KAJIAN KEPUSTAKAAN. namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropis. Di. : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
|
|
- Adi Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula yang dapat tumbuh di daerah iklim tropis, namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropis. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau Jawa dan Sumatera. Banyaknya limbah yang dihasilkan dari pertanian tebu maupun proses pengolahan gula menjadikan tanaman tebu dapat dijadikan alternatif pemenuhan sumber bahan baku pakan ternak (Khuluq, 2012). Susunan taksonomi tanaman tebu adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae (Tumbuhan) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Monocotyledone (Berkeping satu) : Cyperales : Graminae (Rumput-rumputan) : Saccharum : Saccharum officinarum (NRCS, Natural Resources Conservation Service) Ilustrasi 1. Tanaman Tebu (Sumber : Agrobisnis Info, 2015)
2 Tebu merupakan sejenis rumput-rumputan dengan ketinggian sekitar 2-4 meter yang terdiri dari empat bagian utama, yaitu akar (berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih), batang (berbentuk ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, berwarna hijau kekuningan), daun (berbentuk pelepah, panjang 1-2 meter, lebar 4-8 sentimeter, permukaan kasar dan berbulu, berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua), dan bunga (berbentuk bunga panicle, panjang sekitar 30 sentimeter). Tanaman tebu banyak memberikan produk samping baik dari on farm maupun off farm. Pada saat proses pemanenan tebu (on farm) dihasilkan limbah berupa daun kering yang disebut klethekan atau daduk, pucuk tebu, dan sogolan (pangkal tebu), sedangkan pada proses pengolahan gula (off farm) menghasilkan gula, ampas tebu (bagasse), tetes (molasses), blotong, abu, dan air (Khuluq, 2012). 2.2 Potensi Pucuk Tebu Salah satu limbah yang dihasilkan tanaman tebu adalah pucuk tebu. Seperti halnya limbah yang mengandung serat pada umumnya, pucuk tebu sebagai pakan mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrien dan kecernaannya yang sangat rendah, dimana memiliki kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi. Akan tetapi dengan tindakan pengolahan kimiawi, hayati dan fisik, secara signifikan mampu meningkatkan daya cerna, kandungan gizi dan konsumsi pakan (Sukria dan Krisnan, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Nurhayu, dkk., (2001) menunjukkan bahwa pucuk tebu dapat menggantikan peran rumput gajah tanpa memberikan efek negatif baik pada sapi potong ataupun sapi perah. Pucuk tebu tidak tersedia sepanjang tahun, ada masa-masa tertentu tersedianya pucuk tebu, yakni pada masa penggilingan tebu. Penggilingan tebu selalu dilakukan pada musim kemarau agar kadar gula yang diperoleh tinggi. Dengan demikian, pucuk tebu akan tersedia pada musim kemarau pada saat susah
3 untuk mendapatkan rumput. Sebagaimana diketahui bahwa produksi rumput umumnya mengalami fluktuasi sepanjang tahun. Pada musim kemarau terutama bulan Juli sampai dengan September, produksi rumput mencapai titik terendah dan hanya sekitar 50% dari produksi rata-rata per tahun (Zainuddin, 1982). Penyediaan pucuk tebu terbesar berada pada bulan-bulan dimana produksi rumput mencapai titik terendah. Dengan demikian terlihat betapa besar peranan pucuk tebu dalam menanggulangi penyediaan rumput ataupun hijauan pakan ternak ruminansia pada musim kemarau (Basya, 1984). 2.3 Sistem Pencernaan dalam Rumen Ruminansia merupakan ternak poligastrik yang mempunyai lambung jamak yang terdiri atas empat bagian yaitu retikulum, rumen, omasum, dan abomasum. Fungsi utama retikulum adalah mengontrol perintah aliran pakan dan membentuk jalan pakan kembali ke oesofagus selama proses ruminasi. Rumen merupakan bagian terbesar perut ruminansia yang merupakan tempat terjadinya proses fermentasi. Omasum berperan dalam penyerapan air dan beberapa asam lemak. Abomasum memproduksi asam dan merupakan bagian saluran pencernaan tempat awal proteolisis. Hasil pencernaan tersebut akhirnya masuk ke dalam sistem peredaran darah (Collier, dkk., 1984; Krisnan, 2008). Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang kompleks, melibatkan interaksi yang dinamis antara makanan, mikroba dan hewan. Pencernaan merupakan proses yang multi tahap. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di abomasum dan duodenum hewan induk semang. Sistem fermentasi dalam perut ruminansia terjadi pada sepertiga dari alat pencernaannya. Hal tersebut memberikan keuntungan yaitu produk fermentasi
4 dapat disajikan ke usus dalam bentuk yang lebih mudah diserap. Namun ada pula kerugiannya, yakni banyak energi yang terbuang sebagai CH4 (6-8%) dan sebagai panas fermentasi (4-6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3, dan ketosis (Sutardi 1976; Krisnan, 2008). Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Isi rumen pada ternak ruminansia berkisar antara 10-15% dari berat badan ternak tersebut. Kondisi dalam rumen adalah anaerob dan mikroorganisme dapat hidup serta ditemukan di dalamnya. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah C, ph dalam rumen sekitar 6,8 dan adanya absorbsi asam lemak dan amonia berfungsi untuk mempertahankan ph (Arora, 1995). Rumen tidak menghasilkan enzim pencernaan (enzim selulase) karena tidak terdapat sel-sel kelenjar pada jaringan epitel selaput mukosa, tetapi rumen selalu menerima saliva yang bersifat alkalis dengan karbonat sebagai komposisi utamanya. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan ph tetap 6,8. Mikroorganisme rumen cukup beraneka ragam, baik jenis maupun macam substratnya. Namun, bakteri yang terpenting dalam proses fermentasi pakan adalah mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa dan hemiselulosa, pati, gula, serta protein (Krisnan, 2008). 2.4 Mikroba Rumen Mikroorganisme yang terdapat pada rumen ruminansia terdiri atas protozoa, bakteri, fungi dan virus bakteri. Keberadaan mikroba rumen ini bermanfaat karena mampu memanfaatkan nitrogen bukan protein, mencerna pakan berserat kasar dalam jumlah banyak dan menghasilkan produk fermentasi rumen yang
5 mudah diserap dalam usus ruminansia. Aktivitas mikroba dalam proses fermentasi pakan akan bergantung pada kecukupan substrat dan persediaan nitrogen dalam cairan rumen (Wahyuni, dkk., 2014). Populasi mikroba rumen secara umum ditentukan oleh tipe pakan yang dikonsumsi ternak dan perubahan pakan akan mengakibatkan perubahan populasi dan proporsi dari spesies mikroba untuk mencapai keseimbangan yang baru, karena masing-masing mikroba rumen memiliki spesifikasi dalam menggunakan pakan (Yokoyama dan Johnson, 1988; Krisnan, 2008). Populasi bakteri di dalam rumen jumlahnya berkisar antara per ml isi rumen yang terdiri atas obligate anaerob (mayoritas) dan facultative anaerob, sedangkan protozoa jumlahnya lebih sedikit dibanding bakteri ( ), semuanya adalah anaerob (McDonald, dkk., 1990). Yokoyama dan Johnson (1988), mengklasifikasikan bakteri menjadi 8 kelompok didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir fermentasi, yakni : 1) Bakteri selulolitik. Bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah selulosa dan mampu bertahan pada kondisi yang buruk pada saat makanan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Contoh : Bacteroides sussinogenes (bentuk batang), Ruminococcus albus (bentuk bulat). 2) Bakteri proteolitik. Bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah protein, asam amino dan peptida lain menjadi amonia. Contoh : Bacteroides ruminocola, Selenomonas ruminantium. 3) Bakteri methanogenik. Bakteri yang dapat mengkatabolisasi alkohol dan asam organik menjadi methan dan karbondioksida. Contoh : Methanobacterium formicium, Methanobrevibacter ruminantium.
6 4) Bakteri amilolitik. Bakteri yang dapat memfermentasikan amilum, relatif lebih tahan terhadap perubahan ph dibandingkan dengan bakteri selulolitik, dapat bekerja pada ph 5,7-7,0. Contoh : Clostridium lochheaddii, Streptococcus bovis, Bacteroides amylophilus. 5) Bakteri yang memfermentasikan gula. Bakteri yang memfermentasikan amilum, sebagian besar mampu memfermentasikan gula sederhana. Contohnya : Eurobacterium ruminantium, Lactobacillus ruminus. 6) Bakteri lipolitik. Bakteri rumen yang dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Hal ini dapat berlangsung karena adanya enzim lipase yang dapat memecah lemak. Contohnya : Anaerovibrio livolytica, Veillonella alcalescens. 7) Bakteri pemanfaat Asam. Contohnya : Selonomonas dan Veillonella alcalescens. 8) Bakteri Hemiselulotitik. Hemiselulosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam tanaman yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam dan alkali. Hemiselulosa ini terdapat dalam tanaman yang menjadi pakan temak dalam jumlah besar. Contohnya : Ruminococcus sp, Butyrivibrio fibriosolvens. Selain itu ditambah beberapa contoh spesies protozoa dan jamur diantaranya lsotricha intestinalis (memfermentasi gula, pati dan pektin), Dasytricha ruminantium (pencerna pati, maltosa, dan glukosa) serta Entodinium caudatum dan Diplodinium sp, sedangkan jamur Neocalimastik sp dan Orpinomyces kelompok fungsi selulolitik (Winugroho, dkk., 1997; Suwandi, 1997). Aktivitas bakteri rumen dalam mendegradasi serat pakan seringkali terganggu oleh protozoa karena pemangsaan beberapa bakteri oleh protozoa. Sifat predator protozoa terhadap bakteri merupakan kerugian dalam sistem
7 pencernaan dalam rumen. Protozoa memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan asam amino dalam sintesis protein selnya (Wahyuni, dkk., 2014). Disamping memangsa bakteri, keberadaan protozoa dalam rumen juga berpotensi menurunkan pemanfaatan energi oleh ternak. Protozoa diketahui menstimulasi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen karena protozoa juga berperan sebagai inang untuk beberapa bakteri metanogen. Selain itu, protozoa juga memegang peranan penting dalam pencernaan serat pakan (Suharti, 2010). 2.5 Saponin Saponin merupakan salah satu senyawa bioaktif yang termasuk dalam senyawa aditif yang dihasilkan oleh tanaman. Saponin disebut senyawa bioaktif karena sifatnya yang berperan tidak hanya dalam tanaman itu sendiri (melindungi tanaman dari serangan mikroba, serangga, binatang atau predator lainnya), tetapi juga terhadap mikroba rumen dan ternak yang mengkonsumsi tanaman yang mengandung senyawa tersebut. Di dalam tanaman, saponin dapat ditemukan di bagian akar, kulit, daun, dan buah. Sumber saponin yang sudah dikenal di Indonesia berasal dari buah lerak (Sapindus rarak) (Wina dan Sutanto, 2012). Pemanfaatan tanaman yang mengandung saponin akhir-akhir ini sudah mulai berkembang sebagai alternatif untuk menekan populasi protozoa dalam rumen (Thalib, 2004). Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada ternak ruminansia dibandingkan pada ternak nonruminansia. Pemberian bahan yang mengandung saponin dapat meningkatkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan kesehatan ternak. Saponin dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam rumen (Suparjo, 2008). Apabila populasi protozoa yang ada di dalam rumen ditekan jumlahnya,
8 maka akan terjadi perubahan keragaman atau komposisi mikroba rumen dan diharapkan terjadi modifikasi fermentasi rumen (Suharti, dkk., 2009). Saponin dari daun tanaman dilaporkan mampu meningkatkan efisiensi proses fermentasi melalui mekanisme penurunan populasi protozoa di dalam rumen yaitu dengan menurunkan sifat predator terhadap bakteri. Menurunnya populasi protozoa di dalam rumen mengakibatkan semakin tinggi populasi bakteri dan semakin kecil laju degradasi protein di dalam rumen sehingga jumlah protein mikroba yang masuk ke duodenum meningkat. Penurunan populasi protozoa dalam rumen diharapkan akan diikuti dengan penurunan gas metan (Susanti dan Marhaeniyanto, 2014). Beberapa penelitian menunjukkan efek yang menguntungkan dari pemberian saponin terhadap ternak dan pengaruhnya terhadap lingkungan, yaitu dengan mengurangi produksi metan (Wallace, dkk., 2002). Mekanisme saponin mematikan protozoa sama dengan mekanisme saponin menghemolisis sel darah merah. Saponin akan mengikat kolesterol dari membran bagian luar protozoa, sehingga menyebabkan terjadinya lubang yang mengakibatkan pecahnya membran protozoa (Wina dan Sutanto, 2012). Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa) dan tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih rentan terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap kolesterol (Suparjo, 2008). 2.6 Tanin Tanin adalah senyawa bahan alam yang terdiri dari sejumlah besar gugus hidroksi fenolik. Senyawa ini banyak terdapat pada berbagai tanaman terutama tanaman yang mengandung protein tinggi karena tanin diperlukan oleh tanaman tersebut sebagai sarana proteksi dari serangan mikroba, ternak ataupun insekta.
9 Proteksi dari serangan ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat, sedangkan serangan bakteri dan insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzimenzim protease dari bakteri dan insekta yang bersangkutan (Cheeke dan Shull, 1985). Tanin diklasifikasikan sebagai tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi adalah tanin yang terjadi karena proses kondensasi flavanol. Tanin terkondensasi sering disebut proantosianidin yang merupakan polimer dari katekin dan epikatekin. Struktur tanin terhidrolisis yaitu jenis tanin yang jika terhidrolisis menghasilkan suatu asam polifenolat dan gula sederhana. Tanin terhidrolisis terdiri dari gallotanin dan ellagitanin. Beberapa teori yang menjelaskan fungsi alami tanin pada tumbuhan yaitu, salah satunya untuk menjaga dari serangan serangga dan hewan herbivora (Hedqvist, 2004). Dampak antinutrisi tanin pada ternak ruminansia berawal dari proses mastikasi, selanjutnya tanin akan berikatan dengan protein saliva sehingga pakan menurun palatabilitasnya, akibatnya konsumsi pakan menurun. Setelah tanin masuk ke dalam rumen (ph 6,3-7) senyawa tersebut akan membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, dan pektin), mineral, vitamin, dan enzim mikroba rumen (Widyobroto, dkk., 2007). Kompleks tanin protein yang terbentuk oleh ikatan hidrogen akan stabil pada ph sekitar 4-7, namun selain ph tersebut kompleks ini akan terpisah. Protein diikat oleh tanin dalam rumen, lalu setelah keluar dari rumen ikatan ini akan pecah di abomasum (ph 2,5-3,5) dan duodenum (ph 5-9) sehingga protein tersebut dapat dicerna dan diserap (Wiryawan, dkk., 1999). Hal ini menjadikan tanin sebagai salah satu senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen (Jayanegara, dkk., 2008).
10 Kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim. Tanin juga dapat berinteraksi dengan protein yang berasal dari pakan dan menurunkan ketersediaannya bagi mikroorganisme rumen. Keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen (Jayanegara, dkk., 2008). Tanin disamping dapat membentuk senyawa kompleks, tanin juga merupakan salah satu senyawa yang berpotensi menurunkan metan diantara senyawa-senyawa alami yang terdapat pada tanaman. Pada penelitian yang dilakukan Jayanegara, dkk., (2008) menunjukkan bahwa suplementasi hijauan yang mengandung tanin dapat menurunkan metan dari sistem fermentasi rumen secara in vitro. Menurut Jayanegara, dkk., (2009) tanin terkondensasi menurunkan metan melalui mekanisme secara tidak langsung melalui penghambatan pencernaan serat yang mengurangi produksi H2, sedangkan tanin yang mudah terhidrolisis lebih berperan pada mekanisme secara langsung menghambat pertumbuhan dan aktivitas metanogen. Di samping itu, tanin juga menghambat pertumbuhan protozoa yang menjadi salah satu inang utama metanogen. 2.7 Rumen Simulation Technique Rusitec atau Rumen Simulation Technique merupakan suatu metode analisis in vitro yang dirancang oleh Czerkawski dan Breckenridge tahun 1977 yang telah
11 dimodifikasi sehingga terjadi proses fermentasi sebagaimana ternak hidup. Pada rumen buatan ini mikroorganisme dapat dipertahankan seutuhnya dalam waktu yang relatif lama sampai dengan beberapa minggu karena dalam sistem tersebut mikroorganisme diberikan pakan seperti ternak ruminansia hidup. Di samping itu mikroorganisme diberikan pula kondisi fisiologis seperti halnya lingkungan rumen seperti temperatur, ph dan aliran saliva (Krishna, 2013). Analisis menggunakan Rusitec memiliki respon yang cenderung dekat dengan uji in vivo terhadap parameter yang diujikan. Hal tersebut setidaknya dilaporkan oleh penelitian Tejido, dkk., (2002) dalam Krishna (2013) yang melakukan analisis in vivo kecernaan bahan kering beberapa hijauan dan membandingkannya terhadap in vitro menggunakan sumber inokulum dari rumen domba hidup dan effluent Rusitec. Kedua sumber inokulum mampu memprediksi kecernaan bahan kering dengan akurasi yang sama, koefisien determinasi penetapan kecernaan menggunakan inokulum dari rumen domba hidup dan effluent Rusitec dibanding in vivo masing-masing sebesar 0,885 dan 0, Complete Rumen Modifier Efisiensi pemanfaatan pakan oleh ternak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan saluran percernaan, populasi bakteri dan nilai gizi bahan pakan yang diberikan. Pemberian imbuhan pakan atau feed additive pada ternak merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi pakan oleh ternak. Efisiensi fermentasi rumen dapat dicapai dengan memodifikasi ekosistem rumen dengan pemberian aditif Complete Rumen Modifier (CRM) (Sukmawati, dkk., 2011). CRM merupakan pengembangan dalam bentuk campuran dari beberapa bahan aditif yaitu yang berfungsi sebagai defaunator protozoa, inhibitor metanogenesis (saponin dari Sapindus rarak, albizia dan sesbania, dan Fe 3+ ) dan
12 masing-masing telah menunjukkan efektivitasnya terhadap penurunan produksi gas metan dan faktor pertumbuhan mikroba. Peranan CRM sebagai inhibitor metanogenesis telah menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan kinerja sistem pencernaan rumen yang selanjutnya memperbaiki produktivitas dan performans ternak ruminansia (Thalib, 2004). Penggunaan CRM pada ransum domba, kambing perah dan sapi perah pada studi pemantapan peranan CRM sebagai komponen pakan imbuhan untuk menurunkan produksi metan dan perbaikan performans ternak ruminansia memperlihatkan bahwa CRM dapat menurunkan produksi gas metan pada domba, meningkatkan ADG dan perbaikan efisiensi penggunaan pakan, meningkatkan kandungan lemak susu, dan pada kambing perah CRM dapat meningkatkan produksi susu dan kandungan lemak susu (Thalib, 2012). 2.9 Degradasi Bahan Kering Degradasi merupakan suatu proses perombakan bahan pakan yang bersifat kompleks menjadi lebih sederhana oleh mikroba rumen. Kemampuan mikroba rumen untuk mendegradasi bahan kering dan bahan organik merupakan salah satu upaya untuk memecah bahan pakan yang kompleks menjadi sederhana dan siap untuk dicerna. Degradasi bahan kering adalah jumlah bahan kering makanan yang larut dan yang didegradasi mikroba rumen sehingga kemampuan degradasi bahan makanan dalam rumen sangat penting bagi ternak karena bahan makanan terdegradasi akan menyediakan kebutuhan nutrisi bagi ternak, untuk bahan makanan yang tidak terdegradasi diharapkan dapat dicerna oleh enzim pencernaan pasca rumen (Orskov, 1991). Bahan kering terdiri dari abu (mineral) dan bahan organik, seperti protein kasar, lemak kasar dan karbohidrat. Tingkat kecernaan zat-zat makanan dari suatu pakan menunjukkan kualitas dari pakan tersebut.
13 Dengan demikian degradasi bahan kering dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas pakan. Nilai dari degradasi bahan kering menunjukkan besarnya zat makanan dalam pakan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen (Sutardi, 1980). Kemampuan degradasi ransum dalam rumen merupakan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ransum secara maksimal karena dapat menyediakan zat gizi yang mudah terserap sebagai sumber energi untuk hewan ataupun pembentukan mikroba yang dapat menjadi sumber asam amino (Rahayu, 1986). Besarnya nilai degradasi bahan kering selain dipengaruhi oleh tingginya kandungan nutrien yang terkandung dalam bahan pakan, juga terikatnya zat anti nutrisi didalamnya. Adanya zat anti nutrisi yang terdapat dalam bahan pakan dapat menyebabkan nilai degradasi bahan kering menjadi rendah. Kandungan zat anti nutrisi pada bahan pakan dapat menyebabkan degradasi mikroba rumen menjadi terhambat akibat sulitnya mikroba untuk mencerna bahan pakan bersifat kompleks menjadi sederhana. Setiap bahan pakan mempunyai variasi degradasi dan sangat tergantung pada bagian tanaman, umur, tingkat lignifikasi yang merupakan karakteristik spesifik bahan pakan (Fredriksx, dkk., 2001). Semakin banyak dinding sel yang mengalami proses lignifikasi, maka akan semakin sulit pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Proses lignifikasi dinding sel lebih banyak terjadi pada dinding sel rumput-rumputan dibandingkan dengan tanaman leguminosa, sehingga diduga laju degradasi tanaman leguminosa akan lebih cepat dibandingkan dengan rumput (Widiawati, dkk., 2007). Pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia akan mengalami proses degradasi di saluran pencernaan menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana melalui aksi berbagai jenis mikroba (bakteri, protozoa dan anaerobik fungi) dan
14 enzim. Protein dan polisakarida (pati, selulosa, hemiselulosa dan sebagainya) didegradasi menjadi berbagai asam amino dan monosakarida (umunya glukosa). Untuk monosakarida, glukosa difermentasi dalam suasana anaerobik di rumen dengan menghasilkan asam lemak terbang (Volatile Fatty Acid, VFA) seperti asetat, propionat dan butirat (Moss, dkk., 2000). Pembentukan asam lemak terbang dari glukosa : C 6 H 12 O 6 + 2H 2 O 2C 2 H 4 O 2 (asetat) + 2CO 2 + 8H C 6 H 12 O 6 + 4H C 6 H 12 O 6 2C 3 H 6 O 2 (propionat) + 2H 2 O C 4 H 8 O 2 (butirat) + 2CO 2 + 4H (Krishna, 2013) Pembentukan asam lemak terbang tersebut berpengaruh terhadap gas metan yang dihasilkan. Asetat dan butirat meningkatkan produksi metan sedangkan propionat menurunkan produksi metan. Produksi VFA parsial dipengaruhi oleh komposisi bahan organik pakan, terutama kondisi alamiah pakan dan tingkat fermentasi karbohidrat. Pakan yang kaya akan pati akan menghasilkan propionat, sedangkan pakan kaya serat menghasilkan asetat sehingga meningkatkan produksi metan (Yulistiani dan Puastuti, 2012) Produksi Gas Metan Gas metan adalah produk akhir fermentasi karbohidrat dalam rumen dan merupakan indikasi hilangnya energi pakan yang dikonsumsi. Proses pembentukan gas metan di dalam rumen disebut metanogenesis. Gas metan dapat dihasilkan karena kehadiran jasad pemroses atau bakteri di dalam rumen yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2. Tanpa bakteri metanogen, proses pencernaan hanya mencapai tahap asetogenesis dimana asam asetat yang terbentuk tidak dapat
15 diuraikan lebih lanjut, sehingga gas yang dihasilkan bukan CH4 tetapi CO2 (Rahmi, 2009; Felix, dkk., 2012). Metanogenesis terbentuk oleh Archaea metanogen, sekelompok mikroorganisme yang berada dalam kondisi anaerob termasuk di dalam rumen. Di dalam rumen, mikroba metanogen memanfaatkan H2 dan CO2 sebagai substrat untuk memproduksi gas metana. Lebih dari 60 spesies metanogen yang diisolasi dari berbagai habitat yang berbeda namun hanya lima jenis metanogen dilaporkan telah diisolasi dalam rumen yaitu Methanobrevibacter ruminantium, Methanosarcina barkeri, Methanosarcina mazei, Methanobacterium formicicum dan Methanomicrobium mobile (Moss, dkk., 2000). Proses metanogenesis ini menyebabkan kehilangan energi yang dikonsumsi hingga 12% pada ternak sapi yang diberi ransum berserat tinggi dan 4% pada sapi yang diberi ransum konsentrat (Johnson dan Johnson, 1995). Energi ransum yang dikonsumsi ternak sapi dapat hilang rata-rata 8% (Thalib, 2012). Di dalam membentuk gas metan, metanogen memerlukan hidrogen, jadi ketersediaan hidrogen menjadi faktor yang sangat penting untuk pembentukan gas metan. Hidrogen dihasilkan dari pembentukan asam asetat dan butirat tetapi sebaliknya hidrogen diperlukan untuk pembentukan asam propionat sehingga akan terjadi kompetisi penggunaan hidrogen oleh bakteri lain seperti bakteri selulolitik dan bakteri propionat selain metanogen (Wina dan Sutanto, 2012). Gas metan yang dihasilkan dari proses fermentasi rumen ternak ruminansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat konsumsi pakan, jumlah energi yang dikonsumsi dan komposisi pakan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi produksi gas metan adalah kecepatan fermentasi bahan organik, jenis VFA yang dihasilkan (yang menentukan kelebihan produksi hidrogen di dalam rumen dan
16 pembentukan CH4 sebagai pembuangan kelebihan hidrogen yang diproduksi) dan efisiensi sintesis mikroba rumen (Moss, dkk., 2000). Pada proses pencernaan secara anerob, terdapat empat tahap proses transformasi bahan organik. Tiga tahap pertama disebut sebagai fermentasi asam sedangkan tahap keempat disebut fermentasi metanogenik. Keempat tahap tersebut yaitu (Said, 2006) : 1) Tahap hidrolisis. Mikroba hidrolitik mendegradasi senyawa organik kompleks yang berupa polimer menjadi monomernya yang berupa senyawa tidak terlarut dengan berat molekul yang lebih ringan. Lipida berubah menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserin, polisakarida menjadi gula (monosakarida dan disakarida), dan protein menjadi asam amino. Sejumlah besar mikroorganisme anaerob dan fakultatif yang terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik antara lain adalah Clostridium. 2) Tahap asidogenesis. Monomer-monomer hasil hidrolisis dikonversi menjadi senyawa organik sederhana seperti asam lemak terbang (VFA), alkohol, asam laktat, senyawa mineral seperti karbondioksida, hidrogen, amoniak, dan gas hidrogen sulfida. Tahap ini dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri, mayoritasnya adalah bakteri obligat anaerob dan sebagian yang lain bakteri anaerob fakultatif. Contoh bakteri asedogenik (pembentuk asam) adalah seperti Clostridium. 3) Tahap asetogenesis. Hasil pada tahap asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metan berupa asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomas wolfei.
17 Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik dengan reaksi seperti berikut: CH 3 CH 2 OH + CO 2 CH 3 COOH + 2H 2 Etanol (Asam Asetat) CH 3 CH 2 COOH + 2H 2 O CH 3 COOH + CO 2 + 3H 2 Asam Propionat (Asam Asetat) CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 2H 2 O 2CH 3 COOH + 2H 2 Asam Butirat (Asam Asetat) 4) Tahap metanogenesis. Pada tahap ini, terbentuk metan dan karbondioksida. Bakteri campuran terlibat dalam proses perubahan bentuk (transformasi) senyawa-senyawa organik kompleks dengan berat molekul tinggi menjadi metan. Terdapat dua kelompok arkhaea metanogen penting pada proses anaerob, yaitu metanogen hidrogenotrofik (menggunakan H/kemolitotrof) mengubah hidrogen dan CO2 menjadi metan, dan metanogen asetotrofik (asetoklastik) metanogen pemisah asetat yang mengubah asetat menjadi metan dan CO2. Asetoklastik mengubah asam asetat menjadi : CH 3 COOH CH 4 (metan) + CO 2 Hidrogenotropik metanogen mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : 2H 2 + CO 2 CH 4 (metan) + 2H 2 O Senyawa kompleks organik tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh mikroorganisme di dalam proses metabolismenya karena membran sel mikroorganisme hanya dapat dilewati oleh senyawa organik sederhana seperti
18 glukosa, asam amino dan asam lemak volatil. Proses penguraian senyawa kompleks organik menjadi senyawa organik sederhana berlangsung pada proses hidrolisis yang dilakukan oleh kelompok mikroorganisme hidrolitik. Bahan organik yang terdiri atas polisakarida, protein, dan lemak tidak dapat didegradasi oleh arkhaea metanogen secara langsung, karena arkhaea tersebut hanya mengkonsumsi asam format, asam asetat, methanol, hidrogen dan karbondioksida sebagai substrat (Adrianto, dkk., 2001). Ternak ruminansia menghasilkan gas metan dalam rangka untuk mempertahankan kondisi rumen tetap normal. Gas metan diproduksi oleh bakteri methanogen dalam rangka menghindari akumulasi ion hidrogen agar ph rumen tidak menurun, karena dengan keasaman yang tinggi bakteri akan mati. Bila dipandang dari sisi bakteri, produksi gas metan memiliki nilai kehidupan, sedangkan dipandang dari sisi efisiensi penggunaan energi gas metan merupakan pemborosan dan merugikan bagi ternak tersebut (Yuliastini dan Puastuti, 2012).
PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium
Lebih terperinciPENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciMacam macam mikroba pada biogas
Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii
3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (Gambar 1) menurut Luning (1990) diacu dalam Atmadja et al. (1996), diklasifikasikan kedalam
Lebih terperincisenyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign
TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi
TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciPERANAN MIKROBA RUMEN PADA TERNAK RUMINANSIA
PERANAN MIKROBA RUMEN PADA TERNAK RUMINANSIA Suwandi Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Untuk memenuhi kebutuhan nasional akan protein hewani asal ternak, perlu dicari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40
Lebih terperincidengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering
PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciMAKALAH FISIOLOGI MIKROBA BAKTERI RUMEN
MAKALAH FISIOLOGI MIKROBA BAKTERI RUMEN OLEH FEBRIANI 0903114202 FISIOLOGI MIKROBA A JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS RIAU 2011 I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciPROSES PEMBENTUKAN BIOGAS
PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS Pembentukan biogas dipengaruhi oleh ph, suhu, sifat substrat, keberadaan racun, konsorsium bakteri. Bakteri non metanogen bekerja lebih dulu dalam proses pembentukan biogas untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
Lebih terperinciPertumbuhan Total Bakteri Anaerob
Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat, khususnya di Jawa Barat. Domba memiliki taksonomi sebagai berikut
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Domba Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, khususnya di Jawa Barat. Domba memiliki taksonomi sebagai berikut (Church, 1988) : Kingdom
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciDaftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.
1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman. vii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xv I. PENGELOLAAN PAKAN SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI UNTUK MITIGASI GAS RUMAH KACA DARI TERNAK RUMINANSIA Yeni
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Penelitian ini menggunakan ransum perlakuan yang terdiri dari Indigofera sp., limbah tauge, onggok, jagung, bungkil kelapa, CaCO 3, molases, bungkil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Ruminansia Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan di dalam alat pencernaan (Sutardi 1980). Church dan Pond (1976) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen para petani
Lebih terperinciII. TINJAUAN LITERATUR. Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di
II. TINJAUAN LITERATUR 1. Pembentukan Gas Metana Pada Ternak Ruminansia Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di dalam rumen dan 5-20% dalam usus besar. Metana yang dihasilkan
Lebih terperincitepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan
145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral
HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi
Lebih terperinciSemua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar
38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang umum dipelihara dan digunakan sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya diperlihara untuk diambil tenaga, daging,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)
TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bos indicus (zebu)
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bos indicus (zebu) dengan sapi jenis Bos sondaicus.pada tubuh sapi ini terdapat tanda-tanda sebagai warisan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Nutrien Pakan oleh Ternak pada Masing-Masing Perlakuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai
Lebih terperinciSyifa Nurjannah*, Budi Ayuningsih**, Iman Hernaman** Universitas Padjadjaran
Pengaruh Tingkat Penambahan Complete Rumen Modifier (CRM) dalam Ransum Berbasis Pucuk Tebu (Saccharum officinarum) terhadap Degradasi Bahan Kering dan Produksi Gas Metan (In Vitro) The Effect of Addition
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciTanin sebagai pelindung
Tanin sebagai pelindung Protein Pakan Ilmu Dan Teknologi Pengolahan Bahan Pakan Apa itu tanin?? Merupakan zat anti nutrisi yang secara alamiah ada lama bahan makanan ternak. Tanin diklasifikasikan ke dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet
TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Kerbau merupakan ternak ruminansia yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memanfaatkan jenis limbah berkualitas rendah. Hal itu disebabkan oleh tingginya populasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari oksida rangkap seperti Al 2 O 3, SiO 2, Fe 2 O 3, CaO, dan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan batuan sedimen dengan kandungan campuran mineralmineral yang terdiri dari oksida rangkap seperti Al 2 O 3, SiO 2, Fe 2 O 3, CaO, dan MgO. Mineral
Lebih terperinci