BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. maupun modern, secara umum mencakup radiografi intra dan ekstra oral. Jenis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. maupun modern, secara umum mencakup radiografi intra dan ekstra oral. Jenis"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi di Kedokteran Gigi Pemeriksaan radiografi di bidang kedokteran gigi, baik yang konvensional maupun modern, secara umum mencakup radiografi intra dan ekstra oral. Jenis radiografi intra oral konvensional/analog yang paling sering digunakan di bidang kedokteran gigi adalah radiografi intra oral periapikal. Jenis ini memerlukan bahan kimia dalam prosesnya dan membutuhkan tempat khusus untuk tempat pemrosesan dan penyimpanan film (White, 2009). Dalam radiografi konvensional maupun modern, karakteristik pembentukan gambar radiografi menentukan kualitas diagnostik yang dihasilkan. Pada radiografi konvensional, penerima gambar yang digunakan adalah film radiografi yang merupakan medium analog. Dalam medium ini perbedaan ukuran dan distribusi perak hitam metalik yang diendapkan pada permukaan film radiografi tersebut menghasilkan spektrum densitas gambaran radiografi yang sifatnya berkesinambungan. Interpretasi gambaran radiografi yang dilakukan adalah pembacaan langsung pada radiografi dengan menggunakan transmisi cahaya dari viewing box (White, 2009). Densitas radiografi pada suatu radiografi dipengaruhi kontras radiografi. Hal ini didefinisikan sebagai perbedaan antara daerah terang dan gelap pada radiografi. Gambaran radiografi yang mempunyai kontras tinggi memiliki daerah terang dan

2 juga daerah gelap. Kondisi ini disebut sebagai kontras short grey scale karena hanya beberapa gambaran abu-abu yang tampak di antara gambaran hitam dan putih pada radiograf. Gambaran radiografi yang hanya terdiri atas zona abu-abu terang dan abuabu gelap memiliki kontras rendah, dan disebut sebagai kontras long grey scale. Kontras radiografi pada radiografi dipengaruhi kontras subyek, kontras film dan radiasi hambur (White, 2009). A B Gambar 1. Radiografi Rahang Bawah yang Memperlihatkan A. Kontras Rendah dan B. Kontras Tinggi. Agar dapat menghasilkan kualitas diagnostik yang optimum, interpretasi atau evaluasi radiografi memerlukan persyaratan khusus seperti kondisi pencahayaan yang optimum, dan pengetahuan tentang berbagai struktur anatomi serta perubahan radiografi berbagai kondisi patologis. Interpretasi radiografi memiliki keterbatasan, misalnya perubahan mineral pada tulang secara radiografi yang kasat mata baru dapat dievaluasi setelah kehilangan mineral sejumlah 25% sampai dengan 60%. Saat film radiografi dipapar oleh sinar-x dan kemudian diproses, kristal perak halide pada lapisan emulsi di permukaan film yang terkena foton sinar-x akan berubah menjadi butir-butir perak metalik. Butiran perak ini akan menghambat transmisi cahaya dari

3 viewbox dan menghasilkan tampilan gambaran hitam pada radiografi tersebut. Derajat kegelapan secara keseluruhan pada film radiografi disebut densitas radiografi. Densitas ini dapat diukur sebagai densitas optikal pada suatu daerah tertentu pada film radiografi (Whaithes, 2002). Watanabe (2003) juga melakukan penelitian mengenai indikator kualitas tulang mandibula pada panoramik penduduk Brazil, yang dihubungkan dengan penentuan kepadatan mineral tulang dengan menggunakan DEXA (Dual-Energy Xray Absorptiometry) sebagai baku emas (gold standard). Indikator yang digunakan adalah trabekular tulang dan korteks mandibula (Watanabe et al., 2003). Penelitian mengenair trabekular tulang untuk menentukan nilai kepadatan tulang mandibula menggunakan foto intraoral digital pada perawatan implan gigi telah dilakukan pula di Indonesia. Dalam penelitian tersebut digunakan klasifikasi densitas radiografi trabekular tulang berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Taguchi dkk. Penilaian trabekulasi tulang pada radiografi dibagi menjadi lima klasifikasi yakni derajat 1 (sangat tipis atau jarang), derajat 2 (tipis), derajat 3 (normal), derajat 4 (tebal atau padat) dan derajat 5 (sangat tebal) (Priaminiarti et al., 2009). Klasifikasi Taguchi ini juga mendasari beberapa penelitian kualitas tulang terkait penyakit/kelainan yang bermanifestasi di tulang rahang, antara lain penelitian osteoporosis dan densitas radiografi pasca radio terapi karsinoma nasofaring. Pada penelitian densitas radiografi yang berhubungan dengan osteoporosis, juga digunakan radiografi panoramik untuk mengevaluasi bentuk korteks mandibula. Bentuk korteks mandibula dikategorikan menjadi tiga grup berdasarkan metode yang dibuat oleh Klemetti dkk, yakni:

4 1. Korteks normal : tepi endosteal korteks datar atau lurus dan tajam. Gambar 2. Korteks Mandibula yang Normal (Taguchi, 2003) 2. Korteks dengan erosi ringan hingga sedang : tepi endosteal menunjukkan kerusakan berbentuk semilunar akibat adanya resorpsi tulang. Gambar 3. Korteks Mandibula dengan Erosi yang Ringan (Taguchi, 2003)

5 3. Korteks dengan erosi yang parah : lapisan kortikal endosteal berkurang banyak dan terlihat adanya poreus. Gambar 4. Korteks Mandibula dengan Erosi yang Parah (Taguchi, 2003) Walaupun masih terdapat perdebatan dalam penggunaan radiografi panoramik dan peripikal dalam mendeteksi densitas radiografi tulang rahang, terkait dengan manifestasi kelainan atau penyakit sistemik, dokter gigi diharapkan dapat menggali informasi diagnostik maksimal dari radiografi untuk memperoleh gambaran adanya perubahan kualitas tulang rahang. Deteksi awal terjadinya perubahan densitas radiografi dapat membantu penentuan rencana perawatan dan mencegah komplikasi perawatan yang akan merugikan pasien (Watanabe et al., 2008).

6 2.2 Diabetes melitus Pengertian Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan perawatan sepanjang hidup untuk mengurangi risiko kecacatan dan kematian akibat komplikasi penyakit tersebut. DM adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia akibat sekresi dan aktivitas insulin yang tidak sempurna (Wah, 2006; Debora, 2002). DM adalah salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi dan berkembang di seluruh dunia. DM di beberapa negara cukup tinggi asia seperti di Amerika, Singapura, Hongkong, dan Pakistan. Di Singapura, prevalensi DM meningkat dari yang hanya sekitar 1,7% pada tahun 1975 menjadi 9% pada tahun 1998, dan cenderung terus meningkat (Wah, 2006). Di Amerika, sekitar 9% populasi dewasa mengalami DM dan dengan prevalensi ataupun insidens diabetes yang meningkat setiap tahunnya (Brian, 2006) Klasifikasi Menurut klasifikasi American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, Diabetes melitus dibagai menjadi empat klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan tanda klinis dan keluhan, yaitu: a. Diabetes melitus tipe 1 yang merupakan diabetes yang disebabkan akibat adanya kerusakan sel β pankreas. Kondisi ini menyebabkan defisiensi insulin absolut. Kerusakan sel tersebut dapat bersifat idiopatik ataupun disebabkan adanya

7 gangguan proses autoimun. Jika tidak dirawat, penderita diabetes DM tipe ini akan menunjukkan tanda-tanda klinis seperti polyuria, polydipsia, polyphagia, pruritis, lemah dan lemas. Penderita juga dapat mengalami komplikasi akibat DM. Klasifikasi ini juga disebut dengan diabetes dengan ketergantungan insulin (insulin-dependent diabetes). b. Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang disebabkan oleh resistensi terhadap insulin. Diabetes tipe ini lebih sering terjadi dibandingkan tipe 1 dan sering dihubungkan dengan obesitas. Resistensi terhadap insulin mengakibatkan penurunan jumlah transfer glukosa ke sel-sel dan akhirnya menimbulkan kondisi hiperglikemia. c. Diabetes melitus gestational merupakan diabetes sementara yang terjadi saat kehamilan. Anak-anak yang ibunya penderita diabetes tipe ini akan memiliki risiko obesitas dan diabetes pada usia mudanya. Penderita diabetes tipe ini juga memiliki risiko mengalami diabetes tipe 2. d. Diabetes melitus tipe lain merupakan klasifikasi diabetes yang dihubungkan dengan genetik, penyakit lainnya, ataupun penggunaan obat-obatan (Wah, 2006; Debora, 2002) Diagnosis Diabetes melitus Penegakan diagnosis Diabetes melitus didasarkan pada kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat diambil dari plasma vena ataupun kapiler darah. Penentuan kadar glukosa darah yang menunjukkan tanda-tanda Diabetes

8 melitus didasarkan pada ketentuan yang telah dikeluarkan oleh WHO (Sudoyo AW 2007). Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Pedoman Diagnosis Diabetes melitus (DM) Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai pedoman diagnosis Diabetes melitus (DM) Jenis kadar Jenis Bukan DM Dicurigai DM DM (mg/dl) glukosa darah specimen (mg/dl) (mg/dl) Sewaktu Plasma vena < >200 Kapiler darah < >200 Puasa Plasma vena < >126 Kapiler darah < >110 Sumber : Aru W.Sudoyo (Ilmu Penyakit Dalam ed 4) Komplikasi Diabetes melitus Komplikasi dapat terjadi pada semua tipe Diabetes melitus. Komplikasi DM berhubungan dengan lamanya hiperglikemia yang terjadi pada tubuh. Hiperglikemia mempengaruhi pembentukan Advanced Glycation End-product (AGE). AGE berperan merangsang sel endotel dan monosit untuk menghasilkan mediator inflamasi. Adanya peningkatan AGE di dalam plasma darah dan jaringan berhubungan dengan komplikasi DM. AGE akan mengakibatkan jaringan gingival memiliki permeabilitas pembuluh darah yang lebih besar, kerusakan jaringan kolagen, dan kerusakan jaringan ikat serta tulang (Debora, 2002). Komplikasi ini juga dapat melibatkan pembuluh darah besar antara lain: penyakit arteri koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Sedangkan komplikasi yang melibatkan

9 pembuluh darah kecil anttara lain: retinopathy, nefropathy, dan neuropathy. Retinopathy dapat menyebabkan kebutaan, nefropathy akan menyebabkan gagal ginjal, sedangkan neropati akan menyebabkan distesia (sensasi rasa terbakar). Komplikasi diabetes di rongga mulut juga dapat terjadi antara lain seperti: xerostomia, penyakit periodontal, insidens karies yang tinggi, kehilangan tulang, serta dapat mempengaruhi perubahan kepadatan (densitas) mineral tulang mandibula (Debora, 2002) Hubungan Diabetes melitus dengan Densitas Radiografi Diabetes melitus dapat mempengaruhi pembentukan tulang dan dihubungkan dengan obesitas, hiperglikemia serta AGE. Albright dan Reifersten adalah peneliti yang pertama kali tahun 1948 melaporkan adanya hubungan antara kepadatan mineral tulang yang berkurang, dengan risiko fraktur pada subjek DM. Namun demikian, penelitian mengenai hubungan kepadatan mineral tulang (bone mineral density/bmd) dengan DM pada tulang rahang rahang, masih sangat sedikit bila dibandingkan penelitian pada tulang lainnya seperti radius, vertebra dan femur (Ay, 2005). Beberapa mekanisme berperan dalam menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang pada penderita DM, seperti : insulinopenia, microangiopathy, dan peningkatan interleukin (Cultrim, 2007). Marker atau penanda metabolisme tulang adalah serum osteocalcin, C- terminal telopeptide colagen tipe 1 (CTX), dan osteoprotegerin (OPG) serta leptin. CTX merupakan marker resorpsi tulang, sedangkan OPG, osteocalcin dan leptin

10 merupakan marker pembentukan tulang. Analisis atau pemeriksaan terhadap markermarker di atas dapat memberikan penjelasan mengenai kehilangan tulang pada pasien Diabetes melitus. Osteocalcin merupakan hasil sekresi osteoblas. Osteocalcin berperan dalam mengatur metabolisme tubuh dan pembentukan tulang. Selain itu, osteocalcin juga merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Penurunan jumlah osteocalcin akan mengurangi kepadatan mineral tulang. Penderita Diabetes melitus akan memiliki jumlah osteocalcin yang lebih rendah dibandingkan tidak mengalami DM. Penderita DM akan memiliki konsentrasi CTX yang lebih tinggi. CTX merupakan marker resorpsi tulang. OPG berperan penting dalam mengatur resorpsi tulang dengan menghambat diferensiasi osteoklas. Leptin merupakan hormon metabolisme yang regulasinya diatur oleh insulin. Pada penderita DM konsentrasi leptin akan berkurang. Walaupun penyebab pasti kehilangan tulang pada penderita Diabetes mellitus belum jelas sampai saat ini, namun beberapa peneliti menyatakan defisiensi insulin dapat meningkatkan resorpsi dan kehilangan tulang (Alexaopoulou, 2006). Marker-marker tersebut di atas dipengaruhi oleh metabolisme tubuh. Elemen utama mineral seperti kalsium, total glycated hemoglobin/hba1, fosfat dan magnesium berperan dalam metabolisme tubuh. Adanya stimulus dan gangguan pada mineral tersebut akan merangsang perubahan metabolisme tubuh. Polyuria pada penderita DM dapat membuat hilangnya kalsium, fosfat dan magnesium. Hypophosphatemia, hypomagnesium dan hypocalcemia dapat menyebabkan resistensi

11 insulin. Magnesium adalah ion penting dalam kehidupan sel. Magnesium merupakan kofaktor beberapa enzim (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008). Hubungan antara insulin dan magnesium telah diteliti sebelumnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa magnesium berperan sebagai pembawa pesan kedua (second messenger) dalam aktifitas insulin. Insulin juga berperan dalam mengatur akumulasi magnesium intraseluler (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008). Pada kondisi resistensi terhadap insulin, kandungan magnesium intraseluler akan turun. Pada Diabetes melitus, rendahnya kandungan magnesium intraseluler disebabkan oleh peningkatan urin yang dikeluarkan, dan resistensi insulin, dan rendahnya kandungan magnesium intraseluler akan menyebabkan gangguan respons serta aktifitas insulin. Hal inilah yang dijumpai pada penderita Diabetes melitus tipe 2 (non-insulindependent), yaitu insulin tidak berfungsi dengan normal. Fosfat juga berperan dalam metabolisme energi, dan defisiensi fosfat berhubungan dengan perubahan sensitifitas insulin serta toleransi glukosa (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008). Hubungan antara DM dan osteoporosis merupakan hal yang kompleks. Riwayat DM, lamanya menderita DM dan komplikasi kronis berhubungan dengan peningkatan terjadinya fraktur. Hubungan antara kepadatan mineral tulang dan DM telah diobservasi pada pasien DM tipe 1, di mana dijumpai peningkatan kehilangan mineral tulang yang dihubungkan dengan lamanya menderita, kontrol glikemik yang buruk secara berkepanjangan dan dosis insulin yang tinggi, sedangkan pada pasien DM tipe 2, hubungan di atas tidak dijumpai (Rakie, 2006).

12 Beberapa mekanisme yang berperan pada DM tipe 1 yang berhubungan dengan osteopenia, meliputi gangguan regulasi vitamin D, hormon paratiroid (PTH) dan metabolisme mineral tulang (Rakie, 2006). Hormon PTH adalah hormon yang berperan penting dalam menjaga metabolime tulang. Jika hormon PTH berlebih, maka akan mengakibatkan osteolisis. Hormon PTH juga merupakan stimulus dalam pembentukan vitamin D dan aktivitas osteoblast. Dengan kata lain, jika hormon PTH berkurang, maka level vitamin D dan aktivitas osteoblast juga berkurang (Paula, 2001). Peningkatan resorpsi tulang dan menurunnya pembentukan tulang telah terbukti pada penderita DM tipe 1 yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama. Namun sebaliknya, rendahnya pergantian tulang dijumpai pada penderita DM tipe 2, khususnya yang dirawat dengan insulin. Walaupun hormon seks berperan dalam metabolisme skeletal, namun tidak dijumpai adanya hubungan dengan penderita DM (Rakie, 2006). Seino dan Ishida melaporkan beberapa hal yang berhubungan antara osteopenia dan DM, yakni: a. Adanya peningkatan kalsium, fosfor dan magnesium pada ekskresi urin disebabkan peningkatan intensitas glikosuria. Nair dkk. menunjukkan bahwa serum kalsium dan PTH pada penderita DM lebih rendah daripada kelompok kontrol. b. Metabolisme vitamin D berkurang. Frazer dkk melaporkan bahwa level 1,25(OH) 2 D (dihydroxyvitamin), lebih rendah pada pasien DM.

13 c. Defisiensi insulin dapat mengurangi aktivitas osteoblast (Seino dan Ishida, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Oz dkk. (2006) pada 52 pasien dengan DM tipe 2 menunjukkan bahwa pada pasien DM tipe 2 terjadi penurunan pembentukan tulang, bukan resorpsi tulang. Oz dkk. (2006) mencatat penanda biokomia (biochemical markers) metabolisme tulang pada DM seperti serum osteocalcin, BAP dan CTx. Dan ketika Oz dkk. (2006) membandingkan dengan kelompok kontrol, dijumpai perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok. Level serum osteocalcin dan CTx menurun pada pasien DM pria serta level osteocalcin and BAP menurun pada pasien DM wanita. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Takizawa dkk. (2003), kehilangan mineral tulang merupakan salah satu komplikasi kronis DM tipe 2. Ketidakseimbangan kalsium yang disebabkan ekskresi kalsium urin yang meningkat dan penurunan penyerapan kalsium oleh usus dapat terjadi dikarenakan perubahan metabolisme vitamin D dan atau fungsi paratiroid yang menurun. Pada proses metabolisme sel tulang, pembentukan tulang oleh osteoblas ditekan oleh perubahan metabolisme vitamin D, hipoparatiroidisme, hiperglikemia kronis dan aksi insulin yang tidak memadai. Di sisi lain, resorpsi tulang oleh osteoklas sedikit meningkat akibat perubahan tersebut. Sistem fungsional tulang yang tidak seimbang antara osteoblas dan osteoklas pada diabetes mellitus tipe 2 dapat mengakibatkan hilangnya kepadatan tulang (Takizawa et al., 2003) Beberapa mekanisme yang berperan pada DM tipe 1dan 2 yang berhubungan dengan osteopenia, meliputi gangguan regulasi vitamin D, hormon parathyroid (PTH)

14 dan metabolisme mineral tulang serta keseimbangan kaslium. Hormon PTH adalah hormon yang berperan penting dalam menjaga metabolime tulang. Jika hormon PTH berlebih, maka akan mengakibatkan osteolisis. Hormon PTH juga merupakan stimulus dalam pembentukan vitamin D dan aktivitas osteoblast. Dengan kata lain, jika hormon PTH berkurang, maka level vitamin D dan aktivitas osteoblast juga berkurang (Dobnig, 2006; Takizawa et al., 2003). 2.3 Densitas Radiografi Tulang Rahang Salah satu indikator kualitas tulang adalah kepadatan atau densitas radiografi, yang merupakan gambaran struktur internal tulang sebagai refleksi kekuatan tulang rahang. Walaupun keadaan ini tidak sepenuhnya sama atau menggambarkan kandungan mineral tulang, namun perubahan densitas radiografi adalah salah satu gambaran berkurangnya kadar mineralisasi tulang. Faktor ini sangat penting bagi berbagai rencana perawatan di bidang kedokteran gigi, antara lain perawatan implan gigi, penentuan indikasi pencabutan/operasi gigi, perkiraan penyembuhan dan lainnya

15 Gambar 5. Potongan Melintang Tulang Mandibula pada Regio Foramen Mentalis. Lempeng Tulang Kortikal Tebal pada Daerah Puncak dan di Bagian Dalam Tampak Tulang Trabekula (Misch, 2005) Penelitian tentang kepadatan tulang rahang dan kualitas tulang telah diawali oleh Taguchi dkk pada tahun 1997 (Taguchi et al., 1997). Pada penelitiannya, Taguchi membandingkan pola tulang trabekula mandibula tidak bergigi pada gambar radiografi panoramik, dengan Bone Mineral Density (BMD) pada Computed Tomography. Dalam penelitian tersebut, densitas radiografi tulang trabekula diklasifikasikan menjadi 5 grade, yaitu : a) Grade 1 : Tidak tampak adanya trabekula tulang.

16 Gambar 6. Pola Trabekula Tulang Grade 1 (Taguchi, 1997) b) Grade 2 : Tampak beberapa trabekula tulang yang tipis dan tak beraturan. Gambar 7. Pola Trabekula Tulang Grade 2 (Taguchi, 1997)

17 c) Grade 3 : Trabekula tulang tampak jelas seperti pada tulang alveolar normal. Gambar 8. Pola Trabekula Tulang Grade 3 (Taguchi, 1997) d) Grade 4 : Trabekula tulang yang tebal tampak menempati sebagian rongga sumsum tulang Gambar 9. Pola Trabekula Tulang Grade 4 (Taguchi, 1997)

18 e) Grade 5 : Tulang padat tanpa adanya gambaran trabekula tulang. Gambar 10. Pola Trabekula Tulang Grade 5 (Taguchi, 1997) Penggolongan kepadatan tulang cara Taguchi ini kemudian dikembangkan di Indonesia untuk melihat perubahan densitas radiografi berbagai kelainan/kondisi di bidang kedokteran gigi, antara lain evaluasi densitas radiografi pada Rapidly Progressive Periodontitis (RPP), osteoporosis, dan penderita karsinoma nasofaring paska radioterapi (Taguchi et al., 1997). Pada penelitian kualitas tulang yang dikembangkan di Indonesia, umumnya menggunakan radiografi periapikal karena gambaran yang dihasilkan lebih geometris dibandingkan panoramik, dan daerah yang diperiksa (Region of interest/roi) adalah pada mandibula. Mengingat besarnya distorsi gambar pada panoramik yang tidak dapat dihindari disebabkan kedua rahang yang berbentuk lengkung diproyeksikan pada lembaran film radiografi yang datar, maka penelitian yang memerlukan ketepatan/presisi, menggunakan radiografi

19 periapikal paralel. Radiografi periapikal dengan teknik paralel akan menghasilkan gambaran dengan bentuk dan ukuran mendekati yang sebenarnya (geometris), serta reproducible atau dapat diulang dan dibandingkan, dengan posisi yang sama (Van, 1992). Gambar 11. Pembesaran Gambar pada Radiografi Panoramik (Priaminarti, 2009) 2.4 Pemeriksaan Radiografi Kualitas Tulang Mandibula Pada Penderita Diabetes melitus Penelitian mengenai hubungan kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density/BMD) dengan DM pada tulang rahang sangat sedikit dilakukan (Ay, 2005). Radiografi periapikal adalah satu jenis radiografi yang digunakan untuk menentukan densitas radiografi tulang rahang, dan regio yang dijadikan penelitian, adalah tulang rahang bawah atau mandibula. Beberapa penyakit sistemik yang telah diteliti bermanifestasi di rongga mulut, antara lain yaitu osteoporosis, Diabetes mellitus, hiperparatiroidism, tumor ganas, fibrous dysplasia, dan penyakit-penyakit infeksi seperti tuberkulosis ataupun sifilis (Watanabe et al., 2008).

20 Osteopenia dan osteoporosis merupakan kondisi patologis yang dihubungkan dengan kekurangan massa tulang. Menurut WHO, osteopenia adalah kepadatan mineral tulang di antara - 1 hingga - 2,5 dari deviasi standar. Sedangkan osteoporosis adalah kepadatan mineral tulang yang < - 2,5 dari deviasi standar. Mekanisme patofisiologis yang berhubungan dengan kehilangan tulang pada penderita DM adalah berkurangnya aktifitas osteoblas, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, serta berkurangnya sintesis kolagen dan insulin (Vargas, 2003). Seperti telah diuraikan sebelumnya, DM adalah gangguan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan penurunan jumlah insulin dan resistensi jaringan terhadap efek insulin. Gangguan tersebut dapat menyebabkan beberapa komplikasi pada jaringan atau organ lain, seperti pada mandibula. Manifestasi DM pada tulang mandibula dapat berupa kehilangan tulang alveolar (alveolar bone loss) dan berkurangnya kepadatan mineral tulang, yang dapat dievaluasi melalui radiografi sebagai perubahan densitas radiografi. Menurut Taguchi, kedua keadaan ini dapat menyebabkan kehilangan gigi posterior pada wanita dewasa (Taguchi, 1999). Menurut Taylor dkk penderita Diabetes melitus khususnya yang tidak terkontrol, memiliki risiko kehilangan tulang alveolar lebih besar dibandingkan dengan penderita DM yang terkontrol atau yang tidak mengalami DM. (Taylor et al., 1998). Radiografi dapat mendeteksi kehilangan tulang alveolar melalui pengukuran tinggi level tulang interproksimal (Watanabe et al., 2008). Kepadatan mineral mandibula pada penderita Diabetes melitus dapat dievaluasi dengan menggunakan radiografi periapikal (Gambar 12 dan 13). Penelitian Ay dkk.

21 terhadap 19 subjek penderita DM dan 17 subjek kontrol mengenai kepadatan mineral tulang yang dilihat melalui radiograf dengan bantuan five-step copper stepwedge phantom yang dilekatkan pada film dan dibandingkan dengan pemeriksaan oleh DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry) sebagai gold standard. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kepadatan mineral tulang mandibula pada grup DM dan kontrol (Ay, 2005). Gambar 12. Evaluasi Radiografi dilihat dengan Kaca Pembesar Gambar 13. Extension Cone Paralelling/ XCP Hansin yang Digunakan pada Teknik Periapikal Paralel

22 Gambar 14. Potongan Foto Panoramik yang Menunjukkan Kepadatan Mineral Tulang yang Normal (Watanabe et al.,2008) Gambar 15. Potongan Dua Foto Panoramik yang Menunjukkan Berkurangnya Kepadatan Mineral Tulang Mandibula yang Dapat Dilihat dari Gambaran Radiolusen (Watanabe et al.,2008)

23 Gambar 16. Demonstrasi Teknik Kalibrasi Dexa Melalui Radiografi Panoramik. Pada foto di atas, Contoh Pengukuran Kepadatan Mineral Tulang pada Beberapa Regio yang Ditandai Nomor yakni (1) 0,05 g/cm 2, (2) 1,63 g/cm 2 dan (3) 1,57 g/cm 2 (Watanabe et al.,2008) Penelitian lain mengenai kualitas tulang, dalam hal ini densitas radiografi, telah mulai dilakukan tahun 2002 di Indonesia yaitu pada densitas radiografi mandibula pada penderita Rapidly Progressive Periodontitis/RPP, yang sekarang disebut sebagai aggressive periodontitis. Penelitian serupa juga dilakukan pada penialaian densitas radiografi tulang mandibula pasien pasca radioterapi karsinoma nasofaring. Priaminiarti dkk. (2009) melakukan pemeriksaan trabekula tulang mandibula untuk menentukan nilai kepadatan tulang mandibula pada perawatan implan gigi, menggunakan foto intra oral digital. Dari penelitian-penelitian sebelumnya tersebut telah diperoleh pula nilai densitas radiometrik digital pada berbagai usia, yang dapat dijadikan pedoman bagi penelitian densitas radiografi tulang mandibula. Boel dalam disertasinya melaporkan hasil penelitian perubahan densitas radiografi dengan menggunakan radiografi digital pada perubahan di jaringan lunak, untuk mendeteksi

24 adanya plak arteri karotis di regio vertebrae cervicales 3-4 yang terlihat pada radiografi panoramic (Boel, 2011). Gambar 17. Pengukuran Kepadatan (dalam Grey Scales) dengan Menggunakan Software pada Regio yang Ditandai dengan Menggunakan Radiografi Digital Periapikal (Priaminart, 2009) Pada penelitian tersebut penilaian densitas radiografi dilakukan pada radiografi konvensional dengan menggunakan pembanding radiografi digital, sehingga diperoleh nilai densitas radiografi dalam satuan radiometrik grey scales dengan menggunakan bantuan computer-software (Gambar 17). Apabila dibandingkan dengan radiografi konvensional, radiografi digital dapat memberikan informasi diagnostik yang lebih terukur dan akurat. Namun demikian, mengingat densitas radiografi dapat dilihat dari radiografi konvensional apabila memenuhi syarat membaca radiografi yang benar, seperti penggunaan viewing box, pencahayaan

25 yang baik dan lainnya, maka radiografi konvensional periapikal yang memang banyak tersedia, dapat digunakan. 2.5 Kerangka Konsep & Hipotesis Penelitian Kerangka Konsep Diabetes melitus (DM) Usia Jenis Kelamin Lama menderita Pengguna obat-obatan Perubahan Densitas tulang Mandibula secara radiografi Korteks Grade 1-3 Trabekular Grade Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan densitas radiografi tulang mandibula dengan penderita DM tipe 2 2. Ada perbedaan densitas radiografi tulang mandibula berhubungan dengan lamanya menderita DM.

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya dikalangan dokter gigi. Radiografi periapikal merupakan jenis intra oral yang sangat baik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik atau yang dikenal juga dengan Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sinar X telah lama dikenal dalam bidang kedokteran umum maupun kedokteran gigi sebagai suatu alat yang sangat membantu dalam suatu diagnosa penyakit gigi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

numeric rating scale (NRS)

numeric rating scale (NRS) ASSESSMENT OF PAIN penderita LSS menunjukkan rasa sakit yang luas pada punggung hingga ekstremitas bawah. Untuk penelitian ini, telah ditentukan bahwa sakit yang dirasakan terjadi cukup sering atau hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru diketahui ada apabila

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis berupa gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi karena terganggunya aktivitas insulin. Pada kondisi ini akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara maju, yang jumlahnya mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I EPIDEMIOLOGI WHO DEGENERATIF Puluhan juta ORANG DEATH DEFINISI Penyakit degeneratif penyakit yg timbul akibat kemunduran fungsi sel Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit sistemik dengan sifat-sifat berupa penurunan massa tulang, disertai perubahan mikroarsitektur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005; I. PENDAHULUAN Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dimana penyakit ini dapat menimbulkan gangguan ke organ-organ tubuh lainnya karena terjadi defisiensi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala penyakit degeneratif kronis yang disebabkan karena kelainan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan hormon Insulin baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus adalah penyakit yang terjadi apabila tubuh tidak dapat menggunakan energi dari glukosa yang ada, disebabkan karena tidak cukup memproduksi

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoporosis Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Zat kapur, kalsium adalah mineral terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja

Lebih terperinci

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang telah menjadi masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi karena radiograf mampu menyediakan informasi kondisi objek yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan ketidakmampuan pankreas mengeluarkan insulin. American Diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KKRI) menyebutkan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi peningkatan prevalensi kejadian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah sekelompok kondisi metabolik, dicirikan dengan kenaikan kadar glukosa darah dikarenakan ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE Paulin Yuliana, 2011 Pembimbing I Pembimbing II : Winny Suwindere, drg., MS. : Adrian Suhendra, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gaya hidup modern dengan kesibukan tinggi dan serba otomatisasi menyebabkan masyarakat cenderung lebih suka mengonsumsi makanan cepat saji dan kurang aktivitas fisik

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent BAB 1 PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi. Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gannguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena keturunan dan/atau disebabkan karena kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau oleh tidak efektifnya

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian obesitas meningkat dan telah mencapai tingkatan epidemi di seluruh dunia. Sejalan dengan itu angka kejadian sindroma metabolik (SM) juga meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit tidak menular. Penggolongan dua kelompok tersebut dilakukan oleh para ahli epidemiologi di masa sekarang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant

Lebih terperinci