BAB II PENGAJARAN KETERAMPILAN PENGGUNAAN TONGKAT OLEH GURU ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M) PADA SISWA TUNANETRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGAJARAN KETERAMPILAN PENGGUNAAN TONGKAT OLEH GURU ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M) PADA SISWA TUNANETRA"

Transkripsi

1 BAB II PENGAJARAN KETERAMPILAN PENGGUNAAN TONGKAT OLEH GURU ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M) PADA SISWA TUNANETRA A. Orientasi dan Mobilitas (O&M) Orientasi dan mobilitas merupakan suatu keterampilan yang mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan tunanetra. Tidak ada satu aktifitas dalam kehidupan ini yang tidak membutuhkan keterampilan gerak. Akibat hilangnya fungsi penglihatan siswa tunanetra mengalami beberapa keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain sebagai berikut: keterbatasan dalam bergerak/berpindah tempat, keterbatasan dalam memperoleh pengalaman baru, dan keterbatasan dalam berinterkasi dengan lingkungan. Kemampuan memperoleh pengalaman/informasi, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan, merupakan dasar bagi seseorang dalam mempertahankan hidup di tengahtengah lingkungan masyarakat. Oleh karena itu dalam pendidikan tunanetra, orientasi dan mobilitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Keterampilan orientasi dan mobilitas bertujuan agar siswa tunanetra dapat bepergian dengan aman dan mandiri di lingkungannya baik dengan atau tanpa menggunakan tongkat. Dalam hal ini Tooze yang dikutip Mason dan McCall (Djadja Rahardja, 2008) membedakan antara orientasi dan mobilitas. Orientasi adalah kemampuan memahami hubungan antara objek yang satu dengan lainnya-kreasi dari pola mental tentang lingkungan. Sedangkan 8

2 9 mobilitas meliputi kecakapan dari suatu keterampilan dan teknik yang memungkinkan seorang tunanetra untuk bepergian secara mudah di lingkungannya. Dari pengertian di atas, jelas bahwa orientasi dan mobilitas harus dikuasai oleh siswa tunanetra apabila dia menghendaki dirinya bisa hidup secara wajar dalam lingkungannya. Hal ini mengingat bahwa siswa tunanetra tidak dapat dengan mudah memonitor gerakannya dan mungkin juga memiliki kesulitan memahami apa yang terjadi ketika mereka bergerak atau menjangkau sebuah dahan, bertolak pinggang atau berguling. Tanpa penglihatan yang jelas siswa tunanetra mengalami kesulitan dalam menciptakan suatu mental map tentang keadaan sekelilingnya. Tanpa intervensi yang tepat, mereka mungkin tidak mengetahui kemana arah untuk pergi atau bagaimana menemukan jalan untuk mencapai tujuannya. Ketidak tentuan tentang keadaan sekelilingnya menunjukan kurangnya percaya diri dalam menjelajahi lingkungan. Kurang efektifnya penglihatan mungkin juga menghilangkan sumber motivasi penting bagi siswa yang sesungguhnya mungkin mereka tidak dapat melihat objek yang menarik, yang akan mendorong mereka untuk berusaha bergerak secara perlahan menuju ruangan atau ke luar ruangan. Oleh karena itu, siswa tunanetra menunjukan keterlambatan dalam perkembangan gerak.

3 10 Agar siswa tunanetra dapat bergerak secara mandiri, kemudian dapat melewati ketiga tahap proses perjalanan tersebut di atas, maka perlu menguasai pengetahuan dan keterampilan orientasi dan mobilitas. Untuk mengetahui lebih dalam tentang hal yang berkaitan dengan orientasi dapat kita lihat pada pembahasan berikut ini. 1. Orientasi Seperti halnya kita ketahui bahwa di dalam melakukan suatu perjalanan melalui sebuah proses, yang merupakan rangkaian fisik, dan mental. Rangkaian kegiatan fisik dan mental tersebut merupakan proses orientasi dalam mencapai suatu objek atau tujuan secara tepat. Untuk dapat berorientasi dengan baik diperlukan hal-hal sebagai berikut: indera yang baik (indera-indera yang digunakan dapat menyalurkan semua rangsangan informasi ke otak untuk di proses), dan mental yang baik (dapat mengolah informasi yang di terima di analisa dan di seleksi sehingga informasi yang di pilih tepat dengan kebutuhan). Ali, A. (1983/1984:7) memberikan pengertian orientasi secara singkat sebagai berikut: Orientasi yaitu: Pemanfaatan/penggunaan indera yang masih berfungsi, untuk menentukan posisi diri serta hubungannya dengan lingkungan sekitar. Selanjutnya pendapat Hosni, I. (1975:5) pengertian orientasi sebagai berikut: Orientasi yaitu proses penggunaan semua indera yang masih berfungsi untuk menentukan posisi dirinya hubungannya dengan objek lain dalam lingkungan.

4 11 Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi adalah merupakan proses penggunaan semua indera yang masih berfungsi dalam menangkap rangsangan dari luar sebagai sumber informasi. Adapun inderaindera yang dapat difungsikan oleh siswa tunanetra di luar indera penglihatan antara lain: indera pendengaran, perabaan, penciuman, pengecap (rasa) dan kinestetik. Dengan menggantikan fungsi penglihatan melalui indera-indera yang masih berfungsi, maka siswa tunanetra dapat memperoleh informasi tentang lingkungan sekitar. Dalam melakukan suatu orientasi ada tiga prinsip yang bisa diformulasikan ke dalam tiga pertanyaan, yaitu: a. Dimanakah saya sekarang? b. Dimanakah tujuan saya? c. Bagaimanakah saya mencapai tujuan? Jika siswa tunanetra dalam aktifitas sehari-hari selalu berpedoman pada tiga prinsip orientasi tersebut, maka siswa tunanetra dapat menemukan objek yang dikehendakinya. 2. Mobilitas Dalam melakukan orientasi, tunanetra tidak bisa terlepas dari mobilitas sebaliknya mobilitas tidak akan berhasil dengan efektif tanpa didasari oleh orientasi. Jadi antara orientasi dan mobilitas merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan keduanya harus berjalan secara serempak, terpadu dalam mencapai suatu objek atau tujuan. Setiap gerakan yang bertujuan memerlukan orientasi, dan disaat melakukan orientasi di

5 12 saat itu pula melakukan mobilitas. Dengan penjelasan tersebut di atas kiranya kita sudah dipahami mengenai hal-hal yang berkaitan dengan orientasi. Selanjutnya dalam usaha meningkatkan keberhasilan tunanetra, disamping harus memiliki kemampuan orientasi yang baik juga salah satu kebutuhan dasar yang harus dimiliki adalah keterampilan melakukan mobilitas dengan baik. Keterampilan mobilitas yang dimaksud yaitu siswa tunanetra harus mampu melakukan mobilitas pada setiap lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat secara mandiri. Istilah mobilitas selalu berkaitan dengan masalah gerak, baik itu pindah tempat maupun pindah posisi. Ali, A. (1983/1984) memberikan definisi mobilitas secara singkat sebagai berikut: Mobilitas yaitu kemampuan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan dengan cepat, tepat dan aman. Kemudian Hosni, I (1997:13) menjelaskan mengenai pengertian mobilitas sebagai berikut: Mobilitas adalah suatu kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak serta bagaimana ia (tunanetra) dapat melakukan gerak dan berpindah dari posisi dirinya semula ke posisi objek yang dikehendaki dengan selamat. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mobilitas adalah merupakan suatu kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak. Bergerak di sini tidak hanya diartikan berjalan tetapi lebih luas dari itu. Bergerak bisa

6 13 dari suatu posisi ke posisi lain misalnya menggerakkan tangan dari posisi menggenggam ke posisi tangan terbuka atau dari posisi badan duduk ke posisi badan berdiri. Bergerak dari suatu tempat ke tempat lain mengandung arti adanya perpindahan. Misalnya seorang berjalan dari ruang makan dan sebagainya. Mobilitas diartikan sebagai kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak tidak hanya kelihatan di saat ia melakukan gerak tetapi mobilitas diartikan sebagai daya dan kesiapan untuk melakukan gerak. Misalnya seorang tunanetra tidak bisa menggerakkan kakinya, tetapi ia punya daya, kemampuan dan kesiapan menggunakan kursi roda atau alat bantu lainnya untuk bergerak. Kemampuan untuk bergerak dalam suatu lingkungan the ability to move within one s environment banyak mendatangkan manfaat. Bila seorang tunanetra melakukan mobilitas, berarti ia memfungsikan organ tubuhnya. Mobilitas dapat meningkatkan ketahanan, stamina, serta kelenturan tubuhnya. Di samping itu, melakukan mobilitas akan menambah pengalaman serta informasi baru yang bisa di simpan ke dalam persepsinya. Banyaknya data yang tersimpan dalam persepsi seseorang berarti ia akan mudah berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungan mengandung hubungan dua arah. Pertama bagaimana agar tunanetra bisa masuk dan menyatu dengan lingkungan dan kedua bagaimana lingkungan bisa masuk dan menyatu dengan tunanetra.

7 14 Mobilitas sebagai sesuatu yang digunakan untuk mendeskripsikan gerakan tubuh dari suatu posisi atau tempat semula ke posisi atau tempat lain yang diharapkan, Thomas J. Carrol mengatakan bahwa for mobility mean more than walking. Jadi mobilitas bukan hanya sekedar berjalan tetapi lebih dari itu. Mobilitas lebih dari sekedar berjalan, di dalam mobilitas mengandung banyak manfaat terutama terhadap pengembangan fisik dan mental. Mobilitas mengembangkan fisik sebab mobilitas menggerakkan organ tubuh yang berarti melatih fungsi organ tersebut untuk meningkat. Mobilitas adalah gerakan yang bertujuan yang berarti ada proses mempelajari dan menilai lingkungan. Dari proses mempelajari dan menilai lingkungan akan ditemukan pengetahuan dan pengalaman baru. Di dalam proses mempelajari dan menilai lingkungan ada unsur berfikir. Berarti ada proses melatih fungsi mental dan akan meningkat kemampuan berfikirnya seperti kemampuan memecahkan masalah, berfikir sistematis dan sebagainya. Manfaat melakukan mobilitas ini tidak hanya berlaku bagi orang tunanetra, bagi orang awas akan lebih banyak lagi yang dapat diperoleh dari melakukan mobilitas. Mobilitas merupakan physical locomotion yang mana itu merupakan suatu gerakan organisme dari suatu tempat atau posisi ke suatu tempat atau posisi lain dengan mekanisme organismenya sendi. Dengan mekanisme organismenya sendiri diartikan ia mempunyai kemampuan,

8 15 kesiapan dan mudahnya bergerak dari dalam diri sendiri. Artinya mobilitas merupakan suatu kemampuan untuk bergerak dalam lingkungannya dengan selamat dan semandiri mungkin, artinya seorang tunanetra diharapkan tidak terlalu banyak meminta bantuan dari orang lain. Yang lebih penting, bagaimana kita berusaha untuk mengurangi bantuan orang lain (Hosni, I. 1997:14). 3. Tujuan pengajaran Orientasi dan Mobilitas (O&M) Pengajaran orientasi dan mobilitas diberikan kepada siswa tunanetra tidak terlepas kepada usaha mengatasi adanya keterbatasan dalam melakukan gerak, berpindah tempat, memperoleh pengalaman baru, dan berinteraksi dengan lingkungan. Dengan kata lain O&M bertujuan mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh siswa tunanetra sehingga memiliki bekal keterampilan untuk hidup ditengah lingkungan masyarakat secara mandiri. Dengan bekal keterampilan O&M inilah diharapkan siswa tunanetra dapat memasuki semua lingkungan baik lingkunagan yang sudah dikenal maupun lingkungan yang belum dikenal secara tepat, cepat, aman, dan lentur tanpa banyak meminta bantuan orang lain. Hosni, I. (1997:15) mengemukakan pengertian O&M sebagai berikut: Orientasi dan mobilitas adalah kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak dan berpindah tempat ke suatu posisi atau tempat lain yang dikehendaki dengan selamat, efisien dan baik tanpa banyak meminta bantuan orang lain.

9 16 Jadi dengan demikian keterampilan O&M sangatlah penting dan harus dikuasai oleh siswa tunanetra sehingga dengan keterampilan orientasi dan mobilitas, maka siswa tunanetra diharapkan dapat berpindah tempat/posisi secara mandiri dalam mencapai suatu objek secara cepat, tepat dan aman tanpa menjadi beban orang lain. Untuk dapat melakukan mobilitas secara mandiri maka ada beberapa alat bantu khususnya yang bisa dipergunakan oleh siswa tunanetra, antara lain: pendamping awas, tongkat panjang, anjing penuntun, dan alat bantu elektronik. Dari keempat alat bantu khusus tersebut, yang paling banyak digunakan oleh tunanetra di Indonesia yaitu tongkat panjang. Dengan tongkat panjang siswa tunanetra dapat mendeteksi/menemukan objek yang ada di lingkungan secara cepat, tepat, dan aman. Untuk mengetahui lebih jelas tentang alat bantu khusus tersebut. B. Tongkat Sebagai Alat Bantu 1. Pengetahuan Dasar Tongkat Tongkat adalah alat bantu tunanetra yang praktis dan murah kegunaan tongkat penting sekali yaitu agar tunanetra dapat berjalan mandiri, tanpa selalu minta tolong kepada orang lain, disamping itu dengan menggunakan tongkat akan dapat berjalan dengan aman, dan selamat.

10 17 Secara umum tongkat yang digunakan oleh tunanetra di Indonesia ada 2 macam, antara lain: 1. Tongkat panjang/tongkat tongkat putih (Long Cane/White Cane) Jenis tongkat ini yang memenuhi standar persyaratan nasional. Di Indonesia sendiri kebanyakan memakai jenis tongkat ini, disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. 2. Tongkat lipat (Collapsable Cane) Jenis tongkat ini merupakan tongkat yang praktis, karena biasa di lipat apabila tidak digunakan. Jenis tongkat ini kurang baik digunakan tunanetra karena daya hantarnya kurang peka, serta kurang kuat apabila digunakan. Walaupun tunanetra memilih karena praktis/mudah membawa di kendaraan umum. Ada beberapa keuntungan dan kerugian dari alat bantu tongkat seperti halnya yang dikemukakan oleh Hosni, I. (1997 : 103) antara lain sebagai berikut: 1. Keuntungan penggunaan alat bantu tongkat yaitu: a. Memberikan informasi tentang benda-benda yang ada dipermukaan jalan. b. Mempunyai gerakan yang tinggi. c. Tidak mahal dan mudah perawatannya. d. Mudah disimpan (khusus untuk tongkat lipat).

11 18 2. Kerugian penggunaan alat bantu tongkat yaitu: a. Bagian atas badan terlindungi, khususnya terhadap benda yang menggantung seperti ranting pohon. b. Sulit penyimpanan (khusus tongkat panjang). c. Sulit dipergunakan pada saat angin kencang. d. Menandakan bahwa pemakai sebagai seorang tunanetra. Dengan menggunakan alat bantu tongkat, siswa tunanetra diharapkan dapat bergerak secara mandiri dan dapat menemukan objek yang ada dilingkungan yang dikehendaki secara cepat, tepat, aman. Jadi dengan demikian tongkat adalah merupakan perpanjangan indera peraba yang dimiliki tunanetra, jadi dengan sentuhan tongkat tunanetra bisa memperoleh informasi tentang objek yang disentuhnya. 2. Teknik Keterampilan Penggunaan Alat Bantu Tongkat Secara garis besar teknik tongkat dibagi dua bagian menurut Abidin, N. (2004 : 25-33) (a) teknik di dalam ruangan (in door technique) dan (b) teknik di luar ruangan (out door tehnique). Adapun macam dan langkah-langkah dari kedua teknik tersebut adalah sebagai berikut: a. Teknik di Dalam Ruangan (In Door Tehnique) 1). Teknik Diagonal/Teknik Menyilang Tubuh (Cross Body Technique) Teknik diagonal atau teknik menyilang tubuh bertujuan agar siswa tunanetra dapat berjalan di tempat yang sudah dikenal, maupun belum dikenal. Dengan perlindungan tongkat siswa

12 19 tunanetra dapat berjalan dengan selamat. Langkah-langkah dari teknik ini adalah sebagai berikut: a). Squaring off b). Tongkat dipegang dengan teknik yang benar c). Sikap, tongkat didorong ke depan tubuh sehingga pegangan terangkat dan antara lengan dengan badan membentuk sudut kurang lebih 60. Posisi tongkat menyilang di depan tubuh atau sepanjang paha, dengan ujung tongkat (tip) berada pada posisi yang lain yang berlawanan dengan pegangan tongkat. Pada waktu yang bersamaan dengan tongkat didorong, pergelangan tangan diputar sehingga ujung tongkat berada lurus dengan bahu tangan bebas, untuk melindungi bahu yang memegang tongkat. 2). Teknik Menelusur/Menyusuri (Trailing Technique) Teknik ini merupakan teknik diagonal yang digunakan untuk trailing (menyusuri garis pengarah). Pada teknik ini, ujung tongkat bergerak menelusuri benda berupa dinding, tepi jalan, trotoar, dan yang berfungsi sebagai garis pengarah sehingga tunanetra dapat berjalan dengan lurus. Langkah-langkah teknik ini adalah: a). Line off pada dinding b). Tongkat dipegang dengan cara yang benar menggunakan teknik diagonal

13 20 c). Sikap, seperti pada teknik diagonal tetapi pada teknik ini posisi tip menempel pada garis pengarah (pertemuan antara dinding/tembok dengan lantai). 3). Teknik Naik dan Turun Tangga a). Teknik Naik Tangga Teknik yang digunakan adalah teknik menyilang tubuh yang telah diaplikasikan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Menemukan bibir tangga 2. Mendekati bibir tangga 3. Squaring off pada bibir tangga 4. Kontrol dan lebar permukaan tangga 5. Berdiri di tengah-tengah tangga 6. Tongkat dipegang agak ke bawah dari grip 7. Cruk menghadap ke depan, tip menyilang (cross body) menyinggung riser di atasnya. 8. Pada waktu melangkah naik, jatuhnya kaki bersamaan dengan jatuhnya tip mengenai riser berikutnya. 9. Kalau tip sudah tidak menyinggung riser lagi berarti tangga berikutnya sudah habis, tinggal melangkah sekali lagi. 10. Tongkat dipegang seperti semula

14 Cek permukaan di depan, jika aman perjalanan bisa dilanjutkan. b). Teknik Turun Tangga Teknik yang digunakan sama seperti naik tangga. Adapun langkahnya sebgai berikut: 1. Squaring off pada bibir tangga 2. Cek panjang dan lebar bibir tangga 3. Cara pegang tongkat dengan teknik menyilang tubuh, lengan mendekat ke badan. 4. Tip yang menyinggung bibir lantai berarti tangga sudah habis, tinggal melangkah sekali lagi. 5. Tongkat dipegang seperti biasa b. Teknik di Luar Ruangan (Out Door Technique) 1). Teknik Sentuhan (Touch Tehnique) Teknik ini digunakan di daerah yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal. Dalam teknik ini ada beberapa hal yang yang perlu diperhatikan, yaitu: a). Grip, cara memegang tongkat b). Arm resting on body, kelenturan posisi tangan pada badan. c). Arc, konsistensi atau kestabilan gerakan busur. d) Clearing before walk, pengecekan keamanan sebelum berjalan atau melangkah.

15 22 e). Coordinating keep in step, koordinasi atau keharmonisan gerakan tongkat dengan langkah kaki. Tujuan menggunakan teknik sentuhan: agar tunanetra mampu berjalan di daerah yang sudah di kenal maupun yang belum di kenal dengan mendapat perlindungan, sehingga dapat mencapai sasaran dengan tepat, cepat dan aman. Langkah-langkah penggunaan teknik sentuhan: f). Grip, cara memegang tongkat seperti orang berjabat tangan, rilek, tidak tegang, tidak kaku atau tidak terlalu erat. Yang berfungsi pada teknik ini adalah tiga jari, yaitu: 1. Jari telunjuk, berada pada bagian grip yang datar, berfungsi untuk menggerakkan tongkat ke kanan atau ke kiri. 2. Jari tengah, berada di bawah pegangan, berfungsi untuk menahan tongkat. 3. Ibu jari, berada pada bagian atas pegangan, berfungsi untuk menekan (memperkuat) pegangan pada grip yang berfungsi membantu menahan grip. g). Arm resting on body, setelah tongkat dipegang dengan benar, lalu didorong ke depan dan sikut tidak lurus betul. Selanjutnya tongkat ditarik mendekati badan berada di tengah-tengah badan (pusar) harus dalam keadaan lentur,

16 23 sehingga kalau tongkat menyentuh atau menabrak sesuatu akan menyentuh/mengenai pusar. h). Arc, gerakan tongkat ke kiri dan ke kanan menghasilkan gerakan busur harus seimbang (stabil) yaitu ke kiri melindungi langkah kaki kiri atau gerakan tip tepat lurus atau bisa sedikit lebar dengan bahu kanan. Ujung tongkat harus berada di depan dengan jarak kurang lebih satu meter dari kaki. Gerakan busur diharapkan tidak terlalu tinggi, kira-kira tingginya 1 inchi dari permukaan bumi. Posisi tongkat semakin rendah semakin baik. i). Clearing before walk, pada waktu tunanetra hendak melangkah atau melanjutkan perjalan hendaknya mengecek dahulu keadaan yang ada di depannya, karena dikhawatirkan ada suatu benda yang menghalangi, dan mebahayakan dirinya. Sehingga setelah melakukan clearing atau mengecek kondisi medan yang akan dilalui perjalan dapat dilakukan atau diteruskan. Clearing juga dapat dilakukan bila tunanetra hendak menyebrang jalan. j). Coordinating keep in step, antara gerakan tongkat dan langkah kaki hendaklah selalu seirama dan stabil. Bila kaki kiri melangkah maka tongkat bergerak atau bergeser ke kanan dan begitu sebaliknya, bila kaki kanan melangkah maka tongkat bergerak atau bergeser ke kiri.

17 24 2). Teknik Dua Sentuhan (Two Thouch Tehnique) Teknik dua sentuhan pada dasarnya sama seperti teknik satu sentuhan, hanya penggunaanya yang berbeda yaitu dua objek atau medan yang berlainan. Tujuan penggunaan teknik dua sentuhan:. a). Untuk berjalan harus mengikuti garis pengarah (shore line). b) Untuk mengetahui atau mencari belokan, misalnya jalan masuk ke rumah. c) Untuk mengetahui jalan yang berbahaya. d) Untuk mengecek bahwa posisi tubuh di pinggir jalan. Langkah-langkah teknik dua sentuhan: e). Teknik dua sentuhan pada dasarnya sama seperti teknik sentuhan. Teknik ini merupakan tambahan dari teknik sentuhan yaitu sentuhan sebelah kiri berada di shore line dan kadangkadang lebih lebar dari sentuhan yang berada di jalan. f). Teknik ini tidak digunakan sepanjang perjalanan, biasanya digunakan hanya untuk mencari jalan masuk ke rumah atau ke tempat lainnya. 3). Gabungan dari teknik sentuh dan teknik geser (Touch and Slide) Tujuan teknik ini adalah agar dapat mendeteksi seluruh permukaan jalan dan menghindari bahaya yang ada di depannya.

18 25 Langkah-langkah dari gabungan teknik sentuh dan teknik geser yaitu: a). Pada dasarnya sama dengan two touch technique. b). Tip disentuhkan lalu digeser ke kiri/ke kanan. 4). Teknik tiga sentuh (three point touch tehnique) Teknik ini digunakan di daerah pesawahan dan jalan raya. Tujuannya teknik ini adalah untuk mengetahui shore line dan menemukan objek. Langkah-langkah dari teknik tiga sentuhan yaitu: a). Pada dasarnya sama dengan touch technique. b). Tip disentuhkan tiga kali ke kiri/ke kanan lalu kembali ke semula. 5). Teknik mendorong dan menggeser tongkat (Pushing Slide Tehnique) Teknik ini digunakan di daerah pedesaan atau pesawahan yang khususnya di jalan setapak. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menghindari hambatan yang ada di kiri dan di kanan serta mempermudah dalam menempuh perjalanan. Langkah-langkah teknik mendorong dan menggeser tongkat yaitu: a). Pada dasarnya sama dengan teknik sentuh. b). Gerakan tongkat didorong dan digeser. c). Langkah kaki harus seirama dengan gerakan tongkat.

19 26 6). Teknik Menyeberang Jalan Ada 3 (tiga) teknik dalam menyeberang jalan, yaitu: a). Teknik menyeberang di jalan satu arah Langkahnya yaitu: 1. Squaring off, kemudian dengarkan suara kendaraan dari arah kanan. 2. Setelah aman baru menyeberang. 3. Berjalanlah dengan langkah yang tetap dan tenang sampai menemukan trotoar atau batu tepi jalan. b). Teknik menyeberang di jalan dua arah Langkahnya yaitu: 1. Squaring off, lalu dengarkan suara kendaraan dari arah kanan. 2. Setelah aman baru menyeberang sambil mendengarkan suara kendaraan yang datang dari arah kiri. 3. Kalau ada kendaraan dari arah kiri dapat berhenti di tengah jalan, tunggu sampai kendaraan lewat. 4. Setelah aman teruskan berjalan sampai ketepi. c). Teknik menyeberang dipertigaan dan perempatan jalan. Langkahnya yaitu: 1. Squaring off, di dekat lampu setopan. 2. Kalau tidak ada lampu setopan, berhenti dekat belokan.

20 27 3. Dengarkan dan tunggu sampai kendaraan yang lewat berhenti. Penggunaan teknik-teknik tongkat tersebut apabila digunakan dengan baik oleh anak tunanetra, maka akan sangat memungkinkan sekali bagi mereka untuk bepergian secara mandiri tanpa banyak meminta bantuan orang lain. Dengan adanya hal itu aktifitas yang mereka lakukan akan lancar. C. Hakekat Ketunanetraan 1. Pengertian Tunanetra Banyak anggapan yang salah tentang tunanetra, khususnya bagi mereka yang masih awam. Hal ini pelu diungkap supaya ada keseragaman dalam menafsirkan ketunanetraan. Anggapan yang salah tentang tunanetra itu antara lain: 1. Anak tunanetra mendengar lebih baik dan lebih tajam dari orang awam. 2. Penglihatan akan hilang atau bertambah rusak apabila ia sering menggunakan matanya. 3. Orang sering menganggap seorang tunanetra membutuhkan cahaya yang terang untuk dapat melihat lebih baik. 4. Setiap tunanetra membutuhkan kacamata hitam. Dengan adanya beberapa anggapan yang salah, maka siapa sebenarnya tunanetra itu? Banyak definisi/pengertian tunanetra dilihat dari berbagai sudut pandang.

21 28 Nesker Simmons, dkk. (Asep A. Sopyan, 2006 : 26) mengklasifikasikan gangguan penglihatan ke dalam: (a) Totally blind, yaitu tidak dapat melihat cahaya sedikitpun; (b) Light perception dapat membedakan terang dari gelap; (c) Form or motion perception dapat melihat bentuk atau gerakan pada jarak beberapa kaki; (d) Guiding vision memiliki cukup penglihatan untuk membantu siswa dalam berpindah tempat (bergerak). Selanjutnya pendapat Barraga (1983). Yusuf Munawir. M. (2001 : 23) mengemukakan pengertian tunanetra sebagai berikut: Tunanetra adalah keadaan cacat penglihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pencapaian belajarnya secara optimal kecuali dilakukan penyesuaian dalam metoda pengajaran, pengalaman belajar, sifat-sifat bahan yang diajarkan, dan atau lingkungan belajarnya. Dari kedua definisi di atas dapat dijelaskan bahwa tunanetra atau gangguan penglihatan diklasifikasikan berdasarkan dua aspek, yaitu aspek medis yang didasarkan pada pengukuran, dan aspek fungsional yaitu didasarkan pada bagaimana siswa memanfaatkan penglihatannya untuk menguasai lingkungan. Jadi definisi siswa tunanetra dari aspek pendidikan adalah siswa yang mengalami gangguan penglihatan sedemikian rupa yang mengakibatkan mereka mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses pendidikannya, sehingga memerlukan tulisan Braille bagi yang buta dan tulisan yang dicetak tebal atau diperbesar atau menggunakan alat bantu khusus bagi yang masih memiliki sisa penglihatan.

22 29 2. Karakteristik Ketunanetraan Agar kita dapat memberikan pelayanan pendidikan secara tepat, maka perlu memahami berbagai karakteristik yang dimiliki oleh siswa tunanetra. Adapun karakteristik ketunanetraan tersebut dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: totally blind, dan low vision. a. Karakteristik totally blind yaitu: 1). Rasa curiga pada orang lain 2). Perasaan mudah tersinggung 3). Ketergantungan yang berlebihan 4). Blindism 5). Rasa rendah diri 6). Sikap badan yang bungkuk 7). Suka melamun 8). Fantasi yang kuat untuk mengingat objek 9). Kritis 10). Pemberani (Jamal, 1999 :10) b. Karakteristik low vision yaitu: 1). Mengadakan fixition atau melihat benda dengan menfokuskan pada titik-titik benda. 2). Menanggapi rangsangan cahaya yang datang padanya, terutama papa benda yang kena sinar, disebut visually function. 3). Bergerak dengan penuh percaya diri, baik di rumah maupun di sekolah.

23 30 4). Merespon warna 5). Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya. 6). Terlatih pada benda yang bergerak. 7). Kesulitan melakukan gerakan yang halus dan lembut. 8). Selalu melihat benda global dan menyeluruh. 9). Mereka akan selalu menjadi penuntun bagi temannya yang totally blind. 10). Koordinasi dan kerjasama mata dan anggota badan yang lemah (Jamal, 1999 : 15). Dengan memperhatikan kedua jenis karakteristik ketunanetraan tersebut di atas, maka diharapkan para pendidik dapat memahami kondisi setiap siswa, sehinngga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan setiap siswa tunanetra secara efektif dan efesien. 3. Pengaruh Ketunanetraan terhadap fungsi kognitif Hilangnya fungsi penglihatan pada siswa tunanetra akan mempengaruhi terhadap perkembangan kognitif. Menurut Lowenfeld yang dikutip oleh Kingsley dalam Mason dan McCall (Djadja Rahardja, 2008) menyatakan bahwa ketunanetraan pada seseorang akan mengakibatkan tiga keterbatasan dasar dalam fungsi kognitif, yaitu: (a) dalam lingkup dan keanekaragaman; (b) dalam kemampuan berpindah-pindah; (c) dalam interaksi dengan lingkungan.

24 31 Keterbatasan dalam lingkup dan keanekaragaman pengalaman. Hilangnya fungsi penglihatan pada siswa tunanetra memaksa dirinya untuk menggantungkan pengamatannya tentang dunia luar pada indera-indera yang masih berfungsi, seperti pendengaran, penciuman, pengecap, perabaan, serta sisa penglihatan apabila masih ada. Namun indera-indera ini tidak bisa memberikan gambaran yang utuh di luar jangkauan fisiknya. Indera pendengaran mungkin bisa mengenal suatu objek hanya apabila objek itu bersuara, dan apabila tidak ada suara, maka objek itu tidak ada artinya. Begitu pula dengan indera penciuman yang hanya dapat memberikan jarak atau arah dari suatu objek, tetapi tidak bisa memberikan gambaran yang konkrit tentang objek itu. Sama halnya dengan kedua indera tersebut di atas, indera perabaan dan kinestetik pun memiliki keterbatasan dalam hal pengamatan, dimana harus terjadi kontak secara langsung dengan objek itu, tanpa ada kontak objek itu pun tidak ada artinya bagi tunanetra. Dan yang terakhir adalah indera pengecapan yang keterbatasannya sama dengan indera perabaan, yaitu memerlukan kontak secara langsung, dan hanya memberikan sifat rasa suatu objek. Keterbatasan indera inilah yang mengakibatkan adanya keterbatasan pengalaman yang sangat beranekaragam. Hal ini, menurut Hosni (1996 : 29) akan mengakibatkan miskinnya konsep-konsep tentang diri, objek dan lingkungannya. Dalam hal ini, Tillman sebagaimana yang dikutip oleh mason dan McCall (Asep A. Sopyan, 2006:30) juga menyatakan bahwa siswa buta mengalami kegagalan dalam mengintegrasikan seluruh fakta yang berbeda

25 32 yang mereka pelajari, sehingga setiap item informasi lebih memungkinkan untuk terus dalam kerangka yang terpisah dari setiap item yang lainnya. Keterbatasan dalam berpindah-pindah. Akibat lain dari kehilangan ketajaman penglihatan secara langsung adalah keterbatasan berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau disebut mobilitas. Keterbatasan ini sangat dipengaruhi oleh ketidakmampuannya dalam menentukan posisi dirinya dengan lingkungan dan objeknya, sehingga tidak memahami dimana dia berada, dan harus kemana dia bergerak atau berpindah. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya mengenal dan memahami lingkungan dan objeknya yang terpenting untuk menentukan posisi dirinya berada, dikarenakan miskinnya informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan melalui penggunaan inderaindera yang masih berfungsi. Dengan demikian, siswa tunanetra cenderung merasa ragu dan cemas untuk memulai bergerak dalam berpindah tempat. Keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hilangnya penglihatan bukan hanya akan mengakibatkan miskinnya informasi, tetapi juga mengakibatkan hilangnya rangsangan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang beraneka ragam. Berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial memerlukan banyak pengalaman konkrit.

MODEL SILABUS. Standar Kompetensi : 1. Memahami gambaran konsep tubuh dengan benar berikut lokasi, dan fungsi serta gerakannya.

MODEL SILABUS. Standar Kompetensi : 1. Memahami gambaran konsep tubuh dengan benar berikut lokasi, dan fungsi serta gerakannya. MODEL SILABUS Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A) Mata Pelajaran : Orientasi dan Mobilitas Standar Kompetensi : 1. Memahami gambaran konsep tubuh dengan benar berikut lokasi,

Lebih terperinci

TEKNIK PENDAMPING AWAS

TEKNIK PENDAMPING AWAS TEKNIK PENDAMPING AWAS Oleh: Djadja Rahardja JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA A. TUJUAN Setelah menyelesaikan Unit 1 ini, anda diharapkan dapat: 1.

Lebih terperinci

PRAKTEK BERGERAK DILINGKUNGAN SEKTAR SEKOLAH DAN UMUM

PRAKTEK BERGERAK DILINGKUNGAN SEKTAR SEKOLAH DAN UMUM PRAKTEK BERGERAK DILINGKUNGAN SEKTAR SEKOLAH DAN UMUM Irham Hosni PLB FIP UPI PELATIHAN PROGRAM KHUSUS ORIENTASI DAN MOBILITAS Hotel BMI Lembang, 12 19 Maret 2010 BPPTKPLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Orientasi dan Mobilitas

Orientasi dan Mobilitas Orientasi dan Mobilitas Sari Rudiyati (email: sari_rudiati@uny.ac.id) Rafika Rahmawati (email: ) Orientasi Suatu proses penggunaan semua indera yang masih ada untuk menentukan posisi seseorang terhadap

Lebih terperinci

TEHNIK MOBILITAS DAN STRATEGI LAYANAN IRHAM HOSBI PLB FIP UPI

TEHNIK MOBILITAS DAN STRATEGI LAYANAN IRHAM HOSBI PLB FIP UPI TEHNIK MOBILITAS DAN STRATEGI LAYANAN IRHAM HOSBI PLB FIP UPI DIKLAT PROGRAM KHUSUS ORIENTASI DAN MOBILITAS Hotel BMI Lembang, 12 19 Maret 2010 BPPTKPLB Dinas Pendidiian Provinsi Jawa Barat Di dalam melakukan

Lebih terperinci

IRHAM HOSNI PLB FIP UPI

IRHAM HOSNI PLB FIP UPI ORIENTASI DAN MOBILITAS IRHAM HOSNI PLB FIP UPI Standar Kompetensi Orientasi dan Mobilitas di SDLB adalah: Siswa trampil dan mandiri dalam bepergian dilingkungan terbatas dekat sekolah yang sudah dikenal

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA A. Jarimatika Ama (2010) dalam http://amapintar.wordpress.com/jarimatika/ mengemukakan bahwa jarimatika merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN Test of Gross Motor Development 2 (TGMD-2)

LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN Test of Gross Motor Development 2 (TGMD-2) LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN Test of Gross Motor Development 2 (TGMD-2) Tes ini memiliki total 12 keterampilan. Untuk 6 keterampilan pertama saya akan meminta anak untuk berpindahdarisatutempatketempat

Lebih terperinci

ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M)

ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M) ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M) SEBAGAI SALAH SATU KETERAMPILAN KOMPENSATORIS BAGI TUNANETRA OLEH: DJADJA RAHARDJA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Kemampuan mobilitas yang tinggi dalam segala aspek kehidupan. merupakan dambaan setiap individu tidak terkecuali mereka yang menyandang

Kemampuan mobilitas yang tinggi dalam segala aspek kehidupan. merupakan dambaan setiap individu tidak terkecuali mereka yang menyandang A. Pendahuluan Kemampuan mobilitas yang tinggi dalam segala aspek kehidupan merupakan dambaan setiap individu tidak terkecuali mereka yang menyandang ketunanetraan. Bagi orang awas, kemampuan mobilitas

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN PENGGUNAAN TONGKAT BAGI ANAK TUNANETRA Oleh : Mona Theresia Sijabat Abstract This research is plane from the term inclusi trend right now. Till low, the average of

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA

2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orientasi dan mobilitas merupakan kebutuhan yang mendasar bagi tunanetra. Dipahami dari pengertiannya, menurut Rahardja (2010) menyatakan bahwa: Orientasi adalah suatu

Lebih terperinci

Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra

Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra I. Pendahuluan Benarkah?: 1) Bila orang kehilangan penglihatannya, maka hilang pulalah semua persepsinya. 2) Secara

Lebih terperinci

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017 Penggunaan Tongkat pada Siswa Tunanetra SMALB dalam Melakukan Mobilitas Affifah Azzahro dan Dedy Kurniadi Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia email :

Lebih terperinci

MAKALAH KONSEP DASAR ORIENTASI DAN MOBILITAS. Oleh: DJADJA RAHARDJA AHMAD NAWAWI

MAKALAH KONSEP DASAR ORIENTASI DAN MOBILITAS. Oleh: DJADJA RAHARDJA AHMAD NAWAWI MAKALAH KONSEP DASAR ORIENTASI DAN MOBILITAS Oleh: DJADJA RAHARDJA AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 1. Orientasi KONSEP DASAR ORIENTASI

Lebih terperinci

PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni

PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni Dosen Jurusan PLB Direktur Puslatnas OM PLB UPI DISAMPAIKAN PADA DIKLAT PROGRAM KHUSUS ORIENTAS DAN MOBILITAS Hotel BMI Lembang,

Lebih terperinci

1 Asimetri Kemampuan usia 4 bulan. selalu meletakkan pipi ke alas secara. kedua lengan dan kepala tegak, dan dapat

1 Asimetri Kemampuan usia 4 bulan. selalu meletakkan pipi ke alas secara. kedua lengan dan kepala tegak, dan dapat Perkembangan gerakan kasar Bulan Pencapaian Titik Pencapaian 1 Asimetri Kemampuan usia 4 bulan 2 Setengah miring jika dalam posisi tengkurap, selalu meletakkan pipi ke alas secara bergantian disebut titik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI SISWA TUNANETRA. Yuni Astuti ABSTRAK

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI SISWA TUNANETRA. Yuni Astuti ABSTRAK PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI SISWA TUNANETRA Yuni Astuti yuniastuti804@yahoo.co.id ABSTRAK Sebagai bekal kemandirian, siswa-siswa tunanetra di SLB mendapatkan pembelajaran

Lebih terperinci

INSTRUMEN OBSERVASI PENILAIAN FUNGSI KESEIMBANGAN (SKALA KESEIMBANGAN BERG) Deskripsi Tes Skor (0-4) 1. Berdiri dari posisi duduk

INSTRUMEN OBSERVASI PENILAIAN FUNGSI KESEIMBANGAN (SKALA KESEIMBANGAN BERG) Deskripsi Tes Skor (0-4) 1. Berdiri dari posisi duduk INSTRUMEN OBSERVASI PENILAIAN FUNGSI KESEIMBANGAN (SKALA KESEIMBANGAN BERG) Deskripsi Tes Skor (0-4) 1. Berdiri dari posisi duduk 2. Berdiri tanpa bantuan 3. Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TEHNIK DASAR PERMAINAN BOLA VOLLI OLEH SUARDI. B

PEMBELAJARAN TEHNIK DASAR PERMAINAN BOLA VOLLI OLEH SUARDI. B PEMBELAJARAN TEHNIK DASAR PERMAINAN BOLA VOLLI OLEH SUARDI. B Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani dan direncanakan secara sistimatis dan bertujuan

Lebih terperinci

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNANETRA Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Lempar Lembing Lempar lembing merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga atletik yang diperlombakan dalam perlombaan nasional maupun internasional, baik untuk putra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari hari tidak dapat lepas dari melakukan aktifitas yang berkaitan dengan pekerjaan, hiburan, bepergian dan lain-lain. Kemampuan mobilitas

Lebih terperinci

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot-otot tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia, termasuk tunanetra. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia, termasuk tunanetra. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki fungsi yang sangat strategis dalam upaya pengembangan sumber daya manusia, termasuk tunanetra. Pendidikan merupakan proses perubahan yang sistematik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangat dibutuhkan karena bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang diteliti tersebut, agar apa yang diharapkan dapat tercapai. Metode yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dari kegiatan pendidikan. Manusia membutuhkan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dari kegiatan pendidikan. Manusia membutuhkan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia dapat mengerti dan memahami berbagai ilmu pengetahuan dari kegiatan

Lebih terperinci

Berbagai Bentuk dan Kombinasi Gerak Dasar Anak Usia dini

Berbagai Bentuk dan Kombinasi Gerak Dasar Anak Usia dini Berbagai Bentuk dan Kombinasi Gerak Dasar Anak Usia dini Berbagai Gerakan Dasar BEBERAPA MACAM GERAKAN DASAR DAN VARIASINYA,YAITU; BERBARING, DUDUK, BERDIRI, BERJALAN, BERLARI, MENDAKI, MELONCAT DAN BERJINGKAT,

Lebih terperinci

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut: A. Pokok-Pokok Perkuliahan Low Vision Oleh Drs. Ahmad Nawawi Sub-sub Pokok Bahasan : 1. Definisi dan Prevalensi 2. Ciri-ciri Anak Low Vision 3. Klasifikasi Low Vision 4. Latihan Pengembangan Penglihatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang terjadi antara kondisi ideal dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kondisi

BAB III METODE PENELITIAN. yang terjadi antara kondisi ideal dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kondisi 63 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan memecahkan masalah yang muncul dalam dunia pendidikan bagi tunanetra. Penelitian biasanya berangkat dari adanya kesenjangan yang terjadi antara kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ini, belajar adalah merupakan salah satu proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau hasil

TINJAUAN PUSTAKA. ini, belajar adalah merupakan salah satu proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau hasil II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Mengajar Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguhkan kelakuan melalui pengalaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah luar biasa sangatlah penting artinya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sejak dini. Pembelajaran bahasa

Lebih terperinci

PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PROGRAM KHUSUS : ORIENTASI DAN MOBILITAS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA TUNANETRA (SMPLB-A) DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Fungsi dari Perlengkapan Ambulance ( Stretcher ) Stretcher a. Folding Stretcer ( Tandu Lipat ) b. Scoop Stretcher

Fungsi dari Perlengkapan Ambulance ( Stretcher ) Stretcher a. Folding Stretcer ( Tandu Lipat ) b. Scoop Stretcher Fungsi dari Perlengkapan Ambulance ( Stretcher ) Bagi sebagian orang mungkin banyak yang belum pernah melihat perlengkapan yang ada di dalam Ambulance, atau sudah pernah melihat tetapi tidak tahu nama

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN

LAMPIRAN 1. SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN LAMPIRAN 1. SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN 77 78 2. BERG BALANCE SCALE (BBS) Berg Balance Scale (BBS) dikembangkan untuk mengukur keseimbangan di antara orang tua dengan gangguan fungsi keseimbangan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. permainan kasti dengan baik, maka harus menguasai teknik-teknik dasarnya.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. permainan kasti dengan baik, maka harus menguasai teknik-teknik dasarnya. BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Hakekat Permainan Kasti Permainan kasti termasuk salah satu olahraga permainan bola kecil beregu. Permainan kasti dimainkan dilapangan

Lebih terperinci

MAKALAH ANALISIS MOBILITAS TUNANETRA

MAKALAH ANALISIS MOBILITAS TUNANETRA MAKALAH ANALISIS MOBILITAS TUNANETRA Disampaikan pada Pelatihan Program Khusus Orientasi dan Mobilitas yang dilaksanakan Balai Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

BABY WRAP TUTORIAL Content:

BABY WRAP TUTORIAL Content: BABY WRAP TUTORIAL Content: Ikatan Dasar (Basic Wrap) Gendongan Bayi Pelukan (Hug Hold) Gendongan Bayi Hadap Depan (Facing Out Position) Gendongan Bayi Baru Lahir (Newborn Hold) Gendongan Bayi Kangguru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun

Lebih terperinci

A. Daya Tahan dan Kekuatan Otot

A. Daya Tahan dan Kekuatan Otot Kebugaran jasmani harus dipenuhi oleh setiap orang. Kebugaran jasmani merupakan pendukung keberhasilan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Latihan kebugaran jasmani meliputi daya tahan, kekuatan, kelenturan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1. SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA TAHUN 2015 Karakteristik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata sebagai indera penglihatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS S PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PROGRAM KHUSUS: ORIENTASI DAN MOBILITAS SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNANETRA (SDLB-A) DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA DIREKTORAT JENDERAL MANEJEMEN

Lebih terperinci

II. Deskripsi Kondisi Anak

II. Deskripsi Kondisi Anak I. Kondisi Anak 1. Apakah Anak Ibu/ Bapak termasuk mengalami kelainan : a. Tunanetra b. Tunarungu c. Tunagrahita d. Tunadaksa e. Tunalaras f. Tunaganda g. Kesulitan belajar h. Autisme i. Gangguan perhatian

Lebih terperinci

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan perkenan-nya kami dapat menghadirkan bahan ajar yang disusun berdasarkan pada Standar Isi tahun 2006

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional atau studi belah lintang dimana variabel

Lebih terperinci

Perseptual motorik pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan. dengan maksud meningkatkan kognitif dan kemampuan akademik.

Perseptual motorik pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan. dengan maksud meningkatkan kognitif dan kemampuan akademik. Mata Kuliah Kode Mata Kuliah : IOF 220 : Perkembangan Motorik Materi 9: Peseptual Motorik HAKIKAT PERSEPTUAL MOTORIK Perseptual motorik pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan prestasi akademik yang tinggi.selain itu pendidikan jasmani yang

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan prestasi akademik yang tinggi.selain itu pendidikan jasmani yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan rangkaian aktivitas jasmani, bermain dan berolahraga untuk membangun peserta didik yang sehat dan kuat sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA

KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA ACTIVITY OF DAILY LIVING SKILLS (ADL) Oleh: Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA TUNANETRA KELAS 2 SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA SKRIPSI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA TUNANETRA KELAS 2 SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA SKRIPSI MENINGKATKAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA TUNANETRA KELAS 2 SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini berisi pembahasan mengenai perancangan terhadap sistem yang akan dibuat. Dalam merancang sebuah sistem, dilakukan beberapa pendekatan dan analisis mengenai sistem yang

Lebih terperinci

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN BAB 3: TANAMAN POHON Dalam proses belajar menggambar, umumnya dapat dimulai dengan belajar menggambar alam benda yang ada di sekitar kita dan yang paling dekat dan sering di temui adalah tanaman pohon,

Lebih terperinci

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Guru PAI Tunanetra di SLB se-indonesia Wisma Shakti Taridi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengarah pada tujuan penelitian serta dapat dipertanggungjawabkan secara. pada ketepatan dalam penggunaan metode.

BAB III METODE PENELITIAN. mengarah pada tujuan penelitian serta dapat dipertanggungjawabkan secara. pada ketepatan dalam penggunaan metode. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penggunaan metode penelitian dalam penelitian harus tepat sasaran dan mengarah pada tujuan penelitian serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai. berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai. berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan suatu kebutuhan yang fundamental bagi seorang siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

Pada olahraga softball, bola dilempar dari bawah ke atas. Sedangkan Baseball dari atas lurus ke arah pemukul (Batter)

Pada olahraga softball, bola dilempar dari bawah ke atas. Sedangkan Baseball dari atas lurus ke arah pemukul (Batter) Mengenal Olahraga Softball Olahraga softball yang berasal dari Amerika, adalah salah satu cabang yang termasuk baru diperkenalkan di Indonesia. Sehingga umumnya beberapa orang belum terlalu mengenal dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL III MATA KULIAH METODE PENGEMANGAN FISIK TUTOR ; DIAN BUDIANA, M.PD.

TUGAS TUTORIAL III MATA KULIAH METODE PENGEMANGAN FISIK TUTOR ; DIAN BUDIANA, M.PD. TUGAS TUTORIAL III MATA KULIAH METODE PENGEMANGAN FISIK TUTOR ; DIAN BUDIANA, M.PD. 1. Dasar dari keterampilan motorik anak adalah A. Bahasa B. Bernyanyi C. Menari D. Gerak 2. Salah satu cara untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

Kendala Umum yang Dihadapi Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Layanan Publik

Kendala Umum yang Dihadapi Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Layanan Publik Telaah Kendala Umumyang dihadapipenyandangdisabilitas* Didi Tarsidi Kendala Umum yang Dihadapi Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Layanan Publik Didi Tarsidi Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

Lebih terperinci

Latihan Kuatkan Otot Seluruh Badan

Latihan Kuatkan Otot Seluruh Badan Latihan Kuatkan Otot Seluruh Badan latihan dengan gerakan-gerakan berikut ini. "Saya seorang wanita berusia 30 tahun. Secara teratur, saya melakukan olahraga jalan pagi. Setiap latihan waktunya antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pemberi bola kepada si pemukul. Namun pada permaianan kippers si pemukul

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pemberi bola kepada si pemukul. Namun pada permaianan kippers si pemukul BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis. 2.1.1 Hakikat Permainan Kippers Pada dasarnya permaianan kippers sama dengan permainan kasti, baik dari segi teknik melempar, menangkap,

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah salah satu hal penting bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensinya melalui pembelajaran. Melalui pendidikan

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan karakteristik anak yang beragam penyelenggaraan pendidikan harus mampu

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJAN FISIK KLIEN GERONTIK. Jenis Kelamin : Suku : Agama : Status Perkawinan : Tanggal Pengkajian :

FORMAT PENGKAJAN FISIK KLIEN GERONTIK. Jenis Kelamin : Suku : Agama : Status Perkawinan : Tanggal Pengkajian : FORMAT PENGKAJAN FISIK KLIEN GERONTIK 1. Identitas Klien Nama : Umur : Alamat : Pendidikan : Tanggal masuk ke panti wredha : Jenis Kelamin : Suku : Agama : Status Perkawinan : Tanggal Pengkajian : 2. Status

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Kajian Teori Hakikat Servis Panjang Servis merupakan pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Kajian Teori Hakikat Servis Panjang Servis merupakan pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Servis Panjang Servis merupakan pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock kebidang lapangan lain secara diagonal. Servis bertujuan

Lebih terperinci

HAMBATAN PERKEMBANGAN TERHADAP PEMBELAJARAN

HAMBATAN PERKEMBANGAN TERHADAP PEMBELAJARAN HAMBATAN PERKEMBANGAN TERHADAP PEMBELAJARAN DAMPAK ABK TERHADAP PEMBELAJARAN Keterbatasan Anak Tunanetra 1. Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru 2. Keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

Angkat kedua dumbbell ke depan dengan memutar pergelangan tangan (twist) hingga bertemu satu sama lain.

Angkat kedua dumbbell ke depan dengan memutar pergelangan tangan (twist) hingga bertemu satu sama lain. DADA 1. Breast Twist Fly 1. Posisikan tubuh bersandar incline pada bench dengan kedua tangan terbuka lebar memegang dumbbell. Busungkan dada untuk gerakan yang optimal. Angkat kedua dumbbell ke depan dengan

Lebih terperinci

Tolak Peluru. Presented By Suci Munasharah

Tolak Peluru. Presented By Suci Munasharah Tolak Peluru Presented By Suci Munasharah A. Teknik Dasar Tolak Peluru Terdapat beberapa teknik dasar dalam tolak peluru, diantaranya : Teknik Memegang Peluru Ada 3 teknik memegang peluru : Jari-jari direnggangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. sepak bola. Karena dengan jump heading pemain bisa melakukan tehnik bertahan

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. sepak bola. Karena dengan jump heading pemain bisa melakukan tehnik bertahan BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Jump Heading Tehnik dasar heading (jump heading) sangat penting dalam permainan sepak bola. Karena dengan jump heading

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Nama Lengkap. Kecamatan.. Kab/Kota. : Belum Sekolah/Pernah Sekolah (DO) / Sekolah.

INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Nama Lengkap. Kecamatan.. Kab/Kota. : Belum Sekolah/Pernah Sekolah (DO) / Sekolah. A. Identitas Anak INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Nama Lengkap Jenis Kelamin Anak ke Umur Agama Tempat Tgl Lahir Alamat Rumah Pendidikan :.. : Laki-laki / Perempuan. : dari.. bersaudara.

Lebih terperinci

BAB V KEBUGARAN JASMANI. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117

BAB V KEBUGARAN JASMANI. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117 BAB V KEBUGARAN JASMANI Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117 Kebugaran jasmani merupakan alat pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, juga merupakan upaya untuk meningkatkan dan

Lebih terperinci

ORIENTASI DAN MOBILITAS TUNANETRA INSTRUMEN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) Oleh Ahmad Nawawi

ORIENTASI DAN MOBILITAS TUNANETRA INSTRUMEN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) Oleh Ahmad Nawawi ORIENTASI DAN MOBILITAS TUNANETRA INSTRUMEN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) Oleh Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2010 INSTRUMEN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) DATA KELAYAN

Lebih terperinci

Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak

Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak Oleh Didi Tarsidi Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap

Lebih terperinci

Oleh Zikril Hakim Jurusan Pendidikan Luar Biasa,Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh Zikril Hakim Jurusan Pendidikan Luar Biasa,Universitas Negeri Yogyakarta Pelaksanaan Teknik Melawat (Zikril Hakim) 159 PELAKSANAAN TEKNIK MELAWAT DENGAN PENDAMPING AWAS BAGI MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTATION OF SIGHTED

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik INTERIOR RUANG KELAS PADA TAMAN KANAK-KANAK LUAR BIASA TUNA NETRA DI MALANG BERDASARKAN PEDOMAN MOBILITAS DAN ORIENTASI ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para pendidik mempunyai tanggung jawab besar untuk membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN. Para pendidik mempunyai tanggung jawab besar untuk membantu siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pendidik mempunyai tanggung jawab besar untuk membantu siswa menjadi manusia yang berkembang secara utuh. Salah satu bantuan yang diberikan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Kemampuan membaca permulaan mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidup dengan keterbatasan ruang gerak pasti sangatlah tidak mudah. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana dalam mendukung aktifitas sehari-hari khususnya pada saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding atau berlomba (Yudha

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding atau berlomba (Yudha 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Atletik BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN Atletik merupakan istilah dalam olahraga yang berasal dari bahasa yunani yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

AKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT

AKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT AKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT Upaya Menciptakan Fasilitas Umum Dan Lingkungan Yang Aksesibel demi Kesamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat untuk Hidup Mandiri dan Bermasyarakat

Lebih terperinci

Manfaat Deteksi Dini. Tumbuh Kembang Anak SERI BACAAN ORANG TUA

Manfaat Deteksi Dini. Tumbuh Kembang Anak SERI BACAAN ORANG TUA 03 SERI BACAAN ORANG TUA Manfaat Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RPP/Kode mata FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Matakuliah : Orientasi Dan Mobilitas Kode Matakuliah : PLB 345 : 3 SKS Pertemuan ke : 1 dan 2 : Teori 1,5 SKS praktek

Lebih terperinci

PERTEMUAN 1 s/d 3 MENGINJAK AIR

PERTEMUAN 1 s/d 3 MENGINJAK AIR PERTEMUAN 1 s/d 3 MENGINJAK AIR A. Judul Bahan Ajar : Pengenalan air (Menginjak air) B. Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu melakukan pengenalan air dengan baik dan benar C. Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa

Lebih terperinci

TEKNIK PASING BAWAH. Oleh : Sb Pranatahadi

TEKNIK PASING BAWAH. Oleh : Sb Pranatahadi TEKNIK PASING BAWAH Oleh : Sb Pranatahadi Teknik Pasing Bawah Dua Tangan Terima Servis Float Teknik pasing bawah dua tangan untuk terima servis float, dan untuk bertahan terhadap smes sangat berbeda. Bola

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN LUAR BIASA BAB I ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN LUAR BIASA BAB I ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN LUAR BIASA BAB I ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA Penyusun: TIM PENGEMBANG SUMBER BELAJAR PLB-FIP- UNESA

Lebih terperinci

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Khusus Tunanetra melalui Pendekatan Orientasi dan Mobilitas di Malang

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Khusus Tunanetra melalui Pendekatan Orientasi dan Mobilitas di Malang Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Khusus Tunanetra melalui Pendekatan Orientasi dan Mobilitas di Malang Adif Lazuardy Firdiansyah 1, Abraham M. Ridjal, ST., MT. 2, Ir. Ali Soekirno 2 ¹Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Torsi merupakan ukuran kuantisasi kecenderungan suatu gaya untuk menimbulkan rotasi terhadap suatu titik. Satuannya Newton-Meter (Nm) τ= F.d τ positif jika

Lebih terperinci