Pengaruh Resorpsi Akar Gigi Sulung terhadap Tumbuh Kembang Gigi Permanen pada Anak Laki-laki (Kajian Panoramik Anak Usia 7-8 Tahun)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Resorpsi Akar Gigi Sulung terhadap Tumbuh Kembang Gigi Permanen pada Anak Laki-laki (Kajian Panoramik Anak Usia 7-8 Tahun)"

Transkripsi

1 Pengaruh Resorpsi Akar Gigi Sulung terhadap Tumbuh Kembang Gigi Permanen pada Anak Laki-laki (Kajian Panoramik Anak Usia 7-8 Tahun) Dellyan Putra Mulia 1, Ike Siti Indiarti 2, Sarworini Bagio Budiarjo 2 1. Program Sarjana, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta, dellyan.putra@gmail.com Abstrak Latar Belakang : Resorpsi akar gigi sulung dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Resorpsi akar fisiologis terjadi pada gigi sulung yang sehat atau tidak mengalami karies mencapai pulpa, dan resorpsi akar patologis terjadi pada gigi sulung yang mengalami karies mencapai pulpa. Pengetahuan mengenai pengaruh resorpsi pada gigi sulung secara fisiologis maupun patologis terhadap tumbuh kembang gigi permanen penting untuk menentukan rencana perawatan yang tepat. Tujuan :Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen pada anak laki-laki usia 7-8 tahun. Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain potong lintang. Subjek penelitian berupa 71 gigi molar satu dan molar dua bawah sulung serta gigi premolar satu dan premolar dua yang dilihat menggunakan radiografi panoramik anak laki-laki usia 7-8 tahun yang berjumlah 32 lembar. Hasil : Tidak terdapat pengaruh (p>0.05) antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen pada anak laki-laki usia 7-8 tahun. Kata kunci : resorpsi akar gigi sulung, tumbuh kembang gigi permanen, panoramik, anak laki-laki usia 7-8 tahun The Effect of Primary Root Resorption towards The Development of Permanent Successor in Boys, A Study of Panoramic Radiograph in Children Aged 7-8 Years Old. Abstract Background : Primary root resorption can occur physiologically and pathologically. Physiological root resorption occurs in healthy primary teeth or in primary teeth with caries, but, without pulp involvement and pathological root resorption occurs in primary teeth with pulp caries. The knowledge about physiological and pathological primary root resorption towards the development of permanent successor is important to define the proper treatment plan. Aim : The aim of this research was to analyze about the effect of primary root resorption towards the development of permanent successor in boys aged 7-8 years old. Method : The method of this research was descriptive with cross-sectional design. The subject consisted of 71 mandibular primary molars and mandibular premolars that was seen using 32 sheets panoramic radiograph in boys aged 7-8 years old. Result : Result showed that there was no effect (p>0.05) of primary root resorption towards the development of permanent successor. Keywords : primary root resorption, the development of permanent successor, panoramic, boys aged 7-8 years old Pendahuluan Resorpsi akar merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada gigi sulung yang dikarakteristikan dengan adanya aktivitas sel-sel klastik serta hilangnya sementum dan dentin pada akar gigi sulung. 1 Proses resorpsi ini diatur oleh folikel gigi permanen dan retikulum

2 stelata yang terjadi pada gigi sulung yang sehat atau pada gigi sulung yang mengalami karies tidak mencapai pulpa seperti karies dan karies dentin. 2 Tidak hanya secara fisiologis, resorpsi akar gigi sulung dapat terjadi secara patologis. Resorpsi akar patologis adalah resorpsi yang terjadi jika terdapat proses patologis pada jaringan pulpa baik inflamasi maupun nekrosis. 3 Salah satu penyebabnya dapat berupa karies mencapai pulpa. 4 Karies gigi masih menjadi masalah 10 penyakit utama pada anak dan prevalensi karies gigi pada anak usia 5-9 tahun mencapai 21,6%. 5,6 Karies pada gigi sulung lebih progresif karena dan dentin pada gigi sulung lebih tipis jika dibandingkan dengan dan dentin pada gigi permanen sehingga infeksi lebih cepat menyebar ke jaringan pulpa yang akan memicu proses inflamasi dan resorpsi akar patologis. 4,7 Penelitian memperlihatkan bahwa resorpsi akar gigi sulung patologis berkaitan dengan jenis kelamin, usia, dan karies mencapai pulpa. Prevalensi resorpsi akar gigi sulung patologis berdasarkan jenis kelamin mencapai 16,2% dan presentase lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Berdasarkan usia, prevalensi mencapai 19,4% pada usia 3-7 tahun dan 13,7% pada usia 8-12 tahun. Karies mencapai pulpa memperlihatkan kemungkinan terbesar terjadinya resorpsi akar gigi sulung patologis. 4 Dalam menilai tingkatan resorpsi akar gigi sulung, dapat digunakan teknik Moorrees, Fanning dan Hunt, serta panjang akar anatomis secara radiografis. 14,15 Tumbuh kembang gigi permanen terdiri dari beberapa tahap dan dipengaruhi berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi antara lain Ras, Genetik, Hormonal, Nutrisi serta faktor lokal seperti, karies mencapai pulpa. 8 Untuk menilai tahapan tumbuh kembang gigi permanen dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain, Moorrees, Anderson, Schour dan Massler, Nolla, Garn serta Demirjian. 12 Alat diagnostik yang digunakan untuk keadaan gigi geligi pada periode gigi bercampur atau pada masa transisi dari gigi sulung menjadi gigi permanen dapat menggunakan radiografi panoramik. 9,10 Keuntungan menggunakan radiografi panoramik antara lain dapat melihat gigi geligi, jaringan pendukung dan struktur tulang rahang secara luas, dosis radiasi yang minimal, dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut dan pembuatannya mudah. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen. Peneliti menggunakan teknik Demirjian untuk menilai tumbuh kembang gigi permanen. Sedangkan untuk menilai resorpsi akar gigi sulung, peneliti menggunakan teknik panjang akar anatomis yang dibagi menjadi 1/3 apikal, 1/3 tengah dan 1/3 servikal. 15

3 Rumusan Masalah Apakah terdapat pengaruh antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen? Tinjauan Pustaka Resorpsi akar merupakan suatu peristiwa fisiologis yang terjadi pada gigi sulung. Proses resorpsi akar gigi sulung diregulasi dan diinisiasi oleh retikulum stellata dan folikel gigi permanen. Resorpsi akar diregulasi oleh sistem reseptor ligan yang dikenal dengan RANK/RANKL (Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B/RANK Ligand) yang menstimulasi formasi osteoklas dan odontoklas serta OPG (Osteoprotegerin) yang menghambat formasi osteoklas dan odontoklas. 2,13 Proses resorpsi akar gigi sulung terjadi segera setelah pembentukan akar selesai. 18 Resorpsi akar patologis dapat disebabkan oleh infeksi pada jaringan pulpa. Beberapa faktor yang mempengaruhi resorpsi akar patologis antara lain, usia, jenis kelamin, gigi sulung yang dirawat pulpotomi, pulpektomi dan karies mencapai pulpa. Proses inflamasi kronis pada pulpa merupakan faktor etiologi yang paling signifikan dalam proses terjadinya resorpsi akar patologis. 1 Resorpsi akar patologis dapat berupa resorpsi eksternal dan internal. Pada keadaan pulpa terinflamasi tetapi masih vital, odontoblas dan resorpsi akar internal tetap ada dengan hilangnya sebagian lapisan odontoblas. 16,3 Ketika jaringan pulpa mengalami nekrosis, jaringan periapikal secara langsung akan terpengaruh oleh produk yang dihasilkan dari infeksi dan nekrosis pulpa sehingga terjadi resorpsi akar eksternal. Gigi yang mengalami karies mencapai pulpa memperlihatkan pola resorpsi patologis, reservoar bagi bakteri yang menginisiasi proses inflamasi, dan dapat menyebabkan kehilangan gigi sulung prematur. 16,3 Moorrees, Fanning dan Hunt (1963) mengklasifikasikan resorpsi akar gigi sulung ke dalam 5 tahap, yaitu: resorpsi inisial, resorpsi 1/4 akar, 1/2 akar, 3/4 akar dan resorpsi selesai. 16 Penilaian tingkat resorpsi gigi sulung lebih banyak menggunakan radiografi panoramik karena lebih mudah dibuat jika dibandingkan dengan radiografi intra-oral pada anak-anak, dosis radiasi lebih kecil untuk gambaran radiografi satu mulut, dan memberikan distorsi minimal pada regio mandibula. Walaupun terdapat perbesaran ukuran sebesar 3-10% pada sisi kiri mandibula, hal ini bukanlah masalah serius karena penilaian lebih ditekankan kepada kriteria tingkatan resorpsi ketimbang panjang akar absolut. 21,22

4 Penilaian tingkat resorpsi akar juga dapat dilakukan dengan klasifikasi sesuai dengan panjang akar anatomis yaitu: 1/3 apikal, 1/3 tengah dan 1/3 servikal dengan menggunakan radiograf panoramik. 10,21,24 Pembentukan benih gigi sulung dimulai pada minggu ketujuh hingga minggu kesepuluh intra-uterin. Mahkota selesai terbentuk pada bulan keempat hingga bulan keenam intra-uterin dan akar selesai terbentuk pada usia 1,5-3 tahun, sedangkan pembentukan benih gigi permanen dimulai pada usia 3,5-9 bulan intra-uterin. Pembentukan mahkota selesai pada usia 2,5-8 tahun dan akar selesai terbentuk pada usia 9-14 tahun. 18 Terdapat 3 fase tumbuh kembang gigi yaitu: pra-erupsi, erupsi dan fungsional. Tahap Pre-Erupsi merupakan Tahapan mahkota gigi telah terbentuk dan akar gigi mulai terbentuk. Tahap pra-erupsi terdiri dari tahap inisiasi (Bud Stage). Tahap selanjutnya adalah tahap proliferasi (Cap Stage). Proliferasi berlanjut hingga menghasilkan penonjolan kuncup yang berasal dari proliferasi sel-sel epitel dan mesoderm membentuk cap-like appearance sebagai calon benih gigi. Tahap selanjutnya adalah tahap histodiferensiasi (Bell Stage). Ditandai dengan perubahan sel-sel pembentuk benih gigi karena sel-sel tersebut memiliki kekhususan masing-masing. Tahapan terakhir adalah aposisi dan kalsifikasi. Pada tahap ini, sel-sel berkemampuan untuk deposisi matriks ekstrasel pada , dentin dan sementum serta merupakan tahapan deposisi garam-garam mineral pada dan dentin. Dimulai dari puncak cusp pada gigi posterior dan tepi insisal pada gigi anterior. 9,20 Tahap Erupsi merupakan tahap dimana pembentukan akar mencapai 1/2-2/3 bagian hingga gigi mulai menembus gingiva. 20 Pergerakan gigi saat erupsi merupakan proses multi faktorial yang dipengaruhi oleh remodeling tulang, folikel gigi permanen dan tarikan ligamen periodontal. 9 Selanjutnya adalah tahap fungsional ketika adanya pergerakan gigi secara cepat setelah gigi menembus gingiva hingga mencapai bidang oklusal. Erupsi gigi permanen membutuhkan adanya folikel gigi, resorpsi tulang alveolar sebagai jalur untuk erupsi dan formasi tulang alveolar dibawahnya. Agar gigi permanen dapat erupsi, harus ada resorpsi dari tulang alveolar di atas mahkota gigi permanen agar terdapat jalur erupsi untuk gigi permanen dan harus ada proses biologis yang membuat gigi permanen dapat bergerak pada jalur erupsinya. Proses biologis yang terjadi saat erupsi gigi permanen adalah osteoklastogenesis dan osteogenesis. 33 Erupsi gigi adalah proses fisiologis yang kompleks dan memakan waktu yang lama. Proses erupsi gigi hingga perkembangan oklusi memakan waktu sekitar tahun (mengeksklusikan gigi molar ketiga). Gigi premolar erupsi pada kisaran usia 9,5-11,5 tahun. Pada usia 9,5 tahun, gigi premolar satu atas mulai

5 erupsi, dilanjutkan dengan gigi premolar bawah pada usia 10 tahun. Usia 11-11,5 tahun merupakan waktu untuk gigi premolar dua atas, gigi premolar dua bawah untuk erupsi. 25 Karies mencapai pulpa pada gigi sulung dapat menyebabkan berbagai kondisi yang terjadi pada benih gigi permanen. Kondisi yang pertama adalah defek pada gigi permanen. Jika inflamasi akibat karies mencapai pulpa pada gigi sulung terjadi pada tahap cap atau bell pada tumbuh kembang gigi permanen, akan terjadi perubahan serius pada morfologi koronal dan radikular. Kondisi hipoplasia akan terjadi jika inflamasi berlangsung pada saat tahap aposisi . Tetapi jika inflamasi akibat karies mencapai pulpa pada gigi sulung terjadi pada tahap kalsifikasi gigi permanen, kondisi yang terjadi adalah perubahan pada jaringan mikrostruktur yang menyebabkan opasitas , tetapi, tidak menyebabkan perubahan morfologi. 23 Pada tahun 1973, Demirjian memperkenalkan cara penilaian usia dentalis berdasarkan tumbuh kembang gigi permanen menggunakan radiografi panoramik pada 1446 anak laki-laki dan 1482 anak perempuan. Klasifikasi ini sudah digunakan luas di berbagai populasi. 27 Karena seluruh peneliti ini menggunakan indikator tumbuh kembang berdasarkan maturitas gigi permanen dan bukan panjang absolut dari gigi permanen itu sendiri, Demirjian membuat indikator lebih sederhana berupa delapan tahapan tumbuh kembang dari A hingga H pada gigi geligi permanen mandibula yang dapat digunakan pada anak usia 2-20 tahun. 22 Kedelapan tahap itu antara lain: 11,22 A. Pada gigi akar tunggal maupun akar ganda, awal kalsifikasi mulai terlihat pada bagian superior tulang rahang yang berbentuk corong. Belum ada fusi pada tahapan ini. B. Fusi dari titik yang terkalsifikasi membentuk satu atau beberapa cusp yang menyatu dan membentuk garis besar permukaan oklusal. C. a. Pembentukan sudah selesai pada bagian mahkota. Perluasan ke arah servikal mulai terlihat. b. Awal dari deposisi dentin mulai terlihat. c. Gambaran kamar pulpa berbentuk lengkungan mulai terlihat. D. a. Pembentukan mahkota selesai hingga cemento-enamel junction. b. Batas superior dari kamar pulpa mulai terlihat jelas, berbentuk cembung ke arah servikal. Proyeksi kamar pulpa berbentuk seperti payung. Pada gigi molar kamar pulpa berbentuk trapesium. c. Awal dari pembentukan akar mulai terlihat. E. Gigi akar tunggal:

6 a. Dinding kamar pulpa membentuk garis lurus, kontinuitasnya rusak akibat kemunculan tanduk pulpa yang lebih besar dari sebelumnya b. Mahkota gigi lebih panjang daripada akar gigi. Molar: a. Pembentukan awal dari bifurkasi akar mulai terlihat. b. Mahkota gigi lebih panjang daripada akar gigi. F. Gigi akar tunggal: a. Dinding kamar pulpa membentuk segitiga sama kaki, ujung apeks berbentuk corong. b. Panjang akar lebih panjang atau sama dengan tinggi mahkota. Molar: a. Bifurkasi berkembang lebih jauh dan ujung akar berbentuk corong. b. Panjang akar lebih panjang atau sama dengan tinggi mahkota. G. Dinding saluran akar mulai sejajar dan ujung apikal sedikit terbuka. H. Ujung apikal telah tertutup dan membran periodontal selesai terbentuk. Hipotesis Terdapat pengaruh antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif potong lintang (cross-sectional) dengan pendekatan dokumentasi. Variabel bebas penelitian ini adalah resorpsi akar gigi sulung. Variabel terikat penelitian yaitu tumbuh kembang gigi permanen. Penelitian menggunakan radiografi panoramik pasien anak laki-laki usia 7-8 tahun pada Tahun dari Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Gigi yang digunakan sebagai sampel adalah gigi molar satu dan molar dua bawah sulung serta benih gigi premolar satu dan premolar dua bawah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi sampel penelitian adalah radiografi panoramik anak laki-laki usia 7-8 tahun, memiliki kualitas baik dan dapat diinterpretasi secara radiologi. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta pada Bulan April - Juli Cara kerja penelitian dimulai dengan mereproduksi radiografi panoramik yang telah dikumpulkan menggunakan kamera digital dengan bantuan viewer. Radiografi panoramik

7 digital yang telah direproduksi diberi titik merah pada ujung apikal akar gigi molar satu dan molar dua bawah sulung dan ujung apikal benih gigi premolar satu dan premolar dua sebagai panduan menggunakan aplikasi Adobe Photoshop CS3. Penentuan derajat resorpsi akar gigi molar satu dan molar dua bawah sulung diukur sesuai dengan panjang akar anatomis yang paling mendekati servikal. Tumbuh kembang benih gigi premolar satu dan premolar dua diukur menggunakan Teknik Demirjian. Analisis data dilakukan menggunakan software SPSS Statistics Uji Chi-Square dapat digunakan untuk menguji perbedaan antara variabel independen terhadap variabel dependen yang berskala ordinal. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% sehingga hasil dikatakan terdapat perbedaan bermakna jika p Hasil Penelitian Distribusi dan frekuensi data radiografi panoramik berdasarkan usia disajikan pada Tabel 1.1 sebagai berikut. Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Data Radiografi Panoramik Berdasarkan Usia Usia n % Total Tabel 1.1 menunjukkan distribusi frekuensi data radiografi panoramik anak laki-laki usia 7-8 tahun. Jumlah total radiografi panoramik 32 lembar, terdiri dari 17 (53.13%) radiografi panoramik anak usia 7 tahun dan 15 (46.87%) radiografi panoramik anak usia 8 tahun. Perbedaan Gigi Molar Satu dan Molar Dua Bawah Sulung pada Keadaan Resorpsi Akar Fisiologis dan Patologis disajikan pada Tabel 1.2 sebagai berikut. Tabel 1.2 Perbedaan Gigi Molar Satu dan Molar Dua Bawah Sulung pada Keadaan Resorpsi Akar Fisiologis dan Patologis Gigi Molar Resorpsi Akar Bawah Sulung Fisiologis Patologis n % p dm dm Total

8 Pada Tabel 1.2 tampak perbedaan gigi molar satu dan molar dua bawah sulung sulung pada keadaan resorpsi akar fisiologis dan patologis. Melalui uji statistik dengan Uji Chi- Square, didapatkan nilai p>0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan gigi molar satu dan molar dua bawah sulung pada keadaan resorpsi akar fisiologis dan patologis berbeda tidak bermakna. Karena hasil menunjukan perbedaan yang tidak bermakna, pada perhitungan selanjutnya molar satu dan molar dua bawah sulung tidak dibedakan. Perbedaan Gigi Premolar Satu dan Premolar Dua pada Tumbuh Kembang Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E disajikan pada Tabel 1.3 sebagai berikut. Tabel 1.3 Perbedaan Gigi Premolar Satu dan Premolar Dua pada Tumbuh Kembang Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Gigi Klasifikasi Premolar D E n % p P P Total Pada Tabel 1.3 tampak perbedaan gigi premolar satu dan molar dua pada tumbuh kembang klasifikasi Demirjian tahap D dan E. Melalui uji statistik dengan Uji Chi-Square, didapatkan nilai p<0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan gigi premolar satu dan molar dua pada tumbuh kembang klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda bermakna. Karena hasil menunjukan perbedaan yang bermakna, pada perhitungan selanjutnya premolar satu dan premolar dua dibedakan. Perbedaan usia terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E disajikan dalam Tabel 1.4 dan Tabel 1.5 sebagai berikut. Tabel 1.4 Perbedaan Usia terhadap Tumbuh Kembang Gigi Premolar Satu Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Usia Klasifikasi D E n % p 7 Tahun Tahun Total

9 Tabel 1.5 Perbedaan Usia terhadap Tumbuh Kembang Gigi Premolar Dua Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Usia Klasifikasi D E n % p 7 Tahun Tahun Total Pada Tabel 1.4 dan 1.5 tampak perbedaan usia terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E. Melalui uji statistik dengan Uji Chi-Square, didapatkan nilai p>0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan usia terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda tidak bermakna. Karena hasil menunjukan perbedaan yang tidak bermakna, perhitungan perbedaan tingkat resorpsi akar gigi molar bawah sulung terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu klasifikasi Demirjian tahap D dan E tidak dibedakan menurut usia. Perbedaan tingkat resorpsi akar gigi molar bawah sulung terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E disajikan pada Tabel 1.6 dan Tabel 1.7 sebagai berikut. Tabel 1.6 Perbedaan Tingkat Resorpsi Akar Gigi Molar Bawah Sulung terhadap Tumbuh Kembang Premolar Satu Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Gigi Resorpsi Klasifikasi Akar D E n % p 1/3 Servikal /3 Tengah /3 Apikal Total Tabel 1.7 Perbedaan Tingkat Resorpsi Akar Gigi Molar Bawah Sulung terhadap Tumbuh Kembang Premolar Dua Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Resorpsi Klasifikasi Akar D E n % p 1/3 Servikal Gigi

10 1/3 Tengah /3 Apikal Total Pada Tabel 1.6 dan 1.7 tampak perbedaan tingkat resorpsi akar gigi molar bawah sulung terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E. Melalui uji statistik dengan Uji Chi-Square, didapatkan nilai p>0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan tingkat resorpsi akar gigi molar bawah sulung terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda tidak bermakna. Karena hasil menunjukan perbedaan yang tidak bermakna, perhitungan resorpsi akar gigi sulung fisiologis dan patologis terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E tidak dibedakan menurut tingkat resorpsi. Pengaruh resorpsi akar molar bawah sulung fisiologis dan patologis terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E disajikan pada Tabel 1.8 dan Tabel 1.9 sebagai berikut. Tabel 1.8 Pengaruh Resorpsi Akar Molar Bawah Sulung Fisiologis dan Patologis terhadap Tumbuh Kembang Gigi Premolar Satu Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Resorpsi Klasifikasi Akar D E n % p Fisiologis Patologis Total Tabel 1.9 Pengaruh Resorpsi Akar Molar Bawah Sulung Fisiologis dan Patologis terhadap Tumbuh Kembang Gigi Premolar Dua Klasifikasi Demirjian Tahap D dan E Resorpsi Klasifikasi Akar D E n % p Fisiologis Patologis Total Pada Tabel 1.8 dan 1.9 tampak pengaruh resorpsi akar gigi molar bawah sulung fisiologis dan patologis terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E. Melalui uji statistik dengan Uji Chi-Square, didapatkan

11 nilai p>0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh resorpsi akar gigi molar bawah sulung fisiologis dan patologis terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E tidak bermakna. Pembahasan Pada penelitian ini usia 7-8 tahun dipilih karena merupakan kelompok usia dimana tahap tumbuh kembang gigi geligi memasuki tahapan late primary dentition dimana gigi geligi insisif sulung telah eksfoliasi dan gigi geligi permanen mulai erupsi. 17 Usia 7-8 tahun juga merupakan kelompok usia dengan prevalensi karies gigi tertinggi sebesar 21,6%. 2 Data memperlihatkan terdapat perbedaan kecepatan tumbuh kembang gigi pada anak laki-laki dan perempuan, pada penelitian ini jenis kelamin laki-laki digunakan sebagai parameter dalam penelitian. 26 Gigi molar bawah sulung dipilih sebagai parameter dalam penelitian ini karena keempat gigi molar bawah sulung merupakan gigi yang memiliki insidensi tertinggi terkena karies gigi dibandingkan dengan elemen gigi sulung yang lain. 19 Gigi molar bawah sulung dikelompokkan menjadi gigi yang sehat atau gigi yang mengalami karies tidak mencapai pulpa seperti karies atau karies dentin dan gigi yang mengalami karies mencapai pulpa. Keadaan ini dikarenakan gigi yang sehat atau yang mengalami karies tidak mencapai pulpa memperlihatkan proses resorpsi akar fisiologis sedangkan gigi yang mengalami karies mencapai pulpa memperlihatkan proses resorpsi akar patologis. 4 Pertimbangan penggunaan gigi molar bawah juga dikarenakan kejelasan dan kemudahan dalam menginterpretasi tahapan tumbuh kembang dan tingkat resorpsi akar gigi mandibula pada radiografi panoramik. Pada penelitian ini, penilaian mengenai tingkat resorpsi akar gigi molar bawah sulung dinilai menurut pembagian panjang akar anatomis dan dinilai hingga sejauh mana proses resorpsi akar telah terjadi. Hal ini dikarenakan akar gigi dibagi menjadi tiga bagian secara horizontal yaitu, sepertiga servikal, sepertiga tengah dan sepertiga apikal serta penilaian dengan metode ini lazim dipakai dalam menginterpretasi radiografi. 3,15,24. Subjek penelitian dengan usia 7-8 tahun menjadi pertimbangan dalam pemilihan elemen gigi yang akan dilakukan penilaian tahap tumbuh kembang. Elemen gigi yang dipilih bukan gigi yang selesai tumbuh kembangnya pada usia tersebut, namun yang selesai tumbuh kembangnya diatas rentang usia tersebut, yaitu gigi premolar satu dan premolar dua rahang bawah. Premolar satu dan premolar dua juga merupakan gigi permanen pengganti gigi molar sulung. Penelitian ini secara khusus meneliti tahap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua rahang bawah. Awal pembentukan jaringan keras gigi premolar satu bawah

12 dimulai pada usia 1,5-2 tahun dan premolar dua bawah dimulai pada usia 2-3 tahun, erupsi keduanya pada usia 10-11,5 tahun dan pembentukan akar keduanya selesai pada usia tahun. 3 Dengan rentang tumbuh kembang tersebut, diharapkan pada subjek usia 7-8 tahun akan terlihat variasi tumbuh kembang gigi premolar antara gigi molar bawah sulung yang tidak mengalami karies mencapai pulpa dan gigi molar bawah sulung yang mengalami karies mencapai pulpa. Penilaian mengenai tumbuh kembang gigi permanen terdiri dari beberapa klasifikasi. Pada penelitian ini, tahap tumbuh kembang gigi permanen dinilai menurut klasifikasi Demirjian, dikarenakan klasifikasi tersebut menilai tumbuh kembang gigi berdasarkan proses maturitas gigi daripada proses erupsi gigi dan bukan panjang absolut dari gigi permanen itu sendiri. Klasifikasi ini membuat indikator berupa delapan tahapan tumbuh kembang dari tahap A hingga tahap H pada gigi permanen mandibula dengan menggunakan radiografi panoramik. Maturitas gigi dimulai dari tahap pembentukan, kalsifikasi hingga mencapai penutupan ujung akar. Metode ini dapat digunakan pada anak-anak usia 2-20 tahun 11,22. Hasil dari penelitian ini, seperti yang terlihat pada tabel 1.2, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara gigi molar satu dan molar dua bawah sulung yang mengalami resorpsi akar patologis dan fisiologis. Keadaan ini bertentangan dengan penelitian yang menyebutkan bahwa resorpsi patologis dapat terjadi lebih cepat akibat kerusakan tulang disekitar akar. 16,3 Pada perhitungan selanjutnya molar satu dan molar dua bawah sulung tidak dibedakan. Sedangkan pada tabel 1.3, terdapat perbedaan yang signifikan antara gigi premolar satu dan premolar dua pada tumbuh kembang klasifikasi Demirjian tahap D dan E, sehingga perhitungan statistik selanjutnya akan dibedakan berdasarkan gigi premolar satu dan premolar dua. Tahap tumbuh kembang gigi premolar satu lebih cepat dari premolar dua sehingga keadaan ini menjelaskan mengapa hasil menunjukkan perbedaan yang signifikan. 28 Pada Tabel 1.4 dan 1.5, menunjukkan bahwa perbedaan usia 7 tahun dan 8 tahun terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda tidak bermakna. Keadaan ini menandakan bahwa terdapat variasi tahapan tumbuh kembang benih gigi premolar pada usia 7-8 tahun. Menurut penelitian Liversidge, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia kronologis dengan tingkat tumbuh kembang gigi permanen. 29 Pada penelitian juga ditemukan berbagai variasi tahap tumbuh kembang benih gigi pada usia yang sama. Tabel 1.6 dan 1.7 menunjukkan perbedaan tingkat resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang benih gigi premolar satu dan dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda tidak bermakna. Hasil menandakan bahwa perbedaan tingkat resorpsi akar gigi

13 sulung 1/3 apikal, 1/3 tengah dan 1/3 servikal terhadap tumbuh kembang gigi permanen tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Keadaan ini diperkuat dengan penelitian bahwa tingkat resorpsi akar gigi sulung tidak mempengaruhi tumbuh kembang gigi permanen tetapi hanya mempengaruhi kecepatan erupsi. 4 Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan mengenai perbedaan tingkat resorpsi akar gigi sulung terhadap tingkat pembentukan akar gigi permanen yang menunjukan hasil perbedaan yang tidak signifikan. 16 Tabel 1.8 dan 1.9 menunjukkan pengaruh gigi yang mengalami resorpsi fisiologis dan gigi yang mengalami resorpsi patologis terhadap tumbuh kembang benih gigi premolar satu dan dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E tidak bermakna. Hasil dari penelitian ini menandakan bahwa pengaruh gigi sulung yang tidak mengalami karies mencapai pulpa dan yang mengalami karies mencapai pulpa terhadap tumbuh kembang benih gigi permanen tidak signifikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, karies mencapai pulpa pada gigi sulung dapat menyebabkan berbagai kondisi yang terjadi pada benih gigi permanen. Kondisi yang pertama adalah defek pada gigi permanen. Jika inflamasi akibat karies mencapai pulpa pada gigi sulung terjadi pada tahap cap atau bell pada tumbuh kembang gigi permanen, akan terjadi perubahan serius pada morfologi koronal dan radikular. Kondisi hipoplasia akan terjadi jika inflamasi berlangsung pada saat tahap aposisi . Tetapi jika inflamasi akibat karies mencapai pulpa pada gigi sulung terjadi pada tahap kalsifikasi gigi permanen, kondisi yang terjadi adalah perubahan pada jaringan mikrostruktur yang menyebabkan opasitas , tetapi, tidak menyebabkan perubahan morfologi. Kondisi ini terjadi ketika mahkota gigi permanen belum terbentuk. Jika mahkota gigi permanen telah terbentuk, tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada benih giginya. Klasifikasi Demirjian tahap D dan E adalah tahap dimana mahkota gigi permanen telah selesai terbentuk sehingga hal ini tidak berpengaruh bagi tumbuh kembang gigi permanen. 23 Kecepatan erupsi juga dapat berubah akibat adanya karies mencapai pulpa. Resorpsi yang terjadi akibat karies mencapai pulpa menyebabkan kerusakan tulang sehingga resorpsi yang terjadi menjadi lebih cepat. 16,3 Percepatan erupsi terjadi jika adanya kerusakan tulang alveolar yang ekstensif akibat inflamasi kronis yang berasal dari gigi sulung. Keterlambatan erupsi dapat terjadi karena adanya pembentukan jaringan parut yang membentuk penghalang mekanis bagi gigi permanen untuk erupsi. Erupsi pada gigi permanen terjadi pada klasifikasi Demirjian tahap F dan G sehingga hal ini tidak berpengaruh pada tahap D dan E. 23 Kesimpulan

14 Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen. Perbedaan usia 7-8 tahun terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda tidak bermakna (p>0.05). Perbedaan tingkat resorpsi akar gigi molar bawah sulung terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E berbeda tidak bermakna (p>0.05). Pengaruh resorpsi akar fisiologis dan patologis terhadap tumbuh kembang gigi premolar satu dan premolar dua klasifikasi Demirjian tahap D dan E tidak bermakna (p>0.05). Saran 1. Menuliskan nama, jenis kelamin, usia dan diagnosis sementara pada radiografi panoramik sehingga dapat memudahkan dalam penyusunan data. 2. Menggunakan radiografi panoramik digital sehingga dapat lebih mudah dalam menginterpretasi. Daftar Referensi 1. Santos, Bruno Oliveira de Aguiar, et. al. Root resorption after dental traumas: classification and clinical, radiographic and histologic aspects. RSBO Oct-Dec;8(4): Harokopakis-Hajishengallis, Evlambia. Physiologic root resorption in primary teeth: molecular and histological events. Journal of Oral Science. 2007;49(1): Bolan, Michele, de Carvalo Rocha, Maria Jose. Histopathologic study of physiological and pathological resorption in human primary teeth. Federa University of Santa Catarina. 2007;104(5): Vieira-Andrade, Raquel Goncalves, Drumond, Clarissa Lopes, Alves, Laura Pereira Azevedo, Marques, Leandro Silva. et. al. Inflammatory Root Resorption in Primary Molars: Prevalence and Associated Factors. Braz Oral Rez Jul-Aug;26(4): Sufiati, Irna, Dewi, Tenny Setiani, Aripin, Dudi. Prevalensi Karies dan Indeks d e f pada Murid-Murid Kelas I, II, III Sekolah Dasar yang Berada Di Sekitar Klinik Kerja Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unpad. Jurnal Sosiohumaniora Jul;4(2): Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Desember

15 7. Sabel, Nina. Enamel of Primary Teeth-Morphological and Chemical Aspects. Swedish Dental Journal Supplement. 2012;222: Premkumar, Sidhar. Textbook of Craniofacial Growth. New Delhi: Jaypee Brothes Medical Publishers (P) Ltd., McDonald, Ralph E., Avery David R., Dean Jeffrey A. Dentistry for The Child and Adolescent. 8th ed. Missouri: Mosby, , White, Stuart C., Pharoah, Michael J. Oral Radiology: Principles and Interpretations. 5th ed. Missouri: Mosby, Harris, Edward F. (Ed). Dental Anthropology. Dental Anthropology Association. 2011;24(2-3): Willems, Guy. A Review of The Most Commonly Used Dental Age Estimation Techniques. The Journal of Forensic Odonto-Stomatology Jun;19(1): Chaillet, N., Willems, G., Demirjian, A. Dental Maturity in Belgian Children Using Demirjian s Method and Polynomial Functions: New Standard Curves for Forensic and Clinical Use. The Journal of Forensic Odonto-Stomatology Dec;22(2): Moorrees, Coenraad F.A, Fanning, Elizabeth A., Hunt, Edward E. Formation and Resorption of Three Deciduos Teeth in Children. American Journal of Physical Anthropology. 1963;21(2): Ash, Major M., Nelson, Stanley J. Wheeler s Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. 9th ed. Missouri: Saunders, Haralabakis, Nikos S., Yiagtzis, Spiros, Toutontzakis, Nikos M. Premature or Delayed Exfoliation of Deciduous Teeth and Root Resorption and Formation. The Angle Orthodontist Jan;64(2): Alm, Anita. On Dental Caries and Caries-Related Factors in Children and Teenagers. Gothenburg: University of Gothenburg, Brauer, John C., Highley, LB., Lindahl, Roy., Massler, Maury., Schour, Isaac. Dentistry For Children. 4th Ed. McGraw Hill Book Company. New York , Brodeur, Jean-Marc, Galarneau, Chantal. The High Incidence of Early Childhood Caries in Kindergarten-age Children. Journal de I Ordre des dentistes du Quebec Apr: Hayati, Retno, Budiardjo, Sarworini Bagio, Indiarti, Ike Siti, Rizal, M Fahlevi. Penuntun Kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Anak I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,

16 21. Harris, Edward F. (Ed). Dental Anthropology. Dental Anthropology Association. 2010;23(2): Demirjian, A., Goldstein, H., Tanner J.M. A New System of Dental Age Assessment. Human Biology May;45(2): Cordeiro, Mabel Mariela Rodriguez, Rocha, Maria Jose de Carvalho. The Effects of Periradicular Inflammation and Infection on a Primary Tooth and Permanent Successor. The Journal of Clinical Pediatric Dentistry 2005;29(3): Harshanur, Itjingningsih Wangidjaja. Anatomi Gigi. Ed. Lilian Yuwono. Jakarta: EGC, Ion-Vitor, Feraru, Raducanu, A.M, Feraru, S.E, Herteliu, C. Sequence and Chronology of The Eruption of The Permanent Canines and Premolars in Romanian Children. Romanian Journal of Oral Rehabilitation Jul;3(3): Almonaitene, Ruta, Balciuniene, Irena, Tutkuviene, Janina. Factors Influencing Permanent Teeth Eruption: Part One-General Factors. Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 2010;12: Bagherian, Ali, Sadeghi, Mostafa. Assessment of dental maturity of children aged 3.5 to 13.5 years using the Demirjian method in an Iranian population. Journal of Oral Science. 2011;53(1): Hussin, A.S, Mokhtar, N., Naing, L., Taylor, J.A., et. al. The timing and sequence of emergence of permanent teeth in Malay schoolchildren in Kota Bharu, Malaysia. Archives of Orofacial Science. 2007;2: Liversidge, H.M., Chaillet, N., Monstad, H., Nystrom, M., et. al. Timing of Demirjian s Tooth Formation Stages. Annals of Human Biology. 2006;33(4):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai hubungan yang sangat erat, namun masing-masing dari keduanya merupakan proses yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. 5-7 Pada manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. 5-7 Pada manusia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menilai usia skeletal karena setiap individu berbeda-beda (Bhanat & Patel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menilai usia skeletal karena setiap individu berbeda-beda (Bhanat & Patel, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Usia Kronologis Usia kronologis adalah usia berdasarkan periode waktu lahir (Dorland, 2012). Usia kronologis menjadi indikator yang lemah untuk menilai usia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO PADA TAHUN 2012

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO PADA TAHUN 2012 GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO PADA TAHUN 2012 1 Dwi Nur Rakhman 2 Benedictus S. Lampus 3 Ni Wayan Mariati 1 Kandidat Skripsi Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Firdaus, 1 Menik Priaminiarti 2 dan Ria Puspitawati 1 1

ABSTRACT PENDAHULUAN. Firdaus, 1 Menik Priaminiarti 2 dan Ria Puspitawati 1 1 Vol. 62, No. 1, Januari-April l 2013, Hal. 1-6 ISSN 0024-9548 1 Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14 22 tahun (Third molars as the chronological age estimation indicator

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. SURAT PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. SURAT PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv ABSTRAK Respon iatrogenik dapat terjadi pada jaringan yang terlibat selama perawatan ortodontik. Salah satu respon tersebut adalah resorpsi akar. Resorpsi akar yang berkaitan dengan perawatan ortodontik

Lebih terperinci

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI 1. Mekanisme sel-sel dalam erupsi gigi desidui Erupsi gigi desidui dimulai setelah mahkota terbentuk. Arah erupsi adalah vertikal. Secara klinis ditandai dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Periapikal Nama periapical berasal dari bahasa latin peri, yang berarti sekeliling, dan apical yang berarti ujung. Radiogafi periapikal dapat menunjukkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses fisiologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses fisiologis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses fisiologis yang tidak terpisahkan pada usia anak-anak. Pola pertumbuhan pada anak dapat bervariasi pada setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Gigi Gigi merupakan struktur keras yang terkalsifikasi, biasanya terletak pada jalan masuk traktus alimentarius dan fungsi utamanya adalah untuk menghancurkan

Lebih terperinci

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak Penatalaksanaan Dentinogenesis Imperfecta pada Gigi Anak Abstract Winny Yohana Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan usia anak adalah suatu hal yang penting dalam perawatan gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang tepat (Black & Scheuer,

Lebih terperinci

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG. Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza *

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG. Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza * SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza * * Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi PERBEDAAN GIGI SULUNG DAN GIGI PERMANEN Oleh NURADILLAH.BURHAN Nim:po.71.3.261.11.1.029 Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi GIGI DECIDUI/GIGI SULUNG Gigi sulung disebut juga

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir proses tumbuh kembang anak, sedangkan faktor lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir proses tumbuh kembang anak, sedangkan faktor lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada seorang anak terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan modal dasar

Lebih terperinci

TAHAP ERUPSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK SUKU PALEMBANG

TAHAP ERUPSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK SUKU PALEMBANG TAHAP ERUPSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK SUKU PALEMBANG Sri Wahyuni, Bertha Aulia, Trya Aldila Tan Abstrak Gangguan pada waktu atau urutan erupsi dapat menyebabkan komplikasi seperti maloklusi, crowding,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan ABSTRAK Impaksi gigi adalah gagalnya erupsi lengkap gigi pada posisi fungsional normal. Insidensi terjadinya impaksi gigi terjadi hampir pada seluruh ras di dunia. Gigi yang impaksi dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini dapat bervariasi pada umur dan jenis kelamin. Hal tersebut dapat diukur

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini dapat bervariasi pada umur dan jenis kelamin. Hal tersebut dapat diukur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan hingga kematangan pada manusia dalam suatu masyarakat dapat dipelajari dengan memahami berbagai proses fisiologis. Proses ini dapat bervariasi

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1 Pendahuluan Ameloblastoma (berasal dari bahasa Inggris yaitu amel berarti email dan bahasa Yunani blastos yang berarti benih ), merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Tumor ini pertama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG Maj Ked Gi; Desember 2011; 18(2): 149-151 ISSN: 1978-0206 PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG Emil' dan Prihandini Iman" * Program Studi Ortodonsia,

Lebih terperinci

A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 49

A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 49 A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 49 HUBUNGAN KEBIASAAN ANAK MENJAGA KESEHATAN DAN KEBERSIHAN GIGI DENGAN KARIES MOLAR PERTAMA PERMANEN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PADANG TIMUR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indikator Pertumbuhan Wajah Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi. Maturitas merupakan karakteristik dari percepatan pertumbuhan hingga masa remaja

Lebih terperinci

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Siti Bahirrah Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Dalam menggerakkan gigi dari keadaan malposisi ke posisi

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 1 Devid G. Poha 2 Mona P. Wowor 3 Aurelia Supit 1 Kandidat

Lebih terperinci

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum ABSTRAK Maloklusi merupakan susunan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal, dapat menyebabkan gangguan estetik dan fungsional. Maloklusi dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Perbedaan Usia Kronologis dan Usia Gigi pada Anak Usia 5-10 tahun Menggunakan Metode Demirjian ini sudah dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BLOK 05 SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2017-2018 NAMA KLP NIM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB BLOK 5 PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY [JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/jds/ GAMBARAN RADIOGRAF PADA PENYAKIT PERIODONTAL Dewi Saputri Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

Maturasi dan erupsi gigi permanen pada anak periode gigi pergantian (The maturition and eruption of permanent teeth in mixed dentition children)

Maturasi dan erupsi gigi permanen pada anak periode gigi pergantian (The maturition and eruption of permanent teeth in mixed dentition children) 72 Volume 47, Number 2, June 2014 Research Report Maturasi dan erupsi gigi permanen pada anak periode gigi pergantian (The maturition and eruption of permanent teeth in mixed dentition children) Sri Kuswandari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi

I. PENDAHULUAN. Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi keduanya tergantung pada konsentrasi dalam plasma darah. Metabolisme ion kalsium dan fosfat dalam tubuh

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan bisa menyebabkan hilangnya gigi. Faktor-faktor yang memelihara

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan erupsi gigi permanen pada anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan erupsi gigi permanen pada anak Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan erupsi gigi permanen pada anak 1 Siti Sarah Aulia Amrullah, 2 Hendrastuti Handayani 1 Mahasiswa tahap profesi 2 Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

HUBUNGAN MATURITAS GIGI DENGAN USIA KRONOLOGIS PADA PASIEN KLINIK ORTODONTI FKG USU

HUBUNGAN MATURITAS GIGI DENGAN USIA KRONOLOGIS PADA PASIEN KLINIK ORTODONTI FKG USU HUBUNGAN MATURITAS GIGI DENGAN USIA KRONOLOGIS PADA PASIEN KLINIK ORTODONTI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: ANDY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dapat diartikan sebagai pecahnya satu bagian, terutama dari struktur tulang, atau patahnya gigi. Akar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak diderita oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Gigi Gigi-geligi merupakan suatu sistem fungsional efektif yang tersusun atas kelompok gigi dalam jumlah, ukuran dan bentuk yang berbeda. Tiap kelompok gigi memberikan

Lebih terperinci

Proses erupsi gigi adalah suatu proses isiologis berupa proses pergerakan gigi yang

Proses erupsi gigi adalah suatu proses isiologis berupa proses pergerakan gigi yang Tahap Erupsi Gigi Proses erupsi gigi adalah suatu proses isiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukan gigi dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

Atiek Driana Rahmawati, Hastami Retriasih, Ana Medawati Hubungan antara Status Gigi dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Sentralis Permanen Mandibula

Atiek Driana Rahmawati, Hastami Retriasih, Ana Medawati Hubungan antara Status Gigi dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Sentralis Permanen Mandibula 16 Atiek Driana Rahmawati, Hastami Retriasih, Ana Medawati Hubungan antara Status Gigi dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Hubungan antara Status Gizi dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Sentralis Permanen

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi ABSTRAK Persepsi adalah suatu proses menerima dan menginterpretasikan data. Persepsi tentang penggunaan alat ortodontik cekat dapat dilihat dari aspek estetik dan aspek fungsional. Bagi remaja, salah satu

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara serta terdiri dari banyak pulau dan terbagi dalam 34 provinsi. Berdasarkan data sensus penduduk pada

Lebih terperinci

GAMBARAN KEHILANGAN GIGI SULUNG PADA SISWA MADRASAH IBTIDAIYAH DARUL ISTIQAMAH BAILANG

GAMBARAN KEHILANGAN GIGI SULUNG PADA SISWA MADRASAH IBTIDAIYAH DARUL ISTIQAMAH BAILANG PENEL ITIAN GAMBARAN KEHILANGAN GIGI SULUNG PADA SISWA MADRASAH IBTIDAIYAH DARUL ISTIQAMAH BAILANG Eka Dewi Indriani Mamonto *, Vonny N.S. Wowor, Paulina Gunawan Abstract: Deciduous teeth as the permanent

Lebih terperinci

Zakiyah, et al, Pengaruh Status Gizi terhadap Erupsi Gigi Molar Pertama Permanen Siswa Kelas1...

Zakiyah, et al, Pengaruh Status Gizi terhadap Erupsi Gigi Molar Pertama Permanen Siswa Kelas1... Pengaruh Status Gizi terhadap Erupsi Gigi Molar Pertama Permanen Siswa Kelas 1 SDN di Kecamatan Wilayah Kota Administrasi Jember (The Influence of Nutritional Status towards the First Permanent Molar Tooth

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY [JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/jds/ E-ISSN : 2502-0412 HUBUNGAN USIA DENTAL DENGAN PUNCAK PERTUMBUHAN PADA PASIEN USIA 10-14 TAHUN DI RSGM

Lebih terperinci

WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA KRONOLOGIS PADA ANAK ETNIS TIONGHOA USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN DI SD WR.

WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA KRONOLOGIS PADA ANAK ETNIS TIONGHOA USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN DI SD WR. WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA KRONOLOGIS PADA ANAK ETNIS TIONGHOA USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN DI SD WR.SUPRATMAN 2 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS KARIES GIGI PADA SISWA SMP KRISTEN 67 MANADO

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS KARIES GIGI PADA SISWA SMP KRISTEN 67 MANADO Jurnal e-gigi (eg), Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2015 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS KARIES GIGI PADA SISWA SMP KRISTEN 67 MANADO 1 Donny A. A. Sambuaga 2 Paulina N. Gunawan 3 Max F. J. Mantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada bidang ortodontik, usia merupakan hal yang penting dalam menentukan prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan mandibula dan maksila yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

TUGAS PERIODONSIA 1. Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM :

TUGAS PERIODONSIA 1. Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM : TUGAS PERIODONSIA 1 Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM : 021311133072 1. Derajat Kegoyangan Gigi (Indeks kegoyangan gigi) Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang. menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang. menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling banyak diderita pasien yang datang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

POLA ERUPSI GIGI PERMANEN PADA ANAK ETNIS TIONGHOA SEKOLAH DASAR PERGURUAN BUDDHIS BODHICITTA, MEDAN

POLA ERUPSI GIGI PERMANEN PADA ANAK ETNIS TIONGHOA SEKOLAH DASAR PERGURUAN BUDDHIS BODHICITTA, MEDAN POLA ERUPSI GIGI PERMANEN PADA ANAK ETNIS TIONGHOA SEKOLAH DASAR PERGURUAN BUDDHIS BODHICITTA, MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: molar, karies, menyikat gigi, makanan kariogenik. viii

ABSTRAK. Kata kunci: molar, karies, menyikat gigi, makanan kariogenik. viii ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI MENYIKAT GIGI DAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 8-12 TAHUN DI DESA PERTIMA, KARANGASEM, BALI Karies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember Kiswaluyo Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak

Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak 48 Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak Harun Achmad Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI IBU TENTANG KESEHATAN GIGI TERHADAP EARLY CHILDHOOD CARIES

HUBUNGAN MOTIVASI IBU TENTANG KESEHATAN GIGI TERHADAP EARLY CHILDHOOD CARIES HUBUNGAN MOTIVASI IBU TENTANG KESEHATAN GIGI TERHADAP EARLY Studi Terhadap Anak Prasekolah di TK Sinar Matahari Melisa Anastasia Pranoto *, Sandy Christiono **, Recita Indraswary *** ABSTRAK Latar Belakang

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

Kata kunci : Pengetahuan, kesehatan gigi dan mulut, indeks def-t/dmf-t.

Kata kunci : Pengetahuan, kesehatan gigi dan mulut, indeks def-t/dmf-t. ABSTRAK Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Kesehatan gigi dan mulut menjadi bagian penting karena

Lebih terperinci