TINJAUAN PUSTAKA Bahan Bakar Biodiesel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Bahan Bakar Biodiesel"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Bakar Biodiesel Biodiesel adalah istilah untuk bahan bakar berbasis mono-alkil ester yang terbuat dari sumber terbarukan seperti minyak sayur yang baru/telah digunakan dan lemak hewan (Agarwal 2006). Pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif disebabkan oleh karakteristiknya mirip dengan diesel konvensional dan berasal dari sumber yang terbarukan (Kim et al. 2007). Dengan demikian, penggunaannya tidak memerlukan modifikasi maupun penggantian komponenkomponen mesin. Bahan bakar ini ramah lingkungan dan berkontribusi dalam mengurangi pemanasan global dan polusi udara karena bahan yang digunakan merupakan karbon netral dan rendah kandungan sulfur, serta mengurangi emisi yang mengandung hidrokarbon (seperti karbonmonoksida) (Yadav et al. 2010), bilangan asap (smoke number) yang rendah, memiliki cetane number yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning), memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin, dan dapat terurai (biodegradabe) sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic). Selain itu, Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima alasan pengembangan biodiesel, antara lain: 1 Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan 2 Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan, ketergantungan negara dalam mengimpor petroleum. 3 Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan mengurangi dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang tertutup. Analisis siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan emisi CO 2 berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan bahan bakar diesel berbahan petroleum. 4 Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan emisi partikel padat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar diesel.

2 6 5 Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam jumlah 1 2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya bahan bakar diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar yang dapat diterima. Biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan dari tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (crude palm oil/cpo), jarak pagar (crude jatropha oil/cjo), kelapa (crude coconut oil/cco), sirsak, srikaya, kapuk, dll. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Kelapa sawit merupakan salah satu sumber bahan baku minyak nabati yang prospektif dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia, mengingat produksi CPO Indonesia cukup besar dan meningkat tiap tahunnya (Triwahyuningsih dan Adiprasetya 2009). Indonesia dan Malaysia adalah 2 produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Bersama-sama, kedua negara ini menghasilkan 90% dari minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dunia. CPO dewasa ini merupakan bahan mentah utama produksi biodiesel di seluruh dunia. Minyak sawit adalah satu-satunya bahan mentah biodiesel yang banyak tersedia, karena dewasa ini Indonesia memproduksi 19.5 juta ton/tahun CPO; 4.5 juta ton/tahun dikonsumsi oleh industri pangan dalam negeri (terutama untuk minyak goreng), 2.5 juta ton/tahun digunakan oleh produsen-produsen biodiesel dan sisanya diekspor (USAID 2009). Pemanfaatan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel), ternyata masih dijumpai suatu masalah. Masalah yang dihadapi tersebut terutama disebabkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi (Krisnangkura et al. 2010) jika dibandingkan dengan diesel petroleum. Masalahmasalah akan muncul setelah mesin beroperasi dengan menggunakan minyak nabati dalam waktu yang lama, khususnya dengan sistem injeksi langsung. Permasalahan tersebut meliputi: 1 pembentukan kerak dan bentuk yang menyerupai trompet pada injektor sedemikian rupa sehingga proses atomisasi bahan bakar tidak berlangsung dengan baik atau terhalang karena orifice yang tersumbat, 2 penumpukan karbon, 3 minyak ring tersendat dan

3 7 4 penebalan serta gelling pada minyak pelumas sebagai akibat dari kontaminasi minyak nabati (Ma dan Hanna, 1999). Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan proses konversi minyak nabati kedalam bentuk ester (metil ester) dari asam lemak minyak nabati melalui proses transesterifikasi (Hamid dan Yusuf 2002). Proses Produksi Biodiesel Biodiesel dihasilkan melalui suatu proses yang dikenal sebagai transesterifikasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. O CH 2 - O - C R 1 O CH - O - C - R CH 3 OH O CH 2 - O - C - R 3 (katalis) O CH 3 - O - C R 1 O CH 2 - OH CH 3 - O - C - R 2 + CH - OH O CH 2 - OH CH 3 - O - C - R 3 Trigliserida Metanol FAME Gliserol Gambar 1 Persamaan stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel Dimana R 1, R 2, dan R 3 merupakan rantai panjang hidrokarbon, sering disebut sebagai rantai asam lemak (Gerpen 2005). Reaksi tersebut dibagi ke dalam 3 tahapan, yaitu pembentukan produk antara digliserida (DG) dan monogliserida (MG) (Utami et al. 2007) dan produk yang diinginkan yaitu FAME (fatty acid methyl esters), dengan hasil samping dari produksi tersebut yaitu gliserin. Tahapan tersebut berlangsung seperti pada Gambar 2 (Marchetti et al. 2007). Gambar 2 Tahapan reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel (R COOR) Keseimbangan reaksi terjadi pada kondisi, 3 mol metanol direaksikan dengan 1 mol minyak. Menurut Hong et al. (2009), selama terjadinya reaksi, agar keseimbangan selalu bergerak ke kanan, maka metanol yang direaksikan sebaiknya dalam jumlah yang berlebih dengan kata lain lebih dari rasio

4 8 stoikiometri reaksi transesterifikasi. Reyes et al. (2010) menyarankan perbandingan antara alkohol dengan trigliserida adalah 6:1. Metode produksi biodiesel dapat dibedakan ke dalam dua cara, yaitu secara katalitik dan non-katalitik (Petchmala et al. 2008). Pengolahan secara katalitik menggunakan NaOH (Tomoki 2008) atau KOH sebagai katalis basa, H 2 SO 4 sebagai katalis asam, dan lipase sebagai katalis yang berasal dari enzim (Marchetti et al. 2007, dan Yoo et al. 2011). Sedangkan, pengolahan secara non-katalitik dilakukan pada kondisi superkritis dari alkohol (tekanan dan temperatur tinggi yaitu sekitar 350 o C, 30 MPa (Kusdiana dan Saka 2001), K dan MPa (Valle et al.) atau menggunakan uap metanol lewat jenuh (superheated methanol vapor) (Joelianingsih 2008). Proses produksi biodiesel secara non-katalitik dapat dilakukan dengan menggunakan kondisi superkritis metanol tanpa menggunakan katalis (Kusdiana dan Saka 2001, Hong et al dan Kim et al. 2007). Cara ini akan memberikan waktu yang lebih singkat dan cara pemurnian yang lebih mudah serta lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan proses katalis (Petchmala et al. 2008). Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu kondisi superkritis (kondisi temperatur tinggi yang disertai dengan tekanan tinggi) memberikan resiko terhadap terjadinya ledakan, cukup besar. Oleh karena itu, dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, hingga ditemukannya cara produksi biodiesel pada tekanan atmosfer. Namun, proses terbentuknya FAME masih membutuhkan waktu yang cukup lama (menurut Joelianingsih (2008) dengan alat bubble column reactor sekitar 270 sampai 300 menit waktu reaksi) atau dengan kata lain, laju reaksi pada proses superheataed methanol vapor masih sangat rendah. Sehingga, proses produksi secara nonkatalitik masih dirasakan sulit untuk dikembangkan pada skala besar dan membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Produksi Biodiesel secara Katalitik Katalis berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi yang diperlukan untuk berlangsungnya suatu reaksi. Sehingga, jumlah partikel yang mampu bereaksi bertambah banyak, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

5 9 Jumlah partikel Sekarang semua partikel ini juga memiliki energi yang cukup untuk bereaksi Sebelumnya hanya sejumlah partikel yang berada pada area di bawah kurva pada bagian ini yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi Sebelumnya hanya sejumlah partikel yang berada pada area di bawah kurva pada bagian ini yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi Sebelumnya hanya sejumlah partikel yang berada pada area di bawah kurva pada bagian ini yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi Gambar 3 Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004). Menambahkan katalis memberikan perubahaan yang berarti pada energi aktivasi. Katalis menyediakan satu rute alternatif bagi reaksi. Rute alternatif ini memiliki energi aktivasi yang rendah. Katalis hanya mempengaruhi laju pencapaian kesetimbangan, bukan posisi keseimbangan (misalnya: membalikkan reaksi). Katalis tidak mengganggu gugat hasil kesetimbangan suatu reaksi dimana konsentrasi atau massanya setelah reaksi selesai sama dengan konsentrasi atau massa reaksi sebelum reaksi dilangsungkan (Clark 2004). Proses produksi dengan menggunakan katalis asam akan memberikan nilai yield yang sangat besar namun reaksinya sangat lambat (dapat mencapai lebih satu hari). Selain itu, jumlah alkohol yang digunakan sangat banyak (biasanya dengan mol rasio 30:1 mol alkohol/mol minyak). Pemakaian katalis enzim memberikan harapan terhadap proses produksi biodiesel yang lebih aman terhadap lingkungan. Namun, sama halnya dengan katalis asam, katalis enzim membutuhkan waktu yang sangat lama agar reaksi dapat berlangsung. Selain itu, proses produksi dengan katalis enzim juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, katalis yang biasa digunakan dalam produksi biodiesel secara katalitik adalah katalis basa (yang biasa digunakan adalah KOH dan NaOH). NaOH dan KOH adalah jenis basa kuat yang dapat terlarut dalam metanol dan etanol (Marchetti et al. 2005). Partikel-partikel yang tidak memiliki energi yang cukup untuk bereaksi Energi aktivasi yang baru Energi aktivasi sebelumnya Energi

6 10 Alasan lain yang menyebabkan pemakaian katalis basa lebih dipilih dalam proses produksi untuk skala industri adalah karena proses secara alkali (basa) akan lebih efisien dan rendah korosif daripada proses secara asam, alkohol yang digunakan lebih sedikit (biasanya 6:1 mol/mol), dan dengan temperatur proses yang lebih rendah. Tabel 1 Pemakaian katalis basa pada produksi biodiesel Autor Katalis Jumlah (%) Arquiza et al. (2000)* NaOH 0.5 Felizardo et al. (2006)* NaOH 0.6 Chhetri et al. (2008)* NaOH 0.08 Tomasevic dan Marinkovic (2003)* KOH 1 Reefat et al. (2008)* KOH 1 Phan dan Phan (2008)* KOH 0.75 Allawzi dan Kandah (2008)* KOH 1.2 Tang et al. (2007)** NaOH 0.8 Tapanes et al. (2008)** NaOH 0.8 Chitra et al. (2005)** NaOH 1 Berchmans et al. (2010)** KOH 1 Sumber: *Math et al. (2010); **Juan et al. (2011) Tabel 1 menunjukkan bahwa pemakaian katalis NaOH dapat diturunkan hingga 0.08% w/w, sedangkan untuk KOH rata-rata masih sebanyak 1% w/w. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu sistem yang dapat menurunkan pemakaian KOH. Untuk menurunkan pemakaian KOH dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas tumbukan partikel-partikel yang bereaksi. Tumbukan tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi atau yang sering disebut sebagai energi aktivasi. Peningkatan frekuensi tumbukan dapat dilakukan dengan meningkatkan temperatur proses, konsentrasi dari pereaksi dan meningkatkan pengadukan. Untuk mempercepat reaksi, perlu meningkatkan jumlah dari partikelpartikel energik (partikel-partikel yang memiliki energi yang sama atau lebih besar dari energi aktivasi). Hampir sebagian besar reaksi yang terjadi baik di laboratorium maupun industri akan berlangsung lebih cepat apabila dipanaskan. Peningkatan temperatur dapat meningkatkan laju reaksi karena bertambahnya jumlah energi tumbukan aktif (Clark 2004). Sebagian reaksi berlangsung pada temperatur ruang, laju reaksi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.

7 11 Peningkatan konsentrasi salah satu reaktan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya tumbukan. Namun, apabila menggunakan katalis padat dalam jumlah yang sedikit dalam reaksi, dan direaksikan dengan reaktan yang memiliki konsentrasi yang cukup tinggi, maka permukaan katalis akan seluruhnya diliputi oleh partikel yang bereaksi sehingga mengurangi fungsi katalis. Selain itu, peningkatan konsentrasi larutan terkadang tidak memberikan efek apa-apa karena katalis telah bekerja pada kapasitas maksimumnya (Clark 2004). Cara lain untuk meningkatkan frekuensi tumbukan adalah dengan proses pengadukan. Mekanisme Pengadukan Konvensional Blade Agitator Sebagian besar proses bergantung pada keberhasilannya dalam mengaduk dan mencampur fluida. Pengadukan cairan biasanya dilakukan di dalam tangki atau bejana, biasanya berbentuk silinder dengan sumbu vertikal. Pengaduk yang digunakan dapat berupa impeler yang dipasang menggantung pada poros yang digerakkan oleh motor. Impeler menciptakan pola aliran dalam sistem, menyebabkan cairan beredar pada bejana dan akhirnya kembali ke impeler. Pola aliran pada sistem pengadukan dengan menggunakan agitator bergantung pada tipe impeler yang digunakan, karakteristik fluida, dan ukuran serta bentuk tangki, baffle, dan agitator. Pada aliran berputar, cairan mengalir dengan arah pergerakan mengikuti sudu impeler, kecepatan relatif antara blade dan liquid berkurang, dan tenaga yang dapat diserap oleh liquid terbatas. Prinsip dalam aliran adalah radial dan tangensial. Kompenen tangensial akan menyebabkan terbentuknya vortex (pusaran) dan putaran, yang harus dicegah dengan memasang buffle atau cincin diffuser. Dalam bejana yang tidak memiliki buffle putaran aliran dipengaruhi oleh semua tipe impeler, baik aliran aksial maupun radial. Apabila putarannya kuat, pola aliran di dalam tangki sebenarnya sama untuk semua bentuk impeler. Pada impeler yang berkecepatan tinggi, vortex akan terbentuk hingga mencapai impeler (hal ini tidak diinginkan) (McCabe et al. 1993), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

8 12 Vortex n Permukaan cairan Samping Bawah Gambar 4 Pola aliran di dalam bejana tanpa buffle pada sistem pengadukan dengan blade agitator (McCabe et al. 1993) Static Mixer Selama ini pada produksi biodiesel, peningkatan frekuensi tumbukan dilakukan dengan menggunakan blade agitator yang memanfaatkan kerja dari moving part. Pemakaian moving part tersebut perlu dihindari untuk mengurangi pemakaian energi dan perawatan tambahan. Penambahan komponen mixer yang bekerja statis dapat dilakukan untuk menghindari hal tersebut. Pemakaian static mixer dalam produksi biodiesel telah dilakukan sebelumnya oleh Alamsyah (2010). Dalam hal ini static mixer berfungsi untuk mempermudah kerja katalis dalam mempercepat terjadinya reaksi antara trigliserida dan metanol melalui proses pengadukan yang dilakukan oleh elemen statis. Katalis yang digunakan oleh Alamsyah (2010) sebanyak 1% w/w, dan menghasilkan metil ester sebesar 98.7% dalam waktu 20 menit. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa pemakaian katalis masih dapat diturunkan di bawah 1% dengan bantuan pengadukan dari static mixer yang menciptakan pemecahan, pembagian dan pembalikan aliran dengan tujuan mengurangi variasi bahan dan menghasilkan campuran yang lebih homogen (Kenics 2007). Energi kinetik yang tebentuk dari aliran (Nevers 1991) yang disebabkan oleh geometri static mixer, akan menyebabkan partikel-partikel fluida yang terbentuk menjadi lebih kecil, luas permukaan menjadi besar, sehingga frekuensi tumbukan yang terjadi dalam reaktor akan semakin besar pula (Clark 2004) dan

9 13 pada kondisi temperatur yang sesuai akan mempercepat terjadinya reaksi antar partikel campuran fluida (trigliserida dan metanol). Static mixer merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencampur dua bahan fluida, umumnya fluida yang cair. Namun, juga digunakan untuk mencampur gas, mencampur gas dengan cairan atau cairan dengan cairan yang tidak terlarut. Perangkat ini terdiri dari elemen-elemen (umumnya berbentuk heliks) yang berada di dalam tabung silinder. Elemen tersebut terbuat dari logam atau sejenis plastik. Demikian pula, selubung mixer dapat dibuat dari logam atau plastik. Jenis bahan konstruksi untuk komponen static mixer antara lain stainless steel, polypropylene, teflon, kynar dan polyacetal. Fluida yang mengalir terus-menerus melewati elemen static mixer akan mengalami pencampuran dan pengadukan seolah-olah telah mengalami pengadukan secara batch konvensional dalam tangki (Admix 2010a). Keberhasilan proses pencampuran tergantung pada beberapa variabel antara lain sifat fluida, diameter dalam tabung, jumlah elemen, dan desain. Desain geometrik alat yang tepat dapat menghasilkan pola pembagian aliran dan pencampuran radial sekaligus. Pembagian aliran Pencampuran radial Gambar 5 Pembagian aliran dan pencampuran radial cairan di dalam static mixer (Bor dan Thomas 1971).

10 14 Jumlah elemen Gambar 6 Pembagian aliran di mixer adalah fungsi dari jumlah elemen dalam static mixer (Bor dan Thomas 1971). Proses pembagian aliran bahan (fluida) pada elemen mixer terjadi di bagian tepi setiap elemen. Aliran yang terbagi tersebut akan mengikuti saluran yang diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks), kemudian mengalami pembagian lagi pada bagian tepi elemen berikutnya sehingga mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan adalah 2 n dimana 'n' adalah jumlah elemen dalam mixer). Selain itu, geometri static mixer juga menyebabkan terbentuknya aliran turbulen mikro, pencampuran radial (sirkulasi dan rotasi bahan di sekitar pusat hidrolik) dan transfer momentum di setiap saluran mixer Jumlah pembagian Aliran laminar Pembagian Aliran turbulen Pembalikan inersia Pencampuran radial dan transfer momentum Layer = 2 e dimana e = jumlah elemen Membentuk aliran turbulen mikro Memaksa material berotasi pada pusat hidroliknya Gambar 7 Aliran fluida dalam static mixing reactor (Admix 2010b). Proses pencampuran dan pengadukan yang terjadi di saluran static mixer akan mengurangi atau menghilangkan gradien pada temperatur, kecepatan dan komposisi bahan (Bor dan Thomas 1971; Admix 2010b).

11 15 Aliran Fluida dalam Pipa Ada dua jenis aliran mantap dari fluida yang disebut aliran laminer dan aliran turbulen. Dalam aliran laminer partikel-partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasan-lintasan lurus, sejajar dalam lapisan-lapisan atau laminae. Sedangkan pada aliran turbulen partikel-partikel bergerak secara serampangan ke semua arah (Giles 1996). Fluida yang mengalir dalam aliran yang turbulen memiliki energi kinetik per satuan massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan fluida yang mengalir dengan kecepatan yang sama pada aliran yang tidak turbulen. Dengan demikian, semakin meningkat intensitas turbulensi, maka energi kinetik turbulen akan semakin besar. Energi kinetik turbulen membentuk aliran dari konversi viskositas menjadi energi dalam (Nevers 1991). Kinetika Reaksi Transesterifikasi Laju Reaksi dan Orde Reaksi Transesterifikasi Laju reaksi biasanya diukur dengan melihat berapa cepat konsentrasi suatu reaktan berkurang pada waktu tertentu. Dengan melakukan percobaan yang melibatkan reaksi antara A dan B, akan diperoleh bahwa laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi A dan B, seperti pada persamaan (1). r = k[a] a [B] b... (1) dimana: r = laju reaksi (mol s -1 ) k = konstanta laju reaksi A, B = konsentrasi reaktan yang bereaksi (mol) a, b = orde reaksi terhadap A, B Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahaan konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Faktor-faktor lainnya seperti temperatur, katalis (Clark 2004) serta konstanta laju reaksi juga mempengaruhi laju reaksi. Dari persamaan (1) terlihat bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh pangkat dari konsentrasi A dan B yang merupakan orde reaksi terhadap A dan B. Penyelidikan sebuah reaksi bertujuan untuk menentukan model laju dan konstanta laju reaksi, pada beberapa temperatur. Idealnya, langkah pertama adalah

12 16 mengidentifikasi semua produk dan menyelidiki apakah terdapat reaksi intermediate dan reaksi samping yang terlibat. Penentuan laju reaksi disederhanakan dengan metode isolasi pada konsentrasi seluruh reaktan yang berlebih. Apabila salah satu reaktan memiliki kelebihan konsentrasi, maka konsentrasi reaktan tersebut dapat dianggap konstan selama reaksi berlangsung (Atkins 1990). Apabila laju reaksi tersebut mengikuti model reaksi orde pertama, maka menjadi persamaan (2) = - k[a] 1... (2) Kemudian persamaan (2) tersebut diintegrasikan diantara limit waktu = 0 dan waktu t dengan konsentrasi yang beragam dari konsentrasi awal [A] o pada waktu nol ke [A] pada waktu setelahnya sehingga menghasilkan persamaan (3)... (3) Dari hasil integrasi tersebut diperoleh persamaan (4) atau... (4) (House 2007). Kinetika reaksi pada sistem produksi biodiesel dalam reaktor dibuat berdasarkan reaksi transesterifikasi overall, dengan asumsi bahwa reaksi berlangsung irreversible karena reaktan (alkohol) yang digunakan sangat berlebih sehingga konsentrasi dari alkohol selama reaksi dapat dianggap tetap. Pada kondisi ini perubahan jumlah alkohol pada reaksi tidak akan mempengaruhi laju reaksi (Utami et al. 2007). Apabila model orde reaksi yang berlaku untuk keseluruhan reaksi adalah orde kedua, maka persamaan laju reaksi setelah melalui teknik isolasi dengan konsentrasi B yang berlebih akan memberikan hasil seperti persamaan (5) = k [A] 2... (5) Model tersebut merupakan model pseudo orde kedua (Atkins 1990). Model laju reaksi tidak selalu mengikuti persamaan kesetimbangan pada suatu reaksi. Jika persamaan (5) diintegrasikan antara limit konsentrasi [A] o pada t = 0 dan [A] pada waktu t, maka akan menghasilkan laju reaksi dengan persamaan

13 17... (6) Sama halnya pada suatu reaksi yang mengikuti model reaksi dengan orde ketiga dan salah satu reaktannya dalam jumlah yang berlebih, maka setelah melalui teknik isolasi akan memiliki persamaan seperti persamaan (7): = - k[a] 3... (7) Jika persamaan diintegrasikan antara limit konsentrasi [A] o pada t = 0 dan [A] pada waktu t, maka diperoleh hasil integrasi laju reaksi pada persamaan (8) (House 2007).... (8) Dari perhitungan laju reaksi tersebut, maka nilai konstanta laju reaksi (tetapan laju) dapat ditentukan dengan cara memplotkan ke dalam grafik hubungan antara perubahan konsentrasi (sesuai dengan model orde reaksi yang sesuai) terhadap waktu. Persamaan Arrhenius Konstanta laju reaksi (tetapan laju) sebenarnya tidak benar-benar konstan. Konstanta ini berubah, jika temperatur reaksi ataupun katalis yang digunakan dalam reaksi diubah. Nilai konstanta laju reaksi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Dimana:... (9) - T : temperatur (Kelvin). - R : konstanta atau tetapan gas (J K -1 mol -1 ) - E A : energi aktivasi (kj mol -1 ) - A : Faktor frekuensi (mol -1 ) A, merupakan faktor pre-eksponensial atau faktor sterik. A merupakan istilah yang meliputi faktor seperti frekuensi tumbukan dan orientasinya. A sangat bervariasi bergantung pada temperatur walau hanya sedikit. A sering dianggap sebagai konstanta pada jarak perbedaan temperatur yang kecil. Persamaan Arrhenius dapat dinyatakan dalam bentuk logaritmik seperti pada persamaan (10)... (10)

14 18 Persamaan Arrhenius dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh dari perubahaan temperatur pada tetapan reaksi dan laju reaksi. Jika misalkan tetapan laju berlipatganda, maka laju reaksi juga akan berlipatganda. Utami et al. (2007) dan Dasari (2003) telah membuktikan bahwa kenaikan temperatur berpengaruh terhadap kenaikan konstanta laju reaksi atau dengan kata lain mempercepat terjadinya reaksi. Faktor frekuensi (A) dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahaan temperatur yang kecil. Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi, namun ia sendiri, secara kimiawi, tidak berubah pada akhir reaksi. Ketika reaksi selesai, akan diperoleh massa katalis yang sama seperti pada awal ditambahkan (Clark 2004) Salah satu faktor yang mempengaruhi kinetika reaksi pada proses ini adalah pencampuran dan intensitas pengadukan. Sudah jelas bahwa kinetika yang melibatkan reaksi dengan alkohol sangat dipengaruhi oleh intensitas pengadukan reaktan di dalam campuran, karena proses ini terjadi pada sistem yang heterogen dari dua fase yang tidak terlarut. Oleh karena itu diperlukan kondisi pengadukan yang mampu meningkatkan yield biodiesel atau untuk mempersingkat waktu proses, misalnya high shear mixer, reaktor dengan aliran yang berputar, dan ultrasound reactor (Reyes et al. 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Daya Static Mixing Reactor Alat penelitian dirancang dan dibangun tanpa perhitungan rancangan struktural yang rinci. Meskipun demikian, perhitungan lebih rinci untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK DENGAN STATIC MIXING REACTOR SULASTRI PANGGABEAN

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK DENGAN STATIC MIXING REACTOR SULASTRI PANGGABEAN ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK DENGAN STATIC MIXING REACTOR SULASTRI PANGGABEAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya bagian Teknik Energi Terbarukan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 Juni 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak

Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak Tania Surya Utami, Rita Arbianti, Doddy Nurhasman Departemen Teknik Kimia,Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia Oleh : ENY PURWATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Bahan bakar minyak berbasis fosil seperti solar, premium (bensin), premix dan minyak tanah sangat memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional antara

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber energi. Biomassa mengacu pada material yang berasal dari makhluk hidup, tidak

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat Penukar Panas Alat penukar panas yang dirancang merupakan tipe pipa ganda dengan arah aliran fluida berlawanan. Alat penukar panas difungsikan sebagai pengganti peran

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel Lee et al. (2007) menyatakan salah satu sumber energi yang menjadi perhatian adalah bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga ketersediaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di seluruh dunia jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia mengalami krisis

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya populasi manusia di bumi mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin meningkat pula. Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas BAB II PUSTAKA PENDUKUNG 2.1 Bahan Bakar Nabati Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas mengarah kepada penggunaan energi asal tanaman. Energi asal tanaman ini disebut sebagai

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010 PEMBUATAN BIODIESEL Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu 109096000004 Kelompok : 7 (tujuh) Anggota kelompok : Dita Apriliana Fathonah Nur Anggraini M. Rafi Hudzaifah Tita Lia Purnamasari Tanggal : 27

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 % APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 % Oleh : Eko Deviyanto Dosen Pembimbing : Dr.Rr. Sri Poernomosari Sari

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA Oleh : M Isa Anshary 2309 106

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Teknik Reaktor 4.1.1 Uji Performansi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara garis besar proses produksi biodiesel yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap proses (pemanasan awal dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbarui, oleh sebab itu persediaan bahan bakar fosil di bumi semakin menipis dan apabila digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas Penentuan asam lemak bebas sangat penting untuk mengetahui kualitas dari minyak nabati. Harga asam lemak bebas kurang dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat dilaporkan dalam dua analisa, yakni secara kuantitatif dan kualitatif. Data analisa kuantitatif diperoleh dari analisa kandungan gliserol total, gliserol

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cadangan dan produksi bahan bakar minyak bumi (fosil) di Indonesia mengalami penurunan 10% setiap tahunnya sedangkan tingkat konsumsi minyak rata-rata naik 6% per tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Beberapa tahun ini produksi minyak bumi selalu mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak selalu mengalami penaikan. Menurut Pusat Data Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angkutan transportasi berbahan bakar minyak dan mesin industri yang menggunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI PROSES

BAB II DISKRIPSI PROSES 14 BAB II DISKRIPSI PROSES 2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1. Spesifikasi bahan baku a. CPO (Minyak Sawit) Untuk membuat biodiesel dengan kualitas baik, maka bahan baku utama trigliserida yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh: PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR Oleh: 1. Abdul Nasir Arifin (0431010120) 2. Agung Budiono (0431010134) JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

SINTESIS BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG PALAS: AKTIVASI NaOH DAN KALSINASI PADA 500 o C E. Yuliani 1, Nurhayati 2, Erman 2

SINTESIS BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG PALAS: AKTIVASI NaOH DAN KALSINASI PADA 500 o C E. Yuliani 1, Nurhayati 2, Erman 2 SINTESIS BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG PALAS: AKTIVASI NaOH DAN KALSINASI PADA 500 o C E. Yuliani 1, Nurhayati 2, Erman 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang Kimia Fisika Jurusan Kimia

Lebih terperinci

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI SIDANG TUGAS AKHIR 2012 PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI Disusun oleh : Herdiani Fitri Ningtias (2309 030 059) Dwi Purnama Wulandari (2309

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewable disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian Metode yang akan digunakan untuk pembuatan monogliserida dalam penelitian ini adalah rute gliserolisis trigliserida. Sebagai sumber literatur utama mengacu kepada metoda konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku yang memiliki peluang untuk produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data statistik menunjukkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI Pardi Satriananda ABSTRACT Ethyl ester and gliserol produce by reacting coconut

Lebih terperinci

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat Tirto Prakoso, Tatang H Soerawidjaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci