BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kelincahan Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri. Kelincahan didefinisikan sebagai kemapuan untuk mengubah kecepatan dan arah posisi tubuh atau bagian-bagiannya dengan cepat dan tepat, sementara perpindahannya dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangannya (Ismaryati, 2008). Menurut Maksum (2007), Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam kecepatan yang sangat tinggi. Misalnya mampu berlari berbelok-belok, lari bolak-balik dalam jarak dan waktu tertentu, atau kemampuan berkelit dengan cepat dalam posisi tetap berdiri stabil. Maksum (2007), mengatakan bahwa komponen kelincahan erat kaitannya dengan komponen kecepatan dan koordinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa kelincahan bagi seseorang sangat erat kaitannya dengan kamampuan melakukan gerakan mengubahubah arah dengan kecepatan yang tinggi (Purwanto, 2004). Menurut Sumiyarsono (2006) kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk berlari cepat dengan mengubah-ubah arahnya. Kelincahan merupakan hal dasar yang dimiliki tubuh baik untuk beraktivitas fungsional, 11

2 12 kemampuan dalam berolahraga seperti kemampuan untuk gerakan cepat, dan berhenti mendadak, perubahan arah dengan cepat, efisien dan penyesuaian gerak kaki pada tubuh atau bagian tubuh pada saat melakukan gerakan saat aktivitas. Setiap individu dengan kelincahan yang baik memiliki kesempatan lebih baik untuk sukses dalam aktivitas fisik dibandingkan dengan individu yang memiliki kelincahan buruk. Dinyatakan demikian karena kelincahan sendiri merupakan aspek dari beberapa kondisi fisik yang harus dimiliki untuk meningkatkan performance dan menghindari cedera Jenis Kelincahan Menurut Ismaryati (2008) ditinjau dari keterlibatan atau perannya dalam beraktivitas, kelincahan dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, kelincahan umum dan kelincahan khusus. Berdasarkan jenis kelincahan tersebut menunjukkan bahwa, kelincahan umum digunakan untuk aktivitas sehari-hari atau kegiatan olahraga secara umum. Sedangkan kelincahan khusus merupakan kelincahan yang bersifat khusus yang dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu. Kelincahan yang dibutuhkan memiliki karakteristik tertentu sesuai tuntutan cabang olahraga yang dipelajari. Menurut Purwanto (2004) bahwa seorang pemain yang mempunyai kelincahan yang baik akan memiliki keuntungan antara lain : mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak mudah jatuh atau cedera, dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya terutama teknik menggiring bola, ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari kemampuan

3 13 bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relative singkat dan cepat Faktor faktor yang Mempengaruhi Kelincahan Kelincahan merupakan kombinasi dari kekuatan otot, fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan, kecepatan reaksi dan koordinasi neuromuskular. Dengan kata lain kelincahan juga dipengaruhi oleh faktor kekuatan otot, fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan, kecepatan reaksi dan koordinasi neuromuskular. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan dalam tinggi atau rendahnya kemampuan kelincahan. a. Kekuatan Otot Kekuatan adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis (Kisner dan Colby, 2007). Kekuatan otot juga dapat diartikan sebagai kekuatan maksimal otot yang di tunjang oleh cross sectional otot yang merupakan otot untuk menahan beban maksimal pada aksis sendi. Otot dalam berkontraksi dan menghasilkan tegangan memerlukan suatu tenaga atau kekuatan. Kekuatan mengarah kepada output tenaga dari kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan sejumlah tension yang dihasilkan oleh

4 14 kontraksi otot, sehingga meningkatkan kekuatan otot berupa level tension, hipertropi, dan recruitment serabut otot. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara fisiologi cross-sectional area dan tegangan maksimal otot ketika dilakukan stimulasi elektrik. Kekuatan otot-otot skeletal manusia dapat menghasilkan kekuatan kurang lebih 3-8 kg/cm 2 pada cross sectional area tanpa memperhatikan jenis kelamin (Lea, 2010). Namun variabilitas cross-sectional area pada suatu otot akan berbeda setiap saat karena pengaruh latihan inaktifitas. Kekuatan selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, dapat di pengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti: faktor biomekanik, neuromuskular (ukuran cross-sectional otot, motor unit recruitment, tipe kontraksi, jenis serabut otot, dan kecepatan kontraksi), faktor metabolisme (ketersediaan energi) dan faktor psikologis. Karena kekuatan merupakan salah satu komponen dari kecepatan, maka semakin besar kekuatan dalam suatu gerakan, semakin besar pula tenaga eksplosif yang terjadi sehingga akan mampu meningkatkan kelincahan. b. Fleksibilitas Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk menggerakkan sendi-sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas. Keluwesan

5 15 otot dan kebebasan gerak persendian sering dikaitkan dengan hasil pergerakan yang terkoordinasi dan efisien. Kelenturan di arahkan kepada kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas menjadi faktor yang juga penting dalam mempengaruhi kelincahan. Semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang secara bersama sama bekerja seperti sendi, ligamen, dan tendon maka juga akan di dapat peningkatan kelincahan. Dalam hal latihan penguatan dan fleksibilitas keduanya memiliki saling keterkaitan. Secara otomatis, jika seseorang melakukan latihan penguatan juga berpengaruh terhadap fleksibilitas, begitu juga sebaliknya, jika seseorang melakukan latihan fleksibilitas juga akan berpengaruh terhadap kekuatannya. Kekuatan dan fleksibilitas merupakan komponen dari kecepatan, sehingga dapat mempengaruhi kelincahan. Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera, dan memperbaiki nutrisi kartilago. latihan fleksibilitas, yang dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. c. Kecepatan Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan yang sejenis secara beturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu

6 16 jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya, yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time), dan fleksibilitas (Willmore, 2004). d. Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O Sullivan (2004), keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson (2003), keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem somatosensorik (visual,

7 17 vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi (Batson, 2009). 1. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu a) Keseimbangan statis: Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan). b) Keseimbangan dinamis : Adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan dinamik adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau saat berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam kondisi yang tidak stabil. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptive dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi / diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor

8 18 lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu. 2. Fisiologi Keseimbangan Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah proprioceptive yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al, 2006). Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan

9 19 keseimbangan pada atlet membantu mereka untuk mencapai kinerja atletik yang unggul (Riemann, 2002). Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem sensorimotor, meliputi integrasi sensorik. Motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensori sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002). Empat jenis utama dari mechanoreceptor yang membantu dalam proprioception yaitu, termasuk reseptor ruffini, reseptor pacinian, golgi tendon organ (GTO) dan muscle spindle ruffini dan pacinian reseptor berhubungan dengan sensasi sentuhan dan tekanan pada umumnya terletak di kulit (Shier et al, 2004). Reseptor ruffini dianggap sebagai reseptor statis dan dinamis berdasarkan ambang rendahnya, reseptor ini lambat mengadaptasi karakteristik. Melalui perubahan impuls

10 20 tekanan terjadi perubahan tarik statis dan dinamis pada kulit dan sangat sensitif terhadap peregangan, reseptor pacinian, agak cepat beradaptasi, namun reseptor dengan ambang batas rendah yang dianggap reseptor lebih dinamis (Rienmann, 2002). Sementara juga sensor tekanan, reseptor pacinian mendeteksi tekanan berat dan mengenali perubahan percepatan dan perlambatan gerak (Shier et al, 2004). Golgi tendon organ dan muscle spindle mempunyai peran yang lebih besar untuk mengetahui posisi sendi selama bergerak. Pertama GTOs berada dipersimpangan musculotendinous dan bertanggung jawab untuk memantau kekuatan kontraksi otot untuk mencegah otot dari kelebihan beban (Brown et al, 2006). Terhubung ke satu set serat otot dan diinervasi oleh neuron sensorik, GTOs memiliki ambang batas yang tinggi dan dirangsang oleh ketegangan otot yang meningkat. Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh system indera yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu system mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance), system indera yang mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular, dan somatosensorik (tactile & proprioceptive).

11 21 Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan sumber : Anonim, Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah: a. Sistem Informasi Sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris (Chandler, 2000). b. Sistem vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-

12 22 occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural. c. Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioceptive serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioceptive menuju cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.

13 23 Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang. d. Visual Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statis atau dinamis. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

14 24 e. Kekuatan otot (Muscle Strength) Kekuatan otot didefinisikan sebagai jumlah maksimum kekuatan yang dapat mengerahkan otot terhadap beberapa bentuk resistensi dalam sebuah gerakan. Hal ini berbeda untuk daya tahan otot, yang merupakan kontraksi otot ganda atau kontraksi otot terus menerus selama periode waktu, misalnya selama berjalan, mendaki atau melakukan repetisi berganda misalkan dumbbell di gym (matt, 2009). Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat

15 25 adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh. f. Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies) Sebuah sinergi otot fungsional didefinisikan sebagai pola co-aktivasi otot direkrut oleh sinyal perintah saraf (Oveido, 2006). Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural

16 26 bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu. g. Adaptive systems Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan. h. Lingkup gerak sendi (Joint range of motion) Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi. Faktor - faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono, 2005 adalah : a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.

17 27 Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan. b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh. Gambar 2.2 Garis Gravitasi (Dhaenkpedro, 2009) c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari

18 28 luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. d. Kecepatan Reaksi Kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan. Karena melalui rangsangan (stimulus) reaksi tersebut mendapat sumber dari: pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun gabungan antara pendengaran dan rabaan (Wahjoedi, 2000). Berdasarkan penjelasan diatas jelas bahwa kecepatan reaksi sangatlah penting dalam kecepatan bergerak. Neurofisiologis melibatkan potensiasi (perubahan karakteristik kekuatan kecepatan komponen kontraktil otot yang disebabkan oleh bentangan aksi otot konsentris dengan menggunakan refleks regangan. Refleks regangan adalah respon paksa tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang pada otot. Apabila waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik atas suatu stimulus atau rangsangan cepat, maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya kecepatan dalam melakukan suatu pergerakan, yang akan meningkatkan kemampuan kelincahan. e. Koordinasi Neuromuscular Merupakan kemampuan untuk mengintegrasi indera (visual, auditori, dan proprioceptive untuk mengetahui jarak pada posisi tubuh)

19 29 dengan fungsi motorik untuk menghasilkan akurasi dan kemampuan bergerak. Selain itu masih terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelincahan, yaitu: 1. Usia Tes Shuttle Run 30 feet, menunjukkan bahwa anak laki-laki rata-rata makin bertambah baik mulai usia 12 tahun, sedang anak wanita tidak lagi bertambah baik setelah usia 13 tahun (M. Sajoto, 2005). 2. Jenis Kelamin Anak pria memperlihatkan kelincahan yang lebih baik daripada wanita sebelum mereka mencapai usia pubertas. Setelah pubertas perbedaan tersebut lebih mencolok. 3. Berat Badan Berat badan yang berlebihan secara langsung akan mengurangi kelincahan. Dimana berat badan yang berlebihan cenderung mengakibatkan muscle imbalance di bagian trunk. 4. Kelelahan Kelelahan dapat mempengaruhi kelincahan, karena orang yang lelah akan menurun kecepatan lari dan koordinasinya. Selain faktor faktor diatas ada juga faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi kelincahan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi kelincahan menurut Depdiknas (2002), yaitu : 1. Tipe Tubuh 2. Orang yang tergolong mesomorf lebih tangkas dari pada eksomorf dan endomorf.

20 30 3. Umur 4. Kelincahan meningkat sampai kira-kira umur 12 tahun pada waktu mulai memasuki pertumbuhan cepat (rapid grow). Selama periode tersebut kelincahan tidak meningkat, bahkan menurun. Setelah melewati pertumbuhan cepat (rapid grow) kelincahan meningkat lagi sampai anak mencapai umur dewasa, kemudian menurun lagi menjelang umur lanjut. 5. Jenis Kelamin 6. Anak laki-laki memperlihatkan kelincahan sedikit lebih dari pada perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan kelincahan lebih mencolok. 7. Berat Badan Berat badan mengurangi kelincahan Fisiologi Otot Jaringan otot terdiri dari sel sel yang megkhususkan diri untuk berkontraksi dan menghasilkan gaya. Terdapat tiga jenis jaringan otot: otot rangka, yang menggerakkan tulang, otot jantung, yang memompa darah keluar jantung, dan otot polos, yang membungkus dan mengontrol gerakan isi organ berongga atau berbentuk tabung, misalnya gerakan makanan melalui saluran cerna. Dengan menggerakkan komponen komponen intra sel tertentu, sel menghasilkan tegangan dan memendek, yaitu berkontraksi. Melalui kemampuan berkontraksinya yang berkembang sempurna, kelompok kelompok sel otot yang bekerja sama dalam suatu otot dapat menghasilkan gerakan dan melakukan kerja (Sherwood, 2011).

21 31 Otot membentuk kelompok jaringan terbesar di tubuh, menghasilkan sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja membentuk sekitar 40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita, dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% lainnya dari berat total. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda namun mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara berlainan berdasarkan karakteristik umumnya. Pertama, otot dikategorikan sebagai lurik atau serat lintang (otot rangka dan otot jantung) atau otot polos, bergantung pada ada dan tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis garis, jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua, otot dapat dikelompokkan sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot jantung dan otot polos), masing masing bergantung pada apakah otot tersebut disarafi oleh sistem saraf somatik dan berada dibawah kontrol kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak berada di bawah kontrol kesadaran meskipun otot rangka digolongkan sebagai volunter, karena dapat dikontrol oleh kesadaran, namun banyak aktivitas otot rangka juga berada dibawah kontrol involunter bawah - sadar, misalnya aktivitas yang berkaitan dengan postur, keseimbangan, dan gerakan stereotipikal seperti berjalan (Sherwood, 2011). Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran serat lintang atau lurik serat otot rangka seperti

22 32 terlihat dibawah ini. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I (Sherwood, 2011). Gambar 2.3 Perbedaan Posisi Aktin dan Miosin Saat Relaksasi an Kontraksi Sumber: Raven and Johnson, 2005 Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan sebagian filamen tipis yang tumpang tindih dikedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh lebarnya; yaitu, kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang lebih terang ditengah pita A, tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis, adalah zona H, hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian. Suatu sistem protein penunjang manahan filamen filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H (Sherwood, 2011).

23 33 Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal pada garis Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot rangka. Unit fungsional setiap organ adalah komponen terkecil yang dapat melakukan semua fungsi organ tersebut. Karena itu, sarkomer adalah komponen terkecil serat otot yang dapat berkontraksi. Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam keadaan lemas memiliki lebar sekitar 2,5 µm dan terdiri dari satu pita A utuh dan separuh dari masing masing dua pita I yang terletak di kedua sisi. Pita I mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen filamen ini. Selama pertumbuhan, otot bertambah panjang dengan menambahkan sarkomer baru di ujung miofibril, bukan dengan meningkatkan ukuran masing masing sarkomer (Sherwood, 2011). Didalam gambar tidak diperlihatkan adanya untaian tunggal protein raksasa yang sangat elastik dan dikenal sebagai titin yang berjalan di kedua arah dari garis M di sepanjang filamen tebal ke garis Z di ujung sarkomer yang berlawanan. Titin adalah protein terbesar di tubuh, terbentuk dari hampir asam amino. Protein ini memiliki dua fungsi: (1) bersama denga protein protein garis M. Titin membantu menstabilkan posisi filamen tebal dalam kaitannya dengan filamen tipis; (2) berfungsi sebagai pegas, protein ini sangat meningkatkan kelenturan

24 34 otot yaitu, titin membantu otot yang teregang oleh gaya eksternal kembali secara pasif ke panjang istirahatnya ketika gaya tersebut dihilangkan, seperti pegas yang diregangkan (Sherwood, 2011). a. Karakteristik Tipe Serabut Otot Karakteristik tipe serabut otot memiliki peranan pada sifat kontraktil otot seperti kekuatan atau strenght, ketahanan atau endurance, tenaga atau power, kecepatan dan ketahanan terhadap kelelahan / fatique. Komposisi serabut otot terdiri serat merah dan putih. Seseorang yang memiliki lebih banyak serat otot berwarna merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan bersifat anaerobic (Brian Sharkey, 2003). Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka Jenis Serat Karakteristik Oksidatif Lambat (Tipe I) Oksidatif Cepat (Tipe IIa) Glikolitik Cepat (Tipe IIb) Aktivasi ATPase Miosin Rendah Tinggi Tinggi Kecepatan Kontraksi Lambat Cepat Cepat Resistansi Terhadap Kelelahan Tinggi Sedang Rendah Kapasitas Fosforilasi Tinggi Tinggi Rendah Oksidatif Enzim Untuk Glikolisis Rendah Sedang Tinggi Anaerob Mitokondria Banyak Banyak Sedikit Kapiler Banyak Banyak Sedikit Kandungan Mioglobin Tinggi Tinggi Rendah Warna Serat Merah Merah Putih Kandungan Glikogen Rendah Sedang Tinggi Sumber : Sherwood, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Serabut otot tipe I (slow twitch fiber) dan serabut otot tipe IIa-b (fast twich fiber) memiliki motor unit yang berbeda walaupun sama sama terletak pada area anterior horn cell dari medulla spinalis. Setiap motor

25 35 unit hanya mengaktivasi jenis serabut otot yang sama sehingga tidak tumpang tindih antara serabut otot tipe I, IIa, Iib. Setiap otot pada manusia memiliki perbandingan 50:50 antara slow twitch fiber dan fast twitch fiber. Slow twitch fiber memiliki 100 serat per unit serabut ototnya sedangkan fast twitch fiber memiliki serat per unit serabut ototnya (Campbell, 2013). Gambar 2.4 Hubungan Antara Dengan Muscle Fiber Sumber: Lopez 2014 Urutan perekrutan dimulai pada motor unit tipe I lalu maju ke motor unit tipe IIa dan berakhir pada motor unit tipe IIb. Baik jenis latihan yang bersifat mengaktivasi slow twitch fiber maupun fast twitch fiber, sama sama akan melalui urutan perekrutan motor unit tersebut. Tetapi tetap ada perbedaan titik fokus pencapaian yang terjadi yaitu : ketika sedang mengaktivasi slow twitch fiber, memang akan melalui urutan tersebut tetapi fokus aktivasi serat otot lebih pada motor unit tipe I sedangkan saat mengaktivasi fast twitch fiber, urutan aktivasi tetap seperti

26 36 itu tetapi akan fokus pada motor unit tipe IIa-b dengan melewati tipe I secara singkat (Culcea, 2012). b. Sistem Neuromuskular Sistem neuromuskular berhubungan dengan tiga komponen yaitu saraf, neuromuscular junction, dan otot. Dalam hal ini mencakup sistem muskuloskeletal yang sangat erat kaitannya dengan sistem neuromuskular (proprioceptive) karena ada serabut saraf yang terhubung dengan otot yang disebut neuromuscular juntion yang akan menyampaikan impuls kepada otot untuk bereaksi (kontraksi maupun relaksasi) sehingga terbentuk aktivasi secara menyeluruh pada otot tersebut karena impuls yang kuat yang ditangkap oleh motor unit dan motor neuron yang mempersarafi otot tersebut (Budnik, 2006) Gambar 2.5 Neuromuskular Junction Sumber: Amato, 2008 Setiap otot memiliki motor unit yang terdiri dari anterior motor neuron (terdiri dari: slow twitch fiber dan fast twitch fiber). Tidak semua

27 37 motor unit pada serabut otot akan teraktivasi secara bersamaan. Hal ini berarti neuron mempersarafi slow twitch fiber dan fast twitch fiber akan secara selektif teraktivasi sesuai dengan impuls yang mengaktivasinya (Brown, 2007) Gambar 2.6 Motor Neuron dan Serabut Otot Sumber : Marieb, Human anatomy & physiology,9 th edition. Setiap otot disarafi oleh sejumlah neuron motorik berbeda. Ketika masuk ke otot, sebuah neuron motorik membentuk cabang cabang, dengan setiap terminal akson mensarafi satu serat otot. Satu neuron motorik mensarafi sejumlah serat otot, tetapi setiap serat otot hanya disarafi satu neuron motorik. Ketika suatu neuron motorik diaktifkan, semua serat otot yang disarafi akan terangsang untuk berkontraksi serentak. Kelompok komponen yang diaktifkan bersama ini (satu neuron motorik plus semua serat otot yang disarafi) disebut motor unit. Untuk kontraksi lemah suatu otot, hanya satu atau beberapa motor unit yang diaktifkan. Untuk kontraksi yang lebih kuat, lebih banyak motor unit yang direkrut, fenomena ini disebut recruitment motor unit.

28 38 Sistem saraf pusat dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot dengan mekanisme: meningkatkan jumlah motor unit yang diaktifkan (spatial recruitment motor unit) dan meningkatkan laju aktivasi / firing rate yang dimana pada setiap motor unit dirangsang untuk mengoptimalkan jumlah tegangan / tension yang dapat dicapai (temporal recruitment motor unit). Kedua mekanisme ini berjalan bersamaan. Mekanisme utamanya, aktivasi kontraksi otot yang belum mencapai kekuatan kontraksi maksimal menyebabkan penambahan recruitment motor unit, tetapi firing rate pada motor unit awal akan terekrut, peningkatan firing rate menjadi mekanisme yang mendominasi untuk meningkatkan kekuatan motorik. Pada tingkat ini dan seterusnya, motor unit dapat didorong untuk firing rate tahap kedua yang lebih besar dari 50 Hz (Sanbrink, 2012). 2.2 Anatomi dan Biomekanik Manusia sepanjang daur hidupnya tidak terlepas dari proses gerak. Mulai dari tingkatan mikroskopik atau gerakan yang terjadi pada tingkatan intra sel sampai gerak aktual yang setiap hari dilakukan oleh manusia saat beraktivitas. Kemampuan gerak dan keterampilan yang dimiliki merupakan hasil dari proses pembelajaran atau adaptasi terhadap lingkungan. Proprioceptive exercise dan strengthening exercise berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, kecepatan reaksi, keseimbangan dan kooordinasi neuromuskular pada anggota gerak bawah. Proprioceptive

29 39 exercise dengan gerakan seperti menutup mata diatas wobble board memberikan penekanan yang lebih agar proprioceptive meningkat, sedangkan pelatihan dengan isotonik menggunakan elastic resistence untuk menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi yang terjadi adalah Hipertropi otot yaitu berkembangnya ketebalan otot dan meningkatnya diameter (massa) otot hal ini terjadi karena adanya ketegangan selama kontraksi yang memberikan stimulus untuk meningkatkan diameter serabut otot sehingga otot akan semakin kuat. Kelincahan sangat dibutuhkan ketika seseorang dalam berolahraga karena akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam keadaan berlari merubah arah secara cepat dan tepat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan illinois agility run test merupakan pengukuran untuk menilai kelincahan dan bisa juga dijadikan latihan setelah dilakukan intervensi proprioceptive exercise dan strengthening exercise. Secara umum berlari akan menimbulkan kontraksi otot dan hal ini terjadi karena adanya proprioceptive yang bekerja pada saat proses berlari. Namun berlari dilapangan yang luas sangat berbeda dengan berlari dilintasan illinois agility run test. Berlari dilintasan illinois agility run test membutuhkan fleksibilitas, keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot dan koordinasi neuromuscular hal tersebut membutuhkan juga konsentrasi yang tinggi dengan kata lain dibutuhkan adaptasi neuromuscular karena saat berlari bolak-balik diantara cone terjadi gerakan yang kompleks dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan. Adaptasi ini disebabkan

30 40 oleh adaptasi sistem persarafan (nervosum) yaitu terjadinya peningkatan persentase aktivasi motor unit, perubahan fungsi kontraktil yaitu peningkatan persentase gaya kontraksi (twitch torque), dan terjadi hipertropi otot serta terjadinya peningkatan pada koordinasi sistem neuromuskuler pada keterampilan fisik yang menghasilkan ketepatan gerak. Dalam hal ini keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi atau interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, somatosensorik serta proprioceptive) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. 2.3 Proprioceptive Exercise Proprioceptive exercise merangsang sistem saraf yang mendorong terjadinya respon otot dalam mengontrol sistem neuromuskuler. Proprioceptive umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan indera penglihatan. Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen, persendiaan dan fascia (Liu, 2013). Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran dari posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang akan dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan

31 41 stimulus yang diterima dari receptor yang selanjutnya informasi tersebut akan diolah di otak yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh reseptor kembali ke bagian tubuh yang bersangkutan. Proprioceptive merupakan rasa sentuhan atau tekanan pada sendi yang disusun oleh komponen pembentuk sendi dari tulang, ligamen dan otot serta jaringan spesifik lainnya. proprioceptive merupakan bagian dari somatosensoris dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan taktil untuk memberikan informasi tentang daerah sekitar, kondisi permukaan sehingga dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk mengatur perintah kepada otot dan sendi seberapa menggunakan kekuatan dan bagaimana menyikapi lingkungan. Proprioception memberikan gambaran sama seperti sistem kerja visual, dimana memberikan informasi tentang daerah sekitar, namun hal yang membedakannya adalah proprioceptive bekerja saat sebuah sendi terjadi kontak langsung dengan permukaan sebuah benda. Pada kondisi tanpa cahaya (visual gelap) tidak dapat memberikan banyak informasi untuk tubuh, maka proprioceptive bekerja lebih dominan saat sendi menyentuh atau terjadi tekanan langsung dengan permukaannya. Saat mata tertutup kaki masih bisa merasakan dimana kita berdiri sekarang, tempat miring, berbatu kasar atau datar, dll. Dari informasi yang diterima oleh golgi tendon dan muscle spindle terkumpul cukup baik selanjutnya neuron akan meneruskan untuk dikirim ke sistem saraf pusat melalui ganglion basalis hingga sampai ke sistem saraf pusat

32 42 seperti perjalanan di gambar kemudian otak menentukan bagaimana kita menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner, 2007). Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive Sumber: Martin Riemer,2015 Reseptor yang diterima neuron saat menerima rangsangan sendi dikirim ke dua tempat yaitu ke korteks cerebri atau disebut dengan proprioceptive sadar karena dapat dikontrol penuh oleh otak baik penerimaan maupun pengembaliaan impuls ke afektor, dan kortek cerebellum biasa disebut dengan proprioceptive tak sadar atau bekerja otomatis (Scholary, 2011). Neuron yang dikirim melalui lintasan ke korteks cerebri memuat informasi lingkungan dikirim ke otak untuk mengatur kontraksi dan sistem tubuh, sedangkan neuron yang melalui korteks cerebri memuat informasi yang akan diberikan ke otak kecil untuk diolah sehingga hasil yang didapat adalah menjaga keseimbangan tubuh.

33 43 Cara penyampaian reseptor proprioceptive ke cortex cerebri menggunakan tiga neuron berbeda, neuron I sel berada di ganglion spinal akan dikirimkan melalui Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem sensorimotor, meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002). Proprioceptive merupakan bagian dari kontrol postural manusia yaitu fungsi yang kompleks yang mencakup komponen seperti deteksi gerakan serta respon otot bekerja menurut kesadaran untuk membangkitkan dan mengendalikan saat terjadinya gerakan. Reseptor proprioceptive berada di kulit, otot, sendi, ligamen dan tendon. Mereka memberikan informasi kepada CNS berkaitan dengan jaringan deformasi. Pada ujung ruffini terletak di kapsul sendi dan ligamen. Karena mechanoreseptor ini maksimal di rangsang pada sudut sendi tertentu serta menghubungkan sensasi posisi sendi dan perubahan posisi.

34 44 Proprioceptive berkaitan dengan dimana rasa posisi mekanoreseptor berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis dan dinamis. dalam hal ini statis di definisikan yaitu memberikan orientasi sadar pada satu bagian tubuh yang lain sedangkan arti dinamis yaitu memberikan fasilitasi pada sebuah sistem neuromuskular berkaitan dengan tingkat dan arah gerakan kelincahan (Laskowski, 2012). Proprioceptive exercise sangat dianjurkan untuk meningkatkan proprioception untuk meningkatkan keseimbangan dan koordinasi sehingga tercapainya kelincahan yang baik (Elsevier, 2012). Dalam hal ini penulis memilih latihan proprioceptive exercise dengan wobble board berupa closed kinetic chain exercise dimana bahwa latihan closed kinetic chain exercise memberikan umpan balik proprioceptive dan kinestetik lebih besar daripada open kinetic chain exercise. Menurut teori saat bergerak beberapa kelompok otot yang dilintasi untuk menerima impuls, sendi akan diaktifkan selama latihan closed kinetic chain exercise berlangsung sedangkan selama latihan open kinetic chain exercise reseptor sensorik, otot, jaringan intra artikular dan ekstra artikular diaktifkan dalam mengendalikan gerak (Kisner and Colby, 2007). Aktifitas closed kinetic chain exercise dilakukan untuk menumpu berat badan, khusus untuk menstimulasi mechanoreseptor dan sekitar sendi maka latihan ini lebih efektif daripada open kinetic chain exercise. Dengan demikian akan menstimulasi kontraksi otot, menambah stabilitas sendi,

35 45 keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan kelincahan pada fungsional tubuh dengan menumpu berat badan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan wobble board (papan keseimbangan). Papan keseimbangan atau lebih dikenal di dunia fisioterapi dan olahraga yang disebut wobble board yaitu sebuah alat yang digunakan untuk melatih proprioceptive ekstremitas atas atau bawah (Kisner and Colby, 2007). Wobble board dapat digunakan sebagai alat ukur atau treatment keseimbangan, stabilisasi, dan koordinasi (Mattacola dan Dwyer, 2002). Latihan ini meningkatkan fungsi saraf proprioceptive dari sistem saraf pusat dan mengurangi waktu dalam merespon sehingga dapat memiliki kelincahan yang baik serta dapat melindungi diri dari cedera (McKeon dan Harte, 2008). Pengertian yang lain tentang wobble board adalah titik tumpu dari semua wobble board berbentuk setengah lingkaran atau semi bola, hal ini dapat memungkinkan papan bergerak ke segala arah, maju mundur, kiri dan kanan berputar 360 derajat. Wobble board banyak digunakan untuk perkembangan anak, gymnasium, latihan olah raga, mencegah terjadinya cidera pada knee dan ankle, proses rehabilitasi setelah cidera hip, knee dan ankle serta biasa digunakan sebagai salah satu alat fisioterapi (Waddington et al, 2004). Latihan dengan menggunakan wobble board ini merupakan latihan stabiliasasi dinamic pada posisi tubuh statis yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga stabilitas pada posisi tetap. Prinsip latihan ini adalah meningkatkan fungsi dari pengontrol keseimbangan tubuh yaitu sistem informasi sensoris, central processing,

36 46 dan affector untuk bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Fungsi dari latihan ini meningkatkan proprioceptive, meningkatkan stabilitas tubuh, dan mengontrol postur alligment Mekanisme Fisiologis Pemberian Proprioceptive exercise untuk Meningkatkan Kelincahan Pada kelincahan salah satu komponen jaringan non-kontraktil yang diperlukan adalah ligamen, pada saat pemberian proprioceptive exercise, ligamen akan menstimulasi aktifitas biologi dengan cairan synovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler dikartilago sendi. Hal ini akan meningkatkan tingkat keseimbangan dan kestabilan karena karena berefek langsung pada sistem neuromuskular dan muskuloskeletal (mengaktifkan kontraksi otot). Gerakan yang berulang (repetisi yang dilakukan) pada saat latihan akan meningkatkan mikrosirkulasi dan cairan yang keluar akan lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan dan jaringan menjadi lebih elastic dan kekuatan ligamen dalam mengikat sendi meningkat maka akan menimbulkan stabilitas yang lebih baik, yang selanjutnya juga akan meningkatkan performance seseorang dalam meningkatkan kemampuan kelincahan. Disamping ligamen, salah satu stabilisator tubuh yang juga berperan penting terhadap peningkatan kelincahan adalah sendi. Sendi merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada kemampuan kelincahan diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan tanpa ada keluhan seperti nyeri, karena jika terdapat keluhan tersebut akan mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan suatu gerakan. Gerakan

37 47 yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui proprioceptive pada sendi tersebut maka ketika melakukan exercise, sendi lebih akan stabil karena ditunjang juga oleh kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari ligamen sehingga adanya peningkatan kelincahan. 2.4 Strengthening Exercise Strength (kekuatan) mengarah kepada output tenaga dari suatu kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan jumlah tension yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Dimana otot adalah sebagai salah satu komponen yang dapat menghasilkan suatu gerakan dan merupakan suatu jaringan yang terbesar dalam tubuh. Otot mempunyai kemampuan untuk ekstensibilitas, elastisitas dan kontraktilitas. Strength (kekuatan) otot sangat bergantung pada diameter otot tersebut. Latihan yang sistematik dapat menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi yang terjadi adalah hipertropi otot, Hipertropi otot yaitu berkembangnya ketebalan otot dan meningkatnya diameter otot. Dampak dari latihan tersebut menjadikan setiap serabut otot akan meningkat massa dan jumlahnya. Hal tersebut terjadi karena adanya ketegangan selama kontraksi dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan diameter serabut otot sehingga otot akan semakin kuat. Strengthening exercise merupakan peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik, dengan berlatih melawan tahanan, yang bertahap ditambah kekuatannya. Strengthening exercise adalah latihan penguatan pada otot yang menggunakan tahanan atau beban baik dari luar atau alat

38 48 maupun dari beban tubuh itu sendiri. Strengthening exercise dilakukan secara teratur, terencana, berulang ulang dan semakin bertambah bebannya serta dimulai dari gerakan yang sederhana ke gerakan yang lebih kompleks. Strengthening exercises (latihan penguatan) untuk sistem muskular memiliki peran yang sangat penting (esensial) dalam fisioterapi dan dalam retraining (pemulihan). Pemahaman tentang metode training yang beragam merupakan kebutuhan yang paling penting untuk efektifitas kinerja otot. Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot sebagai mesin pengubah energi kimia menjadi energi mekanik. Sumber energi yang didapat dan segera digunakan adalah derifat pospat organik berenergi tinggi yang terdapat dalam otot. Selain itu sumber utama energi diperoleh dari metabolisme intermedier karbohidrat lipid dan hidrolisis ATP yang menghasilkan energi untuk berkontraksi. Strengthening exercise dapat mencegah penurunan kekuatan otot dan mempertahankan massa otot. Strengthening exercise otot juga mampu mencegah penurunan massa tulang, meningkatkan metabolisme, dan dalam jangka waktu panjang dapat menurunkan tekanan darah. mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh, disarankan untuk melakukan strengthening exercise yang ditargetkan pada otot-otot besar tungkai bawah.

39 49 Menurut penelitian Minoonejad (2012), menyatakan bahwa strengthening exercise berupa closed kinetic chain exercise dan open kinetic chain exercise, keduanya sama-sama efektive untuk strengtening exercise pada otot. Closed kinetic chain exercise adalah gerakan yang terjadi pada rangkaian gerak tertutup dimana gerakan tubuh lebih pada segmen distal tertentu. Sebagai contoh, gerakan closed kinetic chain terjadi pada posisi menumpu berat badan dimana kaki ditumpukkan dilantai dan otot mengangkat atau bagian bawah tubuh seperti memanjat gunung atau berjongkok. Closed kinetic chain exercise ditampilkan pada postur fungsional dengan beberapa derajat menumpu berat badan dan bisa meliputi gerakan konsentrik, eksentrik, atau isometrik. Penambahan beban otot pada closed kinetic chain exercise pada strengthening exercise juga akan memberikan pembebanan pada tulang, sendi dan jaringan lunak non kotraktil seperti ligamentum dan tendon serta capsul sendi. Pada dasarnya meningkatkan kekuatan otot berdasarkan prinsip overload. Dimana prinsip overload ini dilakukan secara meningkat (progresif) berarti beban dalam latihan mendekati maksimal dan secara bertahap terus meningkat, sebagai akibat kapasitas kekuatan otot seseorang semakin meningkat pula. Kekhususan overload adalah meningkatnya kekuatan, daya tahan dan hipertropi sebagai akibat meningkatnya intensitas kerja yang diberikan persatuan waktu, sehingga akan meningkatkan kekuatan otot. Dalam hal ini strengthening exercise menggunakan karet elastic resistance. Karet elastic resistance merupakan

40 50 karet berwarna dengan merk theraband salah satu produk dunia terkemuka. Latihan strengthening dengan elastic resistance adalah latihan isotonic dengan menggunakan theraband atau suatu alat berupa karet berwarna yang mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi. Sedangkan latihan isotonic sendiri adalah suatu bentuk latihan melawan tahanan atau beban yang konstan dan terjadi pemanjangan atau pemendekan otot dalam range of motion gerakan (Kisner and Colby, 2007). Theraband merupakan suatu produk bermerek terkemuka didunia. Secara progresif theraband memiliki ketahanan elastisitas yang cukup tinggi untuk rehabilitasi secara profesional, pelatihan atlet dan senam kebugaran dirumah. Theraband diproduksi dan dikembangkan oleh the hygenic corporation pada tahun 1978 dan sejak memperoleh reputasi internasional dengan terapis, ahli tulang, serta pelatih olahraga untuk kualitas dan efektivitas latihan yang didukung oleh American Physical Therapy Association (APTA). Theraband tersedia melalui jaringan internasional, rehabilitasi, latihan dan distributor produk olahraga, dokter, dan melalui outlet ritel online. Latihan dengan theraband digunakan sebagai alat untuk merehabilitasi, memulihkan otot dan fungsi tubuh, meningkatkan keseimbangan dan kekuatan. Elastic resisistance (theraband) exercise bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dinamik, endurance, dan power

41 51 otot dengan menggunakan tahanan yang berasal dari external force (Fleck, 2004). Grafik 2.1 Besaran Elastic Resistance Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat tolak ukur yang dapat digunakan sebagai pemilihan theraband yang tepat untuk latihan sesuai dengan warna yang terbagi berdasarkan berat dalam kilogram dan kekuatan panjang otot dalam satuan persen. Menurut Foran (2001) efek meningkatkan kekuatan dinamik pada otot sehingga power otot bertambah. Apabila power bertambah maka endurance dan keseimbangan akan bertambah pula. Pada peredaran darah akan meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu juga akan memperbaiki kekuatan, ukuran serta mencegah peradangan dan terjadinya peningkatan kelenturan jaringan. Dalam hal ini penelitian menggunakan kontraksi isotonik yang dalam aplikasinya mempunyai tahanan yang sama dari awal hingga akhir.

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang drastis pada pertumbuhannya, baik pertumbuhan fisik, mental dan psikis. Pertumbuhan fisik yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah mahluk yang bergerak. Dalam melakukan aktifitasnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah mahluk yang bergerak. Dalam melakukan aktifitasnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia.dikarenakan manusia adalah mahluk yang bergerak. Dalam melakukan aktifitasnya manusia tidak pernah terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia di masa yang modern dan berkembang seperti saat ini banyak memiliki aktivitas yang beragam dan berbeda-beda, tentunya harus memiliki energi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik didefinisikan segala kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan energi oleh tubuh melampaui energi istirahat. Aktivitas fisik disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Futsal adalah variasi sepakbola yang dimainkan di dalam ruangan di lapangan yang lebih kecil. Futsal mulai dimainkan di Amerika Selatan pada tahun 1930 dan sejak itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas olahraga sudah dikenal sejak jaman dulu kala. Olahraga memiliki sekumpulan peraturan, kebiasaan, sampai aktifitas tubuh yang sudah diatur sedemikian rupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseimbangan merupakan salah satu hal penting dalam proses pertumbuhan anak usia 10-12 tahun karena pada usia tersebut anak mulai mengalami perubahan baru, baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG WHO menyatakan Health is a state of complete physical, mental and social well being and not merely the absence of deaseas or infirmity. Sehat adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase tumbuh dan kembang setiap makhluk tersebut. Demikian pula dengan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia tumbuh

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Pada remaja kemampuan berkembang secara fisik masih sangat baik. Waktu utama untuk pertumbuhan otot yang optimal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang sakit (curative), tetapi kebijakan yang lebih ditekankan kearah

BAB I PENDAHULUAN. orang sakit (curative), tetapi kebijakan yang lebih ditekankan kearah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sehat yaitu slogan baru untuk Negara Indonesia dalam upaya mensejaterahkan dan menyehatkan warga negaranya. Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan, yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini telah memasuki era baru yaitu era reformasi dengan ditandai oleh adanya perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang menuju kepada keadaan yang

Lebih terperinci

BAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari

BAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Secara umum gerak dapat diartikan berpindah tempat atau perubahan posisi sebagian atau seluruh bagian dari tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas sendi dapat menurunkan proprioseptif dan koordinasi yang dapat. mengakibatkan meningkatkan risiko cedera.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas sendi dapat menurunkan proprioseptif dan koordinasi yang dapat. mengakibatkan meningkatkan risiko cedera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuatan dan daya tahan otot saling mempengaruhi. Saat kekuatan otot meningkat, daya tahan juga meningkat dan sebaliknya. Lemahnya stabilitas sendi dapat menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang anak. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Dellito, 2003). Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun dalam bidang olahraga juga manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini berjumlah 26 orang lansia dengan usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejayaan suatu bangsa dapat dilihat dari hasil hasil prestasi yang diraih

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejayaan suatu bangsa dapat dilihat dari hasil hasil prestasi yang diraih PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejayaan suatu bangsa dapat dilihat dari hasil hasil prestasi yang diraih oleh para atlit dalam event - event cabang olah raga baik pada tingkat regional, nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan.setiap manusia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada keseimbangan gaya berdiri (center of gravitiy) dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada keseimbangan gaya berdiri (center of gravitiy) dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam era tahun sekarang banyak perkembangan anak menuju dewasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya sehingga perkembangan pemikiran anak atau sistem pemikiran seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai

BAB I PENDAHULUAN. digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai dewasa terutama laki-laki. Banyak

Lebih terperinci

BAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan

BAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan kesadaran bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit sudah sejak zaman dahulu yaitu sekitar 2400 tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates yaitu ditemukannya gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan periode di mana tidak terjadi lagi perubahan karena faktor pertumbuhan setelah masa adolesensi yang mengalami pertumbuhan cepat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa memiliki beranekaragam aktivitas sehingga dituntut memiliki gerak fungsi yang baik dalam hal seperti mengikuti perkuliahan, melaksanakan tugas-tugas kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seringkali pada orang yang telah mengalami usia lanjut (lansia) mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komponen Kondisi Fisik Kondisi fisik adalah kapasitas seseorang untuk melakukan kerja fisik dengan kemampuan bertingkat. Kondisi fisik dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern yang memahami betul akan pentingnya kesehatan dalam. menunjang berbagai aktivitas dan penampilan (performance) mereka.

BAB I PENDAHULUAN. modern yang memahami betul akan pentingnya kesehatan dalam. menunjang berbagai aktivitas dan penampilan (performance) mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan dunia saat ini semakin pesat dan ramai. Indonesia merupakan salah satu negara yang menyumbangkan pengaruh perkembangan terhadap kesehatan dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas perkuliahan yang begitu padat membuat mahasiswa kekurangan waktu untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita Skeletal: Struktur jaringan tulang Klasifikasi tulang Tulang tengkorak, rangka dada, tulang belakang, panggul, ekstremitas atas dan bawah Sendi: Klasifikasi berdasarkan gerakan Klasifikasi berdasarkan

Lebih terperinci

SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS. Regita Tanara / B1

SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS. Regita Tanara / B1 SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS Regita Tanara 102015121 / B1 SKENARIO Seorang anak 5 tahun dibawa ibunya ke UGD rumah sakit dengan keluhan jari telunjuknya memar akibat terjepit daun pintu IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Dinamis 2.1.1 Definisi Keseimbangan Pada pasien hemiparese post stroke umumnya mengalami gangguan keseimbangan. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Dinamis 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Dinamis Keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan MORFOLOGI Organisasi Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun sistem saraf.

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK DAN EKSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT BICEPS BRACHII

SKRIPSI PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK DAN EKSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT BICEPS BRACHII SKRIPSI PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK DAN EKSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT BICEPS BRACHII Disusun Oleh SUPRIN HUMONGGIO J 110 070 060 Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator keberhasilan pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh penurunan angka kematian serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global, tahun 2010 sekitar 23% dari orang dewasa muda berusia 18 tahun atau lebih dikategorikan kurang melakukan aktivitas fisik (laki-laki 20% dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan kesadaran bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti di Indonesia. Sebagai negara yang sedang berkembang maka. Gerak merupakan elemen essential bagi kesehatan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti di Indonesia. Sebagai negara yang sedang berkembang maka. Gerak merupakan elemen essential bagi kesehatan individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu negara, seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar seperlima dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gastrocnemius merupakan otot tipe slow twitch (tipe 1). Otot gastrocnemius

BAB I PENDAHULUAN. gastrocnemius merupakan otot tipe slow twitch (tipe 1). Otot gastrocnemius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia terdiri dari banyak komponen seperti otot, tulang, dan sendi dimana semua komponen tersebut bekerja sinergis sehingga terbentuk suatu gerakan. Gerakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kelincahan 2.1.1 Pengertian Kelincahan Kata lincah memiliki arti bergerak merubah arah atau berputar secara cepat. Kelincahan merupakan kemampuan melakukan sebuah gerakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang atau dua pasang yang saling berlawanan, bertujuan memukul shuttlecock melewati bidang permainan lawan

Lebih terperinci

protein adalah bahan utama pembentuk otot. dengan control sikap (stabililisasi), dimana stabilisasi akan

protein adalah bahan utama pembentuk otot. dengan control sikap (stabililisasi), dimana stabilisasi akan 2 panjang otot saat kontraksi dan kecepatan kontraksi otot masingmasing individu. Kekuatan otot pada umumnya bertambah seiring usia yang juga bertambah karena asupan protein yang kita makan karena protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan kebugaran mempunyai beberapa istilah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan kebugaran mempunyai beberapa istilah yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan kebugaran sangat diperlukan oleh setiap mahluk hidup, karena tanpa kebugaran dan kesehatan yang baik manusia tidak mampu untuk menjalani aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes 1 BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes (2009) keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan bangsa adalah dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Praktikum Manfaat Praktikum

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Praktikum Manfaat Praktikum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk bergerak. Salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak adalah otot. Otot merupakan jaringan yang terbentuk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, dan interaksi dengan lingkungan sehingga mengakibatkan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, dan interaksi dengan lingkungan sehingga mengakibatkan anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan individu yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Proses pertumbuhan dan perkembangan akan mengarahkan anak pada proses perubahan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk

BAB VI PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui perbedaan kombinasi Mc.Kenzie dan William flexion exercise dengan pilates exercise dalam meningkatkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk biopsikososial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi muda yang memiliki potensi untuk. meneruskan cita-cita perjuangan bangsa yang sedang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi muda yang memiliki potensi untuk. meneruskan cita-cita perjuangan bangsa yang sedang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi muda yang memiliki potensi untuk meneruskan cita-cita perjuangan bangsa yang sedang tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. Anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telapak kaki. Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. telapak kaki. Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaki merupakan bagian tubuh yang berfungsi untuk menopang berat badan, namun banyak diantara kita yang memiliki masalah dengan kaki, salah satunya ialah Flat Foot atau

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang.

BAB VI PEMBAHASAN. kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Subjek pada penelitian ini berjumlah 60 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. Kelompok I diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan gizi yang lebih baik, maka mereka hidup lebih lama dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan gizi yang lebih baik, maka mereka hidup lebih lama dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi penduduk usia lanjut (usila) di dunia terus meningkat tanpa disadari. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran, perbaikan pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia antara lain taekwondo, karate, kempo, yudho, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia antara lain taekwondo, karate, kempo, yudho, dan sebagainya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai jenis olahraga prestasi, beladiri merupakan salah satu cabang olahraga yang berkembang di Indonesia. Olahraga beladiri yang ada di Indonesia antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Irianto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Irianto, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup sehat adalah harapan semua orang tetapi kesehatan tidak akan diperoleh apabila tanpa diikuti oleh usaha yang memadai. Apabila kehidupan kita terus-menerus dimanjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas harian tanpa adanya rasa lelah yang berlebih (Kisner & Colby, 2012). Di era globalisasi yang penuh

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI Denpasar untuk kelompok I dan kelompok II. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi keseimbangan menurut Muchammad

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Berturut-turut berikut disajikan mengenai deskripsi data, uji persyaratan analisis data,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada even olahraga kompetisi, power merupakan salah satu unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada even olahraga kompetisi, power merupakan salah satu unsur penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada even olahraga kompetisi, power merupakan salah satu unsur penting untuk mencapai suatu prestasi maksimal. Power adalah kemampuan mengatasi hambatan dalam kecepatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk sosial. Hal ini menuntut manusia untuk dapat meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk sosial. Hal ini menuntut manusia untuk dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangan jaman, kebutuhan manusia yamg semakin kompleks, yang membuat manusia semakin sibuk dengan aktifitas sebagai makhluk sosial. Hal ini menuntut

Lebih terperinci

TITIK BERAT DAN STABILITAS (CENTER OF GRAVITY DAN STABILITY)

TITIK BERAT DAN STABILITAS (CENTER OF GRAVITY DAN STABILITY) TITIK BERAT TITIK BERAT DAN STABILITAS (CENTER OF GRAVITY DAN STABILITY) Definisi titik berat Lokasi titik berat pada manusia STABILITAS DAN EQUILIBRIUM Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat meningkatkan resiko munculnya penyakit medis dan kematian dini (Villareal et al, 2005). Obesitas

Lebih terperinci