BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Ada empat rute parenteral. kebutuhan pasien (Kamienski dan Keogh, 2015).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Ada empat rute parenteral. kebutuhan pasien (Kamienski dan Keogh, 2015)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parenteral Jalur pemberian obat parenteral merupakan jalur dimana obat dimasukkan ke dalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Ada empat rute parenteral yang umum digunakan, yaitu: intradermal (ID), subkutan (SC), intramuskular (IM), dan intravena (IV). Pilihan jalur parenteral yang akan digunakan ditentukan oleh resep berdasarkan sifat obat, onset efek terapeutik yang diinginkan, dan kebutuhan pasien (Kamienski dan Keogh, 2015) Intravena Injeksi intravena digunakan untuk memberikan onset obat yang cepat karena obat langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti di lengan, atau vena dorsal di tangan. Injeksi intravena menggunakan jarum berukuran gauge dengan panjang 1 sampai 1,5 inci. Obat dapat diberikan langsung ke pembuluh darah dengan jarum suntik, melalui kateter intermiten yang diinsersikan ke pembuluh darah pasien, serta dapat disuntikkan dalam cairan infus atau diberikan sebagai infus (piggyback) (Kamienski dan Keogh, 2015). Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat, tetapi pemberian melalui rute ini potensial berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan kembali setelah diberikan (Agoes, 2009). Risiko lain untuk pemberian obat secara intravena yaitu, adanya potensi terjadi interaksi obat; berkurangnya konsentrasi obat karena adanya adsorpsi pada wadah intravena dan perangkat administrasi; adanya potensi kesalahan dalam 5

2 teknik peracikan; pengeluaran darah yang menyebabkan bengkak, dan flebitis (Phillips dan Gorski, 2014) Dasar pemberian cairan intravena Pemberian cairan infus intravena (parenteral) merupakan pemberian cairan dan elektrolit kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan rumatannya karena tidak dapat dilakukan pemberian secara oral atau untuk memberikan cairan pengganti secara cepat akibat kehilangan cairan. Pemberian cairan intravena juga merupakan tindakan yang sering dilakukan pada kondisi gawat darurat yang sangat menentukan keselamatan hidup pasien (life saving), seperti pendarahan hebat, diare berat dan luka bakar. Selain untuk pemberian cairan dan elektrolit, jalur intravena dapat juga sebagai jalur untuk memasukkan obat dan nutrisi (Hardisman, 2015) 2.2 Injeksi Dexamethasone Uraian umum deksametason natrium fosfat Rumus Bangun: Gambar 2.1 Rumus bangun deksametason natrium fosfat Rumus Molekul : C 22 H 28 FNa 2 O 8 P Berat Molekul : 516,41 6

3 Pemerian : serbuk hablur; putih agak kuning; tidak berbau etanol; sangat higroskopis Kelarutan : mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; sangat sukar larut dalam dioksan; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen POM, 1995) Injeksi dexamethasone tiap ml (1 ampul) mengandung deksametason natrium fosfat 5,465 mg setara dengan deksametason fosfat 5 mg. Injeksi intravena 5 mg/ml, dalam kotak 100 ampul (Ditjen POM, 1989). lnjeksi Deksametason Natrium Fosfat adalah larutan steril Deksametason Natrium Fosfat dalam air untuk injeksi. Mengandung Deksametason Fosfat, C 22 H 30 FO 8 P, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket, sebagai garam dinatrium. ph injeksi deksametason natrium fosfat antara 7,0 dan 8,5 (Ditjen POM, 1995). Dapat diberikan tanpa diencerkan atau dapat ditambahkan ke glukosa intravena atau normal salin dan diberikan melalui infus. Untuk intravena digunakan 24 mg/ml, sedangkan 4 mg/ml dapat digunakan untuk intramuskular (Gahart dan Nazareno, 2014). Penghentian pengobatan harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari pengendapan gejala insufisiensi adrenal. Pasien harus diamati, terutama dalam keadaan stres, hingga 2 tahun. Gunakan dosis tunggal sebelum jam pagi untuk mengurangi penekanan aktivitas adrenokortikol individu (Gahart dan Nazareno, 2014). Kompatibilitas injeksi dexamethasone dengan larutan infus dapat dilihat pada Tabel

4 Tabel 2.1 Solution compatibility chart dexamethasone Dosis umum Dosis standar: 0,5-24 mg setiap hari untuk injeksi intravena/infus, dosis bervariasi tergantung pada kondisi pasien. Dosis dapat dibagi menjadi 2 sampai 4 dosis. Injeksi dexamethasone biasanya diberikan dalam situasi darurat atau ketika tidak layak diberikan dosis oral. Total dosis biasanya tidak melebihi 80 mg/24 jam. Pengobatan untuk dosis tinggi biasanya digunakan tidak lebih dari 48 sampai 72 jam hingga kondisi pasien stabil (Gray, et al., 2011; Gahart dan Nazareno, 2014) Farmakologi Merupakan anti-inflamasi glukokortikoid. Sebuah steroid adrenokortikal sintetik dengan sedikit retensi natrium. Sangat larut dalam air. Tujuh kali lebih poten dari prednisolon dan 20 sampai 30 kali lebih poten dari hidrokortison. Memiliki aktivitas mineralokortikoid yang minimal. Khususnya digunakan sebagai anti-inflamasi dan efek imunosupresif. Metabolisme utama di hati dan diekskresikan sebagai metabolit tidak aktif dalam urin. Diekskresikan dalam urin dan air susu ibu (Gahart dan Nazareno, 2014). 8

5 2.2.4 Indikasi dan kontraindikasi Digunakan sebagai terapi tambahan untuk reaksi alergi/hipersensitif parah, pengurangan daerah edema akut (edema serebral, edema saluran napas), insufisiensi adrenokortikol, antimuntah untuk kemoterapi-induksi muntah (misalnya, cisplatin). Injeksi dexamethasone dapat diberikan melalui berbagai rute pemberian yang lain misalnya, intramuskular; intra-artikular; intralesi; intrasinovial (Gahart dan Nazareno, 2014). Kontraindikasi berupa tukak lambung, infeksi akut atau kronis (terutama cacar), diabetes mellitus, osteoporosis, insufisiensi ginjal, kecenderungan tromboemboli (Gahart dan Nazareno, 2014) Efek samping Biasanya bersifat reversibel yaitu, sindrom Cushing; ketidakseimbangan elektrolit; sakit kepala; hiperglikemia; reaksi hipersensitivitas termasuk anafilaksis; hipertensi; tukak lambung; pendarahan (Gahart dan Nazareno, 2014). Sebagai informasi tambahan deksametason juga dapat memberikan efek yang tidak diinginkan yang timbul dari penggunaan jangka pendek (dapat diminimalkan dengan menggunakan dosis efektif terendah dalam waktu singkat) efek seperti peningkatan tekanan darah, retensi natrium dan air, penurunan kalium, penurunan kalsium dan peningkatan glukosa darah (Gray, et al., 2011). Oleh karena itu, perlu dilakukan monitor karena dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada diabetes. Perlu dipantau elektrolit secara berkala karena dapat menyebabkan retensi natrium dan kalium dan ekskresi kalsium dan menyebabkan hipertensi sekunder untuk cairan dan gangguan elektrolit (Gahart dan Nazareno, 2014). 9

6 2.3 Injeksi Kalsium Glukonat Uraian umum injeksi kalsium glukonat Injeksi kalsium glukonat adalah larutan steril kalsium glukonat dalam air untuk injeksi. Mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah kalsium yang tertera pada etiket. ph injeksi kalsium glukonat antara 6,0 dan 8,2 (Ditjen POM, 1995). Kompatibilitas injeksi kalsium glukonat dengan larutan infus dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Solution compatibility chart calcium gluconate Kalsium adalah mineral yang paling berlimpah dalam tubuh. Hal ini diperlukan untuk tulang dan pembentukan gigi dan merupakan elektrolit penting. dan sangat penting untuk pemeliharaan integritas fungsional saraf, membran sel dan permeabilitas kapiler. Ini juga merupakan penggerak penting dalam banyak reaksi enzimatik dan sangat penting untuk sejumlah proses fisiologis, termasuk transmisi impuls saraf; kontraksi jantung; kerangka otot; fungsi ginjal; pernafasan; dan pembekuan darah. Injeksi kalsium glukonat digunakan untuk mengobati 10

7 kekurangan kalsium akut parah atau tetani dan untuk menstabilkan miokardium parah dengan peningkatan kalium (Gray, et al., 2011; FDA, 2015). Dapat diberikan tanpa diencerkan atau dapat diencerkan hingga ml normal salin untuk infus. Larutan harus jernih dan bebas dari kristal. Kristal dapat dilarutkan dengan pemanasan sampai 80 C (146 F) dalam oven panas kering kurang lebih 1 jam. Kocok kuat, diamkan pada suhu kamar. Buang jika kristal masih ada. Garam kalsium umumnya tidak dicampur dengan karbonat, fosfat, sulfat, atau tartar (Gahart dan Nazareno, 2014) Dosis umum Dosis injeksi kalsium glukonat berupa larutan 10% yaitu 10 g/100 ml atau 100 mg/ml. Dosis untuk pemeliharaan 2 sampai 15 g/24 jam dalam dosis terbagi setiap 6 jam (0,5-3,75 g setiap 6 jam). Jumlah lebih besar dapat diberikan sebagai infus intravena terus-menerus. Injeksi kalsium glukonat 10 ml (1 g dalam larutan 10%) mengandung 4,65 meq (93 mg) kalsium (Gahart dan Nazareno, 2014) Farmakologi Kalsium merupakan elemen dasar yang lazim dalam tubuh manusia yang mempengaruhi tulang, saraf, kelenjar, jantung dan pembuluh darah, dan koagulasi darah normal. Kalsium glukonat disekresi dalam air susu dan diekskresikan dalam urin dan feses. Setelah pemberian secara intravena kadar kalsium dalam darah akan meningkat segera dan dapat kembali normal dalam menit (Gahart dan Nazareno, 2014; Gray, et al., 2011) Indikasi dan kontraindikasi Indikasi dari injeksi kalsium glukonat dapat meningkatkan kadar kalsium dalam plasma pada gangguan hipokalsemia (misalnya, tetani, defisiensi paratiroid), kekurangan vitamin D, alkalosis, kondisi yang berhubungan dengan 11

8 malabsorpsi usus, osteomalasia. Garam kalsium kontraindikasi terhadap pasien dengan fibrilasi ventrikel atau hiperkalsemia. Kadar serum kalsium di atas normal merupakan kontraindikasi dari pemberian kalsium secara intravena (Gahart dan Nazareno, 2014; FDA, 2015) Efek samping Jarang diberikan sebagai rekomendasi pada bradikardia, aritmia jantung, serangan jantung, hipotensi dan vasodilatasi. Overdosis berupa koma, mual dan muntah, lesu, kadar kalsium plasma meningkat, merasa lemas, dan kematian mendadak. Hanya memiliki sepertiga dari potensi kalsium klorida. Hanya digunakan untuk intravena. Penggunaan intramuskular diizinkan pada orang dewasa jika pemberian intravena tidak dapat dicapai. Dalam monitor perlu dipilih vena yang besar dan mengggunakan jarum kecil untuk mengurangi iritasi vena (Gahart dan Nazareno, 2014) Larutan Ringer Pada label produk larutan Ringer (PT. Widatra Bhakti) tertulis bahwa setiap 500 ml mengandung 4,3 gram natrium klorida (NaCl), 0,15 gram kalium klorida (KCl), 0,165 gram kalsium klorida (CaCl 2.H 2 O) serta air untuk injeksi sampai 500 ml dengan osmolaritas 311 mosm/l yang setara dengan ion natrium (Na + ) 147,1 meq/l, kalium (K + ) 4 meq/l, kalsium (Ca 2+ ) 4,5 meq/l dan klorida (Cl - ) 155,6 meq/l. Larutan ringer adalah cairan dan elektrolit yang mengisi kembali cairan sel, yang lebih sering digunakan untuk mengobati pasien dehidrasi. Larutan ringer sama seperti normal salin dengan penggantian kalium dan kalsium untuk beberapa 12

9 ion natrium dalam konsentrasi yang setara dengan yang terdapat dalam plasma (Philips dan Gorski, 2014). Jangkauan kalium normal adalah 3.5 sampai 5 meq/l. Kalium adalah kation utama pada cairan intraseluler. Fungsi fisiologisnya meliputi pengaturan volume cairan pada sel; menyebabkan transmisi impuls saraf; kontraksi otot rangka, polos dan jantung; mengontrol konsentrasi H +, keseimbangan asam-basa; ketika kalium berpindah keluar dari sel, H + berpindah ke dalam dan sebaliknya; peranan dalam aksi enzim untuk produksi energi seluler. Kalium adalah elektrolit intraseluler sebanyak 98% dan 2% pada cairan ekstraseluler. Perubahan kalium di dalam darah dapat menyebabkan aritmia (Akpan, et al., 2013; Phillips dan Gorski, 2014). Kadar kalsium normal berada dalam kisaran 4.5 sampai 5.5 meq/l atau 9 sampai 11 mg/dl. Fungsi fisiologis kalsium adalah mempertahankan elemen tulang terutama dalam menguatkan gigi dan tulang; mengatur aktivitas neuromuskular; memastikan otot dan saraf untuk berfungsi baik; mempengaruhi aktivitas enzim; mengubah protrombin menjadi trombin (membantu dalam pembekuan darah). Kekurangan kalsium yang tidak diobati dapat menyebabkan osteoporosis, hipertensi dan aritmia jantung (Philips dan Gorski, 2014; Pravina, et al., 2013). Klorida dalam kisaran normal adalah 95 sampai 108 meq/l dan fungsi fisiologis klorida berupa pengaturan osmolaritas serum; keseimbangan cairan; keasaman cairan lambung; keseimbangan asam-basa; berperan dalam pergantian oksigen-karbon dioksida (pergantian klorida). Klorida merupakan anion yang paling banyak di cairan ekstraseluler (Philips dan Gorski, 2014). 13

10 2.5 Inkompatibilitas Inkompatibilitas adalah reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi antara obat dengan larutan, wadah atau obat lainnya. Dua jenis inkompatibilitas yang dihubungkan dengan jalur intravena adalah fisika dan kimia (Josephson, 2006; Douglas dan Hedrick, 2001). Inkompatibilitas terjadi ketika dua atau lebih obat diberikan dalam jalur intravena yang sama, menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan. Terdapat tiga tipe inkompatibilitas yaitu inkompatibilitas fisika, kimia dan terapetik (Scoville, 2013; Evans dan Dixon, 2006; Philips dan Gorski, 2014) Inkompatibilitas fisika Inkompatibilitas fisika mengacu pada reaksi yang terlihat, seperti perubahan warna, kekeruhan, pembentukan endapan, dan pembentukan gas. Jenis yang paling umum dari inkompatibilitas fisika yaitu pembentukan endapan (Philips dan Gorski, 2014). Inkompatibilitas fisika terjadi ketika kombinasi obat menyebabkan perubahan visual yang dapat diamati (perubahan warna, pembentukan endapan dan pembentukan gas) dan yang tidak dapat diamati (pembentukan partikelpartikel yang tidak dapat diamati secara visual dan variasi ph). Jika ph dari obatobat diturunkan (karena pencampuran dengan obat injeksi), maka kelarutan obat dalam ph akhir kemungkinan terlewati sehingga akan dihasilkan endapan. Pengendapan dapat pula terjadi akibat pembentukan garam yang relatif tidak larut. Contoh dalam kasus ini adalah hasil campuran antara garam kalsium dengan senyawa fosfat (Agoes, 2009). Kalsium dan fosfat mempunyai hubungan yang timbal balik, peningkatan kalsium akan menurunkan konsentrasi fosfat dalam darah, dan penurunan kalsium mengakibatkan peningkatan kadar fosfat. Kalsium terdapat dalam tiga bentuk di 14

11 dalam plasma: (1) terionisasi (50% dari total kalsium); (2) terikat (<50% dari total kalsium); dan (3) kompleks (presentase kecil yang berkombinasi dengan fosfat). Hanya kalsium yang terionisasi (contoh, kalsium yang dipengaruhi oleh ph plasma, fosfat dan kadar albumin) yang merupakan fisiologik penting. Hubungan antara ionisasi kalsium dan ph plasma adalah timbal balik. Meningkatnya ph dapat menurunkan persentase kalsium yang terionisasi (Philips dan Gorski, 2014). Inkompatibilitas secara fisika dapat diamati dengan mengetahui sifat kimia dari bahan yang dicampurkan. Contoh inkompatibilitas secara fisika adalah garam natrium dari asam lemah, seperti fenitoin natrium atau fenobarbital natrium mengendap dalam bentuk asam bebas ketika diberikan bersamaan dengan cairan yang bersifat asam, garam kalsium mengendap ketika ditambahkan medium basa dan obat yang membutuhkan pelarut khusus seperti diazepam mengendap apabila dicampurkan dengan larutan berair karena diazepam kurang larut di dalam air. Kehadiran kalsium dalam obat atau larutan meningkatkan risiko pengendapan jika dicampur dengan obat lain. Sediaan larutan ringer mengandung kalsium, oleh karena itu perlu hati-hati sebelum menambahkan obat untuk larutan ringer (Philips dan Gorski, 2014; Nagaraju, et al., 2015; Gikic, et al., 2000; Foinard, et al., 2013; Felton, 2013) Inkompatibilitas kimia Inkompatibilitas kimia menggambarkan degradasi kimia dari satu atau lebih obat yang dicampurkan, menyebabkan toksisitas atau inaktivitas secara terapetik. Degradasi tidak selamanya bersifat dapat diamati tetapi reaksi obat dapat menghasilkan perubahan yang berkaitan dengan potensi obat. Inkompatibilitas secara kimia terjadi akibat hidrolisis, oksidasi, reduksi atau 15

12 pembentukan kompleks. Penyebab paling umum dari inkompatibilitas kimia adalah reaksi antara obat asam dan basa atau larutan yang menghasilkan tingkat ph yang stabil untuk salah satu obat. Nilai ph yang spesifik atau kisaran nilai ph yang sempit diperlukan untuk pemeliharaan stabilitas obat setelah telah dicampur. Inkompatibilitas kimia yang tidak dapat diamati dapat dideteksi dengan metode analisis (Felton, 2013; Nagaraju, et al., 2015; Foinard, et al., 2013; Philips dan Gorski, 2014) Inkompatibilitas terapetik Inkompatibilitas terapi adalah efek yang tidak diinginkan yang terjadi pada pasien hasil dari dua atau lebih obat yang diberikan bersamaan yang dapat menyebabkan peningkatan terapi atau penurunan respon terapi. Inkompatibilitas terapetik adalah pencampuran yang sulit untuk diamati sebab menghasilkan aktivitas terapetik yang antagonis atau sinergis. Inkompatibilitas ini sering terjadi pada terapi penggunaan dua antibiotik. Misalnya, dengan penggunaan kloramfenikol dan penisilin, kloramfenikol telah dilaporkan antagonis terhadap aktivitas bakteri penisilin. Penisilin atau kortison juga mempunyai efek antagonis terhadap heparin dan menyebabkan heparin tidak bekerja sebagai antikoagulan (Gahart dan Nazareno, 2014; Felton, 2013). 2.6 Kalsium Fosfat Ada 5 fase kristal kalsium fosfat yang telah diketahui, yaitu Tribasic Calcium Phosphate (TCP), Dwibasic Calcium Phosphate Anhydrate (DCPA), Dwibasic Calcium Phosphate Dihydrate (DCPD), Octacalcium Phosphate (OCP), Hydroxyapatite (HAp). Pembentukan fase ini tergantung pada kondisi pengendapan sebagai fungsi dari konsentrasi ion kalsium, ion fosfat dan ph pada 16

13 kekuatan ionik konstan (Recillas, et al., 2012). Pada umumnya kelarutan dan keasaman kalsium fosfat meningkat dengan menurunnya rasio Ca/P (Leon, 2009). Pengaruh rasio Ca/P terhadap kelarutan kalsium fosfat dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Penurunan kelarutan kalsium fosfat dengan meningkatnya rasio Ca/P (Leon, 2009) 2.7 Kekeruhan Kekeruhan didefinisikan oleh Organisasi Standar Internasional (ISO) sebagai pengurangan transparansi cairan yang disebabkan oleh kehadiran materi yang tidak larut. Kekeruhan dapat diartikan sebagai ukuran kejelasan air dan sering menunjukkan adanya tersebar partikel yang tidak diinginkan dalam larutan. Cahaya yang tidak tersebar atau diserap oleh partikel yang melewati air menyebabkan kekeruhan. Dengan kata lain, peningkatan kekeruhan mengurangi jarak bahwa cahaya dapat menembus ke dalam air (Lambrou, et al., 2010; Borok, 2014). Pengaruh cahaya dapat melewati air terhadap kekeruhan larutan dapat dilihat pada Gambar

14 Gambar 2.3 Ilustrasi efek dari kekeruhan bagaimana cahaya dapat melewati air (Wilson, 2013) Non-rasiometrik, cahaya putih (Nephelometric Turbidity Units, NTUs) Jenis yang paling umum dari instrumen nefelometrik adalah turbidimeter cahaya putih, yang memiliki detektor tunggal berpusat 90 dari jalur cahaya. Penentuan kekeruhan dengan nefelometrik, mensyaratkan bahwa sumber cahaya nefelometer berupa lampu tungsten (cahaya putih) dioperasikan pada suhu warna K dan detektor berpusat 90 dari jalur cahaya dan tidak melebihi ± 30 dari 90. Kisaran yang diterima dari pengukuran dengan alat ini adalah 0-40 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Borok, 2014). Teknik pengukuran kekeruhan dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Teknik pengukuran kekeruhan Nefelometer mengukur langsung intensitas cahaya yang tersebar pada sampel. Intensitas cahaya berbanding lurus dengan banyaknya materi yang terdispersi pada jalur cahaya. Sensor ini dipasang pada sudut (biasanya 90 ) 18

15 melintasi cahaya untuk merekam cahaya yang tersebar. Nefelometrik biasanya memberikan presisi dan sensitivitas yang lebih besar dari turbidimetri dan biasanya digunakan untuk sampel dengan kekeruhan rendah yang mengandung partikel-partikel kecil (Borok, 2014) Rasiometrik, cahaya putih (Nephelometric Ratiometric Turbidity Units, NTRUs) Perbedaan antara instrumen rasiometrik dan non-rasiometrik adalah adanya fotodetektor tambahan yang terletak di sudut lain dari 90 dari datangnya cahaya. Turbidimeter rasiometrik menggabungkan sinyal dari masing-masing detektor secara matematis untuk menghitung kekeruhan sampel. Nefelometer rasio memberikan hasil lebih baik utnuk sampel berwarna (Borok, 2014) Backscatter/turbidimeters rasiometrik, cahaya putih atau mendekati cahaya IR (Backscatter Unit/BU or Formazin Backscatter Unit/FBU) Turbidimeter Backscattter menggunakan detektor pada sudut 30 ± 15 untuk sampel dengan kekeruhan tingkat tinggi sedangkan detektor nefelometrik pada sudut 90 untuk kekeruhan tingkat rendah. Perangkat tersebut menentukan kekeruhan dengan menghamburkan cahaya dari atau dekat permukaan sampel. Tipe ini merupakan alat pengukur kekeruhan yang paling tepat untuk kekeruhan tingkat tinggi (hingga Unit) (Borok, 2014). 2.8 Pengujian Partikel Terbentuknya partikel terjadi karena adanya inkompatibilitas. Ini merupakan reaksi yang tidak diinginkan antara campuran obat dan larutan pembawa, wadah atau obat yang ditambahkan pada larutan intravena. Inkompatibilitas dapat juga terjadi karena berbagai larutan yang dicampur dalam jalur infus dan kateter pada pemberian parenteral. Salah satu konsekuensi dari 19

16 inkompatibilitas yaitu pengendapan yang membentuk partikulat (Josephson, 2006; Douglas dan Hedrick, 2001). Partikel dalam sediaan parenteral dapat berasal dari berbagai sumber seperti berasal dari larutan itu sendiri dan bahan kimia yang terdapat di dalamnya, proses manufaktur dan variabelnya, seperti lingkungan, peralatan, personalia, komponen kemasan yang berkontak dengan larutan larutan parenteral volume besar, unit dan alat yang digunakan untuk pemberian larutan parenteral volume besar (Agoes, 2008). Partikel yang terdapat dalam injeksi dianggap dapat menimbulkan bahaya secara klinik. Partikel dapat berdampak menimbulkan granulomasa pada berbagai organ intestinal kelinci, juga embolisme dan flebitis pada manusia. Kapiler pulmonal (kapiler terkecil/terhalus pada tubuh manusia) berukuran 7 µm (Agoes, 2009) Ukuran partikel Partikel terdiri dari berbagai ukuran dalam larutan parenteral, untuk yang dapat dideteksi secara visual (umumnya berukuran 50 μm) atau sub-visibel dengan kisaran 2-50 μm secara umum. Khusus ukuran partikel sub-visibel perlu dilakukan tes analisis spesifik untuk mendeteksinya (Melsungen, 2011) Interaksi partikel Interaksi antarpartikel disusun oleh molekul, atom, ion atau agregat dan melibatkan ikatan tarik-menarik dan tolak menolak. Ikatan ini bergantung pada sifat, ukuran, dan orientasi spesies dan jarak pisah di antara partikel fase terdispersi dan medium dispersi (Agoes, 2008). Ikatan interaksi terkuat adalah ion-ion elektrostatik muatan partikel. Ikatan ini efektif pada jarak yang relatif jauh baik tarik-menarik ataupun tolak-menolak 20

17 dan bergantung pada muatan ionik dan ukuran partikel. Jika jarak antarpartikel satu dengan lain cukup dekat, awan elektron dari molekul atau atom akan tumpang tindih dan sebagai hasilnya, ikatan tolak-menolak terbentuk dan meningkat sangat cepat disertai penurunan jarak. Ikatan ini menunjukkan bahwa ikatan elektrostatik akan lebih dominan apabila jarak partikel relatif jauh (Agoes, 2008) Particle size analyzer Ukuran partikel mempengaruhi sifat partikel. Sekarang ini, metode yang paling cepat dan paling banyak digunakan untuk menentukan ukuran partikel adalah dengan photon correlation spectroscopy atau dynamic light scattering. Photon correlation spectroscopy menyediakan pengukuran viskositas medium dan menentukan diameter pada partikel melalui gerakan Brownian dan sifat penghamburan cahaya (Swarbrick dan Boylan, 2002). Penetapan metode Dynamic Light Scattering (DLS) didasarkan pada gerak Brown yang berasal dari partikel. Gerak Brown adalah gerakan acak partikel akibat tabrakan dengan molekul pelarut yang mengelilinginya. Kecepatan gerak Brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan suhu. Semakin kecil ukuran partikel semakin cepat gerak Brown partikel tersebut, sedangkan semakin besar ukuran partikel semakin lambat gerak Brown yang terjadi dan semakin tinggi suhu semakin lebih cepat terjadi gerak Brown (Malvern, 2015). Jika partikel disinari dengan laser, intensitas cahaya yang tersebar berfluktuasi selama rentang waktu yang sangat singkat tergantung pada ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil bergerak lebih cepat. Analisis fluktuasi intensitas ini menghasilkan kecepatan dari gerak Brown. Diameter yang diukur dengan metode Dynamic Light Scattering disebut diameter hidrodinamik dan 21

18 mengacu pada cara partikel berdifusi dalam cairan (Malvern, 2015). Komponen instrumen metode Dynamic Light Scattering dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Komponen instrumen Dynamic Light Scattering Instrumen Dynamic Light Scattering terdiri dari sinar laser yang dipancarkan ke sampel dengan menggunakan sebuah lensa. Partikel akan menghamburkan cahaya dari berbagai sudut dan detektor tunggal yang berada pada sudut 90 dari sumber laser akan mengumpulkan hamburan intensitas cahaya tersebut. Fluktuasi intensitas dari hamburan cahaya akan dikonversi menjadi muatan elektrik dan akan dikumpulkan oleh digital korelator. Fungsi autokorelasi ini menghitung ukuran partikel (Malvern, 2015). 22

INKOMPATIBILITAS ANTARA INJEKSI DEXAMETHASONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG KALSIUM

INKOMPATIBILITAS ANTARA INJEKSI DEXAMETHASONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG KALSIUM INKOMPATIBILITAS ANTARA INJEKSI DEXAMETHASONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG KALSIUM SKRIPSI pada Fakultas Farmasi Universitas Mate ra OLEH: DEBI SARA MONICA NIM 121501047 PROGRAM STUDI SARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya. ph ±8 dan air untuk injeksi. b. Larutan natrium klorida 0,9% (PT.

Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya. ph ±8 dan air untuk injeksi. b. Larutan natrium klorida 0,9% (PT. Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya a. Intralipid20% Intralipid20% mengandung minyak kedelai yang dimurnikan 20%, fosfolipid yang dimurnikan 1.2%, gliserin 2.2%, natrium hidroksida

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09. LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG

Lebih terperinci

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

Kompartemen cairan di dalam tubuh

Kompartemen cairan di dalam tubuh MINERAL definisi Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. fungsi

Lebih terperinci

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai ASERING JENIS-JENIS CAIRAN INFUS Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi:

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S PENTINGNYA CAIRAN Dr.Or. Mansur, M.S Dr.Or. Mansur, M.S mansur@uny.ac.id Fungsi air dan elektrolit 1. Mempertahankan keseimbangan cairan 2. Hilangnya kelebihan air terjadi selama aktivitas 3. Dehidrasi

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi cairan Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume sirkulasi darah. 6,13 Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian BATASAN Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 ml atau kurang Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Interaksi Obat : Hubungan/ikatan obat dengan senyawa/bahan lain Diantara berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.) melalui penurunan kadar glukosa

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom BAB 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Liposom 2.1.1 Struktur Liposom Liposom sebagai pembawa obat telah dipatenkan pada tahun 1943 dalam bentuk campuran air antara lesitin dan kolesterol, walaupun struktur liposom

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan kristal merupakan persoalan serius dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati lubang jarum suntik dan rasa sakit yang ditimbulkan pada saat disuntikkan.

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia : 60 % ( sebagian besar ) terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Albumin Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serumnormal adalah 3,85,0 g/dl. Albumin terdiri

Lebih terperinci

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN Pembawa, Syarat dan Evaluasi Obat Suntik Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS

Lebih terperinci

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Membran sel Membran nukleus Retikulum endoplasma Aparatus golgi Mitokondria lisosom Kurnia Eka Wijayanti 60 % dari berat tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

CAIRAN DIALISAT PERITONEAL EXTRANEAL Dengan Icodextrin 7,5% Hanya untuk pemberian intraperitoneal

CAIRAN DIALISAT PERITONEAL EXTRANEAL Dengan Icodextrin 7,5% Hanya untuk pemberian intraperitoneal CAIRAN DIALISAT PERITONEAL EXTRANEAL Dengan Icodextrin 7,5% Hanya untuk pemberian intraperitoneal SELEBARAN BAGI PASIEN Kepada pasien Yth, Mohon dibaca selebaran ini dengan seksama karena berisi informasi

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elektrolit berperan penting dalam tubuh manusia, hampir semua proses

BAB I PENDAHULUAN. Elektrolit berperan penting dalam tubuh manusia, hampir semua proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Elektrolit berperan penting dalam tubuh manusia, hampir semua proses metabolisme dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh elektrolit. Elektrolit darah setiap zat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum

Lebih terperinci

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan RUANG LINGKUP STERIL Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Sub Pokok Bahasan - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril -Kemampuan yang dituntut untuk membuat sediaan steril - Formula

Lebih terperinci

sekresi Progesteron ACTH Estrogen KORTISOL menghambat peningkatan sintesis progesteron produksi prostaglandin

sekresi Progesteron ACTH Estrogen KORTISOL menghambat peningkatan sintesis progesteron produksi prostaglandin Pengertian Macam-macam obat uterotonika Cara kerja / khasiat obat uterotonika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Uterotonika - 2 Pada aterm, sekresi

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1033ºK, titik lebur 336,8 ºK, dan massa jenis 0,86 gram/cm 3. Kalium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1033ºK, titik lebur 336,8 ºK, dan massa jenis 0,86 gram/cm 3. Kalium BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kalium 1. Deskripsi Kalium merupakan logam alkali yang sangat reaktif, mempunyai rumus atom K +, berwarna putih perak dan merupakan logam yang lunak. Kalium mempunyai nomor atom

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric)

PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric) 1 PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric) A. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar kalsium darah dengan metode CPC photometric. 2. Mahasiswa akan dapat menganalisis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tubuh manusia, mineral berperan dalam proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, mineral tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk

I. PENDAHULUAN. Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk I. PENDAHULUAN Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan tubuh manusia tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut aktivitas

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Penelitian Setelah dilakukan kalibrasi, ditemukan bahwa dengan menggunakan program Image Pro Express, hasil pengukuran lebar kamar hitung yaitu antara dua garis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas pemberian obat pada pasien ICU diberikan secara parenteral yang berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut umumnya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial (CIS) dan cairan intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di antara sebagian sel tubuh dan menyusun

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT Disampaikan pada kuliah KDDK_1_2011 Komposisi cairan tubuh Fungsi cairan tubuh Faktor berpengaruh pada kebutuhan cairan Kebutuhan cairan tubuh Intake dan output cairan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

INTERAKSI FARMAKOLOGI. Oleh: Wantiyah

INTERAKSI FARMAKOLOGI. Oleh: Wantiyah INTERAKSI FARMAKOLOGI Oleh: Wantiyah KAD: Mahasiswa mampu: Menjelaskan definisi, etiologi, dan macammacam interaksi obat Menjelaskan mekanisme terjadinya interaksi obat Menjelaskan implikasi keperawatan

Lebih terperinci

Reabsorbsi pada kapiler peritubuler

Reabsorbsi pada kapiler peritubuler SISTEM UROPOETIKA Reabsorbsi pada kapiler peritubuler Substansi yang dieliminasikan dari tubuh melalui filtrasi dari kapiler peritubuler GANGGUAN GINJAL Menunjukkan gejala klinis jika 70% fungsinya terganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat

BAB I PENDAHULUAN. statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sehat menurut Santoso (2004:16) terbagi dalam dua tingkatan yaitu sehat statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat dinamis

Lebih terperinci

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan tubuh. Demikian pula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99% BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kalsium darah Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99% dari kalsium dalam tubuh berada di tulang dan gigi, dan 1% sisanya berada dalam darah dan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

Rangkuman Materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit

Rangkuman Materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit Rangkuman Materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit LARUTAN ELEKTROLIT DAN LARUTAN NON ELEKTROLIT LARUTAN ELEKTROLIT 1. Pengertian Larutan Elektrolit Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan

Lebih terperinci

ATROPIN OLEH: KELOMPOK V

ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN ATROPIN 0,25 MG/ML INJEKSI GOLONGAN : K KANDUNGAN : Atropine sulfat DOSIS : 250-1000 µg secara subkutan. KEMASAN : Injeksi 0,25 mg/ml x 30 ampul @1 ml SEDIAAN : ampul inj.im/iv/sk

Lebih terperinci

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga A. PENGERTIAN Larutan penyangga atau dikenal juga dengan nama larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai ph apabila larutan tersebut ditambahkan

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT

JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT A.HIPERKALEMIA a. pengertian JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi b. penyebab 1.pemakaian obat tertentu yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal misalnya spironolakton

Lebih terperinci

BAHAN AJAR BAB V. PENANGGULANGAN PENYAKIT METABOLIK A. PENDAHULUAN

BAHAN AJAR BAB V. PENANGGULANGAN PENYAKIT METABOLIK A. PENDAHULUAN BAHAN AJAR BAB V. PENANGGULANGAN PENYAKIT METABOLIK A. PENDAHULUAN Materi akan didahului dengan penjelasan tentang pengertian metabolisme dalam tubuh serta faktor-faktor yang dapat mengganggu keseimbangan

Lebih terperinci

Pengertian Persiapan:

Pengertian Persiapan: Pengertian Persiapan: Syringe Jarum (needle) Medication: Ampul Vial Mencampur obat dalam satu syringe Parenteral Medication - 2 Parenteral medication (pengobatan secara parenteral) adalah pemberian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LatarBelakang Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan

Lebih terperinci

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. II. Tujuan : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit pada konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan berkaitan dengan indikasi, rute pemberian, dosis, usia, dan kontraindikasi. Lembaga berwenang

Lebih terperinci

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA A. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga biasa disebut juga dengan larutan Buffer atau larutan Dapar. Dimana larutan penyangga merupakan larutan yang mampu

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah Rute Pemberian Obat Indah Solihah Rute Pemberian Jalur Enteral Jalur Parenteral Enteral Oral Sublingual Bukal Rektal Oral Merupakan rute pemberian obat yg paling umum. Obat melalui rute yg paling kompleks

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci