V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TPA Hasil survai sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan gambaran karakteristik sosial, ekonomi dan demografi masyarakat di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang pada waktu penelitian dilakukan. Data persepsi masyarakat ini sangat berguna untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap kualitas lingkungannya Responden Masyarakat Jumlah responden masyarakat sebanyak 80 orang dengan tingkat usia, tingkat pendidikan, lama tinggal, pekerjaan utama dan pekerjaan sambilan, tanggapan responden mengenai jalan lingkungan, jalan masuk, gangguan lingkungan dan jenis gangguan lingkungan dapat dilihat dalam uraian berikut. Responden masyarakat sebesar 80% berusia 21 sampai 50 tahun, yang merupakan usia produktif. Responden masyarakat didominasi usia 21 sampai 30 tahun sebesar 40%. Data responden masyarakat berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Tingkat usia responden masyarakat No Umur masyarakat (tahun) Prosentase (%) 1 < 21 11, , ,25 5 > 50 8,75 Jumlah 100 Tingkat pendidikan responden masyarakat sebesar 68,75% berpendidikan sekolah dasar. Responden masyarakat didominasi tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar sebesar 52,50%. Rincian responden berdasarkan tingkat pendidikan dan lama tinggal dapat dilihat pada Tabel 24.

2 70 Tabel 24. Aspek sosial tingkat pendidikan dan lama tinggal responden masyarakat No Pendidikan dan lama tinggal Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 16,25 2 Tamat SD 52,5 3 Tamat SLTP 18,75 4 Tamat SLTA 12,5 Jumlah tahun 8, tahun 6, tahun 1,25 4 > 11 tahun 83,75 Jumlah 100 Tabel 25. Aspek ekonomi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan responden masyarakat No Pekerjaan utama Prosentase (%) 1 Buruh 23,75 2 Karyawan 18,75 3 Pemulung 5 4 Pemilik lapak 2,5 5 Ibu rumah tangga 2,5 6 Petani 13,75 7 Pedagang 21,25 8 Sopir/tukang ojek 6,25 9 Tidak menjawab 6,25 Jumlah Petani 2,5 2 Pedagang 3,75 3 Sopir/tukang ojek 2,5 4 Buruh 2,5 5 Karyawan 6,25 6 Pemulung 5 7 Tidak ada 77,5 Jumlah 100 Tabel 26. Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan lingkungan No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 53,75 2 Baik 12,5 3 Sangat Jelek 5 4 Jelek 28,75 Jumlah 100

3 71 Tabel 27. Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan masuk No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%) 1 Baik 21,25 2 Sangat Jelek 5 3 Jelek 17,5 4 Agak baik 56,25 Jumlah 100 Tabel 28. Tanggapan responden masyarakat mengenai gangguan lingkungan No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Sedikit terganggu 25 2 Tidak terganggu 17,5 3 Sangat terganggu 16,25 4 Cukup terganggu 41,25 Jumlah 100 Memperhatikan tanggapan masyarakat terhadap keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang kebanyakan (82.5%) menyatakan terganggu, umumnya (75%) gangguan yang dirasakan adalah masalah bau. Keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu masyarakat. Prosentase data responden masyarakat mengenai jenis ganggguan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Tanggapan responden masyarakat mengenai jenis gangguan lingkungan No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat 68,75 2 Rawan keamanan 2,5 3 Kumuh/kotor 3,75 4 Sumur tercemar & bau menyengat 6,25 5 Sumur tercemar & bau menyengat, kumuh/kotor 10 6 Bau menyengat & kumuh/kotor 6,25 7 Sumur tercemar 2,5 Jumlah 100 Secara umum kondisi sosial responden masyarakat berusia produktif, telah bertempat tinggal lama di dekat TPA sebagian besar tinggal diatas 10 tahun, berpendidikan rendah, keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu masyarakat terutama bau sampah. Pekerjaan responden masyarakat sekitar separuhnya adalah pekerja sebagai buruh dan karyawan. Sebagian responden masyarakat masih ada yang bekerja sebagai petani sekitar 13% dan

4 72 sebagai pemulung 5%. Tanggapan responden masyarakat mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA cukup baik Responden Pemulung Jumlah responden pemulung dari segi usia 36,51% dalam usia produktif 21 sampai 30 tahun dan 23,81% dalam usia 31 sampai 40 tahun. Separuh pemulung berusia muda dibawah 30 tahun dan sekitar 74% berusia dibawah 40 tahun. Hal ini menunjukkan pekerjaan pemulung pekerjaan berat dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Tingkat usia responden pemulung No Usia pemulung (th) Prosentase (%) 1 < 21 14, , , ,7 5 > 50 12,7 Jumlah 100 Tingkat pendidikan pemulung sebanyak 63 orang dengan latar pendidikan tidak tamat SD mencapai 52,38% dan 40% hanya tamat SD. Pendidikan pemulung sebagian besar 93,65% rendah yaitu hanya sampai sekolah dasar yang dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Tingkat pendidikan responden pemulung No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 52,38 2 Tamat SD 41,27 3 Tamat SLTP 4,76 4 Tamat SLTA 1,59 Jumlah 100 Kebanyakan pemulung merupakan pendatang yang berasal dari daerah lain, 44,44% baru menetap 1 sampai 3 tahun di kawasan Bantar Gebang dan 30,16% sudah menetap selama 4 sampai 7 tahun. Sedangkan yang menetap lebih dari 8 tahun sekitar 25,40%. Hal tersebut menunjukkan pekerjaan pemulung merupakan

5 73 pekerjaan bersifat jangka menengah dimana sekitar 74 % menjalani profesi selama 1 7 tahun lihat Tabel 32. Tabel 32. Lama tinggal responden pemulung No Lama Bermukim Prosentase (%) tahun tahun tahun > 11 tahun 12.7 Jumlah 100 Penghasilan rata-rata pemulung antara Rp sampai dengan Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 55,56% responden pemulung. Sedangkan penghasilan rata-rata pemulung diatas rupiah per bulan diperoleh oleh 34,93% responden pemulung. Besaran penghasilan tersebut masih cukup layak untuk mencukupi kebutuhan hidup pemulung secara sederhana, gambaran tingkatan penghasilan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemulung No Penghasilan Prosentase (%) 1 < 0,5juta ,5-1 juta juta juta juta 1.59 Jumlah Sebagian besar responden (93,65%) mengandalkan penghasilan dari pengumpulan sampah sebagai pekerjaan utama dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan/sambilan lainnya. Hal menunjukkan kegiatan daur ulang sampah merupakan pekerjaan utama pemulung, dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Pekerjaan sambilan/sampingan responden pemulung No Pekerjaan sambilan Prosentase (%) 1 Petani Pedagang Buruh Tidak ada Jumlah 100 Sekitar 69% responden pemulung berpendapat bahwa jalan lingkungan sekitar TPA dalam kondisi agak baik atau baik, dan 19,05% responden beranggapan kondisi jalan jelek atau sangat jelek, dapat dilihat pada Tabel 35.

6 74 Tabel 35. Tanggapan responden pemulung mengenai jalan lingkungan sekitar TPA No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 47,62 2 Baik 22,22 3 Sangat Jelek 1,59 4 Jelek 19,05 5 Tidak Jawab 9,52 Jumlah 100 Tanggapan responden pemulung terhadap kondisi jalan masuk ke TPA sebanyak 34,92% menyatakan baik dan 41,27% agak baik serta sekitar 9,52% kondisi jalan masuk adalah dalam keadaan jelek. Mereka berarti berpandangan jalan masuk TPA sampah sebagian besar berpendapat positif lihat Tabel 36. Tabel 36. Tanggapan responden pemulung mengenai jalan masuk ke TPA No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%) 1 Baik 34,92 2 Sangat Jelek 14,29 3 Jelek 9,52 4 Agak baik 41,27 Jumlah 100 Hanya 17,46% responden yang menyatakan tidak ada gangguan lingkungan akibat TPA, selebihnya merasa terganggu, dapat dilihat pada Tabel 45. Dimana 52,38% responden merasakan bau yang busuk, 6,35% merasa lingkungan kumuh/kotor, 11,11% sumur tercemar dan 1,59% rawan keamanan. Hal tersebut menunjukkan lingkungan sekitarnya bagi sebagian besar pemulung tidak nyaman seperti yang terlihat pada Tabel 37 dan Tabel 38. Tabel 37. Tanggapan responden pemulung mengenai gangguan lingkungan No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Sedikit terganggu 4,76 2 Tidak terganggu 17,46 3 Sangat terganggu 3,17 4 Cukup terganggu 69,84 5 Tidak jawab 4,76 Jumlah 100

7 75 Tabel 38. Tanggapan responden pemulung mengenai jenis gangguan lingkungan No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat & kumuh/kotor 6,35 2 Bau menyengat & kumuh/kotor & rawan keamanan 3,17 3 Kumuh/kotor 9,52 4 Sumur tercemar & kumuh/kotor 1,59 5 Sumur tercemar & bau menyengat, kumuh/kotor 11,11 Sumur tercemar, Bau menyengat & kumuh/kotor & 6 rawan keamanan 1,59 7 Bau menyengat 52,38 8 Tidak jawab 14,29 Jumlah 100,00 Secara umum kondisi sosial responden pemulung berusia produktif, dimana sekitar 70% berusia dibawah 40 tahun, berpendidikan rendah yaitu 90% pendidikan sekolah dasar, sekitar 44% bekerja sebagai pemulung di bawah 3 tahun. Hampir seluruh responden pemulung (93,65%) mengandalkan penghasilan dari pengumpulan sampah sebagai pekerjaan utama dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan/sambilan lainnya. Penghasilan responden pemulung sebagian besar 86% antara Rp ,- sampai Rp ,- masih cukup layak untuk mencukupi kebutuhan hidup pemulung secara sederhana Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu pemulung terutama bau sampah. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA baik Responden Pemilik Lapak Jumlah responden pemilik lapak sebanyak 20 orang dengan usia responden yang berusia lebih dari 50 tahun mencapai 20%, antara 41 sampai 50 tahun mencapai 30% responden, 30% responden berumur 31 sampai 40 tahun dan 20% responden berumur 21 sampai 30 tahun, berarti 80% usia produktif lihat Tabel 39. Tabel 39. Tingkat usia responden pemilik lapak No Usia pemilik lapak (th) Prosentase (%) > Jumlah 100

8 76 Tingkat pendidikan responden cukup rendah terdiri dari 10% tamat SLTA, 15% tamat SLTP, 55 % tamat dan tidak tamat SD, lihat pada Tabel 40. Tabel 40. Tingkat pendidikan responden pemilik lapak No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 15 2 Tamat SD 40 3 Tamat SLTP 15 4 Tidak tamat SLTP 10 5 Tamat SLTA 10 6 Tidak tamat SLTA 5 7 Tidak jawab 5 Jumlah 100 Responden pemilik lapak rata-rata yang sudah lama menetap di sekitar TPA sampah yaitu lama menetap lebih dari 8 tahun mencapai 80%, sedangkan yang kurang dari 8 tahun mencapai 20%, dapat di lihat pada Tabel 41. Tabel 41. Lama menetap/berusaha responden pemilik lapak No Lama Bermukim Prosentase (%) tahun tahun tahun 25 4 > 11 tahun 55 Jumlah 100 Penghasilan rata-rata pemilik lapak antara Rp sampai dengan Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 25% responden pemilik lapak. Sedangkan penghasilan rata-rata pemilik lapak diatas Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 5% responden pemilik lapak. Selain itu 20% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp , 5% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp , dan 20% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp Ini menunjukkan bahwa 80% responden pemilik lapak mempunyai penghasilan lebih dari Rp perbulan dari hasil usaha lapaknya dapat dilihat pada Tabel 42.

9 77 Tabel 42. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemilik lapak No Penghasilan (Rp/bulan) Prosentase (%) 1 < 500 ribu juta juta juta juta juta 20 7 > 3 juta 5 Jumlah 100 Dari hasil analisa data lapangan dan wawancara dengan responden pemilik lapak, tanggapan mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA, 55% responden memberikan tanggapan yang baik atau agak baik mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA dan 35% responden memberikan tanggapan agak baik mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan masuk ke lokasi TPA. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan ke lokasi TPA No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 35 2 Baik 20 3 Jelek 25 4 Sangat Jelek 5 5 Tidak Jawab 15 Jumlah 100 Masalah lingkungan mendapat perhatian dari responden pemilik lapak, sebanyak 42,11% merasakan adanya gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang, namun sebagian besar 57,89 % merasa tidak terganggu karena merupakan tempat responden mencari nafkah dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai adanya gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Tidak terganggu 57,89 2 Sedikit terganggu 26,32 3 Cukup terganggu 10,53 4 Sangat terganggu 5,26 Jumlah 100

10 78 Adanya bau yang busuk dirasakan oleh 64,29% responden. Sebagian besar pemilik lapak menyadari lingkungan kerjanya tidak nyaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai jenis gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang. No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat 64,29 2 Rawan keamanan 7,14 3 Kumuh/kotor 7,14 4 Sumur tercemar 21,43 Jumlah 100 Secara umum kondisi sosial responden pemilik lapak 80% berusia produktif, dimana sekitar 70% berusia di atas 30 tahun, yang berpendidikan rendah yaitu pendidikan sekolah dasar sekitar 37%, dan sekitar 80% bekerja sebagai pemilik lapak di atas 8 tahun. Responden pemilik lapak sekitar 50% berpenghasilan di atas Rp ,-. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu pemilik lapak terutama bau sampah sekitar 64%. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA cukup baik Responden Bandar Usia responden terdiri dari 25% berusia 31 s/d 40% dan 75% berusia antara 41 s/d 50 tahun, dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46. Tingkat usia responden bandar No Usia Bandar (th) Prosentase (%) Jumlah 100 Responden pemilik bandar sebanyak 8 orang dengan pendidikan Tamat SLTP ke atas sebanyak 50%, sedangkan sisanya tidak tamat SD 12,5%, tamat SD 25%, tidak tamat SLTP 12,5%. Hal tersebut menunjukkan tingkat pendidikan para responden pemilik bandar cukup menunjang pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 47.

11 79 Tabel 47. Tingkat pendidikan responden bandar No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 12,5 2 Tamat SD 25 3 Tidak tamat SLTP 12,5 4 Tamat SLTP 37,5 5 Tamat SLTA 12,5 Jumlah 100 Responden pemilik lapak yang sudah lama menetap atau berusaha di sekitar TPA lebih dari 11 tahun mencapai 87,50%, sedangkan yang kurang dari 11 tahun mencapai 12,50%, dapat di lihat pada Tabel 48. Tabel 48. Lama menetap/berusaha responden bandar No Lama Bermukim Prosentase (%) tahun 12,5 2 > 11 tahun 87,5 Jumlah 100 Penghasilan rata-rata bandar antara Rp sampai dengan Rp rupiah perbulan. Sedangkan penghasilan rata-rata bandar diatas Rp rupiah perbulan diperoleh oleh 75% responden bandar. Selain itu 12,50% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp , 12,50% responden berpenghasilan kurang dari Rp ,- sampai dengan Rp , dan 20% responden berpenghasilan antara Rp sampai dengan Rp Ini menunjukkan bahwa 80% responden pemilik lapak mempunyai penghasilan lebih dari Rp perbulan dari hasil usaha lapaknya dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 49. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai bandar No Penghasilan (Rp/bulan) Prosentase (%) 1 < 500 ribu 12, juta 12,5 3 > 3 juta 75 Jumlah 100 Tanggapan mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA, 12,5% responden menyatakan sangat jelek dan 12,50% menyatakan jelek, dapat dilihat pada Tabel 50.

12 80 Tabel 50. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan ke lokasi TPA No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%) 1 Agak baik 50 2 Baik 25 3 Sangat Jelek 12,5 4 Jelek 12,5 Jumlah 100 Hasil survai menunjukkan 75% responden memberikan tanggapan baik dan kondisi jalan masuk dan jalan lingkungan di lokasi TPA seperti yang terlihat pada Tabel 51. Tabel 51. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan masuk ke lokasi TPA No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%) 1 Agak baik 50 2 Baik 25 3 Sangat Jelek 12,5 4 Jelek 12,5 Jumlah 100 Sebagian besar responden bandar tidak merasa terganggu dengan lingkungan TPA dimana dipilih oleh 75% responden, sedangkan 12,5% sedikit tidak terganggu dan 12,5% sangat terganggu, dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52. Tanggapan responden bandar mengenai gangguan lingkungan No Gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Tidak terganggu 75 2 Sedikit terganggu 12,5 3 Sangat terganggu 12,5 Jumlah 100 Responden bandar menyatakan bahwa gangguan terbesar berupa rawan keamanan sebesar 36,59%, diikuti gangguan lingkungan yang kumuh/kotor sebesar 24,39% dan bau busuk 12,20% serta gangguan karena sumur tercemar hanya dipilih oleh 2,44% responden. Hal ini menunjukkan para Bandar berpendapat masalah keamanan merupakan masalah cukup mengkhawatirkan mereka, mengingat besarnya aset yang harus mereka jaga berupa material daurulang sampah yang bernilai puluhan sampai ratusan juta rupiah. Sedangkan mengenai masalah ketidaknyamanan lingkungan tidak cukup berarti bagi para Bandar karena sumber pendapatan mereka memang dari TPA sampah. Pendapat

13 81 responden Bandar terhadap jenis gangguan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53. Tanggapan responden bandar mengenai jenis gangguan lingkungan No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%) 1 Bau menyengat 12,2 2 Rawan keamanan 36,59 3 Kumuh/kotor 24,39 4 Sumur tercemar 2,44 5 Tidak jawab 24,39 Jumlah 100 Secara umum kondisi sosial responden bandar sekitar 75% berusia di atas 40 tahun, yang berpendidikan rendah yaitu pendidikan sekolah dasar sekitar 37%, dan sekitar 87,5% bekerja sebagai bandar di atas 10 tahun. Responden bandar sekitar 75% berpenghasilan di atas Rp ,-. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu bandar adalah masalah keamanan sekitar 36% dan kumuh kotor sekitar 24%. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA 75% cukup baik dan 25% menganggap jelek Kebijakan Pengelolaan Sampah Peraturan Perundangan Tentang Sampah Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan 15 September 2006 dilakukan pendekatan atau paradigma baru yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse,Recycle). Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

14 82 Hal di atas sesuai dengan Undang undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan Pasal 9 berbunyi: Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan: Ayat (1) Butir (b) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah; butir (d) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah; Pasal 9 Ayat (2) yang berbunyi: Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. a. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru. Penjelasan UU No. 18 Tahun 2008 menyatakan: Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada kumpul-angkut-buang sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. b. Kompensasi. Undang-Undang Pengelolaan Persampahan 18/2008 Pasal 25 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir

15 83 sampah. Pasal 25 Ayat (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain. Pasal 25 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Pasal 25 Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah. c. Sanksi. Sanksi yang diberikan kepada Pengelola TPA melakukan pelanggaran operasional TPA ada pada Pasal 40 Ayat (1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). Pasal 47 (1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Peraturan sebelum Undang-Undang No. 18 Tahun Pasal 48 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun Pasal 49 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal Diundangkan. Tanggal diundangkan adalah tanggal 7 Mei 2008.

16 84 d. Kebijakan. Kebijakan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (Daftar Pustaka). Kebijakan (1) : Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan. Kebijakan (2): Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai. Kebijakan (3): Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan. Sasaran peningkatan pelayanan nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70% penduduk juga telah ditetapkan bersama. Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu : i. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan. Pengelolaan TPA yang buruk dibanyak kota harus diakhiri dengan upaya peningkatan pengelolaan sesuai ketentuan teknis yang berlaku. TPA yang jelas-jelas telah menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya perlu segera mendapatkan langkah-langkah rehabilitasi agar permasalahan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan sesuai dengan prioritas.

17 85 ii. Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA ke arah sanitary landfill. TPA yang masih dioperasikan dengan jangka waktu relatif lama perlu segera dilakukan upaya peningkatan fasilitas dan pengelolaan mengarah pada metode Sanitary landfill dan Controlled landfill agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari. Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman peningkatan pengelolaan TPA yang sangat diperlukan oleh daerah untuk perbaikan fasilitas persampahan yang dmiliki. iii. Meningkatkan Pengelolaan TPA Regional. Kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah dengan lokasi TPA yang semakin terbatas dan sulit diperoleh. Kerjasama pengelolaan TPA dengan kota / kabupaten lainnya akan sangat membantu penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan solusi yang saling menguntungkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah : (1) Penyusunan studi lokasi dan kelayakan pengembangan TPA regional sesuai Tata Ruang dan (2) Ujicoba pengelolaan TPA regional secara profesional. iv. Penelitian, pengembangan, dan aplikasi teknologi penanganan persampahan tepat guna dan berwawasan lingkungan. Kekeliruan dalam pemilihan teknologi seperti insinerator tungku yang banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah perlu segera dihentikan dengan memberikan pemahaman akan kriteria teknisnya. v. Disamping itu juga sangat diperlukan aktivitas penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sampah di Indonesia pada umumnya. Rencana tindak yang diperlukan adalah : Penyusunan pedoman teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan Penyusunan pedoman pemanfaatan gas TPA Penyusunan pedoman waste-to-energy Ujicoba waste-to-energy untuk kota besar /metro Kebijakan (4): Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan. Untuk melaksanakan KNPP ini diperlukan adanya kebijakan agar aturan-aturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung jawab.

18 86 Kebijakan (5): Pengembangan alternatif sumber pembiayaan Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus disediakan oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian pengelolaan persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat membiayai dirinya sendiri. Memperhatikan kondisi TPA Sampah Bantar Gebang dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang ada TPA Sampah Bantar Gebang belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan diantaranya belum melaksanakan operasional sanitary landfill secara benar, yaitu tidak melakukan penutupan timbunan sampah setiap hari dengan tanah penutup Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah. Berdasarkan Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (Daftar Pustaka). Pedoman ini disusun untuk sejumlah maksud. Maksud yang paling utama dan mendasar adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia yang bermukim atau berkegiatan di kawasan tersebut dengan menghindarkan dan menjauhkan mereka dari risiko-risiko dampak pencemaran kimiawi pada air dan udara; kemungkinan terjangkit atau tertular penyakit yang dibawa vektor; dan bahaya ledakan gas yang terbentuk di TPA, serta menjaga kenyamanan dan keselamatan mereka dengan menghindarkannya dari dampak kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah. Lebih jauh, pedoman ini disusun untuk menghindarkan konflik dan masalah sosial lain yang bersumber pada kepentingan pemanfaatan lahan. Pedoman ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi pemerintah daerah, pengelola persampahan dan masyarakat dalam melaksanakan penataan ruang di kawasan sekitar TPA.

19 87 a. Zonasi. Secara umum, kawasan sekitar TPA dibagi menjadi zona penyangga, zona budi daya terbatas dan zona budi daya. Zona yang diatur dalam pedoman ini adalah zona penyangga dan zona budi daya terbatas. Aturan di dalam zona budi daya disesuaikan dengan RTRW kabupaten/kota setempat. b. Aspek yang dipertimbangkan. Aspek yang dipertimbangkan dalam penyusunan pedoman ini adalah keselamatan, kesehatan dan kenyamanan. Pembagian Zona Sekitar TPA. Kawasan sekitar TPA dibagi menjadi: (1) Zona penyangga; (2) Zona budi daya terbatas. i. Zona penyangga. Zona penyangga adalah zona yang berfungsi sebagai penahan untuk mencegah atau mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA, dalam segi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Akibat dan gangguan-gangguan misalnya bau, kebisingan, dan sebagainya. Zona penyangga berfungsi untuk menunjang fungsi perlindungan bagi penduduk yang melakukan kegiatan sehari-hari di sekitar TPA dan berfungsi: (1) Mencegah dampak lindi terhadap kesehatan masyarakat, yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA; (2) Mencegah binatang-binatang vektor, seperti lalat dan tikus, merambah kawasan permukiman; (3) Menyerap debu yang beterbangan karena tiupan angin dan pengolahan sampah; (4) Mencegah dampak kebisingan dan pencemaran udara oleh pembakaran dalam pengolahan sampah. ii. Zona budidaya terbatas. Zona budi daya terbatas adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan dengan batasan tertentu. Zona budi daya terbatas berada di luar zona penyangga. Pemanfaatan ruang pada zona tersebut harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota bersangkutan. Fungsi zona tersebut adalah memberikan ruang untuk kegiatan budi daya yang terbatas, yakni kegiatan budi daya yang berkaitan dengan TPA. Zona budi daya terbatas hanya dipersyaratkan untuk TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill). Zona budi daya adalah wilayah yang ditetapkan

20 88 dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. c. Penentuan jarak zona penyangga. Zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian lingkungan yang dilaksanakan di TPA. d. Penentuan jarak zona budi daya terbatas. Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa: (1) Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari; (2) Bahaya ledakan gas metan; (3) Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat. Penentuan jarak pada zona budi daya terbatas pada TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill) didasarkan pada kajian lingkungan di sekitar TPA yang meliputi: (1) Teknis pemrosesan sampah di TPA: pengurugan berlapis bersih atau pengurugan berlapis terkendali; (2) Mekanisme penimbunan sampah eksisting : melalui pemilahan atau tanpa pemilahan;(3) Karakteristik sampah yang masuk ke TPA: organik, non organik, B3 (bahan berbahaya dan beracun);(4) Kondisi air lindi; (5) Kondisi gas dalam sampah : CH4, CO; (6) Kondisi geologi dan geohidrologi, dan jenis tanah; (7) Iklim mikro; (8) Pemanfaatan ruang yang telah ada di sekitar kawasan TPA, sesuai denganperaturan zonasi. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Sumber: Ditjen Penataan Ruang, 2008 Gambar 11. Potensi bahaya TPA terhadap jarak

21 89 Ketentuan teknis mengatur ketentuan pola ruang pada zona penyangga. Pada TPA yang belum memiliki zona penyangga ditetapkan zona penyangga pada area meter sekeliling TPA dengan pemanfaatan sebagai berikut: (1) meter diharuskan berupa sabuk hijau; (2) meter pertanian non pangan, hutan. Ketentuan pemanfaatan ruang: (1) Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama tanaman yang dapat menyerap bau; dan b) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m, (2) Pemrosesan sampah utama on situ, (3) Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi pembakaran (incenerator) bersama unit pengelolaan limbahnya dan (4) Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Sumber: Ditjen Penataan Ruang, (2008) Gambar 12. Pembagian zona di sekitar TPA lama tanpa penyangga Memperhatikan pedoman pemanfaatan lahan yang telah dikemukakan, TPA Sampah Bantar Gebang belum mempunyai zona penyangga seperti yang telah dipersyaratkan dalam pedoman Kriteria teknis prasarana dan sarana kegiatan pengelolaan sampah. Kriteria teknis prasarana dan sarana kegiatan pengelolaan sampah di TPA menurut Ditjen Penataan Ruang Dep.PU (2008) adalah: (1) Tidak menggunakan air tanah setempat dalam kegiatan pengolahan sampah; (2) Ketersediaan sistem drainase yang baik; dan (3) Ketersediaan fasilitas parkir dan bongkar muat

22 90 sampah terpilah yang akan didaur ulang di lokasi lain, sedangkan jalan masuk ke TPA, dipersyaratkan: (1) Dapat dilalui truk sampah dua arah dengan lebar badan jalan minimum 7 meter; (2) Jalan kelas I dengan kemampuan memikul beban 10 ton dan kecepatan 30 km/jam dan (3) Drainase permanen terpadu dengan jalan dan bila diperlukan didukung oleh drainase lokal tak permanen. Memperhatikan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, TPA Sampah Bantar Gebang sebagian telah melaksanakan kriteria yang ditetapkan. TPA Sampah Bantar Gebang belum mempunyai fasilitas parkir dan bongkar muat sampah terpilah dan masih menggunakan air tanah dalam pengelolaan sampah Dampak Lingkungan yang Terjadi di TPA Berdasarkan hasil pemantauan pada lokasi sebelah hilir TPA ternyata parameter TSS, Mn dan sulfida yang ada telah melampaui baku mutu yang d ijinkan, berarti terjadi peningkatan konsentrasi parameter pencemar. Hal ini menunjukkan adanya kontribusi dari TPA Sampah Bantar Gebang dalam meningkatkan nilai konsentrasi parameter pencemar pada badan air Sungai Ciketing, kontribusi ini berasal dari pembuangan air lindi olahan dari IPAS yang berada di lokasi TPA Sampah Bantar Gebang. Gambaran besaran cemaran dapat dilihat pada Tabel 54. Tabel 54. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hulu dan hilir TPA Sampah Bantar Gebang tahun 2009 No. Parameter Satuan Baku Mutu Hulu 1 Total Suspensi Solid (TSS) mg/l Klorida (Cl) mg/l Phosfat (PO 4 ) mg/l 0, Ammonium mg/l Nitrat (NO 3 ) mg/l Nitrit (NO 2 ) mg/l COD mg/l BOD 5 mg/l Hilir 9 Angka Permanganat mg/l ph Temperatur 0 C T+3 0 c

23 91 Pada umumnya dari hasil analisa air sumur untuk parameter fisika masih dibawah ambang baku mutu. Gambaran hasil analisis kualitas air sumur parameter fisika dapat dilihat pada Tabel 55 sampai Tabel 58. Tabel 55. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Cikiwul untuk parameter fisika tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang (m) 750 (m) (m) 1 Jumlah zat padat terlarut mg/l Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm Suhu 0 C ±3 0 c Kekeruhan (Turbidity) NTU < Tabel 56. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik untuk parameter fisika tahun 2009 No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang (m) 750 (m) (m) 1 Jumlah zat padat terlarut mg/l Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm Suhu 0 C ±3 0 c Kekeruhan (Turbidity) NTU < Tabel 57. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Taman Rahayu untuk parameter fisika tahun 2009 No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang (m) 750 (m) (m) 1 Jumlah zat padat terlarut mg/l Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm Suhu 0 C ±3 0 c Kekeruhan (Turbidity) NTU <

24 92 Tabel 58. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Sumur Batu untuk parameter fisika tahun No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Jumlah zat padat terlarut mg/l Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm Suhu 0 C ±3 0 c Kekeruhan (Turbidity) NTU < Pada umumnya dari hasil analisa air sumur untuk parameter kimia masih dibawah ambang baku mutu, kecuali sampel air sumur di Desa Taman Rahayu kadar besi di atas baku mutu. Kadar Magnesium cukup tinggi di seluruh lokasi, namun Mg tidak tercantum dalam baku mutu. Gambaran hasil analisis kualitas air sumur parameter kimia dapat dilihat pada Tabel 59 sampai Tabel 62. Tabel 59. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Cikiwul untuk parameter kimia tahun 2009 No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO 3 ) mg/l Nitrit (NO 2 ) mg/l Angka Permanganat mg/l Sulfat (SO 4 ) mg/l Mangan (Mn) mg/l 0, Ammonium mg/l 1, Besi Total (Fe) mg/l 0, Kesadahan Total (CaCO 3 ) mg/l Klorida mg/l Bicarbonat mg/l Total Alkalinity mg/l ph mg/l Magnesium mg/l

25 93 Tabel. 60. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik untuk parameter kimia tahun 2009 No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO 3 ) mg/l Nitrit (NO 2 ) mg/l Angka Permanganat mg/l Sulfat (SO 4 ) mg/l Mangan (Mn) mg/l 0, Ammonium mg/l 1, Besi Total (Fe) mg/l 0, Kesadahan Total (CaCO 3 ) mg/l Klorida mg/l Bicarbonat mg/l Total Alkalinity mg/l ph mg/l Magnesium mg/l Tabel. 61. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Taman Rahayu untuk parameter kimia tahun 2009 No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO 3 ) mg/l Nitrit (NO 2 ) mg/l Angka Permanganat mg/l Sulfat (SO 4 ) mg/l Mangan (Mn) mg/l 0, Ammonium mg/l 1, Besi Total (Fe) mg/l 0, Kesadahan Total (CaCO 3 ) mg/l Klorida mg/l Bicarbonat mg/l Total Alkalinity mg/l ph Magnesium mg/l

26 94 Tabel. 62. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Sumur Batu untuk parameter kimia tahun 2009 No. Parameter Satuan Maxi -mum Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO 3 ) mg/l Nitrit (NO 2 ) mg/l Angka Permanganat mg/l Sulfat (SO 4 ) mg/l Mangan (Mn) mg/l 0, Ammonium mg/l 1, Besi Total (Fe) mg/l 0, Kesadahan Total (CaCO 3 ) mg/l Klorida mg/l Bicarbonat mg/l Total Alkalinity mg/l ph Magnesium mg/l Mg adalah salah satu unsur yang menimbulkan kesadahan dan menyebabkan adany rasa pada air. Kelebihan unsur ini dapat menimbulkan depresi susunan syaraf pusat dan otot-otot. Toxisitas banyak tergantung pada anion yang terikat pada Mg. Angka Permanganat di Cikiwul pada radius 750 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang sebesar 13,7 mg/l melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum sebesar 10 mg/l. Angka permanganat yang melebihi baku mutu merupakan indikator adanya zat organik yang melebihi dari yang disyaratkan berarti menunjukkan adanya pencemaran/pengotoran terhadap air tersebut. Zat organik merupakan makanan mikroorganisme yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan, sehingga membahayakan masyarakat yang menggunakannya. Zat organik dapat menyebabkan air menjadi berwarna, memberikan rasa, dan bau yang tak sedap. Angka permanganat yang melebihi baku mutu dapat dilihat pada Tabel 59. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik dan Taman Rahayu untuk parameter kimia tahun 2009 menunjukkan kandungan mangan (Mn) sebesar

27 95 0,7 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l dan sebesar 0,5 mg/l; 0,4 mg/l; 0,2 mg/l pada Tabel 60 dan Tabel 61 melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum sebesar 0,1 mg/l. Pada umumnya mengkonsumsi air yang mengandung kadar mangan yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan menampakkan gejala seperti penyakit parkinson. Hasil analisa air sumur di Taman Rahayu menunjukkan kandungan mangan (Mn) dan besi (Fe) melebihi baku mutu dibandingkan lokasi lainnya. Taman Rahayu merupakan perumahan baru yang dibangun di lahan bekas sawah. Pada daerah seperti ini umumnya air tanahnya jelek berwarna kekuning-kuningan. Besi diperlukan oleh tubuh manusia dalam pembentukan Haemoglobin. Banyaknya Fe di dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus yang mungkin dapat berakibat kematian. Akumulasi Fe yang berlebihan dalam tubuh berakibat warna kulit menjadi hitam. Hasil analisa air sumur di Taman Rahayu dapat dilihat pada Tabel 61. Pada pengukuran parameter biologi sebagai indikator sanitasi adalah keberadaan bakteri untuk menunjukkan media air tersebut sehat untuk dikonsumsi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar oleh feses manusia. Bakteribakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Jadi, adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa air sumur telah mengalami kontak dengan feses yang berasal dari usus manusia dan oleh karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lain yang berbahaya. Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air sumur. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 o. Adanya bakteri koliform di dalam air sumur menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan.

28 96 Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu : (1) koliform fekal misalnya Escherichia coli dan ( 2 ) koliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati. Keberadaan Escherichia coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi feses manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air minum mensyaratkan Escherichia coli harus nol dalam 100 ml. Kehadiran bakteri coli besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, terbukti dengan kualitas air minum, secara bakteriologis tingkatannya ditentukan oleh kehadiran bakteri tersebut. Kandungan E Coli tertinggi ditemukan di Taman Rahayu pada jarak 250 meter dari TPA. Tingginya kandungan E Coli dapat disebabkan adanya pengaruh dari TPA. Sedangkan kawasan Cikiwul terdapat kandungan E Coli yang cukup tinggi, dimana daerah ini cukup padat dan tidak tertata. Sehingga dimungkinkan adanya kontaminasi antara jamban yang menggunakan cubluk dengan sumur. Hasil pengukuran kalitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi tahun 2009 dilihat pada Tabel 63. Tabel 63. Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi tahun No. Lokasi Satuan 1 Cikiwul Maxi -mum E Coli Coliform - radius jarak 750 m Mg/100ml radius jarak 500 m Mg/100ml radius jarak 250 m Mg/100ml Ciketik Udik - radius jarak 750 m Mg/100ml radius jarak 500 m Mg/100ml radius jarak 250 m Mg/100ml Taman Rahayu - radius jarak 750 m Mg/100ml radius jarak 500 m Mg/100ml radius jarak 250 m Mg/100ml Sumur Batu - radius jarak 750 m Mg/100ml radius jarak 500 m Mg/100ml radius jarak 250 m Mg/100ml

29 Eksternalitas Eksternalitas Negatif Pengelolaan TPA Sampah a. Penurunan kualitas air tanah Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Bekasi (2008), kebutuhan air untuk mandi sebanyak 80 liter/orang/hari dan kebutuhan air untuk minum sebesar 5 liter/orang/hari dengan harga air dorongan Rp 150 per-liter pada tahun Penduduk pada ring I (radius 250 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang) akan membeli sebanyak 85 liter air per hari setiap rumah tangga untuk penggunaan minum, masak dan mandi. Sedangkan penduduk pada ring II (radius 250 sampai 500 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang) dan ring III (radius 500 sampai 750 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang) akan membeli sebanyak 5 liter air perhari setiap rumah tangga untuk penggunaan minum dan masak. Pengamatan lapangan seperti yang diketahui bahwa kualitas air tanah di wilayah ring I tidak layak untuk air minum dan mandi sedangkan kawasan ring II dan ring III tidak layak untuk air minum. Perhitungan jumlah penduduk di setiap ring diperoleh hasil: a) ring 1 dihuni oleh 10% jumlah pendududk sekitar TPA Sampah Bantar Gebang, b) ring 2 dihuni oleh 30% jumlah penduduk sekitar TPA Sampah Bantar Gebang, dan c) ring 3 dihuni oleh 60% jumlah penduduk sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Perhitungan dampak TPA terhadap kualitas air tanah menggunakan pendekatan perubahan perilaku konsumsi air rumah tangga. Hasil analisis biaya eksternalitas akibat penurunan kualitas air tanah sebesar Rp ,- rincian perhitungan biaya eksternalitas penurunan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 64. b. Biaya pengobatan akibat penurunan kualitas udara Penurunan kualitas udara dihitung berdasarkan analisa terjadinya penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dalam masyarakat sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Dari data DPLH Kota Bekasi (2008) diketahui bahwa kecenderungan penderita yang terkena ISPA terus meningkat sepanjang tahun, dengan biaya rata-rata yang dikeluaran sebesar Rp ,- dari total biaya yang sakit sejak tahun adalah sebesar Rp ,-. Rincian perhitungan total biaya sakit pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 65.

30 98 Tabel 64. Pengeluaran untuk pembelian air akibat penurunan kualitas air tanah di TPA Sampah Bantar Gebang Tahun Jumlah penduduk (KK)* Pembelian air (L/org/hari) Ring 1 Ring 2 Ring 3 Total Ring 1 Ring 2 Ring 3 Kebutuhan air per-tahun (Liter) Harga air dorongan (Rp/Liter) Pembelian air per-tahun (Rp) NFV pembelian air tahun 2009 (Rp) Sumber: Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi (2008)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktur Penataan Ruang Nasional. Ir. Iman Soedradjat, MPM

KATA PENGANTAR. Direktur Penataan Ruang Nasional. Ir. Iman Soedradjat, MPM KATA PENGANTAR Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah dipersiapkan oleh Panitia Teknis Standardisasi Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui Sub Panitia Teknis Tata Ruang. Pedoman

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. Air juga diperlukan untuk mengatur suhu tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. Air juga diperlukan untuk mengatur suhu tubuh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tidak akan ada kehidupan. Demikian pula manusia tidak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Penataan Ruang. Kawasan Sekitar, Sampah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Penataan Ruang. Kawasan Sekitar, Sampah. Pedoman. No.1195, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Penataan Ruang. Kawasan Sekitar, Sampah. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 Km atau sekitar 0,53 % dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari kegiatan industri. Volume sampah yang dihasilkan berbanding lurus

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari kegiatan industri. Volume sampah yang dihasilkan berbanding lurus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia yang sudah tidak diinginkan karena dianggap tidak berguna lagi. Sampah dihasilkan dari aktivitas rumah tangga maupun dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 19/PRT/M/2012/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN SEKITAR TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 19/PRT/M/2012/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN SEKITAR TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 19/PRT/M/2012/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN SEKITAR TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi 1.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Desa Talumopatu merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan Mootilango, kabupaten Gorontalo mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air yang jernih, tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2O12 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2O12 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2O12 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Administrasi Daerah studi adalah TPST Bantar Gebang yang berada 4 km dari pusat kota Jakarta, dan 2 km dari perbatasan kota Jakarta-Bekasi serta 2 km dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia. Pada zaman dahulu beberapa orang senantiasa mencari tempat tinggal dekat dengan air, dikarenakan agar mudah mengambil

Lebih terperinci

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * 1 POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 25 November 2015; disetujui: 11 Desember 2015 Polemik Pengelolaan Sampah Masalah pengelolaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Kebutuhan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk

Lebih terperinci

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BUPATI PATI,

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang a. bahwa dalam rangka menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya air sangat terkait dengan sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan kebutuhan air bersih adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2 dengan jumlah penduduk yang mencapai 3.890.757 jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak negatif dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI Talangagung Tantangan Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia. Sebagian besar tempat pemrosesan akhir sampah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih banyak menghabiskan

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk hidup yang ada di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam tubuh makhluk hidup baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bakung desa Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, jarak Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 59 Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 60 Lampiran 2. Diagram alir pengolahan air oleh PDAM TP Bogor 61 Lampiran 3. Perbandingan antara kualitas air baku dengan baku mutu pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Tuladenggi adalah salah satu Kelurahan dari lima Kelurahan yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan

Lebih terperinci

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai derajat Sarjana SI Program Studi Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh perubahan gaya hidup masyarakat telah memunculkan berbagai indikasi yang mengarah pada krisis lingkungan. Pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kebutuhan air kita menyangkut dua hal. Pertama, air untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kebutuhan air kita menyangkut dua hal. Pertama, air untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air, tanpa air tak akan ada kehidupan termasuk manusia. Kebutuhan air

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bantar Gebang sebagai lokasi penampung sampah Jakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 10 bulan, dimulai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci