2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Indikator Pembangunan Keberlanjutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Indikator Pembangunan Keberlanjutan"

Transkripsi

1 6 2. Aset atau aktiva hutan yang dilakukan penilaian terbatas pada aset hutan dalam bentuk tegakan (standing timber) dan kapasitas hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon yang dikonversi ke dalam bentuk biomassa pohon 3. Biomassa pohon yang diperhitungkan sebagai media rosot karbon dibatasi pada bagian batang (stem), sedangkan kandungan karbon pada bagian biomassa pohon di cabang, akar dan daun tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Indikator Pembangunan Keberlanjutan Konsep keberlanjutan pada dasarnya berimplikasi kepada suatu karakteristik sistem, program atau sumberdaya yang akan tetap ada sepanjang waktu. Konsep ini pertama kali muncul pada tahun 1980 dalam konteks strategi konservasi dunia yang digagas oleh International for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Konsep keberlanjutan selanjutnya menjadi mengemuka setelah pada tahun 1987, Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan Bruntland Commisision melalui laporannya yang berjudul Our Common Future, di mana dalam dokumen laporan tersebut menekankan peran kunci keberlanjutan pertanian sebagai basis dari pembangunan berkelanjutan (Singh dan Shishodia 2007). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan dalam beragam cara yang berbeda yang menyebabkan pembahasan mengenai masalah yang penting ini kadangkala menjadi sesuatu yang membingungkan. Terdapat sejumlah keragaman mengenai pengertian dalam konsep pembangunan berkelanjutan atau topik-topik yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan tersebut. Pengertian yang paling sering dikutip untuk mendefinisikan arti pembangunan berkelanjutan adalah definisi yang diberikan oleh Komisi Brundtland yaitu pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.permasalahan yang timbul dari definisi pembangunan berkelanjutan tersebut adalah hanya memberikan sedikit kemanfaatan dalam tataran praktis. Oleh karena permasalahan tersebut maka akan lebih bermanfaat untuk menghubungkan secara langsung konsep pembangunan berkelanjutan dengan konsep konsumsi dalam sistem akuntansi nasional dan Net Domestic Product (NDP). Apabila konsumsi agregat suatu negara kurang dari atau sama dengan NDP maka perekonomian negara tersebut pasti mengikuti jalur pembangunan berkelanjutan karena stok kapital total akan meningkat atau setidaknya tidak mengalami penurunan sepanjang waktu. Secara implikasi terdapat kekonsistenan dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk negara yang mengalami deplesi stok kapital dari sumberdaya alam selama negara tersebut mengkompensasi deplesi tersebut dengan kapital buatan (produced or man made

2 7 capital) dan kapital insani (human capital). Dalam kasus kapital alami, keberlanjutan mensyaratkan adanya sejumlah nilai ambang batas (treshold) di mana kehidupan di bumi menjadi tetap layak dan oleh karenanya menjadi berbahaya apabila memusatkan perhatian hanya pada satu ukuran agregat tunggal dari kekayaan (wealth). Pezzy (1989) menarik perbedaan antara pengertian keberlanjutan lemah (weak) dan keberlanjutan kuat (strong). Berdasarkan pengertian keberlanjutan kuat, suatu perekonomian akan berada pada jalur keberlanjutan hanya apabila stok kapital per kapita dari kapital buatan, kapital alami dan kapital insani kesemuanya tidak mengalami mengalami penurunan sepanjang waktu. Definisi menurut keberlajutan lemah hanya mensyaratkan bahwa agregat stok kapital (penjumlahan dari nilai ketiga jenis kapital) tidak mengalami penurunan. Lebih lanjut Pearce dan Barbier (2000) menjelaskan bahwa weak sustainibity secara implisit tidak membedakan antara natural kapital dan made capital sehingga meskipun natural capital mengalami deplesi,selama masih bisa disubstitusi oleh man made capital dan human capital yang sama nilainya maka stok agregat masih berada tingkat yang tidak menurun. Sebaliknya dalam kasus strong sustainibility baik human capital dan man made capital tidak dapat mengganti natural capital yang menyangkut fungsi layanan ekologis yang diberikan oleh sumberdaya alam tersebut. Fauzi (2004) menyatakan bahwa dalam prakteknya pengukuran keberlanjutan lemah lebih sering digunakan karena syarat yang paling minimum untuk menguji pembangunan berkelanjutan suatu negara. Dua pengukuran keberlanjutan lemah yang sering digunakan adalah metode produk nasional hijau yang dikembangkan oleh Hartwick dan metode genuine saving yang dikembangkan oleh Pearce dan Atkinson. 2.2 Kesejahteraan Nasional Yang Sesungguhnya Perkembangan yang pesat di bidang ilmu ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan selama dua dasa warsa terakhir, termasuk didalamnya penilaian teknik valuasi ekonomi sumberdaya, cukup memberikan dampak yang berarti bagi pengukuran tingkat kesejahteraan suatu bangsa. Pada masa itu juga perhatian terhadap lingkungan, khususnya dampak terhadap perubahan kuantitas dan kualitas lingkungan akibat pembangunan ekonomi juga semakin menguat. Pada awalnya, perhatian hanya terbatas pada preservasi spesies yang terancam punah dan pemeliharaan estitika lingkungan, selanjutnya mengarah ke yang lebih radikal, dengan pemikiran yang mulai sangat berkembang yaitu bahwa keseluruhan proses pembangunan akan sangat tergantung pada bagaimana sumberdaya alam dan lingkungan tersebut dimanfaatkan (Fauzi dan Anna 2003). Beberapa faktor seperti deplesi dan degradasi telah dicoba diakomodasikan melalui perhitungan beberapa indeks yang telah disebutkan di atas. Namun demikian, perhatian terhadap sumberdaya alam dan lingkungan masih dirasa belum cukup terakamodasi ke dalam perhitungan indeks tersebut. Dua masalah yang selalu timbul dalam hal aspek lingkungan ini adalah apa yang disebut sebagai omission-commission. Sebagai contoh aktifitas perempuan

3 8 dinegara berkembang dalam hal pencarian air bersih atau bahan bakar yang merupakan kegiatan rumah tangga tidak diperhitungkan dalam perhitungan national account, sementara proyek-proyek besar seperti rehabilitasi sungai tercemar atau reboisasi dimasukan dalam perhitungan GDP, sehingga peningkatan aktifitas restorasi ini justru malah meningkatkan GDP bukan sebaliknya (Fauzi dan Anna 2003). Upaya untuk mengkoreksi national account ini kemudian lebih berkembang menjadi pencarian terhadap the true GDP atau Green GDP yang kemudian juga diasosiasikan dengan Resource Accounting (Lobo 2001 diacu dalam Prudham SW, et.al 1993). Resource Accounting secara sederhana diartikan sebagai sistim akunting terhadap stok dan perubahan stok sumberdaya alam baik dalam pengukuran fisik maupun moneter. Resource Accounting pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan informasi terhadap kondisi sumberdaya alam dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Secara makro Resource Accounting juga ditujukan untuk menyediakan pengukuran income dan kesejahteraan yang lebih baik dalam rangka mengevaluasi apakah negara-negara, khususnya negara yang kaya tetap berjalan dalam koridor sustainable consumption path atau tidak (Fauzi dan Anna 2003). Untuk menjawab masalah di atas, bagian statistika PBB menawarkan jalan keluar dengan cara pengitegrasian aspek lingkungan kedalam perhitungan konvensional GNP. Namun demikian, pengintegrasian aspek lingkungan ini tidak disarankan langsung ke dalam core perhitungan national account, melainkan sebagai komplemen dari SNA (System of National Account). Mengingat sifatnya yang tidak menjadi bagian utuh namun berupa komplemen inilah kemudian sistim ini dikenal juga dengan istilah Satellite Account. Struktur dasar dari Satellite Account ini tidak banyak jauh berbeda dengan SNA, hanya penambahan aspek lingkungan sehingga perhitungan GNP kemudian disesuikan dengan pengeluaran untuk lingkungan dan degradasi/deplesi sehingga menghasilkan perhitungan yang disebut sebagai EDP (Environmentally Adjusted Domestic Product). Satellite account memfokuskan pada dua aspek yakni pengukuran deplesi dari sumberdaya alam yang langka dan yang kedua mengukur biaya degradasi lingkungan dan pencegahannya. Dalam perjalanannya, resource accounting kemudian menjadi partner yang tidak terpisahkan dalam pengukuran keberlanjutan (sustainability) dari proses pembangunan. Theys (1990) bahkan melihat resource accounting (atau diistilahkan dengan patrimony account) bersama-sama dengan national account dan satellite account dapat digunakan untuk menentukan skenario alternatif keberlanjutan pembangunan dengan kriteria evaluasi yang berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran well being yang sampai saat ini masih berpegang pada Growth Domestik Product (GDP) dalam menilai kinerja ekonomi dari negara kita ternyata mengalami keterbatasan karena masih belum mengakomodasi terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas dari sumber daya alam (deplesi dan degradasi). Perhitungan GDP tersebut dikritik karena tidak dimasukkannya perhitungan nilai kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga nilai yang dihasilkan sama sekali tidak memberikan

4 9 gambaran yang sebenarnya dari kondisi kinerja ekonomi keseluruhan (Hartwick 1990; Hung 1993; Maler 1991; Repetto et al.1989). Oleh karena sumber daya alam merupakan natural kapital yang menjadi bagian dari proses produksi untuk menghasilkan output (GDP), maka patut kiranya pengambil kebijakan dan pengguna sumberdaya memperhatikan penurunan dari pelayanan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam. Salah satu cara untuk menjembatani keterbatasan tersebut dilakukan dengan pengukuran deplesi dan degradasi sumber daya alam agar kita dapat menghitung the truth national well being/real GDP/Green GDP/PDB (Produk Domestik Bruto Hijau) seperti yang disarankan oleh Lobo (2001) dan ahli-ahli lainnya. 2.3 Sistem Akuntansi Nasional (System of National Accounting=SNA) dan Pendapatan Nasional Sistem akuntansi nasional (System of National Accunting) merupakan kerangka kerja statistik dan basis data untuk meringkas dan menganalisis kegiatan perekonomian dan kekayaan dari sistem perekonomian suatu negara. Tujuan utama dari akuntansi nasional adalah untuk menyajikan informasi yang berguna dalam analisis ekonomi dan perumusan kebijakan makroekonomi. Sistem Akuntansi Nasional yang pertama kali diperkenalkan dan dipergunakan merupakan rintisan karya dari Kuznet pada tahun 1946 yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun SNA kemudian diperbaharui pada tahun 1968 dan sekali lagi dilakukan pembaharuan pada tahun 1993 dan pembaharuan terakhir dilakukan pada tahun SNA tahun 1993 dipublikasikan secara bersama antara PBB, Bank Dunia, Dana Moneter Internasiona/IMF,Organisasi Kerjasama Ekonomi Negara-Negara Maju/OECD dan Uni Eropa /European Community. SNA tahun 1993 ini kemudian diadopsi di sebagian besar negara-negara di dunia termasuk Rusia, China dan Amerika Serikat, yang mampu menyediakan kerangka kerja konseptual untuk semua data makroekonomi yang digunakan untuk tujuan analisis dan rumusan kebijakan. SNA tahun 1993 mengintegrasikan pendapatan nasional, pengeluaran, akun produksi, tabel input-output, akun aliran finansial dan neraca pembayaran nasional disamping itu juga memperkenalkan akun penyerta (satellite account) agar dapat mencakup bidang-bidang atau sektor seperti pariwisata, kesehatan dan lingkungan. Pentingnya akuntansi nasional ini dapat dilihat dari pandangan Robert Repetto yang menyoroti peranan Sistem Akuntasi Nasional sebagaimana dalam kutipan berikut ini: Terlepas dari keterbatasannya dan hanya sebagian kecil susunan/kontruksi dalam SNA yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, sistem akuntasi pendapatan nasional tidak diragukan lagi merupakan salah satu penemuan sosial yang signifikan dari abad kedua puluh. Bukanlah hal yang kebetulan saja bahwa sejak ukuran-ukuran perekonomian yang tersedia di SNA menjadikan pemerintah di sebagian negara telah mengambil tanggung jawab untuk pertumbuhan dan stabilitas dalam perekonomian di negaranya masing-masing dan sejumlah besar invesatsi dalam bidang sumberdaya

5 10 manusia dan energi telah ditanamkan untuk memahami bagaimana ekonomi dapat dikelola secara lebih baik. Dampak politik dan ekonomi melampui dari apa yang diperkirakan atau diharapkan sebelumnya (Repetto 1992 diacu dalam Grafton NQR et al 2004) Akun pendapatan nasional agregat yang paling banyak dipergunakan adalah Gross Dometic Bruto/GDP (Produk Domestik Bruto=PDB). GDP mengukur nilai total berdasarkan harga pasar dari aktivitas produktif di dalam suatu perekonomian selama satu tahun. Ukuran agregat lain adalah Net Domestic Product/NDP (Produk Domestik Neto=PDN). NDP diperoleh dengan mengurangkan depresiasi atau penyusutan stok modal/kapital dari GDP. (Nilai depresiasi dalam hal ini dinotasikan dengan Dt). Oleh karenanya GDP,NDP dan D dalam periode t dapat dihubungkan dalam sebuah persamaan sebagai berikut: NDPt GDPt Dt (1) Di mana NDP t adalah Net Domestic Product, GDPt adalah Gross Domestic Bruto dan Dt adalah depriasi kapital. 2.4 Pengertian Deplesi, Degradasi dan Depresiasi Kapital Alami Istilah deplesi, degradasi dan depresiasi seringkali merupakan tiga istilah yang dapat dipertukarkan pengertiannya dan merujuk kepada satu pengertian.namun demikian dalam studi-studi mengenai akuntansi sumberdaya alam dan lingkungan ketiganya memiliki arti yang berbeda.deplesi diartikan sebagai tingkat/laju pengurangan stok dari sumber daya alam tidak dapat diperbarukan (non-renewable resources) dalam hal ini terjadi jumlah penurunan stok sumber daya alam yang jauh di atas laju penurunan stok seharusnya, atau terjadi laju eksploitasi yang lebih tinggi dari yang seharusnya, bila dikaitkan dengan laju eksploitasi optimal yang dihitung dalam analisis dinamik pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan (yang memperhatikan aspek kesejahteraan generasiyang akan datang dengan tidak mengurangi kesejahteraan generasi sekarang). (Fauzi dan Anna 2004). Degradasi diartikan sebagai penurunan kualitas/kuantitas sumberdaya alam dapat diperbarukan, dalam hal ini sumber daya alam dapat diperbarukan berkurang kemampuan alaminya untuk beregenerasi sesuai kapasitas produksinya. Kondisi ini dapat terjadi baik karena kondisi alami maupun karena faktor pengaruh dari aktivitas manusia. Namun demikian, pada sumber daya alam secara umum kebanyakan degradasi terjadi karena ulah manusia, baik berupa aktivitas produksi; penangkapan/eksploitasi, maupun karena aktivitas nonproduksi seperti pencemaran akibat limbah domestik maupun industri (Fauzi dan Anna 2004). Kedua istilah di atas, baik degradasi maupun deplesi lebih mengacu kepada istilah besaran fisik, sementara depresiasi adalah merupakan nilai besaran moneter dari kedua istilah tersebut, baik deplesi maupun degradasi. Jadi depresiasi adalah merupakan nilai deplesi atau degradasi yang dimoneterkan. Moneterisasi dalam depresiasi ini tentu saja harus mengacu kepada harga riil dan bukan harga nominal. Artinya untuk menghitungnya harus selalu mengacu

6 11 kepada indeks harga konsumen yang berlaku untuk setiap komoditi sumber daya alam (Fauzi dan Anna 2004). 2.5 Akuntansi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Akuntansi sumberdaya alam dan lingkungan muncul dari adanya kebutuhan untuk memahami secaralebih baik mengenai hubungan antara sistem manusia, sosial dan ekonomi serta patrimoni alami. Hubungan tersebut terdiri dari penyediaan berbagai jasa lingkungan untuk manusia dalam bentuk: (1) barang/jasa konsumtif yang pada umumnya merupakan sumberdaya yang dipasarkan (sumberdaya biologis dan sumberdaya tidak pulih),(2) jasa asimilasi yang umumnya dicirikan dengan ketiadaan pasar atau pasar yang tidak lengkap,(3) sumberdaya kualitas lingkungan, di mana beberapa di antaranya sangat penting bagi kehidupan manusia tetapi hanya sedikit yang memiliki kejelasan hak kepemilikan dan pasar. Kerangka kerja akuntansi sumberdaya alam memiliki dua tujuan dalam menyusun struktur guna penyediaan informasi mengenai penggunaan sumberdaya alam. Tujuan pertama adalah untuk mengkoreksi kelemahan SNA yang merupakan versi kerangka kerja yang disusun oleh PBB pada tahun 1968 dan sampai sekarang masih tetap digunakan, terutama pada perolehan pendapatan (income) yang berasal dari konsumsi sumberdaya alam dan jasa lingkungan lain yang tidak berkelanjutan. Tujuan yang kedua adalah semata-mata untuk menyediakan informasi dan tidak ditujukan sebagai komponen dari akuntansi ekonomi makro yang diperluas Sejak dikeluarkan SNA pada tahun 1968, perhatian diarahkan menuju evaluasi indikator ekonomi makro, khususnya GDP dan GNP. Inti dari perdebatan terletak pada kecukupan ukuran tersebut (GDP dan GNP) sebagai indikator kemakmuran ekonomi (economic well being). Salah satu kelemahan mendasar terkait dengan kegagalan indikator agregat untuk mencerminkan kontribusi input lingkungan terhadap output ekonomi dan kegagalan untuk merefleksikan implikasi terhadap kesejahteraan generasi mendatang karena penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perekonomian. Mayoritas upaya yang dilakukan untuk merevisi perlakuan deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan dalam akun ekonomi makro dicurahkan terhadap pendekatan akun satelit yang mana di dalamnya penciptaan pendapatan dan konsumsi kapital di mana aset alami yang bersangkutan harus dibedakan secara eksplisit. Kerangka kerja akuntansi sumberdaya alam dan lingkungan dirancang untuk memonitor pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia. Secara umum kerangka kerja tersebut mencakup serangkaian pengujian dari tiga fungsi utama lingkungan alami yang terkait dengan populasi manusia, yaitu: a) Penyediaan barang konsumsi, umunya sumberdaya alam yang dipasarkan sebagai input pada produksi ekonomi b) Kemampuan asimilasi alami atau penguraian limbah c) Penyediaan barang non konsumsi, umumnya berupa sumberdaya kualitas lingkungan yang tidak dipasarkan.

7 12 Kerangka kerja akuntansi sumberdaya alam umumnya mencatat stock dan flow dari sumberdaya dan laju pemanenan. Untuk sumberdaya biologis, ektraksi yang melebihi laju penggantian alami diklasifikasikan sebagai deplesi. Dalam struktur akuntansi yang memusatkan pada integrasi akun sumberdaya dengan SNA, nilai deplesi tersebut dapat diestimasi dengan menggunakan sejumlah metode dan koreksi terhadap akun pendapatan dapat dilakukan (sebagai contoh, Peskin 1989).Untuk sumberdaya alam tidak pulih, semua bentuk ektraksi atau pengambilan merupakan deplesi (meskipun cadangan ekonomis dapat meningkat melalui penambahan atau penemuan dan penyesuaian harga). 2.6 Green Accounting Sebagai Penyesuaian Ukuran Agregat Makroekonomi Produk Domestik Bruto (PDB) Hijau atau yang sering juga disebut dengan Green NDP atau Eco Domestic Product merupakan agregasi makroekonomi yang disesuaikan (adjusted macroeconomic aggregate) yang paling popular di bawah kerangka kerja akuntansi hijau (green accounting). PDB hijau sebenarnya merupakan PDB konvensional yang dikurangi dengan semua bentuk depresiasi kapital (kapital buatan, kapital alami dan kapital insani). Dengan menggunakan standar kerangka kerja SEEA (System of Environmental and Economic) yang dikembangkan oleh PBB, Eco Domestic Product didefinisikan sebagai PDB dikurangi dengan depresiasi kapital (depresiasi dari aset tetap) dan biaya lingkungan (Alisjahbana dan Yusuf 2004). Sebagaimana halnya PDB konvensional dan pertumbuhannya yang menjadi sangat populer sebagai indikator untuk mengukur kinerja makroekonomi, PDB hijau juga merupakan indikator yang populer sebagai ukuran agregat makroekonomi hijau. PDB hijau telah dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan. Vincent dan Castaneda (1997) menyatakan bahwa PDB hijau dapat memprediksi dampak dari deplesi sumberdaya alam terhadap kemungkinan konsumsi jangka panjang di suatu negara dengan melihat apakah kecenderungan nilai PDB hijau mengalami kenaikan atau penurunan. Produk Domestik Regional Bruto Hijau sebenarnya merupakan perkembangan dari Produk Domestik Regional Bruto yang konvensional yang disebut juga sebagai Produk Domestik Regional Bruto Coklat. Dalam perhitungan PDRB konvensional tersebut aktivitas perekonomian yang dimasukkan ke dalamnya hanyalah output atau produk yang diperdagangkan dan memiliki harga pasar, sedangkan faktor sumberdaya alam dan lingkungan masih diabaikan peranannya. Suparmoko (2008) menyatakan bahwa pada dasarnya PDRB merupakan seluruh jumlah nilai barang dan jasa akhir (final product) yang dihasilkan dari kegiatan perekonomian daerah (propinsi,kabupaten/kota) dalam waktu satu tahun. Dalam konsep PDRB konvensional tidak diperhitungkan dimensi sumberdaya alam dan lingkungan, artinya hilangnya nilai sumberdaya alam dan kerusakanlingkungan tidak diperhitungkan sebagai bentuk pengurangan kapital. Sebagai akibatnya maka nilai PDRB konvensional tersebut hanya mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang belum dikurangi penyusutan kapital alami yaitu kapital sumberdaya alam dan lingkungan alami. Nilai PDRB konvensional yang dihasilkan dianggap memberikan gambaran struktur

8 13 perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah baik menurut sektor maupun secara total.namun sesungguhnya tidak demikian karena sumberdaya alam yang hilang karena ekploitasi (deplesi) dan penurunan kualitas lingkungan (degradasi) akibat kegiatan perekonomian itu sendiri belum diperhitungkan sebagai nilai kerugian yang harus dibayar. 2.7 Penelitian Sebelumnya Foy (1991) melakukan studi mengenai nilai deplesi sumberdaya minyak sebagai komponen Produk Domestik Regional Bruto negara bagian Lousiana, Amerika Serikat selama periode waktu tahun Kajian Foy berupaya untuk membandingkan secara kuantitatif pengaruh penggunaan metode pengurangan rente total yang dikembangkan oleh Repetto et.al (1989) dan metode penerimaan berkelanjutan atau metode biaya penggunaan (user cost method) yang diajukan oleh El Serafy (1989). Hasil studi Foy menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto negara bagian Lousiana, Amerika Serikat berkurang sebesar 3,3 % dengan metode pengurangan rente total dan berkurang sebesar 13,8% dan 8,7% dengan menggunakan metode El Seraffy pada tingkat diskonto 5% dan 10%. Hasil studi ini berkebalikan dengan dugaan secara intuisi yang menyatakan bahwa dengan metode El Serafi pengurangannya akan lebih rendah dibandingkan dengan metode Repetto.Foy berargumen bahwa adanya hasil yang berlawanan tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: (i) dengan metode pengurangan rente total akan memberikan hasil yang besar yang dihasilkan dari penilaian terhadap penambahan cadangan ekonomis, (ii) metode pengurangan rente total melibatkan perhitungan selama daur hidup (life cycle) dari sumberdaya yang bersangkutan, sedangkan pada metode El Serafy hanya melibatkan perhitungan penerimaan bersih dalam tahun berjalan, yaitu penerimaan total dikurangi dengan nilai faktor input (termasuk penggantian untuk konsumsi kapital) Repetto et. al (1989) membahas pertanyaan bagaimana deplesi sumberdaya alam dapat mempengaruhi perkiraan pendapatan nasional Indonesia. Metode yang dipergunakan oleh Reppetto et al (1989) meliputi penyusunan akun stock dan flow sumberdaya alam sepanjang waktu yang secara khusus disusun akun untuk sumberdaya hutan (kayu), minyak dan sumberdaya tanah. Studi Repeto et al (1989) mengukur besaran agregat untuk penyesuaian perekonomian Indonesia dari tahun 1971 sampai dengan Hasil studi menunjukkan bahwa GDP perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 7% per tahun selama periode 1971 sampai 1984, dengan memperhitungkan deplesi sumberdaya alam, koreksi pertumbuhan GDP adalah sebesar 4%. Gundimeda et al (2007) melakukan studi mengenai akuntansi sumberdaya alam di India dengan mengambil contoh kasus untuk sumberdaya hutan. Dalam studinya Gundimeda et al (2007) menganalisis empat komponen dalam pembentukan nilai sumberdaya hutan, yaitu: produksi kayu, penyimpanan karbon, pemanfaatan kayu bakar dan hasil hutan bukan kayu. Nilai aset hutan yang berupa kayu dan kayu bakar dinilai dengan metode net price, sedangkan penilaian rosot karbon (carbon sink) didasarkan pada pendekatan biaya kerusakan

9 14 marjinal sosial (marginal social damage) yang dikembangkan oleh Atkinson dan Gundimeda (2006).Penilaian hasil hutan bukan kayu dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah nilai royalti yang dibebankan kepada pemanfaat dan pendekatan kedua dengan opportunity cost atau biaya imbangan yang diperlukan mengumpulkan hasil hutan bukan kayu tersebut.hasil studi menunjukkan bahwa akumulasi neto dari deplesi sumberdaya hutan adalah sebesar -1,05% dari GDP untuk kayu dan -0,31% dari GDP untuk karbon.sedangkan untuk kayu bakar dan hasil hutan bukan kayu tidak dimasukkan ke dalam perhitungan terhadap GDP, namun ditunjukkan besarnya nilai ekonomi yang disumbangkan oleh keduanya terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat. Goio et al (2007) melaporkan hasil studinya mengenai integrasi nilai sumberdaya hutan ke dalam perhitungan pendapatan regional untuk propinsi Trento, Italia. Dalam studinya Goio, et al, mengestimasi nilai manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar, yaitu: nilai bentang lahan (nilai rekreasi alami), nilai penambatan karbon dan nilai perlindungan hidrogeologis. Hasil studi menunjukkan bahwa dengan memasukkan semua nilai manfaat dari hutan, kontribusi sektor kehutanan meningkat dari semula 25 juta euro per Ha (hanya memasukkan nilai manfaat kayu yang dipanen) menjadi sebesar 136 juta euro per Ha. Hasan dan Ngwenya (2006) mengembangkan studi untuk mengintegrasikan kerangka kerja akuntansi sumberdaya hutan yang bertujuan untuk memberikan koreksi terhadap ukuran kesejahteraan dan kinerja ekonomi konvensional yang diturunkan dari System of National Account (SNA), yaitu Gross Saving di negara Swaziland. Dalam studinya Hasan dan Ngwenya memasukkan perubahan nilai aset tegakan (kayu) dan nilai manfaat penyimpanan karbon di kawasan hutan untuk menghasilkan indikator yang disebut net saving atau geunine saving Kapitalisasi nilai aset tegakan dinilai dengan tiga pendekatan yaitu : Change in Value (CAV) Method, Net Price Method (NP) dan El Seraffy User Cost Method (ESUC).Sedangkan untuk perubahan penyimpanan karbon diestimasi dengan pendekatan model dinamik densitas penyimpanan karbon yang dikembangkan oleh Hassan (2000). Nilai satuan karbon yang dipergunakan diperoleh dari hasil studi yang dilakukan oleh orang lain, sehubungan dengan Swaziland belum memiliki estimasi untuk nilai karbon yang tersimpan di dalam hutan. Berdasarkan pendekatan tersebut, temuan-temuan penting yang dihasilkan dari studi tersebut adalah: (a) rata-rata akumulasi neto dari stok tegakan meningkatan rata-rata net saving Swaziland sebesar 56% (b) penyimpanan karbon menyumbangkan rata-rata tambahan terhadap net saving sebesar 36%, selama periode waktu dari tahun 1988 sampai dengan Suparmoko (2008) melakukan studi yang bertujuan untuk mengembangkan ukuran yang dapat dipercaya yang dapat digunakan sebagai indikator terhadap pembangunan ekonomi daerah. Ukuran tersebut dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto Ramah Lingkungan dengan kasus sektor kehutanan. Dalam studinya Suparmoko memasukkan nilai deplesi sumberdaya hutan dan degradasi lingkungan akibat penebangan hutan di Kabupaten Blora selama periode tahun 2002 sampai dengan Nilai deplesi

10 15 hutan dihitung dengan menggunakan metode unit rent atau net price method yang mencakup tiga jenis komoditas yaitu jati, mahoni dan kayu bakar. Sedangkan nilai degradasi lingkungan yang dimasukkan ke dalam perhitungan PDRB ramah lingkungan mencakup nilai penggunaan tidak langsung dan nilai non guna dari sumber daya hutan. Nilai guna tidak langsung mencakup: konservasi tanah dan air, penyerapankarbon, pencegahan banjir, transportasi air dan keanekaragaman hayati. Untuk nilai non guna mencakup nilai pilihan dan nilai keberadaan. Nilai penggunaan tidak langsung dan nilai non guna didasarkan pada nilai ekonomi yang dihasilkan oleh studi yang lain (benefit transfer). Hasil studi menunjukkan bahwa depresiasi sumberdaya hutan di Kabupaten Blora sangat tinggi yang mencapai 30% dari nilai sumbangan sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora Posisi Penelitian terhadap Penelitian Sebelumnya Penelitian ini pada dasarnya mengikuti model yang dikembangkan oleh Gundimeda et. al (2007) dan Hasan dan Ngwenya (2006) yang meneliti mengenai penilaian manfaat hutan yang tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pendapatan nasional di di India dan Swaziland serta penelitian yang dilakukan oleh Suparmoko (2008) dalam mengembangkan indikator produk domestik regional bruto ramah lingkungan untuk sektor kehutanan di Kabupaten Blora. Beberapa hal yang membedakan dengan kedua penelitian tersebut adalah: 1. Suparmoko (2008) menilai deplesi sumberdaya hutan dengan menggunakan metode net price atau unit rent, di mana nilai deplesi tegakan dihitung dengan mengalikan kuantitas kayu yang dipanen dengan unit rent-nya.dengan menggunakan metode ini maka semua bentuk pemanenan akan dihitung sebagai deplesi, sehingga metode ini kurang tepat diaplikasikan untuk sumberdaya biologis seperti hutan yang memiliki pertumbuhan alamiah (natural rate of growth). Metode net price akan sesuai apabila sumberdaya hutan yang dinilai kapitalisasi asetnya merupakan hutan yang sudah memasuki umur daurnya atau mature forest, di mana untuk hutan yang demikian pertumbuhan alaminya dianggap mendekati atau sama dengan nol.untuk mengatasi kelemahan tersebut dalam penelitian ini nilai deplesi dihitung sebagai selisih antara stok awal dengan stok akhir dikalikan dengan unit rent. Selisih antara stok awal dengan stok akhir tegakan mencerminkan akumulasi neto tegakan selama satu periode dan nilai moneternya merupakan nilai depresiasi atau apresiasi sumberdaya hutan yang bersangkutan. Valuasi aset tegakan selain dinilai dengan menggunakan metode Net Price, juga akan dihitung dengan menggunakan metode user-cost yang dikembangkan oleh El- Seraffy sehingga dikenal dengan El-Seraffy User-Cost (USUC) Method. 2. Hasan dan dan Ngwenya (2006) mengintegasikan nilai deplesi tegakan hutan (kayu) dan nilai penyimpanan karbon di dalam kawasan hutan dengan ukuran agregat makroekonomi di tingkat nasional atau negara yaitu gross saving sehingga diperoleh ukuran yang disebut dengan net saving atau genuine saving. Penelitian ini akan mengintegrasikan nilai

11 16 deplesi tegakan hutan dan nilai penyimpanan karbon dengan ukuran agregat makroekonomi di tingkat kabupaten yaitu Produk Domestik Regional Bruto sehingga dihasilkan ukuran Eco Regional Gross Domestik Product Kabupaten Blora. 3. Nilai manfaat hutan sebagai penyimpan karbon, Suparmoko (2008) menggunakan metode benefit transfer yaitu menggunakan hasil penelitian yang sejenis yang dilakukan di lokasi lain. Dalam penelitian ini akan dilakukan penyusunan neraca sediaan karbon (carbon stock) di dalam kawasan hutan baik neraca fisik maupun neraca moneter dengan mengunakan metode yang dikembangkan oleh Hasan (2000). Untuk valuasi nilai karbon yang tersimpan di dalam hutan mengunakan nilai yang dikembangkan oleh Tol (2003) di mana manfaat karbon yang tersimpan di hutan dinilai dengan pengeluaran yang dapat dihindarkan (avoidded expenditure) sehubungan dengan emisi karbon di atmosfer yang dapat mempengaruhi perubahan iklim. 3. KERANGKA PEMIKIRAN Peranan akunting sumberdaya alam di setiap sektor yang bergerak dalam pemanfaatan/pengusahaan sumberdaya alam seperti kehutanan adalah menyediakan data tentang tingkat depresiasi (pengurangan) maupun apresiasi (penambahan) stok neto sumberdaya tersebut sebagai akibat dari aktivitas perekonomian untuk mengasilkan sejumlah nilai pendapatan (income). Angka-angka depresiasi neto dalam skala nasional akan mengoreksi nilai pendapatan nasional (National Income) dan pada tingkat daerah (kabupaten/kota dan propinsi) dipergunakan untuk penyesuaian (adjustment) pendapatan regional (regional income). Produk Domestik Bruto (PDB dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terkoreksi inilah kemudian disebutkan sebagai "Sustainable National/Regional Income. Nilai Produk Domestik Bruto atau Produk Domestik Regional Bruto yang dikatakan mencerminkan keberlanjutan pembangunan dihitung dengan mengurangkan Produk Domestik Bruto dengan deplesi sumber daya alam dan nilai kerusakan lingkungan. Nilai deplesi sumberdaya alam adalah nilai ekonomi dari penurunan stok (stock level) sumberdaya alam yang terbaharukan dan sumberdaya alam tak terbaharukan.nilai degradasi lingkungan adalah nilai ekonomi penurunan/degradasi kualitas lingkungan (environmental degradation). Internalisasi nilai depelesi sumberdaya alam dan degrdasi lingkungan diperlukan karena ada beberapa hal yang belum tergambar dalam perhitungan PDB/PDRB konvensional. Berikut ini adalah beberapa hal yang belum tergambar dalam perhitungan PDB/PDRB konvensional : a) PDB/PDRB konvensional belum menunjukkan hubungan yang seharusnya antara deplesi sumberdaya alam, penurunan mutu lingkungan hidup dengan kegiatan ekonomi. b) PDB/PDRB konvensional lebih mempertimbangkan deplesi terhadap modal buatan manusia (human-made kapilal) seperti infrastruktur, peralatan dan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi tidak akan pernah ada tanpa sumberdaya alam dan lingkungan karena setiap aktivitas ekonomi pastilah bersentuhan dengan salah satu atau bahkan keduanya sekaligus.

Lebih terperinci

RESOURCES ACCOUNTING VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN 2015/2016

RESOURCES ACCOUNTING VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN 2015/2016 RESOURCES ACCOUNTING VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN 2015/2016 PENDAHULUAN Kritik Hueting (1980) dlm bukunya New Scarcity and Economic Growth : menyatakan bhw penggunaan Gross National Product

Lebih terperinci

3.5.4 Analisis Skala Optimal Prosedur Analisis

3.5.4 Analisis Skala Optimal Prosedur Analisis DAFTAR ISI COVER HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv ABSTRACT... xvii INTISARI......

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1 VALUASI EKONOMI Dalam menentukan kontribusi suatu sektor kegiatan ekonomi terhadap pembangunan nasional pada umumnya dinyatakan dalam nilai uang yang kemudian dikonversi dalam nilai persentase. Setiap

Lebih terperinci

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4 Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam Pertemuan ke 4 Pandangan ekonom Sumberdaya menurut Adam Smith dalam Wealth of Nation (1776): seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Key words: depletion,forest resources accounting, net price, user cost

Key words: depletion,forest resources accounting, net price, user cost ABSTRACT SLAMET RIYANTO. Integrating Forest Resource and Carbon Accounting into the Calculation of Gross Regional Domestic Product of Forestry Sector of Blora Regency. Supervised by: AKHMAD FAUZI and SAHAT

Lebih terperinci

Pengertian Produk Domestik Bruto

Pengertian Produk Domestik Bruto KONTRIBUSI KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO 1 Dodik Ridho Nurrochmat 2 Pengertian Produk Domestik Bruto Neraca pendapatan nasional (national income accounting) merupakan salah satu inovasi penting

Lebih terperinci

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI )

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) Oleh: M. Suparmoko Materi disampaikan pada Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang pada tanggal 4-10 Juni 2006 1 Hutan Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. MATERI PEMBELAJARAN 1 PENDAHULUAN 2 SUMBERDAYA ALAM 3 SUMBERDAYA MANUSIA 4 SUMBERDAYA MODAL PENDAHULUAN DEFINISI SUMBERDAYA: Kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah

BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan wilayah yang terdiri dari tegakan pohon dan faktor-faktor abiotis seperti, air, udara, tanah,

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB 2 Data Makroekonomi

BAB 2 Data Makroekonomi BAB 2 Data Makroekonomi Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah nilai mata

Lebih terperinci

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sambutan dalam Rapat Koordinasi/Temu Karya Nasional Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Daerah Kemendagri,

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang

Lebih terperinci

Perdagangan, Globalisai, dan Neraca Pembayaran Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi

Perdagangan, Globalisai, dan Neraca Pembayaran Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi Perdagangan, Globalisai, dan Neraca Pembayaran Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi Pokok bahasan pertemuan ke-13 Manfaat perdagangan internasional. Keunggulan dalam perdagangan internasional. Globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP BAB I PENDAHULUAN Berita di media masa tentang neraca pembayaran (BOP): fenomena Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Ada tiga alasan mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim dipergunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi sangat penting

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE- 14 PENDAHULUAN Instrumen ekonomi terbagi atas beberapa kategori berbeda yang masing-masing mempunyai kelebihan maupun kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

PDRB HIJAU KOTA DEPOK 2014

PDRB HIJAU KOTA DEPOK 2014 9399002.3276 PDRB HIJAU KOTA DEPOK 2014 PDRB HIJAU KOTA DEPOK TAHUN 2014 No. Publikasi / Publication Number : 3276.0702 No. Katalog / Catalog Number : 9399002. 3276 Ukuran Buku / Book Size Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

BAB 4 NILAI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB 4 NILAI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB 4 NILAI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh: Denis Rido Dwi Satria Penggunaan Perhitungan Moneter Terdapat beberapa alasan mengapa perhitungan moneter untuk keuntungan dan kerugian lingkungan

Lebih terperinci

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN Emi Roslinda Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : eroslinda71@gmail.com ABSTRAK Secara konvensional

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

perkembangan semua sektor-sektor ekonomi yang sektor industri, sektor perhubungan, sektor ekonomi bagi sektor-sektor yang mengelola terintegrasi.

perkembangan semua sektor-sektor ekonomi yang sektor industri, sektor perhubungan, sektor ekonomi bagi sektor-sektor yang mengelola terintegrasi. INTEGRASI ANTARA ASPEK LINGKUNGAN DAN EKONOMI DALAM PENGHITUNGAN PDRB HIJAU PADA SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI Made Suyana Utama Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Abstract In

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi, tetapi pembangunan ekonomi juga menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PENDAPATAN NASIONAL

BAB II PENDAPATAN NASIONAL BAB II PENDAPATAN NASIONAL A. PENGERTIAN Pendapatan nasional merupakan salah satu indikator keadaan ekonomi suatu negara. Terdapat beberapa istilah dalam produksi nasional antara lain : a. GNP ( Gross

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat

I. PENDAHULUAN. tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasionaladalah suatu proses multidimensional yang mencakup tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat (masyarakat), pemberantasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu II. METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Elham Sumarga Rapat Konsultasi Analisis Ekonomi Regional PDRB se-kalimantan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka panjang disetiap periode. Dalam setiap periode upaya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga, 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekonomi dan Pertumnbuhan Ekonomi Sebuah Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

Perbedaan GDP dan GNP

Perbedaan GDP dan GNP Perbedaan GDP dan GNP Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lapangan industri dan perdagangan merupakan salah satu penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lapangan industri dan perdagangan merupakan salah satu penyebab A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi merupakan aspek terpenting yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam lingkup pembangunan nasional. Perubahan lapangan industri dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang di belanjakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah atas keperluan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan dalam pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak negara di berbagai penjuru dunia dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci