BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Transkripsi

1 8 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DEFINISI Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. 25 Infeksi ini melibatkan ginjal, ureter, bulibuli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. 28 Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) adalah menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 10 5 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai gejala klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai gejala klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan gejala klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. 26

2 KLASIFIKASI Anatomi 1. ISK Bawah a. Sistitis akut adalah radang selaput mukosa kandung kemih (Vesica urinaria) yang timbulnya mendadak,bisa ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat di sertai penyulit infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut). b. Sistitis kronis adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulitpenyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. c. Urethritis adalah infeksi/inflamasi dari urethra,bisa terjadi pada laki-laki yang disebabkan sexually transmitted disease dan wanita bisa timbul karena acut urethral syndrome. d. Prostatitis adalah inflamasi dari glandula prostat e. Epididimytis adalah inflamasi dari epididimis. f. Orchitis adalah inflamasi dari 1 atau 2 testis pada laki-laki yang biasanya disebabkan oleh bakteri. 2. ISK Atas. a. Pielonefritis akut adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan interstitial, sekunder

3 10 mengenai tubulus, dan akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan-kelainan radiologic. b. Pielonefritis kronis adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan bakteriuria (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bacteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologic (pielonefritis bacterial kronik), mungkin terjadi lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik Klinis 1. ISK Sederhana/tak berkomplikasi (uncomplicated), yaitu ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan terjadi pada pasien tanpa kelainan anatomi dan structural saluran kemih. 2. ISK berkomplikasi (complicated), yaitu terjadi pada pasien dengan kelainan struktur anatomi dan fungsional,memerlukan waktu yang lama untuk di eradikasi dan cenderung untuk kambuh. 26

4 EPIDEMIOLOGI ISK tergantung banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. 26,28 ISK berulang pada lakilaki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti terlihat pada Tabel Tabel 2.1. Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK Bendungan aliran urin - Anomali kongenital - Batu saluran kemih - Oklusi ureter (sebagian atau total) 2. Refluks vesikoureter 3. Urin sisa dalam buli-buli, karena : - Neurogenic blader - Striktur uretra - Hypertropi prostat 4. Gangguan metabolic - Hiperkalsemia - Hipokalemia - Agamaglobulinemia - Diabetes melitus 5. Instrumentasi - Kateter

5 12 - Dilatasi uretra - Sistoskopi 6. Kehamilan - Faktor stasis dan bendungan - ph urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman Tabel 2.2. Epidemiologi ISK menurut Usia dan Jenis Kelamin 26 Umur Insidens (%) (tahun) Perempuan Laki-laki Faktor Resiko <1 0,7 2,7 Kelainan anatomi gastrourinary 1-5 4,5 0,5 Kelainan anatomi gastrourinary ,5 0,5 Kelainan anatomi gastrourinary ,5 Hub.Sex,penggunaan diaphragma Pembedahan, abstruksi prostat, pemasangan kateter > Inkontinensia, pemasangan kateter, obstruksi prostat Angka kejadian ISK di Amerika pada bayi dan anak sekolah antara 1-2%, pada wanita dewasa muda yang tidak hamil antara 1-3% sedang pada kehamilan antara 4-7%, pada orang tua meningkat tajam menjadi 10% pada laki-laki dan kira-kira 20% pada wanita. 28 Insidens ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11. Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria pd perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang pd lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran

6 13 kemih, seperti vesicoureteral reflux atau obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan pd wanita dan lelaki. Morbiditas dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun ETIOLOGI Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan MO penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 50-90%, diikuti oleh Klebsiella atau Enterobacter 10 40%. 28 MO lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak laki-laki berusia 5 tahun ), Klebsiella spp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif. Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas spp dan MO lainnya

7 14 seperti Staphylococcus aureus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi. 26 Tabel 2.3. Famili, Genus & Spesies Mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab ISK PATOGENESE Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi bakteriuria simptomatik dengan gejala klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri (host) Peran Patogenisitas Bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi dari pasien ISK, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus. Bakteri

8 15 patogen dari urin dapat menyebabkan gejala klinis dari ISK tergantung juga dari factor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, factor virulensi dan variasi fase factor virulensi. 26 a. Peranan bacterial attachment of mucosa. Untuk melakukan kolonisasi dan invasi ke sel inang, bakteri harus mengadakan perlekatan pada permukaan sel inang. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya fimbriae akan terikat pada blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. 26,28 b. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α- hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(cnf-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan dengan Pathogenicity Island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.

9 16 Laporan penelitian Johnson mengungkapkan virulensi E coli sebagai penyebab ISK terdiri atas fimbriae type I (55%), P-fimbriae (24%), aero bactin (38%), haemolysin (20%), antigen K (22%), resistensi serum (25%) dan antigen O (28%). 26,28 c. Peranan variasi fase faktor virulensi. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi diantara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal Peranan Faktor Tuan Rumah (Host) a. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih

10 17 termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal diikuti refluks MO dari kandung kemih ke ginjal. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks vesikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. 26 b. Status Imunologi Pasien (Host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada Tabel 2.4. di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah

11 18 AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. 26 Tabel 2.4. Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap ISK PATOFISIOLOGI Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme gram-positif dan gram negatif. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara yaitu : 1. Ascending Kebanyakan infeksi saluran kemih masuk dari uretra ke kandung kemih, naik ke ureter sampai ke ginjal dengan tahapan sebagai berikut : - Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum dan sekitar anus.

12 19 - Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli - Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih - Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ureter dan sampai ke ginjal 2. Hematogen Umumnya terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, karena fokus infeksi di luar saluran kemih dan ginjal, karena sesuatu penyakit kronis atau pada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. 3. Limfogen Melalui rectum, colon, dan saluran lymphatic periuterine telah dilaporkan dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, akan tetapi ini masih membutuhkan pembuktian secara luas. 4. Direct extension (Langsung dari organ sekitar) Bakteri dari organ terdekat dapat masuk secara langsung ke saluran kemih, hal ini dapat terjadi pada pasien-pasien dengan intraperitoneal abses, vesicointestinal dan vesicovaginal fistula atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian instrumens. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui

13 20 uretra-prostat-vas deferens-testis-buli-buli-ureter dan sampai ke ginjal. 26,28 Gambar 2.1. Masuk kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. 26 (1) kolonisasi kuman disekitar uretra, (2) masuk nya kuman melalui uretra ke bulibuli, (3) penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Staphylococcus aureus. Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus aureus) dikenal Nephritis Lohlein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut(pna) sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif. 26

14 GEJALA KLINIS Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. Gejala yang sering timbul adalah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan, disertai nyeri supra pubik dan daerah pelvis. Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakukan investigasi faktor predisposisi atau pencetus. a. Pielonefritis Akut (PNA). Gejala klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 C), disertai mengigil dan sakit pinggang. Gejala klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis). b. ISK Bawah (sistitis). Gejala klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria. c. ISK Atas Dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan. d. Sindroma Uretra Akut (SUA). Gejala klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara thun. Gejala klinis SUA sangat sedikit (hanya disuria dan sering kencing)

15 22 sering disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu: 1. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E-coli dengan cfu/ml urin Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik standar seperti ampsilin. 2. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pandang besar (LPB) dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia trachomatis atau bakteri anaerobic. 3. Kelompok ketiga pasien tanpa piuria dan biakan urin steril. e. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi (re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar, kultur urin, serta jumlah kuman/ml urin merupakan protokol standar untuk

16 23 pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protokol yang dianjurkan. 29 Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK: Ultrasonogram (USG) Radiografi (Foto polos abdomen, Pielografi IV, Micturating cystogram) Isotop scanning. 26 Pemeriksaan laboratorium Urinalisis a. Leukosuria Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 10 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Pada test dipstick urin biasanya akan diperoleh hasil test leukosit esterase positif. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula

17 24 dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituria yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. 27,29 Gambar 2.2. Leukosuria 27 b. Hematuria Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/lpb sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris Bakteriologis a. Mikroskopis Dapat digunakan urin segar tanpa diputar dengan pewarnaan gram. Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi.

18 25 b. Biakan bakteri Gambar 2.3. Biakan bakteri Biakan bakteri, ciri khas seorang dengan ISK ditandai oleh adanya mikroorganisme tunggal dari koloni membentuk lebih besar 10 5 unit (cfu) per ml. Di dalam clean catch atau midstream urin specimen (urin porsi tengah), dengan jumlah yang lebih rendah biasanya menunjukkan kontaminasi. Kriteria yang di pergunakan untuk bakteriuria adalah: 1. Bermakna : a. Jika dijumpai cfu atau lebih kuman per ml urin pada minimal 1 x kultur. b < , tapi dijumpai kuman yang serupa pada 2 x kultur midstream urin (MSU) berturut-turut, meskipun hanya 1 kultur dengan jumlah > Kontaminasi a. Kurang dari kuman pada 1 x kultur.

19 26 b < , dengan kuman yang berlainan pada 2 x kultur MSU berturut-turut. c. Ragu-ragu <50.000, dengan kuman serupa pada 2 x kultur, sehingga kultur di ulangi. Jika hasil masih serupa, dianggap bermakna Tes kimiawi Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococcus, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterococcus dan acinetobacter PENATALAKSANAAN Pengobatan ISK harus mempertimbangkan beberapa hal : 1. Pola resistensi kuman lokal 2. Populasi pasien 3. Farmakokinetik dari obat

20 27 4. Lamanya terapi 5. Efek samping obat 6. Harga obat ISK Bawah Prinsip manajemen ISK bawah meliputi istirahat, intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin: Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antbiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisa (lekosituria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekositoria. 26,29 Reinfeksi berulang (frequent re-infection) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko. Tanpa faktor predisposisi - Asupan cairan banyak - Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg) - Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

21 28 Sindroma Uretra Akut (SUA) Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi Clamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon ISK Atas Pielonefritis Akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Indikasi Rawat Inap Pasien dengan PNA 26 Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral. Pasien sakit berat atau debilitasi. Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan. Diperlukan investigasi lanjutan. Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi. Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut

22 29 The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu : - Fluorokuinolon - Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin - Sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida. 25 Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifatsifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien. 25

23 30 Tabel 2.6 Jenis dan Lama Pemberian Antibiotik yang direkomendasikan berdasarkan Tipe ISK PENCEGAHAN Data epidemiologi klinik mengungkapkan skrining bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai gejala klinik ISK. Skrining bakteriuria harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan. 26

24 KERANGKA TEORI Gambar 2.4. Kerangka Teori Flora Usus Munculnya Type Uropatogen Koloni di perineal dan uretra anterior Virulensi Bakteri Parut Ginjal Sistitis Pyelonefritis Akut Urosepsis Faktor penjamu (Host) 1. Memperkuat perlekatan ke sel uroepitel 2. Refluks vesiko uretra 3. Refluks intra renal 4. Tersumbatnya saluran kemih 5. Benda asing (kateter urin)

25 EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) DEFINISI ESBL adalah enzim yang mempunyai kemampuan menghidrolisis antibiotik golongan penicillin, cephalosporin generasi I, II, III serta golongan aztreonam (kecuali cephamycin dan carbapenem ). Pada Enterobacteriaceae, ESBL dapat dihasilkan oleh Proteous sp, Klebsiella sp, E.coli, Citrobacter, Morganella, Providencia, Salmonella dan Serratia. ESBL paling banyak dihasilkan oleh Enterobacteriaceae, terutama Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia. Ada banyak tipe dari β-lactamase, tapi ada dua tipe yang sulit ditangani yaitu ESBL dan AmpC. Keduanya menghidrolisis cephalosporin generasi ketiga. Berbeda dengan ESBL, AmpC β- laktamase bisa mengnonaktifkan cephamycin dan tidak dihambat oleh inhibitor β-lactamase seperti asam klavulanat. Infeksi akibat bakteri penghasil ESBL memberikan banyak dampak negatif pada aspek klinis dan ekonomi. Beberapa dampak klinik yang terjadi akibat infeksi bakteri penghasil ESBL antara lain sulitnya mencapai terapi yang efektif akibat MDR sehingga infeksi dapat berkembang menjadi bakteremia serta tejadi peningkatan morbiditas dan mortalitas. Dampak ekonomi yang terjadi antara lain lamanya perawatan di rumah sakit dan terbatasnya pemilihan

26 33 antibiotik alternatif yang cenderung lebih mahal, sehingga meningkatkan biaya rumah sakit Faktor genetik memegang peranan penting dalam terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Gen penyebab resistensi terletak pada elemen genetik yaitu kromosom, plasmid, transposon dan integron. Elemen genetik khususnya transposon, plasmid dan integron dapat bertukar bebas antar bakteri secara horizontal melalui proses konjugasi, transduksi dan transformasi. Proses tersebut menyebabkan terjadinya MDR pada beberapa antibiotik. ESBL termasuk plasmid-mediated β lactamase yang dapat menyebar secara horizontal melalui konjugatif plasmid dan integron. Gen pengkode ESBL pada bakteri paling banyak berada di plasmid. Hal ini mempermudah kemampuan gen ESBL pindah dari satu organisme ke organisme lain, sehingga penyebaran resistensi sangat mudah terjadi antar strain bahkan antar spesies. Keadaan ini membuat pilihan antibiotik untuk melawan organisme untuk memproduksi ESBL sangat terbatas. Umumnya ESBL berasal dari gen TEM-1, TEM-2 atau SHV-1 yang mengalami mutasi dan mengubah konfigurasi asam amino di sekitar lokasi aktif dari β lactamase. Keadaan ini membuat spektrum antibiotik β-lactam rentan terhadap hidrolisis oleh enzim ini.

27 34 Selain penggunaan antibiotika secara berlebihan, pasien dengan penyakit berat, LOS ( Length of Stay ) yang lama dan dirawat dengan alat-alat medis yang sifatnya invansif (kateter urin, kateter vena dan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga merupakan risiko tinggi untuk terinfeksi oleh bakteri penghasil ESBL. Saat ini angka kejadian infeksi oleh bakteri penghasil ESBL semakin meningkat di seluruh dunia. Karena banyaknya bakteri yang mampu menghasilkan ESBL, maka diperlukan suatu klasifikasi agar kita dengan mudah mengidentifikasikan jenis ESBL apa yang menginfeksi seseorang, β-lactamase Sebelum kita membahas ESBL, kita harus mengerti tentang β- lactamase baik definisi maupun pembagiannya, sehingga kita dapat memahami ESBL secara tepat. β- lactamase adalah enzim yang dihasilkan oleh beberapa bakteri yang berfungsi untuk melawan / mempertahankan diri terhadap serangan antibiotik β-lactam. β- Lactam adalah antibiotik yang berasal dari penicillin dan cephalosporin. Antibiotik golongan ini mempunyai unsur yang sama dalam struktur molekul mereka yaitu cincin dengan 4 atom dan disebut sebagai β-lactam. Enzim β-lactamase akan menyerang ikatan amida di cincin β-lactam penicillin dan cephalosporin serta

28 35 menghasilkan penicillinoic acid dan cephalosporic acid sehingga senyawa anti bakteri menjadi tidak aktif. β-lactamase pertama kali ditemukan pada tahun 1940 oleh Abraham dan Chain. Enzim ini berhasil ditemukan dari isolat S. Aureus dan disebut sebagai penicillinase. Sejak saat itu semakin banyak laporan penemuan β-lactamase yang baru antara lain 1963 ditemukan (TEM-1) dari isolat E.coli dan 1974 ditemukan (SHV-1) dari isolat E.coli. Antibiotik β-lactam dapat digunakan untuk melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Ternyata enzim β-lactamase terdiri dari berbagai golongan sehingga sulit untuk mengidentifikasinya KLASIFIKASI β-lactamase Saat ini sudah ditemukan lebih dari 700 β-lactamase sehingga perlu dibuat suatu klasifikasi agar mempermudah identifikasi enzim ini. Ada banyak cara yang digunakan untuk mengklasifikasi β- lactamase, namun yang sering digunakan adalah klasifikasi menurut Ambler molecular dan Bush-Jakoby-medieros functional calssification. Ambler membagi β-lactamase ke dalam 4 kelompok utama (A sampai D ). Pembagian ini terletak pada homologi protein, bukan karakteristik phenotipe. Serine β-lactamase adalah dasar klasifikasi kelas A, C, D dan sebaliknya enzim kelas B adalah metallo β-lactamase.

29 36 Klasifikasi Bush-Jakoby-Medieros membagi grup lactamase berdasarkan kesamaan fungsi ( substrat dan profil inhibitor ). Ada 4 grup utama dan beberapa sub grup dalam sistem ini. Klasifikasi ini lebih relevan untuk praktisi medis atau mikrobiologi di laboratorium karena berdasarkan beta-lactamase inhibitor dan beta-lactamase substrate. Klasifikasi menurut Bush-Jacoby- Medieros membagi β-lactamase menjadi 4 kelas dan beberapa sub kelas, yaitu : 1. Grup 1 (Cephalosporinase, molecular class C) Grup 1 adalah cephalosporinases yang tidak dihambat oleh asam klavulanat, grup golongan ini identik dengan pembagian molecular class C. Contoh : Pseudomonas aeruginosa strain PA01 chromosomal AmpC β-lactamase 2. Grup 2 Yang termasuk dalam grup 2 adalah kelompok penicillinases, cephalosporinases atau keduanya yang dihambat oleh asam klavulanat. Grup ini sesuai dengan pembagian molecular class A dan D yang mencerminkan gen TEM dan SHV. Namun karena meningkatnya jumlah TEM dan SHV derived β- lactamase maka grup ini dibagi lagi menjadi 2 subgrup yaitu 2a dan 2b.

30 37 a. Subgrup 2a (Penisillinase, molecular class A) Subgrup 2a hanya untuk golongan penicillinase. Contoh: Klebsiella pneumoniae chromosomal β-lactamase, LEN- 1. b. Subgrup 2b (broad spectrum, molecular class A) tidak seperti subgrup 2a, subgrup 2b merupakan broad spectrum β-lactamases, artinya β-lactamase golongan ini mampu mengnonaktifkan penicillin dan cephalosporin. Contoh: Enterobacter cloacae plasmid pdso76 β- lactamase, OHIO-1. Subgrup 2b dibagi lagi menjadi 2be dan 2br o subgrup 2be (extended spectrum, molecular class A) subgrup 2be dengan huruf e untuk extendedspectrum artinya memiliki spektrum yang lebih luas sehingga sering disebut ESBL, karena mampu mengonaktifkan cephalosporin generasi ketiga (ceftazidime, cefotaxime, cefpodoxime) serta monobactam (aztreonam). Contoh : Pseudomonas aeruginosa, PER-1. o Subgrup 2br (Inhibitor resistant, molecular class A)

31 38 Enzim 2br huruf r menunjukan penurunan pengikatan terhadap asam klavulanat dan sulbactam, dan disebut sebagai inhibitor-resistant TEM derivate enzymes, namun golongan ini umumnya masih sensitif terhadap Tazobactam. Contoh:Escherichia coli strain GUER plasmid β- lactamase,tem-30. c. Subgrup 2c (Carbenicillinase, molecular class A) Subgrup 2c dipisahkan dari kelompok 2 karena enzim pada grup ini ternyata mengnonaktifkan carbenicillin lebih baik dari benzylpenicillin, dan juga ditemukan beberapa efek pada cloxacillin. Contoh : Acinetobacter calcoaceticus strain A β- lactamase, CARB-5. d. Subgrup 2d (Cloxacilinase, molecular class D atau A) Enzim grup d dapat mengnonaktifkan cloxacillin lebih baik dibandingkan benzylpenicillin dengan beberapa aktivitas yang dapat melawan carbenicillin. Asam klavulanat kurang mampu menginhibisi enzim ini. Beberapa dari enzim golongan ini juga termasuk dalam ESBL. Enzim golongan ini juga dikenal dengan nama oxacillinase. Enzim ini juga mampu mengnonaktifkan oxazolylpenicillin seperti oxacillin, dicloxacillin, cloxacillin.

32 39 Contoh:Salmonella typhimurium strain type 1a β- lactamase, OXA-2. e. Subgrup 2e (Cephalosporinase, molecular class A) Subgrup 2e adalah enzim golongan cephalosporinase. Enzim golongan ini juga dapat menghidrolisis monobactam. Golongan ini dihambat oleh asam klavulanat. Contoh: Yersinia enterocolitica strain y56 chromosomal β-lactamase f. Subgrup 2f (Carbapenemase, molecular class A) Subgrup ini ditambahkan karena merupakan golongan serine berdasarkan serine-based carbapenemase. Hal ini dilakukan untuk membedakan dengan zinc-based carbapenemase yang ada dalam grup Grup 3 (Metalloenzyme, molecular class B) Grup 3 merupakan enzim yang berbasis zinc atau metallo β- lactamase. Golongan ini merupakan enzim yang hanya bereaksi karena adanya ion metal zinc. Metallo β-lactamase mampu menghidrolisis penicillin, cephalosporin dan carbapenem. Contoh:Chryseopbacterium (Flavobacterium) indologenes chromosomal β-lactamase ditemukan di Burkina Faso (Africa) dinamakan IND-B.

33 40 Dengan demikian, carbapenem dapat dihambat oleh 2 kelompok yaitu subgrup 2f (serine-based) dan grup 3 (zincbased) 4. Grup 4 (Penisillinase, No class molecullar) Grup 4 adalah penisillinase yang tidak dihambat oleh asam klavulanat. Grup ini belum ada dalam pembagian grup menurut Ambler molecular Tabel 2.7. Klasifikasi The Bush Jacoby Medieros KLASIFIKASI ESBL Anggota famili enterobacteriaceae sering mengekspresikan plasmid-encoded β-lactamase (misalnya TEM-1, TEM-2, SHV-1) yang resisten terhadap penisilin namun tidak terhadap cephalosporin. Namun akhir-akhir ini sudah banyak ditemukan

34 41 bakteri penghasil β-lactamase yang resisten terhadap antibiotik golongan cephalosporin. Jenis ESBL yang sering ditemukan adalah sebagai berikut : o SHV β-lactamases (class A) o TEM β-lactamases (class A) o CTX-M β-lactamases (class A) o OXA β-lactamases (class D) o o PER-tipe ESBL Other ESBL SHV β-lactamases (class A) ESBL SHV adalah tipe yang tipe yang sering ditemukan di isolat klinis dibanding jenis lainnya. SHV mengacu pada variabel sulfhydril dan termasuk dalam grup 2be. Ada lebih dari 100 jenis tipe SHV. SHV-1 dan TEM-1 memiliki struktur yang mirip, 68% asam amino yang ada di SHV-1 juga terdapat di TEM-1. SHV-1 sering ditemukan pada klebsiella pneumoniae yang mana merupakan chromosomally encoded-enzyme yang menimbulkan resistensi pada penicillin dan generasi pertama cephalosporin dan sekitar 20% plasmid-mediated ampicillin resistant disebabkan oleh organisme ini.

35 TEM-β Lactamase (class A) ESBL golongan ini merupakan turunan dari TEM-1 dan TEM-2. Klasifikasi TEM berdasarkan perbedaan perubahan kombinasi asam amino. TEM-1 pertama kali dilaporkan pada tahun TEM-1 dihasilkan oleh bakteri gram negatif dan umumnya resisten terhadap ampicillin. TEM-1 ini berasal dari isolat E.coli di athena, Yunani dan disebut Temoneira sehingga sejak itu digunakan istilah TEM. TEM-1 memiliki daya hidrolisis yang sangat kuat terhadap ampicillin, namun lemah terhadap carbenicillin, oxacilin, cephalotin atau cephalosporin. Kemampuan hidrolisis enzim ini dihambat oleh asam klavulanat. TEM-1 sering dijumpai pada bakteri gram negatif seperti E coli, H influenza, N gonorrhoeae, K pneumoniae. Tem-2 memiliki profil hidrolitik yang sama dengan TEM-1. Letak perbedaan kedua TEM ini yaitu pada TEM-1 memiliki kemampuan alamiah yang lebih aktif dan berbeda dalam titik isoelektrik (ph TEM-1 = 5,6 dan TEM-2 = 5,4) CTX-M β Lactamases (class A) Enzim ini diberi nama karena mampu menghidrolisis cefotaxime dibandingkan terhadap substrat oxyimino β-

36 43 lactam lainnya seperti ceftazidime, ceftriazone atau cefepime. Organisme penghasil CTX-M tipe β-lactamases memiliki MIC (minimum inhibitory concentration) cefotaxime dalam rentang resisten > 64 μg/ml, sedangkan MIC ceftazidime dalam rentang sensitif 2-8 μg/ml, namun CTX-M yang membentuk ESBL dapat menghidrolisis ceftazidime dan resisten terhadap cephalosporin (MIC 256 μg/ml). Enzim ini banyak ditemukan di salmonella enterica serovar typhimurium dan E. coli, juga dapat ditemukan di spesies lain golongan enterobacteriaceae. CTX-M tipe β- lactamases memiliki kesamaan dengan ESBL TEM dan SHV, namun kesamaan ini biasanya < 40% OXA β Lactamases (class D) Diberi nama OXA β-lactamases karena golongan ini mampu menghidrolisis antibiotik golongan oxacillin. Enzim β-lactamases ini termasuk grup 2d dan class D karena struktur molekul dan fungsinya berbeda jika dibandingkan dengan golongan TEM dan SHV. OXA-1 adalah jenis yang sering ditemukan. OXA sering ditemukan pada pseudomonas aeruginosa, namun telah dilaporkan bahwa ESBL golongan ini juga terdeteksi pada bakteri gram

37 44 negatif lainnya. Saat ini telah dilaporkan bahwa sekitar 10% dari E. Coli dapat menghasilkan ESBL golongan ini. Kebanyakan OXA β-lactamases tidak menghidrolisis antibiotik golongan cephalosporin, sehingga sering tidak dianggap sebagai ESBL, namun kini telah dilaporkan bahwa OXA-10 ternyata mampu menghidrolisis cefotaxime, ceftriaxone dan aztreonam walaupun kemampuan hidrolisisnya lemah PER-type ESBL PER-type ESBL adalah ESBL yang memiliki kesamaan dengan TEM dan SHV sebanyak 25-27%. PER-1 β lactamases mampu menghidrolisis penicillin dan cephalosporin namun sensitif terhadap inhibisi asam klavulanat. PER-1 pertama kali terditeksi dari isolat Pseudomonas aeruginosa, namun kini telah ditemukan di isolat Salmonella enterica serovar typhimurium dan Acinetobacter. PER-2 memiliki 86% kesamaan dengan PER-1 dan ditemukan di S.enteric serovar thypimurium, E.coli, K.pneumoniae, Proteus mirabilis. Walaupun PER-1 kebanyakan ditemukan di Turki, namun belakangan dideteksi juga di Prancis, Italia, Belgia dan Korea. PER-2 kebanyakan terdapat di Amerika Selatan

38 Type Tambahan ESBL Baru-baru ini ditemukan variasi dari β lactamases yang lain yaitu plasmid-mediated atau integron associated class A enzyme. Para ahli mengalami kesulitan dalam menggolongkan ESBL tipe ini karena mutasinya sulit dikenali dan ditemukan di berbagai tempat yang berbeda geografisnya. Yang termasuk ESBL tipe ini antara lain VEB-1, BES-1. VEB-1 memiliki kesamaan dengan PER-1 dan PER-2 sebesar 38%. Hal ini mengakibatkan resistensi yang tinggi terhadap ceftazidime, cefotaxime, dan aztreonam. Gen pengkode VEB-1 telah ditemukan dan merupakan plasmid-mediated. Gen ini memiliki resistensi terhadap antibiotik yang bukan berasal dari golongan β- lactam AmpC-type β-lactamases (class C) AmpC-type β lactamases umumnya diisolasi dari bakteri gram negatif yang extended spectrum cephalosporin-resistant. AmpC β-lactamases (disebut juga sebagai class C atau grup 1) biasanya dikodekan oleh kromosom bakteri gram negatif seperti Citrobacter, Serratia dan Enterobacter. AmpC type β-lactamase juga ditemukan di plasmid. Berbeda dengan ESBL, AmpC-type

39 46 β-lactamase bisa mengnonaktifkan cephamycin dan tidak dihambat oleh inhibitor β-lactamase seperti asam klavulanat HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM DETEKSI ESBL Jika hasil pertumbuhan bakteri menunjukkan hasil gram negatif, maka kita harus berhati-hati dalam menginterpretasi hasil tes kepekaan antibiotik (TKA) karena dikhawatirkan bakteri ini dapat memproduksi ESBL. Untuk itu sebaiknya kita harus mengetahui hal-hal yang penting dalam menditeksi ESBL, yaitu : 1. Semua isolat E.coli atau K.pneumonia harus diuji terhadap antibiotik β-lactam. Jika hasil isolat menunjukkan terjadinya penurunan sensitif terhadap satu atau lebih dari ceftazidime, cefotaxime, ceftriaxone, cefpodoxime atau aztreonam tapi sensitif terhadap cefoxitin atau cefotetan harus dianggap sebagai potensial ESBL. 2. Isolat E.coli atau K.pneumonia menunjukkan penurunan sensitif atau resisten terhadap extended spectrum cephalosporin dan cefoxitin atau cefotetan harus dianggap sebagai potensial AmpC resistance. 3. Pengujian selektif untuk ESBL harus dipertimbangkan untuk enteric bacilli gram negatif yang diisolasi dari bagian tubuh yang steril atau jika dicurigai terjadinya infeksi nosokomial.

40 47 4. Pengujian tes tambahan harus dipertimbangkan untuk enteric bacilli gram negatif jika terjadi kegagalan terapi ketika hasil dari isolat bakteri yang sama menunjukkan hasil yang sensitif terhadap extended spectrum cephalosporin METODA PEMERIKSAAN BAKTERI PENGHASIL ESBL National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) yang kemudian berganti nama menjadi Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) merekomendasikan metoda penyaring/screening ESBL adalah : o o Disc Diffusion Methods Sreening by Dilution Antimicrobial Susceptibility Test Test konfirmasi ESBL, CLSI merekomendasikan : o o Cephalosporin / Clavulanate Combination Disc Broth Microdilution Sampai akhir tahun 1998 belum ada panduan konsensus internasional tentang mendeteksi ESBL. The Canadian Guidline Laboratories, mengusulkan beberapa metoda untuk mendeteksi enterobacteriaceae penghasil ESBL, yaitu : o o o o Disk Diffusin Testing MIC Method Disk Approximation / Double Disk Method Molecular Testing

41 48 o Broth Microdilution Disc Diffusion Testing CLSI menetapkan Disc Diffusion Testing dapat digunakan sebagai tes penyaring untuk bakteri penghasil ESBL seperti Klebsiella, E.coli, dan Proteus mirabilis. Disc Diffusion Testing adalah uji TKA, kecurigaan ESBL ditentukan berdasarkan perubahan zona diameter tertentu. Digunakan cefpodoxime, ceftazidime, aztreonam, cefotaxime atau ceftriaxone. Jika salah satu diameter zona menunjukkan kecurigaan adanya produksi ESBL, maka harus dilakukan phenotypic confirmatory test. Pada tahun 1995, Thomson mencatat bahwa kepekaan disk diffusion cefpodoxime dapat diandalkan untuk membedakan antara penghasil ESBL dan bukan penghasil ESBL dari K. Pneumonia dan E.coli. CLSI merekomendasikan zona diameter 22 mm untuk 10 μg disk cefpodoxime sebagai tes penyaring yang cocok untuk bakteri penghasil ESBL. Namun tes ini kurang spesifik bila digunakan untuk E.coli, oleh karena itu kini CLSI merekomendasikan batas penyaring cefpodoxime adalah 17 mm. Uji disk cefpodoxime memiliki sensitivitas hampir 100%. Metoda ini dapat dilihat pada tabel 2. 8

42 49 Tabel 2.8. MIC and Inhibitor Zone Criteria For The Detection of ESBLs in K.pneumoniae and E.coli MIC and Inhibition Zone Criteria for the Detection of ESBLs in K. pneumoniae and E.coli* Zone diameter MIC for Zone diameter for MIC for possible Antibiotic for susceptible possible susceptible ESBL- strains ESBL- strains producing producing strains strains Aztreonam 30g Cefotaxime 30g Cefpodoxime 10g Ceftazidime 30g Ceftriaxone 30g 22 mm 27 mm 8 mg/l 2 mg/l 23 mm 27 mm 8 mg/l 2 mg/l 21 mm 22 mm 8 mg/l 2 mg/l 18 mm 22 mm 8 mg/l 2 mg/l 21 mm 25 mm 8 mg/l 2 mg/l Tabel ini menggambarkan adanya Grey Area pada zone diameter dan nilai MIC yang harus dipertimbangkan ketika hasil isolasi mengarah ke bakteri penghasil ESBL. Pedoman dari NCCLS (1999) merekomendasikan phenotypic confirmatory test dengan menggunakan

43 50 ceftazidime (30 μg) dibandingkan ceftazidime/asam klavulanat (30/10 μg). Hasil zona yang terbentuk dibandingkan dengan zona diameter yang terdapat pada tabel 2. Jika hasilnya A 5 mm untuk hasil kombinasi dengan disk asam klavulanat dibandingkan zona yang bukan kombinasi antibiotik, maka hasil ini menunjukkan bahwa bakteri yang diuji memproduksi ESBL Metoda MIC CLSI merekomendasikan dilution method untuk uji penyaring bakteri penghasil ESBL, seperti E.coli dan Klebsiella. Digunakan ceftazidime, aztreonam, cefotaxime, ceftriazone dengan konsentrasi 1 μg/ml. Pertumbuhan bakteri pada konsentrasi ini MIC cephalosporin, ceftazidime, cefotaxime, ceftriazone, aztreonam 2μg/ml, cefpodoxime 8μg/ml dapat dianggap sebagai penghasil ESBL. Metoda ini direkomendasikan untuk K.pneumoniae, K.oxytoca dan E.coli. Jika bakteri yang diuji diduga mengandung ESBL maka harus dilanjutkan dengan uji konfirmasi (phenotypic conformation test) Disc Approximation / Double Disc Method / Double Disc Synergy Test Disc approximation method adalah metoda dengan menggunakan bermacam target disk yang saling

44 51 berdekatan atau hanya menggunakan disk cefpodoxime secara tunggal dan disk asam klavulanat. Penempatan disk ini harus mengikuti metoda yang telah divalidasi/standar. The Canadian External Quality Assessment Advisory Group for Antibiotic Resistance, The Indian Journal of Medical Microbiology, The British Society for antimicrobial Chemotherapy dan NCCLS (CLSI) merekomendasikan metode ini sebagai screening test ESBL. Pada agar Mueller Hinton diinokulasi dari suspensi kultur blood agar dengan cara dan metodanya sama seperti yang direkomendasikan untuk uji TKA. Disk yang berisi 30μg cefotaxime atau ceftazidime atau ceftriazone atau aztreonam atau 10 μg cefpodoxime ditempatkan dengan jarak masing-masing disk adalah 15 mm (ujung ke ujung) atau mm (pusat ke pusat disk) dari disk amoxcicillinasam klavulanat (10 μg). Setelah inkubasi selama jam, pada suhu 37 C, setiap peningkatan zona inhibisi antara disk dari β-lactam dan yang mengandung β- lactamase inhibitor merupakan indikasi adanya suatu ESBL atau dikatakan sinergy jika ditemukan zona yang jernih di tepi disk cefotaxime dan melebar hingga disk yang mengandung asam klavulanat. Keadaan sinergy ini di

45 52 interpretasikan sebagai ESBL. Metoda ini digunakan untuk E.coli dan K.pneumoniae. Sensitivitas metoda ini berkisar 79-97% dan spesifisitas %. 37 Gambar 2.5. ESBL Positive Result by Double Disc Synergy Test Molecular Testing Lebih dari 800 jenis β-lactamase telah ditemukan, sehingga para ahli mulai merancang dan mengimplementasikan protokol molekular untuk mendeteksi gen β-lactamase. Saat ini tes PCR telah tersedia dan dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri penghasil ESBL. Cephalosporin / Clavulanat Combination Disc CLSI merekomendasikan tes konfirmasi ESBL adalah phenotypic conformation test dengan menggunakan disk cefotaxime (30 μg) atau ceftazidime (30μg) dengan atau tanpa klavulanat (10μg) pada bakteri Klebsiella dan E.coli.

46 53 Cara membuat disk ini yaitu larutan asam klavulanat ditambahkan pada disk cephalosporin, kemudian di inkubasi selama 1 jam, setelah itu baru dapat digunakan. Tes ini dilakukan pada agar Mueller Hinton. Dikatakan phenotypic conformation ESBL positif jika terjadi perbedaan diameter 5 mm antara disk cephalosporin (tanpa klavulanat) dengan disk cephalosporin / klavulanat Broth Microdilution Digunakan ceftazidime dan ceftriaxone dengan atau tanpa 2 mg/l asam klavulanat ( rekomendasi NCCLS 4 mg/l asam klavulanat ). Ceftazidime (0, μg/ml), ceftazidime yang ditambahkan asam klavulanat (0,25/4 128/4 μg/ml). Cefotaxime (0,25-64 μg/ml), dan cefotaxime yang ditambahkan asam klavulanat (0,25/4 64/4 μg/ml). Untuk meningkatkan sensitivitas metoda ini, ceftazidime dan cefotaxime harus digunakan. Cara pengenceran broth microdilution sesuai standar TKA. Dikatakan phenotypic conformation ESBL positif jika 3 twofold serial dilution decresae in MIC ( penurunan 3 kali lipat serial MIC ) pada MIC cephalosporin yang mengandung asam klavulanat dibandingkan yang tidak mengandung asam klavulanat. Metoda ini dapat bekerja dengan baik untuk K.pneumoniae dan E.coli yang memproduksi ESBL

47 TERAPI INFEKSI AKIBAT BAKTERI PENGHASIL ESBL Carbapenem adalah antibiotik pilihan untuk terapi infeksi serius akibat organisme yang memproduksi ESBL, namun penggunaan carbapenem harus digunakan secara efisien karena baru-baru ini juga telah dilaporkan adanya carbapenem resitant isolate. Daftar obat yang direkomendasikan untuk terapi infeksi akibat bakteri penghasil ESBL dapat dilihat pada tabel 2.9 Tabel 2.9. Daftar Antibiotik Yang direkomendasikan Untuk Menangani Bakteri Penghasil ESBL. 35 Infection Type Therapy of Choice Second Line Therapy Urinary Tract Quinolone a Amoxicillin/clavulanat Infection Bacteremia Carbapenem Quinolone a Hospital Acquiered Pneumonia Carbapenem Quinolone a Intra Abdominal Carbapenem Quinolone a (plus Infection metronidazole) Meningitis Meropenem Intrathecal polymyxin B a if the organism is quinolone susceptible

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi dan prevalensi infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih mulai dari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN KEMIH

INFEKSI SALURAN KEMIH TUTORIAL KLINIK INFEKSI SALURAN KEMIH Pembimbing m : dr. Albert Tri Rustamaji, Sp.PD Definisi i i Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat adanya mikroorganisme dl dalam urin. ISK tergantungt

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi serius mulai dari sistitis hingga pyelonephritis, septikemia, pneumonia, peritonitis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy, 2009). Penemuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem pencernaan manusia, dan juga bisa menjadi patogen yang menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Kemih 1. Pengertian Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 2.1.1. β- Lactamase β-lactamase adalah enzim yang memiliki kemampuan menghidrolisis ikatan 4-cincin betalaktam dari antibiotik beta-laktam (penisilin, cephalosporins,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 2.1.1 Terminologi Infeksi saluran kemih (ISK) berkaitan dengan interaksi virulensi bakteri dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy et al., 2001). Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN IDENTIFIKASI DAN POLA KEPEKAAN BAKTERI YANG DIISOLASI DARI URIN PASIEN SUSPEK INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Oleh : ESTERIDA SIMANJUNTAK 110100141 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna (Lutter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Bakteriuria Asimtomatik lnfeksi saluran kemih merupakan gangguan yang sering timbul baik pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita hamil perlu

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR Sulitnya penanggulangan infeksi pneumonia nosokomial oleh Acinetobacter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu invasi mikroorganisme pada ginjal, ureter, kandung kemih, atau uretra. ISK dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena adanya invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Subjek Penelitian Dari data pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada jangka waktu Januari 2001 hingga Desember 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Antibiotik merupakan substansi yang sangat. bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Antibiotik merupakan substansi yang sangat. bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Antibiotik merupakan substansi yang sangat bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan sebagai obat untuk mengobati penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ISK 2.1.1 Definisi ISK adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih bagian traktus urinarius terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11 Kriteria ISK

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan adanya bakteri dalam urin (bakteriuria). Bakteriuria bermakna bila menunjukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA .. UNIVERSITAS INDONESIA POLA KEPEKAAN BAKTERI GRAM NEGATIF DARI PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH TERHADAP ANTIBIOTIK GENTAMISIN DAN KOTRIMOKSAZOL DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK FKUI TAHUN 2001-2005 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH 2.1.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan invasi mikroorganisme pada salah satu atau beberapa bagian saluran kemih. Saluran kemih yang bisa terinfeksi antara lain urethra

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi saluran kemih paska kateterisasi urin pada anak Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang menyerang saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur, ternyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Saluran kemih merupakan salah satu organ yang paling sering terjadi infeksi bakteri. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS.

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS. ABSTRAK POLA DAN KEPEKAAN MIKROORGANISME HASIL KULTUR URINE PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ICU RS IMMANUEL BANDUNG TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PERIODE 2006 2008 Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumoniae... 9 B. 10 C.

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumoniae... 9 B. 10 C. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID :

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID : Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID : Kategori Presentasi Klinis Laboratorium ISK non-komplikata akut pada wanita, sistitis non komplikata akut pada wanita Pielonefritis non komplikata akut ISK komplikata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resistensi antibiotik memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, setidaknya 2 juta orang terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSKATA. dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita infeksi saluran

BAB II TINJAUAN PUSKATA. dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita infeksi saluran BAB II TINJAUAN PUSKATA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah yang di tandai dengan berkembang biaknya mikro organisme dalam saluran kemih. Saluran kemih yang normal tidak mengandung bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang disebabkan oleh berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam

Lebih terperinci

: NATALIA RASTA MALEM

: NATALIA RASTA MALEM SKRINING ENTEROBACTERIACEAE PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA-LACTAMASE DENGAN METODE UJI DOUBLE DISK SYNERGY PADA SAMPEL URIN PASIEN SUSPEK INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN Oleh : NATALIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak terjadi. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL)

Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Verna Biutifasari 1) 1) Lecturer of Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, Hang Tuah University, Surabaya, East Java, Indonesia Email address: vernaisjwara@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Author : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteriuria 2.1.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam kultur/biakan urin dengan jumlah >10 5 /ml. 3 Terdapat 2 keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pre-eklamsia adalah gangguan vasokontriksi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan yang sebelumnya

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT 0 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : ASTRI KURNIASIH K 100060214 FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing II : Triswaty Winata,dr,M.Kes.

ABSTRAK. Pembimbing II : Triswaty Winata,dr,M.Kes. ABSTRAK SKRINING INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA KARYAWAN TAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DENGAN URINALISIS RUTIN, DIPSTIK, DAN PEWARNAAN Sternheimer Malbin PERIODE 2008-2009 Budi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enterobacteriaceae 2.1.1 Definisi Enterobacteriaceae adalah kelompok batang gram negatif yang besar dan heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah infeksi saluran pernafasan dapat menyebabkan sepsis (WHO, 2013). Prevalensi infeksi saluran kemih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN POLA KEPEKAANENTEROBACTERIACEAE DARI SPESIMEN URIN DI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA PERIODE JANUARI JUNI 2015

DISTRIBUSI DAN POLA KEPEKAANENTEROBACTERIACEAE DARI SPESIMEN URIN DI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA PERIODE JANUARI JUNI 2015 DISTRIBUSI DAN POLA KEPEKAANENTEROBACTERIACEAE DARI SPESIMEN URIN DI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA PERIODE JANUARI JUNI 2015 Silvia Sutandhio* ), Lindawati Alimsardjono** ), Maria Inge Lusida** ) ABSTRACT

Lebih terperinci

ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006

ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006 ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006 Dessy, 2007 Pembimbing Utama I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK. Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG Adina Pertamigraha, 2008; Pembimbing I : Aloysius Suriawan, dr.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Extended Spectrum β Lactamase (ESBL) Beberapa dekade terakhir, penggunaan intensif sefalosporin spektrum luas (sefalosporin generasi ketiga, seperti seftriakson dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Periode anak adalah masa yang sangat penting dalam hal tumbuh dan kembang. Kesehatan anak merupakan syarat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang yang optimal. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu UJI-UJI ANTIMIKROBA KIMIA BIOESAI PS-S2 KIMIA IPB 2014 Uji Suseptibilitas Antimikrobial Metode Difusi Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu Metode Dilusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Kemih 2.1.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Pada kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan masalah kesehatan yang serius mengenai jutaan populasi manusia setiap tahunnya. ISK merupakan penyebab sepsis terbanyak setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melaksanakan tugas teknis Dinas Kesehatan Kota Semarang yang. bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melaksanakan tugas teknis Dinas Kesehatan Kota Semarang yang. bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Puskesmas Rowosari Puskesmas Rowosari adalah unit organisasi fungsional yang melaksanakan tugas teknis Dinas Kesehatan Kota Semarang yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

25 Universitas Indonesia

25 Universitas Indonesia 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,

Lebih terperinci