BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Stres Berkendara 1. Definisi Stres Berkendara Istilah stres merupakan istilah yang telah lama ada. Stres dalam bahasa latin disebut dengan kata strictus yang berarti sempit atau ketat. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia stres didefinisikan sebagai gangguan atau, kekacauan mental dan emosional: tekanan (Yandianto, 1996). Kata stres pertama kali dipopulerkan oleh Hans Selye. Dalam beberapa penelitiannya tentang stres, Selye lebih berfokus pada bidang faal karena dirinya merupakan mahasiswa kedokteran (Selye, 1976). Peristiwa yang sering Selye temui adalah adanya suatu penyakit di masyarakat yang menunjukkan gejala umum yang sama, sehingga pada saat itu stres lebih berkembang dalam kajian ilmu faal dibandingkan dengan kajian ilmu lainnya. Seiring dengan banyaknya penelitian mengenai stres dari berbagai bidang, menimbulkan banyaknya makna dari istilah stres tersebut. Menurut Wolf (dalam Lazarus dan Folkman, 1986), kata stres didefinisikan sebagai suatu kondisi yang merupakan hasil interaksi organisme dengan keadaan ataupun stimulus yang berbahaya. Kondisi ini bersifat dinamis karena adanya upaya memelihara dan menjaga keseimbangan. Menurut Lovallo (dalam Sarafino dan Smith, 2010), terdapat dua komponen stres: pertama adalah fisik, melibatkan tantangan terhadap fisik; kedua adalah psikologis, melibatkan bagaimana seorang individu melihat keadaan dalam kehidupan mereka. Sejalan dengan pendapat Lovallo, ahli lainnya yaitu Dougall dan Baum, dua komponen di atas yaitu fisik dan psikologis dapat dilihat dengan tiga pendekatan. Pada pendekatan ini stres dilihat sebagai stimulus dimana individu akan berada pada keadaan yang 6

2 7 menantang secara fisik dan psikis yang kemudian dianggap sebagai stressor (dalam Sarafino dan Smith, 2010). Pendekatan kedua berfokus pada reaksi individu terhadap respon, sehingga stres dilihat sebagai suatu respon. Respon ini dapat dirasakan secara fisik maupun psikis. Seperti dalam beberapa penelitian Hans Selye yang membuktikan bahwa terdapat reaksi adaptasi di dalam tubuh individu, ketika individu tersebut memenuhi tuntutan dari lingkungannya. Definisi tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Santrock (1998) yang mendefinisikan stres sebagai respon individu terhadap suatu keadaan atau kejadian yang menuntut dirinya, sehingga mengganggu dirinya dalam melakukan coping (kemampuan individu dalam menangani tuntutan). Pendekatan ketiga menggambarkan stres sebagai proses yang melibatkan stressors dan strain. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1986) bahwa stres tidak hanya sekedar stimulus atau respon, melainkan proses dimana individu dapat dipengaruhi oleh kuatnya stressor melalui perilaku, kognitif dan emosi. Dalam konteks berkendara, stres didefinisikan sebagai suatu respon dari adanya penilaian kognitif yang negatif ketika individu berkendara (Hennessy, Wiesenthal, dan Kohn, 2000). Definisi dengan inti yang sama diuraikan oleh Matthews (2002) yang menjelaskan, pengendara yang mengalami stres merupakan hasil dari proses interaksi dinamis antara faktor personal dan lingkungan yang diperantarai proses kognitif. Penilaian kognitif yang negatif dari pengendara, memicu timbulnya stres (Hennessy, Wiesenthal, dan Kohn, 2000). Semakin besar penilaian negatif pengendara terhadap suatu kondisi berkendara, akan meningkatkan tingkat stres pada dirinya. Penilaian negatif ini muncul karena adanya kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan (daily hassless) seperti lalu lintas yang padat, cuaca yang panas dan lain sebagainya. Dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa stres berkendara merupakan kondisi individu yang melakukan respon negatif

3 8 karena adanya penilaian terhadap situasi tidak menyenangkan sebagai upaya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 2. Proses Terjadinya Stres Penelitian yang dilakukan oleh Selye (1976), menyebutkan terdapat tiga proses dimana tubuh akan bereaksi terhadap stres. Konsep ini dinamakan oleh Selye sebagai General Adaptation Syndrome (GAS) dengan proses sebagai berikut: a. Alarm Reaction (reaksi waspada) Pada proses ini tubuh akan menyadari adanya ketegangan atau paparan dari stressor. Proses ini akan memicu tubuh untuk merespon dengan melakukan perubahan-perubahan secara biologis. Pada saat yang sama proses ini menyebabkan ketahanan tubuh berkurang dan jika stressor sangat kuat dapat menyebabkan kematian. b. Stage of Resistance Pada proses ini terjadi perlawanan terhadap stressor. Tubuh akan berusaha mengembangkan mekanisme pertahanan dan membangun strategi untuk mengatasi stressor dan menyeimbangkan kembali keadaan fisiologis pada kondisi normal. Jika tubuh berhasil mengatasi stressor maka kondisi tubuh akan kembali normal, namun jika tubuh tidak berhasil mengatasi stressor maka tubuh akan mengalami kelelahan. c. Stage of Exhaustion Pada proses ini tubuh akan menggunakan energi yang tersisa untuk menanggulangi stressor. Proses ini ditandai dengan melemahnya energi ataupun sumber daya yang dimiliki oleh tubuh sehingga tubuh tak mampu lagi menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh menghadapi stres ini bahkan dapat menimbulkan kematian pada individu. Konsep lain dikembangkan oleh Cohen, Kessler dan Underwood (1997), yang mengembangkan model dari proses berlangsungnya stres. Model tersebut digambarkan dengan skema sebagai berikut.

4 9 Tuntutan Lingkungan Appraisal of Demands and of Adaptive Capacities Perceived Stress Benign Appraisal Respon Emosi yang Negatif Respon Fisiologis dan Perilaku Meningkatkan Risiko Penyakit Fisik Meningkatkan Risiko Penyakit Jiwa Gambar 2.1 Model Heuristik dari proses stres untuk menggambarkan integrasi antara pendekatan lingkungan, psikologis dan biologis (Cohen, Kessler dan Underwood, 1997) Ketika menghadapi tuntutan lingkungan, individu akan membuat penilaian apakah tuntutan tersebut menimbulkan ancaman pada dirinya atau tidak dan apakah individu tersebut memiliki kapasitas untuk menangani tuntutan. Apabila individu beranggapan bahwa tuntutan lingkungannya merupakan sesuatu yang berat dan mengancam dirinya dan pada saat yang sama dirinya tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk mengatasinya, maka individu akan mengalami tekanan yang mengakibatkan stres. Stres yang dialami individu akan menimbulkan respon emosi yang negatif. Jika tuntutan dianggap ekstrim, maka dapat secara langsung menyebabkan gangguan penyakit jiwa dan penyakit fisik.

5 10 Namun terkadang terdapat kondisi dimana tuntutan lingkungan dapat menempatkan individu pada risiko gangguan meskipun tuntutan yang dihadapi tidak menimbulkan persepsi stres ataupun respon emosi yang negatif pada individu. Hal ini ditandai dengan adanya panah langsung dari tuntutan lingkungan ke respon fisiologis dan perilaku. 3. Sumber Stres Lazarus, Folkman dan Cohen (dalam Lazarus dan Folkman, 1984), menjelaskan bahwa terdapat tiga kelompok sumber stres. Pertama adalah adanya perubahan besar yang memengaruhi seseorang ataupun beberapa orang seperti masalah sehari-hari. Sumber kedua adalah kejadian yang memerlukan penyesuaian pada sebuah fenomena dengan hubungan orang yang lebih sedikit seperti respon terhadap penyakit, dan kematian. Sumber ketiga adalah fenomena catalismic, yaitu hal ataupun peristiwa yang terjadi tiba-tiba yang menyangkut orang banyak seperti bencana alam. Selain pendapat di atas, Carson, Butcher, dan Mineka (1998) juga mengemukakan pendapatnya mengenai jenis stressor. Para ahli ini berpendapat bahwa terdapat tiga jenis stressor yaitu : a. Frustrasi Frustrasi merupakan kondisi individu yang mengalami hambatan ketika ingin mencapai tujuannya. Individu yang berusaha memenuhi motifnya terkadang terhambat oleh faktor-faktor yang muncul dari internal ataupun eksternal. Misalnya faktor internal ketika seseorang ingin menjadi pemain sepak bola namun secara kondisi fisik tidak memungkinkan karena individu tersebut memiliki kaki yang tidak sempurna, sedangkan eksternal ketika hambatan-hambatan tadi muncul dari luar individu, misalnya individu tersebut dilarang oleh orang tuanya. b. Konflik Konflik merupakan kondisi individu yang diharuskan memilih salah satu dari tujuan ataupun kebutuhannya. Menurut Taylor (dalam Carson, Butcher, dan Mineka, 1998) terdapat tiga jenis konflik:

6 11 1) Approach-approach conflict, merupakan kondisi dimana individu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menarik bagi dirinya. 2) Avoidance-avoidance conflict, merupakan kondisi individu yang dihadapkan pada pilihan yang tidak dikehendaki oleh dirinya. 3) Approach-avoidance conflict, kondisi individu ketika dihadapkan pada situasi yang menarik dan tidak menarik dalam satu waktu. c. Tekanan Sumber stres yang terakhir adalah tekanan. Tekanan merupakan kondisi yang memaksa dan menekan individu untuk mempercepat, mengusahakan secara intensif tujuan yang ingin dicapainya. Kondisi ini mengakibatkan seseorang mengeluarkan energinya secara maksimal untuk dapat menyelesaikan hal yang dihadapinya. Selain pendapat tersebut Greenberg (2008) menyebutkan bahwa sumber stres juga diuraikan dengan tiga teori, yaitu: a. Life-Events Theory Pandangan Life-Events Theory dikembangkan oleh Holmes dan Rahe yang menyebutkan bahwa stres dapat terjadi ketika suatu kondisi membutuhkan sumber daya yang lebih daripada yang tersedia. Misalnya ketika individu akan melaksanakan suatu ujian dimana individu tersebut belum melakukan persiapan, maka individu tersebut akan mengalami stres. Kondisi seperti ini sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. De Longis dan koleganya (dalam Greenberg, 2008) mendukung pendekatan ini dengan menyebutkan keadaan yang tidak menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari akan sangat signifikan membuat individu mengalami stres. b. Hardiness Theory Peneliti lain menggambarkan stres dengan cara yang berbeda. Mereka tidak berfokus pada peristiwa stres yang dialami individu melainkan pada sikap individu tersebut terhadap suatu kondisi. Sebagai contoh, Kobasa dan rekan-rekannya (dalam Greenberg, 2008)

7 12 berpendapat bahwa jika individu menganggap suatu kondisi yang berpotensi menimbulkan stres merupakan suatu tantangan, bukan sebagai ancaman, maka tingkat stres akan berkurang. Misalnya saja individu yang menganggap kemacetan merupakan kondisi agar dia dapat mengasah kemampuan mengemudinya. Persepsi seperti ini akan mengurangi tingkat stres pada individu tersebut. c. Social Support Theory Teori lainnya mengatakan stres akan timbul karena tidak adanya dukungan sosial yang tersedia untuk membantu menghadapi stressor. Dukungan sosial dapat dilakukan dengan bentuk apapun baik itu emosional, instrumental dan bentuk dukungan lainnya. 4. Bentuk Stres Berkendara Matthews, Desmond, Joyner, Carcary dan Giliand (1998), berpendapat bahwa terdapat 5 bentuk stres berkendara, yaitu: a. Aggression Aggression merupakan reaksi berupa perasaan marah dan frustrasi sehingga menimbulkan perilaku berbahaya yang menunjukkan ketidaksabaran (Mathews et al., 1998). Contoh Driving Aggression misalnya melakukan pelanggaran yang disengaja seperti melampaui batas kecepatan (Kontogiannis, 2006), membuntuti kendaraan lain, melakukan konfrontasi dan sering menyalip (Matthews, Dorn, dan Glendon, 1991). b. Dislike of Driving Dislike of Driving merupakan penilaian negatif dari pengendara sehingga menimbulkan mood negatif yang cenderung mengganggu performance berkendara (Underwood, 2005). Kondisi ini dapat dicerminkan dalam kecemasan sehingga dirinya merasa tidak nyaman dan tidak yakin dalam berkendara. Misalnya seorang yang cemas ketika akan berkendara karena cuaca yang mendung. c. Hazard Monitoring

8 13 Hazard Monitoring diartikan sebagai kesadaran atau pantauan akan bahaya. Hazard Monitoring ditandai dengan adanya kewaspadaan tinggi pada pengendara akan bahaya dan ancaman yang dapat muncul. Hazard Monitoring juga ditandai dengan adanya peningkatan fokus dalam mengemudikan kendaraan (Dorn, 2008). Dorn, Stephen, Wahlberg dan Gandolfi (2010) menyebutkan, Hazard Monitoring merupakan salah satu bentuk coping yang dilakukan oleh pengemudi sebagai salah satu bentuk strategi penanganan stres. d. Thrill Seeking Thrill Seeking merupakan faktor yang berkaitan dengan kepribadian mencari sensasi (Dorn, 2008). Sensation seeking didefinisikan sebagai trait personality yang menunjukkan pencarian perasaan dan juga pengalaman yang baru, bervariasi dengan kesiapan akan risiko dan akibat demi pengalaman tersebut. Thrill Seeking sangat berkaitan dengan perilaku berbahaya dan meningkatkan keterlibatan kecelakaan. Misalnya seseorang yang mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan 110 km perjam hanya untuk memacu adrenalinnya. e. Fatigue Proneness Fatigue Proneness merupakan kondisi dimana seorang pengemudi menjadi rentan kelelahan fisik dan mental setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang (Dorn, 2008). Misalkan seorang pengemudi yang melambatkan kendaraannya karena kelelahan. Fatigue Proneness ini juga akan berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan oleh pengemudi seperti tertidur ketika mengemudi. 5. Dampak Stres Menurut Arlina, Tamar dan Fadjarwati (tanpa tahun) menguraikan dampak stres yang terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: a. Dampak Fisiologis Pada beberapa individu, stres akan menyebabkan gangguan secara fisik. Lebih rinci gangguan fisik ini dapat diklasifikasi menjadi gangguan

9 14 organ tubuh seperti meningkatnya respon pada sistem tertentu, gangguan sistem reproduksi (Rakhmawati, Asniya, Dieny dan Fithra, 2013), gangguan sistem pernapasan (Evans-Martin, 2007) dan gangguan lainnya. b. Dampak Psikologis Dampak psikologis stres dapat terlihat dari timbulnya kecemasan, emosi negatif, depresi sampai dengan depersonalisasi. Dampak ini dapat timbul dari yang paling ringan hingga paling berat tergantung dari individu dalam menyikapi stressor. c. Dampak Perilaku Stres yang sangat tinggi dapat berdampak pada performance seseorang dalam melakukan sesuatu, misalnya bekerja (Westman, 1990). Begitu juga dengan situasi saat berkendara, individu yang mengalami over-stressed akan menunjukkan penurunan performa berkendara sehingga sering kali melakukan kesalahan-kesalahan berkendara. B. Disiplin Berlalu Lintas 1. Definisi Disiplin Berlalu Lintas Konsep dan definisi disiplin cukup sulit didefinisikan jika tidak diikuti dengan kata lainnya (Krishnan, 2009:7). Disiplin berasal dari bahasa latin discipulus, yang berarti pengikut dan disciplina yang berarti mengajar. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, mendefinisikan disiplin menjadi dua bagaikan yaitu: 1 tata tertib; kepatuhan terhadap peraturan sekolah; 2 bidang studi yang memiliki obyek, sistem dan metode tertentu (Yandianto, 1996). Balkin (1996) mendefinisikan disiplin sebagai latihan untuk tunduk kepada hal yang berwenang sebagai kontrol dan pengendalian perilaku diri. Turner mendefinisikan disiplin sebagai perilaku tertib atau cara berpikir tertentu (2001). Individu yang menyimpang dari disiplin akan dikembalikan pada garis perilaku yang benar atau dikeluarkan.

10 15 Definisi di atas dianggap terlalu luas untuk mendefinisikan disiplin. Hal ini dikarenakan konsep utama dari kata disiplin yang sulit dikembangkan. Beberapa ahli mencoba mengkaji secara etimologi dan epistemologi mengenai disiplin ini dengan hasil yang sangat berbeda (Krishnan, 2009). Definsi yang paling mewakili dari kata disiplin adalah definisi yang dikemukakan oleh Foucoult. Menurut Foucoult (1995) disiplin merupakan jalan untuk mengatur, mengontrol pergerakan dari seseorang agar berada dalam jalan yang sesuai. Meskipun pada awalnya definisi ini digunakan untuk mendefinisikan disiplin dalam kajian ekonomi dan politik, namun seiring perkembangannya definisi disiplin ini masuk dalam kajian akademik dan sosial. Lembaga Ketahanan Nasional (1997) mendefinisikan disiplin sebagai kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan individu untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Tokoh ahli dalam bidang sosial juga mencoba mendefinisikan disiplin dalam kajian ilmu sosial. Pridjominto (1993) mendefinisikan disiplin sebagai situasi adanya suatu tatanan, nilai dan aturan tertentu yang menimbulkan kepatuhan dan keteraturan. Menjalankan tatanan, nilai dan aturan tersebut tidak menjadi hal yang berat ataupun beban bagi dirinya, namun akan membebaninya jika tidak menjalankan tatanan, nilai dan aturan tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan sikap dan perilaku individu untuk mematuhi keputusan, perintah, nilai dan aturan yang berlaku agar terciptanya kondisi yang tertib dan teratur. Undang-undang yang berlaku di Indonesia khususnya yang mengatur lalu lintas dan angkutan jalan mendefinisikan lalu lintas sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan (Undang-Undang nomor 22, 2009). Menurut Kamus Umum Bahas Indonesia (Yandianto, 1996), lalu

11 16 lintas diartikan sebagai; berjalan bolak-balik hilir mudik; perihal perjalanan di jalan dan sebagainya; dan perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat yang lainnya. Berdasarkan definisi disiplin dan lalu lintas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin berlalu lintas merupakan sikap dan perilaku mematuhi aturan yang berlaku pada saat menggunakan kendaraan agar terciptanya kondisi yang tertib dan teratur. 2. Proses Membentuk Disiplin Disiplin terbentuk karena adanya adanya hal-hal sebagai berikut (Lemhannas, 1997): 1. Disiplin individu merupakan hasil dari sosialisasi dengan lingkungan, terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu pembentukan disiplin akan tunduk pada kaidah-kaidah dalam hal proses belajar. 2. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan dan diterapkan dalam semua aspek dengan menerapkan ganjaran dan hukuman. Sikap dan perilaku disiplin berlalu lintas dapat timbul karena faktor-faktor tertentu salah satunya takut akan hukuman dan sanksi apabila melanggar peraturan. 3. Disiplin terbentuk karena adanya pihak pertama yang memiliki kekuasaan lebih besar sehingga mampu melakukan kontrol dan dapat memengaruhi tingkah laku yang diharapkan. Di lain pihak terdapat ketergantungan dari individu terhadap pihak pertama sehingga individu dapat menerima hal yang diajarkan kepadanya. Selain itu Papalia, Olds dan Feldman (2009), menyebutkan disiplin dapat terbentuk dikarenakan adanya: 1. Reinforcement dan Punishment Penguatan dan hukuman dapat memengaruhi munculnya disiplin pada individu. Adanya penguatan dengan memberikan penghargaan pada individu yang telah disiplin akan memotivasi dirinya untuk meningkatkan perilaku tersebut, sedangkan hukuman diberikan untuk

12 17 memberikan efek jera ketika individu berperilaku tidak sesuai dengan aturan, nilai dan standar yang ada. Dalam konteks disiplin berlalu lintas bentuk hukuman merupakan bentuk yang digunakan untuk menekan pelanggaran lalu lintas. Sebagai contoh pada saat berkendara, pengendara yang tidak disiplin akan dikenakan tilang dan diberikan hukuman berupa denda. 2. Power assertion Power assertion atau penonjolan kekuasaan, ditujukan untuk menekan perilaku yang tidak diinginkan dengan adanya kontrol individu, lembaga yang lebih tinggi atau berkuasa. 3. Inductive technique. Bentuk induksi dirancang untuk mendorong perilaku disiplin (yang diinginkan) dan menekan perilaku yang tidak diinginkan dengan menggunakan argumen dan penjelasan logis mengenai konsekuensi dari suatu perilaku. 3. Aspek Disiplin Prijodarminto (1993) memaparkan aspek-aspek yang terkandung dalam disiplin yaitu: 1. Sikap mental merupakan sikap taat, patuh dan tertib mengikuti aturan sebagai bagian dari latihan mengendalikan perilaku dan watak. Mengendalikan perilaku dan watak ini berkaitan dengan bagaimana individu dapat menahan keinginan untuk melanggar lalu lintas. Contoh ketika seorang pengendara sedang terburu-buru untuk sampai di kantor dan laju kendaraannya terhenti oleh lampu merah, maka dirinya harus mampu mengendalikan keinginan untuk menerobos persimpangan meskipun tidak ada petugas. 2. Pemahaman merupakan pengetahuan yang dimiliki dan diterapkan oleh individu mengenai aturan-aturan dan norma yang berlaku yang menjadi

13 18 standar nilai bagi dirinya dan dirinya percaya bahwa ketaatan akan aturan akan membawa keberhasilan. 3. Sikap kelakuan merupakan sikap bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam menaati aturan, norma dan standar nilai yang berlaku tanpa menganggapnya sebagai beban. 4. Faktor Disiplin Berlalu Lintas Menurut Fatnanta (Wardhana, 2009), faktor-faktor yang dapat disiplin berlalu lintas, antara lain: 1. Faktor Internal Faktor ini muncul dari dalam diri individu berupa sikap dan kepribadian karena adanya tanggung jawab untuk patuh terhadap aturan. Hal ini berdasarkan keyakinan dirinya bahwa sikap dan perilaku disiplin akan memberikan manfaat bagi dirinya sehingga dorongan untuk patuh terhadap aturan bukan lagi menjadi paksaan. Menurut Kurt Lewin dalam kepribadian individu terdapat hal penting yaitu sistem nilai yang dianut. Nilai- nilai dalam hal ini berkaitan langsung dengan sikap dan perilaku disiplin. Nilai-nilai yang diajarkan baik oleh orang tua, guru dan masyarakat yang menjunjung sikap dan perilaku disiplin akan memengaruhi individu dalam disiplin berlalu lintas. Lebih spesifik Permana dan Widodo (2014) menyebutkan faktor internal disiplin berlalu lintas, yaitu: (a) Pendidikan. Pembudayaan disiplin melalui pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan informal, misalnya di dalam lingkungan keluarga dengan pembiasaan sikap dan juga perilaku disiplin sejak usai dini. (b) Usia. Hurlock (1992) menyebutkan meskipun tidak signifikan, perilaku disiplin dipengaruhi oleh faktor usia. Hal ini berdasarkan hitungan statistik bahwa angka kecelakaan yang terjadi lebih sering terjadi pada usia 20 tahunan dibandingkan 50 tahunan ke atas (Aditio, 2014). 2. Faktor Eksternal

14 19 Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan dalam memengaruhi sikap dan perilaku disiplin. Disiplin berlalu lintas sebagai faktor eksternal meliputi unsur-unsur sebagai berikut. a) Unsur pemaksaan oleh hukum dan norma. Adanya unsur pemaksaan dari hukum yang berlaku berperan dalam memengaruhi sikap dan perilaku disiplin berlalu lintas. Individu diharuskan patuh terhadap aturan lalu lintas karena adanya hukuman dan sanksi pada pelanggar aturan. b) Unsur pengatur, pengendali, dan pembentuk perilaku. Faktor ini berupa seperangkat aturan dan norma yang dijadikan dasar hukum berlalu lintas. Selain itu adanya peranan petugas keamanan ikut memengaruhi sikap dan perilaku disiplin individu (Permana dan Widodo, 2014). Penegakan yang dilakukan petugas keamanan akan memberikan efek pada masyarakat yang melihat penegakan hukum tersebut. Adanya berbagai perangkat hukum, dan aturan-aturan akan membuat individu belajar mengendalikan perilaku mereka sehingga perilaku individu dapat sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. C. Penelitian Sebelumnya Penelitian dalam situasi kemacetan yang dilakukan oleh Hennessy, Wiesenthal, dan Kohn (2000) menyebutkan stres pada pengendara lebih rentan terjadi pada individu tipe A dengan kriteria senang berkompetisi, tidak sabar dan hostility yang tinggi. Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa tingkat stres pengendara akan menjadi lebih tinggi pada situasi jalanan yang macet dan waktu yang mendesak dibandingkan dengan situasi yang lengang. Penelitian disiplin berlalu lintas pada pengemudi kendaraan angkutan umum yang dilakukan oleh Klavert (2007) menunjukkan tingkat disiplin berlalu lintas yang sedang pada pengemudi kendaraan angkutan umum di kota Semarang. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara disiplin berlalu lintas dengan persepsi penegakan hukum.

15 20 D. Kerangka Pemikiran Kondisi jalan raya di Indonesia sejak satu tahun terakhir berstatus darurat. Status ini dikarenakan kondisi jalan raya di Indonesia yang sulit diprediksi dan semakin rawan akan kecelakaan. KORLANTAS POLRI memiliki data, bahwa setiap hari paling tidak lebih dari 300 kecelakaan dapat terjadi di jalan raya. Data tersebut juga menyebutkan dua faktor utama kecelakaan lalu lintas, yaitu kelalaian dan perilaku tidak tertib pengemudi (Ferdian, 2013). Kondisi jalan raya yang tidak nyaman dan aman (daily hassles) seperti cuaca yang ekstrim, lalu lintas yang semrawut, jalan yang rusak dan perilaku pengguna jalan lain dapat memicu timbulnya stres pada pengendara. Daily hassles yang sering dialami oleh pengendara dapat menjadi efek akumulatif yang suatu saat akan memicu timbulnya stres. Stres ini kemudian akan dapat terlihat dari performance berkendara dengan lima bentuk stres yaitu menunjukkan perasaan marah dan frustrasi, merasa cemas dan kurang percaya diri, menunjukkan kewaspadaan yang tinggi sebagai antisipasi terhadap bahaya, menikmati kondisi berbahaya dan menunjukkan penurunan kondisi fisik dan mental setelah berkendara cukup panjang (Mathews et al, 1997). Penelitian sebelumnya mengenai stres telah banyak memberikan kontribusi ke berbagai bidang. Kajian traffic psychology mengenai driver stress sebelumnya telah dilakukan oleh Hennessy, Wisenthal dan Kohn (2000) yang menunjukkan bahwa pengendara lebih rentan stres saat situasi jalanan yang padat dan waktu yang mendesak dibandingkan dengan situasi lalu lintas yang sepi. Stres yang dialami oleh individu akan berdampak pada fisiologis, psikologis dan perilaku (Arlina, Tamar dan Fadjarwati, tanpa tahun). Dampak fisiologis ditandai dengan adanya peningkatan kerja pada organ tubuh seperti jantung dan munculnya gangguan sistem tertentu. Dampak psikologis pada individu yang mengalami stres akan muncul kecemasan, emosi negatif, sampai

16 21 dengan yang paling parah yaitu depersonalisasi, sedangkan dampak terhadap perilaku ditandai dengan adanya performance yang berubah (Westman, 1990). Dampak dari stres berkendara memperlihatkan performance pengendara yang menjadi terburu-buru. Hal ini berdampak juga pada peningkatan penilaian-penilaian negatif saat berkendara (Hennesy, 1995). Tegangan-tegangan dari lingkungan akan dinilai secara berlebihan karena pengendara memiliki motif yang tinggi untuk mencapai tujuan. Pengendara yang mengalami stres karena adanya berbagai tegangan dari lingkungannya akan berusaha mencapai tujuannya dengan cepat untuk menghindari daily hassles dan keluar dari tekanan. Padahal semakin besar keinginan untuk segera sampai ke tempat tujuan, semakin besar pula potensi untuk berkendara secara ugal-ugalan, melanggar disiplin lalu lintas dan etika berkendara (Amin, 2013). Menurut Prijodarminto (1993), pengendara yang melanggar aturan lalu lintas secara umum memiliki tiga karakteristik umum, yaitu tidak dapat mengendalikan perilakunya untuk patuh taat dan tertib terhadap aturan (sikap mental), kurangnya pemahaman akan manfaat dari aturan lalu lintas bagi dirinya (pemahaman), dan menganggap aturan sebagai beban sehingga tidak dijalankan secara sungguh-sungguh (sikap kelakuan). Beberapa faktor yang memengaruhi disiplin berlalu lintas dibagi menjadi dua kategori yaitu internal dan eksternal (Wardhana, 2009). Faktor kepribadian, pendidikan dan usia menjadi bagian dari faktor internal yang memengaruhi disiplin berlalu lintas, sedangkan unsur pemaksaan dari hukum dan unsur pengatur, pengendali dan pembentuk perilaku menjadi faktor eksternal yang memengaruhi disiplin berlalu lintas. Secara lebih jelas kerangka pemikiran digambarkan dengan skema sebagai berikut.

17 22 Sumber stres dari lingkungan (Cuaca, kemacetan, Pengguna jalan lain) Penilaian terhadap tuntutan Sumber stres dianggap sebagai hal yang mengancam pengendara Sumber stres dianggap sebagai hal yang tidak mengancam pengendara Stres Berkendara (Mathews et.al, 1997) Respon pengendara yang menunjukkan perasaan marah dan frustrasi. Respon pengendara yang mengalami mood negatif berupa perasaan cemas. Respon pengendara akibat sumber stres berkendara, sehingga pengendara menjadi waspada terhadap ancaman dan bahaya. Respon pengendara yang menampilkan sikap dan perilaku yang menikmati keadaan berbahaya. Respon pengendara yang menjadi rentan kelelahan secara fisik dan mental setelah perjalanan panjang. Derajat stres tinggi Derajat stres rendah Disiplin berlalu lintas (Pridjodarminto, 1993) (Sikap Mental, Pemahaman, dan Sikap Kelakuan) Faktor internal : Faktor eksternal : 1. Kepribadian 1. Unsur pengatur 2. Pendidikan 2. Unsur pengendali 3. Usia Disiplin berlalu lintas rendah Disiplin berlalu lintas tinggi Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir Hubungan Stres Berkendara dan Disiplin Berlalu Lintas

18 23 E. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan negatif antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas pada pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung. H o : ρ xy = 0 H a : ρ xy < 0 Keterangan : ρ xy merupakan koefisien korelasi antara stres berkendara dan disiplin berlalu lintas

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan dan Pembahasan Penelitian Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan temuan ataupun hasil penelitian variabel stres berkendara dan disiplin berlalu lintas. Data yang

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

2015 HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemacetan lalu lintas merupakan situasi yang sering dijumpai di Kota Bandung. Mobilitas penduduk kota Bandung yang tinggi serta jumlah kendaraan yang tidak

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG

2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peran transportasi di Indonesia sangat berpengaruh sebagai kebutuhan perjalanan yang membantu mobilitas penduduk itu sendiri. Tetapi, perkembangan transportasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di beberapa Perguruan Tinggi (PT) yang ada di kota Bandung. Peneliti tidak mengambil sampel

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN SKALA DISIPLIN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bila melanggar rambu-rambu lalu lintas, saya siap ditindak. Saya akan memaki-maki pengendara lain jika tiba-tiba memotong jalan saya. Menurut saya penggunaan lampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupannya. Seringkali hal ini yang mendasari berbagai macam

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk menjaga kelancaran transportasi, selain itu berkendara yang aman bertujuan untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku agresivitas yang dilakukan oleh remaja. Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kepadatan lalu lintas yang disebabkan mudahnya kepemilikan kendaraan bermotor serta perkembangan sarana dan prasarana lalu lintas yang lebih lambat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Disiplin Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Istilah locus of control muncul dalam teori social learning Rotter yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan sehari-hari transportasi merupakan sarana utama yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dapat mencapai tempat tujuannya. Banyak kepentingan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara tersebut. Apabila lalu lintas berjalan tertib berarti kesadaran hukum dan kedisiplinan diterapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kedisiplinan berlalu lintas yang buruk merupakan fenomena yang terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stres dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR 0 HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu yang cepat. Banyaknya kebutuhan dan aktivitas menjadi dasar perilaku berpindah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

COPING STRES DALAM MENGHADAPI KEMACETAN LALU LINTAS PADA DEWASA AWAL. Anes Eka Widya Pertiwi

COPING STRES DALAM MENGHADAPI KEMACETAN LALU LINTAS PADA DEWASA AWAL. Anes Eka Widya Pertiwi COPING STRES DALAM MENGHADAPI KEMACETAN LALU LINTAS PADA DEWASA AWAL Anes Eka Widya Pertiwi 10509673 LATAR BELAKANG Fenomena kemacetan merupakan permasalahan yang hingga sekarang belum terpecahkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (POLRI) sangatlah penting. Kehadiran POLRI dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (POLRI) sangatlah penting. Kehadiran POLRI dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) sangatlah penting. Kehadiran POLRI dirasakan sangatlah penting dalam setiap sendi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di Indonesia pada tahun 2012 terjadi kasus kecelakaan, pada tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di Indonesia pada tahun 2012 terjadi kasus kecelakaan, pada tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut data yang di unggah oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu lintas yang dilakukan di SMA Negeri I Cipatat maka penulis dapat mengambil kesimpulan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi di kota akan terus berkembang jika pertumbuhan penduduk serta kebutuhannya untuk bergerak atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Transportasi telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia, karena semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya terhadap lalu lintas. Semakin banyakn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alat transportasi di Indonesia khususnya kendaraan pribadi menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs d Automobiles)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menggambarkan budaya bangsa. Kalau buruk cara kita berlalu lintas maka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menggambarkan budaya bangsa. Kalau buruk cara kita berlalu lintas maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku berlalu lintas masyarakat kita buruk. Cara menggunakan jalan dalam berlalu lintas adalah cermin dari budaya bangsa. Kesantunan dalam berlalu lintas yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan negara Indonesia. Kemajuan dan perkembangan lalu lintas dan angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu

Lebih terperinci

berada dibawah tuntutan tugas yang harus dihadapinya.

berada dibawah tuntutan tugas yang harus dihadapinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu jasa angkutan yang selalu mengalami kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga bulan Juli tahun 2015,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang permasalah. Semua makhluk hidup pasti sangat membutuhkan lalu lintas, untuk berpindah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang permasalah. Semua makhluk hidup pasti sangat membutuhkan lalu lintas, untuk berpindah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang permasalah Semua makhluk hidup pasti sangat membutuhkan lalu lintas, untuk berpindah dari tempat yang satu ketempat yang lainnya, terutama manusia, sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan di jalan raya sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik di marka atau di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap anak berhak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang

BAB II LANDASAN TEORI. Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang BAB II LANDASAN TEORI A. Supir Angkutan Kota (Angkot) 1. Pengertian Supir (pengemudi) Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Disusun Oleh : EKA MARWATI F 100 030 017 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait 9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sehingga tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sehingga tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sehingga tingkat kepadatan jalan raya cukup padat. Masyarakat yang semula menjadi pelanggan setia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat diatur oleh hukum. Hukum di Indonesia dimuat dalam bentuk konstitusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat umum akhir-akhir ini. Stres dapat diartikan sebagai perasaan tidak dapat mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pada era zaman globalisasi ini kendaraan sepeda motor semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pada era zaman globalisasi ini kendaraan sepeda motor semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada era zaman globalisasi ini kendaraan sepeda motor semakin banyak dimiliki oleh semua kalangan. Fakta bahwa pengguna sepeda motor di Indonesia memiliki

Lebih terperinci

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 13 GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Anies Andriyati Devi 1 Dra.Retty Filiani 2 Dra.Wirda Hanim, M.Psi 3 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang respon orang tua terhadap anak di bawah umur yang menggunakan kendaraan bermotor di Desa Hajimena Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir 7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yang kata bendanya, Adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Mighwar 2006). Remaja akhir (Late

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan landasan teori dari Suzanne C. Kobasa mengenai hardiness. Alasan digunakannya teori ini adalah berdasarkan pada fenomena yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial 1. Pengertian Bimbingan Sosial Dalam bidang bimbingan sosial, guru Bimbingan dan Konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan

Lebih terperinci

STRES DAN MANAJEMENNYA

STRES DAN MANAJEMENNYA STRES DAN MANAJEMENNYA PENGERTIAN STRESS SELVE Respons non spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan The G.A.S (general adaptation syndrome), suatu respon otomatik terhadap setiap ancaman fisik/emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya angka kecelakaan di kota-kota besar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan dampak luas terhadap berbagai segi kehidupan, khususnya bagi lalu lintas dan angkutan jalan. Seiring

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan (Stress) merupakan suatu tanggapan adaptif, diperantarai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan (Stress) merupakan suatu tanggapan adaptif, diperantarai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tekanan (Stress) merupakan suatu tanggapan adaptif, diperantarai oleh perbedaan individual, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis.

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan bagian masyarakat yang fundamental bagi kehidupan pembentukan kepribadian anak. Hal ini diungkapkan Syarief Muhidin (1981:52) yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting dalam memperlancar pembangunan yang pemerintah laksanakan, karena merupakan sarana untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat untuk melayani pergerakan manusia

Lebih terperinci

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat CRITICAL CARE UNIT Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat Rabu, 16 Februari 2011 PROSEDUR TETAP MENGOPERASIKAN AMBULANS GAWAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi oleh seseorang, mulai dari konflik pribadi maupun konflik

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi oleh seseorang, mulai dari konflik pribadi maupun konflik 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam era globalisasi seperti sekarang ini banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi oleh seseorang, mulai dari konflik pribadi maupun konflik sosial. Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan fenomena yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh kecenderungan para pengemudi angkutan umum maupun kendaraan pribadi untuk mengambil

Lebih terperinci