BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi citra tubuh secara psikologis yaitu gambaran psikis terhadap keadaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi citra tubuh secara psikologis yaitu gambaran psikis terhadap keadaan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Citra Tubuh Pengertian Citra Tubuh Citra tubuh (Body image) didefinisikan dan dihubungkan dalam dua cara. Definisi citra tubuh secara psikologis yaitu gambaran psikis terhadap keadaan fisik seseorang, yang menyangkut tingkah laku dan persepsi terhadap penampilan fisiknya, kondisi kesehatan, kemampuan, serta seksualitas. Citra tubuh adalah persepsi seseorang terhadap tubuhnya dan interaksinya dengan orang lain, serta memiliki rasa kepemilikan dan batasan-batasan tubuhnya, sebuah citra yang yang terbangun secara psikologis dan melalui sistem neurologis otak, melalui propiosepsi, penglihatan, dan sistem vestibular. Citra tubuh juga dapat diasumsikan sebagai proses maupun hasil, dan citra tubuh seseorang mempengaruhi fungsi fisik dan psikologisnya (Larsen & Lubkin, 2009). Grogan (1999) dalam Faircloth (2003), mengemukakan definisi citra tubuh sebagai persepsi seseorang, pikiran, dan perasaan terhadap tubuhnya. Citra tubuh seseorang juga dapat mempengaruhi kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain dan akan berpengaruh pula terhadap bagaimana orang lain berespon terhadapnya. Menurut Honigman dan Castle (2007), citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas penilaian orang lain terhadap 11

2 12 dirinya. Citra tubuh adalah gagasan kompleks dan meliputi kesadaran, emosi, dan tindakan seseorang yang berkenaan dengan tubuhnya (Cash & Pruzinsky, 1990). Menurut Fallon (1990) dalam Kim & Lennon (2007), Citra tubuh adalah gambaran mental yang dimiliki pada tubuhnya sendiri. Citra tubuh tidak hanya tentang bagaimana seseorang menilai dirinya, namun juga mengenai bagaimana perasaan mereka terhadap persepsi tersebut (Kim & Lennon, 2007). Citra tubuh merupakan suatu pencitraan dari tubuh seseorang yang dilihat melalui pikiran yang membebaskan seseorang untuk mengetahui emosi, sensasi, kebutuhan tubuh, dan selera, serta untuk berkompromi dengan lingkungan fisik. Citra tubuh juga digambarkan sebagai sebuah area psikologis dimana tubuh, pikiran, dan kebudayaan bergabung menjadi satu. Area ini mencakup pemikiran-pemikiran, perasan, persepsi, tingkah laku, nilai-nilai, dan anggapan seseorang mengenai tubuhnya (Hutchinson, 1994 dalam Juntunen & Atkinson, 2002). Menurut Davidson & McCabe (2005) istilah citra tubuh didefinisikan sebagai persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Hal yang serupa dikemukakan oleh Schilder yang mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran tentang tubuh individu yang terbentuk dalam pikirannya, atau gambaran tubuh individu menurut dirinya sendiri (Frith & Glesson, 2006). Rudd dan Lennon (2001) mengemukakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental yang dimiliki individu tentang tubuhnya meliputi dua komponen, yaitu komponen perseptual (ukuran, bentuk, berat, karakteristik, gerakan, dan performa tubuh) dan komponen sikap (apa yang kita rasakan tentang tubuh kita dan bagaimana perasaan ini mengarahkan pada tingkah laku).

3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Citra Tubuh Menurut Close dan Giles (2008), citra tubuh pada remaja mulai terbentuk seiring dengan pertumbuhan fisik dan kematangan mentalnya. Cara pandang remaja terhadap tubuhnya sendiri dipengaruhi antara lain pertumbuhan fisiknya yang masih tengah berubah dan berkembang, tayangan dan tampilan media massa yang menampilkan bentuk tubuh model yang ideal, juga kecenderungan untuk membandingkan bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh orang lain seusianya. Hal ini menyebabkan terjadinya fenomena hypercare, yaitu suatu gejala upaya perawatan dan penyempurnaan daya kerja serta penampilan tubuh secara berlebihan, lewat bantuan kemajuan teknologi kosmetik dan medis (Kasiyan, 2008). Dalam perkembangannya, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh, antara lain: a. Jenis Kelamin Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Dacey & Kenny (2001) mengemukakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang citra tubuh daripada pria (Cash & Brown, 1989; Davison & McCabe, 2005; Demarest & Allen, 2000; Furnham & Greaves,1994; Janelli,1993; Rozin & Fallon, 1988 dalam Hubley & Quinlan, 2005). Thompson dalam Sucita (2008) yang mengungkapkan bahwa semua perempuan memperhatikan berat badannya dan takut mengalami kelebihan berat badan. Wanita ingin memiliki tubuh kurus

4 14 menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya dan memiliki kecenderungan untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh media massa yang mempromosikan penurunan berat badan (Andersen & Didomenico, 1992). b. Usia Pada usia remaja, citra tubuh menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan. Hal ini berdampak pada usaha berlebihan untuk mengontrol berat badan. Umumnya hal ini terjadi pada remaja putri daripada remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan yang normal pada masa pubertas dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan citra tubuh negatif ini dapat menyebabkan gangguan perilaku makan. Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja (Papalia & Olds, 2003). Ketakutan untuk menjadi gemuk sangat umum terjadi pada remaja putri sehingga hal ini disebut sebagai ketidakpuasan normatif bagi kelompok usia dan gender ini (Gibney, Margetts, Kearney, & Arab, 2004). c. Media Massa Media massa berperan di masyarakat (Cash & Pruzinsky, 2002). Majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi (termasuk tayangan khusus anak-anak) menyajikan gambar model-model yang kurus sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak wanita merasa tidak puas dengan dirinya. Media massa mempengaruhi citra tubuh manusia melalui tiga proses, yaitu persepsi, kognitif dan tingkah laku yang dikaitkan dengan pembandingan sosial dimana wanita cenderung membandingkan diri dengan model-model kurus yang

5 15 dikategorikan menarik. Akibat pembandingan sosial ini, terjadi distorsi persepsi pada wanita dimana mereka merasa tubuh mereka gemuk padahal sebenarnya mereka tidak gemuk. Pada kognitif mereka telah tergambar bagaimana wanita yang dianggap menarik sehingga menjadikannya landasan untuk melakukan evaluasi diri terhadap penampilan. Dari segi tingkah laku dimana wanita ingin memiliki tubuh yang kurus seperti para model di media, mereka rela melakukan diet atau cara lain yang dapat mengurangi berat tubuh. d. Keluarga Menurut teori pembelajaran sosial, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi citra tubuh anakanaknya melalui umpan balik, dan instruksi (Cash & Pruzinsky, 2002). e. Hubungan Interpersonal Seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain dan umpan balik yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk bagaimana perasaannya terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat seseorang cemas terhadap penampilan dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen menyatakan bahwa umpan balik terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya (Cash & Pruzinsky, 2002). Budaya kesan pertama di masyarakat menunjukkan bahwa lingkungan sering kali menilai seseorang berdasarkan kriteria luar, seperti tampilan fisik, karena tampilan fisik yang baik

6 16 sering diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi, kesempatan yang lebih luas untuk dapat menarik pasangan, dan kualitas positif lainnya (Melliana, 2006) Pengukuran Citra Tubuh Terdapat beberapa jenis pengukuran citra tubuh, antara lain The Body Image States Scale (BISS), The Body-Image Ideals Questionnaire (BIQ), The Situational Inventory of Body-Image Dysphoria (SIBID), The Body Image Disturbance Questionnaire (BIDQ), The Body Image Quality of Life Inventory (BIQLI), The Appearance Schemas Inventory-Revised (ASI-R), The Body Image Coping Strategies Inventory (BICSI), The Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS), dan The Body Exposure during Sexual Activities Questionnaire (BESAQ) (Cash & Pruzinsky, 2002). Pengukuran mengenai citra tubuh pada umumnya menggunakan Multidimensional Body Self Relation Questionnaire-Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash dalam Seawell dan Danorf-Burg (2005). Alat ukur ini umum diguakan karena dianggap lebih mudah dimengerti dan lebih mudah digunakan pada kelompok berisiko maupun remaja pada umumnya. Citra tubuh dalam MBSRQ- AS dibagi menjadi lima dimensi, yaitu: a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan) Dimensi yang diukur berhubungan dengan evaluasi penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan atau tidak memuaskan.

7 17 b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan) Dimensi yang diukur adalah tingkat perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya c. Body Area Satisfaction (Kepuasan Terhadap Bagian Tubuh) Mengukur tingkat kepuasan terhadap bagian tubuh secara spesifik seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan. d. Overweight Preoccupation (Kecemasan Menjadi Gemuk) Mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. e. Self-Classified Weight (Pengkategorian Ukuran Tubuh) Mengukur bagaimana individu mempersepsikan dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk. Chairiah (2012) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Gambaran Body Image dan Pola Makan Remaja Putri memodifikasi kuesioner ini untuk dapat digunakan di Indonesia. Kuesioner ini terdiri dari sebelas pertanyaan berbentuk skala likert.

8 Konsep Dasar Perilaku Makan pada Remaja Putri Definisi Perilaku Makan Definisi perilaku makan adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud di gerakan atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang ditunjukkan individu untuk bertahan hidup dimana aktivitas tersebut untuk menyediakan kebutuhan nutrisi terutama untuk energi dam pertumbuhan yang dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika (Ie, 2013). Tan dalam Fradjia (2008) menyebutkan bahwa perilaku makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan tata karma makan, frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan, dan pemilihan makanan. Perilaku makan pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Faktor Biologis Model biologis dari perilaku makan berfokus pada pusat regulasi nafsu makan di hipotalamus yang mengontrol mekanisme neurokimiawi untuk makan dan perasaan kenyang. Penurunan kadar dopamine yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku makan seseorang diduga sebagai suatu cara untuk mengkompesasi penurunan aktivasi area penghargaan yang di rangsang oleh dopamin (Wang, et al, 2001 dalam Stuart & Laraia, 2005). Leptin, sebuah protein yang meningkatkan asupan makanan, dan gliserin, juga mempengaruhi perilaku makan seseorang (Jimerson, D, 2002; Tanaka et al., 2002 dalam Stuart & Laraia, 2005).

9 19 b. Faktor Psikologis Perpisahan dini, konflik individu, perasaan ketidakbergunaan, ketidakberdayaan, kesulitan menginterpretasikan perasaan dan bertoleransi terhadap fase emosional dan ketakutan terhadap kedewasaan dapat mempengaruhi peilaku makan pada remaja. (Greeno, Wing, dan Shiffman, 2000; Stein dan Core, 2003 dalam Stuart & Laraia, 2005) c. Faktor Lingkungan Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi perilaku makan seseorang. Keluarga dengan penyalahgunaan obat, bunuh diri, pembolosan, dan masalah emosional lainnya, dapat mempengaruhi perilaku makan anggota keluarga tersebut. Orang tua yang menunjukkan penolakan tehadap orang-orang dengan kelebihan berat badan dapat mempengaruhi perilaku makan anak-anaknya (Brink, Ferguson, & Sharma, 1999, dalam Stuart & Laraia, 2005). Orang tua yang terus-menerus menghindari makanan apabila mengalami stress dan menunjukkan perilaku makan buruk, serta tidak mengajarkan anak-anak tentang nilai yang pantas mengenai makanan, juga dapat berpengaruh dalam perilaku makannya sehari-hari. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan termasuk mengedukasi orang tua dari anak-anak tentang perilaku makan yang sehat (White, 2000 dalam Stuart & Laraia, 2005). d. Faktor Sosiokultural Pengaruh teman sebaya cukup besar di kalangan remaja. Menurut Newman dan Shichor dalam Hurlock (1994), remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya sebagai kelompok sehingga berpengaruh

10 20 besar pada sikap, minat, penampilan, dan perilakunya, termasuk perilaku makan remaja Gangguan Perilaku Makan Gangguan perilaku makan adalah suatu permasalahan yang serius, kadang sulit untuk disembuhkan dengan terapi, disertai banyak komplikasi medis dan angka mortalitas yang tinggi sejalan dengan tingkat komorbiditas psikiatri yang tinggi pula (Striegel-Moore, Wonderlich, Walsh, & Mitchell, 2011). Gangguan perilaku makan diartikan suatu sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan (Lisal, 2008). Thompson dalam Sucita (2008) yang mengungkapkan bahwa semua perempuan memperhatikan berat badannya dan takut mengalami kelebihan berat badan sehingga cenderung untuk mengalami gangguan dalam perilaku makan. Remaja putri merupakan kelompok masyarakat yang paling berisiko, dan diestimasikan hingga 70% remaja putri terkena permasalahan ini (Gibney, Margetts, Kearney, & Arab, 2004) Klasifikasi Gangguan Perilaku Makan Klasifikasi dari gangguan perilaku makan sebagai suatu gangguan mental dimulai dengan anorexia nervosa pada sekitar tahun 1970, diikuti dengan bulimia nervosa pada sekitar tahun 1980, dan klasifikasi untuk gangguan perilaku makan yang berbeda dari dua klasifikasi tersebut (Levin & Becker, 2010). Berdasarkan panduan diagnostik dan statistik untuk gangguan mental edisi keempat (DSM-IV),

11 21 gangguan perilaku makan dibagi menjadi tiga, yaitu AN, BN, dan EDNOS (Lemberg, 1991). a. Anorexia Nervosa (AN) Anorexia Nervosa adalah sebuah gangguan perilaku makan yang ditandai dengan adanya penurunan berat badan, jauh dari rentang normal, yang dilakukan dengan sengaja (Lemberg, 1991). Menurut diagnosis DSM-IV, AN didefinisikan sebagai ketakutan yang berlebihan terhadap pertambahan berat badan, meskipun telah mengalami kekurangan berat badan. Terdapat gangguan dengan cara seseorang memandang tubuhnya dan terdapat suatu penolakan untuk mempertahankan bentuk tubuh diatas berat badan normal minimal. Pada wanita, siklus menstruasi dapat terhambat sekurangnya tiga siklus berturut-turut. Terdapat dua jenis AN, tipe restricting type dan tipe binge/purging type (American Psychiatric Association, 2000 dalam Stuart & Laraia, 2005). AN jenis restrictingtype anorexia terlihat individu menurunkan berat badan dengan melakukan diet tanpa disertai perilaku makan berlebihan atau memuntahkan kembali makanannya. Sedangkan pada tipe binge-eating/purging, individu tersebut makan secara berlebihan kemudian memuntahkannya kembali secara sengaja (APA, 2005). Sebagian besar individu dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kelaparan atau malnutrisi. Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan jumlah yang sangat kecil (Wonderlich, et al, 2005).

12 22 Kebanyakan pasien dengan AN juga akan memiliki masalah psikiatri dan berbagai penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas, penyalahgunaan zat, komplikasi kardiovaskular dan neurologis, dan perkembangan fisik yang terhambat (Becker, et al, 2002). Gejala lain yang mungkin terlihat antara lain penipisan tulang (osteopenia atau osteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan, pertumbuhan rambut halus pada tubuh (misalnya, lanugo), anemia ringan, kelemahan dan kehilangan otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah, penurunan suhu tubuh, dan kelemahan (Wonderlich, 2005). Pada anak-anak yang prapubertas, pubertasnya lambat dan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya terhambat (Chavez & Insel, 2007). Gejala metabolik lainnya, seperti lelah dan intoleransi terhadap kedinginan juga disebabkan oleh gangguan aksis hipotalamus-pituitari-gonad (Kiyohara, et al, 1987). Pengurangan densitas tulang diobservasi pada pasien dengan AN meningkatkan risiko untuk mengalami fraktur dan berkaitan dengan defisiensi berbagai nutrisi, penurunan steroid gonad dan peningkatan kortisol (Karlsson, et al, 2000). b. Bulimia Nervosa (BN) Menurut diagnosa DSM-IV, bulimia nervosa adalah episode berulang dari BED dengan kurangnya control terhadap perilaku makan dan perhatian berlebihan terhadap bentuk tubuh dan berat badan. Seseorang yang dikatakan mengalamibulimia nervosa juga memuntahkan kembali makanannya secara regular, menggunakan obat-obatan pencahar tanpa indikasi, berpuasa, maupun melakukan olahraga secara berlebihan (American Psychiatric Association, 2000

13 23 dalam Stuart & Laraia, 2005). DSM-IV membagi BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa secara berlebihan. Tidak seperti AN, penderita BN masih dapat memiliki berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka. Akan tetapi, seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan akan pertambahan berat badan, dan menjalani tindakan ekstrim untuk mengurangi berat badan, serta merasa sangat tidak puas atas ukuran dan bentuk tubuh (APA, 2005). Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas, maupun permasalahan penyalahgunaan zat. Akibat fisik dari BN antara lain, ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah yang berkaitan dengan rongga mulut dan gigi (APA, 2005). c. Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS) 1) Binge Eating Disorder (BED) Individu yang mengalami BED mengonsumsi kalori dalam jumlah yang besar namun tidak memiliki keinginan untuk mencegah kenaikan berat badan. Penyakit ini memiliki prevalensi rata-rata 2-4% dari populasi yang ada. Terdapat sekitar 19%-40% dari penderita obesitas yang mencari terapi untuk mengontrol berat badan memiliki riwayat BED. Hal ini menunjukkan bahwa mengkaji tentang gangguan perilaku makan seharusnya menjadi bagian yang penting pada program

14 24 manajemen berat badan (Grilo, 1998 dalam Stuart & Laraia, 2005). Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas merupakan faktor risiko spesifik untuk terjadinya BED (Abraham & Stafford, 2007). Binge Eating Disorder digolongkan pada orang dengan episode bingeeating yang rekuren sewaktu seseorang merasakan hilangnya penguasaan terhadap perilaku makannya. Tidak seperti BN, episode binge-eating ini tidak diikuti dengan proses pengontrolan, olahraga yang berlebihan, atau puasa. Mereka juga merasa bersalah, malu, maupun distress dengan binge-eating yang dapat menyebabkan terjadinya lebih banyak episode binge-eating. Mereka juga sering mempunyai penyakit psikologis termasuk ansietas, depresi, dan kekacauan kepribadian (APA, 2005). 2) Night Eating Syndrome (NES) Sindrom makan di malam hari adalah gangguan makan berat yang sedang dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam DSM-IV-TR sebagai gangguan perilaku makan yang terpisah. Individu yang memiliki sindrom makan di malam hari memiliki gejala anoreksia di pagi hari dan mengalami kesulitan dalam mempertahankan tidur serta mengalami depresi sebagian besar di malam hari. Individu biasanya akan terbangun dua kali setiap malam dan hal ini berkaitan dengan pengonsumsian makanan. Prevalensi dari sindrom ini diperkirakan 1,5% pada populasi umum, 8,3% pada populasi obesitas, dan 27% diantara populasi obesitas berat yang mencari penanganan bedah (Strunkard & Allison, 2003 dalam Stuart & Laraia, 2005).

15 Pengukuran Perilaku Makan Mengukur perilaku makan seeorang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan Eating Disorder Inventory 3 (EDI-3), Eating Disorders Quality of Life Scale (EDQLS), Quality of Life Enjoyment and Satisfaction Quetionnaire (Q-LES-Q), serta State Trait Anxiety Inventory (STAI) (Maine, McGilley, & Bunnel, 2010). Identifikasi kecenderungan terjadinya gangguan perilaku makan pada umumnya menggunakan instrumen Eating Attitudes Test (EAT-26). EAT-26 tidak digunakan untuk mendiagnosis gangguan makan, namun untuk mengidentifikasi individu-individu yang memiliki kecenderungan gangguan dalam berperilaku makan dan membutuhkan penanganan lebih lanjut (Anderson, 2004). Menurut Garner et al. (1998) dalam Anderson (2004), EAT-26 telah digunakan sebagai alat skrining untuk menilai risiko gangguan perilaku makan di sekolah, kampus, hingga sampel berisiko seperti atlet dan sebagainya. Kuesioner EAT-26 disusun oleh Garner & Garfinkel (1982) dan terdiri atas 26 pertanyaan yang mencakup tiga aspek, yaitu : a. Dieting (Perilaku Diet) Komponen ini terdiri dari aspek menghindari makanan berlemak dan keinginan kuat untuk memiliki tubuh kurus b. Bulimia and Food Preoccupation (Bulimia dan Makna Makanan) Komponen ini terdiri dari aspek pemikiran dan pemaknaan terhadap makanan.

16 26 c. Oral Control (Kontrol Oral) Komponen ini terdiri dari aspek control diri dalam perilaku makan serta aspek tekananan yang diterima oleh orang lain atas kelebihan berat badan. Devi (2010) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Sikap terhadap Thin Ideal dan Kecenderungan Gangguan Makan pada Mahasiswi, memodifikasi kuesioner ini untuk penggunaan di Indonesia. Kuesioner ini terdiri dari 16 pertanyaan berbentuk skala likert. 2.3 Remaja Remaja (adolescent) merupakan individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan (Neufeldt & Guralnik, 1996 dalam Valentini & Nisfiannoor, 2006). Masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. Menurut WHO (1974), disebutkan bahwa remaja adalah individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian. Menurut Turner & Helms (1995), masa remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti berkembang menuju kedewasaan. Masa remaja berarti tahap kehidupan yang berlangsung antara masa kanak-kanak (childhood) dan masa dewasa (adulthood) (Valentini & Nisfiannoor, 2006). Menurut Konopka (1973) dalam Gunarsa & Gunarsa (2008), masa remaja

17 27 merupakan fase yang paling penting dalam pembentukan nilai. Rentang usia individu yang tergolong remaja berbeda-beda. Dalam mayoritas budaya, remaja dimulai pada sekitar umur tahun dan berakhir sekitar usia tahun (Santrock, 2003). Menurut Soetjiningsih (2004), masa remaja dimulai antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Salah satu dimensi dari perkembangan psikologis remaja adalah citra tubuh. Remaja menunjukkan perhatian yang lebih besar dan kurang puas terhadap gambaran tubuh yang mereka miliki (Santrock, 1996). Menurut Harrison (1997), tahap perkembangan psikologis remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu usia remaja dini (usia tahun), usia remaja pertengahan (usia tahun), serta usia remaja lanjut (usia tahun). Pada usia remaja dini, remaja cenderung lebih memperhatikan perubahan fisik pada tubuhnya dan menunjukkan perhatian pada proses maturasi. Usia remaja pertengahan merupakan periode pertumbuhan kognitif yang cepat pada saat proses berpikir operasional formal muncul. Remaja dalam usia ini mulai memahami konsep yang bersifat abstrak dan dapat mempertanyakan cara orang dewasa melakukan penilaian (judgement). Individu tersebut kemudian beralih dari dunia egosentris yang terdapat dalam dunia remaja dini kepada dunia sosiosentris dalam usia remaja pertengahan serta remaja lanjut dan mulai mengontrol perilakunya yang impulsif. Usia remaja lanjut merupakan periode terbentuknya identitas personal, dengan hubungan yang akrab dan suatu fungsi dalam masyarakat. Remaja dalam usia remaja lanjut akan memandang kehidupan dengan sudut pandang yang lebih sosiosentris, karakteristik masa dewasa, serta dapat

18 28 bersifat altruistik, sehingga konflik dengan keluarga dan masyarakat dapat berpusat pada masalah moral dibandingkan pertimbangan egosentris. Santrock (1996) menyebutkan beberapa teori perkembangan remaja, antara lain: a. Teori Psikoanalisis Dua teori psikoanalisis penting antara lain dari Freud dan dari Erikson. Freud mengatakan bahwa kepribadian terdiri dari tiga struktur, id, ego, dan superego, dan bahwa kebanyakan pikiran remaja bersifat tidak disadari. Tuntutan yang saling bertentangan dari struktur kepribadian remaja menimbulkan rasa cemas. Freud yakin bahwa masalah berkembang karena pengalaman di masa kecil. Erikson mengembangkan teori yang menekankan delapan tahap perkembangan psikososial; percaya versus tidak percaya, otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu, inisiatif versus rasa salah, industry versus inferioritas, identitas versus kekacauan identitas, intimasi versus isolasi, generativitas versus stagnasi, dan integritas versus rasa putus asa (Santrock, 1996). b. Teori Kognitif Dua teori kognitif yang penting adalah teori perkembangan kognitif Piaget dan teori pemrosesan informasi. Piaget mengatakan bahwa remaja termotivasi untuk memahami dunia dan menyesuaikan berpikirnya untuk mendapatkan informasi baru. Piaget mengatakan bahwa kita melalui empat tahap perkembangan kognitif: sensorimotorik, pra-operasional, operasional konkrit, operasional formal. Teori pemrosesan informasi berkaitan dengan bagaimana individu memproses

19 29 informasi, dan bagaimana informasi dikeluarkan kembali untuk memungkinkan berpikir dan pemecahan masalah (Santrock, 1996). c. Teori Tingkah Laku dan Belajar Sosial Behaviorisme menekankan bahwa kognisi tidaklah penting dalam memahami tingkah laku remaja. Perkembangan adalah tingkah laku yang diobservasi, yang ditentukan oleh ganjaran dan hukuman dalam lingkungan, menurut B.F. Skinner. Teori belajar sosial, dikembangkan oleh Albert Bandura dan lainnya, menyatakan bahwa lingkungan merupakan determinan tingkah laku yang penting. Tetapi begitu pula proses kognitif. Remaja mempunyai kemampuan untuk mengontrol tingkah laku mereka sendiri, menurut pandangan teori belajar sosial (Santrock, 1996). d. Teori Ekologis Dalam teori ekologis Bronfenbenner, lima sistem lingkungan merupakan faktor penting dalam perkembangan remaja, yaitu mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem (Santrock, 1996). Menurut Stanley Hall dalam Gunarsa & Gunarsa (2008), perkembangan psikis remaja banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis yang ditentukan oleh genetika, disamping proses pematangan yang mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan. Terdapat beberapa tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (2001), antara lain :

20 30 a. Mencapai Hubungan Baru dan yang Lebih Matang dengan Teman Sebaya baik Pria maupun Wanita Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat (Hurlock, 2001). b. Mencapai Peran Sosial Pria, dan Wanita Perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat sebagai akibat perubahan usia kematangan sehingga menyebabkan banyak tekanan yang menganggu para remaja (Hurlock, 2001). c. Menerima Keadaan Fisiknya dan Menggunakan Tubuhnya Secara Efektif Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Hurlock, 2001). d. Mengharapkan dan Mencapai Perilaku Sosial yang Bertanggung Jawab Menerima peran sebagai orang dewasa yang diakui masyarakat tidaklah menjadi masalah bagi laki-laki yang telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak, tetapi berbeda bagi anak perempuan. Karena adanya

21 31 pertentangan dengan lawan jenis yang sering berkembang selama akhir masa kanak-kanak dan masa pubertas, maka mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai dari awal dengan tujuan untuk mengetahui lawan jenis dan bagaimana harus bergaul dengan mereka. Sedangkan pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak mudah (Hurlock, 2001). e. Mencapai Kemandirian Emosional dari Orang Tua dan Orang-Orang Dewasa Lainnya Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain merupakan tugas perkembangan yang mudah. Namun, kemandirian emosi tidaklah sama dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, namun juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang kurang diterima dalam kelompok sebayanya (Hurlock, 2001). f. Mempersiapkan Karier Ekonomi Kemandirian ekonomi tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Meskipun remaja memilih pekerjaan yang memerlukan periode pelatihan yang lama, tidak ada jaminan untuk memperoleh kemandirian ekonomi bilamana mereka secara resmi menjadi dewasa nantinya. Secara ekonomi mereka masih harus tergantung selama beberapa tahun sampai pelatihan yang diperlukan untuk bekerja selesai dijalani (Hurlock, 2001).

22 32 g. Mempersiapkan Perkawinan dan Keluarga Kecenderungan perkawinan muda menyebabkan persiapan perkawinan merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun-tahun remaja. Meskipun tabu sosial mengenai perilaku seksual yang berangsur-ansur mengendur dapat mempermudah persiapan perkawinan dalam aspek seksual, tetapi aspek perkawinan yang lain hanya sedikit yang dipersiapkan. Kurangnya persiapan ini merupakan salah satu penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh remaja dibawa ke masa dewasa (Hurlock, 2001). h. Memperoleh Perangkat Nilai dan Sistem Etis sebagai Pegangan untuk Berperilaku Mengembangkan Ideologi Sekolah dan pendidikan tinggi mencoba untuk membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai dewasa, dimana orang tua berperan banyak dalam perkembangan ini. Remaja biasanya memilih untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak bertanggung jawab bagi orang dewasa demi dapat diterima oleh kelompok sebayanya (Hurlock, 2001). Selain perkembangan psikologis, remaja juga mengalami pertumbuhan fisik. Pertumbuhan fisik remaja memiliki tiga aspek yang menonjol, yaitu perubahan berat dan tinggi badan, kematangan seksual, serta keragaman individual (Santrock, 1996). Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar dari pada masa anak-anak. Pada saat remaja mengalami peningkatan berat badan dan penyimpanan lemak sebagai bagian dari pertumbuhan yang normal, remaja putri sering memaksakan diri untuk menjadi ramping dan mulai melakukan tindakan menurunkan asupan nutrisi yang

23 33 mengakibatkan terjadinya defisiensi nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan remaja tersebut. Remaja harus menjaga status gizinya dalam rentang normal agar pertumbuhannya tersebut tidak terganggu karena kelebihan maupun kekurangan makanan selama masa remaja menimbulkan masalah khusus (Dedeh, dkk, 2010). Menurut Proverawati (2010), nutrisi yang penting untuk remaja antara lain: a. Energi Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi remaja adalah aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti, baik dalam kegiatan di sekolah maupun diluar sekolah. Widyakarya Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG VI) menganjurkan angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa muda perempuan kkal, sedangkan untuk laki-laki antara kkal setiap hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat (Proverawati, 2010). b. Protein Kecukupan protein bagi remaja adalah1,5-2,0 gr/kg BB/hari. AKG protein remaja dan dewasa muda adalah gr per hari untuk perempuan dan gr per hari untuk laki-laki (Proverawati, 2010). c. Kalsium AKG kalsium untuk remaja dan dewasa muda adalah mg per hari untuk perempuan dan mg untuk laki-laki. Sumber kalsium yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya. Sumber kalsium lainnya ikan, kacangkacangan, sayuran hijau, dan lain-lain (Proverawati, 2010).

24 34 d. Besi Kebutuhan zat besi pada remaja laki-laki meningkat karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb). Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan lakilaki. Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang atau mereka dengan kehilangan besi yang meningkatkan, akan mengalami anemia gizi besi. Sebaliknya defisiensi besi mungkin merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan pada masa remaja, mengakibatkan tingginya kebutuhan mereka akan zat besi (Proverawati, 2010). e. Seng (Zinc) Seng diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng adalah 15 mg per hari untuk remaja dan dewasa muda perempuan dan laki-laki (Proverawati, 2010). 2.4 Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Makan pada Remaja Putri Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan, salah satunya adalah menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif (Hurlock, 2001). Remaja putri biasanya ingin memiliki tubuh kurus yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya dan memiliki kecenderungan untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh media massa yang mempromosikan penurunan berat badan (Anderson & Didomenico, 1992). Konten-konten pada media massa

25 35 menyebabkan remaja membandingkan tubuhnya dengan tubuh model sehingga dapat menyebabkan terjadinya depresi, kemarahan, gangguan citra tubuh (Heinberg & Thompson, 1995), dan rendahnya kepercayaan diri (Martin & Kennedy, 1993). Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2013), menunjukkan bahwa sebanyak 42 subyek penelitian (46,2%) mengalami ketidakpuasan citra tubuh, dimana masih merasa dirinya gemuk atau kelebihan berat badan, padahal sebanyak 27 subyek yang mengalami ketidakpuasan citra tubuh tersebut sudah berstatus gizi normal. Penelitian yang dilakukan oleh Setijowati, Karunia, dan Magdalena (2010) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh dengan status gizi remaja putri. Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh (Almatsier, 2005). Berdasarkan penelitian tersebut, apabila citra tubuh seseorang rendah, maka status gizi remaja tersebut juga rendah, begitupun sebaliknya. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan perilaku makan yang berupa asupan energi maupun protein dari remaja putri (Sari, Jus at, & Priyo, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Nisa dan Uyun (2007), membuktikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Harga diri adalah penilaian secara global terhadap diri sendiri yang bersifat khas mengenai kemampuan, keberhasilan, serta penerimaan yang dipertahankan oleh individu yang berasal dari interaksi individu

26 36 dengan orang lain. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku makan tidak sehat, dan sebaliknya, semakin rendah harga diri maka semakin tinggi perilaku makan tidak sehat. Namun, pada penelitian tersebut dibuktikan pula bahwa tidak terdapat hubungan antara citra tubuh dengan asupan makanan pada remaja. Terlihat bahwa citra tubuh positif maupun negatif tidak berpengaruh pada asupan makan sehari-hari pada remaja, khususnya asupan energi dan protein.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan (Neufeldt & Guralnik, 1996). Menurut World Health Organization (WHO), disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai BAB II LANDASAN TEORI II.A. Body Image II.A.1. Definisi Body Image Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai pengertian yaitu persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating Kesehatan remaja sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Hal ini disebabkan karena remaja yang sehat akan melahirkan anak yang sehat, generasi yang sehat, dan manula yang sehat. Sedangkan remaja yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model Masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak dan orang dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai remaja, mahasisiwi merupakan sosok individu yang sedang dalam proses perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahanperubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup salah satunya adalah pemenuhan nutrisi terhadap tubuh karena dalam hierarki Maslow kebutuhan fisiologis salah satunya yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah masa transisi yang

Lebih terperinci

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk badan. Onsetnya biasanya pada usia remaja. Menurut DSM-IV,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU MAKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA DWIJENDRA DENPASAR

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU MAKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA DWIJENDRA DENPASAR HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU MAKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA DWIJENDRA DENPASAR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NI MADE CANDRA YUNDARINI NIM. 1002105074

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara anak dan dewasa yang terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA CICA YULIA, S.Pd, M.Si Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

EATING DISORDERS. Silvia Erfan EATING DISORDERS Silvia Erfan Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

Lebih terperinci

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Body Image (Citra Tubuh) 2.1.1 Definisi Body Image (Citra Tubuh) Body Image (Citra Tubuh) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan mendasar yaitu perubahan secara biologis, psikologis, dan juga

Lebih terperinci

RESENSI FILM MISS CONGENIALITY

RESENSI FILM MISS CONGENIALITY K A M I S, 1 6 D E S E M B E R 2 0 1 0 GANGGUAN MAKAN - "BULIMIA NERVOSA" RESENSI FILM MISS CONGENIALITY Dalam film ini seorang agen FBI yang bernama Hart (Sandra Bullock) ditugaskan untuk menyamar sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perempuan ingin terlihat cantik dan menarik. Hal ini wajar, karena perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup mencengangkan. Sebuah penelitian kohort berbasis rumah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis. masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis. masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis. masa pertumbuhan, baik secara fisik, yang ditandai dengan berkembangnya jaringan jaringan dan organ tubuh yang membuatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang sering dialami oleh remaja seperti kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan bisa terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dimana seorang remaja mengalami perubahan baik secara fisik, psikis maupun sosialnya. Perubahan fisik remaja merupakan perubahan

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan yang paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa pengaruh besar dalam mendorong

Lebih terperinci

REACHING YOUR ULTIMATE BEAUTY GOALS THROUGH BALANCED NUTRITION Beta Sindiana Dewi

REACHING YOUR ULTIMATE BEAUTY GOALS THROUGH BALANCED NUTRITION Beta Sindiana Dewi REACHING YOUR ULTIMATE BEAUTY GOALS THROUGH BALANCED NUTRITION Beta Sindiana Dewi BODY IMAGE (CITRA TUBUH) Citra tubuh adalah persepsi dan sikap seseorang tentang dirinya sendiri, juga bagaimana ia menganggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering diperhatikan. Biasanya keinginan untuk tampil sempurna sering diartikan dengan memiliki tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makan adalah suatu kebutuhan bagi setiap individu untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan mendukung proses metabolisme tubuh. Kebiasaan dan perilaku makan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini dapat kita lihat adanya kecenderungan masyarakat yang ingin memiliki tubuh ideal.banyak orang yang selalu merasa bahwa bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Body image pada awalnya diteliti oleh Paul Schilder (1950) yang menggabungkan teori psikologi dan sosiologi. Schilder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makan merupakan kebutuhan primer. Setiap individu memerlukan makan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makan merupakan kebutuhan primer. Setiap individu memerlukan makan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makan merupakan kebutuhan primer. Setiap individu memerlukan makan untuk menghasilkan energi supaya dapat beraktivitas. Aktivitas makan bagi sebagian besar orang merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja mengalami masa puber yang dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup masa akhir kanak-kanak dan masa awal remaja. Masa puber ditandai dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh.

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. BAB II LANDASAN TEORI A. Citra Tubuh 1. Definisi citra tubuh Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. Cash (1994) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan evaluasi dan pengalaman

Lebih terperinci

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu: 1. Variabel independen : body image 2. Variabel dependen : perilaku diet

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu: 1. Variabel independen : body image 2. Variabel dependen : perilaku diet BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik khusus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini. Diet didefinisikan sebagai kegiatan membatasi dan mengontrol makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengadilan dan kalaupun bersalah hukuman yang diterima lebih ringan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengadilan dan kalaupun bersalah hukuman yang diterima lebih ringan. Selain BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Psikologi sosial menunjukkan bahwa ada peranan penting dari penampilan fisik seseorang terhadap kehidupan sehari-harinya (Berscheid dkk dalam Davison & McCabe,

Lebih terperinci

USIA REMAJA. Merupakan jalan panjang yg menjembatani priode Kehidupan anak dan dewasa. Berawal tahun dan berakhir usia 18 tahun

USIA REMAJA. Merupakan jalan panjang yg menjembatani priode Kehidupan anak dan dewasa. Berawal tahun dan berakhir usia 18 tahun USIA REMAJA Merupakan jalan panjang yg menjembatani priode Kehidupan anak dan dewasa. Berawal 10 12 tahun dan berakhir usia 18 tahun Karateristik: Masa pertumbuhan yg cepat, Perkembangan seksual, perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja tentunya ingin menampilkan tampilan fisik yang menarik. Banyak remaja putra berkeinginan membuat

Lebih terperinci

Gangguan makan. Anorexia nervosa Bulimia nervosa Gangguan binge-eating Reverse anorexia

Gangguan makan. Anorexia nervosa Bulimia nervosa Gangguan binge-eating Reverse anorexia Gangguan makan Gangguan makan Menjelaskan etiologi dan faktor-faktor yang menyebabkan gangguan makan Menjelaskan gambaran klinik gangguan makan anoreksia dan bulimia Menjelaskan prinsip pengelolaan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan mengunakan bahasa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penampilan merupakan faktor penting bagi setiap orang terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penampilan merupakan faktor penting bagi setiap orang terutama bagi BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penampilan merupakan faktor penting bagi setiap orang terutama bagi seorang wanita. Sampai saat ini, pada umumnya masyarakat masih beranggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada remaja khususnya remaja putri kerap kali melakukan perilaku diet untuk menurunkan berat badannya, hal ini dikarenakan remaja putri lebih memperhatikan bentuk tubuhnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia (hampir 2% dari berat total tubuh) dan kebanyakan bergabung dengan unsur fosfor menjadi kalsium

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Overweight 2.1.1 Definisi Overweight Overweight dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Overweight adalah berat badan yang melebihi berat badan normal, sedangkan obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika manusianya berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 RUSTAM ROSIDI F100 040 101 Diajukan oleh: FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Gambaran Tubuh Terdapat beberapa pengertian gambaran tubuh yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Setiap ahli memiliki pendapat yang berbeda dalam mendefinisikan gambaran tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, depresi sudah menjadi wabah dalam kehidupan modern dan sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang

Lebih terperinci

37.3% Anorexia Nervosa

37.3% Anorexia Nervosa S E S I 1 Penelitian oleh Makino et al (2004), prevalensi AN meningkat tiap tahun. Lebih tinggi pada negara barat 37.3% Anorexia Nervosa Penelitian oleh Ahmad Syafiq (2008) di Jakarta pada remaja periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau kelebihan berat badan terjadi akibat ketidakseimbangan energi yaitu energi yang masuk lebih besar

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa saat seseorang mengalami perubahan secara psikis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa saat seseorang mengalami perubahan secara psikis dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa saat seseorang mengalami perubahan secara psikis dan fisik. Pada saat memasuki masa remaja, individu dihadapkan dengan keadaan baru seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Istiqomah Nugroho Putri, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Istiqomah Nugroho Putri, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan perilaku makan merupakan perilaku makan yang membatasi asupan makanan secara ketat supaya mempertahankan berat badannya yang akan berdampak negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gangguan Makan Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double Burden Nutrition). Masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara gizi lebih juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, makanan merupakan kebutuhan paling dasar yang harus dipenuhi oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu periode dalam kehidupan manusia, remaja sering dianggap memiliki karakter yang unik karena pada masa itulah terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai ukuran, bentuk, dan struktur tubuhnya sendiri, dan pada umumnya dikonseptualisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini memiliki tubuh langsing menjadi tren di kalangan wanita, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini memiliki tubuh langsing menjadi tren di kalangan wanita, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini memiliki tubuh langsing menjadi tren di kalangan wanita, baik wanita dewasa maupun remaja putri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya iklan di televisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 14 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Dewasa Awal 2.1.1 Definisi Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA PEREMPUAN DI MODELING SCHOOL RIA NATALINA PURBA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA PEREMPUAN DI MODELING SCHOOL RIA NATALINA PURBA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA PEREMPUAN DI MODELING SCHOOL RIA NATALINA PURBA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi banyak perubahan baik fisik yaitu pertumbuhan yang sangat cepat (growth spurt) dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

BODY DYSMORPHIC DISORDER Oleh : Siti Nurzaakiyah dan Nandang Budiman

BODY DYSMORPHIC DISORDER Oleh : Siti Nurzaakiyah dan Nandang Budiman BODY DYSMORPHIC DISORDER Oleh : Siti Nurzaakiyah dan Nandang Budiman A. Konsep Dasar Body Dysmorphic Disorder (BDD) 1. Definisi Body Dysmorphic Disorder (BDD) Body Dysmorphic Disorder (BDD) awalnya dikategorikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan perkembangan emosional antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight/obesitas merupakan akar dari berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler yang saat ini masih menjadi masalah

Lebih terperinci