SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION"

Transkripsi

1 SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ABSTRAK ROSMAWARNI NASUTION. Survei dan Identifikasi Penyebab Kematian (Dieback) pada Tanaman Alpukat (Persea americana Mill.) di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibimbing oleh WIDODO dan HERMANU TRIWIDODO. Penelitian dilaksanakan dengan dua metode yaitu survei lapang serta Identifikasi serangga pembawa dan uji postulat Koch. Survei dilakukan di tiga desa penghasil buah alpukat terbesar di Kabupaten Garut pada Januari Ketiga desa tersebut adalah Desa Rancabango yang berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Desa Swakarya berada di Kecamatan Banyuresmi, dan Desa Karangpawitan berada di Kecamatan Karangpawitan. Penelitian dilaksanakan di Klinik Tanaman dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai Januari sampai Agustus Penelitian ini bertujuan mengetahui cendawan penyebab penyakit pada tanaman alpukat yang dibawa oleh serangga pembawa Xyosandrus morigerus Blaf. (Coleoptera: Scolytidae) melalui prosedur postulat Koch. Serangga ini membuat lubang atau menggerek batang tanaman alpukat, sehingga pelukaan pada batang tanaman merupakan suatu hal yang penting dalam penyebaran cendawan patogen. Urutan prosedur postulat Koch yaitu isolasi, inokulasi, dan reisolasi. Selanjutnya, dilakukan identifikasi terhadap cendawan yang sudah diisolasi. Cendawan diisolasi dari larva dan imago serangga pembawa, serta bagian batang tanaman yang terinfeksi. Isolat hasil isolasi yang telah murni diinokulasi pada batang tanaman uji, kemudian dilakukan reisolasi. Cendawan yang tumbuh pada tahap isolasi sama dengan tahap reisolasi, sehingga dapat dianggap cendawan tersebut merupakan penyebab penyakit pada tanaman alpukat. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cendawan penyebab penyakit pada tanaman alpukat adalah Fusarium solani, Fusarium sterilihyphosum, Verticillium dahliae, dan Cendawan X. Fusarium solani dapat diisolasi dari larva, imago, dan batang nekrosis. Fusarium sterilihyphosum dapat diisolasi dari sampel larva dan batang nekrosis. Verticillium dahliae dapat diisolasi dari larva dan imago, sedangkan cendawan X hanya dapat diisolasi dari batang nekrosis. Dari hasil pengamatan inokulasi dapat diketahui persentase tanaman uji yang bergejala yaitu F. sterilihyphosum, V. dahliae, dan cendawan X memiliki persentase 80% serta F. solani sebanyak 70%, sedangkan tanaman kontrol yang bergejala mencapai 40%.

3 SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul : Survei dan Identifikasi Penyebab Kematian (Dieback) pada Tanaman Alpukat (Persea americana Mill.) di Kabupaten Garut, Jawa Barat Nama Mahasiswa : Rosmawarni Nasution NRP A : Menyetujui Dr. Ir. Widodo, M. S. NIP Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M. Sc. NIP Mengetahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, M. Sc. NIP Tanggal lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, lahir pada tanggal 06 Agustus 1987 di Pematangsiantar, SUMUT. Orang tua bernama E. Nasution dan J. Sidabutar. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Pematangsiantar, Medan-SUMUT pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB), dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama di IPB, penulis aktif sebagai pengurus di fkrd-a periode , dan Bendahara Bina Desa BEM-A IPB periode Penulis mendapatkan beasiswa BBM, beasiswa Karya Salemba 4, dan beasiswa LAZ.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Survei dan Identifikasi Penyebab Kematian (Dieback) pada Tanaman Alpukat (Persea americana Mill.) di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penulis menyampaikan ucapan terimaksih kepada Dr. Ir. Widodo, M. S sebagai dosen pembimbing pertama, Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M. Sc sebagai dosen pembimbing kedua, dan Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA sebagai dosen penguji atas masukan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Klinik Tanaman yang telah memberikan fasilitas penuh selama penelitian berlangsung dan teman-teman penulis yang telah membantu penulis untuk melakukan survei di Kabupaten Garut, yaitu Mas Apriani Lubis, Mira Daniati, Miftachul Huda, Eko Prasetyo, dan Pringgo wibowo putro, serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian penulis. Bogor, Januari 2010 Rosmawarni Nasution

7 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... Tujuan Penelitian... Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Alpukat (Persea Americana Mill)... Xylosandrus morigerus Bldf. (Coleoptera: Scolytidae)... Layu Fusarium... Layu Verticillium BAHAN DAN METODE... 9 Tempat dan Waktu... 9 Bahan dan Alat... 9 Metode Penelitian... 9 Survei lapang... Persentase kematian tanaman alpukat... Identifikasi serangga pembawa... Postulat Koch... Isolasi... Inokulasi... Reisolasi... Identifikasi Cendawan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Garut... Keadaan Umum Kecamatan Karangpawitan... Keadaan Umum Kecamatan Tarogong Kaler... Keadaan Umum Pertanian... Survei Lapang... Gejala penyakit... Persentase kematian tanaman alpukat... Pemeliharaan tanaman... Identifikasi Serangga Pembawa (Carier) dan Uji Postulat Koch... Identifikasi serangga pembawa

8 Postulat Koch... Isolasi... Inokulasi... Reisolasi... Identifikasi cendawan patogen... Fusarium solani... Fusarium sterilihyphosum... Verticillium dahliae KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 28

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Frekuensi munculnya masing-masing cendawan pada sampel yang diisolasi Karakter koloni cendawan yang diisolasi Persentase tanaman uji yang bergejala pada proses inokulasi Gejala batang tanaman yang diinokulasi... 20

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gejala tanaman alpukat yang mengalami kematian (dieback) di lapang Gejala luar dan dalam cabang tanaman alpukat yang mengalami dieback Keadaan penyakit di tiga desa tempat survei dilakukan Persentase kematian tanaman alpukat pada pola tanam berbeda Keadaan penyakit pada berbagai cara pemeliharaan tanaman Imago serangga Xylosandrus morigerus (Coleoptera: Scolytidae) Gejala luar dan dalam batang tanaman uji yang diinokulasi cendawan/tanpa cendawan (kontrol) Cendawan yang muncul dari tanaman kontrol bergejala Mikrokonidia, makrokonidia, dan klamidospora Fusarium solani Koloni, mikrokonidia, makrokonidia, dan gulungan besar Fusarium sterilihyphosum Koloni, konidiofor, ujung konidiofor, dan gulungan besar Verticillium dahliae... 24

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner survei pengetahuan, sikap, dan tindakan petani alpukat terhadap hama dan penyakit tanaman alpukat di Kabupaten Garut Hasil survei: karakteristik petani responden Hasil survei: keadaan lahan Hasil survei: budidaya alpukat Hasil survei: pemeliharaan tanaman... 37

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman alpukat (Persea americana Mill.) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun , Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi (Prihatman 2000). Negara penting penghasil alpukat di dunia adalah Meksiko, Brazil, Amerika Serikat, Republik Dominika, Indonesia, Peru, Israel, dan Haiti (FAO 1999 dalam Wysoki et al. 2002). Meksiko merupakan negara penghasil buah alpukat terbesar. Impor alpukat yang dilakukan oleh Indonesia lebih besar yaitu sebanyak ton dibandingkan dengan ekspor sebesar ton pada tahun Oleh karena itu, Menteri Pertanian Republik Indonesia mengeluarkan suatu keputusan yang menyatakan bahwa alpukat menjadi salah satu jenis komoditas tanaman binaan dan dikembangkan di beberapa daerah yang tersebar di Indonesia, salah satunya adalah Kabupaten Garut (Deptan 2008). Kabupaten Garut merupakan penghasil alpukat terbesar di Jawa Barat, khususnya untuk penyediaan konsumsi di Bandung, Jakarta, dan Tasikmalaya yang merupakan tujuan pasar selain wilayah Garut itu sendiri. Menurut Badan Pusat Statistika (2009), produksi alpukat di Kabupaten Garut mencapai ton pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007 produksi alpukat mengalami peningkatan menjadi ,8 ton. Akan tetapi, menurut sebagian besar petani alpukat di wilayah Garut, semenjak tahun 2007 produksi buah alpukat mengalami penurunan berkisar antara 20-80% (Komunikasi pribadi 2009). Penurunan produksi tanaman alpukat tersebut disebabkan karena tanaman alpukat mengalami kematian. Mula-mula tanaman akan layu, kemudian lamakelamaan seluruh tanaman akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati. Sampai saat ini belum diketahui penyebab dari kematian tanaman alpukat

13 tersebut, sehingga perlu dilakukan diagnosis terhadap masalah ini untuk mengetahui penyebab kematian tanaman alpukat tersebut. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penyebab kematian (dieback) tanaman alpukat di wilayah Garut. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penyebab penyakit pada tanaman alpukat di wilayah Garut sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi penegendalian yang lebih terarah di lapang.

14 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat (Persea americana Mill.) Negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah California, Australia, Kuba, Argentina, dan Afrika Selatan. California mempunyai kebun alpukat yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan di Indonesia alpukat masih merupakan tanaman pekarangan dan belum dibudidayakan dalam skala luas. Daerah penghasil alpukat di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara (Sunarjono 2006). Varietas alpukat yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu varietas unggul dan varietas lainnya. Menteri pertanian telah menetapkan dua verietas unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar (Kalie 1997). Tinggi pohon alpukat ijo panjang berkisar antara 5-8 m, sedangkan ijo bundar berkisar antara 6-8 m. Alpukat ijo panjang memiliki bentuk tepi daun rata dan ijo bundar berombak. Alpukat ijo panjang memproduksi lebih banyak buah mencapai kg/pohon/tahun dengan rata-rata 50 kg/pohon/tahun dibandingkan dengan ijo bundar yang hanya mencapai kg/pohon/tahun dengan rata-rata 30 kg/pohon/tahun (Kalie 1997). Bobot buah alpukat ijo panjang mencapai g/buah, sedangkan ijo bundar sebesar g/buah. Alpukat ijo panjang berbentuk seperti buah pear (pyriform) dengan panjang antara 11,5-18,0 cm, sedangkan ijo bundar berbentuk lonjong dengan panjang 9 cm dan diameter 7,5 cm (Kalie 1997). Varietas lain merupakan kelompok varietas yang digunakan sebagai plasma nutfah bagi instalasi penelitian dan pengkajian teknologi, Tlekung, Malang. Ada beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun pertanian percobaan Tlekung, Malang, antara lain alpukat merah panjang, merah bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen, dan edranol (Kalie 1997). Pemeliharaan tanaman mencakup kegiatan penyiangan, pemangkasan tanaman, dan pemupukan. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang banyak tumbuh di sekitar tanaman. Gulma merupakan saingan tanaman alpukat dalam memperoleh makanan serta tempat bersarangnya hama dan

15 penyakit. Oleh karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulmagulma tersebut dicabut secara rutin (Sunarjono 2006). Pemangkasan dilakukan terhadap cabang-cabang tanaman alpukat yang cepat tumbuh dan ranting-ranting yang mati. Cabang-cabang tanaman alpukat yang cepat tumbuh dan ranting-ranting yang mati ini dapat mengakibatkan penutupan lahan. Penutupan lahan ini mempengaruhi kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman alpukat baik suhu, kelembaban, maupun penyinaran sinar matahari. Apabila terlalu rimbun, akan menyebabkan peningkatan serangan penyakit (Prihatman 2000). Budidaya alpukat memerlukan program pemupukan yang baik dan teratur dengan dosis rendah, dan frekuensi aplikasi tinggi. Hal ini disebabkan karena perakaran tanaman alpukat, khususnya rambut-rambut akar tanaman alpukat hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif. Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Apabila program tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50%P), dan KCl (60%K) maka tanaman berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1,0 kg/pohon, dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tanaman produksi (lebih dari 5 tahun) diberikan urea, TSP, KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4,0 kg/pohon. Pupuk sebaiknya diberikan empat kali dalam setahun dan setiap aplikasi pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya adalah dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang yang dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman alpukat sedalam cm dan melingkari tanaman alpukat tersebut (Prihatman 2000). Xyleborus coffeae Wurth./Xylosandrus morigerus Bldf. (Coleoptera: Scolytidae) Kumbang ini disebut Brown twig-beetle (kumbang ranting cokelat), Brown Coffeae Borer ( Penggerek kopi cokelat), atau Ambrosia-beetle (kumbang dewa). Kumbang ini ada di Asia Tenggara, Afrika Timur, Eropa, dan Indonesia (Kalshoven 1981). Menurut Entwistle (1978), kumbang ini berkembang di Afrika Timur, Madagaskar, Reunion, Srilanka, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Filipina,

16 Papua New Guinea, Queensland, Samoa, Fiji, Pulau Caroline, Colombia, dan Brazil. Kumbang ini lebih menyukai tanaman kopi daripada alpukat. Kumbang ini berwarna cokelat tua dan berukuran 1,5 mm (Entwistle 1978 dan Kalshoven 1924). Kumbang ini membutuhkan waktu tiga minggu untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Telur diletakkan di dalam liang gerek yang dibuat oleh betina dengan stadium lima hari. Larva berwarna putih dengan panjang 2 mm. Larva terdapat di dalam liang gerek dengan stadium satu minggu. Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting tanaman alpukat yang terserang oleh kumbang ini. Terowongan ini dapat semakin besar, sehingga makanan tidak dapat tersalurkan ke daun. Hal ini menyebabkan daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati (Entwistle 1978). Kumbang ini dianggap penting dalam penyebaran cendawan patogen penyebab penyakit, walaupun beberapa batang atau ranting yang terserang serangga ini ditemukan bersih dari penyakit. Pertumbuhan cendawan pada jaringan tanaman dapat menyebabkan ranting atau cabang tanaman alpukat mati. Proses ini dipercepat jika tanaman berada pada lingkungan yang lembab pada musim kering (Wysoki et al. 2002). Kumbang ini tidak mudah menyerang tanaman yang tumbuh secara subur atau berada dalam keadaan lembab. Gangguan akan semakin parah pada keadaan pertanaman yang tumbuh pada tanah miskin unsur hara. Selain itu, adanya penyakit oleh nematoda mungkin memperparah serangan kumbang (Wysoki et al. 2002). Pengendalian kumbang ini dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu membersihkan cabang atau ranting tanaman alpukat yang telah terserang atau belum, misalnya ranting yang kering dan mati. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida. Di Afrika Barat, insektisida yang digunakan adalah kombinasi antara dieldrin (0,2%) dan Bordeaux (0,5%). Penggunaan kombinasi ini dapat mengendalikan kumbang sampai mencapai 70% (Wysoki et al. 2002). Selain itu, menurut Entwistle (1978), pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami Tetrastichus xyleborum (Hymenoptera: Eulophidae). Musuh alami ini berperan sebagai parasit pada kumbang.

17 Layu Fusarium Tanaman yang terserang penyakit busuk batang Fusarium menunjukkan gejala awal berupa pembengkakan pangkal batang bawah dan klorosis daun, serta layu. Layu diikuti dengan gugurnya daun, pembuluh berubah warna dan akhirnya tanaman akan mati (Rigert dan Foster 1987). Apabila infeksinya berat dan lingkungan menguntungkan patogen, tanaman akan mati dalam beberapa hari setelah infeksi (Silbernagel dan Schwarz 1988). Fusarium memiliki miselia lembut, bersekat, dan bercabang. Awalnya miselium yang tumbuh pada media agar berwarna putih halus seperti kapas dan bercabang-cabang membentuk jala kasar, kemudian warnanya berubah menjadi putih kekuningan, merah jambu, ungu, atau warna lainnya sesuai dengan spesiesnya (Booth 1971, Dube 1983, dan Alexopoulos et al. 1996). Fusarium pada umumnya memiliki dua jenis konidia, yaitu mikrokonidia dan makrokonidia. Mikrokonidia terdiri dari satu sel yang berbentuk bulat, oval, elips, atau melebar bagian atasnya, tunggal atau dalam rantai, bersekat atau tidak bersekat. Makrokonidia terdiri dari banyak sel, berbentuk bulat sabit dengan kedua ujung yang runcing, mempunyai sekat lebih dari satu dan mampu membentuk klamidospora. Klamidospora biasanya berdinding tebal berbentuk bulat terdiri dari satu atau dua sel, tunggal atau berantai, dan dihasilkan pada miselium yang tua (Booth 1971, Dube 1983, dan Barnet & Hunter 1998). Menurut Alexopoulos et al. (1996), makrokonidia terbentuk pada sporodokia dan beberapa spesies menghasilkan skelotia. Apabila tanaman inang sehat ditanam di tanah yang telah terkontaminasi, miselium mengadakan penetrasi ke akar melalui lubang alami atau luka. Selanjutnya, miselium akan tumbuh terus melalui korteks akar secara interseluler, masuk ke dalam pembuluh silem melalui noktah. Miselium terus tumbuh, berkembang, dan menghasilkan mikrokonidia. Mikrokonidia ini dapat terbawa ke atas melalui pembuluh mengikuti aliran transpirasi dan ketika pergerakan ke atas terhenti, mikrokonidia berkecambah membentuk miselium. Selanjutnya, miselium melakukan penetrasi ke dalam dinding pembuluh yang lebih atas, akibatnya semakin banyak mikrokonidia dihasilkan dalam pembuluh ini. Miselium dapat pula melakukan penetrasi secara lateral ke dalam pembuluh-pembuluh di

18 sebelahnya melalui noktah (Agrios 1997). Oleh karena itu, menurut Tousson et al. (1960), terjadinya kelayuan pada tanaman yang diserang cendawan karena adanya pertumbuhan miselium diantara jaringan pembuluh silem sehingga menghambat aliran air ke daun. Penyumbatan pembuluh silem dapat pula disebabkan karena pembentukan gum dan tilosis (Gothoskar et al. 1955). Gum dan tilosis merupakan salah satu mekanisme pertahanan aktif dari tanaman. Gum dibentuk pada ruang antar sel dan di dalam sel yang berada di sekitar daerah infeksi, sehingga menjadi penghalang bagi patogen untuk melanjutkan serangannya. Pembentukan tilosis hanya terjadi pada silem yang dapat mencegah pergerakan patogen dan menghambat transportasi nutrisi bagi tumbuhan itu sendiri (Gothoskar et al. 1955). Layu Verticillium Tanaman yang terserang penyakit ini menampakkan gejala yang khas, yaitu daun bagian atas tanaman akan menjadi layu secara tiba-tiba. Kemudian, secara cepat daun akan menjadi cokelat. Gejala nyata penyakit pembuluh ini yang khas adalah pembuluh tanaman akan cokelat membentuk bercak atau nekrotik cokelat pada cabang tanaman. Pohon yang terkena akan mengeluarkan tunas baru dalam beberapa bulan sesudah tanaman pertama mati. Di banyak kasus, tanaman baru ini dapat tumbuh subur tanpa adanya gangguan penyakit ini lagi (Zentmeyer et al. 1994). Verticillium dahliae ditemukan pertama kali pada tanaman alpukat tahun 1949 di California yang diidentifikasi sebagai Verticillium albo-atrum. Setelah hubungan taksonomi diperjelas, patogen ini disebut sebagai Verticillium dahliae. Sekarang penyakit ini telah ada di negara penghasil alpukat lainnya, seperti Spanyol, Australia, Chile, Equador, dan Afrika Selatan. Penyakit ini merupakan penyakit yang tidak terlalu serius seperti panyakit Phytophthora di California (Zentmeyer et al. 1994). Patogen ini memasuki akar dan berpenetrasi ke sistem pembuluh silem tanaman, kemudian bergerak ke atas. Patogen ini sangat sulit diisolasi. Patogen ini memiliki mikrosklerotia cokelat tua sampai hitam yang berlimpah. Konidiofor

19 patogen ini bercabang secara vertikal dengan tiga sampai empat fialid di masingmasing node (Zentmeyer et al. 1994). Patogen ini memiliki banyak inang, seperti beberapa sayuran (tomat, lada, dan terong), beberapa buah-buahan, kapas, dan tanaman pangan serta gulma. Patogen ini dapat bertahan di dalam tanah untuk beberapa dasawarsa dalam bentuk mikrosklerotia. Patogen ini endemik di California, terjadi pada sejumlah tanaman inang, dan menjadi masalah kecil pada pertanaman alpukat di tempat yang baru terkena (Zentmeyer et al. 1994).

20 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Survei dilakukan di tiga desa yaitu Desa Rancabango, Swakarya, dan Karangpawitan pada Januari Ketiga desa ini merupakan sentra produksi buah alpukat terbesar di Kabupaten Garut. Desa Rancabango berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Desa Swakarya berada di Kecamatan Banyuresmi, dan Desa Karangpawitan berada di Kecamatan Karangpawitan. Penelitian dilaksanakan di Klinik Tanaman, dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai Maret sampai Agustus Bahan dan Metode Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bagian tanaman alpukat yang terinfeksi, serta larva dan imago serangga pembawa, isolat cendawan hasil isolasi dari tanaman yang terinfeksi, serta larva dan imago serangga pembawa, asam laktat 20%, aquades, alkohol, spiritus, dan bibit tanaman alpukat berumur satu tahun. Media yang digunakan ialah media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Carnation Leaf Agar (CLA). Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, jarum inokulasi, Laminar Air Flow, autoklaf, mikroskop dan peralatan gelas yang umum dipakai di laboratorium. Metode Penelitian Survei Lapang Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data primer sebagai pendukung. Data dikumpulkan menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan berupa pilihan dan jawaban secara individual. Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi berupa karakteristik petani (umur,

21 pendidikan tertinggi, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan, dan pengalaman berusaha alpukat), keadaan lahan (topografi lahan, sejarah lahan, luas lahan, dan jarak tanam), budidaya alpukat (varietas alpukat yang ditanam, asal bibit, cara penyiapan bibit, pola tanam, dan pemupukan), dan pemeliharaan tanaman (pemangkasan tanaman, pengendalian gulma, dan penggemburan tanah) (Lampiran 1). Persentase Kematian Tanaman Alpukat Persentase kematian tanaman alpukat dihitung dengan menggunakan rumus: (%) = 100% Identifikasi Serangga Pembawa Imago serangga yang diduga sebagai pembawa (carier) atau berasosiasi dengan penyakit ini yang diperoleh dari lapangan diidentifikasi dengan menggunakan kunci Identifikasi Borror (1996) dan Koleksi Standar Serangga yang ada di museum serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Postulat Koch Isolasi. Patogen pada bagian batang tanaman yang sakit, larva, dan imago serangga diisolasi pada medium PDA (potato dextrose agar) dan dibuat biakan murninya. Isolasi diawali dengan penanaman jaringan tanaman sakit, larva, dan imago serangga. Jaringan atau bagian tanaman pada perbatasan sehat dan sakit dipotong-potong kecil dengan ukuran 0,3 x 0,3 cm2. Potongan bagian batang tanaman, larva, dan imago serangga terlebih dahulu direndam ke dalam NaOCl 3% selama 1-2 menit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan tisu steril. Potongan jaringan tanaman, individu larva, dan imago serangga yang sudah kering anginkan dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi PDA, selanjutnya diinkubasi selama dua minggu pada suhu ruang. Cendawan yang muncul diamati dan dimurnikan dengan cara dipindahkan ke cawan petri lain

22 yang berisi PDA. Isolat yang telah murni dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi agar miring untuk disimpan dan dilakukan identifikasi awal. Inokulasi. Inokulasi dilakukan dengan dua cara yaitu penempelan tanpa pelukaan dan dengan pelukaan pada satu tanaman yang sama. Perlakuan menggunakan 10 tanaman uji untuk masing-masing isolat murni. Inokulum diambil dari biakan murni dengan menggunakan cork borer. Batang yang telah diinokulasikan cendawan ditutup dengan kapas, selanjutnya disemprot dengan air agar tetap lembab sehingga cendawan cepat bersporulasi. Pengamatan dilakukan setiap hari selama dua bulan. Reisolasi. Dari batang yang menunjukkan gejala dilakukan isolasi ulang dengan metode yang sama pada tahap isolasi yang telah diuraikan di atas. Postulat Koch dianggap berhasil apabila cendawan hasil reisolasi sama dengan cendawan hasil isolasi pertama. Identifikasi Cendawan Patogen Cendawan patogen yang berhasil diisolasi, diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis. Selanjutnya, dibandingkan dengan menggunakan Barnet dan Hunter (1998), serta Leslie dan Summerel (2006). Identifikasi secara makroskopis yaitu mengamati morfologi cendawan dengan melihat warna koloninya, sedangkan secara mikrokopis yaitu mengamati mikrokonidia, makrokonidia, dan konidiofor.

23 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian selatan pada koordinat 6º56'49''-7º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8''-108º7'30'' Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar ha (3.065,19 km²) dengan batas-batas sebagai berikut: Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Sumedang, Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur. Kabupaten Garut secara geografis berdekatan dengan kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat yang merupakan daerah penyangga bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu, Kabupaten Bandung berperan dalam mengendalikan keseimbangan lingkungan. Secara umum, iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikategorikan sebagai beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai Am dari klasifikasi iklim Koppen. Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat, dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24ºC-27ºC. Selama musim hujan, secara tetap bertiup angin dari Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian Barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif tinggi dari arah Australia yang terletak di tenggara. Keadaan Umum Kecamatan Karangpawitan Karangpawitan berada pada 721 m dari permukaan laut (dpl). Kecamatan ini memiliki kisaran suhu 270C-380C. Curah hujan terbanyak daerah ini adalah

24 10985 mm/tahun dengan jumlah hari sebanyak 79 hari. Wilayah ini memiliki bentuk wilayah berupa datar sampai berombak (49%), berombak sampai berbukit (29%), dan berbukit sampai bergunung (25%). Selain itu, wilayah ini memiliki 20 kelurahan dengan 193 Rw dan 587 Rt. Keadaan Umum Kecamatan Tarogong Kaler Tarogong Kaler berada pada 732 m dpl. Kecamatan ini memiliki kisaran suhu 240C-300C. Curah hujan terbanyak daerah ini adalah 752 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 34 hari. Topografi wilayah ini datar sampai berombak (36%), berombak sampai berbukit (45%), dan berbukit sampai bergunung (20%). Keadaan Umum Pertanian Struktur ekonomi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Dengan komposisi ini Garut tergolong kabupaten yang berbasis pertanian. Sektor pertanian dapat mendorong roda perekonomian Garut dan Jawa Barat. Selain tanaman pangan, alpukat merupakan komoditas buah-buahan yang dikembangkan di Kabupaten Garut. Kapasitas produksi alpukat mencapai ,8 ton dengan luas produksi 224,58 ha. Banyaknya tanaman alpukat yang menghasilkan di Kecamatan Tarogong Kaler mencapai pohon, Karangpawitan mencapai pohon, dan Banyuresmi mencapai pohon. Rata-rata produksi alpukat Kabupaten Garut mencapai ton/tahun dengan tujuan pasar selain Garut itu sendiri yaitu Bandung, Jakarta, dan Tasik (Sekretariat Kabupaten Garut 2007). Survei Lapang Gejala Penyakit Berdasarkan hasil survei dan pengamatan langsung di lapang, gejala pada tanaman menampakkan gejala dieback (Gambar 1). Menurut Sinaga (2003),

25 gejala dieback merupakan gejala kekeringan pada tanaman yang dimulai dari ujung lalu ke pangkal batang, cabang, atau ranting kemudian mati. Sebelum terjadi kekeringan, ujung tanaman mengalami kelayuan seperti kekurangan air. Gambar 1 Gejala tanaman alpukat yang mengalami kematian (dieback) di lapang Berdasarkan pengamatan langsung di lapang, gejala dieback ini hanya terjadi pada batang, cabang, atau ranting yang terserang oleh serangga penggerek yang diduga sebagai pembawa cendawan. Serangga ini membuat lubang sebesar jarum pada cabang tanaman. Cabang yang telah terserang oleh serangga ini mudah dikenali yaitu pada bagian luar cabang tanaman akan berwarna putih (Gambar 2A). Apabila cabang tanaman yang terserang dibelah, bagian dalam cabang ditemukan berwarna bercak cokelat sempit. Gejala lanjut menunjukkan bercak tersebut menyebar pada cabang tanaman yang akhirnya akan menjadi nekrosis yang lebih luas (Gambar 2B dan C). A B Gambar 2 Gejala luar (A) dan dalam (B dan C) cabang tanaman alpukat yang mengalami dieback C

26 Persentase Kematian Tanaman Alpukat Desa Rancabango, Swakarya, dan Karangpawitan merupakan sentra produksi buah alpukat terbesar di Kabupaten Garut. Desa Rancabango berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Desa Swakarya berada di Kecamatan Banyuresmi, dan Desa Karangpawitan berada di Kecamatan Karangpawitan. rata-rata kematian (%) Rancabango Swakarya Karangpawitan Desa Gambar 3 Keadaan penyakit di tiga desa tempat survei dilakukan Desa Swakarya memiliki tanaman alpukat yang mati lebih banyak dibandingkan dengan kedua desa lainnya. Persentase rata-rata kematiannya mencapai 31,47% (Gambar 3). Sebagian besar tanaman alpukat di desa yang rata-rata kematian tanaman (%) serangannya paling besar ditanam sebagai tanaman pinggir ,0 28,0 27,0 Tumpangsari 8,0 Rancabango Swakarya 8.6 Tanaman pinggir Karangpawitan Desa Gambar 4 Persentase kematian tanaman alpukat pada pola tanam berbeda Persentase rata-rata kematian tanaman alpukat tertinggi terdapat pada pola tanam tanaman pinggir berturut-turut di Desa Swakarya yang mencapai 40,0%,

27 Rancabango sebesar 27,0%, dan Karangpawitan sebesar 8,6% (Gambar 4). Menurut hasil pengamatan langsung di lapang, pola tanam tanaman pinggir merupakan pola tanam yang memiliki jarak tanam rapat. Jarak tanam yang rapat ini mengakibatkan cabang-cabang atau ranting-ranting tanaman alpukat yang satu dengan lainnya saling berdekatan dan bersentuhan. Dampak tidak langsung dari jarak tanam yang rapat ini adalah kondisi lingkungan sekitar pertanaman akan semakin lembab. Kelembaban ini mempercepat perkembangan cendawan patogen. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman penting dilakukan dalam budidaya tanaman alpukat untuk menjaga produktivitas. Persentase rata-rata kematian tanaman alpukat lebih tinggi terjadi pada petani responden yang melakukan pemangkasan dan pengendalian gulma, serta tidak melakukan pemupukan (Gambar 5). Pelukaan pada tanaman akibat pemangkasan diduga mempermudah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman dan membantu pemencaran patogen dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Gambar 5 Keadaan penyakit pada berbagai cara pemeliharaan tanaman

28 Identifikasi Serangga Pembawa (Carier) dan Uji Postulat Koch Identifikasi Serangga Pembawa (Carier) Hasil identifikasi serangga pembawa yang diperoleh dari batang tanaman alpukat terserang menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: imago serangga pembawa memiliki panjang tubuh sekitar 1,7 mm; berwarna cokelat; moncong kurang berkembang dan tidak begitu jelas; kepala lebih lebar dari pronotum; mata bulat telur, bertepi melekuk atau terbagi, dan tidak menonjol; tubuh tidak gendut, silindris sampai bulat telur. Berdasarkan ciri-ciri di atas dan disesuaikan dengan kunci identifikasi Borror (1996) dan koleksi standar serangga di museum serangga Departemen Proteksi Tanaman IPB, serangga pembawa cendawan tersebut adalah Xylosandrus morigerus (Coleoptera: Scolytidae) (Gambar 6). Gambar 6 Imago serangga Xylosandrus morigerus (Coleoptera: Scolytidae) (panjang tubuh: 1,7 mm) Postulat Koch Isolasi. Cendawan yang tumbuh dari 2 larva, 4 imago, dan 4 bagian batang nekrosis yang diisolasi berturut-turut sebanyak 3 jenis, 2 jenis dan 3 jenis. Fusarium solani dapat diisolasi dari larva, imago, dan batang nekrosis. Fusarium sterilihyphosum dapat diisolasi dari sampel larva dan batang nekrosis. Verticillium dahliae dapat diisolasi dari larva dan imago, sedangkan cendawan X hanya dapat diisolasi dari batang nekrosis (Tabel 1).

29 Tabel 1 Frekuensi munculnya masing-masing cendawan pada sampel yang diisolasi Fusarium solani Fusarium sterilihyphosum Verticillium dahliae Cendawan X Jumlah Larva (2) (2)* (1)* (1)* - 4 Imago (4) (1)* - (1)* - 2 Batang nekrosis (4) (2)* (3)* - (1)* Asal Sampel Jumlah /frekuensi Keterangan: ( ) = Jumlah sampel yang diisolasi ( )* = Frekuensi tumbuhnya cendawan pada sampel yang diisolasi - = Cendawan tidak tumbuh Cendawan X = Belum dapat teridentifikasi Fusarium solani memiliki frekuensi kemunculan lebih tinggi dibandingkan dengan cendawan lainnya, kemudian disusul oleh cendawan Fusarium sterilihyphosum, Verticillium dahliae, dan cendawan X. Pada proses isolasi, cendawan ini dibedakan berdasarkan warna dan pertumbuhan koloni. Hampir semua cendawan berwarna putih dari tampak atas, kecuali cendawan X yang berwarna hitam. F. solani, F. sterilihyphosum, dan V. dahliae berturut-turut berwarna putih agak kekuningan, cokelat, dan krem bila dilihat dari tampak bawah. F. solani dan cendawan X memiliki pertumbuhan meluas dan cepat. F. sterilihyphosum memiliki pertumbuhan tidak meluas dan tidak cepat. V. dahliae memiliki pertumbuhan yang meluas dan tidak cepat (Tabel 2). Tabel 2 Karakter koloni cendawan yang diisolasi

30 Warna Koloni Cendawan Pertumbuhan Tampak Atas Tampak Bawah F. solani putih putih agak kekuningan meluas, cepat F. sterilihyphosum putih cokelat tidak meluas, tidak cepat V. dahliae putih krem meluas, tidak cepat hitam keputihan hitam meluas, cepat Cendawan X Inokulasi. Dari hasil pengamatan inokulasi diketahui bahwa semua batang tanaman yang diinokulasi cendawan maupun yang tidak (kontrol) pada perlakuan tanpa pelukaan tidak menimbulkan gejala, baik gejala di luar maupun di dalam batang tanaman. Sebaliknya, pada perlakuan pelukaan hampir semua tanaman menampakkan gejala. Hal ini menunjukkan bahwa pelukaan pada batang tanaman alpukat di lapang merupakan suatu hal yang berperan penting terhadap kejadian dan penyebaran penyebab penyakit. Di lapangan, pelukaan ini dapat terjadi karena serangan penggerek atau pelukaan karena proses pemangkasan. Menurut Pena et al. (2002), di Florida Imago betina kumbang ini menggerek batang dan cabang tanaman untuk meletakkan telur-telurnya dengan membawa spora di rongga khusus, misalnya mandibel kosong atau pronotum. Spora yang dibawa oleh serangga ini akan tumbuh dan berkembang menjadi miselium pada jaringan tanaman. Miselium merupakan makanan bagi larva yang berkembang dari telur. Pertumbuhan cendawan pada jaringan tanaman dapat menyebabkan rantingranting dan cabang-cabang mati.

31 Batang tanaman uji yang diinokulasi F. sterilihyphosum, V. dahliae, dan cendawan X yang bergejala mencapai 80% serta F. solani sebanyak 70%, sedangkan tanaman kontrol yang bergejala hanya mencapai 40% (Tabel 3). Tabel 3 Persentase tanaman uji yang bergejala pada proses inokulasi Jumlah tanaman uji yang digunakan Jumlah tanaman uji yang bergejala Persentase (%) Kontrol F. solani F. sterilihyphosum V. dahliae Cendawan X Cendawan Batang tanaman yang diinokulasi F. solani, F. sterilihyphosum, dan cendawan X menampakkan gejala luar berwarna hitam dan sebagian besar tidak membentuk kalus, sedangkan V. dahliae berwarna hitam kecokelatan dan semuanya membentuk kalus. Batang tanaman kontrol yang diberi perlakuan pelukaan tanpa cendawan menampakkan gejala dalam berwarna hitam dan tidak terbentuk kalus (Tabel 4 dan Gambar 7). Tabel 4 Gejala batang tanaman yang diinokulasi

32 Gejala Luar Cendawan Gejala Dalam Warna Kalus Warna Nekrosis Kontrol hitam tidak terbentuk kalus cokelat tidak berkembang F. solani hitam 30% terbentuk kalus cokelat 40% tidak berkembang F. sterilihyphosum hitam 50% terbentuk kalus cokelat 50% tidak berkembang hitam kecokelatan 100% terbentuk kalus cokelat 100% tidak berkembang hitam 20% terbentuk kalus cokelat 50% tidak berkembang V. dahliae Cendawan X Semua batang tanaman yang diinokulasi cendawan menampakkan gejala dalam berwarna cokelat, akan tetapi perkembangan nekrosisnya berbeda-beda. Semua batang tanaman yang diinokulasi V. dahliae menunjukkan gejala nekrosis yang tidak berkembang lebih lanjut, sedangkan pada batang yang diinokulasi cendawan lain hampir semua menunjukkan gejala nekrosis dan berkembang meluas. Nekrosis pada tanaman kontrol yang bergejala tidak berkembang lebih lanjut (Tabel 4 dan Gambar 7). A B C D

33 E F I G H J E Gambar 7 Gejala luar dan dalam batang tanaman uji yang diinokulasi. (A-B): tanpa cendawan atau kontrol; (C-D): F. solani; (E-F): F. sterilihyphosum; (GH): V. dahliae; (I-J): Cendawan X Reisolasi. Cendawan yang diperoleh dari hasil reisolasi sama dengan pada tahap isolasi. Hal ini memperlihatkan bahwa cendawan yang diperoleh dari tahap isolasi dan reisolasi merupakan patogen penyebab penyakit pada tanaman. Setelah dilakukan reisolasi terhadap batang tanaman kontrol yang bergejala ditemukan bahwa cendawan tersebut merupakan cendawan X dan Y. Cendawan X merupakan cendawan yang sama dengan cendawan dari hasil isolasi, sedangkan cendawan Y merupakan cendawan yang tidak sama dengan F. solani, F. sterilihyphosum, V. dahliae dan cendawan X. Adanya cendawan Y ini karena kondisi lingkungan tempat beradanya tanaman merupakan kondisi lingkungan yang heterogen dan terbuka, sehingga cendawan-cendawan yang ada di lingkungan tersebut dapat mempenetrasi tanaman yang terluka (Gambar 8). Cendawan X Cendawan Y Gambar 8 Cendawan yang muncul dari tanaman kontrol bergejala Identifikasi Cendawan Patogen Fusarium solani. Koloni F. solani berwarna putih sampai krem dengan miselium yang tipis. Banyak isolat tidak berwarna pada agar, walaupun beberapa

34 violet atau cokelat muda. Makrokonidia relatif luas (lebar), lurus, ramping, melengkung, dan terdiri dari 3 sampai 7 septat dengan ujung yang membulat. Mikrokonidia berbentuk oval dan ada juga yang seperti biji kacang merah, terdiri dari 0 sampai 1 septat yang diproduksi dari monofialid yang panjang. Klamidospora diproduksi pada hifa dan agar. Pertumbuhan dari klamidospora cepat dan banyak (berlimpah) yang berada pada interkalar hifa atau di ujung cabang lateral yang pendek. Terdiri dari satu atau berpasangan, bahkan terkadang membentuk rangkaian klamidospora yang pendek. Klamidospora hialin, berbentuk bundar, oval, dengan dinding yang halus atau kasar. A B E C F D G H E I J Gambar 9 Fusarium solani. Koloni tampak atas (A & C), koloni tampak bawah (B & D), mikrokonidiofor (E), mikorkonidia (F), makrokonidia (G & H), I (perbesaran 400 x) klamidospora (I &J) Fusarium sterilihyphosum. Koloni berwarna putih dan menimbulkan warna merah agak orange pada agar. Fusarium ini memiliki sporodokia yang berwarna krem sampai orange dengan makrokonidia yang jarang. Makrokonidia panjang, silinder, dan memiliki 3 sampai 5 septat. Mikrokonidia diproduksi dari monofialid dan polifialid. Mikrokonidia berbentuk oval, abovoid, dan alantoid serta tidak memiliki septat, akan tetapi kadang-kadang memiliki 1 septat. Selain itu, Fusarium ini memiliki ciri khas yaitu memiliki hifa steril yang bergulung. Fusarium ini tidak memiliki klamidospora.

35 A B C D E F 9 Fusarium solani. (A-D): koloni; (E-F): mikrokonidia; (G-H): Gambar 10Gambar Fusarium sterilihyphosum. Fusarium sterilihyphosum. Koloni tampak makrokonidia; (I-J): klamidospora (perbesaran 400 x) atas (A), koloni tampak bawah (B), mikrokonidiofor (C), mikrokonidia (D), makrokonidia (E), kumparan miselium (F) (perbesaran 400 x) Verticillium dahliae Kleb. Koloni cendawan ini berwarna putih. Menurut Zentmyer et al. (1994),400 cendawan ini memiliki mikrosklerotia cokelat tua sampai (perbesaran x) hitam yang berlimpah, konidiofor bercabang secara vertikal dengan tiga sampai empat fialid di masing-masing node. Konidiofor berdiri, berseptat, dan bercabang dengan cabang pendek dan terbentuk gulungan besar. Pada ujung konidiofor (fialid) terbentuk seperti botol dan menunjuk pada tempat pembuangan. Cendawan ini memiliki konidia yang hialin, tidak bersekat, elips (sub-silindris) yang terbentuk di atas ujung tempat pembuangan (ujung konidiofor). A B C E D F E Gambar 11 Verticillium dahliae. Verticillium dahliae. Koloni tampak atas (A), koloni tampak bawah (B), konidiofor dan kumpulan konidia (C-D), ujung konidiofor (E), konidia (F) (perbesaran 400 x)

36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pelukaan yang dilakukan oleh serangga pembawa cendawan patogen penyebab penyakit pada batang tanaman alpukat (Persea americana Mill.) merupakan suatu hal yang penting. Serangga pembawa tersebut adalah Xyleborus morigerus Blaf. (Coleoptera: Scolytidae) yang membawa cendawan patogen penyebab penyakit, yaitu Fusarium solani, Fusarium sterilihyphosum, Verticillium dahliae, dan cendawan X. Saran Perlu dilakukan identifikasi lanjut terhadap cendawan X dan dilakukan pengamatan intensif terhadap kematian (dieback) tanaman alpukat di Kabupaten Garut sebagai informasi dasar dalam menentukan strategi pengendalian.

37 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN Plant Pathology. Ed ke-4. San Diego: Academic Press. Alexopoulus CJ et al Introductory Mycology. Ed ke-4. New York: John Wiley & Sons, Inc. Barnet HL and Hunter BB Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth edition. Minessota: APS Press. Borror DJ, Triplehorn CA, and Johnson NF Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Soetiyono Partosoedjono, penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect. Booth C The Genus Fusarium. Common Wealth Mycological Institute. England. 237 p. [Deptan] Departemen Pertanian Volume eksport dan import komoditas sayuran di Indonesia periode Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. task=view&id=134&itemid=167 [19 mei 2009]. Dube HC An Introduction to Fungi. Ed ke-2. Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD. Entwistle PF Diseases, Pests, and Weeds in Tropical Crops. Di dalam: Kranz J, Schmuttere H, & Koch W, editor. Pest in Tropical Crops. New York: Brisbane Toronto. hlm Gothoskar SS, Scheffer RP, Walker JC, and Stahmann MA The Role of Enzyme in the Development of Fusarium Wilt of Tomato. Phytopathology 50: Kalie MB Alpukat: Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius. Kalshoven LGE Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Leslie JS and Summerel BA The Fusarium Laboratory Manual. Ames: Blackwell publishing. Prihatman K, editor Budidaya Alpukat. Jakarta: Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan, BAPPENAS. [23 Oktober 2008].

38 Rigert KS and Foster KW Inheritance of Resistance to Two Races of Fusarium Wilt in Three Cowpea Cultivars. Sekretariat Kabupaten Garut Banyaknya Tanaman Buah-Buahan yang Menghasilkan di Kabupaten Garut Tahun 2007 (pohon). Garut: Pemerintah Kabupaten Garut. buahan_2007.pdf [16 Juni 2009]. Sekretariat Kabupaten Garut Sumber Daya Alam Pertanian Kabupaten Garut. Garut: Pemerintah Kabupaten Garut. [16 Juni 2009]. Silbernagel MJ and Schwartz Preliminary report of Fusarium Wilt of Beans in Colorado in Ann. Rep. Bean Improvement Coop. 31: Sinaga MS Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya. Sunarjono H Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Toussoun TA, Nash SM, and Snyder WC The Effect of Nitrogen Source and Glucose on The Patogenesis of Fusarium solani f. phasedi. Phytopathology 50 (2): Wysoki M, Sharp JL, Pena JE, editor Tropical Fruit Pests and Pollinators. New York: CABI Publishing. Zentmyer et al Compendium of Tropical Fruit Disease. New York: APS Press.

39 LAMPIRAN

40 Lampiran 1 Kuisioner survei pengetahuan, sikap dan tindakan petani alpukat terhadap hama dan penyakit tanaman alpukat di Kabupaten Garut SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI ALPUKAT TERHADAP HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN ALPUKAT DI KABUPATEN GARUT Kabupaten:... Pewawancara:... Kecamatan:... Tanggal wawancara:... Desa:... Tempat wawancara:... Kampung:... Waktu wawancara:... Karakteristik Petani 1. Nama : Umur : Pendidikantertinggi: [ ] Tidak sekolah [ ] SD [ ] SMP [ ] SMU [ ] Perguruan Tinggi 4. Pekerjaan utama: Pekerjaan sampingan: Pengalaman berusaha alpukat: [ ] < 2 tahun [ ] 2-5 tahun [ ] > 5-10 tahun [ ] > tahun [ ] > tahun [ ] > 20 tahun Keadaan Lahan 7. Topografi lahan: [ ] datar

41 [ ] berlereng [ ] berbukit [ ] lainnya Sejarah lahan: Sebelum ditanami alpukat, lahan digunakan/ditanami apa:..., berapa lama:... Budidaya alpukat 1. Varietas alpukat yang ditanam: Asal bibit: [ ] membibitkan sendiri [ ] membeli dari perusahaan pembibitan [ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintah [ ] membeli dari petani lain [ ] lainnya Cara penyiapan bibit: [ ] secara generatif dengan biji [ ] secara vegetatif dengan penyambungan vegetatif dengan penyambungan pucuk/enten [ ] secara mata/okulasi [ ] lainnya Umur tanaman saat ini: [ ] < 2 tahun [ ] 2-5 tahun [ ] > 5-10 tahun [ ] > tahun [ ] > tahun [ ] > 20 tahun 5. Berapa luas lahan Bapak/Ibu:...

42 6. Berapa banyak jumlah pohon Bapak/Ibu:... alpukat (pohon), yang ada dengan di jarak kebun tanam berapa: Pola tanam: [ ] monokultur [ ] tumpangsari [ ] tanaman pinggir/pagar [ ] tanaman pekarangan [ ] lainnya Pemeliharaan tanaman: a. Pemangkasan tanaman: Jenis pangkasan Frekuensi/tahun Waktu (bulan) Pangkasan pemeliharaan Pangkasan produksi b. Pemupukan: Jenis pupuk Frekuensi/tahun Waktu pemupukan Dosis/ha Pupuk kandang Urea TSP KCl Ca (Kieseret) c. Pengendalian gulma Cara pengendalian Mekanik Kimiawi/herbisida Frekuensi/tahun Waktu (bulan) Jenis alat/herbisida

43 d. Penggemburan tanah: Penggemburan tanah Frekuensi/tahun Waktu (bulan) Alasan Dilakukan Tidak dilakukan 9. Hasil pemangkasan diletakkan di mana? [ ] di sekitar tanaman alpukat [ ] di pinggiran lahan pertanaman alpukat [ ] lainnya 10. Gulma yang telah dibersihkan diletakkan di mana? [ ] di sekitar tanaman alpukat [ ] di pinggiran lahan pertanaman alpukat [ ] lainnya... Masalah yang terjadi saat ini 11. Apakah tanaman alpukat Bapak/Ibu mengalami kematian: [ ] ya [ ] tidak 12. Jika ya, menurut Bapak/Ibu apa penyebab tanaman alpukat Bapak/Ibu mengalami kematian: a.... b.... c.... d Sejak kapan tanaman alpukat Bapak/Ibu mengalami kematian: Berapa banyak pohon yang mengalami kematian: Menurut Bapak/Ibu berapa persen kehilangan produksi buah alpukat akibat kematian tanaman Bapak: [ ] <20%

44 [ ] 20-40% [ ] >40-60% [ ] >60-80% [ ] >80% 16. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengendalian: [ ] ya [ ] tidak 17. Jika ya, pengendalian apa yang Bapak/Ibu lakukan: a.... b.... c.... d.... e Jika pengendalian dengan menggunakan pestisida/insektisida: Jenis/nama pestisida/insektisida Waktu Frekuensi/tahun (bulan) Dosis/ukuran/takaran 19. Bagaimana hasilnya setelah Bapak/Ibu melakukan pengendalian: [ ] hasil panen meningkat dari...kg menjadi...kg [ ] hasilnya tetap saja [ ] lainnya Apakah ada kerusakan akibat cabang/batang/ranting-ranting serangga/hama/penyakit tanaman pada alpukat Bapak:... (ada/tidak) 21. Menurut Bapak/Ibu berapa persen kerusakan batang/cabang/ranting yang terjadi: [ ] <20% [ ] 20-40% [ ] >40-60%

45 [ ] >60-80% [ ] >80% 22. Menurut Bapak/Ibu, apa penyebabnya:... Alasannya/gejalanya pada tanaman: Apa yang bapak/ibu lakukan: [ ] membiarkan saja [ ] memotong batang/cabang/ranting yang rusak [ ] lainnya Batang yang telah dipotong diletakkan di mana/digunakan apa: [ ] di sekitar tanaman alpukat [ ] di pinggiran lahan pertanaman alpukat [ ] dibakar [ ] dibawa ke rumah, disimpan, dan dijadikan kayu bakar [ ] lainnya Apa harapan Bapak/Ibu ke depannya terkait dengan masalah yang Bapak/Ibu hadapi saat ini: a.... b.... c.... d.... Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) 26. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti SLPHT? [ ] ya [ ] tidak (lanjut ke no. 27) 27. SLPHT pada tanaman apa:..., apakah pernah pada tanaman alpukat:... (ya/tidak), jika ya, materinya apa saja......

SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION

SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION SURVEI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN (DIEBACK) PADA TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill.) DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ROSMAWARNI NASUTION DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta :

Lebih terperinci

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG Oleh : Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda A. PENDAHULUAN Tanaman nilam merupakan kelompok tanaman penghasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Rahmawati 1)*, Achmad Jailanis 2), Nurul Huda 1) 1) Program

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi 12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun Lampiran 2. Analisis Data Umum Kuisioner Desa Dalig Raya KUISIONER I. Lokasi a. Kabupaten : Simalungun b. Kecamatan : Raya c. Desa : Dalig Raya d. Dusun : Tumbukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri)

EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri) EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri) Herry Nirwanto dan Tri Mujoko ABSTRACT Results of the

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM Soenartiningsih dan A. Haris Talanca Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros ABSTRAK Penyakit antraknosa yang

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS TUGAS LINGKUNGAN BISNIS Budiaya Cabai Rawit Disususn Oleh: Nama : Fitri Umayasari NIM : 11.12.6231 Prodi dan Jurusan : S1 SISTEM INFORMASI 11-S1SI-12 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA BUDIDAYA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica) Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ReGrI Tanaman mangga (Mangifera indica L.) berasal dari India, Srilanka, dan Pakistan. Mangga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA 38 LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA Kabupaten : Bangka/Bateng Pewawancara :. Kecamatan :. Tgl. Wawancara :.. Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman alpukat memiliki nama latin Persea Americana Mill. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman alpukat memiliki nama latin Persea Americana Mill. Tanaman 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Alpukat Tanaman alpukat memiliki nama latin Persea Americana Mill. Tanaman alpukat adalah tanaman buah yang memiliki pohon berkayu yang tumbuh menahun. Tanaman alpukat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DEFINISI PENYAKIT TANAMAN Whetzel (1929), penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan yang disebabkan oleh faktor primer

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) I. SYARAT PERTUMBUHAN 1.1. Iklim Lama penyinaran matahari rata rata 5 7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500 4.000 mm. Temperatur optimal 24 280C. Ketinggian tempat

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN Saat ini, permintaan dan harga durian tergolong tinggi, karena memberikan keuntungan menggiurkan bagi siapa saja yang membudidayakan. Sehingga bertanam durian merupakan sebuah

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Teknologi Produksi Ubi Jalar Teknologi Produksi Ubi Jalar Selain mengandung karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C dan mineral. Bahkan, ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau kuning, mengandung beta karoten

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang KM 18.5, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pakembinangun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci