti (2004) menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Learned et al. (1965) dalam Rangkuti (2006) mendefinisikan strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada. Argyris (1985), Mintzberg (1979), Steiner dan Miner (1997) diacu dalam Rangkuti (2006) menyatakan bahwa strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.

35 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan yaitu bulan Maret-Mei Penelitian yang dilakukan dibatasi hanya pada desa yang dipilih sebagai sampel adalah Desa Swanslutung (Kecamatan Muara Komam), Desa Tiwei (Kecamatan Long Ikis) dan Desa Rantau Layung serta Desa Kasungai (Kecamatan Batu Sopang). Pemilihan dari empat desa dari tiga kecamatan tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa keempat desa merupakan desa yang memiliki akses terdekat menuju kawasan HLGL. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian. 3.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan mengunakan metode non experimental yaitu deskriptif eksploratif, pengamatan lapangan (observasi) dan studi literatur pustaka

36 guna mengumpulkan data yang diperlukan. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder, secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis Data yang Diperlukan Dalam Penelitian No. Kegiatan Jenis Data Sumber Data 1 Observasi Lapang (Pengumpulan data Pokok) 2 Pengumpulan data pendukung 3.3 Tehnik Pengumpulan Data 1. Jenis atraksi ODTWA, budaya masyarakat yang mendukung kegiatan ekowisata yang ada di kawasan tersebut 2. Identifikasi faktor pendukung seperti akomodasi, fasilitas, aksesibilitas dan sarpras 3. Kondisi biologis untuk flora dan fauna 4. Demand wisata 5. Persepsi stakholder dan masyarakat tentang kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut 6. Identifikasi Rencana pengembangan ekowisata yang akan dilakukan 1. Keadaan umum kawasan HLGL, yang terdiri dari letak, luas wilayah, status kawasan, kondisi iklim, curah hujan, suhu, topografi, tanah, kondisi geologi, kelerengan, dan hidrologi 2. Profil desa yang ada di sekitar kawasan HLGL 3. Profil HLGL yang ada didalam HLGL (Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisarta dan Budaya) 4. Peraturan Perundang-undangan dan kegiatan yang mendukung ekowisata di HLGL 3 Analisis Data 1. Analisis Deskriptif 2. Analisis SWOT 1. Dinas Kehutanan 2. Dinas Pariwisata dan budaya 3. Masyarakat 4. TBI Instansi Terkait Hasil observasi Studi Literatur Pengambilan sampel responden masyarakat dilakukan dengan purposive sampling (sengaja), yaitu anggota masyarakat yang tinggal disekitar kawasan dan memiliki akses terdekat menuju kawasan, merupakan kepala keluarga dan memiliki usaha atau keinginan berusaha dibidang wisata khususnya ekowisata. Pengambilan secara purposive ini diartikan sebagai pengambilan responden sesuai dengan keadaan yang dikehendaki (Nazir 1983). Jumlah pengambilan responden masyarakat secara keseluruhan 120 (seratus dua puluh) orang yang terdiri dari Metode Pengambilan data Wawancara, pengamatan langsung dan studi literatur Studi literatur dan wawancara mendalam -

37 20 (tiga puluh) orang pada setiap desa, dari empat desa dengan tiga kecamatan yang menjadi sampel. Untuk wawancara mendalam dilakukan kepada pihak-pihak yang berkompoten dan memiliki pengetahuan yang cukup baik dalam menyusun strategi pengembangan ekowisata. Adapun yang dipilih sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah pengelola kawasan HLGL, TBI-Indonesia, dan sejumlah dinas serta institusi terkait di Kabupaten Paser yakni Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Bappeda, Bapedalda, dan Masyarakat sekitar kawasan. Purposive sampling dapat dilakukan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disarankan pada tujuan penelitian. Sedangkan untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi masyarakat sekitar HLGL Kabupaten Paser dilakukan wawancara terhadap beberapa perangkat desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum. 1.4 Tahap Pengumpulan Data Sebelum melakukan pengumpulan data di masyarakat, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi terhadap masyarakat berdasarkan ketokohan mereka dalam masyarakat (perangkat desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat umum). Informan kunci dalam penelitian ini adalah perangkat desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara secara mendalam bersama masyarakat dan instansi terkait. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, publikasi ilmiah, perundangundangan, dan bentuk publikasi lainnya yang terkait dengan penelitian. Pada tahap ini dapat diharapkan diperoleh data yang terkait dengan strategi pengembangan ekowisata pada kawasan HLGL. Sedangkan untuk tahap pengumpulan data yang dilakukan di lapangan meliputi studi pustaka/literatur, pengamatan langsung di lapangan (observasi lapangan), wawancara langsung dan wawancara mendalam. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan peneliti dengan mengajukan pertanyaan sambil bertatap muka antara responden dan peneliti dengan menggunakan alat, antara lain:

38 Studi Pustaka atau Literatur Studi pustaka adalah kegiatan mengumpulkan berbagai data penunjang meliputi laporan studi dan penelitian, publikasi ilmiah, peraturan perundangan, peta dan bentuk publikasi lainnya yang terkait dengan penelitian. Data yang dikumpulkan terutama mengenai kondisi umum kawasan HLGL saat ini Pengamatan Lapangan Pengamatan langsung di lapangan atau observasi merupakan metode pengumpulan data pokok yang sangat mendasar dalam melakukan inventarisasi potensi wisata dilokasi penelitian. Unsur-unsur yang diamati antara lain pengamatan terhadap flora dan fauna, gejala alam serta keunikannya dan akomodasi, aksesibilitas, infrastruktur serta fasilitas, kearifan lokal, kegiatan spiritual dan budaya serta adat istiadat dari masyarakat sekitar Wawancara Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan kuesioner, dengan sasaran masyarakat yang terdapat di kawasan HLGL. Wawancara merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan data pokok di lapangan, yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lanjut mengenai kawasan penelitian dan kesiapan pengelola dan berbagai pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan ekowisata di kawasan HLGL. Data sosial-ekonomi dan budaya masyarakat setempat dilakukan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, asal desa, karateristik, persepsi dan partisipasi. Selain itu, wawancara dan penyebaran kuesioner juga diberikan kepada stakeholders yang terkait dengan kegiatan penelitian ini. 1.5 Pengolahan Data Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa dengan cara menganalisis faktor internal (kekuatan, kelemahan), dan faktor eksternal (peluang, ancaman) yang ada dengan menggunakan analisis SWOT. Selain itu analisis tersebut juga digunakan untuk mengetahui peluang pengembangan ekowisata

39 yang dapat digali di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Propinsi Kalimantan Timur Analisis Data Metode analisis data adalah metode analisis deskriptif. Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah dengan cara tabulasi data dan kemudian dianalisis sesuai dengan jenis data dan tujuan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut: Analisis potensi ODTWA sebagai pengembangan ekowisata Analisis potensi pada kawasan HLGL Kabupaten Paser yang berhubungan dengan sumberdaya alam hayati (flora dan fauna), keindahan alam, adat istiadat, budaya, sarana dan prasarana penunjang. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui potensi sumberdaya di HLGL Kabupaten Paser Analisis terhadap masyarakat dan permintaan wisata di kawasan HLGL Analisis terhadap masyarakat ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan masyarakat atas rencana pengelolaan dan permintaan wisata di kawasan HLGL terhadap kegiatan pengembangan ekowisata dengan keadaan umum HLGL Kabupaten Paser. Analisis ini meliputi: karakteristik persepsi, partisipasi, motivasi dan saran serta harapan masyarakat setempat Analisis Strategi Pengembangan Untuk merumuskan arahan strategi pengembangan ekowisata digunakan pendekatan analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi.

40 23 Matriks SWOT yang akan digunakan untuk analisis ini, disajikan pada tabel 2. Tabel 2 Matriks SWOT Faktor Eksternal Faktor Internal Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) SO WO Ancaman (Threats) ST WT Dalam matriks analisis SWOT pada Tabel 2, akan dihasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif strategi untuk membuat rencana pengembangan ekowisata kawasan HLGL. Keempat set kemungkinan alternatif dari suatu strategi, adalah: 1. Strategi SO : strategi ini dibuat berdasarkan jalan pemikiran untuk memanfaatkan seluruh kekuatan guna merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi ST : strategi di dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul. 3. Strategi WO : strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi WT : strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Analisis ini merupakan suatu strategi pengembangan ekowisata yang sesuai dengan harapan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat lokal secara berkelanjutan. Formulasi strategi ini disusun berdasarkan analisis yang diperoleh dari penerapan model SWOT dengan tahap-tahap yang dilakukan untuk menyusun strategi sebagai berikut: a. Penentuan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) di dalam menyusun strategi pengembangan ekowisata b. Penentuan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) di dalam menyusun strategi pengembangan ekowisata c. Perumusan alternatif strategi pengembangan ekowisata

41 Tabel 3 Rangkuman Matriks Internal Kekuatan dan Kelemahan Pengembangan Ekowisata Faktor Internal Bobot Rating Skor Keterangan Kekuatan 2. Kelemahan Jumlah 24 Tabel 4 Rangkuman Matriks Eksternal Peluang dan Ancaman Pengembangan Ekowisata Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Keterangan Peluang 2. Ancaman Jumlah Untuk pengisian Tabel, baik tabel internal maupun tabel eksternal (Tabel 3 dan Tabel 4) dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Melakukan pengisian di dalam kolom 1 (berbagai peluang dan ancaman dan kekuatan dan kelemahan). 2. Melakukan pembobotan pada kolom 2, dengan skala mulai dari angka 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting). Semua bobot jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1, Melakukan rating pada kolom 3, dengan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor). 4. Pada kolom 4 akan diperoleh nilai tertimbang yang merupakan hasil perkalian bobot dengan rating. Faktor tersebut merupakan penetapan skor (scooring) untuk menjawab hasil bobot dikalikan dengan rating. 5. Memberikan komentar atau catatan pada kolom 5 mengenai alasan dipilihnya faktor tersebut. 6. Melakukan penjumlahan nilai tertimbang yang ada di kolom 4, sehingga akan diperoleh total nilai tertimbang. Nilai tertimbang ini akan menunjukkan seberapa besarnya nilai eksternal dan internal dan nantinya nilai tersebut akan digunakan dalam Matriks Grand Strategi (gambar 7). Matriks Grand

42 25 Strategi di gunakan untuk menentukan apakah pihak yang berkepentingan (pengelola) akan memanfaatkan posisi yang kuat atau mengatasi kendala yang ada. Berbagai Peluang Sel 3 Sel 1 Kelemahan Internal Kekuatan Internal Sel 4 Sel 2 Berbagai Ancaman Gambar 7 Model Matriks Grand Strategi. Keterangan : Sel 1 = Mendukung strategi yang agresif, konsep strategi pada sel ini adalah pengembangan ekowisata pada segmen tertentu secara intensif dan lebih luas. Sel 2 = Mendukung strategi diversifikasi seperti pengembangan berbagai paket wisata dengan pola partisipasi. Sel 3 = Mendukung strategi turn around dengan orientasi putar haluan. Salah satu strategi yang diajukan adalah dengan membuka kerjasama dengan seluruh stakeholder dan memberikan berbagai intensif. Sel 4 = Mendukung strategi defensif, dengan meningkatkan pelayanan pengunjung.

43 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) berada dalam Wilayah Kabupaten Paser Propinsi Kalimantan Timur. Seacara geografis, kawasan ini terletak diantara Bujur Timur dan dan Lintang Selatan, dengan memiliki luas kawasan sebesar ha. Secara administratif pemerintahan, kawasan ini berada di Wilayah HLGL mencakup kedalam empat Kecamatan, yaitu: Kecamatan Muara Komam, Kecamatan Long Ikis, Kecamatan Batu Sopang, dan Kecamatan Long Kali, dibawah pengawasan Dinas Kehutanan Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Simorangkir 2006). Batas-batas wilayah kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) menurut BPPS Kabupaten Paser 2007; Dinas Kehutanan Kalimantan Timur Sebelah Utara : Desa Kepala Telake Kecamatan Long Kali Sebelah Timur : Desa Muara Lambakan Kecamatan Long Kali, Desa Belimbing dan Desa Tiwei, masuk Kecamatan Long Ikis, Desa Rantau Layung, Desa Rantau Buta, dan Desa Pinang Jatus, masuk Kecamatan Batu Sopang Sebelah Selatan : Desa Kasungai, Desa Busui, Desa Rantau Layung yang mencakup masuk pada Kecamatan Batu Sapong Sebelah Barat : Desa Batu Butok, Desa Uko, Desa Muara Kuaro, Desa Prayon, Desa Longsayo, dan Desa Swanslutung yang meliputi wilayah Kecamatan Muara Komam. Terdapat beberapa desa yang berbatasan langsung dengan kawasan HLGL, seperti Desa Swanslutung, Desa Tiwei, Desa Rantau Layung, dan Desa Kasungai. Desa Swanslutung terdapat satu dusun pemukiman penduduk di dalamnya, yaitu Dusun Muluy memiliki wilayah yang berada di dalam kawasan HLGL.

44 27 Gambar 8 Papan Pintu Masuk Kawasan HLGL. 4.2 Sejarah Hutan Lindung Gunung Lumut Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) merupakan satu dari empat hutan lindung yang berada di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan ini terletak diarah timur laut Tanah Grogot ibukota Kabupaten Paser yang berjarak kurang lebih ± 84 km dari Penajam Paser Utara. Suatu kawasan hutan yang telah didiami oleh masyarakat Paser dan masyarakat Dayak Paser secara turun temurun dan mencapai 13 generasi. Dinamakan Gunung Lumut karena tumbuhan lumut tersebar secara melimpah pada batang pepohonan maupun permukaan batu-batuan yang ada di kawasan gunung tersebut. Secara tradisional wilayah Hutan Lindung Gunung Lumut dan sekitarnya telah terbagi kedalam hak kelola tradisional (hak ulayat) oleh 13 wilayah adat desa-desa disekitarnya dengan 1 dusun berada dalam kawasan di tiga kecamatan. Batas antar hak ulayat di kawasan tersebut menggunakan sarana-sarana alam yakni daerah aliran sungai atau perbukitan, seperti sungai pias, sungai tiwei, sungai Muluy, dan kasunge (Saragih 2004, diacu dalam Irma Nur Hayati 2006). Dalam tahun 1970 hutan gunung lumut merupakan suatu areal konsesi HPH oleh PT Telaga Mas. Pada tanggal 15 Januari 1983 kawasan Hutan ini ditetapkan sebagai hutan lindung, berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 24/Kpts/Um/1983. Tiga tahun setelah dikeluarkannya SK Menteri tersebut

45 28 26 Januari-16 Maret 1986 dilakukannya penataan batas-batas wilayah kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut, dan dikukuhkan oleh menteri Kehutanan RI tanggal 5 Januari 1987 dengan luas kawasan Ha, berdasarkan UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan (Departemen Kehutanan Kalimantan Timur 1986 dan Hingga saat ini kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut berada dibawah pengawasan Dinas Kehutanan Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Surbakti 2006). Penataan batas pada kawasan HLGL telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh tim orientasi tata batas dari Baplan Balikpapan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Paser yaitu pada tahun 1986, 1990 dan 2003, dengan panjang batas yang ditata batas berturut-turut adalah meter, meter dan meter. Kawasan HLGL dewasa ini dipandang sebagai salah satu kawasan yang mempunyai potensi wisata. Kondisi hutannya dipandang masih asli, dengan ditemukannya pula berbagai macam flora dan fauna serta berbagai obyek wisata lainnya seperti air terjun, sungai, dan pemandangan alam puncak Gunung Lumut di kawasan ini ditemukan pula pemukiman tradisional suku muluy. Dengan potensi wisata ini maka pihak dinas pariwisata Kabupaten Paser merencanakan untuk mengelolahnya sebagai daerah tujuan wisata minat khusus ekowisata, terutama untuk wisata penelitian (Dinas Pariwisata Kabupaten Paser 2008). 4.3 Bentuk Lahan dan Topografi Secara fisiografik, kawasan HLGL terdiri dari bentuk lahan daratan berbukit dan perbukitan, yang terbagi kedalam enam subsistem lahan, yaitu: 1. Dataran sedimen yang berbukit dengan punggung bukit curam, pada bagian barat, mempunyai pola drainase trellis; 2. Dataran sedimen yang berbukit, terdapat pada bagian barat daya, mempunyai pola drainase dendritik; 3. Perbukitan dengan punggung linear yang mempunyai lereng terjal di suatu sisi, terdapat di bagian barat, mempunyai pola drainase trellis; 4. Perbukitan batuan beku bukan endapan yang tidak simetris atau teratur, terdapat di bagian timur, mempunyai pola drainase dendritik;

46 29 5. Punggung bukit dan gunung karst yang curam, terdapat melintang dari arah timur laut kebarat daya, mempunyai pola drainase karstik; dan 6. Kelompok punggung gunung batuan bukan endapan, terdapat dibagian utara, mempunyai pola drainase rectangular. Keadaan topografi kawasan tersebut bergelombang sedang sampai berat. Sungai-sungai yang terdapat didaerah ini adalah sungai anjur, sungai kendilo, sungai kasunge, sungai muluy, dan sungai prayan. Secara umum kawasan HLGL memiliki kondisi topografi lereng datar berombak (0-8%) dan bergelombang (8-15%), yaitu dengan luas masing-masing ha (45.18%) dan (19.69%) yaitu dengan luas ha. Ciri fisiknya berupa wilayah berbukit-bukit sampai berlereng terjal dengan udara yang sangat sejuk. Wilayah HLGL memiliki ketinggian tempat lebih dari 400 meter dari permukaan laut dengan memiliki ketinggian puncak Gunung Lumut m dpl dengan kemiringan 45 0 puncak gunung lumut selalu diselimuti kabut dan suhu udara sangat dingin yang menyebabkan kondisi kawasan HLGL selalu basah. Di puncak gunung lumut terdapat hamparan batu-batuan yang membentuk relief yang menarik. 4.4 Geologi dan Tanah Berdasarkan peta geologi Kalimantan Timur (1981), keadaan geologi kawasan HLGL minimal tersusun dari tiga formasi buatan yakni Pemaluan Bed, Palaogene dan Pulau Balang Bed (batuan paleogen, pra tersier, tak dibedakan dan batuan basah). Berdasarkan Peta Repprot atau jenis tanah (1983) terdapat 2 jenis tanah utama, yaitu Ultisol dan Inceptisol. Jenis Ultisol berasal dari lithologi batuan sedimen yang mengandung mineral felsic dan mineral campuran. Tekstur tanah bervariasi dari kasar, cukup halus sampai halus dengan drainase menunjukkan kelas baik. Jenis tanah Ultisol terdiri dari dua kelompok besar tanah yaitu Tropudults dan Kandiudults (Pribadi et al. 2005). Kondisi geologi tanah kawasan HLGL tersusun dari bahan batuan sedimen miosen atas, miosen bawah dan aluvium undak terunbukural. Jenis tanah terdiri dari tanah Komplek podsolik merah kuning, latosol dan litosol yang berasal dari bahan induk batuan beku, endapan dan metamorf dengan fisiografi pengunungan patahan.

47 Iklim Berdasarkan data iklim tahun , kawasan HLGL memiliki tipe iklim A atau sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika (nilai Q : 0,00) (klasifikasi Schmidh dan Ferguson, 1951). Kawasan ini memiliki rata-rata curah hujan pada tahun sebesar 165,83 mm/bulan dengan 8,92 hari hujan dan pada tahun rata-rata curah hujan sebesar 216,38 mm/bulan dengan 10,36 hari hujan dengan nilai: 0,33 (agak basah) dan 1,00 (agak kering). Temperatur udara berkisar antara 24 0 C-27 0 C dan kelembaban 80%-90%. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April bersamaan dengan bertiupnya angin barat laut, sedang musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September saat angin bertiup dari arah timur. 4.6 Vegetasi Keanekaragaman ekosistem di kawasan HLGL sangat tinggi dan keadaan vegetasi hutannya masih baik dan relatif utuh. Kondisi umum vegetasi dikawasan HLGL tergolong hutan hujan tropis yang didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dari suku Dipterocarpaceae, antara lain meranti merah (Shorea spp) keruing (Dipteracarpus spp), bangkirai (Shorea laevis), meranti putih (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp), ulin (Eusideroxylon zwagerii), sungkai (Peronema canescens). 4.7 Hidrologi Kondisi ekologi dan hidrologi kawasan HLGL pada umumnya masih bagus dan fungsinya masih sangat signifikan sebagai hulu dari Sungai Kendilo di Tanah Grogot dan Sungai Telake di Kecamatan Long Kali, yang terdapat di Kabupaten Paser. Kedua DAS tersebut berperan sebagai sumber persediaan air bagi 70 pemukiman di sekitarnya termasuk Tanah Grogot (Ibukota Kabupaten Paser), Muara Komam, Long Ikis, Batu Sopang, dan Long Kali (Simorangkir 2006). Kawasan HLGL merupakan bagian hulu dari sungai-sungai yang mengalir ke daerah permukiman dan pertanian di daerah hilir, sehingga berperan sangat penting sebagai daerah tangkapan air dan melindungi sistem tata air di kawasan tersebut. Beberapa sungai dan anak sungai yang terkait dengan kawasan HLGL

48 31 adalah Sungai Kendilo dengan anak Sungai Busui (panjang 20 km), Sungai Telewong (panjang 3,5 km) Sungai Kesungai (panjang 54,5 km). Selanjutnya di jumpai pula anak-anak sungai yang relatif banyak dari Sub DAS Kesungai dengan panjang bervariatif mulai dari 0,5 km-2,0 km diantaranya Sungai Semau, Sungai Sembinai, Sungai Prayan, Sungai Prayamlin, Sungai Kelato, Sungai Buntut, Sungai Lempesu, Sungai Maridun, Sungai Belimbing, Sungai Merurong, Sungai Apo, Sungai Sunna, Sungai Beleko, Sungai Punan dan sebagainya. 4.8 Keanekaragaman Flora dan Fauna Pada kawasan HLGL terdiri dari hutan primer dan hutan sekunder dengan berbagai keanekaragaman jenis flora mulai dari tingkat pertumbuhan semai sampai dengan pohon. Jenis Sungkai (Peronema canescens), mali-mali (Leea indica) dan Buta ketiap (Milletia sp) merupakan jenis-jenis tumbuhan dominan pada komunitas hutan primer selain dijumpai pula asosiasi beberapa jenis yang tergolong suku Dipterocarpaceae, seperti Shorea laevis (Bangkirai) dan jenis-jenis Keruing (Dipterocarpus spp). Pada komunitas hutan sekunder jenis Mahang (Macaranga sp.) merupakan jenis dominan. Hasil hutan non kayu yang ada antara lain adalah rotan, madu, damar, gaharu, akar tunjuk, tumbuhan obat lainnya juga termasuk sarang burung walet (Aipassa 2004). Berdasarkan hasil kegiatan biodiversity Assessmen oleh TBI-Indonesia (Simorangkir 2006) terdapat 23 jenis tumbuhan endemik, diantaranya Mangifera panjang, Monocarpia kalimantanensis, Layung (Durio dulcis), Paken/Lei (Durio kutejensis), Ngoi (Dryobalanops lanceolata), (Hopea rudiformis), Nansang puyan (Macaranga pearsonii), dan Kputu (Artocarpus lanceifolius). Tumbuhan yang dilindungi oleh masyarakat sekitar HLGL diantaranya Durian (Durio zibethinus), Ulin (Euzideroxylon zwageri), Kayu bawang (Scorodocarpus borneensis) dan Mayas (Duabanga moluccana). Keanekaragaman satwaliar yang cukup tinggi. Diantaranya terdapat berbagai jenis satwa liar yang hidup khususnya pada komunitas hutan primer yang menjadi berbagai habitat satwa liar yang tergolong pada kelompok mamalia adalah babi jenggot (Sus barbatus), kijang kuning (Muntiacus atherodes), beruang madu (Helarctos malayanus), pelanduk napu (Tragulus napu), Rusa sambar (Cervus unicolor), Tenggalung malaya (Viverra

49 32 tangalunga), landak raya (Hystrix brachyura), sero ambrang (Aonys cinerea), tupai tanah (Tupaia tana), bajing kecil telinga hitam (Nannosciurus melanotis), dan bajing tanah ekor-tegak (Rheithrosciurus macrotis) dan atau juga (babi, kijang, musang, kukang, macan dahan, dan masih banyak lagi), Untuk jenis mamalia primata diantaranya berbagai jenis satwa liar kelompok mamalia yang ada, selain monyet hitam, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), lutung dahi-putih (Presbytis frontata), lutung merah (Presbytis rubicunda), kukang (Nycticebus coucang), bekantan (Nasalis larvatus), dan dijumpai pula jenis primata yakni Owa/kelawot (Hylobates meulleri). Owa/kelawot ditemukan pada beberapa habitat tertentu, khususnya komunitas hutan primer. Jenis ini merupakan jenis yang peka terhadap ganggoan berupa perubahan struktur dan komposisi hutan dan sekaligus merupakan indikator masih utuhnya kawasan hutan di daerah tersebut. Dari semua jenis mamalia yang telah teridentifikasi, terdapat dua jenis yang termasuk kategori lower risk (beresiko rendah) yaitu babi jenggot (Sus barbatus) dan owa kelawot (Hylobates muelleri). Untuk kelompok burung aves, yaitu (Enggang, murai batu, kucica, ayam hutan, dan lain-lain), dan reptilia (biawak, ular sawa, dan lain-lain), dalam kawasan HLGL keanekaragamannya jenisnya tergolong tinggi diantaranya jenis yang endemik di Pulau Kalimantan adalah bondol Kalimantan (Lonchura fuscans), tiong batu kalimantan (Pityriasis gymnocephala), sikatan kalimantan (Cyornis superbus), dan pentis kalimantan (Prionochilos xanthopyangius). Jenisjenis enggang seperti julang emas (Aceros comatus), Enggang Jambul (Aceros Comatus), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), julang jambul hitam (Aceros corrugatus) dan rangkong gading (Buceros vigil), kacembang gading (Irena puella), luntur diard (Harpactes diardii), kucica hutan (Copsychus malabaricus), tukik tikus (Sasia abnormis), sempur hujan sungai (Cymbirhynchus macrorhynchos), paok delima (Pitta granatina), kuau raja (Argusianus argus), elang ular (Spilornis cheela palidus), seriwang asia (Tersiphone paradisi), dan lain sebagainya. Sedangkan dari kelompok reptilia dan amphibi jenis yang terdapat di kawasan HLGL diantaranya Ular cicin emas (Boiga dendrophilia) dan katak tanduk (Megophrys nasuta) dan lain sebagainya.

50 Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Ditinjau dari struktur masyarakat wilayah kawasan HLGL sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung, wilayah tersebut telah didiami oleh masyarakat Dayak Paser secara turun temurun bahkan telah mencapai 13 generasi. Sehingga secara tradisional sesungguhnya wilayah Hutan Lindung Gunung Lumut dan sekitarnya telah terbagi kedalam hak kelola tradisional (adat) oleh 13 wilayah adat desa-desa sekitarnya dan satu dusun berada dalam kawasan di tiga kecamatan. Dimana batas-batas desa tersebut dikenal dengan batas-batas alam yaitu daerah aliran sungai, ataupun punggung bukit atau gunung. Seperti sungai Pias, Sungai Tiwei, Sungai Muluy, Sungai Kasunge (Saragih 2004). Pada umumnya kepadatan populasi penduduk desa-desa tersebut sangatlah rendah, terkecuali desa-desa yang berada pada bagian selatan hutan lindung yang bersinggungan langsung dengan jalan raya Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. (Wahyuni, at al. 2004) Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk yang bermukim di sekitar (daerah penyangga) kawasan dan di dalam kawasan HLGL pada umumnya adalah suku Paser. Berdasarkan data statistik Kabupaten Paser tahun 2006 jumlah penduduk yang mendiami daerahdaerah kecamatan di sekitar kawasan HLGL, seperti tertera dalam Tabel 5.

51 Tabel 5 Jumlah Penduduk yang Mendiami Desa-Desa di Sekitar Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut Kecamatan/desa luas wilayah Penduduk Jumlah L P Kecamatan Long Kali 1. Muara Lambakan Kepala Talake Pinang Jatus Kecamatan Long Ikis 1. Belimbing Tiwei Kecamatan Batu Sopang 1. Rantau Layung Rantau Buta Kasungai Busui ,028 Kecamatan Muara Komam 1. Batu Butok , Uko Muara Kuaro Prayon Long Sayo Swanslutung Sumber : Statistik Kabupaten Paser tahun Desa-desa yang wilayahnya bersinggungan langsung dengan kawasan HLGL adalah Swanslutung, Tiwei, Rantau Layung, Kasungai. Kepadatan populasi penduduk desa-desa tersebut relatif rendah. Hal ini terlihat dari luas wilayah desa serta jumlah penduduknya, seperti tertera pada Tabel 6. Tabel 6 Kepadatan Penduduk Desa-Desa di Sekitar Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut 34 No. Nama Desa Luas Wilayah (km 2 ) 1. Swanslutung Tiwei Rantau Layung Kasungai Sumber : Statistik Kabupaten Paser tahun Jumlah Penduduk Ruang gerak person (person/km 2 ) Mata Pencaharian dan Ekonomi Masyarakat setempat Masyarakat yang bermukim dan menetap di sekitar kawasan HLGL umumnya memiliki sumber hidup dari bertani secara tradisional. Pola bertani yang dianut adalah pertanian lahan kering yang bersifat musiman dan bergantung pada musim hujan. Lahan pertanian diperoleh dengan cara merambah hutan dan

52 35 digunakan secara turun temurun (bersifat tetap). Setiap rumah tangga memiliki lahan pertanian dengan luas antara 1-2 hektar. Selain mempunyai sumber hidup dari bertani lahan kering, mereka juga memiliki ketergantungan terhadap ketersediaan berbagai hasil hutan disekitarnya. Misalnya, dengan menjual buah-buahan durian hutan, madu, rotan, menjual daging hasil berburuh hewan hutan (daging kijang) dan mendulang emas pada sungai-sungai yang ada di sekitarnya. Sebagian kecil masyarakat menggeluti pekerjaan lain seperti pegawai negri sipil, karyawan perusahaan, pedagang, buruh, tukang ojek sepeda motor, pengelolah rumah makan dan pengrajin souvenir. Secara umum, rata-rata pendapatan per kapita masyarakat setempat 750 ribu rupiah/bulan. Bagi masyarakat sekitar kawasan, HLGL berperan secara ekologis sebagai sumber protein hewani masyarakat serta mendukung kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan dan transportasi sungai bagi masyarakat. Kebutuhan protein hewani bersumber dari binatang buruan atau ikan sungai, demikian juga sebagai sumber air minum bagi rumah tangga, dan sebagai daerah tangkapan air bagi sungai-sungai kecil dan besar di sekitar kawasan seperti Kendilo dan Telake. Masyarakat asli yang bertempat tinggal di sekitar kawasan HLGL memenuhi hampir semua kebutuhannya dari wilayah hutan, baik itu dari wilayah hutan lindung (HL) maupun dari hutan di sekitar HA (Hutan adat). Obat-obatan dan upacara adat, masyarakat yang berdiam di sekitar kawasan HLGL memiliki ketergantungan terhadap ketersediaan berbagai macam jenis pangan yang berasal dari hutan, secara langsung maupun tidak langsung, kebutuhan protein hewani dipenuhi dengan cara berburu di dalam hutan dan bahkan kegiatan tersebut merupakan kegiatan utama sebagai cara mendapatkan uang bagi beberapa rumah tangga yang berdiam di kawasan tersebut Kondisi Pendidikan Masyarakat Secara garis besar penduduk di sekitar kawasan HLGL berpendidikan rendah dan bahkan masih banyak yang buta huruf. Data profil pendidikan masyarakat yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah terhadap masyarakat dari kecamatan-kecamatan yang mendiami wilayah-wilayah di sekitar kawasan HLGL. Data-data tersebut diolah dan terangkum dalam Tabel 7.

53 Tabel 7 Jumlah anak usia sekolah di kecamatan-kecamatan yang ada di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut tahun 2006 Kecamatan jumlah anak SD Jumlah anak usia SLTP (13-15 thn) Jumlah anak usia SLTA (15-19 thn) tidak tidak (7-12 thn) sekolah sekolah total sekolah sekolah Total Kecamatan Muara Komam Kecamatan Long Ikis Kecamatan Batu Sopang Kecamatan Long Kali Total % 81,98 18,01 16,49 83,51 Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka, 2007, (data diolah) 36 Berdasarkan Tabel 7, tampak bahwa untuk anak usia SLTP dari total 4053 anak terdapat 18,01% anak tidak sekolah. Sedangkan untuk anak usia SLTA, dari total 7768 anak terdapat 83,51% anak tidak sekolah. Dari data ini, tampak bahwa partisipasi sekolah untuk anak usia SLTA sangat rendah. Khusus untuk Kecamatan Muara Komam, dari 1045 anak usia SLTA tidak ada satu orang pun yang sedang mengikuti pendidikan di tingkat SLTA. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, anak-anak usia SLTP lebih dominan menyelesaikan pendidikannya sampai di tingkat SLTP, bahkan tidak menamatkan jenjang pendidikan tersebut. Mereka lebih memilih meninggalkan bangku pendidikan dan menggeluti dunia kerja sebagai buruh dan petani. Hal ini terjadi karena, pertama sarana pendidikan (sekolah) yang masih kurang (Tabel 8). Kedua, jarak tempuh dari tempat tinggal ke lokasi sekolah relatif jauh, bahkan ada yang harus menyeberangi sungai. Sedangkan untuk jarak tempuh dengan menggunakan sarana angkutan darat, hal ini terbentur dengan tidak tersedianya sarana transportasi yang memadai. Ketiga, anak-anak cenderung dilibatkan secara aktif untuk mencari nafkah keluarga (bertani). Tabel 8 Jumlah sekolah pada tiga kecamatan di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut No Kecamatan Jumlah SD Jumlah SLTP Jumlah SLTA Kecamatan Muara Komam Kecamatan Long Ikis Kecamatan Batu Sopang Kecamatan Long Kali Sumber : Statistik Kabupaten Paser tahun 2006.

54 37 Fokus perhatian kajian untuk kondisi pendidikan masyarakat sekitar kawasan HLGL lebih diarahkan terhadap anak-anak usia SLTP dan SLTA. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa anak-anak pada rentang usia tersebut merupakan kelompok masyarakat potensial untuk berpartisipasi dalam dinamika dan kebijakan pembangunan daerah Suku, Agama dan Potensi Seni Budaya Masyarakat Masyarakat Kabupaten Paser pada umumnya yang mendiami daerahdaerah di sekitar kawasan HLGL khususnya, dikenal memiliki berbagai aneka potensi seni budaya etnik. Potensi seni budaya itu berupa tari-tarian daerah, nyanyian, alat musik khas daerah, serta berbagai upacara ritual adat khas. Tarian daerah terdiri dari Tari Ronggeng Paser, Tari Rembara, Tari Jepen Muslim, Tari Jepen Daya Taka atau Gintur (Gantar), Tari Singkir, Tari Nuyo, dan Tari Belian. Alat musik khas berupa alat musik Tari Belian, petikan gambus Muara Adang. Sedangkan lagu-lagu daerah berupa lagu-lagu yang dilanturkan untuk mengiringi tari-tarian. Selain memiliki potensi seni tarian dan musik etnik, masyarakat setempat juga memiliki berbagai upacara adat. Jenis upacara itu adalah Kedari yang dilaksanakan ketika ada orang yang dituakan di kampung tersebut meninggal dunia, serta upacara Belian (untuk menyambut tahun pertanian serta syukuran seusai panen). Suku-suku etnik yang ada adalah Suku Paser dan Suku Dayak Paser. Sebagian besar penduduk yang tinggal di sekitar kawasan HLGL berasal dari suku Paser. Suku ini merupakan bagian dari suku Dayak, hal ini terlihat pada kemiripan bahasa maupun adat istiadat, namun suku Paser sendiri enggan disebut sebagai suku Dayak karena pada umumnya mereka memeluk Agama Islam. Kehidupan sehari-hari Suku Paser berbeda dengan kebiasaan Suku Dayak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, Suku Paser tidak memakan daging babi karena tidak diperbolehkan dalam ajaran agama yang mereka percayai. Masyarakat Paser juga memiliki kepercayaan terhadap nenek moyang dan roh penjaga alam. Misalnya, dalam kegiatan berladang, pembuatan turbin, pengobatan dan hajat selalu diadakan upacara adat untuk menghormati penjaga alam. Dalam upacara adat ini terlihat pengaruh agama Islam yaitu dengan adanya pembacaan doa dan

55 38 shalawat. Sebagai salah satu upacara yang sering dilakukan oleh masyarakat Paser adalah upacara Belian. Upacara tradisional ini dilakukan secara turunmenurun oleh masyarakat dan biasa digunakan oleh masyarakat Paser untuk pengobatan atau untuk membayar hajat. Mayoritas masyarakat Paser berasal dari Suku Paser dan menganut agama Islam. Kehidupan masyarakat setempat sangat dipedomani oleh hukum adat, yang mengatur mengenai prilaku hidup keseharian (misalnya perkawinan, kematian) dan berbagai upacara ritual lainnya. Khusus di Desa Rantau Layung, berlaku hukum adat yang mencantumkan larangan bagi masyarakat untuk menebang dan mengambil pohon buah seperti durian, lahung, rambutan, serta mengambil madu dari pohon Bangris (Compassia sp.) yang dikenal sebagai habitat Lebah madu (Sabara 2006). Potensi seni lainnya yang memiliki daya tarik wisata adalah ukir-ukiran dan berbagai kerajinan tangan lainnya. Jenis-jenis ukiran dan kerajinan tangan masyarakat setempat seperti mandau, lanjung, dulang mas, cicin, gelang-gelang, keranjang dan berbagai wadah menyimpan barang berbahan baku rotan.

56 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Penawaran Wisata Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) mempunyai potensi sumber daya alam yang tinggi dan budayanya untuk pengembangan ekowisata. Potensi penawaran ekowisata HLGL yaitu obyek wisata yang memiliki daya tarik dan keunikannya, seperti potensi biofisik dan potensi budaya. Keindahan panorama alam, keanekaragaman flora, fauna dan ekosistem yang beragam serta tantangan medan yang kerap manjadi daya tarik tersendiri, juga keragaman budaya masyarakat sekitar kawasan adalah aset potensial bagi kawasan HLGL untuk pengembangan ekowisata. Penawaran ekowisata merupakan suatu bentuk ekologi dan estetika alami dengan berbagai bentuk ekosistem yang dimiliki oleh suatu kawasan HLGL. Potensi ini menjadi obyek wisata yang ditawarkan kepada masyarakat umum (Tropenbos International Indonesia 2006). Pengamatan lapangan menunjukan bahwa bentuk estetika lanskap tersebut terdapat di kawasan HLGL. Ekosistem hutan hujan tropis dengan keanekaragaman dan keunikan hayatinya menjadi faktor lanskap utama. Pohonpohon yang berdiri tegak dengan dedaunan yang rindang disertai dengan tumbuhan lumut di seluruh tubuh pepohonan maupun di permukaan batu-batuan, pesona angrek hitam hutan, keanekaragaman flora dan fauna, sungai dan air terjun yang ada di sekitarnya, komunitas suku etnik Paser dengan berbagai legenda budaya yang menyertainya merupakan daya tarik tersendiri untuk dikemas dan ditawarkan pada masyarakat umum. Secara letak geografis kawasan HLGL di apit oleh wilayah pemukiman penduduk dari berbagai kecamatan dan desa, baik dari sebelah utara, sebelah timur, sebelah selatan, dan sebelah barat. Letak yang demikian memungkinkan kawasan HLGL menjadi tempat jalur lalulintas hubungan antar masyarakat dari berbagai daerah tersebut. Kawasan HLGL dapat ditempuh dengan melalui empat pintu masuk yaitu Swanslutung, Tiwei, Rantau Layung dan Kasungai. Untuk masuk pintu Desa Swanslutung memiliki akses menuju puncak Gunung Lumut,

57 40 sedangkan pintu masuk tiga desa lainnya yaitu merupakan lokasi wisata alam, berupa air terjun, sungai, goa dan budaya masyarakat sekitar kawasan HLGL Pintu Masuk Swanslutung Pintu masuk Swanslutung melalui Dusun Muluy yang masuk dalam Desa Swanslutung, Kecamatan Muara Komam yang dapat ditempuh melalui jalan darat dan laut dari Balikpapan, Tanah Grogot, dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan); dengan jenis kendaraan yang dapat digunakan yaitu kendaraan pribadi roda dua (motor) dan roda empat (mobil). Aksesibilitas menuju pintu masuk Swanslutung cukup mudah dengan kombinasi jalan pengerasan, tanah berbatu. Pintu masuk Swanslutung yang memiliki akses terdekat dengan Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan. Swanslutung dapat ditempuh dengan kendaraan umum dari Balikpapan menuju pelabuhan Kariangau, pintu masuk ini melalui jalur Balikpapan- Kariangau-Penajam Paser Utara-Simpang Lombok dengan jarak tempuh ± 122 km atau ± 6 jam perjalanan. Setelah Simpang Lombok, untuk menuju ke Desa Swanslutung Dusun Muluy berjarak ± 58 km dari Simpang Lombok dengan waktu tempuh ± 1 jam perjalanan yang memiliki akses untuk menuju puncak Gunung Lumut dengan menggunakan kendaraan pribadi, ojek dan atau ikut numpang mobil RKR (PT. Rizky Kacida Reana) yang terkadang lewat, apabila menggunakan kendaraan pribadi melalui jalur yang sama Desa Swanslutung Dusun Muluy dengan jarak tempuh ± 180 km, maka memerlukan waktu ± 6 jam perjalanan. Swanslutung juga dapat dilalui untuk menuju Tanah Grogot maupun Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Tanah Grogot-Kuaro-Simpang Lombok-Swanslutung dusun Muluy jalur yang ditempuh adalah (± 123 km, ± 5 jam) sedangkan Banjarmasin-Muara Komam-Batu Sopang-Kuaro-Simpang Lombok-Swanslutung dusun Muluy jalur yang ditempuh adalah (± 325 km, ± 8 jam). Fasilitas yang tersedia di lokasi ini belum ada, terkecuali jalan perusahaan PT. RKR yang menghubungkan Simpang Lombok dengan Desa Swanslutung Dusun Muluy dan satu buah rumah penduduk yang biasa disewakan apabila ada tamu yang berkunjung serta papan interpretasi masih sangat minimal untuk menuju kawasan yaitu hanya papan petunjuk masuk ke kawasan Desa Swanslutung Dusun Muluy dan batas antara HLGL dengan

58 41 kawasan yang ada di sekitarnya. Perjalanan dari Simpang Lombok menuju Desa Swanslutung Dusun Muluy akan disuguhi pemandangan hamparan perkebunan kelapa sawit seluas ± ha milik PTPN XIII yang telah ada sejak 1980-an, pertambangan batu bara PT. Kideco, serta gugusan pegunungan di sepanjang jalan menuju kawasan HLGL. Kawasan HLGL memiliki kondisi jalan pengerasan, tanah berbatu menuju lokasi mempunyai tantangan tersendiri bagi pengunjung yang menyenangi tantangan. Untuk menuju puncak gunung lumut dari Dusun Muluy sepanjang jalur tersebut, pengunjung akan menjumpai beberapa objek wisata alam di antaranya sebagai berikut: a. Air Terjun Une Sumber daya alam pendukung di dalam kawasan HLGL adalah air terjun Une. Masyarakat Desa Swanslutung khususnya Dusun Muluy sudah menggunakan air terjun Une sebagai alat untuk pembangkit listrik mereka dari Turbin. Air terjun ini letaknya di kaki gunung lumut, memiliki suasana yang alami dengan bentang alam yang unik, ketinggiannya yang mencapai ± 5 meter dan airnya tidak langsung terjun melainkan menempel di permukaan batu, karena jatuh sambil menempel ini akan membentuk ukiran-ukiran pada permukaan batu yang dilalui dan cukup menarik untuk dilihat (Gambar 9). Gambar 9 Air Terjun Une berada di kaki Gunung Lumut.

59 42 a. Sungai Anjur Sungai Anjur terdapat di depan Gunung Lumut, yang mengalir melintasi jalan menuju ke kawasan Gunung Lumut dan dikelilingi lingkungan hutan yang masih alami, maka pengunjung akan menikmati pemandangan hutan sekunder dan primer pegunungan disekitar sungai tersebut. Sungai ini memiliki luas ± 5 m dengan debit air sedang berarus tenang. c. Pemandangan Lepas Pemandangan alam lepas puncak Gunung Lumut, memperlihatkan suatu keindahan bentang alam, yang memiliki daya tarik wisata alam pegunungan dengan kondisi hutan yang masih alami dan lebat tidak saja menyebabkan kondisi udara yang sejuk, akan tetapi berpotensi juga sebagai arena petualangan yang terlihat seperti pada (Gambar 10). A B Gambar 10 (a dan b) Pemandangan Puncak Gunung Lumut. a. Puncak Gunung Lumut Gunung Lumut berada dalam kawasan HLGL. Untuk mencapai Gunung Lumut, pengunjung akan menikmati pemandangan hutan sekunder dan primer. Dalam perjalanan dari Sungai Anjur menuju puncak Gunung Lumut, pengunjung akan menjumpai banyak hal seperti atraksi satwa liar berupa perjumpaan secara langsung maupun tidak langsung (jejak, suara, bekas cakaran, sisa makanan dan feses). Satwa liar yang dapat dijumpai diantaranya Owa kelawot, Babi hutan, Kijang (Payau), sarang Landak, Bajing ekor tegak, Beruang madu dan burung Enggang serta kupu-kupu. Sedangkan keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di Gunung Lumut, Puak Empulu/Engkuning (Baccaurea tetandra Merr.), Mnspon

60 43 (Lithocarpus gracilis (Korth.) Soepadmo), dan Bnsiang (Ziziphus angustifolius (Miq.) Hatusima ex Steenis), juga tumbuhan hias jamur dan anggrek yang dapat dinikmati (Nurbandiah 2008). View yang ditawarkan sejauh mata memandang berupa gugusan pegunungan disertai atraksi satwa liar dan hembusan angin yang sejuk, serta suasana tenang. Kekhasan kawasan HLGL paling utama yang dimiliki adalah tumbuhan lumut yang tumbuh dengan subur dan lebat memenuhi pepohonan dan permukaan bebatuan yang sangat indah terdapat di puncak Gunung Lumut pengunjung dapat merasakan sejuknya hawa pegunungan dan hamparan pohon berdiameter kecil ± 15 m yang didominasi oleh pohon-pohon dari jenis Dipterocarpaceae berdiameter ± cm dapat dinikmati mulai dari ketinggian ± mdpl, dimana pengunjung akan menemui pohon-pohon yang beragam ukuran dan jenisnya diseluruh tubuh pohon yang diselimuti lumut yang tebal. Suasana lembab dan minimnya intensitas cahaya matahari yang menembus lantai hutan serta hembusan angin kencang, semakin menambah kesan angker dan mistisnya Gunung Lumut. Tebal lumut yang mencapai ± cm menyebabkan pohon berlumut mampu menyimpan air hujan, menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak dan menambah kelembaban hutan puncak Gunung Lumut. Konon, dijumpai udang dan kepiting di dalam lumut. Perjalanan menuju Pundan Tengaran yang terletak pada ketinggian ± mdpl. Semakin menuju Pundan Tengaran, semakin terasa hembusan angin yang semakin kencang dan dingin, disertai langit mendung seakan hendak hujan. Cuaca selama pendakian Gunung Lumut, konon menurut masyarakat susah ditebak. Setiap pendaki disuguhkan pada cuaca Gunung Lumut yang berbeda-beda selama pendakian, tergantung pada Sang Pengoasa Gunung Lumut yang disebut Kepala Adat. Jika Kepala Adat mengijinkan maka cuaca berarti baik. Pemandangan yang dapat dinikmati di puncak Gunung Lumut berupa hamparan hutan dengan pepohonan yang tertutup lumut tebal, dan dipenuhi oleh vegetasi yang lebat dan beranekaragam jenis tumbuh-tumbuhan dengan gugusan pegunungan yang tersusun rapi dan bernilai estetik. Serta adanya tanda titik puncak yang disemen. Konon, tanda titik puncak disemen karena di dalamnya

61 44 terdapat harta karun Dayak Paser yang telah ada sejak jaman nenek moyang. Belum ada fasilitas apapun yang ada di lokasi ini, selain jalan setapak. Puncak Gunung Lumut berada pada ketinggian ± mdpl, perjalanan dari Sungai Anjur-puncak Gunung Lumut yang dapat ditempuh selama ± 11 jam perjalanan pergi-pulang, dapat dilihat pada (Gambar 11). A B C Gambar 11 Pohon Puncak Gunung Lumut, (a,b) Batang yang telah diselimuti oleh lumut; (c) Dahan dan ranting pohon yang telah diselimuti oleh lumut (sumber foto: Mariana Zainun dan Nurbandiah) Pintu Masuk Tiwei Pintu masuk Tiwei terletak di Desa Tiwei, Kecamatan Long Ikis yang dapat ditempuh melalui jalan darat dan laut dari Balikpapan dan Tanah Grogot menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat. Aksesibilitas menuju pintu masuk Tiwei cukup mudah dengan kombinasi jalan pengerasan, tanah

62 45 berbatu. Apabila ditempuh dari Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan menggunakan jalur Balikpapan-Kariangau-Penajam Paser Utara-Long Ikis-Desa Tiwei (± 108 km, ± 4 jam). Dari Tanah Grogot melalui jalur Tanah Grogot-Long Ikis-Desa Tiwei (± 40 km, ± 2 jam). Fasilitas yang disediakan berupa akses jalan yang mudah keluar-masuk dari pintu masuk Tiwei, pasar, warung makanan/minuman, penjaja kerajinan tangan khas atau suvenir, jasa penyewaan rumah warga bagi tamu yang berkunjung, sepanjang jalur Tiwei pengunjung akan menikmati objek wisata alam yaitu: a. Air Terjun Tiwei Letaknya di Desa Tiwei, ± 3 km dan ± 1 jam perjalanan dari pusat desa merupakan obyek wisata yang favorit untuk berlibur, sambil menikmati pesona alam yang indah dan hawa yang sejuk. Di tempat ini tersedia warung makan untuk pengunjung, gazebo, serta tempat parkir. Masyarakat di sekitarnya memanfaatkan kawasan sebagai tempat mencari kayu bakar, tumbuhan obat dan tumbuhan hias. Gambar 12 Air Terjun Tiwei Pintu Masuk Rantau Layung Pintu masuk Rantau Layung melalui Rantau Buta yang dapat ditempuh melalui jalan sungai berjarak ± 6 km selama ± 3 jam perjalanan yang terletak di Kecamatan Batu Sopang merupakan pintu masuk yang dapat dijadikan pilihan yang tepat untuk memasuki Rantau Layung. Jalur Rantau Layung memiliki

63 46 nuansa petualangan di alam yang menantang, khas dan unik. Suasana alam sepanjang perjalanan sangat eksotik, berbagai atraksi satwaliar yang semakin menambah suasana pedalaman dengan nuansa petualangan yang menantang dan didominansi pohon Bangris (pohon penghasil madu alam) yang unik dan vegetasi Dipterocararpaceae yang menarik. Rantau Layung dapat ditempuh dengan melalui 3 jalur alternatif, yaitu dari Balikpapan, Tanah Grogot dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan menggunakan kendaraan pribadi roda dua dan roda empat. Rantau Layung bila ditempuh dari Bandara Sepinggan di Balikpapan melalui jalur Balikpapan- Kariangau-Penajam Paser Utara-Kuaro-Rantau Buta-Rantau Layung (± 264 km, ± 8 jam). Tanah Grogot-Rantau Buta-Rantau Layung (± 67 km, ± 4 jam). Banjarmasin (Kalimantan Selatan) melalui jalur Banjarmasin-Muara Komam- Batu Sopang-Rantau Buta-Rantau Layung (± 242 km, ± 7 jam). Fasilitas yang disediakan berupa akses jalan yang mudah keluar-masuk dari pintu masuk Rantau Layung yang ada berupa 6 unit perahu mesin (Long Boad) milik warga untuk disewakan dari Rantau Buta-Rantau Layung atau sebaliknya, serta satu buah rumah penduduk yang biasa disewakan apabila ada tamu yang berkunjung. Sepanjang jalur Rantau Layung, pengunjung akan menjumpai beberapa objek wisata alam di antaranya sebagai berikut: a. Air Terjun Nango Air Terjun Nango merupakan Objek wisata alam yang unik dan menarik juga memiliki kombinasi. obyek daya tarik ini merupakan wisata yang sangat indah dengan arus yang cukup deras dan terdapat kolam di bawahnya yang memiliki keeksotisan dapat dipadukan dengan muara di atasnya yang juga memiliki hulu di dalam goa, dengan ke dalaman ± 1,5 m serta dihiasi bebatuan yang berundak-undak dan ditutupi oleh lumut besar dan unik. Perjalanan menuju lokasi akan dijumpai ladang masyarakat, vegetasi hutan sekunder dan primer yang didominasi oleh tanaman Biwan, pohon Bangris tua (penghasil madu alam) yang merupakan pengalaman wisata alam yang sayang apabila terlewatkan. Air Terjun ini merupakan hilir dari Muara Nango, untuk mencapai muara sungai Nango pengunjung harus menaiki air terjun Nango dengan memanjat akar di samping air terjun untuk mencapai di atas Muara dan Goa Nango.

64 47 b. Muara Nango Muara Nango bercabang 2 (sepanjang ± 325 m) dengan mendekati hulu, aliran sungai semakin menyatu (sejauh ± 165 m ) dan berakhir di dalam liang atau goa. Muara Nango nampak bahwa air sungai keluar melalui sungai bawah tanah yang hulunya berada di dalam goa dengan jalan menanjak dan berbatu. Pemandangan yang dapat dinikmati berupa kelokan Muara Nango yang sangat indah seperti tempat pemandian bidadari, dengan air yang jernih serta banyaknya kubangan air mengalir. Sesampainya di hulu Sungai Nango, dapat dijumpai goa yang dinamakan Liang Sungai Nango dengan ketinggian ± 120 mdpl dengan kelerengan sangat curam (800). Goa ini berjarak ± 500 m dari air terjun Nango dan dapat ditempuh ± 1 jam perjalanan. Kekhasan Muara Sungai Nango terletak pada bebatuan yang berwarna abu-abu dan bertingkat-tingkat sehingga memberikan keunikan dan terlihat artistik, perjalanan menuju lokasi relatif lebih aman dan mudah melalui jalur Sungai Prayamliu yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh ± 5 km dengan waktu ± 3 jam perjalanan. Perjalanan melalui jalur darat relatif sulit karena harus melewati hutan dengan medan berat dan topografi bebatuan. Pada saat berjalan melewati Muara Sungai Nango, pengunjung akan melihat jernihnya air yang mengalir dan pohonpohon seperti Biwan (Endertia spectabilis Steenis & de Wit), Bkokal bawo (Saraca declinata (Jack) Miq), Jelutung (Alstonia angustiloba Miq.), Mangkolabo, Entab, dan Engkeliang berdiri tegak dan tumbuh diantara bebatuan dengan diameter sekitar cm. Pengunjung juga dapat mendengar suara kicauan burung yang menambah keindahan alam di Muara Sungai Nango. c. Liang Nango Pemberian nama Liang Muara Sungai Nango karena liang tersebut berada di dalam kawasan Muara Sungai Nango. Untuk dapat masuk ke liang, harus memanjat mulut liang setinggi ± 1,5 meter. Terdapat dua lorong di dalam liang yaitu lorong pertama berbentuk vertikal dan lorong kedua berbentuk horizontal. Lorong pertama tidak dapat dilalui karena lorong vertikal dengan kemiringan 90 0 dan kondisi tanah liat yang remah. Lorong kedua memiliki panjang ± 20 m dari mulut liang, berupa lorong sempit berdiameter ± 1 m, dengan tanah liat yang telah mengalami patahan selebar ± 10 cm dan dalam ± 40 cm. Lorong hanya bisa

65 48 dilewati oleh satu per satu orang, dengan posisi jalan miring. Fauna yang ditemukan di dalam liang goa yaitu Laba-laba dan Lenawai kecil, serta pemandangan sungai Nango yang menarik, serta kicauan burung Enggang dan burung-burung kecil lainnya semakin menambah mantapnya berpetualang di alam bebas. A B C D E F Gambar 13 Air Terjun, Muara dan Liang Sungai Nango: (a) Hulu Muara sungai nango, (b) Tengah Muara Sungai Nango, (c) Hilir Muara Sungai Nango/Puncak Air Terjun Sungai Nango, (d) Ornamen Liang berupa stalagtit/mulut Lorong Liang yang sempit, (e dan f) Air Terjun Sungai Nango (sumber foto: Mariana Zainun dan Nurbandiah).

66 Pintu Masuk Kasungai Pintu masuk Kasungai terletak di Desa Kasungai, Kecamatan Batu Sopang yang dapat ditempuh melalui jalan darat dan sungai dari Balikpapan, Tanah Grogot dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat. Aksesibilitas menuju pintu masuk Kasungai cukup mudah dengan kombinasi jalan aspal dan tanah berbatu. Kasungai bila ditempuh dari Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan menggunakan jalur Balikpapan-Kariangau-Penajam Paser Utara-Batu Sopang-Desa Kasungai (± 257 km, ± 6 jam). Tanah Grogot melalui jalur Tanah Grogot-Batu Kajang-Desa Kasungai (± 47 km, ± 2 jam). Banjarmasin (Kalimantan Selatan) melalui jalur Banjarmasin-Muara Komam-Batu Sopang-Desa Kasungai (± 224 km, ± 6 jam). Fasilitas yang disediakan berupa akses jalan yang mudah keluar-masuk dari pintu masuk Kasungai, warung makanan atau minuman, jasa penyewaan rumah warga bagi tamu yang berkunjung, serta adanya fasilitas listrik PLN juga lokasi yang dekat dengan pemancar signal hp, sehingga memudahkan komunikasi. Sepanjang jalur Kasungai pengunjung akan menjumpai beberapa objek wisata alam di antaranya: a. Goa Tengkorak Desa Kasungai memiliki Goa Tengkorak yang merupakan tempat mengubur orang-orang penganut kepercayaan animisme sebelum masuknya pengaruh Agama Hindu dan Agama Islam di Kerajaan Paser, dengan jumlah tengkorak dalam goa ini berjumlah ± 35 buah, kondisi tengkorak yang beberapa sudah rusak dan tidak utuh lagi. Goa Tengkorak berbentuk cekungan, yang terletak di punggung bukit tebing batu dengan ketinggian ± 20 meter, dengan harus menaiki tangga kayu terlebih dahulu untuk mencapai goanya. Tengkorak manusia ini di dalamnya yang berasal dari zaman Kahariangan dan juga merupakan situs peninggalan sejarah nenek moyang, yang memiliki serambi goa yang dihiasi stalagtit dan stalagmit yang indah. Pemandangan yang dapat dinikmati dari Goa tengkorak adalah keindahan Gunung Loyang, Sungai Kesungai dan Sungai Semao. Selain itu juga dapat mendengar kicauan burung Gagak, Enggang, Elang dan burung-burung lainnya dan nuansa hutan sekunder pegunungan. Goa ini berjarak ± 700 meter dengan

67 50 waktu tempuh ± 30 menit. Untuk menuju lokasi dengan melewati dua jembatan dan dua sungai yaitu Sungai Semao dan Sungai Kesungai, pengunjung akan melihat kuburan masyarakat Kasungai yang sudah menganut ajaran Agama Islam. Goa Tengkorak ini berada di sekitar kawasan HLGL dan sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser. Kondisi sekitar wilayah kawasan Goa Tengkorak cukup baik walaupun masih memerlukan perawatan dan pengawasan secara lebih kontinyu untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung. A B C Gambar 14 Goa Tengkorak: (a) View yang dapat dinikmati dari tangga Goa Tengkorak, (b) Tangga menuju Goa Tengkorak (c) Tengkorak kepala dan tulang belulang di dalam goa. b. Goa Loyang Goa Loyang mempunyai keindahan yang telah terlihat dari kejauhan dengan batu yang besar dengan pepohonan yang rindang, Goa Loyang tersebut merupakan hasil temuan masyarakat Desa Kasungai yang bernama Lojang. Keunikannya adalah ruangan pertama dari mulut goa berukuran besar dan menyerupai loyang terbalik. Untuk menuju goa harus menaiki tangga menuju mulut goa yang besar. Saat berada di dalam goa pengunjung dapat melihat ruangan yang besar seperti loyang yang terbalik. Ada dua jalur untuk berjalanjalan dengan beberapa pintu keluar, dengan menjelajahi goa yaitu jalur pertama menuju puncak gunung setinggi ± 110 mdpl dan jalur kedua yang merupakan kombinasi jalan hutan dan jalan dalam goa. Sejauh mata memandang, jalur pertama menyuguhkan pemandangan alam yang sangat luar biasa, seluruh wilayah Kecamatan Batu Sopang, komplek

68 51 pertambangan batu bara PT. Kideco dan sekitarnya dapat terlihat, beserta seluruh gugusan pegunungan yang eksotis. Sedangkan jalur kedua menyajikan penelusuran goa yang menantang dan unik. Liang tanduk dan liang serawu merupakan dua ruangan utama dalam goa. Fauna yang terdapat di dalam goa yaitu kelelawar, walet dan laba-laba. Sedangkan fauna yang dijumpai di sekitar goa antara lain burung Punai tanah, Terantang, Pipit, Teruak Gonggong, Engkutong, Enggang, Gagak dan Bubut. Goa ini berjarak ± 400 m dengan waktu tempuh ± 20 menit dari Desa Kasungai. Fasilitas yang tersedia antara lain akses menuju goa yang sudah diaspal dan dalam keadaan baik, loket karcis, tempat pertunjukan, kantin, gazebo dan tempat parkir. Goa Loyang ini juga sudah di kelolah oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser. A B Gambar 15 Goa Loyang: (a) Mulut Goa, (b) Lorong Goa yang sempit dan ornamen goa berupa stalaktit dan stalakmit serta kelelawar yang sedang terbang di dalam goa (sumber foto: Mariana Zainun dan Nurbandiah) Daya Tarik Biologi Flora HLGL memiliki flora yang langka dan endemik dapat menjadi obyek yang menarik bagi para pengunjung yang terdiri dari hutan primer dan hutan sekunder, khususnya untuk tujuan pendidikan dan penelitian. Hutan Lindung Gunung Lumut juga memiliki kenekaragaman tanaman hias berupa berbagai jenis tanaman anggrek yang terlihat seperti pada Gambar 16.

69 52 A B C Gambar 16 (a,b dan c) Anggrek di Hutan Lindung Gunung Lumut (sumber foto:mariana Zainun dan Nurbandiah). Flora yang menonjol dan sering ditemui pada hutan riparian (tepi sungai dan anak sungai) adalah Bekokal/Bkokal bawo (Saraca declinata (Jack) Miq) dan Biwan (Endertia spectabilis Steenis & de Wit). Selain tanaman tersebut juga dapat ditemui Meranti (Shorea sp.), Bangris, Ulin (Eusideroxylon zwageri), Beringin/Nunuk (Ficus sp.), Mayas (Duabanga moluccana Blume), Benuang (Octomeles sumatrana), Bungur (Lagerstroemia sp.), Gaharu (Aquilaria malaccensis), Sungkai (Peronema canescens Jack), Walur (Nauclea subdita Merr.), Nsom bulau (Mangifera torquenda Kosterm.), Nansang (Macaranga pruinosa (Miq.) Mull.Arg.), Nansang puyan (Macaranga pearsonii Merr.), Bangkorang (Leea indica (Burm.f.)), Lutung (Alstonia angustiloba Miq.), Ara (Poikilospermum sp.), Ara gendang (Ficus variegata Blume) Lutung Buis, Pelawan (Tristaniopsis whiteana), Bnsiang (Ziziphus angustifolius (Miq.) Hatusima ex Steenis).

70 53 A B C D E F G Gambar 17 Flora di Hutan Lindung Gunung Lumut: (a) Bekokal/Bkokal bawo (Saraca declinata (Jack) Miq), (b) Meranti (Shorea sp.), (c) Gaharu (Aquilaria malaccensis), (d) Beringin/Nunuk (Ficus sp.), (e) Buah Walur (Nauclea subdita Merr.), (f) Bungur (Lagerstroemia sp.) dan (g) Bangris (Koompassia excelsa). (Sumber foto: Nurbandiah 2008).

71 54 Jenis pohon-pohon yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat disekitar HLGL antara lain dari kelompok Mangga (Mangifera sp.), Durian (Durio sp.), Rambutan (Nephelium sp.), Langsat (Lansium domesticum), Asam putar (Mangivera similis), Keranji (Dialium indum), Cempedak, Tarap dan Bukes. Tanaman herba yang sering digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat adalah Ptien (Etlingera sp.) dapat dilihat pada Gambar 18 (Nurbandiah 2008) Fauna HLGL memiliki keanekaragaman fauna yang tinggi, berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat maupun pengamatan secara langsung terhadap keberadaan satwa yang pernah dan sering terlihat di kawasan HLGL, yaitu yang ditandai dengan penemuan jejak berupa jejak kaki, jejak cakaran pada pohon dan kayu, jejak feses dan bekas makanan yang telah dimakan oleh satwa pada jalur menuju kawasan HLGL (Simorangkir 2006). Perjalanan menuju Puncak HLGL, misalnya, pengunjung dapat melihat langsung Owa Kelawot. Selain itu, pengunjung dapat melihat Beruang Madu yang sedang bergelantungan, Enggang dan burung-burung kecil yang sedang berterbangan. Selain binatang-binatang tersebut, pengunjung juga dapat dengan mudah melihat langsung atau mendengar suara berbagai jenis burung, seperti contohnya burung Gagak Hutan (Corvus enca) yang sering di jumpai pada daerah aliran sungai, terutama disekitar Desa Rantau Layung. Burung lainnya yang sering terdengar suaranya saat pagi-siang hari dan dapat dilihat di sekitar kawasan HLGL baik dalam perjalanan menuju puncak Gunung Lumut dan di daerah-daerah menuju lokasi air terjun dan liang adalah Kuau raja (Argusianus argus), Srigunting batu (Dicrurus paradiseus), Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Rangkong gading (Rhinoplax vigil), Kucica hutan (Copsychus stricklandi), Takur tutut (Megalaima rafflesii), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Merbah cerukcuk (Picnonotus goiavier), Caladi batu (Meiglyptes tristis), Bubut alang-alang (Centropus bengalensis), dan Cinenen belukar (Orthotomus atrogularis). Selain burung-burung tersebut juga terdapat berbagai jenis kupu-kupu yang terlihat seperti pada Gambar 18 (Nurbandiah 2008).

72 55 A B C D E F Gambar 18 Kupu-kupu di Hutan Lindung Gunung Lumut: (a) C. hypsea munjava, (b) G. doson evemonides, (c) Y. sabina javanica, (d) C. amelea bajadeta, (e) G. delesserti-delesserti (f) C. Elna. (Sumber foto: Nurbandiah) Wisata Sosial-Budaya Selain potensi alam kawasan HLGL juga kaya akan wisata budaya dengan tetap menjaga pelestarian hutannya. Untuk menuju ke arah wisata, sangat dibutuhkan daya dukung komponen-komponen dan kondisi lingkungan di luar kawasan HLGL. Beberapa aspek daya dukung lokal di antaranya yang diyakini masyarakat lokal mempunyai nilai spiritual. Objek-objek yang dapat dijadikan wisata budaya adalah sebagai berikut: Kearifan Lokal Bentuk kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat antara lain tidak menebang pohon, tidak mengambil sarang lebah. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat ini merupakan hal yang penting untuk pengembangan ekowisata dan kearifan lokal ini juga diwariskan secara turun termurun antara lain:

73 56 a. Masyarakat Adat Dusun Muluy Masyarakat yang berada disekitar kawasan HLGL memiliki kelompok kebudayaan yang khas dan menarik. Keunikan yang menjadi daya tarik wisata Dusun Muluy, masyarakat adat, diantaranya: 1. Dusun Muluy memiliki daerah adat bagi pengunjung yang tertarik untuk mengenal tentang wisata budaya. 2. Dusun Muluy memegang teguh adat istiadat peninggalan leluhur dan komitmen kuat terhadap falsafah hidup yang diwariskan oleh leluhur mereka. 3. Budaya dan Adat yang ada masih bersifat murni dan belum terkontaminasi oleh pengaruh dari luar. b. Kebudayaan Suku Dayak Paser Masyarakat Suku Dayak Paser tidak ingin disebut sebagai Suku Dayak, mereka menyebut dirinya sebagai Suku Paser. Dikarenakan masyarakat Paser telah dipengaruhi budaya Islam dan mayoritas beragama Islam. Selain itu, budaya ladang berpindah telah melekat sejak jaman nenek moyang. Urutan pengolahan lahan pertama kali degan membuka ladang, penebangan pohon-pohon penggangu dengan (nebas), pembakaran lahan, pembersihan lahan (manduk), dan penanaman padi (menugal), Masyarakat yakin, bahwa setelah 2-3 kali masa panen, tanah akan mengalami penurunan kualitas kesuburan dan membutuhkan waktu untuk memulihkannya. Kearifan tradisional yang dimiliki Suku Paser adalah memanfaatkan lahan pertanian sesuai kemampuan lahan yaitu lama masa pakai dan rotasi ladang selama ± 2-3 tahun. Maka selanjutnya akan dilakukan pembukaan ladang yang baru. Kegiatan pembukaan ladang dilakukan secara bergotong-royong dan membutuhkan waktu antara ± 8-10 bulan. Kearifan tradisional ini telah diwariskan secara turun-temurun Musik dan Tarian Suku Paser dan Dayak Paser memiliki keanekaragaman musik dan taritarian tradisional. Musik dan tarian ini sering dibawahkan pada upacara-upacara adat seperti, perkawinan, kematian, penanaman padi menyambut tamu yang diiringi alat musik tradisional seperti gong, dan gitar dengan empat buah senar yang sering disebut sape.

74 57 a. Tari Dayak Paser Beberapa kegiatan seni dan budaya yang hidup di kalangan masyarakat, antara lain Tari Ronggeng Paser dan Teater Tradisional Paser atau Nalau. Selanjutnya adalah Tari Rembara, Tari Gintur, Gendang Agong, Upacara Adat Nulak Jakit, Petikan Gambus Irama Pesisir, Tari Jepen Muslim, Tari Jepen Daya Taka, Tari Singkir, Tari Belian Pengobatan, Petikan Muara Adang dan Irama Tengah Malam, Pesta Adat Kembo, Prosesi Kegiatan Upacara Belian atau Mamulio Ngadap Klusan, Upacara Adat Paser atau Nyambut Taun Nengkuat Longan Nansang dan Pesta Laut Mappanre Tasi yang digelar setiap tahun oleh warga yang tinggal di kawasan Pesisir, (Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya 2008). b. Tari Ronggeng Tari Ronggeng adalah salah satu kesenian tradisional pesisir Kabupaten Paser yang termasuk dalam kelompok tari gembira (tari pergaulan). Tarian ini biasanya ditampilkan pada saat acara-acara resmi kerajaan yang bertujuan untuk memberikan hiburan kepada tamu-tamu yang hadir. Dalam tarian yang diiringi dengan lagu Ronggeng dan didominasi alat musik petik (Gambus), langkah alunan kaki dan lemah gemulainya sang penari menggerakkan selendang dan sapu tangannya seakan mengajak hadirin untuk menari dan bergembira bersama. c. Tari Rembara Tarian tradisional pedalaman Paser ini merupakan Tari Rembara yang disebut tari tradisional pedalaman Dayak Paser yang merupakan tari ritual atau tari yang ditampilkan saat upacara adat Paser, seperti Upacara Belian dan Upacara Nulak Jakit dan upacara adat lainnya maupun pada acara-acara resmi. Tarian ini biasanya dilakukan oleh beberapa gadis cantik yang membawa beberapa perlengkapan yang seakan-akan untuk diserahkan kepada Sang Pengoasa Jagat Raya. d. Tari Belian Pengobatan Tari Belian merupakan tarian adat Paser merupakan rangkaian dari Upacara tradisional Adat Belian pedalaman Dayak Paser yang merupakan tarian persembahan kepada Sang Pengoasa Jagat Raya. Tari Belian ada dua macam berdasarkan kepentingannya, yaitu Tari Belian untuk tujuan penyembuhan

75 58 penyakit dan pertunjukan untuk membayar hajat. Tarian ini dilakukan oleh seorang penari yang dipercaya mempunyai kemampuan mengobati penyakit seseorang, yang diikuti dengan alunan musik khas Paser. Sedangkan untuk tujuan pertunjukan, tari ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang mengoasainya. Setiap upacara ini disertai dengan makan dan minum bersama Kerajinan Tangan Bagi masyarakat dayak paser kerajinan tangan Khas Dayak Paser yang dikenal paling bagus dan indah diantaranya: Anjat, Gawang, lanjung, nyiru (tampah), dan tempat pendulangan emas, yang memiliki pola dan corak yang unik dan juga jenis anyaman biasa tanpa corak yang juga bahannya terdiri dari rotan, bambu, antara lain: a. Kerajinan Tangan Khas Dayak Paser Masyarakat Suku Paser memiliki keterampilan membuat kerajinan tangan dari rotan. Keterampilan ini awalnya muncul karena adanya tuntutan kebutuhan akan peralatan berladang, untuk tempat membawa perbekalan dari rumah (makanan, minuman) dan tempat untuk menyimpan hasil ladang mereka. Bentuk dan ukuran jenis kerajinan tangan masih sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan jaman dan semakin banyaknya masyarakat luar yang berkunjung ke pemukiman masyarakat Suku Paser, maka terbukalah wawasan berpikir dan sikap kreatifnya. Kerajinan tangan khas masyarakat Suku Paser lebih beranekaragam dalam hal jenis, bentuk dan ukuran. Tetapi tidak semua masyarakat Dayak Paser mempunyai keterampilan membuat kerajinan tangan. Tentunya sangat berpotensi sekali apabila dikembangkan sebagai industri kerajinan masyarakat untuk mendukung pengembangan ekowisata sebagai kegiatan wisata di wilayah tersebut.

76 59 A B Gambar 19 Lanjung: (a) Proses pembuatan kerajinan lanjung masyarakat sekitar kawasan HLGL (b) Kerajinan Lanjung Sarana dan Prasarana Hutan Lindung Gunung Lumut a. Akomodasi Sarana akomodasi belum ada disebabkan karena belum dianggap menjadi hal yang penting untuk disediakan untuk saat ini, dalam rangka mendukung eksploitasi potensi HLGL sebagai obyek wisata minat khusus ekowisata alam pegunungan. Dari empat desa dengan tiga wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan kawasan HLGL, hanya terdapat 4 hotel wilayah kecamatan yang tersedia sarana akomodasi berupa hotel atau penginapan adalah Kecamatan Kuaro sebanyak 2 unit, Long Kali 1 unit dan Muara Komam 1 unit sedangkan yang berada di sekitar kawasan HLGL terdapat 1 buah rumah penduduk yang biasa disewakan ketika ada tamu yang berkunjung dan 7 rumah makan. b. Fasilitas Kondisi wisata akan berkembang apabila dilengkapi dengan fasilitas wisata untuk lebih menambah rasa dalam menikmati aktivitas wisata. Fasilitas wisata juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengunjung selama berwisata. Semakin banyak fasilitas wisata yang disuguhkan tidak menjadi patokan akan semakin banyaknya wisatawan. Fasilitas yang khas unik dan menarik serta bernuansa alamiah mampu menjadikan objek wisata tertentu menjadi prioritas pilihan dalam berwisata. Pada dewasa ini, masyarakat lebih menyukai wisata kembali ke alam (back to nature) yaitu wisata yang bernuansa alami atau dengan mendekatkan diri pada alam. Hal ini disebabkan rutinitas

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MARIANA ZAINUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang ditetapkan karena memiliki sifat khas sebagai sistem penyangga kehidupan yang mampu memberikan perlindungan kepada mahluk

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimanan Timur selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Avenzora R Ekoturisme: Pengembangan Wilayah Daerah Penyangga Kawasan Dilindungi. Media Konservasi Vol.3, No.6:

DAFTAR PUSTAKA. Avenzora R Ekoturisme: Pengembangan Wilayah Daerah Penyangga Kawasan Dilindungi. Media Konservasi Vol.3, No.6: DAFTAR PUSTAKA Aipassa, M. 2004. Nilai ekologi dan hidrologi kawasan hutan lindung gunung lumut dan permasalahan serta ancaman. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Lumut

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Mei Agustus 2008. Tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata 2.1.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ;

IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ; IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR Oleh ; Dwi Prasetiyo Putra 1, Edy Mulyadi 2, Janthy. T. Hidayat 3 Abstrak Kawasan wisata di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA (Studi Kasus : Desa Horale, Desa Masihulan, Desa Air Besar, Desa Solea dan Desa Pasahari) WISYE SOUHUWAT DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI ARDIAN SURBAKTI H34076024 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang telah penulis lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Sorake,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN LAUT (Ekowisata Berbasis Masyarakat) Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Conventional vs Sustainable Tourisms

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdirinya hotel dan restoran di kawasan wisata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, sebagai akibat dari pembangunan pariwisata yang tidak terpadu. Sebagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR Oleh: WISNU DWI ATMOKO L2D 004 358 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan menggambarkan keindahan alam yang beragam serta unik. Kondisi yang demikian mampu menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata

Lebih terperinci

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai 6. PERSIAPAN KERJA Penilaian NKT harus dipersiapkan secara terencana dan hati-hati, karena hal ini nantinya akan menentukan keberhasilan dan kemudahan pelaksanaan kegiatan di lapangan serta kelengkapan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

Gambar 2 Tahapan Studi

Gambar 2 Tahapan Studi 13 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan alam. Era globalisasi ini ada dua hal yang dianggap signifikan

BAB I PENDAHULUAN. dan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan alam. Era globalisasi ini ada dua hal yang dianggap signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata prospek yang cerah di negara negara sedang berkembang 1 dan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan alam dan keanekaragaman

Lebih terperinci