BAB II. latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26 Tenaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26 Tenaga"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN AKUPUNKTUR SEBAGAI PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL A. Tenaga Kesehatan Dalam bab Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan d i bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dijelaskan adanya berbagai macam tenaga kesehatan, yang mempunyai bentangan yang sangat lua s, baik dari segi latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26 Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari : 1) Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi; 2) Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan; 3) Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker; 4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian; 5) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien; 26 Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm

2 18 6) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan 7) Terapis wicara; 8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis. Untuk menentukan bahwa akupunkturis merupakan salah satu tenaga kesehatan maka dilihat berdasarkan dari ciri-ciri tenaga kerja dari pengertian yang telah disebutkan, tenaga kesehatan yaitu: 27 a. Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, bahwa akupunkturis adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, dalam hal ini akupunkturis mengabdikan diri sebagai pengobat tradisional dengan menggunakan metode yang dilakukannya. b. Memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, bahwa akupunkturis memiliki keterampilan dan pengetahuan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu yaitu adanya standar kompetensi pendidikan akupunktur yang harus ditempuh untuk mendapatkan izin atau rekomendasi untuk melakukan praktik pengobatan. Terdapat tiga tingkatan pendidikan akupunktur yaitu pendidikan dokter spesialis akupunktur dengan bentuk formal terstruktur 88 SKS, pendidikan dokter umum plus akupunktur dengan 27 Lihat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.

3 19 bentuk kursus nonformal jam, dan pendidikan tenaga ahli madya akupunktur dengan bentuk pendidikan formal terstruktur SKS. 28 c. Melakukan upaya kesehatan, Salah satu upaya kesehatan yang dilaksanakan adalah pelayanan kesehatan tradisional untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan medik akupunktur yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan tradisional telah digunakan secara luas di dunia kedokteran dan manfaatnya telah dirasakan oleh masyarakat dalam hal pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan penyakit, dan pemeliharaan kualitas hidup. 29 Berdasarkan ciri-ciri tersebut akupunkturis jelas merupakan salah satu tenaga kesehatan.akupunkturis memenuhi ketiga ciri yang telah disebutkan. Selain itu akupunkturis sangat jelas sekali termasuk ke dalam tenaga kesehatan karena termasuk kedalam klasifikasi tenaga kesehatan Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam tabel di bawah ini. Klasifikasi Tenaga Kesehatan Indonesia beserta Organisasi yang menaunginya. 30 No. Klasifikasi Tenaga Profesi Tenaga Organisasi Profesi Kesehatan Kesehatan 1Tenaga Medis Dokter (IDI) Ikatan Dokter Indonesia 28 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Standar Pelayanan Medik Akupunktur, Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer, Jakarta, 2011, hlm Ibid, hlm.1 30 http//tenagakesehatan.info,diakses pada Selasa 30 Desember 2014, pada pukum WIB di Bandung

4 20 2 Tenaga Keperawatan Dokter Gigi Perawat Bidan Perawat Gigi Perawat Anastesi (PDGI) Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PPNI) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (IBI) Ikatan Bidan Indonesia (PPGI) Persatuan Perawat Gigi Indonesia (IPAI) Ikatan Perawat Anestesi Indonesia Apoteker Asisten Apoteker (ISFI) Ikatan Apoteker Indonesia (PAFI) Persatuan Ahli Farmasi Indonesia 4 Tenaga Farmasi Tenaga Kesehatan Masyarakat Analis Farmasi Epidemolog Kesehatan Entomolog Kesehatan Sanitarian Penyuluh Ksehatan Kesehatan Masysrakat (PATELKI) Persatuan Ahli Teknik Laboratorium Kesehatan Ind (PAEI) Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PEKI) Perhimpunan Entomolog Kesehatan Indonesia (HAKLI) Himpunan Ahli KesehatanLingkungan Indonesia (PPKMI) Perkumpuln Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia 5 Tenaga Gizi Nutrisionis Dan Dietisien (PERSAGI) Persatuan Ahli Gizi

5 21 6 Tenaga Keterampilan Fisik Fisioterapis Okupasi Terapis Terapis Wicara Indonesia (IFI) Ikatan Fisioterapi Indonesia (IOTI) Ikatan Okupasi TerapiIndonesia (IKATWI) Ikatan Terapi Wicara Indonesia (HAKTI) Himpunan Akupunktur Terapi Indonesia (PAKSI) Persatuan Akupunktur Seluruh Indonesia 7 Tenaga Keteknisian Medis Akupunktur (PARI) Persatuan Ahli Radigrafer Radiografi Indonesia (PTGI) Persatuan Teknik Gigi Teknisi Gigi Indonesia (IKATEMI) Ikatatan Teknik Teknisi Elektromedis Elektromedik Indonesia (IROPIN) Ikatan Refraksionis Refraksionis Optisien Optisien Indonesia (PORMIKI) Perhimpunan Profesi Perekam Medis dan Informasi Perekam Medis Kesehatan Indonesia Paramedik Transfusi (IPPTDI) Ikatan Paramedik Darah Teknologi Transfusi Darah Indonesia (IKAFMI) Ikatan Ahli Fisika Medik Ahli Fisika Medik Indonesia (IOPI) Ikatan Ortotik Prostetik Ortotik Prostetik Indonesia

6 22 Selain itu tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional, ketentuan mengenai kode etik yang diatur oleh organisasi profesi. Tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 31 Pengobatan akupunktur jelas memiliki asosiasi yang sudah tercantum dalam tabel diatas dan memiliki pengetahuan serta keterampilan dari pendidikan yang harus ditempuh yang berlandaskan pada standar profesi, maka akupunkturis masuk dalam kategori tenaga kesehatan, dan dalam keputusan point pertama di Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1277/KEPMENKES/SK/VII/2004 Tentang Tenaga Akupunktur, tercantum bahwa akupunkturis termasuk ke dalam tenaga kesehatan. B. Upaya Kesehatan Di dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pengertian upaya kesehatan, yaitu : Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang dimaksud dalam hal ini mencakup: 32 a. Pelayanan kesehatan; b. Pelayanan kesehatan tradisional; 31 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Persfektif Undang-Undang Kesehatan, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm Soekidjo Notoatmodjo, Op.Cit, hlm.61.

7 23 c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; e. Kesehatan reproduksi; f. Keluarga berencana; g. Kesehatan sekolah; h. Kesehatan keluarga; i. Pelayanan kesehatan pada bencana; j. Pelayanan darah k. Kesehatan gigi dan mulut; l. Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; m. Kesehatan matra; n. Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan; o. Pengamanan makanan dan minumann; p. Pengamanan zat adiktif, dan/atau q. Bedah mayat Macam-macam upaya kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu sebagai berikut : 33 a. Upaya promotif adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. b. Upaya preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. c. Upaya kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. 33 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 1 butir 12, 13, 14, dan 15, Citra Umbara, Bandung, 2012, hlm.4

8 24 d. Upaya rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan.tentunya pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat. Upaya kesehatan sebagaimana yang dimaksud disini didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. 34 Pengobatan akupunktur sendiri merupakan bagian dari upaya kesehatan yang cakupannya termasuk dalam pelayanan kesehatan tradisional. Di Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dijelaskan tentang pengertian pelayanan kesehatan tradisional yaitu: Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun dijelaskan bahwa akupunktur mengacu pada keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, namun dalam perkembangannya saat ini keterampilan dalam pengobatan akupunktur diperoleh melalui pendidikan formal, hal ini mengacu pada standar pelayanan medik akupunktur yang sudah diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun Soekidjo Notoatmodjo, Op.Cit, hlm.62.

9 25 Selain itu dalam pendirian praktek pengobatan tradisional harus memenuhi persyaratan serta surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat. 35 C. Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional 1.Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempunyai tugas untuk melaksanakan program pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini bertujuan agar pelayanan kesehatan tradisional dapat diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab terhadap manfaat, keamanan dan juga mutu pelayanannya sehingga masyarakat terlindungi dalam memilih jenis pelayanan kesehatan tradisional yang sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat juga perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menggunakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional dan pemerintah mempuntai kewajiban untuk melakukan penapisan, pengawasan, dan pembinaan yang baik sehingga masyarakat terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat informasi yang menyesatkan atau pelayanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 36 Pengertian mengenai pelayanan kesehatan tradisional tercantum dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu bahwa: Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 35 Berdasarkan wawancara yang diperoleh dari Ibu Ira Dewijani selaku kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Bandung pada tanggal 22 Juni 2015 pukul Lihat Bagian Ketiga tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Pasal Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

10 26 Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, terdapat beberapa pasal lainnya yang mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional yaitu, Pasal 48, Pasal 59, Pasal 60, dan Pasal 61. Masing-masing pasal tersebut berbunyi: Pasal 48 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: (1) Penyelenggraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan : a. pelayanan kesehatan; b. pelayanan kesehatan tradisional; c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; e. kesehatan reproduksi; f. keluarga berencana; g. kesehatan sekolah; h. kesehatan olahraga; i. pelayanan kesehatan pada bencana; j. pelayanan darah; k. kesehatan gigi dan mulut; l. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; m. kesehatan matra; n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan; o. pengamanan makanan dan minuman; p. pengamanan zat adiktif; dan/atau q. bedah mayat. (2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan. Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan dilaksannakan melalui beberapa kegiatan, salah satunya yaitu pelayanan kesehatan tradisional. 37 Selanjutnya, dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu berbunyi: (1) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi: a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. (2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah 37 Lihat dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

11 27 Dalam pasal diatas disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu, pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan yang menggunakan ramuan.pengobatan akupunktur sendiri temasuk dalam pelayanan kesehatan tradisional keterampilan, karena dalam pengobatannya menggunakan metode dengan menggunakan jarum. Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa seluruh jenis pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh pemerintah, agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. yaitu: Selanjutnya dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, (1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ala t dan teknologi harus mendapatkan izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Dan dalam Pasa 61 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, berbunyi: (1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.(2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Dalam pasal 60 dan 61 disebutkan bahwa orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan harus mendapatkan izin dari lembaga kesehatan yang berwenang dalam menggunakan alat dan teknologi, dan masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan

12 28 pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Pemerintah dalam mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisionalpun didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Dalam hal ini seorang akupunkturis harus memiliki izin dari lembaga yang berwenang terkait dengan metode dan alat yang digunakan berupa berbagai jenis jarum yang ditusukkan pada permukaan kulit, hal tersebut dilakukan agar metode pengobatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga masyarakat terlindungi. 2. Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional tidak tercantum mengenai pengertian pelayanan kesehatan tradisional, namun dijelaskan mengenai pengobatan tradisional dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional, yaitu bahwa: Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional, tercantum bahwa akupunkturis dalam melakukan pelayanan kesehatan tradisional harus memiliki Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) dan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT). Pengaturan tersebut bertujuan untuk: 38 Tegal Diakses pada tanggal 3 Januari 2015 pada Pulul WIB di

13 29 1. Membina upaya pengobatan tradisional Dalam hal ini, bahwa pengobatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya perlu terus dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi untuk digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal Memberikan perlindungan kepada masyarakat Bahwa, ketika akupunkturis tersebut statusnya legal dan mendapat pengakuan dari Dinas Kesehatan sebagai pengobatan tradisional maka masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan tradisional tersebut merasa aman dan haknya sebagai pasien terlindungi. 3. Menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya Bahwa, ketika akupunkturis atau pengobat tradisional lainnya telah mendaftar dan memiliki izin praktik, maka Dinas Kesehatan menginventarisasi jumlah pengobat, jenis dan cara pengobatan tradisional dalam bentuk data profil pengobat tradisional untuk memudahkan dalam mencari tempat pengobatan yang telah memiliki izin dan diakui. Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) ini diwajibkan bagi seluruh pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yaitu: (1) Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). 39 Konsideran point b Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional.

14 30 (2) Pengobat tradisional dengan cara supranatural harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Kejaksaan Kabupaten/Kota setempat. (3) Pengobat tradisional dengan cara pendekatan agama harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat. Sedangkan untuk Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu yang sudah diakui untuk mendapatkan SIPT ini adalah akupunkturis, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yang berbunyi : Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) berdasarkan keputusan ini. Adapun tata cara untuk mendapatkan STPT maupun SIPT yang harus dilakukan oleh akupunkturis adalah dengan cara mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Adapun dengan cara melengkapi persyaratan tersebut khususnya di Kota Bandung, yaitu: Untuk mendapatkan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) : a. Permohonan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) b. Foto copy Kartu Tanda Peduduk (KTP) c. Foto copy ijazah terakhir yang dimiliki d. Foto copy surat keahlian akupunktur 40 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Ratna selaku Perwakilan Bidang Gunakesra Dinas Kesehatan Kota Bandung Pada Tanggal 19 Juni 2015 pada pukul WIB.

15 31 e. Surat izin tetangga f. Surat rekomendasi dari puskesmas setempat g. Surat keterangan sehat dari puskesmas setempat h. Surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian i. Denah ruangan dan lokasi tempat praktik j. Daftar alat-alat/ bahan ramuan yang dipergunakan k. Izin atasan langsung bagi pengobat yang merangkap sebagai pegawai negeri l. Bila kegiatan atas nama yayasan, lampirkan foto copy akta notarisnya dan permohonan ditandatangani oleh ketua yayasan m. Pas photo berukuran 3x4 sebanyak dua lembar n. Surat rekomendasi dari organisasi/ asosiasi profesi Untuk mendapatkan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) persayaratannya disamakan dengan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) hanya saja akupunkturis membuat permohonan izin sebagai pengobat tradisional dan sebagai tambahan agar meminta surat keterangan Kepala Desa/Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai pengobat tradisional. D. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional Hubungan hukum selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang timbal balik. 41 Dalam hal ini, hak akupunkturis menjadi kewajiban pasien dan hak pasien menjadi kewajiban akupunkturis. Hubungan antara pasien sebagai penerima jasa layanan dengan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa layanan berawal dari pola hubungan vertikal yang karena itu pula melahirkan 41 Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm.29.

16 32 hubungan patenalistik antara pasien dengan tenaga kesehatan. Dalam pola vertikal ini kedudukan antara pasien dengan pengobat tidak sederajat karena tenaga kesehatan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit, sedangkan pasien berusaha mendapatkan kesembuhannya tidak tahu apa-apa mengenai penyakit, apalagi bagaimana metode penyembuhannya. Oleh karena itu, dalam hubungan yang pasternalistik pasien menyerahkan nasibnya kepada tenaga kesehatan. 42 Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap dokter sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Dalam hal ini, penulis akan memaparkan tentang hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yakni sebagai berikut: 1. Hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 a. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis karena menderita suatu penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk memulihkannya. Dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek hukum mandiri yang dianggap dapat mengambil keputusan untuk dirinya. Oleh karena itu adalah suatu hal yang keliru apabila menganggap pasien selalu tidak dapat mengambil keputusan karena ia sedang sakit. Dalam pergaulan hidup normal sehari-hari, biasanya pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap 42 Veronica Komalawati, Op.Cit, hlm.9.

17 33 sebagai titik tolak untuk mengambil keputusan. Dengan demikian walaupun pasien sedang sakit kedudukan hukumnya tetap sama seperti orang sehat. Jadi, secara hukum pasien juga berhak mengambil keputusan terhadap pelayanan kesehatan yang akan dilakukan terhadapnya, karena hal ini berhubungan erat dengan hak asasi manusia, kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mengambil keputusan yan diperlukan. 43 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tidak menjelaskan tentang pengertian pasien. Namun, sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional tentunya seorang pasien berperan sebagai seseorang yang diberikan pelayanan kesehatan dengan metode pengobatan yang dipilihnya. Dalam jasa pelayanan kesehatan tradisional ini, pasien memiliki hak dan kewajiban yang timbul karena penjanjian terapeutik berupa penyembuhan dan pelayanan kesehatan yang didalamnya terdapat pemenuhan suatu hak dan kewajiban. Pasien dalam melakukan suatu pelayanan kesehatan tentunya memiliki hak untuk memperoleh rasa aman seperti yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Selain itu, sebelum melakukan pelayanan kesehatan ada baiknya kita mendapatkan informasi tentang kesehatan kita terlebih dahulu sebelum tindakan pengobatan tersebut diterima oleh kita. Tentunya hal tersebut sudah diatur yaitu dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang berbunyi: 43 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm.31.

18 34 Setiap orang memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dijelaskan bahwa pasien harus mendapatkan hak untuk mendapatkan informasi dan menentukan nasibnya sendiri. Pasien berhak untuk menerima informasi terlebih dahulu seputar penyakit yang dialami, metode pengobatan yang dilakukan, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan pengobatan. Pasal tersebut berbunyi: Setaip orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Terdapat hak lainnya yaitu hak atas rahasia dari kondisi kesehatan pasien tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi: Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. Apabila hak-hak yang telah disebutkan diatas dilanggar oleh akupunkturis, maka pasien berhak untuk menuntut kerugian apabila terjadi kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diatur dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

19 35 Selain hak, pasien dalam pelayanan kesehatan tradisionalpun harus memenuhi kewajibannya yaitu memeberikan keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan penyakit kepada tenaga kesehatan, mematuhi tenaga kesehatan, ikut menjaga kesehatan dirinya dan memenuhi imbalan jasa kesehatan tradisional tersebut. Hal tersebut tercantum dalam pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal tersebut dapat terwujud apabila pasien mematuhi nasehat dari tenaga kesehatan dan ikut dalam menjaga kesehatan diri sendiri. Selain itu pasien berkewajiban untuk memenuhi imbalan jasa kesehatan tradisional, seperti yang tercantum dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. b. Akupunkturis dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dalam pelayanan kesehatan tradisional seorang akupunkturis memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut salah satunya tercantum dalam beberapa pasal di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Akupunkturis berkewajiban untuk mewujudkan dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hal tersebut diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: (1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.(2) kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat, dam pembangunan berwawasan kesehatan.

20 36 Selain itu, dalam mewujudkan kesehatan masyarakat akupunkturis tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pasien dengan tidak menghormati hak pasien, misalnya melihat status sosial pasien, hal tersebut tencantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi maupun sosial. Selain itu akupunkturis wajib menjaga dana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena itu merupakan tanggungjawabnya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi: Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Selain kewajiban, pengobat tradisional dalam hal ini adalah akupunkturis, memiliki hak untuk menggunakan alat atau teknologi lainnya untuk menunjang metode penyembuhan yang akan di lakukan. Dalam penggunaan alat atau teknologi tersebut tentunya harus memiliki izin dari lembaga yang berwenang dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan dan dipakai sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Akupunkturis diberikan hak untuk mengembangkan metode yang dilakukannya, akan tetapi manfaat dan keamanan metode pengobatan tersebut harus dipertanggungjawabkan. Hal tersebut tentunya mendapat pengawasan dari pemerintah untuk melindungi kepentingan, keamanan dan perlindungan masyarakat. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 60 dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang berbunyi:

21 37 Pasal 60 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapatkan izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Pasal 61 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.(2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan dan perlindungan masyarakat. Selain itu akupunkturis berhak untuk menerima imbalan jasa kesehatan tradisional, seperti yang tercantum dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu: Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. 2. Hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional a. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pasien yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan tradisional memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur dalam keputusan ini. Dalam hal pengobatan tradisional ini, pasien berhak untuk memperoleh rasa aman terhadap jasa pelayanan kesehatan tradisonal yang dilakukan oleh pengobat dalam hal ini

22 38 adalah akupunkturis. Akupunkturis harus melakukan pengobatan tradisional dengan tidak membahayakan jiwa, tidak melanggar susila maupun kaidah agama, tidak bertentangan dengan upaya peningkatan kesehatan masyarakat, tidak bertentangan dengan norma hidup, bahkan pengobatan tersebut harus aman dan bermanfaat. Hal tersebut tencantum dalam Pasal 13 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pengobat tradisional hanya dapat dilakukan apabila: (a) Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diakui di Indonesia. (b) Aman dan bermanfaat bagi kesehatan. (c) Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. (d) Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat Dalam hal pengobatan akupunktur pun apabila akupunkturis tidak mampu mengobati pasien, maka harus memberikan hak second opinion kepada pasien dan merujuk pasien ke sarana pelayanan kesehatan lainnya. Hak pasien tersebut tercantum dalam Pasal 22 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pengobat tradisional yang tidak mampu mengobati pasiennya atau pasien dalam keadaan gawat darurat, harus merujuk pasiennya ke sarana pelayanan kesehatan terdekat. Selain itu, pasien berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan dan tidak terjebak oleh informasi yang menyesatkan sesuai dengan Pasal 15 dan 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pasal 15 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional :

23 39 (1) Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan pengobatan yang dilakukan. (3) Semua tindakan pengobatan tradisional yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan pasien dan/atau keluarganya. (4) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan pengobatan tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Pasal 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional : (1) Pengobat tradisional dilarang memperomosikan diri secara berlebihan dan memberikan informasi yang menyesatkan. (2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi: a. penggunaan gelar-gelar tanpa melalui jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan semua penyakit; c. menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak dimiliknya. (3) Pengobat tradisional hanya dapat menginformasikan kepada masyarakat berkaitan dengan tempat usaha, jam praktik, keahlian, dan gelar yang sesuai dengan STPT atau SIPT yang dimilikinya. Peraturan tersebut dibuat semata-mata bertujuan untuk melindungi pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional. Selain hak, tentunya pasien harus melakukan kewajibannya, karena pengobat tradisional atau akupunkturis juga memiliki hak yang harus dipenuhi. Akupunkturis berhak untuk memperoleh informasi tentang penyakit atau perjalanan penyakit dari pasiennya. Hal tersebut bertujuan agar akupunkturis mengetahui riwayat penyakit pasiennya dan akupunkturis dalam melakukan pengobatannya tidak melakukan kesalahan maupun kelalain karena sudah mendapatkan informasi tentang pasiennya. Informasi tentang pasien ini kemudian dicatat agar dalam melakukan pengobatannya akupunkturis melakukan secara tepat dan bermanfaat, hal ini tercantum dalam Pasal 19 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pengobat tradisional dalam memberikan pelayanan wajib membuat catatan status pasien.

24 40 b. Akupunkturis dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional Seperti yang diketahui, akupunktur adalah salah satu metode pengobatan alternatif dengan menggunakan jarum. Akupunktur merupakan salah satu klasifikasi pengobatan tradisional keterampilan. Seseorang yang melakukan metode akupunktur dalam pelayanan kesehatannya di sebut dengan akupunkturis. Memang pengertian tentang akupunkturis tidak tertulis secara jelas dalam undang-undang, namun dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional tertulis bahwa orang yang melakukan pengobatan tradisional adalah pengobat tradisional. Dalam pasal 3 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pengobat tradisional diklasifikasikan dalam jenis kerampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural. Dalam klasifikasi dan jenis tersebut disebutkan bahwa akupunkturis adalah pengobat tradisional keterampilan. 44 Akupunktur dalam pelayanan kesehatan tradisional sama halnya seperti dokter sebagai tenaga kesehatan yang berada di rumah sakit, akan tetapi yang membedakan adalah status dokter yang jelas menggunakan upaya kesehatan dengan ilmu kedokteran yang sudah dipelajari sedangkan akupunkturis sebagai pengobat yang melakukan upaya kesehatan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran dan/atau keperawatan, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan. 45 Terdapat beberapa hak dan kewajiban akupunkturis dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan 44 Lihat dalam Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional 45 Pertimbangan point a dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

25 41 Tradisional, yaitu bahwa akupunkturis berhak melakukan praktik pengobatan secara perorangan maupun berkelompok ketika telah dinyatakan lulus uji kompetensi dan mendapatkan izin berdasarkan keputusan tersebut. Dalam hal ini akupunkturis berhak diikut sertakan dalam sarana pelayanan kesehatan, tercantum dalam Pasal 9 ayat (2). (3), dan (4) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: (2) Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (STPT) berdasarkan keputusan ini. (3) Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melakukan praktik perorangan dan/atau kelompok. (4) Akupunkturis yang telah memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana pelayanan kesehatan. Selain hak, tedapat beberapa kewajiban akupunkturis yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional, pengobatan harus dilakukan dengan tidak membahayakan jiwa dan metode tersebut aman dan bermanfaat terhadap kesehatan dan tidak melanggar norma yang ada, hal tersebut diperjelas dengan Pasal 13 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pengobat tradisional hanya dapat dilakukan apabila: (a) Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diakui di Indonesia. (b)aman dan bermanfaat bagi kesehatan. (c) Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. (d)tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat Dalam melaksanakan praktik pengobatannya pun akupunkturis wajib mengantongi Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) dan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT), berdasarkan

26 42 dalam Pasal 14 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pengobat tradisional yang melakukan pekerjaan/praktik sebagai pengobat tradisional harus memiliki STPT dan SIPT. Dalam menjalankan praktinya pun akupunkturis harus untuk memberikan informasi yang jelas tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan dan tidak menjebak pasien dengan informasi yang menyesatkan sesuai dengan Pasal 15 dan 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yang berbunyi: Pasal 15 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional : (1) Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan pengobatan yang dilakukan. (3) Semua tindakan pengobatan tradisional yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan pasien dan/atau keluarganya. (4) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan pengobatan tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Pasal 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional : (1) Pengobat tradisional dilarang memperomosikan diri secara berlebihan dan memberikan informasi yang menyesatkan. (2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi: a. penggunaan gelar-gelar tanpa melalui jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan semua penyakit; c. menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak dimiliknya. (3) Pengobat tradisional hanya dapat menginformasikan

27 43 kepada masyarakat berkaitan dengan tempat usaha, jam praktik, keahlian, dan gelar yang sesuai dengan STPT atau SIPT yang dimilikinya. Dan yang paling penting yaitu bahwa akupunkturis dalam melakukan pengobatan harus menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan, seperti yang tercantum dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional : (1) Pengobat Tradisional hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya.(2) Pengobat tradisional dilarang menggunakan peralatan kedokteran dan penunjang diagnostik kedokteran. 3. Hak dan Kewajiban Akupunkturis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional a. Hak Akupunkturis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, tertulis bahwa : (1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. (2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. (3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Hal ini berarti bahwa ketika akupunkturis sudah menyelesaikan pendidikan di bidang akupunktur, ia berhak untuk ikut berpartisipasi dalam hal pelayanan kesehatan. Dalam hal partisipasi yang dilakukan tentu akupunkturis harus mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan. Dalam peraturan ini sebelum akupunkturis resmi menyelenggarakan pelayanan kesehatan, ia harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pemerintah karena hal tersebut bersifat wajib. Hal ini dilakukan agar pelayanan kesehatan yang dilakukan legal dan diakui oleh pemerintah.

28 44 Kemudian, untuk hak selanjutnya Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan mengatur tentang hak untuk memperoleh imbalan, yaitu: Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa: (1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) penggunaan alat teknologi yang dimaksud pada ayat 1 harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Ini berarti pengobat tradisional dalam hal akupunkturis, memiliki hak untuk menggunakan alat atau teknologi lainnya untuk menunjang metode penyembuhan yang akan di lakukan. Dalam penggunaan alat tersebut tentunya harus ada izin dari Kolegium Akupunktur Indonesia setelah akupunkturis menyelesaikan pelatihan yang ditempuh terlebih dahulu agar dalam menggunakan peralatan dan teknologi yang dipakai sesuai dengan standar pelayanan kesehatan di bidang akupunktur. Dalam pasal 61 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa: (1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfat dan keamanannya. (2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat.

29 45 Dalam hal ini, masyarakat yang diberi kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah seorang tenaga kesehatan dalam hal ini akupunkturis. Akupunkturis diberikan hak untuk mengembangkan metode yang dilakukannya akan tetapi harus mempertanggungjawabkan manfaat dan keamanan dari metode yang dikembangkan yang tentunya sudah diatur dan mendapat pengawasan dari pemerintah untuk melindungi kepentingan, keamanan dan perlindungan terhadap masyarakat. b. Hak akupunkturis menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Dalam bab IV tentang Perizinan, pasal 9 ayat (2), (3) dan (4), Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional tercantum bahwa: (2) Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi atau organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) berdasarkan keputusan ini, (3) Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat melakukan praktik perorangan dan/atau kelompok. (4) akupunkturis yang telat memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana pelayanan kesehatan. Sangat jelas sekali bahwa akupunkturis diberikan hak untuk mendapatkan izin untuk melakukan pengobatan alternatif yang akan dilakukan setelah menempuh pendidikan yang dipilih baik membuka praktik pengobatan sendiri maupunk berkelompok. Dalam hal ini akupunktur telah menjadi salah satu tenaga kesehatan dalam sarana pelayanan kesehatan yang telah tersedia. Dalam hal ini akupunkturis telah mendapatkankan salah satu haknya yaitu hak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi medis. Selain itu akupunkturis berhak untuk melakukan pengobatan tradisional sebagai upaya dalam meningkatkan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit dan sebagainya, karena pengobatan tradisional sudah diakui sebagai salah satu upaya pengobatan diluar ilmu kedokteran. Hal

SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN. Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes

SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN. Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes Landasan Hukum : Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 Pemetaan Tenaga Kesehatan Mutu Tenaga Kesehatan Untuk Memenuhi: 1.Hak dan Kebutuhan Kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN... TENTANG MUTU PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 8 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 33 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 33 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI Menimbang

Lebih terperinci

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan Aspek Etik dan Hukum Kesehatan Latar Belakang berlakunya etik sebagai norma dalam kehidupan manusia : - Kata etik atau etika, berasal dari dua kata yunani yang hampir sama bunyinya namun berbeda artinya.

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh Konsitusi melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, 2014 KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN Hsl pmbhsn tgl 13 Agustus 10 BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk implementasi pengaturan

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.316, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. JFT dan JFU. RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG SUSUNAN DAN TATA KERJA JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1877, 2014 KEMENKES. Jabatan Fungsional. Pembinaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.315, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. ORTA RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KELAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENT ANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENT ANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA I SALINAN I PRESIDEN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENT ANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: a..bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional untuk memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam Undang-Undang No. 36 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan fisik semata melainkan bersifat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA, IZIN INDUSTRI RUMAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 20 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 20 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 20 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

SKPD Penanggungjawab : DINAS KESEHATAN DAERAH. PERSYARATAN sebagai lampiran :

SKPD Penanggungjawab : DINAS KESEHATAN DAERAH. PERSYARATAN sebagai lampiran : Jenis Perijinan : IJIN PELAYANAN KESEHATAN a. BP/RB/BKIA b. Pendirian / Penutupan Apotik c. Pedagang Eceran Obat d. Laboratoriun klinik e. Praktek Berkelompok Dokter Umum / Gigi / Spesialis f. Praktek

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.719, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Terapis Wicara. Penyelenggaraan. Praktik. Pekerjaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

Pokok bahasan. Kesehatan

Pokok bahasan. Kesehatan REKAM MEDIS Pokok bahasan 1. Pengertian Rekam Medis 2. Manfaat Rekam Medis 3. Isi Rekam Medis 4. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis 5. Rekam Medis Kaitannya Dengan Manajemen Informasi 5. Rekam Medis

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik BUPATI PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.656, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Okupasi Terapis. Pekerjaan. Praktik. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERIZINAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013 ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013 Peminatan : DKI Jakarta FORMASI NO SATUAN KERJA GOL NAMA JABATAN PENDIDIKAN RUANG JML GAJI 1 2 3 4 5 6 1.

Lebih terperinci

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

WALIKOTA LHOKSEUMAWE WALIKOTA LHOKSEUMAWE QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA BIDANG KESEHATAN BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LHOKSEUMAWE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALIN AN PRESIDEN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Formulir RL 2 DATA KETENAGAAN

Formulir RL 2 DATA KETENAGAAN Formulir RL 2 DATA KETENAGAAN Kode RS : 3404022 Pria Pria Pria TENAGA MEDIS 8 26 2 10-6 -16 Dokter Umum 3 15-3 -15 Dokter PSDS 1-1 Dokter Spesialis Bedah Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1 1 Dokter Spesialis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER MERIAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TABEL KELOMPOK MAP. S.1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan

TABEL KELOMPOK MAP. S.1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan I D.IV/S.1/S.2 JABATAN KESEHATAN (HIJAU) Pertama Dokter Gigi Pertama Dokter Gigi Pertama Entomolog Kesehatan Pertama Entomolog Kesehatan Pertama Fisikawan Medis Pertama Fisikawan Medis Pertama Fisioterapis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 PENGAWASAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PEMBINAAN DAN PELAKSANAAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL RUMPUN KESEHATAN DI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN RAHASIA KEDOKTERAN Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN Dokter harus sadar bahwa masyarakat kita sekarang ini sudah kritis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL NONKESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran tenaga kefarmasian telah mengalami perubahan yang cukup besar sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap norma praktik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan baik. Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 04 Tahun 2005 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN KESEHATAN

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN KESEHATAN 1 BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER MANDIRI Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik. Pekerjaan. Tenaga Gizi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1484,2014 KEMENHAN. Rumah Sakit. Dr. Sutoyo. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan. No.430, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERLAKUAN JABATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hubungan antara ketiganya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar

I. PENDAHULUAN. hubungan antara ketiganya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dokter, pasien, dan rumah sakit adalah tiga subyek hukum yang terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. Ketiganya membentuk baik hubungan medik maupun hubungan hukum.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Teknis Gigi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN TEKNISI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR a. Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, bahwa rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM

PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM Lily Widjaja SKM, MM Lilywi 1 PERATURAN Peraturan yang terkait dg.r M/ RK Isi dari struktur RM Pentingnya Keamanan Informasi Mengidentifikasi Peran dan Tanggung jawab dari

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.339, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. Teknisi Elektromedis. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN JABATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI KARANGANYAR, : a. Bahwa kesehatan merupakan hak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.341, 2016 KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. Radiografer. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014 BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SURAT TERDAFTAR PENGOBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DAN SERTIFIKASI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 3 TAHUN 2011 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Draft Tanggal 21 Maret 2011

Draft Tanggal 21 Maret 2011 NO BATANG TUBUH PENJELASAN Masukan OP 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR RANCANGAN P E N J E L A S A N ATAS TENTANG TENAGA KESEHATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN...

Lebih terperinci