VALUASI EKONOMI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH BANTAR GEBANG UNTUK MENENTUKAN KEBIJAKAN DI MASA DEPAN. R. Julianto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VALUASI EKONOMI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH BANTAR GEBANG UNTUK MENENTUKAN KEBIJAKAN DI MASA DEPAN. R. Julianto"

Transkripsi

1 VALUASI EKONOMI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH BANTAR GEBANG UNTUK MENENTUKAN KEBIJAKAN DI MASA DEPAN R. Julianto SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Valuasi Ekonomi Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang untuk Menentukan Kebijakan di Masa Depan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juni 2011 R. Julianto NRP: P

3 ABSTRACT JULIANTO.R. Economic Valuation of The Solid Waste Disposal Management of Bantar Gebang to determine Management Policy in the Future. Under direction of SUPIANDI SABIHAM, SYAIFUL ANWAR, and WONNY AHMAD RIDWAN. The existence of Bantar Gebang Solid Waste Disposal (SWD) Management considered a problem and a blessing for the surrounding community. The aim of the research was to determine the impacts, the externality and the Total Economic Value Management of Bantar Gebang SWD and SWD Policy. Analysis of the externality is the result of direct or indirect impacts of the Bantar Gebang SWD including economic impact, social impact and environmental impact. Negative externalities analyses were based on the inconvenience, the loss of environmental values, pollution, and decreased property values. Positive externalities analysis included the existence of business and employment opportunities for the people to waste recycle, and the existence of access roads to facilitate transport to landfill to the surrounding community. Total economic value of the economic valuation analysis of Bantar Gebang SWD is comprised of the total cost of Rp 1.70 trillion and the total benefits of Rp 2.19 trillion so that the total economic value amounting to Rp 482 billion. This shows positive total economic value means that the existence Bantar Gebang SWD is waste recycle activities domination by informal sector. Key words: impact, externalities, economic valuation, total economic value, Bantar Gebang Solid Waste Disposal.

4 RINGKASAN JULIANTO.R. Valuasi Ekonomi Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang untuk Menentukan Kebijakan di Masa Depan. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, SYAIFUL ANWAR, dan WONNY AHMAD RIDWAN. Penilaian dampak lingkungan tempat pembuangan akhir sampah dilakukan dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi atau penilaian ekonomi guna mengetahui manfaat dan biaya dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang terjadi, biaya eksternalitas, Nilai Ekonomi Total (NET) pengelolaan TPA sampah Bantar Gebang dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan TPA sampah di masa depan yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bantar Gebang sebagai lokasi penampung sampah Jakarta, menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan daftar pertanyaan. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari: (1) data sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat, pemulung, lapak dan bandar; (2) data penyebaran bau sampai radius 5 km dari TPA sampah Bantar Gebang; (3) data kualitas air tanah pada radius 250 m (ring I), 500 m (ring II), dan 750 m (ring III) dari TPA sampah Bantar Gebang. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan hasil penelitian terdahulu seperti: (1) data BPS (Bekasi dalam Angka ); (2) Studi Valuasi Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Keberadaan TPA Jakarta oleh Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Kota Bekasi; dan (3) Studi Andal Lokasi Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Bekasi oleh Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Hasil penelitian kualitas air pengolahan leachate sampah pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) TPA sampah Bantar Gebang menunjukkan bahwa parameter pencemar yang masih melebihi baku mutu adalah zat padat terlarut (TDS), amonia (NH3), merkuri, nitrat, COD dan BOD. Kualitas air permukaan yaitu air Sungai Ciketing pada lokasi sebelah hulu kawasan TPA sampah Bantar Gebang mengalami penambahan beban pencemaran dari TPA sampah Bantar Gebang. Penambahan beban pencemaran tersebut berupa bahan organik (BOD dan COD), nitrogen (amoniak), padatan dan sebagian logam (mangan dan sulfida). Hasil pemantauan pada lokasi sebelah hilir TPA ternyata parameter yang ada telah melampaui baku mutu yang diijinkan yaitu untuk parameter TSS (total suspended solid), mangan dan sulfida. Kualitas air sumur di sekitar TPA sampah Bantar Gebang secara umum baik kualitas fisik maupun kualitas kimia semuanya masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, kecuali parameter total harness yang melebihi baku mutu. Parameter mikrobiologi, menunjukkan adanya pencemaran coliform dan fecal coli.

5 Kualitas udara yang diteliti dari dalam lokasi TPA dan di luar TPA, menunjukkan bahwa kualitas udara ambien cukup baik, kecuali kebisingan. Kebisingan di beberapa lokasi melebihi nilai baku mutu, yaitu di depan kantor TPA sampah Bantar Gebang, belakang TPA Sumur Batu dan pertigaan TPA sampah Bantar Gebang serta Jalan Raya Narogong. Perhitungan biaya eksternalitas dari dampak TPA yang mengakibatkan pencemaran air tanah menggunakan pendekatan perubahan perilaku konsumsi air rumah tangga yakni kebutuhan air untuk mandi sebanyak 80 liter/hari dan kebutuhan air untuk minum sebesar 5 liter/hari dengan harga air dorongan Rp 150 per liter pada tahun Hasil survey menunjukkan bahwa kualitas air tanah di wilayah ring I tidak layak untuk air minum dan mandi. Kawasan ring II dan ring III tidak layak untuk air minum. Nilai kerugian akibat penurunan kualitas air tanah (NRAB) sebesar Rp 817 milyar. Berdasarkan data Bekasi dalam Angka (2006), proporsi penduduk dari wilayah yang diteliti (3 kelurahan dan 1 desa) sebanyak 57% dari penduduk Kecamatan Bantar Gebang. Jenis penyakit yang diderita 75% disebabkan sampah di TPA dan 25% disebabkan faktor lain. Nilai kerugian akibat penyakit yang disebabkan keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang (NRPP) sebesar Rp 41,8 milyar. Nilai kerugian penurunan produktivitas kerja (NRPK) dihitung berdasarkan jumlah hari tidak masuk kerja karena penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran TPA sampah Bantar Gebang, yaitu sebesar Rp 49,2 milyar. Nilai kerugian akibat gagal panen padi sawah (NRGP) karena luapan air hujan yang mengandung sampah, dihitung dengan menggunakan asumsi gagal panen 1 kali per tahun. Nilainya sebesar Rp 1,7 milyar. Hasil estimasi emisi gas metana menggunakan data IPCC (2007). Biaya sosial emisi karbon dioksida adalah harga kerusakan dari perubahan iklim agregat di seluruh dunia yang diperkirakan sebesar 12 USD (1USD=Rp 9591,7) per ton CO 2 untuk tahun 2005 (UNEP, 2009). Nilai kerugian akibat emisi CO 2 (NRKU) yang dihasilkan dari sampah di TPA sampah Bantar Gebang dari Tahun 1990 sampai Tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp 20,1 milyar. Kerugian akibat bau busuk didekati dari hasil penelitian Willis dan Garrod (1997) dalam DEFRA (2004), tentang WTP yang berkaitan dengan pengurangan kebisingan, bau dan debu serta sampah yang tertiup angin dari landfill Crawcrook Quarry. Nilai kompensasi masyarakat di sekitar TPA sampah Bantar Gebang sebesar Rp per KK per bulan atau Rp per KK per tahun. Pada radius m, bau busuk muncul hampir setiap hari, radius m tercium setelah hujan turun. Berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika, jumlah hari hujan 100 hari per tahun. Pada radius m bau sampah tidak begitu menyengat, sehingga nilai kompensasi 50% dari kompensasi di radius m. Nilai kerugian akibat bau (NRBU) sebesar Rp 1,2 milyar. Penurunan nilai tanah di sekitar TPA sampah Bantar Gebang diperoleh hasil Rp 43,1 milyar juta pada radius 100 m dan Rp 41 milyar pada radius 200 m sehingga kerugian akibat penurunan nilai properti (NRTP) sebesar Rp 18,2 milyar. Ekternalitas positif yang menguntungkan dengan keberadaan TPA sampah Bantar Gebang adalah timbulnya peluang kesempatan kerja dalam memanfaatkan

6 sampah untuk didaur ulang. Pekerja yang terkait meliputi pemulung, buruh, pemilik lapak dan bandar. Ekternalitas positif dari pendapatan pemulung total Rp milyar, pendapatan buruh daur ulang sampah sebesar Rp 214,5 milyar. Ekternalitas positif dari pendapatan pemilik lapak sebesar Rp 164 milyar, pendapatan bandar Rp 55,9 milyar. Total ekternalitas manfaat dari kegiatan daur ulang sampah (NMKJ) sebesar Rp milyar. Eksternalitas positif lain adalah keberadaan jalan akses ke TPA. Nilai keberadaan dihitung dengan menggunakan jalan sebagai faktor penggerak pembangunan wilayah (Utama, 2001) di sekitar Bantar Gebang. Adanya jalan akses menuju TPA menimbulkan peningkatan kegiatan ekonomi. Nilai keberadaan jalan akses tersebut pada tahun 2009 diperkirakan NMJL sebesar Rp 187,5 milyar. Nilai ekonomi total per tahun (tahun ) dari hasil analisa valuasi ekonomi dengan perhitungan biaya dan manfaat pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang adalah terdiri dari total biaya (nilai rugi, NR) sebesar Rp 1.708,5 milyar dan total manfaat (nilai manfaat, NM) sebesar Rp 2.190,9 milyar, sehingga nilai ekonomi totalnya NET sebesar Rp 482,4 milyar. Eksternalitas pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang mempunyai nilai ekonomi total positif karena biaya ekonomi lingkungan lebih kecil dibandingkan manfaat ekonomi lingkungan. BCR sebesar 1,28 (> 1) yang menunjukkan manfaat secara lingkungan masih lebih besar dari kerugian lingkungan. Prioritas kebijakan dan strategi pengelolaan TPA Sampah berdasarkan survai pendapat pakar melalui AHP adalah aspek lingkungan dengan nilai bobot 0,444, aspek sosial (nilai bobot 0,255), aspek teknis (nilai bobot 0,214) dan aspek ekonomi (nilai bobot (0,087). Aspek lingkungan mencakup 4 (empat) kriteria yaitu: konservasi sumber daya alam dan energi kesehatan masyarakat, pencemaran lingkungan dan pemanasan global. Dari keempat kriteria tersebut, faktor pencemaran lingkungan merupakan kriteria yang paling utama untuk dipenuhi dengan nilai bobot 0,461, selanjutnya kriteria kesehatan masyarakat (nilai bobot 0,344), kriteria pemanasan global (nilai bobot 0,104) dan konservasi sumber daya alam (nilai bobot 0,092).

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapn tanpa izin IPB

8 VALUASI EKONOMI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH BANTAR GEBANG UNTUK MENENTUKAN KEBIJAKAN DI MASA DEPAN R. Julianto Disertasi Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Judul Disertasi : Valuasi Ekonomi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang untuk Menentukan Kebijakan di Masa Depan Nama Mahasiswa : R. Julianto Nomor Pokok : P Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr Ketua Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc Anggota Dr. Wonny Ahmad Ridwan, SE, MM Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Valuasi Ekonomi Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang untuk Menentukan Kebijakan di Masa Depan. Selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis banyak mendapat bantuan baik moril maupun materil serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini disampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., Dr. Wonny Ahmad Ridwan, SE, MM., masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberi saran demi kemajuan penulis dan lebih sempurnanya tulisan ini. 2. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB Masa Bakti Tahun yang memacu, memberi semangat dan solusi atas setiap permasalahan yang penulis hadapi, agar penulis selesai dalam studi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS dan Dr. Drh. Hasyim DEA selaku Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB yang selalu memberi semangat agar penulis selesai dalam studi ini. 4. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf dan jajaran administrasinya yang telah berkenan menerima dan mengasuh serta selalu mendukung penulis untuk kelancaran dan kesuksesan studi ini. 5. Direktur, Para Kasubdit, Kepala Seksi, Satker dan PPK beserta staf di lingkungan Direktorat Bina Program yang telah berkenan memberi ijin dan kelonggaran waktu untuk penyelesaian dan kesuksesan studi ini.

11 6. Dr.Etty Riani,M.S, Dr.Ir.Widiatmaka, DEA, dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc, Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. dan Dr.Ir.Zulkifli Rangkuti,M.M, M.Sc, penulis mengucapkan terima kasih atas masukannya serta para staf Program studi PSL IPB yang terus mendukung dan memberikan semangat penulis untuk terus melanjutkan penyelesaian studi ini. 7. Dinas Kebersihan dan Bappeda Propinsi DKI Jakarta serta PT Godangtua Jaya yang memberikan ijin dan data pendukung penelitian di TPA Sampah Bantar Gebang. 8. Pemerintah Kota Bekasi dan jajarannya yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk pelaksanaan penelitian lapangan dan penyediaan data Wilayah Kecamatan Bantar Gebang. 9. Laboratorium Pusat Pendidikan dan Latihan Teknis Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum di Kota Bekasi yang telah membantu analisis kualitas air tanah dan air permukaaan. 10. Teman-teman dan kerabat yang membantu survai lapangan dan penyusunan penelitian ini. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, baik moril maupun materiil. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Istri yang telah membantu dan memberi semangat penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Permohonan maaf penulis sampaikan kepada keluarga yaitu istri dan anak-anakku yang berkurang perhatian penulis selama menyelesaikan penelitian ini. Akhir kata, semoga semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat berdoa semoga diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah S.W.T. dan dinilai sebagai amal shaleh. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna dan dengan segala kerendahan hati menerima masukan, kritikan, dan saran agar tulisan ini dapat disempurnakan sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta masyarakat dan pengusaha terkait dan dunia ilmu pengetahuan. Bogor, Juni 2011 R.Julianto

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada Tanggal 30 Juli 1959 di Kelurahan Gunung Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara dari Ayah bernama R. Soead bin Miftah dan Ibu bernama R.R. Soebekti bin Soedjarwo Prawirodimedjo. Penulis menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Sekolah Menengah Atas dari Tahun di Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pada pertengahan Tahun 1979 Penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta dan lulus awal Tahun Pada Tahun Oktober 1999 Penulis mendapat tugas belajar pendidikan strata dua (S2) ke IHE Delft Belanda Bidang Studi Urban Infrastrcture Management dan menamatkan studi pada Maret 2002 meraih gelar Master of Science (M.Sc). Selanjutnya pada Tahun 2005 hingga sekarang penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Pascasarjana strata tiga (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada Tahun 1987 penulis mulai bekerja pada perusahaan konsultan PT. Yodya Karya (Persero) dan akhir Tahun 1991 masuk menjadi pegawai Subdit Penyusunan dan Pengendalian Program Direktorat Bina Program Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Mulai Tahun 1994 Penulis menjadi pegawai Subdit Perencanaan Umum dan Evaluasi Direktorat Bina Program Direktorat Jenderal Cipta Karya ketika terjadi Reorganisasi Direktorat Jenderal Cipta Karya. Tahun 1999 Penulis menjadi pegawai Subdit Program dan Anggaran Direktorat Bina Teknik Direktorat Jenderal Pengembangan Perkotaan Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Penulis diangkat menjadi Pemimpin Proyek Pembinaan dan Pengendalian Prasarana dan Sarana Dasar Perkotaan pada pertengahan Tahun 2002 Direktorat Bina Teknik Direktorat Pengembangan Perkotaan sampai Tahun Pada Tahun 2007 sampai 2009 Penulis menjadi Kepala Satuan Kerja Pembinaan dan Pengendalian Prasarana dan Sarana Dasar Perkotaan Direktorat Bina Program Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Tahun 2010 Penulis bekerja sebagai Kepala PPK Perencanaan dan Pengendalian Kegiatan Peningkatan Sistem Perencanan dan Manajemen pada Satuan Kerja Direktorat Bina Program Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, kemudian Tahun 2011 bekerja sebagai Asisten Teknik dan Kelembagaan CPMU Urban Strategy and Development Reform Program. Penulis mempunyai istri Hj. Ade Ferdijana dan dua anak yaitu Ajeng dan Ageng tinggal di Perumahan Bukit Nusa Indah Sarua Ciputat, Kota Tangerang Selatan.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.... xv DAFTAR GAMBAR... xx DAFTAR LAMPIRAN... xxii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Ruang Lingkup Penelitian... 2 Tujuan Penelitian... 3 Kerangka Pemikiran... 3 Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Kebaruan Penelitian (Novelty) TINJAUAN PUSTAKA Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah Eksternalitas Tempat Pembuangan Akhir Sampah Eksternalitas Negatif Pembuangan Sampah Eksternalitas Positif Pembuangan Sampah Perhitungan Konversi Ekonomi Valuasi Ekonomi Analisis Nilai Ekonomi Dampak Nilai Keberadaan (NK) Nilai Warisan (NW) Kebijakan Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Analisis Ekonomi untuk Masukan Kebijakan Metoda Pengolahan Sampah METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data xii

14 Jenis Data Sumber Data Metode Analisis Kebijakan Pengelolaan Sampah Dampak Tempat Pembuangan Akhir Biaya Eksternalitas Benefit Eksternalitas Nilai Ekonomi Total Dampak Perumusan Kebijakan GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis TPA Sampah Bantar Gebang Iklim Geologi dan Topografi Topografi Kualitas Air Kualitas Air Lindi di Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) TPA Sampah Bantar Gebang Kualitas Air Sungai Ciketing Kualitas Air Sumur Di Sekitar TPA Sampah Bantar Gebang Kualitas Udara dan Kebisingan di Sekitar TPA Sampah Bantar Gebang HASIL DAN PEMBAHASAN Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TPA Responden Masyarakat Responden Pemulung Responden Lapak Responden Bandar Kebijakan Pengelolaan Sampah Peraturan Perundangan Tentang Sampah Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah Kriteria Teknis Prasarana dan Sarana Kegiatan Penelolaan Sampah xiii

15 Dampak Lingkungan yang Terjadi di TPA Eksternalitas Eksternalitas Negatif Pengelolaan TPA Sampah Eksternalitas Positif Pengelolaan TPA Sampah Nilai Ekonomi Total Dampak Alternatif Teknologi Aspek dan Kriteria Skala prioritas antara kombinasi 1 dan kombinasi lainnya Skala prioritas antara kombinasi 2 dan kombinasi lainnya Skala prioritas antara kombinasi 3 dan kombinasi lainnya Skala prioritas antara kombinasi 4 dan kombinasi lainnya Skenario Pengembangan TPA Sampah Bantar Gebang ke Depan TPST Bantar Gebang Skenario TPST Bantar Gebang Skenario Nilai Ekonomi Total TPST Nilai Benefit Cost Ratio TPST Analisis Kelayakan Finansial TPST Potensi Pendapatan dari Sertifikat Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengeluaran biaya untuk penyakit saluran pernafasan Pengeluaran untuk biaya pengobatan menurut jenis penyakit Rekapitulasi nilai ekonomi total tahun Matriks metoda valuasi ekonomi/economic valuation method matrix Komposisi sampah rata-rata di DKI Jakarta Valuasi ekonomi dampak Curah hujan di Kecamatan Bantar Gebang Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hulu TPA Sampah Bantar Gebang tahun Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hilir TPA Sampah Bantar Gebang tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi kantor TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter fisika tahun 2004 sampai Hasil pengukuran kualitas air sumur di Utara TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai Hasil pengukuran kualitas air sumur di Selatan TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai Hasil pengukuran kualitas air sumur di Barat TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai Hasil pengukuran kualitas air sumur di Timur TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi kantor TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi (Coliform) tahun 2004 sampai 2008 (dalam MPN/100ml) Hasil pengukuran kualitas air sumur di Utara TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi (E Coli) tahun 2004 sampai 2008 (dalam MPN/100ml) Hasil pengukuran kualitas udara di dalam lokasi di TPA Sampah Bantar Gebang (IPAS 4) tahun Hasil pengukuran kualitas udara di Sumur Batu tahun Hasil pengukuran kualitas udara di Cikiwul tahun Hasil pengukuran kualitas udara di Ciketing Udik tahun Hasil pengukuran kualitas kebisingan di dalam lokasi TPA Sampah Bantar Gebang tahun (dalam dba) xv

17 22. Hasil pengukuran kualitas kebisingan di luar lokasi TPA Sampah Bantar Gebang tahun 2005 s/d 2008 (dalam dba) Tingkat usia responden masyarakat Aspek Sosial tingkat pendidikan dan lama tiinggal responden masyarakat Aspek ekonomi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan responden masyarakat Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan lingkungan Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan masuk Tanggapan responden masyarakat mengenai gangguan lingkungan Tanggapan responden masyarakat mengenai jenis gangguan lingkungan Tingkat usia responden pemulung Tingkat pendidikan responden pemulung Lama tinggal responden pemulung Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemulung Pekerjaan sambilan/sampingan responden pemulung Tanggapan responden pemulung mengenai jalan lingkungan sekitar TPA Tanggapan responden pemulung mengenai jalan masuk ke TPA Tanggapan responden pemulung mengenai gangguan lingkungan Tanggapan responden pemulung mengenai jenis gangguan lingkungan Tingkat usia responden pemilik lapak Tingkat pendidikan responden pemilik lapak Lama menetap/berusaha responden pemilik lapak Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemilik lapak Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan ke lokasi TPA Tanggapan responden pemilik lapak mengenai adanya gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang Tanggapan responden pemilik lapak mengenai jenis gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang Tingkat usia responden bandar Tingkat pendidikan responden bandar Lama menetap/berusaha responden bandar Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai bandar Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan ke lokasi TPA Tanggapan responden mengenai kondisi jalan masuk ke lokasi TPA xvi

18 52. Tanggapan responden bandar mengenai gangguan lingkungan Tanggapan responden bandar mengenai jenis gangguan lingkungan Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hulu dan hilir TPA Sampah Bantar Gebang tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Cikiwul untuk parameter fisika tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik untuk parameter fisika tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Taman Rahayu untuk parameter fisika tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Sumur Batu untuk parameter fisika tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Cikiwul untuk parameter kimia tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik untuk parameter kimia tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Taman Rahayu untuk parameter kimia tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di Sumur Batu untuk parameter kimia tahun Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi tahun Pengeluaran untuk pembelian air akibat penurunan kualitas air tanah di TPA Sampah Bantar Gebang Pengeluaran biaya untuk penyakit infeksi saluran pernafasan Total biaya pengobatan per tahun sesuai dengan jenis penyakit di Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Taman Rahayu akibat Keberadaan TPA Bandar Gebang Nilai kerugian karena tidak masuk kerja akibat sakit berkaitan dengan keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang Penurunan produksi pertanian Estimasi emisi CH 4 yang dihasilkan dari TPA Sampah Bantar Gebang Pengeluaran untuk dampak bau yang busuk pada kawasan radius 1000 m dari TPA Sampah Bantar Gebang Pengeluaran untuk dampak bau busuk pada kawasan dengan jarak 1000 m sampai dengan 2500 m dari TPA Sampah Bantar Gebang Pengeluaran untuk dampak bau busuk pada kawasan dengan jarak 2500 m sampai dengan 5000 m dari TPA Sampah Bantar Gebang xvii

19 73. Penurunan nilai tanah dengan jarak 100m dari TPA Sampah Bantar Gebang Penurunan nilai tanah dengan jarak 200m dari TPA Sampah Bantar Gebang Rincian perhitungan NPV dan pemulung, pekerja daur ulang, lapak dan bandar Nilai keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang Nilai Ekonomi Total TPA Sampah Bantar Gebang Tahun Produk dan treatment Skenario 1 dan 2 pada Kombinasi Pendapatan yang diterima dari Tipping Fee Skenario Hasil penjualan energi listrik Skenario Pendapatan yang diterima dari pengolahan kompos Skenario Pendapatan yang diterima dari daur ulang material kertas Skenario Pendapatan yang diterima dari daur ulang material plastik Skenario Pendapatan yang diterima dari daur ulang material logam/metal Skenario Manfaat penjualan RDF dari sisa sampah kertas dan plastik dijadikan RDF Skenario Manfaat tidak langsung TPST Bantar Gebang Skenario Proyeksi konservasi sumberdaya material sampah dari daur ulang plastik tahun Skenario Proyeksi konservasi sumberdaya material sampah dari daur ulang kertas tahun Skenario Proyeksi konservasi sumberdaya material sampah dari daur ulang logam tahun Skenario Total manfaat eksternalitas tahun Skenario Biaya operasional TPST Bantar Gebang Skenario 1 Tahun Biaya investasi dan operasional Skenario Jumlah sampah yang diolah dan yang dibuang ke landfill Skenario Biaya pengolahan sampah yang diolah dan yang dibuang ke landfill Skenario Pendapatan yang diterima dari Tipping Fee Skenario Hasil penjualan energi listrik Skenario Pendapatan yang diterima dari pengolahan kompos Skenario Pendapatan yang diterima dari daur ulang material kertas Skenario Pendapatan yang diterima dari daur ulang material plastik Skenario xviii

20 100. Pendapatan yang diterima dari daur ulang material logam/metal Skenario Manfaat penjualan RDF dari sisa sampah kering kertas dan plastik tidak daur ulang skenario Manfaat tidak langsung TPST Bantar Gebang Skenario Proyeksi konservasi sumber daya alam dari daur ulang plastik tahun Skenario Proyeksi konservasi sumber daya alam dari daur ulang kertas tahun Skenario Proyeksi konservasi sumber daya alam dari daur ulang logam tahun Skenario Total manfaat eksternalitas tahun Skenario Biaya operasional TPST Bantar Gebang Skenario 2 Tahun Biaya investasi dan operasional Skenario Jumlah sampah yang diolah dan yang dibuang ke landfill Skenario Biaya pengolahan sampah yang diolah dan yang dibuang ke landfill Skenario Nilai manfaat TPST Bantar Gebang Skenario 1 tahun 2010 sampai Nilai biaya TPST Bantar Gebang Skenario1 tahun 2010 sampai dengan tahun Nilai manfaat TPST Bantar Gebang Skenario 2 tahun 2010 sampai dengan tahun Nilai biaya TPST Bantar Gebang Skenario 2 tahun 2010 sampai dengan tahun Rekapitulasi nilai ekonomi Existing, Skenario 1 dan 2 TPST Bantar Gebang Potensi pendapatan dari sertifikat reduksi GRK xix

21 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran pendekatan penelitian Analisis nilai ekonomi dampak pengelolaan TPA sampah (modifikasi) Langkah-langkah pada analisis manfaat dan biaya (Dixon dan Hufschmidth, 1986) Tingkat Inflasi Tahun Suku bunga Bank Indonesia jangka waktu 1 bulan, tahun Suku bunga Bank Indonesia jangka waktu 3 bulan, tahun Teknis operasional pengelolaan persampahan perkotaan (Tchobanoglous et al., 1977) Diagram alur daur ulang sampah terpadu berbasis zero waste (Kholil, 2005) Lokasi penelitian Hirarki pemiilihan alternatif pengolahan sampah dalam IPST Potensi bahaya TPA terhadap jarak Pembagian zona di sekitar TPA lama tanpa penyangga Kecenderungan jumlah penderita sakit berdasarkan jenis penyakit Perkembangan jumlah pemulung dan pekerja daur ulang di TPA Sampah Bantar Gebang Perkembangan jumlah jumlah lapak dan bandar di TPA Sampah Bantar Gebang Aspek yang dipertimbangkan dalam menentukan teknologi pengolahan sampah terpadu Kriteria yang dipertimbangkan dalam aspek lingkungan Kriteria yang dipertimbangkan dalam aspek sosial Kriteria yang dipertimbangkan dalam aspek teknis Kriteria yang dipertimbangkan dalam aspek ekonomi Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 1 dan kombinasi 2 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 1 dan kombinasi 3 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 1 dan kombinasi 4 berdasarkan setiap aspek xx

22 24. Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 1 dan kombinasi 5 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 2 dan kombinasi 3 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 2 dan kombinasi 4 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 2 dan kombinasi 5 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 3 dan kombinasi 4 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 3 dan kombinasi 5 berdasarkan setiap aspek Perbandingan skala prioritas antara kombinasi 4 dan kombinasi 1 berdasarkan setiap aspek xxi

23 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta titik pengambilan sampel penyebaran bau dari TPA Sampah Halaman Bantar Gebang Tabel Proyeksi Pendapatan TPST Bantar Gebang Skenario 1 Tahun 2010 sampai Tahun 2025) Tabel Proyeksi Pendapatan TPST Bantar Gebang Skenario 2 Tahun 2010 sampai Tahun 2025) xxii

24 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing zona dikelilingi dengan jalan kerja yang kondisinya cukup baik. Setiap zona tersebut dibagi menjadi beberapa bagian sub-zona. Pada saat penelitian sebagian besar areal kerja telah terisi sampah. Berdasarkan hasil pemantauan PPMSL-UI dan Unisma Bekasi, ketinggian sampah di tiap zona pada tahun 2002 berkisar antara 4,58 m sampai 10,77 m. Ketinggian sampah yang direncanakan adalah 25 meter, dengan mengacu disain ketinggian sampah tersebut dan hasil penelitian memperkirakan bahwa seluruh zona TPA Sampah Bantar Gebang masih dapat dioperasikan dengan umur teknis 42 bulan atau sampai tahun 2006 berdasarkan Master Plan JICA Tahun 1987 (JICA, 2001), namun hingga saat penelitian berlangsung TPA Sampah Bantar Gebang masih dimanfaatkan.. TPA Sampah Bantar Gebang telah beroperasi sekitar 21 tahun yaitu sejak tahun 1989 sampai sekarang. Berdasarkan rencana Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tahun 1987, TPA Sampah Bantar Gebang akan beroperasi 20 tahun dengan metode pembuangan sampah secara sanitary landfill. Berdasarkan rencana tersebut umur teknis tempat pembuangan sampah ini telah dilewati. TPA Sampah Bantar Gebang sejak beroperasi sampai sekarang melayani buangan sampah dari Kota Jakarta dan Kota Bekasi. Dampak langsung atau dampak primer merupakan dampak yang timbul sebagai akibat dari tujuan utama kegiatan, baik berupa biaya ataupun manfaat. Dampak langsung ataupun tidak langsung yang terjadi di lingkungan TPA Sampah Bantar Gebang adalah dampak ekonomi, dampak sosial dan dampak lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan dihitung dan dikonversi berdasarkan nilai kerugian kesehatan manusia yang diderita dalam jangka waktu tertentu. Nilai ini dihitung berdasarkan biaya pengobatan yang dibutuhkan serta turunnya produktifitas masyarakat akibat gangguan kesehatan yang diterima. Ditinjau dari segi ekonomi, manfaat terhadap sampah bisa didaur ulang atau dijadikan kompos dan juga bisa menjadi sumber ekonomi jika dikelola dengan baik serta memberikan peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar dan para pemulung. Namun timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama masyarakat dengan pemulung merupakan masalah sosial yang sering terjadi di TPA Sampah Bantar Gebang. Selain itu, aktivitas pemulung menyebabkan peningkatan kecelakaan kerja, berkurangnya nilai estetika akibat \

25 2 adanya aktivitas pemulung sampah yang membangun gubuk-gubuk dan menumpuk sampah di sekitar tempat permukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk TPA Sampah Bantar Gebang. Pengelolaan persampahan yang terjadi di TPA Sampah Bantar Gebang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha (produsen, penjual, pedagang dan jasa). Pengelolaan sampah di masyarakat masih bermasalah karena rendahnya peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah. Dari sisi pemerintah, permasalahan terjadi karena kurangnya sarana, prasarana, sumberdaya manusia dan keterbatasan dana, serta masih kurangnya dukungan pemerintah terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah berhasil dalam pengelolaan sampah. Dukungan penghargaan, dukungan pendanaan, teknis, manajemen, maupun bentuk dukungan lainnya, seperti adanya sistem insentif dan disinsentif bagi pelaku usaha belum diberikan oleh pemerintah. Pelaku usaha masih menggunakan bahan produksi maupun produk dan kemasan yang tidak ramah lingkungan, dan masih rendahnya pelaku usaha yang memanfaatkan sampah sebagai bahan baku serta sumber energi. Rendahnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dan tidak aktifnya pelaku usaha untuk memanfaatkan dan mengelola sampah menyebabkan perlunya tempat pembuangan akhir sampah. TPA Sampah Bantar Gebang yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dapat menimbulkan berbagai dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Di TPA Sampah Bantar Gebang terdapat orang pemulung, orang lapak dan + 45 orang bandar (Dinas Kebersihan DKI, 2005). Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang yang melibatkan banyak aktor tersebut perlu diketahui seberapa besar manfaat dan biaya dari keberadaan tempat pembuangan akhir sampah Bantar Gebang. Adanya manfaat dan biaya pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang memerlukan kebijakan yang komprehensif dan memperhatikan masa yang akan datang Ruang Lingkup Penelitian Lingkup wilayah atau lokasi penelitian adalah TPA Sampah Bantar Gebang. Sampah yang diteliti adalah sampah berasal dari Kota Jakarta, baik sampah yang dapat didaur ulang (recycleable) maupun sampah yang dapat dijadikan kompos (compostable). Objek penelitian dilakukan di TPA Sampah Bantar Gebang dan masyarakat sekitar lokasi TPA, pemulung, lapak dan bandar. Lingkup penelitian ini adalah melakukan valuasi ekonomi terhadap dampak keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang yang ditinjau dari pendekatan ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan.

26 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian Valuasi Ekonomi Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang untuk menentukan Kebijakan di Masa Depan adalah: 5. Mengulas implementasi kebijakan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang. 6. Mengidentifikasi dampak-dampak yang terjadi pada Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang. 7. Menghitung eksternalitas Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang. 8. Menghitung Nilai Ekonomi Total Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang. 9. Merumuskan kebijakan dan strategi Pengelolaan TPA Sampah yang terpadu Kerangka Pemikiran Keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang dianggap merupakan masalah dan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Dampak langsung ataupun tidak langsung yang terjadi di lingkungan TPA Sampah Bantar Gebang adalah dampak ekonomi, dampak sosial dan dampak lingkungan. Pencemaran air dan udara merupakan masalah yang menjadi dampak negatif dari kegiatan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang. Dampak kerusakan lingkungan dihitung dan dikonversi berdasarkan nilai kerugian ketidaknyamanan lingkungan, kesehatan dan penurunan nilai properti. Dampak positif dari keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang adalah sampah yang ada sebagian dapat didaur ulang sehingga kegiatan tersebut merupakan peluang usaha dan kerja masyarakat. Penilaian dampak lingkungan TPA Sampah Bantar Gebang dilakukan dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi atau penilaian ekonomi guna untuk mengetahui manfaat dan biaya dari TPA Sampah Bantar Gebang. Eksternalitas merupakan pengaruh positif dan atau negatif yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat kegiatan ekonomi, produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak pertama, dan pihak pertama tidak memperhitungkan dampak kegiatan tersebut (European Comission, 2000). Perhitungan besarnya eksternalitas Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang dalam analisis ekonomi dengan mengukur biaya dan manfaat ekonomis suatu proyek melalui tahapan yaitu identifikasi biaya dan manfaat, penilaian manfaat dan biaya dengan skenario kegiatan pengelolaan TPA. Identifikasi biaya suatu proyek diperoleh dari perhitungan biaya masyarakat, meliputi biaya perorangan (biaya eksplisit dan biaya implisit) dan biaya yang dikeluarkan oleh pihak lain (Irham, 2001). Penelitian menggunakan pendekatan valuasi ekonomi atau lebih dikenal dengan sebutan Nilai Ekonomi Total (NET) yaitu nilai ekonomi dari aset lingkungan hidup yang dapat dipecah-pecah ke dalam suatu set bagian komponen.

27 4 Berdasarkan hukum biaya dan manfaat (a benefit cost rule), keputusan untuk mengembangkan suatu aset lingkungan hidup wajib memberikan manfaat bersih lebih besar dari manfaat bersih konservasi, dengan demikian manfaat konservasi diukur dengan NET dari aset lingkungan hidup yang diinterpretasikan sebagai NET dari perubahan kualitas lingkungan hidup (PSSAL, 2005). Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Kebijakan Pengelolaan Sampah Dampak fisik-kimia,ekonomi, sosial dan budaya Positif Negatif Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif Valuasi ekonomi (Penilaian Biaya dan Manfaat) Nilai Ekonomi Biaya Nilai Ekonomi Manfaat Nilai Ekonomi Total Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan TPA Sampah Gambar 1. Kerangka pemikiran pendekatan penelitian

28 Perumusan Masalah Keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang yang melibatkan banyak aktor memerlukan adanya kebijakan yang komprensif yang memperhatikan dampak fisik, kimia, biologi, ekonomi, sosial dan budaya. Dampak yang timbul dari fisik dan kimia diantaranya adalah pencemaran air, udara berupa bau, dan emisi gas rumah kaca. Sampah menimbulkan bau tidak sedap, baik pada lokasi TPA maupun daerah sekitarnya dan jalur yang dilewati. Dampak bau bukan bersifat sementara, melainkan selama TPA Sampah Bantar Gebang masih berfungsi dan kegiatan masih berlangsung, maka bau tidak sedap akan terjadi. Secara nyata, kegiatan TPA sampah Bantar Gebang akan berdampak terhadap kualitas udara, khususnya bau, dan meningkatnya kadar SO 2 dan NH 2 di udara secara permanen selama kegiatan proyek berlangsung. Secara otomatis, dengan tercemarnya udara, maka kesehatan lingkungan penduduk di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang akan terganggu, terutama penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Dampak tidak langsung dari adanya timbunan sampah adalah menurunnya nilai harga tanah disekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Dampak yang timbul dari ekonomi diantaranya adalah berkembangnya usaha daur ulang sampah. Dampak yang timbul dari sosial budaya diantaranya adalah terjadinya perebutan lahan (konflik), kebiasaan hidup tidak sehat (kumuh), dan terjadinya interaksi budaya antar pemulung yang berlatar belakang budaya berbeda. Dampak-dampak tersebut perlu dilakukan pengkajian dari berbagai pendekatan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kelembagaan dan pendekatan valuasi ekonomi. Pendekatan kelembagaan memperhatikan kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mendirikan TPA Sampah Bantar Gebang dan kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengelola TPA Sampah Bantar Gebang sampai penelitian ini dilakukan. Pendekatan valuasi ekonomi digunakan untuk melihat dampak positif maupun negatif yang diekonomikan. Penelitian-penelitian terdahulu umumnya melihat dari aspek fisik kimia diantaranya adalah Anwar (2007), melakukan percobaan penelitian untuk mengolah sampah: Biodegradable, yang difermentasi secara anaerobik menghasilkan 90% pembentukan gas metana dalam masa produksi 35 hari. Gani (2007) menyatakan sampah yang lama terurai dapat diolah menghasilkan arang dan asap Cair dengan teknologi pirolisis. Sedangkan untuk sampah yang mudah terurai menggunakan decomposer, secara aerobik menghasilkan kompos dalam waktu antara hari. Ahadis (2005) yang melakukan penelitian dampak sampah terhadap lingkungan perairan sekitarnya di TPA Sampah Bantar Gebang Bekasi, menyatakan beberapa parameter

29 6 yang ditelaah berada diatas baku mutu lingkungan seperti kesadahan Ca, BOD, COD, nitrut, nitrat, koliform dan E Coli. Secara keseluruhan telah terjadi peningkatan pencemaran di perairan sekitar TPA Sampah BantarGebang dikarenakan pengelolaan yang tidak efisien terkait dengan penutupan sampah. Kondisi ini akan mempengaruhi biaya eksternal yang akan bertambah besar bila inefisiensi semakin meningkat. Royadi (2006), menggunakan analisis AHP dengan empat tingkat struktur hirarkir yaitu fokus, aktor (pemerintah, swasta, dan masyarakat), kriteria (fisik kimia, mikrobiologi, dan sosial ekonomi dan kesehatan) dan alternatif kebijakan, menyatakan faktor dominan dalam pemanfaatan TPA Sampah pascaoperasi adalah keterlibatan swasta, negara donor dan teknologi. Sedangkan Saraswati (2007) menyatakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan sampah adalah sosialisasi untuk pemahaman 3R, juga diperlukan adanya peraturan tentang sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R dan pemasaran untuk kompos dan produk daur ulang, dan Saribanon (2007) menyebutkan diperlukan penyebarluasan informasi mengenai pengelolaan sampah, membentuk forum komunikasi antar lembaga lokal dan menggandeng kemitraan dengan pihak swasta. Penelitian yang telah dilakukan tersebut belum pernah membahas valuasi ekonomi TPA Sampah Bantar Gebang, oleh karena itu penelitian Valuasi Ekonomi TPA Sampah Bantar Gebang diperlukan. Permasalahan-permasalahan yang timbul dari adanya pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang adalah: 1. Kebijakan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang belum berjalan dengan baik. 2. Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang mempunyai dampak fisik kimia dan ekonomi yang bersifat negatif maupun positif. 3. Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang meningkatkan biaya eksternalitas. 4. Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang kurang bermanfaat secara ekonomi. 5. Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang tidak sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan Manfaat Penelitian 1. Besaran manfaat dan biaya nilai ekonomi lingkungan TPA Sampah Bantar Gebang dapat dijadikan koreksi terhadap biaya pengelolaan sampah dan retribusi sampah yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang.

30 7 3. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, hasil penelitian dapat dilanjutkan sebagai bahan acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama Kebaruan Penelitian (Novelty) 1. Valuasi ekonomi dan kebijakan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang secara terpadu. 2. Perhitungan ekonomi TPA Sampah Bantar Gebang tidak lagi menjadi cost center, akan tetapi telah berubah menjadi profit center. 3. Perhitungan ekonomi konservasi sumberdaya material sampah untuk suatu TPA sampah berupa penghematan material, ruang dan energi apabila sampah yang masuk didaur-ulang.

31 8

32 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah Penentuan dampak dari TPA Sampah perlu memperhitungkan pencemaran lingkungan yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis (Supardi, 1994). Pencemaran lingkungan meliputi derajat pencemaran, waktu tercemarnya dan lamanya kontak antara bahan pencemaran dan lingkungan (Royadi, 2006). Pencemaran air yang berasal dari TPA Sampah merupakan rembesan dari timbunan limbah dan sumber kontaminan potensial bagi air permukaan, air tanah dangkal, maupun air tanah dalam. Eugene (1987) mengemukakan bahwa lindi tergantung dari sifat lindi, jarak aliran dengan air tanah dan sifat-sifat tanah yang dilaluinya. Oleh sebab itu untuk menghindari pencemaran oleh lindi, sumber air sumur dangkal terletak jauh dari lokasi sanitary landfill. Pencemaran air dapat mengganggu tujuan penggunaan air dan akan menyebabkan bahaya bagi manusia melalui keracunan atau sumber penyebab penyakit. Pendapat (Vasu,K. 1998), nitrat merupakan pencemar utama yang dapat mencapai air tanah dangkal maupun air tanah dalam yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dari penempatan sampah. Bakteri pathogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri amuba disentri, kolera dan tipus. Jumlah bakteri dalam air umumnya sedikit dibandingkan dengan bakteri coliform. Jenis bakteri coliform sebagai indikator pencemar fecal (tinja). Menurut Slamet (2007), Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak didalam sampah. Dampak pencemaran udara tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia saja, akan tetapi juga dapat merusak lingkungan lainnya seperti hewan, tanaman, bangunan gedung dan sebagainya. Dampak

33 10 pencemaran oleh karbon monoksida (CO), apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dampak pencemaran nitrogen oksida (NO), pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan kejangkejang, pada tanaman menyebabkan kerusakan pada jaringan daun. Dampak pencemaran udara oleh belerang oksida (SO) dapat menyebabkan gangguan pada sistim pernapasannya (Slamet, 2007). Pengaruh dampak limbah padat lainnya adalah terhadap kesehatan lingkungan, dapat terjadi melalui pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi akibat kontak langsung dengan sampah, dimana sampah bersifat racun, korosif terhadap tubuh, karsiogenik, teratogenik dan ada juga yang mengandung kuman patogen yang langsung dapat menularkan penyakit (Slamet, 2007). Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan oleh manusia terutama akibat pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dampak besarnya timbunan sampah yang tidak ditangani dapat menyebabkan berbagai permasalahan, betapa besarnya timbulan sampah yang dihasilkan, data beberapa kota besar di Indonesia dapat menjadi rujukan. Kota Jakarta setiap hari menghasilkan timbulan sampah sebesar 6,2 ribu ton, Kota Bandung sebesar 2,1 ribu ton, Kota Surabaya sebesar 1,7 ribu ton, dan Kota Makassar 0,8 ribu ton. Jumlah tersebut membutuhkan upaya yang tidak sedikit dalam penanganannya. Berdasarkan data tersebut diperkirakan kebutuhan lahan untuk TPA di Indonesia pada tahun 1995 yaitu seluas 675 ha, dan meningkat menjadi ha pada tahun Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan memperhatikan semakin terbatasnya lahan kosong khususnya di perkotaan (Mungkasa, 2004). Menurut Haeruman (1979) perubahan atau dampak pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial ekonomi. Pada umumnya keberadaan tempat pembuangan akhir sampah selain menimbulkan dampak negatif, tetapi juga dampak positif. Dampak negatif dapat menimbulkan masalah sosial. yang sering menimbulkan keresahan sosial, berubahnya sikap masyarakat menjadi tidak ramah, dan meningkatnya kriminalitas. Dampak positif berupa tenaga kerja yang

34 11 dapat tertampung dan peningkatan pendapatan dalam pemanfaatan sampah (daur ulang dan kompos). Pencemaran lingkungan dari masuknya bermacam-macam makhluk hidup, bahan-bahan, zat-zat pada suatu lingkungan yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan tersebut, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi, maupun biologis (Supardi, 1994). Tiap pencemaran lingkungan mempunyai derajat pencemaran atau tahap pencemaran yang berbeda. Perbedaan tersebut didasarkan pada konsentrasi zat pencemar, waktu tercemarnya, lamanya kontak antara bahan pencemar dengan lingkungan. Salah satu contoh peristiwa pencemaran lingkungan adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat pencemar yang berasal dari timbunan sampah. Menurut Sinabutar (2005) di wilayah perkotaan, pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh zat pencemar yang berasal dari sampah permukiman, pasar dan perkantoran. Kasus pencemaran lingkungan merupakan suatu kasus yang sukar dilihat oleh mata. Misalnya melalui pembusukan sampah oleh bakteri metana dihasilkan gas metana (CH 4 ) yang beracun dan dapat terbakar. Dalam reaksi degradasi anaerob bahan organik oleh bakteri metan dihasilkan gas (CH 4 ). Gas metana berpengaruh dampak adanya perubahan iklim akibat kenaikan temperatur bumi atau pemanasan global. Sampah mempunyai kontribusi untuk emisi gas rumah kaca yaitu gas metana (CH4), diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah kota perlu dikelola secara benar, agar laju perubahan iklim bisa diperlambat (KLH, 2007) Menurut Tchobanoglous et al. (1977), perolehan gas nitrogen (N 2 ), karbon dioksida (CO 2 ), dan (CH 4 ), tergantung dari banyaknya komponen organik pada lahan urug, zat hara yang tersedia, kadar air pada sampah, tingkat kepadatan sampah pada kondisi awal, waktu penimbunan, dan lain-lain. Secara umum perolehan gas N 2, CO 2 dan CH 4 pada lahan urug dapat dihitung dengan melakukan perkalian antara volume sampah pada lahan urug dengan nilai persen masing-masing gas menurut lamanya sampah telah tertimbun menurut Popov et al. (1998), CO 2 terjadi secara mencolok pada bulan ke 3-12 dan CH 4 terjadi secara mencolok pada bulan ke

35 12 Menurut Sinabutar (2005), gas rumah kaca yang merusak lapisan ozon dan penyebab naiknya suhu permukaan bumi adalah CO 2, CH 4, N 2 O, NFCs, PFCs dan SF dengan komposisi gas CO 2 = 50%, CH 4 = 19% dan NO 2 = 4%. Berdasarkan penelitian Sinabutar (2005) dari 9 kali pengujian sampel gas yang telah dilakukan diperoleh kadar gas metana (CH 4 ) adalah: (18,80; 37,70; 27,17; 7,40; 68,93; 40,92; 39,59; 67,55; 57,72)%. Kadar CH 4 rata-rata adalah 47,58%. Menurut Sinabutar (2005) kadar gas CH 4 dari lahan urug yang layak dimanfaatkan sebagai sumber gas untuk tenaga listrik pada kisaran 40-60%, CH 4 yang diperoleh dari lahan urug TPA Sampah Bantar Gebang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya listrik (pembangkit listrik) yang potensial. Plastik merupakan polimer dengan rantai hidrokarbon yang sangat panjang. Oleh sebab itu ikatan polimer tidak dapat terfraksinasi secara alami, cara fraksinasi dengan proses pirolisis. Pirolisis sampah plastik adalah penguraian suatu bahan yang mudah menguap, dengan pemanasan. Pada umumnya bahanbahan yang diuraikan adalah bahan organik. Proses pirolisis dilakukan pada suhu tinggi tanpa oksigen. Pada proses pirolisis diklasifikasikan dalam dua jenis berdasarkan suhu operasi, yaitu pirolisis pada suhu rendah (< 700 o C) sedangkan pada proses pirolisis pada suhu tinggi menghasilkan reaksi volatile yang kaya akan hidrogen dan solid residu yang kaya akan karbon (Samuel dan Lando, 1974) Eksternalitas Tempat Pembuangan Akhir Sampah Eksternalitas adalah biaya dan manfaat yang ditimbulkan oleh pengelola TPA. Pada umumnya tidak diperhitungkan oleh private agent terhadap sampah. Ada 2 (dua) cara dimana pasar dapat distrukturkan untuk mengupayakan jalan lingkungan masuk ke dalam sistem pasar lebih efektif (European Commission, 2000). Pertama, penciptaan pasar yang sebelumnya bebas pelayanan. Hal ini memerlukan pembatasan akses untuk mendapatkan pelayanan melalui pembebanan biaya masuk dan/atau perubahan hak properti. Kedua, modifikasi pasar melalui satu keputusan nilai jasa lingkungan dengan memasukkan menjadi satu harga barang dan jasa pelayanan via beban atau pajak atas pencemaran. Ekternalitas merupakan pengaruh yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat kegiatan ekonomi, produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan oleh

36 13 pihak lain. Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (positive externalities) atau bersifat merugikan (negative externalities) Eksternalitas Negatif Pembuangan Sampah. Setiap kemungkinan pilihan pembuangan sampah (antara lain landfill, insinerasi dengan atau tanpa pemulihan energi, pengomposan, pengolahan kimia) membawa eksternalitas. Prakiraan dampak negatif misal ketidaknyamanan (kebisingan, bau, kabut debu) diakibatkan lokasi TPA. Menurut Studi ANDAL Lokasi Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang (Biro BKLH DKI Jakarta, 1989) diantaranya adalah: 1. Pencemaran udara menyebabkan penurunan kualitas udara. 2. Peningkatan kebisingan. 3. Pencemaran air menyebabkan penurunan kualitas air permukaan, 4. Penurunan kualitas air tanah. 5. Penurunan komponen biologi, meliputi jumlah tanaman keras, jumlah individu, serta keanekaragaman plankton. 6. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA Sampah Bantar Gebang. 7. Peningkatan kepadatan lalu lintas dan kemacetan karena pengangkutan sampah ke TPA Sampah Bantar Gebang. 8. Timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama antara masyarakat dengan pemulung. 9. Peningkatan peluang terjadinya kecelakaan kerja akibat adanya aktivitas pemulung di TPA Sampah Bantar Gebang. 10. Berkurangnya nilai estetika akibat pemulung membangun gubuk-gubuk dan menumpuk sampah hasil daur ulang di sekitar tempat permukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk TPA Sampah Bantar Gebang. Pemulihan energi (energy recovery) seperti penangkapan gas CH 4 pada lapangan landfill atau proses pembakaran, peningkatan peluang usaha dan kesempatan kerja dari kegiatan daur-ulang sampah. Sejumlah faktor yang berkontribusi pada timbulnya biaya eksternal selama proses pembuangan sampah

37 14 menurut Turner (2000) adalah: komposisi sampah, Luas TPA, karakteriktik fisik lokasi TPA, umur TPA, tata ruang (spatial) TPA dan teknik operasi TPA. Lokasi TPA Sampah Bantar Gebang yang dekat permukiman menimbulkan biaya ekternalitas antara lain penurunan kualitas air, kualitas udara (misal kebisingan, bau, kabut debu), timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama antara masyarakat dengan pemulung, berkurangnya nilai estetika akibat pemulung membangun gubuk-gubuk dan menumpuk sampah hasil daur ulang di sekitar tempat permukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk TPA Sampah Bantar Gebang serta penurunan tingkat kesehatan. Slamet (2007), menyatakan bahwa kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar, menimbulkan permasalahan pencemaran (udara, tanah, air), menimbulkan turunnya harga tanah (karena daerah yang turun kadar estetikanya), bau dan memperbanyak populasi lalat dan tikus. Berdasarkan Nengsih (2002) dalam KLH (2007) untuk 1 juta ton sampah menghasilkan emisi sebesar 0,005 juta ton CH4. Biaya sosial karbon dioksida adalah harga kerusakan dari perubahan iklim agregat di seluruh dunia. Biaya ini diperkirakan sebesar US $ 12 per ton CO 2 untuk tahun 2005 dan diperkirakan meningkat dari waktu ke waktu menurut IPCC (2007) dalam UNEP (2009) Identifikasi biaya suatu proyek diperoleh dari perhitungan biaya masyarakat. Biaya masyarakat meliputi biaya perorangan (biaya eksplisit dan biaya implisit), dan biaya yang dikeluarkan oleh pihak lain. Biaya eksplisit merupakan biaya yang dikeluarkan badan pengelola TPA Sampah Bantar Gebang untuk membeli atau menyewa faktor-faktor produksi yang diperlukan. Biaya eksplisit ini diperhitungkan dari biaya operasional TPA Sampah Bantar Gebang, dan biaya pengadaan alat-alat berat. Biaya implisit merupakan biaya pengeluaran faktorfaktor produksi yang dimiliki dan digunakan oleh badan usaha TPA Sampah Bantar Gebang, seperti biaya investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan TPA Sampah Bantar Gebang. Biaya yang dikeluarkan oleh pihak lain diperhitungkan dari dampak negative externality dan positive externality dari keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang tehadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi. Dampak eksternalitas negatif berasal dari penurunan kualitas air dan kualitas udara yang menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Dampak eksternalitas

38 15 negatif lainnya adalah penurunan nilai properti/harga tanah, dan social cost (terjadinya konflik sosial dan menurunnya nilai estetika atau ketidak-nyamanan) dan biaya pengobatan. Besarnya biaya sosial diperkirakan dengan terlebih dahulu pengumpulan data primer, kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif (DPLH, Kota Bekasi, 2008) Eksternalitas Positif Pembuangan Sampah Eksternalitas yang bersifat menguntungkan dengan keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang adalah memberikan peluang kesempatan kerja dalam memanfaatkan sampah dan pemanfaatan sampah organik. Perkiraan biaya eksternalitas positif berupa manfaat yang diperoleh masyarakat sejak keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang dimasukkan kedalam identifikasi manfaat/penilaian manfaat. Identifikasi manfaat suatu proyek didasarkan pada pendekatan eksternalitas positif/social benefit, yang diperoleh dari para pelaku (pemulung, lapak, bandar) yang memanfaatkan sampah menjadi barang ekonomi. Eksternalitas positif yang diperoleh dari para pelaku yang memanfaatkan sampah adalah melalui jumlah penerimaan upah para pekerja sebagai pemulung, lapak maupun bandar. Metoda yang digunakan untuk mengukur nilai tersebut adalah replacement cost atau biaya pengganti. Eksternalitas positif lainnya adalah menghitung besarnya nilai manfaat gas CH 4. apabila digunakan sebagai energi (Turner, 2000). Penelitian Matahelumual (2007), mengenai sifat-sifat fisika, kimia, biologi delapan percontohan air di kecamatan Bantar Gebang tahun 2002 menunjukkan bahwa percontohan air tersebut tidak memenuhi persyaratan air minum berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun Hasil ini sesuai dengan penilaian sistem STORET yang menyimpulkan bahwa mutu air tersebut tergolong buruk. Utama (2000), menyatakan bahwa pengelolaan persampahan dapat memberikan net-benefit yang berkelanjutan terutama bagi sektor informal perkotaan apabila manajemen pengelolaan persampahan dilakukan secara profesional dan efisien untuk menjaga kerusakan pada lingkungan. Penelitian Utama, (2000), di TPA Piyungan (16 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta) dengan luas lahan 12,5 ha dan mampu menampung 2,7 m³ sampah dengan masa

39 16 operasi 10 tahun. Pekerja informal yang terserap pada sektor persampahan sebanyak 1200 sampai 2000 orang selain itu ada pihak swasta yang bergerak di bidang tersebut yaitu UDAU. Pendapatan pelaku pengumpulan barang bekas pertahun sebesar Rp , sedangkan biaya pengeluaran pelaku pengumpulan barang bekas per-tahun sebesar Rp Retribusi yang diperoleh sebesar Rp per-tahun. Nilai manfaat dengan nilai tambah jalan diperoleh Rp Nilai asset TPA Piyungan Rp , biaya investasi untuk pembangunan TPA Piyungan Rp dan biaya operasional TPA Piyungan per-tahun Rp Analisis biaya dan manfaat implikasi dari pembangunan TPA memberikan nilai NFV sebesar Rp dan nilai NET/BCR sebesar 1,054. Hal ini menunjukkan pembangunan TPA Piyungan layak dilaksanakan. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Kota Bekasi, (2008). Mengukur dampak fisik, biologi dan ekonomi TPA Sampah Bantar Gebang dampak kualitas air tanah digunakan pendekatan perubahan perilaku konsumsi air rumah tangga. Dari hasil survey diketahui bahwa kualitas air tanah di wilayah ring I tidak layak untuk air minum dan mandi sedangkan kawasan ring II dan ring III tidak layak untuk air bersih. Dengan menggunakan pendekatan kebutuhan air untuk mandi sebanyak 80 liter/hari dan kebutuhan air untuk minum sebesar 5 liter/hari dengan harga air dorongan Rp 75 per-liter/orang/hari. Penduduk kawasan ring I sebanyak jiwa mengeluarkan uang untuk membeli air sebesar Rp Sedangkan penduduk kawasan ring II sebanyak jiwa dan penduduk kawasan ring III sebanyak jiwa membayar Rp untuk membeli air. Dari hasil survey diketahui bahwa rata-rata pengeluaran untuk biaya sakit saluran pernafasan penduduk kelurahan/desa sekitar TPA sebesar Rp ,88 seperti yang terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan data dari Bekasi Dalam Angka Tahun 2006 tentang kunjungan pasien dan jenis penyakitnya untuk Kecamatan Bantar Gebang, dapat diperoleh data kunjungan pasien untuk masyarakat sekitar TPA dengan menggunakan faktor 0,57 sesuai dengan proporsi jumlah penduduk di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Diasumsikan bahwa 75% dari penyakit yang diderita masyarakat sekitar

40 17 TPA Sampah Bantar Gebang disebabkan sampah di TPA dan 25% disebabkan faktor lain. Biaya rata-rata kunjungan pasien yang berobat untuk jenis penyakit umum dan mata sebesar Rp , dan untuk jenis penyakit anak, kulit dan paru diperlukan biaya sebesar Rp Dari asumsi tersebut jumlah pengeluaran untuk biaya pengobatan yang ditanggung adalah Rp seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Pengeluaran biaya untuk penyakit saluran pernafasan Jumlah Penderita Biaya Sakit Rata- Total Biaya Desa (Orang) Rata (Rp/org/bln) (Rp/Tahun) Ciketing Udik Sumur Batu Cikiwul Jumlah Rata-Rata (Rp/org/tahun) Sumber : Bekasi Dalam Angka Tahun 2006 Tabel 2. Pengeluaran untuk biaya pengobatan menurut jenis penyakit Jenis Penyakit Umum Kulit & Paru Mata Anak Jumlah Sumber : Bekasi Dalam Angka Tahun 2006 Nilai kerugian karena tidak masuk kerja akibat sakit terkait dengan TPA Sampah Bantar Gebang adalah sebesar Rp dengan menggunakan asumsi : jumlah penduduk yang sakit jiwa, rata-rata tidak kerja karena sakit sebanyak 7 hari dan upah kerja Rp per-hari pada tahun Nilai kerugian akibat gagal panen padi sawah karena luapan air permukaan pada musim hujan, sebesar Rp1, Asumsi yang digunakan luas sawah pada tahun 2008 sebanyak 160 ha, gagal panen 1 kali setiap tahunnya dan ratarata produksi padi sekitar 3 ton/ha. (DPLH Kota Bekasi, 2008) Dari hasil rekapitulasi nilai ekonomi terlihat bahwa setiap 1 ton sampah akan menghasilkan dampak negatif sebesar Rp 6.433,83 untuk perkiraan rendah dan Rp 8.672,04 untuk perkiraan tinggi dapat dilihat pada Tabel 3 (DPLH Kota Bekasi, 2008).

41 18 Tabel 3. Rekapitulasi nilai ekonomi total tahun 2007 No. Jenis Dampak Nilai Ekonomi (Rp Milyar/Tahun) Perkiraan Rendah Perkiraan Tinggi 1 Menanggulani turunnya kualitas air 10,58 15,33 2 Pengobatan sakit karena kualitas air 1,58 1,81 3 Penurunan penghasilan absen kerja 0,58 0,58 4 Penurunan produksi pertanian 1,32 1,32 5 Penurunan kualitas udara/pengobatan 1,39 1,39 Jumlah 15,45 20,43 Sumber : (DPLH Kota Bekasi, 2008) Fakta yang terjadi adalah kompensasi (tipping fee) yang diberikan oleh Pemda DKI Jakarta untuk Pemkot Bekasi sebesar ton/hari x Rp x 30 hari x 12 bulan = Rp 9,8 milyar per-tahun (DPLH Kota Bekasi, 2008). Masyarakat di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang setiap 3 bulan sekali menerima dana kompensasi sebesar Rp dalam bentuk uang tunai dan Rp 100,000 dialokasikan melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) untuk pembangunan fisik (DPLH Kota Bekasi, 2008) Perhitungan konversi ekonomi Untuk perhitungan menggunakan persamaan linier sederhana (DEFRA, 2004) yaitu : WTAa = WTAb x (PPP GNI per capita a / PPP GNI per kapita a) dimana, WTAa = WTA negara a WTAb = WTA negara b PPP GNI per kapita a = PPP GNI per kapita negara a PPP GNI per kapita b = PPP GNI per kapita negara b Penyesuaian spasial kedua dibuat dengan data yang ada dengan memperkirakan untuk tahun yang akan dikonversikan. Sementara konversi memerlukan memilih antara harga indeks, indeks harga yang diberikan adalah memisahkan oleh komoditi dan kategori layanan yang lebih mencerminkan sementara perubahan relatif harga khusus untuk subgroups. WTA studi mengukur manfaat kesehatan dan lingkungan dan biaya manfaat dalam hal pendapatan dan terkait konsumsi. WTA sesuai berdasarkan perkiraan dapat meningkat atau menurun dengan menggunakan CPI (Consumer Price Index). Digunaan sebagai

42 19 dasar perkiraan nilai WTA untuk sesuai waktu yang akan ditentukan (lihat Eisworth dan Shaw 1997; Kesehatan Kanada, Research Triangle Institute dan USEPA, 2002). WTA ni = WTA n1 x (CPI ni /CPI n1 ) dimana, WTA ni = WTA pada tahun berdasarkan data yang ada WTA n1 = WTA pada tahun yang dikonversikan CPI ni = CPI pada tahun berdasarkan data yang ada CPI n1 = CPI pada tahun yang dikonversikan 2.3. Valuasi Ekonomi Valuasi Ekonomi menurut PSSAL (2005) adalah ilmu tentang pembuatan pilihan-pilihan (making choices). Dalam pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif yang dihadapkan kepada pilihan tentang lingkungan hidup lebih kompleks, dibandingkan dengan pembuatan pilihan dalam konteks barang-barang privat murni (purely private goods). Oleh karena itu, prinsip dasar pada valuasi ekonomi adalah perkiraan harga yang didasari pada kemampuan masyarakat membayar (WTP) yang diberikan kepada jasa lingkungan atau kemauan menerima kompensasi untuk suatu gangguan/penurunan kualitas lingkungan (WTA). Dalam konteks lingkungan hidup, yang harus dibandingkan adalah satu barang dengan harga (priced good, private good), dan satu barang tanpa harga (unpriced good, public good). Tujuan utama dari valuasi ekonomi barang-barang dan jasa lingkungan (environmental goods and services) adalah untuk dapat menempatkan lingkungan supaya dikenal sebagai bagian/komponen integral dari setiap sistem ekonomi. Dengan demikian valuasi lingkungan harus merupakan suatu bagian integral dari prioritas sektoral, dalam mendeterminasi keseimbangan antara konservasi dan pembangunan, dan dalam memilih standard lingkungan. DEFRA, (2004). Menurut Irawan (2007), suatu lingkungan bukan hanya menghasilkan barang dan jasa yang dapat langsung dinilai harganya berdasarkan harga pasar, tetapi juga memberikan jasa lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Valuasi ekonomi dengan pendekatan nilai ekonomi total merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk maksud tersebut.

43 20 Economic Valuation dilakukan karena: (1) Karakteristik/sifat-sifat khas yang melekat (peculiarities) dari SDA, (2) Sifat tidak terpisahkan (interdependency), (3) Sifat Keterpulihan (renewability) dan (4) Sifat dampak eksternal (externality) (Fauzi, 2004) Menurut PSSAL (2005) dalam valuasi ekonomi dikenal Nilai Ekonomi Total (NET) yaitu nilai ekonomi dari aset lingkungan hidup yang dapat dipecah-pecah ke dalam suatu set bagian komponen. Sebagai ilustrasi dalam kontek penentuan alternatif penggunaan lahan dari hutan mangrove. Berdasarkan hukum biaya dan manfaat (a benefit cost rule), keputusan untuk mengembangkan suatu hutan mangrove dapat dibenarkan (justified) apabila manfaat bersih dari pengembangan hutan tersebut lebih besar dari manfaat bersih konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi diukur dengan NET dari hutan mangrove tersebut. NET ini dapat diinterpretasikan sebagai NET dari perubahan kualitas lingkungan hidup Analisis Nilai Ekonomi Dampak Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan kesediaan untuk membayar WTP (willingness to pay;) dari banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud. Pada gilirannya, WTP merefleksikan preferensi individu untuk suatu barang yang dipertanyakan. Jadi dengan demikian, valuasi ekonomi dalam konteks lingkungan hidup adalah tentang pengukuran preferensi dari masyarakat (people) untuk lingkungan hidup yang baik dibandingkan terhadap lingkungan hidup yang jelek. Dengan kata lain valuasi merupakan preferensi yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (PSSAL, 2004). Dampak lingkungan disebabkan oleh adanya suatu kegiatan baik secara fisik, kimia, biologi, sosial dan ekonomi perlu diidentifikasi dan dikuantifikasi. Identifikasi dampak lingkungan diperlukan untuk menentukan langkah yang akan dilakukan dalam upaya menanggulangi dampak yang terjadi. Penilaian dampak lingkungan tempat pembuangan akhir sampah dilakukan dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi, untuk melihat besarnya kerugian secara keseluruhan dalam bentuk moneter. Penilaian dampak lingkungan dimonetasi secara kualitatif maupun kuantitatif (PSSAL, 2005).

44 21 Tujuan valuasi ekonomi antara lain untuk melihat nilai kepuasan seseorang atau komunitas atas keberadaan suatu aset, mengetahui nilai ekonomi dari pemanfaatan sampah, mengetahui gangguan terhadap kehidupan masyarakat sekitar TPA Sampah Bantar Gebang dan memperoleh perkiraan manfaat di masa yang akan datang. Metoda Valuasi Ekonomi dilakukan dengan menyesuaikan nilai mengingat adanya perbedaan antara kegiatan satu dengan lainnya. Pada umumnya digunakan nilai rata-rata, berdampak pertimbangan aplikabilitas dari penggunaan nilai tersebut maka digunakan nilai yang termasuk layak dan dapat diaplikasikan. Metoda perhitungan valuasi ekonomi didasarkan pada manfaat dan biaya. Perhitungan nilai per unit waktu adalah nilai total dari dampak per unit waktu maka nilai per unit waktu harus dikalikan jumlah individu yang terkena dampak. Apabila dampak tersebut berubah menurut waktu, maka harus diestimasi pada tiap-tiap waktu di masa datang pada saat pengaruh tersebut diperkirakan akan menyebar. Perhitungan nilai total terdiskonto digunakan pada waktu kapan dampak tersebut akan terjadi, mengingat biaya dan manfaat objek studi dapat terjadi pada waktu, yang berbeda (misal biaya proyek muncul, sementara manfaat atau kerusakan terjadi setelah proyek selesai beroperasi). Perhitungan total kerusakan dan manfaat tahunan terdiskonto, dengan menggunakan tingkat bunga yang disarankan. Penggunaan tingkat bunga dan nilai dampak, keduanya harus juga mempertimbangan faktor inflasi dengan cara yang sama yaitu bahwa keduanya harus dihitung dalam bentuk nilai riil (the real value). Manfaat SDA dan lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam nilai manfaat (use values) dan nilai bukan manfaat (non use values). Nilai ekonomi total diilustrasikan pada Gambar 2. Nilai manfaat ada yang bersifat langsung (direct use values) dan ada yang tidak langsung (indirect use values) serta nilai pilihan (option values). Sementara itu nilai bukan manfaat mencakup nilai keberadaan (existence values) dan nilai warisan (bequest values). Apabila nilai nilai ekonomi SDA tersebut dijumlahkan maka akan diperoleh nilai ekonomi total atau total economic values. Rumus nilai ekonomi total suatu SDA adalah sebagai berikut (Munasinghe 1993):

45 22 NET = NM + NNM NM = NML + NMTL + NMP NNM = NK + NW dimana: NET = Nilai Ekonomi Total NM = Nilai Manfaat; NNM = Nilai Bukan Manfaat NML = Nilai Manfaat Langsung NMTL = Nilai Manfaat Tidak Langsung NMP = Nilai Manfaat Pilihan: NK = Nilai Keberadaan NW = Nilai Warisan.

46 23 Nilai Ekonomi Dampak TPA Sampah Bantar Gebang Nilai Manfaat Nilai Bukan Manfaat Nilai Manfaat Langsung Nilai Manfaat Tidak Langsung Nilai Pilihan Nilai Keberadaan Nilai Bukan pengguna lainnya Hasil yang langsung dapat dimanfaatkan Hasil yang tidak secara langsung dapat dimanfaatkan Nilai manfaat langsung dan tidak langsung dapat dimanfaatkan di waktu mendatang Nilai yang dirasakan masyarakat dari keberadaan sumberdaya Nilai pengetahuan keberlangsungan keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang - Tingkat pendapatan (Daur Ulang) - Peluang / kesempatan kerja - Pupuk tanaman - Biogas - Hutan Kota - Lapangan olah raga - Tingkat kenyamanan/ estetika - Tingkat kesehatan - Tingkat Keresahan sosial - Nilai tanah Metoda : - Market Value Metoda : - Replacement Cost - Productivity approach Metoda : - Benefit transfer Metoda : - Contingent Valuation Gambar 2. Analisis nilai ekonomi dampak pengelolaan TPA sampah (modifikasi)

47 24 Nilai manfaat langsung (NML) adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung dari suatu sumber daya. Nilai manfaat langsung yang dihitung merupakan nilai dari jenis mempunyai nilai ekonomis yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks metoda valuasi ekonomi/economic valuation method matrix No Klasifikasi nilai Metoda Penilaian 1 Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Values) - Change in productivity - Change in income 2 Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Values) - Change in productivity - Replacement Cost - Wage Differential Approach 3 Nilai Non Pakai (Non Use Value) Nilai pilihan (Option Values) Nilai keberadaan (Existence Values) Sumber: Irham, Benefit Transfer - Contingent Valuation - Property value - Preventive expenditure Nilai manfaat langsung dari tempat pembuangan akhir tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : NML = NMLi Keterangan : NML : i=1 Nilai Manfaat Langsung NML 1 : Nilai Manfaat Langsung 1 NML 2 : Nilai Manfaat Langsung 2 Nilai manfaat langsung dari tempat pembuangan akhir sampah yang digunakan dalam penilaian ekonomi berbasis pada harga pasar (market price based method). Nilai manfaat tidak langsung (NMTL) merupakan nilai manfaat dari suatu sumberdaya yang dapat dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat. Sebagai contoh manfaat tidak langsung dari tempat pembuangan akhir sampah dapat berupa manfaat fisik yaitu peluang/kesempatan kerja, dan sampah organik dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman. Perkiraan manfaat tidak langsung tempat pembuangan akhir sampah sebagai peluang kesempatan kerja didekati dengan jumlah penerimaan upah para pekerja sebagai pemulung, lapak maupun bandar. Metoda yang digunakan untuk mengukur nilai tersebut adalah replacement cost atau biaya pengganti yang dapat digunakan sebagai perkiraan minimum dari manfaat yang diperoleh untuk memperbaiki lingkungan. n Perkiraan manfaat tidak langsung tempat pembuangan akhir sampah sebagai kompos hasil pemisahan sampah organik menjadi pupuk tanaman. Menurut Adrianto (2006), teknik pengukuran untuk menilai manfaat tersebut adalah pendekatan produktivitas (productivity approach) sehingga jumlah sampah organik menjadi input bagi produktivitas kompos yang

48 25 menjadi produk akhir bagi masyarakat. Nilai total manfaat tidak langsung dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan : NMTL : NMTL 1 : NMTL 2 : n NTML = NMTL i i=1 Nilai Total Manfaat Tidak Langsung Nilai Total Manfaat Tidak Langsung (peluang kerja) Nilai Total Manfaat Tidak Langsung (kompos) Nilai manfaat pilihan (NMP) pada umumnya didekati dengan menggunakan metoda benefit transfer yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain, kemudian benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan (Fauzi, 1999). Metoda tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai manfaat misal: gas metan dimasa yang akan datang Nilai manfaat pilihan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : NMP (Nilai Manfaat Pilihan) = Nilai manfaat per ha x Luas TPA(ha) Nilai keberadaan (NK) Nilai keberadaan didefinisikan sebagai nilai yang dirasakan masyarakat dari keberadaan sumberdaya. Nilai ini muncul dari kepuasan seseorang atau komunitas atas keberadaan suatu aset, walaupun yang bersangkutan tidak berminat. Dengan kata lain nilai keberadaan diberikan seseorang atau masyarakat kepada sumberdaya alam dan lingkungan tertentu karena memberikan manfaat spiritual, estetika, dan budaya. Nilai keberadaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan tidak berkaitan dengan penggunaan oleh seseorang atau masyarakat, baik pada saat sekarang maupun masa yang akan datang, tetapi semata-mata sebagai-bentuk kepedulian terhadap keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai obyek. Metoda yang digunakan dalam perhitungan ini adalah Contingent Valuation Method (CVM). Metoda CVM ini didasarkan pada kepuasan seseorang terhadap keinginan menerima perubahan lingkungan yang dinyatakan dalam bentuk besar penerimaan kompensasi WTA atas perubahan kualitas lingkungan Nilai warisan (NW) Merupakan adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat yang hidup saat ini terhadap sumberdaya dan lingkungan tertentu agar tetap ada dan utuh untuk diberikan kepada generasi akan datang. Nilai ini berkaitan dengan konsep penggunaan masa datang atau pilihan dari orang lain untuk menggunakannya. Menurut Barbier et. al. (1997) dalam PSSAL (2005), ada 3 jenis pendekatan penilaian sebuah ekosistem alam yaitu (1) impact analysis, (2) partial

49 26 analysis dan (3) total valuation. Pendekatan impact analysis dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari aktivitas tertentu, misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir. Sedangkan parial analysis dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat. Penelitian ini menggunakan adalah metode impact analysis valuation, karena tujuan utama dari studi ini adalah mengestimasi nilai ekonomi total dari dampak keberadaan Tempat Pembungan Akhir Sampah Bantar Gebang, yang diharapkan dapat dianalisis dari sudut pandang publik sebagai salah satu parameter penting dalam sebuah analisis ekonomi Kebijakan Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Analisis Ekonomi untuk Masukan Kebijakan Analisis manfaat biaya dengan memasukkan aspek lingkungan akan melibatkan juga biaya yang ditanggung sekaligus manfaat yang digunakan secara langsung. Ini sering disebut dengan Analisis Biaya Manfaat Terkoreksi (Corrected Benefit Cost Analysis). Dalam menggunakan metoda ini beberapa pilihan skenario pengelolaan akan dianalisis berikut ini: 1. menggunakan analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis, CBA) untuk mengestimasi nilai sekarang (present value). 2. Penggunaan Rasio Manfaat dan Biaya (Benefit Cost Ratio, BCR) yang paling cocok dari sudut pandang masyarakat serta menggunakan tingkat potongan (Discount Rate) yang sesuai. Pendugaan nilai bersih sekarang (Net Present Value, NFV) dari sebuah skenario pengelolaan pada dasarnya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut (Dixon dan Hufschmidth, 1986): NFV = Bd + Be Cd Ce Cp Keterangan: NFV Bd Be Cd Ce Cp = Nilai bersih sekarang dari alternatif pengelolaan = Nilai manfaat langsung dari alternatif pengelolaan = Nilai manfaat tidak langsung dari alternatif pengelolaan = Biaya Langsung dari alternatif pengelolaan = Biaya tak langsung dari alternatif pengelolaan = Biaya mitigasi dari alternatif pengelolaan

50 27 Mengidentifikasi Alternatif Mengindentifikasi Manfaat dan Biaya Penilaian Manfaat dan Biaya Menghitung Nilai Kriteria yang digunakan (NFV,MBR,IRR) Peringkat Alternatif Gambar 3. Langkah-langkah pada analisis manfaat dan biaya (Dixon dan Hufschmidth, 1986) Sementara itu dalam kerangka CBA, formulasi dari dua kriteria analasis ini disajikan sebagai berikut (Barton, 1994): Net Present Value NFV = (Bt Ct)/(1 + r) t Benefit Cost Ratio BCR = [ Bt/ (1 + r) t ] / [ Ct/ (1 + r) t ] Kriteria yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan adalah bahwa apabila BCR > 1 dan NFV > 0 maka alternatif pengelolaan tersebut dapat dilaksanakan (acceptable). Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis manfaat biaya dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Melakukan definisi alternatif Langkah ini dilakukan untuk mendefinisikan berbagai alternatif dalam rangka keputusan kebijakan yang akan diambil. Mengingat keputusan ini mempunyai dampak lingkungan yang serius, maka pemeliharaan lingkungan akan selalu jadi alternatif yang berbeda.

51 28 2. Identifikasi keuntungan dan biaya Pada langkah ini evaluator diharuskan untuk mengindentifikasi keuntungan dan biaya yang mempengaruhi seluruh anggota masyarakat. dalam hal ini daftar lengkap tentang semua kemungkinan keluaran yang dapat muncul dari pelaksanaan tindakan alternatif ini perlu disiapkan. 3. Penilaian keuntungan dan biaya Pada tahap ini penilaian secara moneter dilakukan. Setiap satuan yang telah diidentifikasikan sebelumnya harus dinilai dari aspek keuangan (moneterisasi). Untuk satuan yang ditukarkan melalui mekanisme pasar, nilai moneternya dapat dihitung dengan mengalihkan jumlah satuan dengan harganya. 4. Menghitung nilai kriteria yang digunakan (NFV, MBR, IRR) Dalam langkah akhir ini, nilai-nilai yang diperoleh dari langkah sebelumnya dan menunjukkan bagaimana keuntungan dan biaya menyebar. hal ini ditunjukkan untuk membentuk aliran tunai (cash flow). Pada analisis ini disusun prioritas kebijakan pengelolaan TPA sampah. Kebijakan yang dihasilkan analisis sebelumnya selanjutnya disusun prioritas dengan menggunakan model metoda perbandingan eksponensial (MPE). Hasilnya akan terpilih kebijakan prioritas yang memberikan manfaat pada pengelolaan TPA sampah. Selanjutnya urutan prioritas kebijakan diranking, untuk mendapatkan pilihan kebijakan dan langkah operasional. Model yang digunakan ádalah analytical hierarchy proses (AHP). Tahapan metoda perbandingan eksponensial ada beberapa yang harus dilakukan yaitu: menyusun alternatif-alternatif keputusan yang dipilih, menentukan kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria keputusan yang penting untuk di evaluasi. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut: Total Nilai = (TN i ) = (RK ij ) TKKj Keterangan: TN i = Total nilai alternatif ke i RK ij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke j pada pilihan keputusan i

52 29 TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai setiap alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial. Metoda ini untuk penyelesaian persoalan dilakukan melalui analisis terhadap keberlanjutan pengelolaan TPA Sampah secara finansial berdasarkan kajian atas berbagai skenario pengembangan alternatif pengelolaan sampah dengan tetap memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dari responden dan data sekunder dikumpulkan dari berbagai literatur dan pengalaman yang ada untuk memilih alternatif yang paling menguntungkan bagi keberlanjutan pengelolaan TPA Sampah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan sampah menyatakan bahwa pada pasal 5 Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pada pasal 5 butir e menyatakan: mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah. Pasal 7 Dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Mempunyai Kewenangan: menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah. Pasal 8 Dalam Menyelenggarakan Pengelolaan Sampah, Pemerintahan Provinsi mempunyai kewenangan menetapkan Kebijakan dan Strategi dalam Pengelolaan sampah sesuai dengan Kebijakan Pemerintah. Pasal 9 ayat 1 menyatakan Dalam menyelenggarakan Pengelolaan sampah, pemerintahan Kabupaten/kota mempunyai kewenangan: Menetapkan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan sampah berdasarkan Nasional dan Provinsi. Kompensasi pada Pasal 25 ayat 1 menyatakan: Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah, ayat 2 menyatakan bahwa kompensasi sebagaimana dimaksud pada butir a. Relokasi, b. Pemulihan Lingkungan, c. Biaya Kesehatan dan Pengobatan dan d. Kompensasi dalam bentuk lain. Pada ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut

53 Tingkat Inflasi 30 mengenai dampak negative dan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada ayat 4 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Daerah. Peran Masyarakat pada pasal 28 ayat 1 menyatakan bahwa Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pada ayat 2 menyatakan bahwa peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; perumusan kebijakan pengelolaan sampah dan/atau, pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Pada ayat 3 menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah. Tingkat Diskonto Menurut Indrajaya (2008), hal terpenting dalam menggunakan Net Present Value adalah menentukan tingkat diskonto (discount rate). Ada tiga cara dalam menentukan tingkat diskonto : berdasarkan estimasi konsumsi yang akan datang lebih sedikit dari konsumsi saat ini, berdasarkan teori produktivitas modal dimana nilai uang sekarang diestimasi dalam hubungannya dengan penggunaan produktif di masa datang, dan berdasarkan instrumen kebijakan pemerintah sebagai pedoman investasi dalam sistem ekonomi. Akibat fluktuasi tingkat inflasi yang menyebabkan cukup kompleks untuk diramalkan/forecasting, maka digunakan tingkat diskonto berdasarkan laju inflasi selama 20 tahun (Gambar 4). Sesudah tahun 2010 digunakan kebijakan pemerintah untuk menjaga inflasi pada titik 10%. Sedangkan Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan fluktuasi suku bunga 1 bulan dan 3 bulan tahun % 80% 70% 77,63% 60% 50% 40% 30% 20% 17,11% 10% 12,55% 9,53% 9,52% 9,77% 11,06% 9,24% 8,64% 9,40% 10,33% 11,06% 5,47% 5,97% 6,47% 4,94% 5,06% 6,50% 6,60% 6,59% 0% 2,01% Tahun Sumber : Bank Indonesia Gambar 4. Tingkat Inflasi Tahun

54 Suku Bunga 31 Sumber : Bank Indonesia Gambar 5. Suku bunga Bank Indonesia jangka waktu 1 bulan, tahun % 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Jangka Waktu 3 Bulan 17,43% 14,31% 12,93% 12,69% 12,92% 12,83% 10,17% 9,19% 8,15% Tahun Sumber : Bank Indonesia Gambar 6. Suku bunga Bank Indonesia jangka waktu 3 bulan, tahun Metoda Pengolahan Sampah Sampah merupakan hasil buangan atau sisa dari kegiatan manusia atau alam. Sampah dapat diklasifikasikan berdasar kemampuan sampah untuk terurai yaitu : (i) biodegradable yaitu sampah yang dapat mengalami pembusukan alam termasuk sampah organik seperti sampah dapur, sayuran, buah, bunga, daun dan kertas; (ii) nonbiodegradable yang terdiri dari sampah daur ulang seperti plastik, logam dan gelas.

55 32 Timbulan Sampah Pemilahan, Pewadahan dan Pengolahan Sampah Pengumpulan Pemindahan Pemilahan dan Pengolahan Pengangkutan Pembuangan Akhir Gambar 7. Teknis operasional pengelolaan persampahan perkotaan (Tchobanoglous et al., 1977) Teknis operasional pengelolaan sampah, menurut Tchobanoglous et al., (1977) seperti pada Gambar 7 adalah proses pengaturan materi sampah (yang umumnya berasal dari hasil aktivitas manusia). Pengaturan persampahan melibatkan kegiatan pewadahan setempat, pengumpulan, pengangkutan, dan atau pengolahan sampah sampai kepada kegiatan pembuangan akhir sampah. Menurut Adisasmito (1998), Dari penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa persen penyisihan terbaik menjadi pada waktu 20 menit dan pada suhu 280 o C, yaitu 32,8%, suhu dan waktu yang terbaik untuk pembentukan bahan bakar cair terjadi pada suhu 360 o C dan waktu 60 menit yakni mempunyai kadar 3,12%. Hasil survai konsultan WJMP pada awal tahun 2005 mendapatkan angka timbulan sampah sebesar ± 6000 ton per hari. Jumlah penduduk DKI tahun 2005 ± 8,9 juta jiwa.

56 33 Timbulan sampah per kapita 2,97 liter per kapita per hari atau 0,64 kg per kapita per hari (berat jenis = 0,21 ton/m 3 ). Hasil survai konsultan WJMP pada awal tahun 2005 tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi sampah rata-rata di DKI Jakarta % di daur % di No Komponen % total ulang buang 1 Organik (sisa makanan, daun, dll) 55, ,37 2 An Organik 44,63 19,95 24, Kertas 20,57 7,32 13, Plastik 13,25 6,85 6, Kayu 0,07 0, Kain/tekstil 0,61 0, Karet/kulit tiruan 0,19 0, Logam/metal 1,06 1, Gelas/kaca 1,91 1, Sampah bongkahan 0,81 0, Sampah B3 1,52 0 1, Lain-lain (batu, pasir, dll) 4,65 0 4,65 Sumber: Hasil Survai Konsultan WJEMP DKI 2005 Total ,95 80,05 Terdapat paling tidak lima cara yang dikenal secara umum dalam pengolahan sampah (Tchobanoglous et al., 1977) yaitu: (i) Open dumping. Open dumping mengacu pada cara pembuangan sampah pada area terbuka tanpa dilakukan proses apapun; (ii) Landfill. Landfill adalah lokasi pembuangan sampah yang relatif lebih baik dari open dumping. Sampah yang ada ditutup dengan tanah kemudian dipadatkan. Setelah lokasi penuh maka lokasi landfill akan ditutup tanah tebal dan kemudian lokasi tersebut biasanya dijadikan tempat parkir. (iii) Sanitary landfill. Berbeda dengan landfill maka sanitary landfill menggunakan material yang kedap air sehingga rembesan air dari sampah tidak akan mencemari lingkungan sekitar. Biaya sanitary landfill relatif jauh lebih mahal. (iv) Insinerator. Pada cara pengolahan menggunakan insinerator, dilakukan pembakaran sampah dengan terlebih dahulu memisahkan sampah daur ulang. Sampah yang tidak dapat didaur ulang kemudian dibakar. Biasanya proses pembakaran sampah dilakukan sebagai alternatif terakhir atau lebih difokuskan pada penanganan sampah medis. (v) Pengomposan. Pengomposan adalah proses biologi yang memungkinkan organisme kecil mengubah sampah organik menjadi pupuk. Kompos lebih berperan untuk

57 34 memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan cadangan air pada tanah, sehingga penyerapan air oleh tanaman akan lebih baik. Di sisi lain, pemerintah kurang menggalakkan gerakan pemanfaatan kompos. Produksi kompos dari beberapa instalasi pengomposan sampah tidak optimum, dan akhirnya berhenti beroperasi akibat ketiadaan pelanggan tetap dan berkesinambungan. Sampah sebagai sumber energi. Perlu konsep baru untuk menangani sampah perkotaan, Bramono (2004). Sebagai alternatif, sampah bisa diubah menjadi suatu materi baru yang memiliki nilai jual lebih dan dibutuhkan oleh masyarakat. Kompos menurut Bramono (2004) pada dasarnya melakukan konversi energi. Namun energi yang ada terlepas dalam bentuk materi yang memiliki nilai kalor yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proses pengomposan secara aerobik akan melepas materi organik padatan lain yang lebih sederhana, serta gas CO2 yang tidak siap untuk dimanfaatkan energinya secara langsung. Tersedia beberapa proses lain yang dapat mengkonversi energi yang tersimpan di dalam sampah menjadi suatu materi baru. Proses itu antara lain yaitu: 1. Proses anaerobik Proses ini akan melepas energi yang tersimpan dalam gas CH4 yang memiliki nilai kalor tinggi yang akan terbentuk. Lahan urug saniter, merupakan reaktor anaerobik dalam kapasitas yang besar. Beberapa teknik telah dilakukan untuk meningkatkan produksi gas CH4 yang terbentuk. Resirkulasi air lindi merupakan salah satu teknik yang diterapkan untuk meningkatkan produksi gas CH4, selain untuk mempercepat degradasi sampah itu sendiri. Akan tetapi reaktor anaerobik yang direncanakan secara khusus dengan kapasitas yang lebih kecil, dapat lebih mudah untuk dimonitor dan dikontrol dalam kinetika pembentukan gas metana dengan lebih baik ketimbang pada lahan urug saniter. Residu yang terbentuk dapat dimanfaatkan untuk kompos yang sebelumnya telah diambil sebagian energinya menjadi gas CH4, ketimbang proses aerobik pada pengomposan yang hanya akan menghasilkan kompos saja. Jika tahapan proses anaerobik ini dihentikan hanya pada tahapan fermentasi saja, yaitu tahapan sebelum pembentukan pembentukan gas CH4, maka dapat dihasilkan alkohol yang memiliki nilai kalor tinggi. Penggunaan alkohol ataupun derivatnya sebagai sumber bahan bakar alternatif dari sampah dapat dipertimbangkan juga (Bramono, 2004). 2. Proses gasifikasi dan pirolisis Kedua proses ini membutuhkan energi tambahan untuk menaikkan temperatur hingga 600 C yang dilakukan dengan oksigen substoikiometrik atau tanpa kehadiran oksigen sama

58 35 sekali. Proses pirolisis akan menghasilkan padatan (char) dan cairan (tar) yang memiliki nilai kalor tinggi. Produk ini dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel (salah satu bahan bakar pengganti atau aditif solar) yang sedang marak digunakan dewasa ini. Sedangkan gasifikasi, akan menghasilkan gas yang memiliki nilai kalor tinggi. Pemanfaatannya sebagai sumber energi alternatif dapat dipertimbangkan (Bramono, 2004). 3. Proses insinerasi Proses ini lebih mahal ketimbang dua proses di atas. Sampah dengan kadar air terendah sekalipun hanya dapat menghasilkan temperatur alami sekitar 200 C. Sementara temperatur kerja pada proses ini adalah pada rentang C, yang bertujuan untuk mereduksi pembentukan senyawa karsinogenik dioksin dan furan. Riset pada beberapa buah insinerator di Amerika Serikat masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam mereduksi pembentukan kedua senyawa ini, meskipun proses dijalankan pada temperatur jauh di atas C. Proses ini akan menghasilkan panas yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga uap. Tenaga uap itu dapat dikonversi menjadi energi listrik (Bramono, 2004). Rentang energi yang dihasilkan.sebagai suatu proses yang menghasilkan energi jumlah input energi dan output energi harus dihitung dalam suatu neraca massa dan energi. Energi yang dimasukkan ke dalam suatu proses diharapkan seminimum mungkin, mengingat output dari proses yang diharapkan adalah energi pula, sehingga total energi yang dihasilkan dari proses dapat dihitung. Jika terlalu banyak energi yang harus ditambahkan ke dalam proses, maka proses tidak efisien. Selain itu menurut Bramono (2004), masih perlu dikaji rentang energi yang dapat dimanfaatkan, karena setiap output dari suatu proses memiliki rentang pemakaian. Dalam hal ini, efisiensi pemanfaatan energi dengan jumlah energi tertentu yang dihasilkan dari suatu volume sampah harus dipertimbangkan. Setiap proses memiliki jangkauan pemanfaatan dalam setiap produk yang dihasilkan. Dengan demikian pemanfaatannya bisa dilakukan secara tepat dan efisien. Beberapa penelitian sampah di TPA yang telah dilakukan di Indonesia diuraikan berikut ini. Kholil (2005) menyatakan bahwa penanganan sampah dengan sistem zero waste yang telah diuji cobakan di beberapa tempat di Jakarta Selatan seperti Tebet, Jalan Asneli Pasar Minggu, Jalan Siaga Kelurahan Tanjung barat dan Jalan Gandaria Jagakarsa masih terbatas dengan teknologi yang masih sederhana dan belum melibatkan masyarakat sekitar, sehingga pilot proyek tersebut tidak dapat berkembang dan tidak dapat bertahan lama.

59 36 Dalam disertasinya, Kholil (2005) melakukan pengembangan sub model pengelolaan sampah terpadu berbasis zero waste yang didesain di tempat penampungan sementara (TPS) yang ditempatkan sedekat mungkin dengan sumbernya. Hal ini untuk mengurangi biaya pengangkutan dari sumber sampah ke TPS. Secara garis besar konsep dasar pengembangan model pengelolaan sampah terpadu berbasis zero waste ini merupakan gabungan antara pendekatan 3 R (reduce, reuse, dan recycle), dengan sistem pembakaran (insinerasi) terhadap sisa sampah organik pada proses pengomposan dan sisa sampah organik yang tidak dapat dimanfaatkan lagi (Gambar 8). Abu hasil proses pembakaran di cetak mejadi batako sebagai bahan bangunan sehingga sampah yang harus dibuang ke TPA menjadi nol (zero). Jadi titik berat penanganan sampah berdasarkan pendapat Kholil adalah pada TPS sebagai tempat pengolahan sampah baik sampah organik maupun sampah anorganik. Sumber sampah Timbulan sampah TPS Pemilahan Kompos Sampah Organik Produk Daur Ulang Sampah Anorganik Sampah Sisa Dibakar Batako Abu Sisa Pembakaran TPA Gambar 8. Diagram alur daur ulang sampah terpadu berbasis zero waste (Kholil, 2005)

60 37 Dalam analisisnya, Kholil (2005) menyatakan ada beberapa rekomendasi hasil penelitian dalam pengelolaan sampah di Jakarta selatan yaitu: 1. Melakukan penanganan secara preventif, melalui pengurangan di sumber dengan sistem 3 R (Reduce, Reuse, dan Recycle), dengan melibatkan masyarakat sebagai sumber sampah utama. Untuk mendukung kebijakan ini pemerintah perlu melakukan capacity development untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam penanganan sampah kota. 2. Dengan kebijakan reward and punishment atau insentif dan disinsentif disertai dengan penegakan hukum (law enforcement), yakni memberikan sanksi yang berat terhadap sumber sampah yang mencemari lingkungan, sebaliknya memberikan penghargaan atau insentif terhadap Badan atau orang yang secara nyata memberikan konstribusi terhadap pengurangan sampah atau peningkatan kebersihan lingkungan. 3. Pengolahan sampah di TPS dengan pendekatan 3 R + I (Reduce, Reuse, Recycle, Insinerasi), dengan melibatkan dan sekaligus pemberdayaan (empowering) masyarakat sekitar. 4. Membentuk Komisi Penanganan Sampah kota dan Badan Layanan Umum (BLU) Kebersihan untuk menunjang penanganan sampah kota yang cepat dan tepat berdasarkan pendekatan waste to clean. Menurut Kholil (2005) alternatif pertama absah secara teoritis dan terbukti berhasil dalam menurunkan volume sampah, kebijakan ini bersifat incremental dan memerlukan waktu cukup lama (sekitar tahun). Mengingat prosesnya yang lama, kebijakan ini menjadi kurang tepat untuk menangani sampah kota yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Alternatif kedua memerlukan dukungan petugas dan aparat hukum yang memadai, tetapi dalam pelaksanaannya kebijakan ini bisa menghadapi beberapa kendala teknis di lapangan antara lain kesulitan petugas dalam menentukan ambang batas pencemaran, dan memungkinkan terjadinya salah persepsi bagi petugas yang dapat merugikan masyarakat. Alternatif ketiga dan keempat merupakan perubahan struktural yang bersifat antisipatif ke depan dalam jangka panjang, sesuai dengan perkembangan kota dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu alternatif kebijakan ke tiga dan ke empat dapat menjadi pilihan yang terbaik bagi Pemerintah Kota Jakarta Selatan dalam rangka mereduksi volume sampah untuk

61 38 mengurangi ketergantungan tehadap TPA, untuk mendukung kebijakan ini perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan terhadap Undang-Undang atau Perda tentang penanganan sampah kota. Menurut Gani (2007), penggunaan teknologi pirolisis pada proses pengolahan sampah organik padat dapat menghasilkan produk bermanfaat berupa arang dan asap cair, sedangkan teknologi dekomposer sangat efektif untuk menangani sampah organik lunak menghasilkan kompos berkualitas. Sebagian besar perlakuan pengomposan sudah menghasilkan kompos dalam waktu berkisar hari, kecuali pada BO (control) berkisar hari dan perlakuan BI (Biodekomposer Orgadec) berkisar hari. Mutu kompos yang dihasilkan pada semua perlakuan pengomposan diatas, secara umum relative mendekati persyaratan SNI untuk kompos dari sampah domestik (BSN, 2004). Biodekomposer yang dapat mempercepat proses pengomposan sampah organik menghasilkan kompos bermutu terbaik adalah FM-4, campuran Orgadec-EM-4-Arang-asap cair dan campuran Orgadec- Biodek-Arang-Asap cair. Teknologi pirolisis dapat mengkonversikan sampah organik yang sukar dikomposkan menjadi arang dan asap cair. Arang hasil pirolisis pada suhu 505ºC bermutu terbaik dan asap cair yang dihasilkan pada proses tersebut menunjukkan kadar total fenol tertinggi. Metoda aktivasi arang sampah organik pasar menjadi arang aktif bermutu terbaik, terutama dalam hal daya serapnya terhadap iodin, ialah dengan cara aktivasi menggunakan uap H 2 O pada suhu 800ºC selama 120 menit. Asap cair hasil pirolisis sampah organik pada suhu 505ºC menghasilkan rendemen 31,24%, kadar total fenol 223,95 mg/l dan ph 4,1. Fraksi methanol dan air dari asap cair tersebut berpotensi sebagai antifeedant, karena aktivitasnya melebihi 50% terhadap larva S. Litura dan nilai EL 5o -nya sama-sama 0,71%. Penggunaan komarasca hasil konversi sampah organik berpengaruh sangat nyata baik terhadap pertambahan tinggi batang, jumlah daun, dan anakan maupun terhadap bobot biomassa tanaman daun dewa terutama ditunjukkan oleh perlakuan campuran tanah-abukompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H 2 O pada suhu 800ºC selama 120 menit, dan fraksi methanol dari asap air. Agar proses pengomposan sampah dapat diterapkan di lingkungan permukiman, maka disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang proses pengomposan yang mampu mendapatkan metoda minimisasi bau secara lebih optimal. Di samping itu juga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengisolasi senyawa aktif anti feedant dari fraksi methanol hasil fraksinasi asap cair sampah organik guna mengetahui rumus strukturnya. Defra (2004) menyebutkan dalam rangka memperkirakan WTP untuk

62 39 mengurangi suara, bau dan debu serta sampah yang tertiup angin dari suatu landfill dengan hasil sebagai berikut : WTP Marginal sebesar 0.12 sampai dengan 0.19 per hari dengan memperhitungkan jumlah hari ketika responden menderita karena debu dan sampah yang tertiup angin dari lokasi landfill WTP Marginal sebesar 0.10 sampai dengan 0.15 per hari dengan memperhitungkan jumlah hari ketika responden bisa mencium bau yang berasal dari lokasi Landfill Bising bukan suatu masalah yang signifikan Anwar (2007), melakukan percobaan untuk penelitian model sentra energi berbasis biomassa, dimana dilakukan percobaan dengan bahan baku biomassa antara lain sampah kota yang difermentasi secara anaerobik dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1. Gas bio hasil fermentasi anaerobik biomassa campuran adalah jumlah dari hasil gas bio setiap komponen campuran sesuai dengan proporsi komponen dalam campuran. Model penduga menurut persamaan sebagai berikut: V = ki Vi dengan V adalah produksi gas bio biomassa campuran (l/kg.bk), ki adalah fraksi biomassa ke i dan Vi adalah produksi gas bio biomassa ke i (l/kg.bk). 2. Kadar CH 4 yang terdapat dalam gas bio hasil fermentasi anaerobik biomassa campuran adalah kumulatip dari kadar metana dalam gas bio komponen campuran secara proporsional dan dalam satuan massa kering biomassa campuran. Model penduga n menurut persamaan V = ki V i K i V, dengan K adalah kadar metana dalam gas bio i=1 biomassa campuran (%) dan Ki adalah kadar metana dalam gas bio biomassa ke i (%). 3. Model sentra energi berbasis biomassa baik dari aspek penyediaan bahan baku, penguasaan teknologi, serta secara financial mempunyai kelayakan yang baik untuk dapat diwujudkan pada suatu kawasan dalam meningkatkan peranan energi biomassa pada penyediaan energi di kawasan tersebut. 4. Model sentra energi berbasis biomassa dapat memberikan perlindungan lingkungan dalam bentuk proporsi reduksi sampah yang dihasilkan dari 28,54% sampai dengan 72,33% dari produksi sampah harian dari jenis yang dipergunakan oleh sentra energi. 5. Model simulasi model pengembangan sentra energi biomassa dapat digunakan untuk memprediksi karakteristik operasional sentra energi berbasis biomassa. n i=1

63 40 6. Dalam penerapan sentra energi berbasis biomassa dapat dimulai dari suatu kawasan yang tidak terlalu luas, misalnya kawasan setingkat kecamatan atau setingkat desa di pulau jawa 7. Kajian secara financial selayaknya dilakukan dengan berbagai skenario sumber biomassa yang digunakan terutama biomassa yang berasal dari limbah peternakan, khususnya pada kawasan yang penggunaan limbah peternakannya pada tingkatan yang sangat intensif yang berkecenderungan harga limbah peternakan terlalu mahal dibandingkan dengan harga metana yang dihasilkan. 8. Pemanfaatan sampah kota oleh sentra energi bersifat prioritas karena memiliki harga yang relatif rendah dan suatu kawasan yang memiliki potensi pengembangan ladang energi atau perkebunan energi sebaiknya menjadikannya sebagai prioritas. 9. Kadar CH4 dari gas bio sampah rata-rata 54,54%, secara umum biomassa menghasilkan kadar CH4 dari gas bio diatas 50% yaitu antara 54,54% sampai 58,64%. Jangka waktu pembentukan gas bio berlangsung selama hari. Masa pembentukan gas bio berlangsung selama hari. Rata-rata 30% gas bio terbentuk pada sepuluh hari pertama, sebesar 58% pada periode sepuluh hari kedua, dan sampai periode sepuluh hari ketiga mencapai 83,2%, serta pada akhir periode sepuluh hari keempat gas bio yang berbentuk mencapai 97,5%. Waktu produksi tersebut relatif tidak berbeda dengan waktu produksi yang menggunakan bahan limbah ternak. Pada sistem takkontinyu dengan bahan limbah ternak lebih dari 66% pembentukan gas bio terjadi waktu kurang dari 30 hari dengan suhu larutan 30ºC (Pandey, 1997). Laju pembentukan gas bio diantara bahan yang digunakan relatif tidak banyak berbeda. Laju rata-rata pembentukan gas bio tertinggi pada sepuluh hari pertama sebesar 3,00% perhari, kemudian pada periode sepuluh hari kedua 2,80% perhari, periode sepuluh hari ketiga sebesar 2,52% perhari dan pada periode sepuluh hari keempat sebesar 1,43% perhari, serta yang terendah pada periode sepuluh hari yang kelima sebesar 0,25% perhari. Pola dari laju pembentukan gas bio mendekati kurva linier pada periode tiga hari pertama, dan mempunyai pola eksponensial pada dua puluh hari terakhir. Gambaran ini menunjukkan ratarata 90% pembentukan gas bio dalam masa produksi 35 hari. Menurut Herawati et al., (2007) menyatakan daur ulang sampah adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai. Bahan-bahan atau material yang dapat di daur ulang antara lain, adalah sebagai berikut:

64 41 Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim, kopi, selai/jam; baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau plastik). Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi rangka beton. Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jaringan ember.

65 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bantar Gebang sebagai lokasi penampung sampah Jakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 10 bulan, dimulai dari bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Januari Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. TPA Sumber: Hasil pengolahan Gambar 9. Lokasi penelitian

66 Jenis dan Sumber Data Jenis Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pengelola TPA sampah, pengusaha lapak, pemulung, pelaku usaha kompos, praktisi/pengamat pengelolaan dan pakar sampah, serta instansi atau lembaga terkait lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari BPS, Departemen Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi Sumber Data Data primer diambil berdasarkan purposive sampling yaitu pengambilan sampel kepada populasi responden dimana tidak seluruh anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Jumlah populasi kepala keluarga dilokasi penelitian berjumlah KK (kepala Keluarga). Teori limit pusat menyatakan bahwa perkiraan rata-rata dari suatu sampel cenderung terdistribusi secara normal ketika ukuran sample n bertambah. Kenormalan ratarata dari sampel berlaku dengan baik memperhitungkan distribusi populasi dari mana sampel itu diambil asalkan ukuran sampel itu masih rasional yaitu n>30. Semakin besar jumlah sampelnya semakin normal distribusinya. Agar kecenderungan distribusi sampel mendekati asumsi distribusi normal maka, jumlah sampel masyarakat dan pemulung diambil diatas 30. Berdasarkan teori tersebut ditetapkan jumlah sampel penelitian untuk responden masyarakat diambil sebanyak 80 responden, sedangkan untuk responden pemulung diambil sebanyak 60 responden. Jumlah tersebut ditetapkan untuk memenuhi pemerataan wilayah penelitian. Metoda purposive sampling digunakan untuk mendapatkan data dari masyarakat dan pemulung, yang dilakukan dengan menyebar ke 4 kelurahan/desa secara proporsional. Responden masyarakat dan pemulung yang diwawancara ditemui secara spontan dan bersedia diwawancara.

67 45 Teknik purposive sampling digunakan untuk mendapatkan data dari ahli/pakar, lapak dan bandar. Pengambilan sampel lapak dan bandar mengingat populasinya terbatas diambil secara Purposive Sampling yaitu lapak 20 responden dan bandar 10 responden. Pengambilan sampel pada lapak dan bandar di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang adalah pengambilan sampel dari responden yang tidak memiliki peluang sama untuk menjadi sampel penelitian. Penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) yang diikuti dengan teknik bola salju (Snow Ball) yaitu menanyakan responden lain yang dapat di hubungi (Nawawi, 2001). Sampel terbagi atas 5 (lima) responden yaitu: a. Responden Masyarakat Masyarakat adalah orang yang bertempat tinggal di sekitar kawasan TPA Sampah Bantar Gebang. Masyarakat sekitar TPA Sampah Bantar Gebang relatif Homogen. Jumlah sampel yang diambil sebesar 80 responden. Wawancara responden dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner yang dilakukan terhadap 80 kk di Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang serta Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi. Masyarakat yang dijadikan responden adalah masyarakat yang tinggal di sekitar TPA, dengan mengetahui tingkat pendidikan responden, status, tanggungan keluarga, usia. alamat, profil tempat tinggal, jumlah penghuni, lama tinggal atau menetap. b. Responden Pemulung Pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengumpul barang yang masih dapat dijual dari tumpukan sampah. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 60 responden. c. Responden Lapak Lapak adalah orang yang berperan sebagai perantara yang membeli barang bekas dari para pemulung dan menjualnya kepada bandar atau pedagang besar untuk di jual kembali kepada pabrik daur ulang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 responden.

68 46 d. Responden Bandar Bandar dalam penelitian ini adalah seorang pengusaha daur ulang biasannya melakukan spesialisasi dalam membeli dauran sampah dan omset pembeliannya relatif besar, sehingga dikenal bandar kertas, bandar plastik, bandar botol/gelas dan bandar rongsokan/besi. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 10 responden. e. Responden Pendukung Pengambilan sampel responden pendukung diambil sebanyak 8 responden, yang terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah (Dinas Kebersihan dan Badan Pengelola Sampah), pakar dari Perguruan Tinggi, dan Praktisi/pengamat/ konsultan dan pakar sampah Metoda Analisis Kebijakan Pengelolaan Sampah Analisis kebijakan pengelolaan sampah dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu mengkaji kebijakan yang ada berupa peraturan dan perundangan yang berlaku dan terkait dengan pengelolaan sampah Dampak Tempat Pembuangan Akhir a. Fisika dan Kimia Dampak pencemaran lingkungan di TPA Sampah Bantar Gebang perlu dilakukan observasi lapangan, pengujian laboratorium dan sumber penelitian terkait lainnya (data sekunder) dengan membandingkan persyaratan standar kualitas air, tanah, udara sesuai peraturan/kebijakan yang berlaku. Pengambilan sampel air dilakukan di Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Taman Rahayu yaitu pada sumur gali penduduk yang bermukim di sekitar TPA. Cara pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan botol plastik berukuran 1,5 liter, sampel tersebut dimasukkan ke dalam cooler box untuk diawetkan. Contoh air dan lindi dianalisis di laboratorium. Data sekunder berupa data fisik dan kimia yang telah dilakukan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, gambaran umum serta data pelengkap lainnya. Air Sumur. Kualitas air sumur penduduk, diukur dengan mengambil sampel pada saat musim hujan dan musim kemarau, parameter yang digunakan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/ Menkes/Per/IX/1990.

69 47 Titik pengambilan sampel sebagai verifikasi data sekunder dari Dinas Kebersihan berdasarkan aliran air tanah, diambil dari pompa atau sumur-sumur penduduk di Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Taman Rahayu, radius 250 m, 500 m dan 750 m dari lokasi TPA Sampah Bantar Gebang. Masingmasing lokasi sampel diambil satu titik sehingga didapatkan 12 (dua belas) sampel air sumur. Data kesehatan didapat dari data sekunder BPS Kota Bekasi dan wawancara dengan masyarakat. Air Permukaan (sungai). Sungai yang dijadikan sampel adalah sungai Ciketing, lebar sekitar 2 m, debit air 0,409 m 3 /detik. Pengambilan sampel didasarkan pada sistem aliran air dan hulu sungai menuju hilir sungai atau dan tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah. Sampel diambil pada aliran sungai sebelum memasuki wilayah TPA (dianggap sebagai hulu sungai) dan aliran sungai sesudah melewati wilayah TPA (dianggap sebagai hilir sungai), sehingga didapatkan dua sampel air sungai. Parameter kualitas air sungai sesuai dengan Baku Mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Air lindi. Kualitas air lindi dan infiltrasi air hujan yang masuk ke dalam timbunan sampah dan terkontaminasi (bercampur dengan senyawa-senyawa di dalam sampah) membentuk lindi, diuji dari kualitas air lindi. Sampel diambil dari setiap zone (karena pemanfaatannya berbeda waktu) dan dari kolam-kolam (bak) pada unit IPAS, meliputi sampel pada inlet dan outlet, satu titik diambil satu sampel, sehingga didapatkan delapan sampel air lindi. Titik inlet adalah air lindi yang masuk ke dalam IPAS dan landfill, sedangkan outlet air lindi yang telah mengalami pengolahan dari IPAS. Parameternya sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Baku Mutu golongan B untuk Bahan Baku Air Minum, Baku Mutu golongan C Penggunaan air untuk Perikanan dan Pertanian. Air lindi disetarakan dengan air limbah cair yang baku mutunya diatur oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep5I/MENLH/IO/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Industri. Udara. Kualitas udara tempat pembuangan akhir Bantar Gebang di uji berdasarkan kualitas udara. Pada umumnya diberi batasan sebagai udara yang mengandung satu atau lebih zat kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk

70 48 dapat menyebabkan gangguan pada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan harta benda. Waktu pengukuran diambil waktu perataan (averaging time) dan untuk pengukuran tiap jam dilakukan perhitungan secara geometric mean. Pengukuran SOx dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer, COx dengan NDIR (non dipersive infared) analyzer, debu dengan high volume sampling method. Baku mutu udara ambien diatur dengan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP- 03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari Kebisingan. Kebisingan berkaitan dengan pengumpulan sampah oleh truktruk pengangkut dan pengambilan kaleng-kaleng yang menimbulkan suara bising. Kebisingan juga terjadi pada saat keluar masuk truk di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Responden yang diamati adalah kelompok masyarakat, pemulung, pengelola dan masyarakat yang berada di Kelurahan sekitar TPA Sampah Bantar Gebang meliputi Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul, Sumur Batu dan Taman Rahayu. Sumber data dalam pengamatan ini berasal dari data primer yang diambil melalui metoda wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder dari data potensi Kelurahan, Kecamatan dan instansi terkait. b. Biologi Kondisi lingkungan biologi berupa berkembang biaknya lalat didapat dari data sekunder hasil pengamatan perilaku dan perkembang biakan lalat. Pengamatan dilakukan pada siang hari, dimana lalat bergerombol/ berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya (umumnya lalat menyukai makanan yang berbau busuk seperti sayuran, buah-buahan yang basah dan membusuk). Pengamatan juga dilakukan terhadap kesehatan masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir yaitu dengan melihat besarnya prosentase penyakit yang paling banyak dan yang paling sering diderita masyarakat seperti disentri, kolera, typhus, dan diare. c. Sosial Ekonomi dan Budaya Keadaan sosial ekonomi, adalah pengaruh dan kegiatan pengelolaan sampah pada warga atau masyarakat maupun pemerintah, di sekitar lokasi pengelolaan sampah seperti Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Taman

71 49 Rahayu. Pada umumnya keberadaan pengelolaan sampah, menimbulkan dampak positif dan negatif secara langsung maupun tidak langsung. Dampak positif secara langsung, ada penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan per kapita. Dampak negatif secara langsung keberadaan pengelolaan sampah timbul masalah sosial seperti timbulnya keresahan (penurunan kualitas lingkungan, muncul gubuk-gubuk liar), terganggunya keamanan (pencurian), berubahnya sikap masyarakat menjadi tidak ramah, meningkatnya kriminalitas, dan kecelakaan. Keberadaan pengelolaan sampah juga menimbulkan perubahan tingkat ekonomi bagi pengelola, pemerintah, maupun warga di sekitar TPA. Perubahan tingkat perekonomian karena adanya kegiatan pembangunan, pemeliharaan unit pengelolaan sampah, yang memerlukan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang tersedia di sekitar TPA. Selain itu, bila penambangan TPA untuk pembuatan kompos dan penangkapan gas metan, maka pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi dan pajak ditingkatkan. Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui pengumpulan data sekunder dan data primer berupa pekerjaan responden dan jenis pekerjaannya. pendapatan dan pengeluaran kebutuhan hidup sehari-hari, biaya pendidikan. keadaan kesejahteraan masyarakat dan kesehatannya. Metode analisis valuasi ekonomi pengelolaan tempat pembuangan akhir sampah Bantar Gebang dapat dilihat pada Tabel Biaya Eksternalitas Sesuai kajian analisis dampak yang negatif menimbulkan eksternalitas negatif yang merugikan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Setelah kajian dampak negatif diperoleh 6 (enam) eksternalitas negatif atau biaya eksternalitas yang merugikan pihak lain diluar Pengelola TPA Sampah.

72 50 Tabel 6. Valuasi ekonomi dampak Masalah Tujuan Metoda Data Sumber Data Output Belum tercapainya nilai kepuasan seseorang atau komunitas terhadap keberadaan suatu aset Melihat nilai kepuasan seseorang atau komunitas atas keberadaan suatu aset - Analisis WTA - Statistik deskriptif - Pendapat Responden tentang penyebab pencemaran lingkungan (air, udara, tanah) - Faktor2 penataan lingkungan TPA - Bentuk kompensasi atas jasa lingkungan - Nilai manfaat dan nilai kerugian - Jenis alat pembayaran WTA Responden Masyarakat Jumlah KK 80 Sampel Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Taman Rahayu 1. Nilai besaran dan bentuk kompensasi Pemisahan dan pemilihan sampah belum maksimal oleh para pelaku usaha yang memanfaatkan sampah. Mengetahui nilai ekonomi dari pemanfaatan sampah dalam bentuk : - Kompos - Daur Ulang - Penyerapan Tenaga Kerja - Peningkatan pendapatan - Market value - Biaya Tetap - Biaya Variabel - Total Biaya Produksi - Statistik deskriptif - Replacement cost - Productivity cost - Jumlah penduduk - Volume sampah (Berdasarkan Jenis) - Harga jual Rp/kg - Upah Tenaga Kerja - Peluang kerja Responden Jumlah 1. Jumlah penerimaan 1. Pemulung Lapak Bandar Pengusaha Kompos 2 6. Pengelola TPA 1 2. Biaya produksi Gangguan kondisi kesehatan masyarakat sekitar lokasi - Mengetahui pengaruh gangguan terhadap kehidupan masyarakat sekitar TPA & pemulung - Statistik deskriptif - Contingent valuation - Tingkat kesehatan - Tingkat pendidikan - Tingkat pendapatan - Fasilitas Prasarana dan Sarana Dasar Responden Masyarakat 80 Pemulung Jenis penyakit yang sering diderita 2. Biaya pengobatan Rp/bl/kk Kurangnya pemanfaatan potensial TPA sampah dimasa yang akan datang Memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat TPA di masa yang akan datang - Benefit transfer - Volume gas metana - Luas lahan hutan kota - Luas lapangan olah raga Data Sekunder : 1. Literatur 1. Besarnya nilai manfaat di masa yang akan datang Belum tercapainya efisiensi manfaat ekonomis suatu proyek Mengukur biaya dan manfaat dari nilai tambah sumber daya dan nilai tambah hasil barang-barang dan jasa - NFV - BCR - IRR - Biaya investasi - Biaya produksi - Biaya overhead - Biaya pemeliharaan Data Sekunder : 1. Literatur 2. Instansi Terkait 1. Analisis manfaat 2. Analisis biaya

73 51 Seluruh eksternalitas yang terjadi dan akan terjadi diperhitungkan dan dirumuskan sebagai berikut: a. Biaya pengeluaran untuk pembelian air Keterangan JP = Jumlah penduduk tahun ke i dalam orang; KRPO1 = Kebutuhan rata-rata air bersih per orang per tahun dalam liter/orang; KRPO2 = Kebutuhan rata-rata air minum per orang per tahun dalam liter/orang; HAB = Harga air bersih dalam Rupiah/liter HAM = Harga air minum dalam Rupiah/liter Jumlah penduduk di wilayah yang tercemar air tanahnya dikalikan dengan standar kebutuhan air bersih perkotaan sebanyak 80 liter/orang/hari untuk mandi dan cuci ditambah untuk kebutuhan air minum dan masak sebanyak 5 liter/orang/hari. Harga air bersih dan air minum Rp 150 per-liter pada Tahun b. Biaya pengeluaran untuk penyakit saluran pernapasan, penyakit umum, kulit dan paru, penyakit mata serta penyakit anak Keterangan JKPij = Jumlah kunjungan pasien untuk penyakit i dalam orang; BPi = Biaya pengobatan rata-rata penyakit i dalam Rupiah per orang. n = Jumlah penyakit Berdasarkan studi Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (2008) biaya ratarata berobat pada Tahun 2006 untuk jenis penyakit umum dan mata sebesar Rp sedangkan untuk jenis penyakit anak, kulit dan paru diperlukan biaya sebesar Rp ,-, dalam sekali berobat. c. Nilai kerugian tidak masuk kerja karena sakit Keterangan JPSi = Jumlah penduduk usia kerja yang sakit pada tahun 1 dalam orang;

74 52 RHS = Rata-rata lama waktu penduduk tidak bekerja karena sakit dalam hari; UMH = Upah Rata-rata dalam Rupiah/orang/hari d. Kerugian penurunan produksi pertanian karena sampah TPA Keterangan LSi = Luas sawah gagal panen dalam setahun dalam hektare; RPP = Rata-rata Produksi Padi 1 kali masa tanam dalam ton/hektare/tahun; (1 tahun = 3 kali masa tanam) HP = Harga padi dalam Rupiah per ton. Nilai kerugian akibat gagal panen padi sawah tersebut karena luapan air hujan yang mengandung sampah, dengan menggunakan asumsi kejadian gagal panen 1 kali setiap tahunnya. e. Nilai kerugian akibat emisi gas metan Keterangan JEi = Jumlah emisi gas pencemar dalam ton; BUGP = Biaya kerugian akibat emisi gas metana dalam Rupiah per ton CO2. f. Nilai kerugian dari dampak bau busuk dari TPA Sampah Keterangan JPi = Jumlah penduduk dalam radius yang terkena bau dalam orang; (setiap radius dianggap sama) JHB = Jumlah hari dalam setahun timbulnya bau dalam hari; NKHB = Nilai kompensasi hari bau dalam Rupiah/orang/hari Benefit Eksternalitas Berdasarkan kajian analisis dampak positif menimbulkan eksternalitas positif yang menguntungkan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Setelah kajian dampak positif diperoleh 2 (dua)

75 53 eksternalitas positif atau benefit/manfaat eksternalitas yang menguntungkan pihak lain diluar Pengelola TPA Sampah. Eksternalitas positif tersebut berupa: a. Nilai manfaat adanya kesempatan kerja bagi pemulung, buruh, lapak dan bandar kegiatan usaha daur ulang sampah dengan rumus: Keterangan JPM = Jumlah orang yang kerja dalam orang; ICM = Jumlah pendapatan dalam Rupiah/orang/tahun). Asumsi adanya pengaruh berganda dari kegiatan daur ulang sampah sebesar 25% dari total pendapatan para pelaku usaha daur ulang sampah. b. Nilai manfaat keberadaan jalan akses ke TPA dengan rumus: NMJL = PJA x LBR x HTN Keterangan PJA = panjang jalan dalam meter; LBR = lebar wilayah pengaruh jalan dalam meter: dan HTN = nilai tambah peningkatan harga tanah dalam Rp/m 2 adanya jalan akses (tahun 2009). Nilai tambah adanya jalan akses dari semula Rp /m 2 menjadi Rp /m 2 adalah sebesar Rp /m 2. Sehingga dengan demikian Nilai Manfaat (NM) dapat dirumuskan berikut ini: NM = NMKJ + NMJL. Peningkatan harga tanah karena adanya akses jalan Nilai Ekonomi Total Dampak Perhitungan Nilai Ekonomi Total (NET) dampak pengelolaan TPA sampah Bantar Gebang dapat dinyatakan dalam rumus: NET = NM NR Keterangan NET = Nilai Ekonomi Total dalam Rupiah; NM = Nilai Manfaat atau Eksternalitas Positif atau Manfaat Eksternalitas dalam Rupiah; NR = Nilai kerugian atau Eksternalitas Negatif atau Biaya Eksternalitas dalam Rupiah).

76 Perumusan Kebijakan Perumusan kebijakan dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metoda analisis yang dapat digunakan secara luas yang memungkinkan pengambilan keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis sehingga dapat ditentukan skala prioritas dalam pengambilan keputusan. Beberapa tahapan yang harus dilakukan dengan pendekatan AHP yaitu : 1. Mendefinisikan masalah identifikasi sistem yaitu untuk mengindentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta/Investor, Pakar/Ahli, NGO dan masyarakat. 2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya.

77 Gambar 10. Hirarki pemiilihan alternatif pengolahan sampah dalam IPST 55

78

79 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Luas wilayah Kecamatan Bantar Gebang Bekasi adalah 1.997,4 ha yang terdiri dari lahan perumahan dan permukiman 1.552,4 ha (77,72%), lahan sawah seluas 197,6 ha (9,89%), pertanian darat 13,9 ha (0,70%), dan penggunaan lainlain seluas 233,5 ha (11,69 %). Karena adanya pemekaran wilayah, Kecamatan Bantar Gebang berubah dari 6 desa (1) Desa Ciketing Udik, (2) Desa Cikiwul, (3) Desa Sumsur Batu, (4) Desa Layung Sari, (5) Desa Padutenan, (6) Cimuning, menjadi 4 kelurahan yaitu Kelurahan (1) Ciketing Udik, (2) Kelurahan Cikiwul, (3) Kelurahan Sumur Batu, dan (4) Kelurahan Bantar Gebang. Dari empat kelurahan yang ada, tiga kelurahan diperuntukkan sebagai Lokasi Pembuangan Akhir Sampah seluas 108 ha, yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu. Berdasarkan fungsinya Kecamatan Bantar Gebang diperuntukkan bagi jalur industri ringan, Desa Pedurenan, Desa Mustika Jaya dan Desa Mustika Sari diperuntukkan sebagai jalur perumahan dan Desa Sumur Batu untuk area hortikultura. Penggunaaan lahan terbesar di Kecamatan Bantar Gebang adalah lahan pemukiman yang mencapai 77,72%. Banyak lahan pertanian darat dan lahan sawah telah dijadikan lahan perumahan untuk menampung para pendatang karena Kota Bekasi merupakan daerah penyangga bagi provinsi DKI Jakarta. Pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan Bantar Gebang merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk daerah lain. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya perusahaan-perusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Jumlah penduduk Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 1997 adalah jiwa dan pada tahun 1998 meningkat menjadi jiwa. Jumlah penduduk terbanyak adalah desa Bantar Gebang, Mustika Jaya, dan Pedurenan. Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 terjadi peningkatan urbanisasi yang signifikan dan ditandai dengan peningkatan jumlah pendatang yang mendirikan perumahan liar di sekitar TPA. Kondisi lingkungan yang buruk berpengaruh pada kesehatan penduduk khususnya anak-anak yang diperlihatkan dengan penampilan yang tidak sehat. Hal ini diperburuk lagi dengan keikutsertaan

80 58 anak-anak membantu orang tuanya memilah sampah berupa plastik, botol, kaca, kain, dan benda-benda lain yang memiliki nilai tukar yang cukup berarti. Penyakit yang diderita oleh penduduk di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit gigi, infeksi kulit, anemia, diare, disentri, pneumonia, dan infeksi telinga. Ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar penduduk di Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 1989 bekerja pada sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Terjadi pergeseran mata pencaharian dimana 40,36% penduduk Desa Ciketing Udik, Desa Cikiwul, dan Desa Sumur Batu bekerja di sektor pertanian pada tahun 1998 menjadi hanya 16,81% pada tahun Hal ini terjadi karena perubahan tata guna lahan dimana tanah pertanian diperuntukan menjadi perumahan Iklim Temperatur udara rata-rata berkisar antara 24ºC-33ºC sepanjang tahun. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Desember-April. Tekanan udara umumnya sepanjang tahun, yaitu kurang lebih 1.012,5mm dan kelembaban udara bervariasi setiap bulan, yaitu berkisar 70% - 99%. Iklim di daerah ini sama seperti pada umumnya daerah lain di Indonesia yaitu beriklim tropis dengan pergantian musim kemarau dan penghujan, diselingi musim pancaroba. Pada umumnya angin bertiup dari arah utara ke barat, dengan kecepatan normal berkisar antara 0,5 1,5 m/det. Data curah hujan rata-rata tiap bulannya di Kecamatan Bantar Gebang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Curah hujan di Kecamatan Bantar Gebang Bulan Curah Hujan(mm) Januari 190 Pebruari 135 Maret 220 April 182 Mei 79 Juni 168 Juli 128 Agustus 118 September 224 Oktober 248 Nopember 300 Desember 199 Sumber: BPS, Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2007

81 59 Jumlah hari hujan berk isar 149 hari dalam satu tahun. Hujan dalam satu tahun rata-rata mm bervariasi antara mm tiap bulannya, dengan pola hujan sebagai berikut : musim kering: Juni September; musim normal: Oktober, November, April dan Mei; dan musim basah: Desember, Januari, Pebruari dan Maret Geologi dan Topografi Struktur geologi Kecamatan Bantar Gebang dan sekitarnya sebagian besar didominasi oleh satuan batuan Aluvium dan satuan batuan Tufa berumur kuarter. Lapisan batuan yang umurnya lebih tua menutupi kedua batuan di atas. Aluvium yang menutupi Bantar Gebang dan sekitarnya adalah aluvium sungai dan pantai. Aluvium sungai umumnya terdapat di lembah-lembah sungai, batuannya berupa: pasir, kerikil, lanau dan lempung. Aluvium sungai penyebarannya cukup luas dan umumnya dipakai sebagai daerah persawahan. Sebagian besar wilayah Bantar Gebang ditutupi oleh batuan Tufa terutama dari lapisan pasir dan lempung tipis. Lapisan batuan ini dikenal dengan sebutan kipas aluvium Jakarta Bogor, tebalnya berkisar meter. Sebagian alas dari batu-batuan di atas adalah batuan yang bersifat lempungan, batuan ini berumur tersier dan umumnya bersifat kedap air dengan penyebaran paling luas di sebelah selatan Topografi Kecamatan Bantar Gebang konsistensi terletak pada daerah yang relatif datar, secara umum tanahnya melandai dari selatan ke utara. Sungai mengalir sebagian besar dari arah selatan ke utara, kemiringan tanah di sebelah utara jalan regional berkisar antara 0% - 25% dan dibagian Selatan 0% - 2%. Lahan TPA Sampah Bantar Gebang yang digunakan, dahulu sebagian besar merupakan area bekas galian yang sekarang sudah berupa tanah gundul. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketinggian muka tanah di wilayah Kecamatan Bantar Gebang berkisar antara 8 24 meter dari permukaan laut dan memiliki relief yang datar.

82 Kualitas Air Kualitas Air Lindi di Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) TPA Sampah Bantar Gebang Kualitas Air Lindi di Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) TPA Sampah Bantar Gebang Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta, beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang sudah ditetapkan, yaitu: zat padat terlarut, ammonia, besi (total), BOD dan COD. Efisiensi IPAS untuk menurunkan parameter zat padat terlarut, ammonia, BOD dan COD, masing-masing 73,77%, 48,39%, 87,48% dan 79,23%. Pada tahun 2007 efisiensi IPAS 2 cukup baik, dimana hanya parameter sulfida yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dengan efisiensi 94,42%, namun pada tahun 2008 terjadi penurunan kinerja dimana parameter amonia dan COD melebihi baku mutu.pada tahun 2007 efisiensi IPAS 3 cukup baik, dimana parameter COD yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dengan efisiensi 94,24%, namun pada tahun 2008 terjadi penurunan kinerja dimana parameter amonia dan COD melebihi baku mutu.parameter pencemar yang masih melebihi baku mutu adalah zat padat terlarut (TDS), Amonia (NH3), merkuri, Nitrat, COD dan BOD Kualitas Air Sungai Ciketing Lokasi sampel air sungai dilakukan di Sungai Ciketing. Titik hulu diambil di dekat gerbang masuk TPA Sampah Bantar Gebang dan titik hilir diambil dekat IPAS 1. Baku mutu yang digunakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Baku Mutu Golongan B (untuk bahan baku air minum) dan C (untuk peternakan, perikanan dan pertanian). Air Sungai Ciketing pada lokasi sebelah hilir kawasan mengalami penambahan beban pencemaran dari TPA Sampah Bantar Gebang. Penambahan beban pencemaran tersebut berupa bahan organik (BOD dan COD), nitrogen (amoniak), padatan terlarut (TSS) dan sebagian logam (mangan dan sulfida) mempunyai kecenderungan makin meningkat melebihi baku mutu. Kualitas air sungai pada titik hulu dan hilir Sungai Ciketing tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

83 61 Tabel 8. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hulu TPA Sampah Bantar Gebang tahun No. Parameter Satuan Baku Mutu 1 Zat Padat Tersuspensi (TSS) Tahun mg/l ph ,8 7,2 6,9 7,6 6,8 6,8 3 Phosfat (PO4) mg/l 5-9 0,11 1,14 0,18 2,06 0,56 0,62 4 Merkuri (Hg) mg/l 0, ,001 0,001 0,001 * * 5 Mangan (Mn) mg/l 0,5 0,41 0,65 0,86 0,71 8,92 0,81 6 Ammonia (NH3) mg/l 0,02 0,26 0 0,28 0 9,23 8,88 7 Sulfida (H2S) mg/l 0, ,21 0 5,79 1,86 8 Minyak dan Lemak mg/l 1 0 0,16 * 0,05 0,67 1,18 9 BOD5 mg/l ,6 10,4 24, ,8 10 Organik (KMnO4) mg/l 0,2 6,88 28,72 18,26 47,07 555,56 131,02 11 COD mg/l 50 7,87 44,34 23,64 87,55 227,36 274,51 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data Tabel 9. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hilir TPA Sampah Bantar Gebang tahun No. Parameter Satuan Baku Mutu Tahun Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/l ph ,8 7,6 7,6 8 7,8 7,2 3 Phosfat (PO4) mg/l 5-9 0,154 2,5 0,38 4,69 2,88 0,79 4 Merkuri (Hg) mg/l 0,001 0 * * * * * 5 Mangan (Mn) mg/l 0,5 0,41 2,31 1,24 0,86 20,19 0,74 6 Ammonia (NH3) mg/l 0,02 0, , ,5 7 Sulfida (H2S) mg/l 0, , ,99 7,32 8 Minyak dan Lemak mg/l 1 0 0,93 * * 3,74 1,33 9 BOD5 mg/l ,6 551,1 298,8 417,6 10 Organik (KMnO4) mg/l 0,2 7,04 636,98 104, ,37 590,38 11 COD mg/l 50 7, ,71 145, , , ,98 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data

84 Kualitas Air Sumur Di Sekitar TPA Sampah Bantar Gebang Data hasil pengukuran air sumur di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter fisika menunjukkan ada kecenderungan peningkatan zat padat terlarut (TDS) menunjukkan adanya bahan organik yang larut setelah mengalami proses pembusukan walaupun masih di bawah baku mutu dan parameter Total Hardness (kesadahan total) yang melebihi baku mutu mengakibatkan kesulitan dalam mencuci karena air sabun menjadi tidak mengeluarkan busa karena air sadah, walaupun ada kecenderungan angkanya makin menurun. Kualitas air sumur untuk parameter fisika dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter fisika tahun 2004 sampai 2008 No. Parameter Satuan Maxi -mum Tahun Zat Padat terlarut mg/l ,3 87,1 83,2 93,9 106,8 2 Kekeruhan Skala NTU 5 3, Total Hardness mg/l ,58 9,1 Utara 1 Zat Padat Terlarut mg/l ,5 560, Kekeruhan Skala NTU Total Hardness mg/l Selatan ,8 564,2 1 Zat Padat Terlarut mg/l ,2 83,8 50,6 67,8 97,9 2 Kekeruhan Skala NTU Barat 3 Total Hardness mg/l 1 Zat Padat Terlarut mg/l 2 Kekeruhan Skala NTU 3 Total Hardness mg/l Timur 1 Zat Padat Terlarut mg/l 2 Kekeruhan Skala NTU 3 Total Hardness mg/l Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta - = Tidak ada data ,88 109, ,5 227, ,2 182

85 63 Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia pada umumnya masih memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum kecuali kualitas air di Utara TPA Sampah Bantar Gebang pada Tahun 2006 kadar besi (Fe) sebesar 1,51 mg/l melebihi baku mutu 0,3 mg/l dan zat organik (KMnO 4 ) dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Utara TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai 2008 Tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Flourida (F) mg/l 1,5 * * 0,31 * * 2 Nitrat (NO 3 ) mg/l 50 2,96 3,69 0,3 * 2,47 3 Nitrit (NO 2 ) mg/l 3 * * * 0,01 0,01 4 Senyawa Aktif Biru Methilen mg/l 0,07 0,05 0,15 0,05 0,07 0,2 5 Besi (Fe) mg/l 0,3 * * 1,51 * * 6 Timah Hitam (Pb) mg/l 0,05 * * * * * 7 Sulfat (SO 4 ) mg/l 250 1,34 1,59 * 0,83 3,03 8 Organik (KMnO 4 ) mg/l 10 0,37 4,63 13,75 2 2,22 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data Hasil pengukuran kualitas air sumur di Selatan, Barat dan Timur TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai 2008 masih memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Syaratsyarat dan pengawasan kualitas air minum dapat dilihat pada Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14. Berdasarkan hasil analisa laboratorium untuk parameter mikrobiologi, menunjukan adanya pencemaran coliform dan E. coli. Hal ini disebabkan perilaku dan budaya masyarakat sekitar TPA dimana masyarakat membuang air besar (BAB) pada fasilitas toilet yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu berupa jamban dengan cubluk tanpa sistem pengolahan air limbah. Hal ini mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah oleh tinja yang mengandung fecal coli.

86 64 Tabel 12. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Selatan TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai 2008 Tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Flourida (F) mg/l 1,5 * * * * * 2 Nitrat (NO3) mg/l 50 3,92 3,04 3,81 0,76 0,49 3 Nitrit (NO2) mg/l 3 * * * * * 4 Senyawa Aktif Biru Methilen mg/l 0,07 0,06 0,09 * 0,04 0,19 5 Besi (Fe) mg/l 0,3 * * 0,17 0,12 * 6 Timah Hitam (Pb) mg/l 0,05 * * * * * 7 Sulfat (SO4) mg/l 250 2,74 2,74 0,86 0,45 1,2 8 Organik (KMnO4) mg/l 10 0,16 1,75 3,72 0,8 0,89 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data Tabel 13. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Barat TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai 2008 Tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Flourida (F) mg/l 1,5 0,13 * * 0,39 * 2 Nitrat (NO3) mg/l 50 3,67 4,21 6,71 1,38 2,8 3 Nitrit (NO2) mg/l 3 0,01 * 0,02 0,15 0,04 4 Senyawa Aktif Biru Methilen mg/l 0,07 0,39 0,25 0,26 0,39 0,2 5 Besi (Fe) mg/l 0,3 * * 0,17 0,01 * 6 Timah Hitam (Pb) mg/l 0,05 * * * * * 7 Sulfat (SO4) mg/l ,07 31,61 23,13 34,24 76,58 8 Organik (KMnO4) mg/l 10 2,8 4,73 6,07 7,91 8,08 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data Tabel 14. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Timur TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter kimia tahun 2004 sampai 2008 Tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Flourida (F) mg/l 1,5 0,31 * * 0,04 0,17 2 Nitrat (NO3) mg/l 50 2,96 2,91 5,07 0,79 3,31 3 Nitrit (NO2) mg/l 3 * * * * * 4 Senyawa Aktif Biru Methilen mg/l 0,07 0,04 0,09 * 0,05 0,2 5 Besi (Fe) mg/l 0,3 * * 0,09 0,44 * 6 Timah Hitam (Pb) mg/l 0,05 * * * * * 7 Sulfat (SO4) mg/l 250 * 1,93 0,52 0,37 1,28 8 Organik (KMnO4) mg/l 10 0,49 1,6 1,78 0,39 1,02 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data

87 65 Banyaknya TPA liar yang berada disekitar lokasi TPA juga menambah buruknya kondisi sanitasi lingkungan di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Disamping itu, pada umumnya jarak jamban dengan sumur penduduk terlalu berdekatan serta kondisi drainase yang buruk. Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. Tabel 15. Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi (Coliform) tahun 2004 sampai 2008 (dalam MPN/100ml) No. Lokasi Maxi -mum Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun Kantor TPA 0 240, < 1, Utara TPA 0 900, Selatan TPA Barat TPA 0 300, Timur TPA < 1,8 < 1,8 Sumber: Dinas Kebersihan DKI Jakarta Table 16. Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi (E Coli) tahun 2004 sampai 2008 (dalam MPN/100ml) No. Lokasi Maxi -mum Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun Kantor TPA < 1, Utara TPA < Selatan TPA Barat TPA 0 300, Timur TPA < 1,8 < 1,8 Sumber: Dinas Kebersihan DKI Jakarta 4.3. Kualitas Udara dan Kebisingan Di Sekitar TPA Sampah Bantar Gebang Pemantauan kualitas udara dilakukan di dalam lokasi TPA dan di luar TPA. Hasil pemantauan menunjukkan kualitas udara ambien cukup baik kecuali pada Tahun 2007 total partikel tersuspensi melebihi baku mutu yaitu sebesar 267 μg/nm³ di dalam lokasi di TPA Sampah Bantar Gebang (IPAS 4) dan di Cikiwul Tahun 2007 sebesar 267 μg/nm³ dan Tahun 2008 sebesar sebesar 267 μg/nm³ yang

88 66 diakibatkan padatnya aktifitas pengangkutan sampah. Hasil pengukuran kualitas udara disekitar TPA Sampah Bantar Gebang dapat dilihat pada Tabel 17 sampai Tabel 20. Tabel 17. Hasil pengukuran kualitas udara di dalam lokasi di TPA Sampah Bantar Gebang (IPAS 4) tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Nitrogen Dioksida (NO2) μg/nm³ ,2 117,9 33,9 16,3 2 Sulfur Dioksida (SO2) μg/nm³ 900 * Hidrogen Sulfida (H2S) μg/nm³ ,071 0,022 0,005 0,002 4 Ammonia (NH3) μg/nm³ ,0013 0,219 2,042 0,415 2,185 5 Karbon Monoksida (CO) μg/nm³ , Total Partikel Tersuspensi (TSP) Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta *= Tidak ada data μg/nm³ ,54 15, Tabel 18. Hasil pengukuran kualitas udara di Sumur Batu tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Nitrogen Dioksida (NO2) μg/nm³ 400 6,9 54,8 9,3 15,4 2 Sulfur Dioksida (SO2) μg/nm³ Hidrogen Sulfida (H2S) μg/nm³ ,452 0,016 0,002 0,005 4 Ammonia (NH3) μg/nm³ ,311 0,665 0,208 0,767 5 Karbon Monoksida (CO) μg/nm³ Total Partikel Tersuspensi (TSP) μg/nm³ Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta Tabel 19. Hasil pengukuran kualitas udara di Cikiwul tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Nitrogen Dioksida (NO2) μg/nm³ ,2 9,4 35,5 11,7 2 Sulfur Dioksida (SO2) μg/nm³ 900 0, Hidrogen Sulfida (H2S) μg/nm³ ,648 0,018 0,01 0,003 4 Ammonia (NH3) μg/nm³ ,0011 0,961 6,547 0,368 0,045 5 Karbon Monoksida (CO) μg/nm³ Total Partikel Tersuspensi 6 μg/nm³ , (TSP) Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta

89 67 Tabel 20. Hasil pengukuran kualitas udara di Ciketing Udik tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Nitrogen Dioksida (NO2) μg/nm³ Sulfur Dioksida (SO2) μg/nm³ 900 0,628 0,012 0,012 0,004 3 Hidrogen Sulfida (H2S) μg/nm³ * 1,547 0,076 0,752 4 Ammonia (NH3) μg/nm³ Karbon Monoksida (CO) μg/nm³ Total Partikel Tersuspensi (TSP) μg/nm³ Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta Berdasarkan pengukuran Dinas Kebersihan DKI Jakarta, tingkat kebisingan di beberapa lokasi melebihi nilai baku mutu yaitu di depan Kantor TPA Sampah Bantar Gebang, Belakang TPA Sumur Batu dan pertigaan TPA Sampah Bantar Gebang serta Jalan Raya Narogong. Hasil pengukuran tingkat kebisingan disekitar TPA Sampah Bantar Gebang dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Tabel 21. Hasil pengukuran kualitas kebisingan di dalam lokasi TPA Sampah Bantar Gebang tahun (dalam dba) No. Lokasi Kantor 60 62, Timbangan 71,8 74, IPAS ,9 68,9 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta Tabel 22. Hasil pengukuran kualitas kebisingan di luar lokasi TPA Sampah Bantar Gebang tahun (dalam dba) No. Lokasi Jl. Narogong 75,3 71, Sumur Batu 59,4 53,3 53,6 58,4 3 Pedurenan ,9 63 Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta

90 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TPA Hasil survai sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan gambaran karakteristik sosial, ekonomi dan demografi masyarakat di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang pada waktu penelitian dilakukan. Data persepsi masyarakat ini sangat berguna untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap kualitas lingkungannya Responden Masyarakat Jumlah responden masyarakat sebanyak 80 orang dengan tingkat usia, tingkat pendidikan, lama tinggal, pekerjaan utama dan pekerjaan sambilan, tanggapan responden mengenai jalan lingkungan, jalan masuk, gangguan lingkungan dan jenis gangguan lingkungan dapat dilihat dalam uraian berikut. Responden masyarakat sebesar 80% berusia 21 sampai 50 tahun, yang merupakan usia produktif. Responden masyarakat didominasi usia 21 sampai 30 tahun sebesar 40%. Data responden masyarakat berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Tingkat usia responden masyarakat No Umur masyarakat (tahun) Prosentase (%) 1 < 21 11, , ,25 5 > 50 8,75 Jumlah 100 Tingkat pendidikan responden masyarakat sebesar 68,75% berpendidikan sekolah dasar. Responden masyarakat didominasi tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar sebesar 52,50%. Rincian responden berdasarkan tingkat pendidikan dan lama tinggal dapat dilihat pada Tabel 24.

91 70 Tabel 24. Aspek sosial tingkat pendidikan dan lama tinggal responden masyarakat No Pendidikan dan lama tinggal Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 16,25 2 Tamat SD 52,5 3 Tamat SLTP 18,75 4 Tamat SLTA 12,5 Jumlah tahun 8, tahun 6, tahun 1,25 4 > 11 tahun 83,75 Jumlah 100 Tabel 25. Aspek ekonomi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan responden masyarakat No Pekerjaan utama Prosentase (%) 1 Buruh 23,75 2 Karyawan 18,75 3 Pemulung 5 4 Pemilik lapak 2,5 5 Ibu rumah tangga 2,5 6 Petani 13,75 7 Pedagang 21,25 8 Sopir/tukang ojek 6,25 9 Tidak menjawab 6,25 Jumlah Petani 2,5 2 Pedagang 3,75 3 Sopir/tukang ojek 2,5 4 Buruh 2,5 5 Karyawan 6,25 6 Pemulung 5 7 Tidak ada 77,5 Jumlah 100 Tabel 26. Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan lingkungan No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 53,75 2 Baik 12,5 3 Sangat Jelek 5 4 Jelek 28,75 Jumlah 100

92 71 Tabel 27. Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan masuk No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%) 1 Baik 21,25 2 Sangat Jelek 5 3 Jelek 17,5 4 Agak baik 56,25 Jumlah 100 Tabel 28. Tanggapan responden masyarakat mengenai gangguan lingkungan No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Sedikit terganggu 25 2 Tidak terganggu 17,5 3 Sangat terganggu 16,25 4 Cukup terganggu 41,25 Jumlah 100 Memperhatikan tanggapan masyarakat terhadap keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang kebanyakan (82.5%) menyatakan terganggu, umumnya (75%) gangguan yang dirasakan adalah masalah bau. Keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu masyarakat. Prosentase data responden masyarakat mengenai jenis ganggguan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Tanggapan responden masyarakat mengenai jenis gangguan lingkungan No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat 68,75 2 Rawan keamanan 2,5 3 Kumuh/kotor 3,75 4 Sumur tercemar & bau menyengat 6,25 5 Sumur tercemar & bau menyengat, kumuh/kotor 10 6 Bau menyengat & kumuh/kotor 6,25 7 Sumur tercemar 2,5 Jumlah 100 Secara umum kondisi sosial responden masyarakat berusia produktif, telah bertempat tinggal lama di dekat TPA sebagian besar tinggal diatas 10 tahun, berpendidikan rendah, keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu masyarakat terutama bau sampah. Pekerjaan responden masyarakat sekitar separuhnya adalah pekerja sebagai buruh dan karyawan. Sebagian responden masyarakat masih ada yang bekerja sebagai petani sekitar 13% dan

93 72 sebagai pemulung 5%. Tanggapan responden masyarakat mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA cukup baik Responden Pemulung Jumlah responden pemulung dari segi usia 36,51% dalam usia produktif 21 sampai 30 tahun dan 23,81% dalam usia 31 sampai 40 tahun. Separuh pemulung berusia muda dibawah 30 tahun dan sekitar 74% berusia dibawah 40 tahun. Hal ini menunjukkan pekerjaan pemulung pekerjaan berat dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Tingkat usia responden pemulung No Usia pemulung (th) Prosentase (%) 1 < 21 14, , , ,7 5 > 50 12,7 Jumlah 100 Tingkat pendidikan pemulung sebanyak 63 orang dengan latar pendidikan tidak tamat SD mencapai 52,38% dan 40% hanya tamat SD. Pendidikan pemulung sebagian besar 93,65% rendah yaitu hanya sampai sekolah dasar yang dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Tingkat pendidikan responden pemulung No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 52,38 2 Tamat SD 41,27 3 Tamat SLTP 4,76 4 Tamat SLTA 1,59 Jumlah 100 Kebanyakan pemulung merupakan pendatang yang berasal dari daerah lain, 44,44% baru menetap 1 sampai 3 tahun di kawasan Bantar Gebang dan 30,16% sudah menetap selama 4 sampai 7 tahun. Sedangkan yang menetap lebih dari 8 tahun sekitar 25,40%. Hal tersebut menunjukkan pekerjaan pemulung merupakan

94 73 pekerjaan bersifat jangka menengah dimana sekitar 74 % menjalani profesi selama 1 7 tahun lihat Tabel 32. Tabel 32. Lama tinggal responden pemulung No Lama Bermukim Prosentase (%) tahun tahun tahun > 11 tahun 12.7 Jumlah 100 Penghasilan rata-rata pemulung antara Rp sampai dengan Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 55,56% responden pemulung. Sedangkan penghasilan rata-rata pemulung diatas rupiah per bulan diperoleh oleh 34,93% responden pemulung. Besaran penghasilan tersebut masih cukup layak untuk mencukupi kebutuhan hidup pemulung secara sederhana, gambaran tingkatan penghasilan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemulung No Penghasilan Prosentase (%) 1 < 0,5juta ,5-1 juta juta juta juta 1.59 Jumlah Sebagian besar responden (93,65%) mengandalkan penghasilan dari pengumpulan sampah sebagai pekerjaan utama dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan/sambilan lainnya. Hal menunjukkan kegiatan daur ulang sampah merupakan pekerjaan utama pemulung, dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Pekerjaan sambilan/sampingan responden pemulung No Pekerjaan sambilan Prosentase (%) 1 Petani Pedagang Buruh Tidak ada Jumlah 100 Sekitar 69% responden pemulung berpendapat bahwa jalan lingkungan sekitar TPA dalam kondisi agak baik atau baik, dan 19,05% responden beranggapan kondisi jalan jelek atau sangat jelek, dapat dilihat pada Tabel 35.

95 74 Tabel 35. Tanggapan responden pemulung mengenai jalan lingkungan sekitar TPA No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 47,62 2 Baik 22,22 3 Sangat Jelek 1,59 4 Jelek 19,05 5 Tidak Jawab 9,52 Jumlah 100 Tanggapan responden pemulung terhadap kondisi jalan masuk ke TPA sebanyak 34,92% menyatakan baik dan 41,27% agak baik serta sekitar 9,52% kondisi jalan masuk adalah dalam keadaan jelek. Mereka berarti berpandangan jalan masuk TPA sampah sebagian besar berpendapat positif lihat Tabel 36. Tabel 36. Tanggapan responden pemulung mengenai jalan masuk ke TPA No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%) 1 Baik 34,92 2 Sangat Jelek 14,29 3 Jelek 9,52 4 Agak baik 41,27 Jumlah 100 Hanya 17,46% responden yang menyatakan tidak ada gangguan lingkungan akibat TPA, selebihnya merasa terganggu, dapat dilihat pada Tabel 45. Dimana 52,38% responden merasakan bau yang busuk, 6,35% merasa lingkungan kumuh/kotor, 11,11% sumur tercemar dan 1,59% rawan keamanan. Hal tersebut menunjukkan lingkungan sekitarnya bagi sebagian besar pemulung tidak nyaman seperti yang terlihat pada Tabel 37 dan Tabel 38. Tabel 37. Tanggapan responden pemulung mengenai gangguan lingkungan No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Sedikit terganggu 4,76 2 Tidak terganggu 17,46 3 Sangat terganggu 3,17 4 Cukup terganggu 69,84 5 Tidak jawab 4,76 Jumlah 100

96 75 Tabel 38. Tanggapan responden pemulung mengenai jenis gangguan lingkungan No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat & kumuh/kotor 6,35 2 Bau menyengat & kumuh/kotor & rawan keamanan 3,17 3 Kumuh/kotor 9,52 4 Sumur tercemar & kumuh/kotor 1,59 5 Sumur tercemar & bau menyengat, kumuh/kotor 11,11 Sumur tercemar, Bau menyengat & kumuh/kotor & 6 rawan keamanan 1,59 7 Bau menyengat 52,38 8 Tidak jawab 14,29 Jumlah 100,00 Secara umum kondisi sosial responden pemulung berusia produktif, dimana sekitar 70% berusia dibawah 40 tahun, berpendidikan rendah yaitu 90% pendidikan sekolah dasar, sekitar 44% bekerja sebagai pemulung di bawah 3 tahun. Hampir seluruh responden pemulung (93,65%) mengandalkan penghasilan dari pengumpulan sampah sebagai pekerjaan utama dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan/sambilan lainnya. Penghasilan responden pemulung sebagian besar 86% antara Rp ,- sampai Rp ,- masih cukup layak untuk mencukupi kebutuhan hidup pemulung secara sederhana Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu pemulung terutama bau sampah. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA baik Responden Pemilik Lapak Jumlah responden pemilik lapak sebanyak 20 orang dengan usia responden yang berusia lebih dari 50 tahun mencapai 20%, antara 41 sampai 50 tahun mencapai 30% responden, 30% responden berumur 31 sampai 40 tahun dan 20% responden berumur 21 sampai 30 tahun, berarti 80% usia produktif lihat Tabel 39. Tabel 39. Tingkat usia responden pemilik lapak No Usia pemilik lapak (th) Prosentase (%) > Jumlah 100

97 76 Tingkat pendidikan responden cukup rendah terdiri dari 10% tamat SLTA, 15% tamat SLTP, 55 % tamat dan tidak tamat SD, lihat pada Tabel 40. Tabel 40. Tingkat pendidikan responden pemilik lapak No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 15 2 Tamat SD 40 3 Tamat SLTP 15 4 Tidak tamat SLTP 10 5 Tamat SLTA 10 6 Tidak tamat SLTA 5 7 Tidak jawab 5 Jumlah 100 Responden pemilik lapak rata-rata yang sudah lama menetap di sekitar TPA sampah yaitu lama menetap lebih dari 8 tahun mencapai 80%, sedangkan yang kurang dari 8 tahun mencapai 20%, dapat di lihat pada Tabel 41. Tabel 41. Lama menetap/berusaha responden pemilik lapak No Lama Bermukim Prosentase (%) tahun tahun tahun 25 4 > 11 tahun 55 Jumlah 100 Penghasilan rata-rata pemilik lapak antara Rp sampai dengan Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 25% responden pemilik lapak. Sedangkan penghasilan rata-rata pemilik lapak diatas Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 5% responden pemilik lapak. Selain itu 20% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp , 5% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp , dan 20% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp Ini menunjukkan bahwa 80% responden pemilik lapak mempunyai penghasilan lebih dari Rp perbulan dari hasil usaha lapaknya dapat dilihat pada Tabel 42.

98 77 Tabel 42. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemilik lapak No Penghasilan (Rp/bulan) Prosentase (%) 1 < 500 ribu juta juta juta juta juta 20 7 > 3 juta 5 Jumlah 100 Dari hasil analisa data lapangan dan wawancara dengan responden pemilik lapak, tanggapan mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA, 55% responden memberikan tanggapan yang baik atau agak baik mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA dan 35% responden memberikan tanggapan agak baik mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan masuk ke lokasi TPA. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan ke lokasi TPA No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 35 2 Baik 20 3 Jelek 25 4 Sangat Jelek 5 5 Tidak Jawab 15 Jumlah 100 Masalah lingkungan mendapat perhatian dari responden pemilik lapak, sebanyak 42,11% merasakan adanya gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang, namun sebagian besar 57,89 % merasa tidak terganggu karena merupakan tempat responden mencari nafkah dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai adanya gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Tidak terganggu 57,89 2 Sedikit terganggu 26,32 3 Cukup terganggu 10,53 4 Sangat terganggu 5,26 Jumlah 100

99 78 Adanya bau yang busuk dirasakan oleh 64,29% responden. Sebagian besar pemilik lapak menyadari lingkungan kerjanya tidak nyaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai jenis gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang. No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat 64,29 2 Rawan keamanan 7,14 3 Kumuh/kotor 7,14 4 Sumur tercemar 21,43 Jumlah 100 Secara umum kondisi sosial responden pemilik lapak 80% berusia produktif, dimana sekitar 70% berusia di atas 30 tahun, yang berpendidikan rendah yaitu pendidikan sekolah dasar sekitar 37%, dan sekitar 80% bekerja sebagai pemilik lapak di atas 8 tahun. Responden pemilik lapak sekitar 50% berpenghasilan di atas Rp ,-. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu pemilik lapak terutama bau sampah sekitar 64%. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA cukup baik Responden Bandar Usia responden terdiri dari 25% berusia 31 s/d 40% dan 75% berusia antara 41 s/d 50 tahun, dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46. Tingkat usia responden bandar No Usia Bandar (th) Prosentase (%) Jumlah 100 Responden pemilik bandar sebanyak 8 orang dengan pendidikan Tamat SLTP ke atas sebanyak 50%, sedangkan sisanya tidak tamat SD 12,5%, tamat SD 25%, tidak tamat SLTP 12,5%. Hal tersebut menunjukkan tingkat pendidikan para responden pemilik bandar cukup menunjang pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 47.

100 79 Tabel 47. Tingkat pendidikan responden bandar No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 12,5 2 Tamat SD 25 3 Tidak tamat SLTP 12,5 4 Tamat SLTP 37,5 5 Tamat SLTA 12,5 Jumlah 100 Responden pemilik lapak yang sudah lama menetap atau berusaha di sekitar TPA lebih dari 11 tahun mencapai 87,50%, sedangkan yang kurang dari 11 tahun mencapai 12,50%, dapat di lihat pada Tabel 48. Tabel 48. Lama menetap/berusaha responden bandar No Lama Bermukim Prosentase (%) tahun 12,5 2 > 11 tahun 87,5 Jumlah 100 Penghasilan rata-rata bandar antara Rp sampai dengan Rp rupiah perbulan. Sedangkan penghasilan rata-rata bandar diatas Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 75% responden bandar. Selain itu 12,50% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp , 12,50% responden berpenghasilan kurang dari Rp ,- sampai dengan Rp , dan 20% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp Ini menunjukkan bahwa 80% responden pemilik lapak mempunyai penghasilan lebih dari Rp perbulan dari hasil usaha lapaknya dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 49. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai bandar No Penghasilan (Rp/bulan) Prosentase (%) 1 < 500 ribu 12, juta 12,5 3 > 3 juta 75 Jumlah 100 Tanggapan mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA, 12,5% responden menyatakan sangat jelek dan 12,50% menyatakan jelek, dapat dilihat pada Tabel 50.

101 80 Tabel 50. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan ke lokasi TPA No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 50 2 Baik 25 3 Sangat Jelek 12,5 4 Jelek 12,5 Jumlah 100 Hasil survai menunjukkan 75% responden memberikan tanggapan baik dan kondisi jalan masuk dan jalan lingkungan di lokasi TPA seperti yang terlihat pada Tabel 51. Tabel 51. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan masuk ke lokasi TPA No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%) 1 Agak baik 50 2 Baik 25 3 Sangat Jelek 12,5 4 Jelek 12,5 Jumlah 100 Sebagian besar responden bandar tidak merasa terganggu dengan lingkungan TPA dimana dipilih oleh 75% responden, sedangkan 12,5% sedikit tidak terganggu dan 12,5% sangat terganggu, dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52. Tanggapan responden bandar mengenai gangguan lingkungan No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Tidak terganggu 75 2 Sedikit terganggu 12,5 3 Sangat terganggu 12,5 Jumlah 100 Responden bandar menyatakan bahwa gangguan terbesar berupa rawan keamanan sebesar 36,59%, diikuti gangguan lingkungan yang kumuh/kotor sebesar 24,39% dan bau busuk 12,20% serta gangguan karena sumur tercemar hanya dipilih oleh 2,44% responden. Hal ini menunjukkan para Bandar berpendapat masalah keamanan merupakan masalah cukup mengkhawatirkan mereka, mengingat besarnya aset yang harus mereka jaga berupa material daurulang sampah yang bernilai puluhan sampai ratusan juta rupiah. Sedangkan mengenai masalah ketidaknyamanan lingkungan tidak cukup berarti bagi para Bandar karena sumber pendapatan mereka memang dari TPA sampah. Pendapat

102 81 responden Bandar terhadap jenis gangguan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53. Tanggapan responden bandar mengenai jenis gangguan lingkungan No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat 12,2 2 Rawan keamanan 36,59 3 Kumuh/kotor 24,39 4 Sumur tercemar 2,44 5 Tidak jawab 24,39 Jumlah 100 Secara umum kondisi sosial responden bandar sekitar 75% berusia di atas 40 tahun, yang berpendidikan rendah yaitu pendidikan sekolah dasar sekitar 37%, dan sekitar 87,5% bekerja sebagai bandar di atas 10 tahun. Responden bandar sekitar 75% berpenghasilan di atas Rp ,-. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu bandar adalah masalah keamanan sekitar 36% dan kumuh kotor sekitar 24%. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA 75% cukup baik dan 25% menganggap jelek Kebijakan Pengelolaan Sampah Peraturan Perundangan Tentang Sampah Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan 15 September 2006 dilakukan pendekatan atau paradigma baru yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse,Recycle). Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

103 82 Hal di atas sesuai dengan Undang undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan Pasal 9 berbunyi: Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan: Ayat (1) Butir (b) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah; butir (d) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah; Pasal 9 Ayat (2) yang berbunyi: Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. a. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru. Penjelasan UU No. 18 Tahun 2008 menyatakan: Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada kumpul-angkut-buang sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. b. Kompensasi. Undang-Undang Pengelolaan Persampahan 18/2008 Pasal 25 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir

104 83 sampah. Pasal 25 Ayat (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain. Pasal 25 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Pasal 25 Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah. c. Sanksi. Sanksi yang diberikan kepada Pengelola TPA melakukan pelanggaran operasional TPA ada pada Pasal 40 Ayat (1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). Pasal 47 (1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Peraturan sebelum Undang-Undang No. 18 Tahun Pasal 48 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun Pasal 49 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal Diundangkan. Tanggal diundangkan adalah tanggal 7 Mei 2008.

105 84 d. Kebijakan. Kebijakan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (Daftar Pustaka). Kebijakan (1) : Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan. Kebijakan (2): Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai. Kebijakan (3): Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan. Sasaran peningkatan pelayanan nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70% penduduk juga telah ditetapkan bersama. Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu : i. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan. Pengelolaan TPA yang buruk dibanyak kota harus diakhiri dengan upaya peningkatan pengelolaan sesuai ketentuan teknis yang berlaku. TPA yang jelas-jelas telah menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya perlu segera mendapatkan langkah-langkah rehabilitasi agar permasalahan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan sesuai dengan prioritas.

106 85 ii. Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA ke arah sanitary landfill. TPA yang masih dioperasikan dengan jangka waktu relatif lama perlu segera dilakukan upaya peningkatan fasilitas dan pengelolaan mengarah pada metode Sanitary landfill dan Controlled landfill agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari. Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman peningkatan pengelolaan TPA yang sangat diperlukan oleh daerah untuk perbaikan fasilitas persampahan yang dmiliki. iii. Meningkatkan Pengelolaan TPA Regional. Kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah dengan lokasi TPA yang semakin terbatas dan sulit diperoleh. Kerjasama pengelolaan TPA dengan kota / kabupaten lainnya akan sangat membantu penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan solusi yang saling menguntungkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah : (1) Penyusunan studi lokasi dan kelayakan pengembangan TPA regional sesuai Tata Ruang dan (2) Ujicoba pengelolaan TPA regional secara profesional. iv. Penelitian, pengembangan, dan aplikasi teknologi penanganan persampahan tepat guna dan berwawasan lingkungan. Kekeliruan dalam pemilihan teknologi seperti insinerator tungku yang banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah perlu segera dihentikan dengan memberikan pemahaman akan kriteria teknisnya. v. Disamping itu juga sangat diperlukan aktivitas penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sampah di Indonesia pada umumnya. Rencana tindak yang diperlukan adalah : Penyusunan pedoman teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan Penyusunan pedoman pemanfaatan gas TPA Penyusunan pedoman waste-to-energy Ujicoba waste-to-energy untuk kota besar /metro Kebijakan (4): Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan. Untuk melaksanakan KNPP ini diperlukan adanya kebijakan agar aturan-aturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung jawab.

107 86 Kebijakan (5): Pengembangan alternatif sumber pembiayaan Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus disediakan oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian pengelolaan persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat membiayai dirinya sendiri. Memperhatikan kondisi TPA Sampah Bantar Gebang dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang ada TPA Sampah Bantar Gebang belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan diantaranya belum melaksanakan operasional sanitary landfill secara benar, yaitu tidak melakukan penutupan timbunan sampah setiap hari dengan tanah penutup Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah. Berdasarkan Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (Daftar Pustaka). Pedoman ini disusun untuk sejumlah maksud. Maksud yang paling utama dan mendasar adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia yang bermukim atau berkegiatan di kawasan tersebut dengan menghindarkan dan menjauhkan mereka dari risiko-risiko dampak pencemaran kimiawi pada air dan udara; kemungkinan terjangkit atau tertular penyakit yang dibawa vektor; dan bahaya ledakan gas yang terbentuk di TPA, serta menjaga kenyamanan dan keselamatan mereka dengan menghindarkannya dari dampak kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah. Lebih jauh, pedoman ini disusun untuk menghindarkan konflik dan masalah sosial lain yang bersumber pada kepentingan pemanfaatan lahan. Pedoman ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi pemerintah daerah, pengelola persampahan dan masyarakat dalam melaksanakan penataan ruang di kawasan sekitar TPA.

108 87 a. Zonasi. Secara umum, kawasan sekitar TPA dibagi menjadi zona penyangga, zona budi daya terbatas dan zona budi daya. Zona yang diatur dalam pedoman ini adalah zona penyangga dan zona budi daya terbatas. Aturan di dalam zona budi daya disesuaikan dengan RTRW kabupaten/kota setempat. b. Aspek yang dipertimbangkan. Aspek yang dipertimbangkan dalam penyusunan pedoman ini adalah keselamatan, kesehatan dan kenyamanan. Pembagian Zona Sekitar TPA. Kawasan sekitar TPA dibagi menjadi: (1) Zona penyangga; (2) Zona budi daya terbatas. i. Zona penyangga. Zona penyangga adalah zona yang berfungsi sebagai penahan untuk mencegah atau mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA, dalam segi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Akibat dan gangguan-gangguan misalnya bau, kebisingan, dan sebagainya. Zona penyangga berfungsi untuk menunjang fungsi perlindungan bagi penduduk yang melakukan kegiatan sehari-hari di sekitar TPA dan berfungsi: (1) Mencegah dampak lindi terhadap kesehatan masyarakat, yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA; (2) Mencegah binatang-binatang vektor, seperti lalat dan tikus, merambah kawasan permukiman; (3) Menyerap debu yang beterbangan karena tiupan angin dan pengolahan sampah; (4) Mencegah dampak kebisingan dan pencemaran udara oleh pembakaran dalam pengolahan sampah. ii. Zona budidaya terbatas. Zona budi daya terbatas adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan dengan batasan tertentu. Zona budi daya terbatas berada di luar zona penyangga. Pemanfaatan ruang pada zona tersebut harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota bersangkutan. Fungsi zona tersebut adalah memberikan ruang untuk kegiatan budi daya yang terbatas, yakni kegiatan budi daya yang berkaitan dengan TPA. Zona budi daya terbatas hanya dipersyaratkan untuk TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill). Zona budi daya adalah wilayah yang ditetapkan

109 88 dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. c. Penentuan jarak zona penyangga. Zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian lingkungan yang dilaksanakan di TPA. d. Penentuan jarak zona budi daya terbatas. Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa: (1) Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari; (2) Bahaya ledakan gas metan; (3) Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat. Penentuan jarak pada zona budi daya terbatas pada TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill) didasarkan pada kajian lingkungan di sekitar TPA yang meliputi: (1) Teknis pemrosesan sampah di TPA: pengurugan berlapis bersih atau pengurugan berlapis terkendali; (2) Mekanisme penimbunan sampah eksisting : melalui pemilahan atau tanpa pemilahan;(3) Karakteristik sampah yang masuk ke TPA: organik, non organik, B3 (bahan berbahaya dan beracun);(4) Kondisi air lindi; (5) Kondisi gas dalam sampah : CH4, CO; (6) Kondisi geologi dan geohidrologi, dan jenis tanah; (7) Iklim mikro; (8) Pemanfaatan ruang yang telah ada di sekitar kawasan TPA, sesuai denganperaturan zonasi. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Sumber: Ditjen Penataan Ruang, 2008 Gambar 11. Potensi bahaya TPA terhadap jarak

110 89 Ketentuan teknis mengatur ketentuan pola ruang pada zona penyangga. Pada TPA yang belum memiliki zona penyangga ditetapkan zona penyangga pada area meter sekeliling TPA dengan pemanfaatan sebagai berikut: (1) meter diharuskan berupa sabuk hijau; (2) meter pertanian non pangan, hutan. Ketentuan pemanfaatan ruang: (1) Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama tanaman yang dapat menyerap bau; dan b) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m, (2) Pemrosesan sampah utama on situ, (3) Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi pembakaran (incenerator) bersama unit pengelolaan limbahnya dan (4) Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Sumber: Ditjen Penataan Ruang, (2008) Gambar 12. Pembagian zona di sekitar TPA lama tanpa penyangga Memperhatikan pedoman pemanfaatan lahan yang telah dikemukakan, TPA Sampah Bantar Gebang belum mempunyai zona penyangga seperti yang telah dipersyaratkan dalam pedoman Kriteria teknis prasarana dan sarana kegiatan pengelolaan sampah. Kriteria teknis prasarana dan sarana kegiatan pengelolaan sampah di TPA menurut Ditjen Penataan Ruang Dep.PU (2008) adalah: (1) Tidak menggunakan air tanah setempat dalam kegiatan pengolahan sampah; (2) Ketersediaan sistem drainase yang baik; dan (3) Ketersediaan fasilitas parkir dan bongkar muat

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bantar Gebang sebagai lokasi penampung sampah Jakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 10 bulan, dimulai

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerjasama antar pemerintah daerah merupakan suatu isu yang perlu diperhatikan saat ini, mengingat perannya dalam menentukan perekonomian lokal maupun nasional. Hal

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah kota besar yang juga berfungsi sebagai Ibukota Negara dan berbagai pusat kegiatan lainnya Jakarta sudah seharusnya menyediakan segala sarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada kedudukan 5 0 20 sampai dengan 5 0 30 lintang Selatan dan 105 0 28 sampai dengan 105 0 37 bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TPA Hasil survai sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan gambaran karakteristik sosial, ekonomi dan demografi masyarakat di sekitar TPA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG Delfianto dan Ellina S. Pandebesie Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS SKALA LABORATORIUM. Mhd F Cholis Kurniawan

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS SKALA LABORATORIUM. Mhd F Cholis Kurniawan PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS SKALA LABORATORIUM Mhd F Cholis Kurniawan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN TESIS DAN MENGENAI SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

KUALITAS AIRTANAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH BANJARAN DESA BANJARAN KECAMATAN BOJONGSARI KABUPATEN PURBALINGGA

KUALITAS AIRTANAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH BANJARAN DESA BANJARAN KECAMATAN BOJONGSARI KABUPATEN PURBALINGGA KUALITAS AIRTANAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH BANJARAN DESA BANJARAN KECAMATAN BOJONGSARI KABUPATEN PURBALINGGA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Administrasi Daerah studi adalah TPST Bantar Gebang yang berada 4 km dari pusat kota Jakarta, dan 2 km dari perbatasan kota Jakarta-Bekasi serta 2 km dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak yang membahayakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman, dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang berhubungan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah Penentuan dampak dari TPA Sampah perlu memperhitungkan pencemaran lingkungan yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian TPA Sumur Batu, Bantar Gebang, Kota Bekasi adalah TPA milik Kota Bekasi yang terletak di sebelah tenggara Kota Bekasi dan berdekatan dengan TPA Bantar

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih banyak menghabiskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting Pemakaian Bahan Baku Exploitasi dan Explorasi Sumber Daya Alam 100% Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui 10-15% Polutan Udara Pencemaran Udara Emisi Gas (CO, CO2, Sox, NOx) Penipisan Lapisan Ozon

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah zat di alam yang dalam kondisi normal di atas permukaan bumi ini berbentuk cair, akan membeku pada suhu di bawah nol derajat celcius dan mendidih pada suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG

PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG PRESENTASI TESIS 1 PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG M. AGUS RAMDHAN (3310202701) PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat Keterp aparan 1. La BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar ±110 pulau di wilayah Kepulauan Seribu. Jakarta dipadati oleh 8.962.000 jiwa (Jakarta

Lebih terperinci

PROPOSAL. PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw. Waste to Energy Commercial Aplications

PROPOSAL. PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw. Waste to Energy Commercial Aplications PROPOSAL PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw Waste to Energy Commercial Aplications PT. ARTECH Jalan Raya Narogong KM 9.3 Bekasi HP.0811815750 FAX.8250028 www.artech.co.id Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produktivitas merupakan satu hal yang sangat penting bagi perusahaan sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran produktivitas dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN UMUR PAKAI TPA TANAH GROGOT DAN PEMANFAATAN SAMPAH DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN PENINGKATAN UMUR PAKAI TPA TANAH GROGOT DAN PEMANFAATAN SAMPAH DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROPINSI KALIMANTAN TIMUR KAJIAN PENINGKATAN UMUR PAKAI TPA TANAH GROGOT DAN PEMANFAATAN SAMPAH DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Muhammad Zul aiddin, I D A A Warmadewanti Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bakung desa Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, jarak Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air lindi atau lebih dikenal dengan air limbah sampah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Air lindi akan merembes melalui tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

Lebih terperinci

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN 34 BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Wilayah Area TPST Bantar Gebang terletak diatas lahan seluas 110,216 Ha dibawah penguasaan Pemerintah provinsi DKI Jakarta dan mencakup 3 kelurahan, yaitu

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci