DAMPAK PENDIRIAN MINIMARKET

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PENDIRIAN MINIMARKET"

Transkripsi

1 DAMPAK PENDIRIAN MINIMARKET TERHADAP PERUBAHAN OMZET PEDAGANG ECERAN TRADISIONAL DAN TINGKAT PENGELUARAN MASYARAKAT (Kasus : Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor) OLEH MEGA KUSYUNIARTI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN Mega Kusyuniarti. Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran Masyarakat (Kasus: Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor) (dibimbing oleh M. FIRDAUS). Pendirian kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kecamatan Dramaga menjadi daya tarik bagi pemodal besar untuk menanamkan investasinya pada usaha waralaba sektor ritel dalam bentuk usaha ritel modern, yaitu minimarket. Kehadiran pendatang dalam jumlah besar yaitu mahasiswa IPB, menghadirkan peluang bagi para pengusaha untuk menawarkan barang dan jasanya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswa tersebut. Keberadaan pedagang eceran tradisional semakin terpuruk dengan menjamurnya ritel modern, khususnya minimarket. Lokasi minimarket dengan jarak yang sangat berdekatan di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor tentu akan memunculkan persaingan di wilayah tersebut. Kelengkapan barang, harga yang murah, potongan harga yang menarik penataan produk yang baik, dan tempat yang nyaman menjadi daya tarik yang ditawarkan minimarket kepada konsumen. Implikasinya, tingkat pengeluaran konsumen yang mengunjungi minimarket cenderung bertambah. Harapan pemilik pedagang eceran tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pendapatan yang diperoleh semakin tersendat akibat hadirnya minimarket. Penelitian ini menganalisis perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket dengan menggunakan uji-t berpasangan. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan metode regresi logit yang didukung dengan uji crosstab. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata penurunan omzet pedagang adalah sebesar 30,57 persen/bulan dengan standar deviasi 22,15. Berdasarkan uji-t berpasangan, omzet pedagang eceran tradisional antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Rata-rata peningkatan pengeluaran masyarakat adalah sebesar 28,32 persen/bulan dengan standar deviasi 49,82. Berdasarkan uji-t berpasangan, tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet pedagang eceran akibat berdirinya minimarket adalah jarak antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket dan tingkat pendidikan. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket adalah usia dan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket.

3 DAMPAK PENDIRIAN MINIMARKET TERHADAP PERUBAHAN OMZET PEDAGANG ECERAN TRADISIONAL DAN TINGKAT PENGELUARAN MASYARAKAT (Kasus : Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor) OLEH MEGA KUSYUNIARTI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Mega Kusyuniarti Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran Masyarakat (Kasus : Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, M. Firdaus, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen, Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP Tanggal Kelulusan :

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2012 Mega Kusyuniarti H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Mega Kusyuniarti lahir pada tanggal 9 Juni 1990 di Bandung. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Kusyadi dan Sri Sunarti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Gunung Batu 1 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB (BEM FEM IPB) serta Leadership and Enterpreneurship School (LES) IPB. Penulis menjadi Sekretaris Departemen Politik Kabinet Orange Beraksi BEM FEM IPB periode dan menjadi Manager Humas LES IPB periode Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan baik tingkat fakultas maupun kampus.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran Masyarakat (Kasus: Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor). Pendirian minimarket dengan jarak yang berdekatan tentu akan memunculkan persaingan di wilayah tersebut, tingkat pengeluaran konsumen pun dapat mengalami perubahan akibat strategi pemasaran yang digunakan oleh minimarket. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada Bapak M. Firdaus, Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tunjukkan kepada Dr. Wiwiek Rindayati yang telah menguji hasil karya ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tanti Novianti, M.Si atas perbaikan dan tata cara penulisan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Kusyadi dan Ibu Sri Sunarti, serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luar, baik dalam ruang lingkup Institut Pertanian Bogor ataupun dalam skala global. Bogor, Juli 2012 Mega Kusyuniarti H

8 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep Perdagangan Teori Tentang Pasar Omzet Jarak Analisis Crosstab Chi Square Model Logit Tinjauan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengambilan Sampel Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Pendapatan Pedagang Eceran Tradisional Definisi Operasional Variabel Pengujian Asumsi Klasik... 24

9 ii 3.7 Pengujian Statistik Analisis Regresi Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Tingkat Pengeluaran Masyarakat Definisi Operasional Variabel Rasio Odd VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Gambaran Umum Kecamatan Dramaga Kondisi Usaha Ritel di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Karakteristik Responden Pedagang Eceran Tradisional di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Tahun Analisis Analisis Uji-t Berpasangan Analisis Crosstab Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Minimarket Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket dengan Menggunakan Model Regresi Linear Berganda Karakteristik Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Akibat Pendirian Minimarket di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Analisis Analisis Uji-t Berpasangan Analisis Crosstab Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Berdirinya Minimarket Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Berdirinya Minimarket dengan Menggunakan Model Logit V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 52

10 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) di Indonesia Tahun Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Industri Usaha di Indonesia Tahun Tabel 3. Jumlah Pasar Modern (Unit) di Kabupaten Bogor Tahun Tabel 4. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Tabel 5. Jumlah Minimarket (Unit) di Kabupaten Bogor Tahun Tabel 6. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Omzet Responden Tabel 7. Strategi Pedagang Eceran Tradisional Tabel 8. Hubungan Antara Jam Kerja dengan Omzet Responden Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Omzet Responden Tabel 10. Hubungan Antara Jarak dengan Omzet Responden Tabel 11. Hasil Analisis Crosstab (Uji Chi-Square) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Minimarket Tabel 12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Tabel 13. Hubungan Antara Usia dengan Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Tabel 14. Hubungan Antara Jarak Tempat Tinggal Responden dengan Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Tabel 15. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas terhadap Perubahan Tingkat Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Tabel 16. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Pendirian Minimarket... 48

11 iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Usaha Responden dengan Minimarket Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Tempat Tinggal Responden dengan Minimarket Terdekat... 45

12 v DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Output Uji Beda Rata-rata Omzet Pedagang Eceran Tradisional Sebelum dan Sesudah Pendirian Minimarket Lampiran 2. Hasil Output Uji Beda Rata-rata Tingkat Pengeluaran Responden Sebelum dan Sesudah Pendirian Minimarket Lampiran 3. Output Analisis Regresi Linear Berganda Lampiran 4. Output Uji Normalitas Lampiran 5. Output Uji Heteroskedastisitas Lampiran 6. Output Analisis Regresi Logistik Lampiran 7. Data Primer Responden Pedagang Eceran Tradisional Lampiran 8. Data Primer Responden Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat... 63

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional (Hartati, 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor perdagangan memiliki kontribusi terbesar kedua setelah industri pengolahan terhadap Pendapatan Domesik Bruto (PDB). Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) di Indonesia Tahun Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan , , , ,8 Pertambangan dan Penggalian , , , ,2 Industri Pengolahan , , , ,9 Listrik, Gas dan Air Bersih , , , ,5 Konstruksi , , , ,4 Perdagangan Besar dan Eceran , , , ,9 Hotel & restoran , , , ,8 Pengangkutan dan Komunikasi , , , ,2 Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan , , , ,7 Jasa-jasa , , , ,6 Produk Domestik Bruto , , , ,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah) Keterangan: *Angka sementara **Angka sangat sementara Sektor perdagangan terdiri dari perdagangan besar dan eceran. Dilihat dari sisi pengeluaran, PDB yang ditopang oleh pola pengeluaran memiliki hubungan erat dengan industri ritel (perdagangan eceran). Hal ini menjadi daya dorong pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca krisis Selain itu, sektor perdagangan berperan penting terhadap penyerapan tenaga kerja. Tabel 2 menunjukkan bahwa sektor perdagangan, rumah makan, dan hotel menduduki posisi kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja setelah

14 2 industri pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan, rumah makan, dan hotel. Karakteristik industri ritel (perdagangan eceran) yang tidak memerlukan keahlian khusus serta pendidikan tinggi untuk menekuninya, membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke dunia ritel, terutama dalam kategori usaha kecil menengah (UKM). Realitanya, pedagang-pedagang kecil ini mendominasi jumlah tenaga kerja dalam industri ritel Indonesia. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Industri Usaha (Jiwa) di Indonesia Tahun Lapangan Pekerjaan Utama Februari Agustus Februari Agustus Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bangunan Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan Total Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah) Munculnya industri ritel tidak dapat dihindari karena pertumbuhan penduduk yang pesat setiap tahunnya tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja. Masyarakat yang sebelumnya bekerja di industri pertanian kemudian berubah dan beralih ke industri ritel yang lebih menjanjikan. Mayoritas pedagang ritel berasal dari kalangan menengah ke bawah. Perkembangan industri ritel seharusnya senantiasa memperhatikan kepentingan pedagang kecil agar tidak menimbulkan permasalahan sosial yang besar

15 3 Pelaku usaha ritel Indonesia dapat dibedakan menjadi pedagang eceran tradisional (ritel tradisional) dan pedagang eceran modern (ritel modern). Pedagang eceran tradisional rata-rata memiliki kemampuan kapital menengah ke bawah, sedangkan ritel modern atau pasar modern terdiri dari pedagang-pedagang dengan kapital yang besar. Industri ritel dalam beberapa tahun terakhir berkembang dengan sangat pesat. Beberapa pelaku usaha ritel modern dengan kemampuan kapital yang luar biasa tumbuh pesat dalam jangka waktu yang singkat. Mereka mewujudkannya dalam bentuk minimarket, supermarket bahkan hypermarket yang kini bertebaran di setiap kota besar Indonesia. Perusahaan ritel modern kini bermunculan dengan menawarkan tidak hanya ketersediaan barang, tetapi juga menyangkut berbagai hal yang lebih terkait dengan aspek psikologis konsumen. Tingkat pendapatan masyarakat yang terus berkembang telah menyebabkan terjadinya segmen-segmen konsumen yang menginginkan adanya perubahan dalam model pengelolaan industri ritel. Misalnya menyangkut aspek kebersihan, kenyamanan, keamanan, bahkan juga menyangkut image yang dicoba ditanamkan di mata konsumen, seperti tempat barang murah dengan kualitas bagus, bergengsi dan sebagainya. Dewasa ini, pedagang eceran tradisional semakin terpuruk dengan menjamurnya ritel modern, khususnya minimarket. Penyebaran minimarket hampir merata di seluruh provinsi di Indonesia. Legalisasi pendirian minimarket pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk pada sistem jaringan jalan lingkungan 2 pada kawasan perumahan oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 membuat minimarket kian menjamur di berbagai tempat. Tidak mengherankan bila terdapat banyak minimarket di Kabupaten Bogor yang padat penduduk, dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa 3. Hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Bogor, muncul minimarket-minimarket baru yang berkembang semakin pesat. Pasar modern di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan selama periode 2000 hingga Berdasarkan data tahun 2011 yang diperoleh dari Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten 2 Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah (Perpres RI No.112 Tahun 2007). 3 Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2010.

16 4 Bogor, terdapat 9 unit pasar modern yang terdiri dari hypermarket, supermarket, dan department store, yang berada di wilayah Kabupaten Bogor. Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis pasar modern lain yang tumbuh dengan pesat selama tahun adalah minimarket. Hingga saat ini, jumlah minimarket telah mencapai 392 unit yang menyebar di hampir setiap wilayah Kabupaten Bogor terutama di kawasan-kawasan pemukiman penduduk. Tabel 3. Jumlah Pasar Modern (Unit) di Kabupaten Bogor Tahun Jumlah Tahun Departement Jumlah Hypermarket Supermarket Minimarket Store Pedagang Sumber: Diskoperindag Kabupaten Bogor, 2012 Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah pemukiman berdampak positif bagi konsumen karena harga yang ditawarkan lebih murah dan berperan dalam penyerapan tenaga kerja, namun berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional yang telah berdiri di wilayah tersebut. Banyak pedagang eceran tradisional yang kehilangan pelanggan dan berimplikasi pada pengurangan omzet penjualan. Keterpurukan pedagang eceran tradisional di wilayah sekitar juga disebabkan oleh faktor lain, yaitu perubahan gaya hidup (life style). Perubahan life style yang dimaksud adalah kondisi masyarakat saat ini yang menghendaki berbagai kemudahan dan kenyamanan yang tidak tersedia di ritel tradisional.

17 5 Penduduk Kecamatan Dramaga yang terdiri dari jiwa dengan luas wilayah 2.632,13 hektar menjadi lokasi yang strategis bagi minimarket. Sebagian penduduk Dramaga merupakan pendatang karena berlokasi di dekat kampus IPB Dramaga. Kedatangan para pendatang yang sebagian besar adalah mahasiswa dengan gaya hidup yang lebih modern memicu para pengusaha besar untuk berlomba-lomba mendirikan minimarket di sekitar kampus IPB Dramaga. Mahasiswa umumnya ingin memenuhi kebutuhannya secara praktis, mereka lebih memilih berbelanja di tempat yang bersih dan nyaman. Akibatnya, minimarket semakin menjamur di Kecamatan Dramaga. Keberadaaan minimarket tersebut menyebabkan keterpurukan pedagang eceran tradisional di Kecamatan Dramaga. Lokasi minimarket dengan jarak yang sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan di wilayah tersebut. Dari segi harga, minimarket sering mengadakan promosi dengan potongan harga yang menarik, sehingga para konsumen beralih ke minimarket tersebut. Selain itu, kualitas pelayanan minimarket yang lebih baik dari pedagang eceran tradisional tentu saja membuat harapan pemilik pedagang eceran tradisional untuk memenuhi kebutuhan seharihari dari keuntungan yang diperoleh semakin tersendat (Wijayanti, 2011). Kelengkapan barang, harga yang murah, potongan harga yang menarik penataan produk yang baik, dan tempat yang nyaman menjadi daya tarik yang ditawarkan minimarket kepada konsumen. Implikasinya, tingkat pengeluaran konsumen yang mengunjungi minimarket cenderung bertambah. Peningkatan pengeluaran dipicu oleh kelengkapan barang dan penataan barang di minimarket. Strategi pemasara minimarket yang baik, misalnya denga meletakkan makanan ringan yang diletakkan di meja kasir minimarket akan membuat pengunjung tertarik untuk membelinya, padahal pengeluaran tersebut tidak direncanakan sebelumnya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran Masyarakat (Kasus : Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor).

18 6 1.2 Perumusan Masalah Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah pemukiman dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Kekuatan modal antara minimarket dengan pengusaha pedagang eceran tradisional tentu tidak sebanding. Minimarket dengan sistem waralaba dapat memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional. Pedagang eceran tradisional sudah kalah bersaing dalam segi harga, ditambah lagi suasana minimarket yang nyaman dan bersih membuat pedagang eceran tradisional semakin kalah bersaing. Pendirian kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kecamatan Dramaga menjadi daya tarik bagi pemodal besar untuk menanamkan investasinya pada usaha waralaba sektor ritel dalam bentuk usaha ritel modern, yaitu minimarket. Kehadiran pendatang dalam jumlah besar yaitu mahasiswa IPB, menghadirkan peluang bagi para pengusaha untuk menawarkan barang dan jasanya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswa tersebut. Mahasiswa dengan tingkat mobilisasi yang tinggi dan gaya hidup yang lebih modern memerlukan kemudahan dan fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya. Kelengkapan barang, harga yang murah, tempat yang nyaman, dan penataan produk yang baik menjadi daya tarik yang ditawarkan minimarket kepada konsumen. Makanan ringan seperti coklat, permen karet, biskuit, yang diletakkan di meja kasir dan potongan harga yang menarik di minimarket membuat pengunjung tertarik untuk membeli produk-produk tersebut, padahal pengeluaran tersebut tidak mendesak dan tidak direncanakan sebelumnya. Implikasinya, tingkat pengeluaran konsumen yang mengunjungi minimarket cenderung bertambah. Selain diduga berdampak pada pedagang eceran tradisional, pendirian minimarket juga diduga berdampak terhadap tingkat pengeluaran masyarakat. Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk meneliti dampak minimarket yang muncul di Kabupaten Bogor khususnya

19 7 Kecamatan Dramaga sebagai kasus yang mengakibatkan berkurangnya omzet usaha yang diperoleh pedagang eceran tradisional dan meningkatnya pengeluaran masyarakat. Secara ringkas, permasalahan yang akan dibahas adalah berapa besar perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai pembuat kebijakan agar dapat membuat atau menetapkan kebijakan yang lebih tepat dan berimbang untuk sektor ritel di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Bogor pada khususnya serta sebagai salah satu bahan rujukan bagi penelitian lainnya mengenai sektor ritel pada umumnya serta pedagang eceran tradisional dan minimarket pada khususnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sektor ritel yang dibahas dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi ritel modern (pasar modern) dan ritel tradisional (pedagang eceran tradisional). Ritel modern yang diteliti adalah minimarket. Sedangkan pedagang eceran tradisional merupakan pedagang kecil yang berada di sekitar minimarket dengan modal yang lebih kecil dibandingkan minimarket dan tidak menggunakan sistem pelayanan mandiri seperti minimarket.

20 8 Tingkat pengeluaran yang dibahas adalah tingkat pengeluaran produk makanan dan produk rumah tangga seperti produk sabun, deterjen, pasta gigi, shampo dan sebagainya selain makanan pokok per bulan. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu maupun rumah tangga yang berada di sekitar minimarket di Kecamatan Dramaga. Individu yang dijadikan responden merupakan mahasiswa IPB. Kasus pada penelitian ini adalah Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

21 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Perdagangan Badan Pusat Statistik (2006) mendefinisikan perdagangan sebagai kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun bekas, yang meliputi penjualan mobil, sepeda motor, serta penjualan eceran bahan bakar kendaraan, perdagangan besar dalam negeri, perdagangan eceran, perdagangan ekspor, dan perdagangan impor. 1) Penjualan mobil, sepeda motor, serta penjualan eceran bahan bakar kendaraan adalah kegiatan penjualan (tanpa perubahan teknis) mobil dan sepeda motor, baik baru maupun bekas yang dilakukan dalam partai besar dan eceran, dan juga penjualan suku cadang dan aksesorisnya, serta penjualan eceran bahan bakar kendaraan. 2) Perdagangan besar dalam negeri adalah kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun bekas yang pada umumnya dalam partai besar kepada pedagang eceran, perusahaan industri, kantor, rumah sakit, rumah makan, akomodasi, atau kepada pedagang besar lainnya, atau kegiatan sebagai agen atau perantara dalam pembelian atau penjualan barang dagangan dari atau kepada orang atau perusahaan sejenis di dalam negeri. 3) Perdagangan eceran adalah kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun bekas yang pada umumnya dalam partai kecil oleh toko, toko serba ada (toserba), kios, tempat penjualan melalui pesanan, penjaja atau penjualan keliling, perusahaan konsumen, tempat pelelangan, dan sebagainya kepada masyarakat umum untuk penggunaan atau konsumsi perorangan atau rumah tangga. 4) Perdagangan ekspor adalah kegiatan penjualan barang baru maupun barang bekas, atau jasa dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) Perdagangan impor adalah kegiatan penjualan barang baru maupun bekas, atau jasa dari luar ke dalam wilayah kepabean Indonesia dengan memenuhi ketetuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

22 10 Kotler (2008) mendefinisikan pengeceran (retailling) sebagai kegiatan yang mencakup penjualan produk atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, non bisnis konsumen. Salah satu contoh perdagangan eceran adalah pedagang eceran tradisional atau pedagang eceran di daerah pemukiman yang biasa disebut warung. Sedangkan perdagangan besar (wholesaling) meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan jasa kepada pihak yang membeli untuk dijual kembali atau pemakaian bisnis (Kotler, 2008). Jenis perdagangan yang termasuk dalam pedagang besar adalah distributor utama, perkulakan (grosir), sub distributor, pemasok besar, agen tunggal pemegang merek, eksportir dan importir Teori Tentang Pasar Pasar didefinisikan sebagai satu kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Terdapat dua jenis pasar, yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar (Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M- DAG/PER/12/2008). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007, toko modern atau pasar modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Barang yang dijual di pasar modern memiliki variasi jenis yang beragam. Selain menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual di pasar modern memiliki kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian secara ketat. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang

23 11 terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007, macam-macam pasar modern diantaranya: a. Minimarket, yaitu gerai yang menjual produk-produk eceran seperti ritel kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang minimarket kurang dari 400 m 2. b. Supermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya dengan luas antara 400 m 2 sampai dengan m 2. c. Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya dengan luas di atas m 2. d. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen dengan luas di atas 400 m 2. e. Perkulakan atau gudang rabat menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian bisnis dengan luas di atas m 2. Pasar tradisional adalah pasar yang dikelola dengan manajemen yang lebih tradisional dan sederhana dibandingkan pasar modern, umumnya pasar tradisional terdapat di pinggiran perkotaan/jalan atau lingkungan perumahan. Pasar tradisional diantaranya yaitu ritel rumah tangga, ritel kios, pedagang kaki lima dan sebagainya. Barang yang dijual hampir sama seperti barang-barang yang dijual di pasar modern dengan variasi jenis yang beragam. Perbedaannya, pasar tradisional cenderung menjual barang-barang lokal dan jarang ditemui barang impor. Umumnya pasar tradisional mempunyai persediaan barang yang jumlahnya sedikit sesuai dengan modal yang dimiliki pedagang atau permintaan dari konsumen. Dari segi harga, pasar tradisional tidak memiliki label harga yang pasti karena harga disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang diinginkan oleh setiap pemilik usaha. Harga pasar yang selalu berubah-ubah membuat pedagang di pasar tradisional enggan membuat label harga pada barang dagangannya (Wijayanti, 2011).

24 Omzet Kata omzet berarti jumlah penghasilan yang diperoleh dari hasil menjual barang (dagangan) tertentu selama suatu masa jual. Omzet pedagang eceran tradisional terkadang tidak sama setiap bulannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini omzet yang dimaksud adalah rata-rata omzet bulanan yang diperoleh dari pedagang eceran tradisional dari hasil menjual barang tentunya bertujuan untuk mencari keuntungan. 2.4 Jarak Apabila antara satu pedagang dengan pedagang lainnya terdapat jarak dimana untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan biaya, maka salah satu pedagang dapat menaikkan sedikit harga tanpa kehilangan seluruh pembelinya. Pelanggan yang terjauh darinya akan beralih ke pedagang lain yang tidak menaikkan harga tetapi pelanggan yang dekat dengannya tidak akan beralih jika waktu dan biaya untuk menempuh jarak tersebut masih lebih besar daripada perbedaan harga jual diantara pedagang. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) menganalisis bahwa jarak antara warung tradisional dengan minimarket berpengaruh terhadap penurunan omzet warung tradisional di Kecamatan Padurungan Kota Semarang. Semakin dekat jarak antara keduanya, maka penurunan omzet warung tradisional semakin besar. Kedekatan lokasi antara keduanya dapat berpengaruh negatif terhadap perubahan keuntungan usaha warung tradisional. Harga di minimarket sebagian besar lebih murah dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, pelanggan yang dekat akan beralih jika waktu dan biaya untuk menempuh jarak tersebut lebih kecil daripada perbedaan harga jual diantara pedagang. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan usaha yang diukur dengan meter pada jarak antara keduanya. 2.5 Analisis Crosstab Chi Square Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal - ordinal). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstab data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan

25 13 kolom. Sedangkan analisis Crosstab Chi Square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal. Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal. Uji ketergantungan crosstab pada statistik ditentukan melalui Chi-Square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan Chi-Square test menggunakan hipotesis yaitu: H 0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam H 1 : Ada hubungan antara baris dan kolam Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada Chi- Square test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari 0,05 maka H 0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari 0,05 maka H 0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007). 2.6 Model Logit Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah terikat dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah bebas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah terikat. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut: P i = F(Z i ) = F(α + βx i ) = 1 1+e z = 1 1+e (α+βx)... (2.1)

26 14 e z = 1 P i P i... (2.2) e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718). Peubah P i /(1-P i ) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2.2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka: z i = ln 1 P i P i ln 1 P i P i = z i = α + βx i... (2.3) Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah dapat mentransformasikan masalah prediksi peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda, 2009). 2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil survei AC Nielsen pada tahun 2010 di seluruh kawasan Asia Pasifik, jumlah pasar modern meningkat dari 35 persen pada tahun 2000 menjadi 53 persen pada tahun Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan pasar modern paling cepat di Asia Tenggara sebesar 1,6 persen per tahun selama 10 tahun terakhir. Saluran distribusi yang paling cepat di Indonesia adalah minimarket yang dipimpin oleh Indomaret dan Alfamart. Selama satu dekade, peningkatan jumlah minimarket dari hanya sekitar 2000 menjadi lebih dari Saat ini sulit berdiri di sudut kota tanpa tidak melihat setidaknya 2 minimarket, yaitu alfamart dan indomaret. Pangsa pasar minimarket tersebut telah meningkat hingga 17 persen. India dan Indonesia adalah satu-satunya pasar di mana lebih dari 60 persen pembeli utamanya adalah ibu rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Rasidin (2011) menganalisis tentang kehadiran pasar modern yang berpengaruh negatif terhadap UKM sektor perdagangan dengan rata-rata penurunan omzetnya sebesar 25 persen pada usaha mikro, 22,48 persen pada usaha kecil dan 21,60 persen pada usaha menengah. Harga dan mutu produk UKM Kabupaten Subang belum mampu bersaing secara

27 15 seimbang dengan harga dan mutu produk yang dijual di pasar modern pada industri pengolahan. Hal ini berimbas terhadap penurunan omzet UKM sektor industri pengolahan berkisar 36,43 persen hingga 40 persen. Rata-rata tingkat penyerapan tenaga kerja pasar modern di Kabupaten Subang adalah sebesar 7 orang tenaga kerja per-unit usaha pasar modern. Pasar modern dapat dikatakan tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja karena tingkat penyerapannya lebih kecil dibandingkan dengan UKM sektor industri pengolahan yang bisa mencapai 53 orang per unit usaha. Bisnis ritel selain mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran juga mempunyai fungsi-fungsi dalam hal informasi, promosi, negosiasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan resiko, pembayaran dan hak milik. Peran bisnis ritel dalam saluran pemasaran bagi produsen mencakup pada produk, pendanaan, iklan dan promosi, konsumen, dan pesaing. Iklan dan promosi yang dilakukan bisnis ritel meningkatkan kemampuan pasar. Produsen juga mendapatkan informasi mengenai konsumen dan pesaing dari peritel, sehingga bisa mengevaluasi produk sendiri dan kekuatan pesaing (Utomo, 2009). Suryadharma, Poesoro, dan Budiyati (2007) melakukan kajian terhadap masalah kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif yang dilakukan di Depok dan Bandung sebagai proksi dari kota besar di Indonesia. Hasil analisis menjelaskan bahwa supermarket berdampak terhadap kinerja usaha pedagang di pasar tradisional. Para pedagang di pasar tradisional mengeluhkan keberadaan pasar modern, khususnya hypermarket di sekitar mereka yang mempengaruhi kuntungan mereka. Hasil analisis kuantitatif memperlihatkan adanya dampak yang berbeda dari keberadaan supermarket terhadap beberapa aspek dari kinerja usaha perdagangan di pasar tradisional yang diukur melalui variabel omzet, keuntungan, dan jumlah pegawai. Kehadiran ritel modern, di satu sisi dapat membantu masyarakat mendapatkan barang kebutuhan dengan mudah dan harga terjangkau serta penyerapan tenaga kerja, namun di sisi lain, dapat mematikan usaha-usaha kecil tradisional yang kegiatannya tidak lebih dari sekedar untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan analisis kualitatif, ritel modern memberi dampak

28 16 negatif pada ritel tradisional. Pasar tradisional yang berada dekat dengan ritel modern (ritel modern yang mengambil lokasi dekat dengan pasar tradisional) terkena dampak yang lebih buruk dibanding yang berada jauh dari peritel modern. Kecenderungan untuk mendapatkan kontribusi sebagai penerimaan pendapatan daerah, seringkali menjadi pertimbangan untuk mengeluarkan izin-izin bagi pasar modern, baik peritel lokal maupun asing, sehingga mengurangi peran dalam melakukan pengawasan dan pembinaan bagi pasar-pasar tradisional. Tidak adanya hambatan masuk pada bisnis ritel ini, membuat para peritel asing merajalela memasuki pasar Indonesia (Martadisastra, 2010). Penelitian yang telah dilakukan Agustina (2009) menganalisis tentang pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada periode tahun , pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Jumlah pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun mengalami pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut. Namun pada periode tahun pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang negatif. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Nuvitasari (2009) melakukan kajian mengenai pengeluaran rumah tangga di Propinsi Kepulauan Riau, khususnya kota Batam dan Kabupaten Karimun. Hasil kajian empiris menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga sebagai salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga secara signifikan dipengaruhi oleh umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan upah kepala rumah tangga. Perubahan pola konsumsi rumah tangga di Kabupaten Tuban dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan jumlah anggota rumah tangga, perubahan harga relatif komoditi pangan bersangkutan dan komoditi pangan lain sebagai substitusi atau komplementer, perubahan pendapatan, preferensi serta beberapa

29 17 faktor lain. Pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, dan jenis pekerjaan kepala keluarga berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi beras maupun non beras di Kabupaten Tuban (Taufiq, 2007). 2.8 Kerangka Pemikiran Kehidupan masyarakat akan senantiasa mengalami perubahan dan akan selalu menuju ke tahap yang lebih maju dan lebih modern. Sejalan dengan kehidupan yang semakin maju dan modern, maka akan muncul kebutuhankebutuhan yang lebih kompleks dan lebih banyak jumlahnya sehingga diperlukan pula fasilitas pendukung yang lebih baik, lebih banyak dan lebih variatif daripada yang tersedia saat ini. Peningkatan fasilitas ini hanya mungkin terjadi melalui suatu pembangunan yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Pembangunan pada sektor perdagangan untuk memfasilitasi proses distribusi barang dan jasa yang berkaitan langsung dengan konsumsi masyarakat seperti pembangunan pasar modern saat ini marak dilakukan. Maraknya pembangunan pasar modern berimbas pada semakin ketatnya persaingan dalam industri ritel (Hartati, 2006). Perubahan life style masyarakat yang menjadi lebih modern mempengaruhi pola belanja atau tingkat pengeluaran konsumen. Masyarakat menjadi lebih konsumtif dan cenderung lebih suka berbelanja di pasar modern yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan pedagang eceran tradisional. Preferensi masyarakat yang saat ini cenderung lebih menyukai berbelanja di pasar modern, salah satunya minimarket, menjadi salah satu faktor pemicu tingginya pertumbuhan minimarket. Pertumbuhan minimarket tidak dapat dipungkiri menimbulkan berbagai dampak positif bagi konsumen, antara lain dimanjakannya konsumen dengan tempat perbelanjaan yang nyaman, variasi produk yang beragam, dan juga harga produk yang bersaing. Menjamurnya minimarket di wilayah pemukiman yang padat penduduk dan di pedesaan menyebabkan tersingkirnya pedagang eceran tradisional. Persaingan ini tidak sebanding karena kemampuan bersaing pedagang eceran tradisional yang masih rendah dan juga minimnya modal yang menunjang kegiatan bisnis para peritel tradisional. Minimarket dengan sistem waralaba dapat

30 18 memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional. Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah pemukiman dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar yang berakibat pada perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Ekspansi minimarket menjadi tantangan yang berat bagi pedagang eceran tradisional. Saat ini pedagang eceran tradisional yang lokasinya berdekatan dengan minimarket mulai kehilangan pembeli yang berdampak pada penurunan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Pedagang eceran tradisional sebenarnya memiliki nilai strategis, antara lain adalah lokasinya yang dekat dengan pemukiman penduduk dan terkadang pedagang eceran memperbolehkan konsumennya untuk berhutang. Namun jika nilai strategis tersebut tidak dapat diunggulkan, maka keberadaan pedagang eceran tradisional akan tergantikan oleh keberadaan minimarket. Diperlukan pemikiran kritis dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pedagang eceran tradisional maupun minimarket agar terjadi harmonisasi pada sektor perdagangan. Sektor perdagangan yang memiliki nilai strategis dalam perekonomian Indonesia ini selanjutnya diharapkan dapat memantapkan peranannya dalam mendorong pertumbuhan produksi, distribusi, pemenuhan kebutuhan konsumen, serta penciptaan lapangan pekerjaan (Agustina, 2009).

31 19 Perkembangan Sektor Ritel Kondisi Umum Pedagang Eceran Tradisional Kondisi Umum Minimarket Persaingan Industri Ritel Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Usaha Pedagang Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Pendirian Minimarket Analisis Regresi Linear Berganda Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) Analisis Regresi Logit Rekomendasi Kebijakan Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.9 Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian dampak pendirian minimarket terhadap perubahan omzet pedagang eceran tradisional adalah: 1. Tingkat pendidikan berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka perubahan omzet akan semakin kecil. 2. Jam kerja pedagang eceran tradisional berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin lama jam kerja pedagang eceran tradisional maka perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin kecil.

32 20 3. Lama usaha pedagang eceran tradisional berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin lama pedagang eceran tradisional beroperasi, maka perubahan omzet pedagang eceran tradisional akan semakin kecil. 4. Jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin jauh lokasi usaha ritel tradisional dengan minimarket maka perubahan omzet pedagang eceran tradisional akan semakin kecil. Hipotesis dari penelitian dampak pendirian minimarket terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat adalah: 1. Usia berhubungan negatif dengan perubahan tingkat pengeluaran masyarakat. Semakin tua usia, maka tingkat pengeluaran responden cenderung akan semakin tidak meningkat. 2. Jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket berhubungan negatif dengan perubahan tingkat pengeluaran masyarakat. Semakin jauh jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket, maka tingkat pengeluaran responden akan semakin tidak meningkat.

33 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah dengan jumlah minimarket yang terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir. Aktivitas minimarket ini menuai kritik dari beberapa pedagang eceran tradisional di sekitar Desa Dramaga karena ternyata berdampak pada penurunan omzet para pedagang tersebut. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan yang dimulai dari bulan Maret hingga Juni Dalam kurun waktu tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan analisis dalam rangka menjawab tujuan penelitian. 3.2 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling. Purposive Sampling digunakan dalam situasi dimana peneliti memilih responden dengan tujuan tertentu. Selain itu, penggunaan metode purposive sampling disebabkan oleh karakteristik jumlah populasi yang tidak diketahui dengan pasti. Kriteria sampel pedagang yang dipilih adalah pedagang eceran tradisional yang jarak lokasi usahanya maksimum 400 meter dari minimarket terdekat dan lama usahanya minimal 3 tahun. Selain itu, sampel yang dipilih adalah individu atau rumah tangga yang bertempat tinggal di sekitar minimarket yang teletak di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 25 responden pedagang eceran tradisional dan 30 responden masyarakat. Sampel yang dipilih sesuai dengan lokasi pemukiman sekitar kawasan minimarket, sehingga dapat memilih responden yang bermukim di daerah tersebut yang secara langsung menerima dampak dari pendirian minimarket.

34 Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berasal dari wawancara mendalam berupa kuisioner terhadap pemilik pedagang eceran tradisional yang menjadi responden sehingga dapat mengetahui pengaruh pendirian minimarket terhadap pedagang eceran tradisional. Data sekunder diperoleh dari Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta serta beberapa artikel yang tekait dengan penelitian. 3.4 Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows. Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional akibat pendirian minimarket adalah: Y i = b 0 + b 1 PD i + b 2 JM i + b 3 LU i + b 4 JR i + b 5 US i + e i... (3.1) dimana: Y i = perubahan omzet usaha responden (persen/bulan) PD i = tingkat pendidikan ( 1 untuk SD, 2 untuk SMP, 3 untuk SMA, dan 4 untuk S1) JK i = jam kerja (jam/hari) LU i = lama usaha (tahun) JR i = jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket terdekat (meter) US i = usia (tahun) b 0 e i = konstanta = residual model b 1, b 2,, b 5 = nilai koefisien dari masing-masing variabel bebas Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi

35 23 variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homoskedastik. b. Tidak ada autokolerasi dalam residual. c. Variasi residual menyebar normal. d. Nilai rata-rata dari unsur residual sama dengan nol. e. Nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang. f. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas. 3.5 Definisi Operasional Variabel Variabel terikat (Y) adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai variabel lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Variabel kontrol merupakan variabel yang dimasukkan ke dalam penelitian untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu pada model penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak bias atau salah persepsi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel terikat dan bebas yang digunakan untuk melihat pengaruh dari munculnya pasar modern (minimarket) antara lain: a. Perubahan Omzet Penjualan (Y) adalah perubahan omzet penjualan per bulan yang dilihat dari jumlah total hasil penjualan barang tertentu dari pedagang eceran tradisional dalam waktu satu bulan penjualan akibat munculnya minimarket disekitar pedagang eceran tersebut. Variabel ini diukur dengan satuan persen pada perubahan omzet penjualan yang terjadi. Perubahan omzet diasumsikan negatif (Y 0). b. Tingkat Pendidikan (PD) adalah lama pendidikan responden yang telah dilalui di bangku sekolah formal yang dikelompokkan dalam empat ketegori pendidikan formal (Kusmiati, Subekti, dan Windari 2007). Variabel ini merupakan variabel kategorik ordinal, nilai 1 untuk SD, 2 untuk SMP, 3 untuk SMA, dan 4 untuk S1. Variabel tingkat pendidikan diduga akan mempengaruhi perubahan omzet pedagang eceran

36 24 tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka perubahan omzet akan semakin meningkat karena pedagang cenderung lebih berani membuka usaha dengan resiko yang tinggi, misalnya meminjam modal ke bank untuk menambah modal usaha. c. Jam Kerja (JM) adalah waktu pedagang eceran tradisional beroperasi setiap harinya. Variabel ini diukur dengan satuan jam/hari. Variabel jam kerja diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin lama jam kerja usaha pedagang eceran tradisional maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin meningkat. d. Lama Usaha (LU) adalah kurun waktu yang telah dilalui atau lamanya responden menjalankan usaha ritel tradisional mulai pertama kali berdiri sampai dengan penelitian dilakukan (Kusmiati, et al., 2007). Variabel ini diukur dengan satuan tahun. Variabel lama usaha diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin lama usaha pedagang eceran tradisional beroperasi, maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin meningkat. e. Jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket (JR) adalah kedekatan lokasi antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket dengan satuan meter. Variabel jarak diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin dekat lokasi usaha ritel tradisional dengan minimarket maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin menurun. f. Usia (US) adalah usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Usia merupakan variabel kontrol. 3.6 Pengujian Asumsi Klasik Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap model agar dapat diketahui apakah terjadi penyimpanganpenyimpangan asumsi klasik atau tidak. Setiap estimator OLS harus memenuhi kriteria BLUE, yaitu:

37 25 best = yang terbaik linear = merupakan fungsi linear dari sampel unbiased = rata-rata nilai harapan (E(b i )) harus sama dengan nilai yang sebenarnya (b i ) efficient estimator = memiliki varians yang minimal diantara pemerkiraan lain yang tidak bias Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikatnya mempunyai distribusi normal atau tidak. Suatu model regresi dikatakan baik, apabila memiliki distribusi normal ataupun mendekati normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat gambar histogram, tetapi seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit untuk disimpulkan. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Pada penggunakan software SPSS, dapat dilihat berdasarkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada N-par test, jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha, maka data terdistribusi normal Uji Multikolinearitas Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui: a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Cara untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan menghitung korelasi antara dua variabel bebas. Cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel.

38 Uji Autokorelasi Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R 2 akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji F- statistic menjadi tidak valid. Cara mendeteksi ada tidaknya autokorelasi bisa dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson (DW statistik ), kemudian membandingkannya dengan DW tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai DW statistik terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai table d l dan d u. Pengujian menggunakan hipotesis sebagai berikut: H 0 : Tidak terdapat autokorelasi H 1 : Terdapat autokorelasi Tabel 4. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil 4 d l < DW < 4 Tolak H 0, korelasi serial negatif 4 d u < DW < 4 d l Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4 d u Terima H 0, tidak ada korelasi serial d u < DW < 2 Terima H 0, tidak ada korelasi serial d l < DW < d u Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < d l Tolak H 0, korelasi serial positif Solusi dari masalah autokorelasi adalah: 1. Penghilangan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel endogen. 2. Kesalahan spesifikasi model. Hal tersebut diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi model non linear atau sebaliknya.

39 Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ 2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Gujarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah: a. Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased Estimator (LUE). b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien. c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya. 3.7 Pengujian Statistik Analisis Regresi Koefisiensi Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel bebas yang digunakan dengan variabel terikat. Koefisien determinasi adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama. Besarnya R 2 berada diantara 0 dan 1 (0<R 2 <1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin mendekati satu, nilai R 2 berarti dapat dikatakan bahwa model tersebut baik. Karena semakin besar hubungannya antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain, semakin mendekati satu maka variasi variabel terikat hampir seluruhnya dipengaruhi dan dijelaskan oleh variabel bebas Uji F-statistic Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob (F-statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

40 28 H 0 : β 1 = β 2 = = β k =0 H 1 : minimal ada salah satu β i yang tidak sama dengan nol Tolak H 0 jika F-statistic lebih besar dari F α(k-1,nt-n-k) atau Prob (F-statistic) lebih kecil dari α. Jika H 0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel dependen Uji t-statistic Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tolak H 0 jika t-statistic lebih besar dari t α/2(nt-k-1) atau (t-statistic) lebih kecil dari α. Jika H 0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial mempengaruhi variabel dependen Uji-t berpasangan (paired t-test) Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Uji-t ini membandingkan satu kumpulan pengukuran yang kedua dari contoh yang sama. Uji ini sering digunakan untuk membandingkan nilai sebelum dan sesudah percobaan untuk menentukan apakah perubahan nyata telah terjadi. Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama (sebelum) dan data dari perlakuan kedua (sesudah). Perlakuan pertama mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek penelitian. Misal pada penelitian mengenai omzet pedagang tertentu. Sebagai perlakuan pertama, peneliti menerapkan kontrol, sedangkan pada perlakuan kedua, barulah objek penelitian dikenai suatu tindakan tertentu, misal omzet pedagang setelah pendirian minimarket. Dengan demikian, perubahan omzet pedagang dapat diketahui dengan cara membandingkan kondisi objek penelitian sebelum dan sesudah pendirian minimarket.

41 Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Peningkatan pengeluaran masyarakat setelah pendirian minimarket dapat dianalisis sebagai data binner. Data binner merupakan bentuk data yang menggambarkan pilihan Meningkat atau Tidak Meningkat. Dengan kondisi seperti ini, jenis penggunaan regresi yang sesuai untuk pemodelan adalah regresi logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989). Bentuk fungsi model logit adalah: Logit (p i ) = log e p i 1 p i... (3.2) Model persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut: Logit (p i ) = US i + 2 JR i + ε i... (3.3) dimana: Logit (p i ) 0 1, 2 US i JR i ε i = peluang tingkat pengeluaran responden akibat pendirian minimarket (bernilai 1 untuk meningkat dan 0 untuk tidak meningkat ) = intersep = koefisien regresi = usia (tahun) = jarak tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat (meter) = galat 3.9 Definisi Operasional Variabel Variabel terikat (dependent) yang digunakan memiliki nilai nol 0 dan satu 1. Nilai nol mewakili jawaban tingkat pengeluaran tidak meningkat akibat pendirian minimarket. Sedangkan nilai satu mewakili jawaban tingkat pengeluaran meningkat akibat pendirian minimarket. Variabel terikat (independent) yang digunakan untuk melihat pengaruh dari munculnya minimarket terhadap peningkatan pengeluaran masyarakat antara lain: 1. Usia (US) adalah usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Semakin tua usia responden, maka tingkat pengeluaran responden cenderung tidak meningkat karena responden dengan usia yang lebih tua cenderung dapat mengendalikan pengeluarannya.

42 30 2. Jarak (JR) adalah kedekatan lokasi antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat dalam satuan meter. Variabel jarak diduga akan mempengaruhi tingkat pengeluaran responden. Semakin jauh antara tempat tinggal responden dengan minimarket maka tingkat pengeluaran responden akan cenderung semakin tidak meningkat Rasio Odd Rasio Odd merupakan rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien bertanda positif menunjukkan nilai rasio odd yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses.

43 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± , 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6 o o lintang selatan dan 106 o o bujur timur. Kabupaten Bogor secara administratif terdiri dari 428 desa/kelurahan meliputi 411 desa dan 17 kelurahan, dengan jumlah RW dan RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah: - sebelah utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi; - sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak; - sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; - sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta; - bagian tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Pada tahun 2006, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak jiwa dan menjadi jiwa pada tahun 2010 (hasil Sensus Penduduk Nasional 2010). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk periode adalah sebesar 3,10 persen. Jumlah penduduk tersebut menempatkan Kabupaten Bogor pada urutan pertama Kabupaten/Kota terbanyak penduduknya di Provinsi Jawa Barat maupun Indonesia. 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Dramaga Kecamatan Dramaga memiliki luas wilayah 2.632,13 hektar. Jumlah penduduk Kecamatan Dramaga pada tahun 2009 adalah jiwa dan meningkat menjadi jiwa pada tahun Batas administratif Kecamatan Dramaga adalah:

44 32 - sebelah utara : Kecamatan Rancabungur - sebelah barat : Kecamatan Ciampea - sebelah selatan : Kecamatan Kota Bogor - sebelah timur : Kecamatan Ciomas dan Kota Bogor Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 Desa, yaitu: 1. Desa Purwasari 2. Desa Petir 3. Desa Sukadamai 4. Desa Sukawening 5. Desa Neglasari 6. Desa Sinarsari 7. Desa Ciherang 8. Desa Dramaga 9. Desa Babakan 10. Desa Cikarawang 4.3 Kondisi Usaha Ritel di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Sebagai kota yang tergabung dalam Jabodetabek, Bogor telah mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk secara pesat. Hingga kini terdapat 401 usaha ritel modern di Kabupaten Bogor, 392 diantaranya adalah minimarket. Tabel 5 menunjukkan jumlah minimarket di setiap Kecamatan di Kabupaten Bogor. Dapat dilihat bahwa jumlah minimarket terbanyak adalah Kecamatan Cibinong dengan jumlah 65 minimarket sedangkan minimarket di Kecamatan Dramaga hanya berjumlah 11 minimarket. Bukan kuantitasnya yang penulis permasalahkan, namun dengan jumlah 11 minimarket saja sudah menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Tumbuh pesatnya minimarket di Kecamatan Dramaga dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Kekuatan modal antara minimarket dengan pengusaha pedagang eceran tradisional tentu tidak sebanding. Minimarket dengan sistem waralaba dapat memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional. Sebagian responden mengatakan bahwa setelah pendirian minimarket, omzet mereka turun secara drastis. Mereka sudah berupaya untuk melakukan

45 33 protes terhadap pemerintah setempat saat mengetahui pembangunan minimarket baru. Realitanya, aksi tersebut tidak membuahkan hasil. Pihak minimarket meminta persetujuan warge sekitar yang bukan pedagang untuk memperoleh izin pendirian minimarket di Kecamatan Dramaga. Tabel 5. Jumlah Minimarket (Unit) di Kabupaten Bogor Tahun 2011 Kecamatan Jumlah Kecamatan Jumlah Nanggung 0 Jonggol 9 Leuwiliang 6 Cileungsi 33 Leuwisadeng 1 Klapanunggal 7 Pamijahan 1 Gunung Putri 59 Cibungbulang 11 Citeurep 29 Tenjolaya 1 Cibinong 65 Ciampea 11 Bojonggede 31 Dramaga 11 Tajurhalang 3 Ciomas 18 Kemang 1 Taman Sari 3 Rancabungur 0 Cijeruk 1 Parung 6 Cigombong 9 Ciseeng 2 Caringin 11 Gunung Sindur 7 Ciawi 12 Rumpin 1 Cisarua 7 Cigudeg 1 Megamendung 4 Sukajaya 0 Sukaraja 11 Jasinga 2 Babakan Madang 4 Tenjo 2 Sukamakmur 0 Parung Panjang 8 Cariu 2 Tanjungsari 2 Total 392 Sumber: Diskoperindag Kabupaten Bogor, Karakteristik Responden Pedagang Eceran Tradisional di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Tahun 2012 Pedagang eceran tradisional yang menjadi responden adalah pedagang eceran atau warung/toko kecil yang memiliki kesamaan barang yang dijual dengan minimarket minimal 50 persen dan lama usaha minimal tiga tahun. Jumlah pedagang eceran yang dijadikan responden adalah 25 pedagang yang berlokasi di sekitar minimarket dengan jarak maksimum 400 meter.

46 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pedagang eceran tradisional sebagian besar adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada kenyataanya sebagian besar pedagang eceran tradisional sudah memenuhi wajib belajar sembilan tahun, tetapi keterbatasan lapangan kerja mendorong mereka untuk berwirausaha di bidang perdagangan eceran. Karakteristik perdagangan eceran (ritel) yang tidak memerlukan keahlian khusus serta pendidikan tinggi untuk menekuninya, membuat mereka terjun ke dunia ritel. Sebaran tingkat pendidikan masing-masing responden dapat dilihat pada Gambar SD SMP SMA S1 Frekuensi Tingkat Pendidikan Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Hubungan antara tingkat pendidikan dengan perubahan omzet responden disajikan pada Tabel 6. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, omzet akibat pendirian minimarket seharusnya semakin meningkat, namun Tabel 6 menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan strategi dan pengalaman usaha. Pedagang eceran tradisional dengan tingkat pendidikan rendah ternyata memiliki strategi yang lebih baik dibandingkan dengan pedagang yang berpendidikan tinggi. Pedagang dengan tingkat pendidikan rendah lebih ramah terhadap pembeli dan dapat menjaga hubungan baik dengan pelanggannya. Pedagang eceran tradisional dengan pendidikan rendah mendapatkan bekal ilmu dari keluarga untuk berdagang. Mereka sudah terlatih sejak kecil untuk membantu keluarganya berdagang sehingga memiliki pengalaman usaha yang lebih banyak.

47 35 Tabel 6. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Omzet Responden Tingkat Pendidikan Omzet Tetap Turun Sekolah Dasar 2 6 Sekolah Menengah Pertama 0 2 Sekolah Menengah Atas 4 10 Strata Satu 0 1 Sengitnya persaingan diantara pedagang eceran tradisional dan dengan minimarket membuat sebagian pedagang eceran tradisional menerapkan strategi baru untuk mempertahankan pelanggannya. Ketika ditanya mengenai strategi yang dipakai untuk menarik pembeli, ternyata 40 persen pedagang tidak memiliki strategi untuk menarik pembeli dan pedagang tersebut adalah pedagang dengan tingkat pendidikan SMA (Tabel 7). Pedagang dengan yang tidak menerapkan strategi adalah pedagang yang tidak menjadikan keuntungan dari penjualannya sebagai sumber pendapatan utama. Empat puluh persen pedagang tersebut sumber pendapatan sebagai pendapatan utama seperti usaha sewa rumah, pemancingan, atau suami pedagang tersebut memiliki pekerjaan tetap sebagai karyawan swasta atau PNS. Enam puluh persen pedagang yang terdiri dari 32 persen pedagang dengan tingkat pendidikan SD, 8 persen pedagang dengan tingkat penddidikan SMP, dan 16 persen pedagang dengan tingkat pendidikan SMA dan 4 persen pedagang dengan tingkat pendidikan S1 menerapkan strategi untuk tetap mempertahankan pelanggannya. Tabel 7. Strategi Pedagang Eceran Tradisional Strategi untuk Menarik Pembeli Jumlah Pedagang Persen (%) Keramahan dan sopan santun 8 32 Menambah keanekaragaman produk 1 4 Menerima pembayaran dalam bentuk hutang 2 8 Harga 4 16 Tidak ada strategi Sebanyak 32 persen pedagang berusaha menarik pembeli dengan mengutamakan keramahan dan sopan santun, sedangkan 4 persen pedagang memilih menambah keragaman produknya dengan menjual barang yang tidak dijual di minimarket atau dengan mengecer barang-barang sembako. Pedagang lain pun menerapkan strategi yang berbeda, 8 persen pedagang menerima

48 36 pembayaran dalam bentuk hutang. Hutang tersebut biasanya dilunasi pada awal bulan setelah konsumen mendapatkan gaji atau upah dari pekerjaannya. Strategi lain yang digunakan pedagang adalah menetapkan harga yang lebih murah untuk komoditas yang laku terjual, 16 persen pedagang menerapkan strategi ini Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja Usaha ritel tidak dibatasi oleh jam kerja. Pedagang eceran bebas menentukan jam kerjanya. Sebagian besar jam kerja responden berada pada rentang waktu jam. Beberapa pedagang eceran tradisional menentukan jam kerja berdasarkan permintaan konsumen. Apabila ramai pembeli maka pedagang eceran tradisional dapat memperpanjang jam kerjanya, begitu juga sebaliknya. Apabila sepi pembeli maka pedagang eceran tradisional dapat mempersingkat jam kerjanya. Gambar 3 menunjukkan sebaran jam kerja masing-masing responden. Penentuan jam kerja bagi setiap respoden didasarkan pada rata-rata jam kerja responden per hari karena sebagian responden menetapkan jam kerja yang tidak sama setiap harinya Jam Kerja (jam/hari) Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja Hubungan antara jam kerja dengan omzet responden disajikan pada Tabel 8. Semakin lama jam kerja responden maka omzet responden seharusnya semakin meningkat, namun Tabel 8 menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Penurunan omzet pada rentang jam kerja jam disebabkan oleh lokasi usaha responden yang lebih dekat dengan minimarket. Kedekatan lokasi usaha dengan minimarket membuat omzet usaha responden turun secara drastis, sehingga untuk meminimalisir penurunan omzet, responden cenderung meningkatkan jam

49 37 kerjanya. Waktu operasi minimarket maksimum adalah 14 jam, yaitu pukul WIB. Apabila responden meningkatkan jam kerjanya maka penurunan omzetnya akan lebih kecil. Tabel 8. Hubungan Antara Jam Kerja dengan Omzet Responden Jam Kerja (jam/hari) Omzet Tetap Turun Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Penetapan lama usaha responden adalah minimal 3 tahun. Ketentuan ini berdasarkan tahun berdiri minimarket terbaru di Kecamatan Dramaga, yaitu Alfamidi pada tahun Penetapan lama usaha minimum bertujuan untuk mengetahui perubahan omzet pedagang sebelum dan setelah pendirian minimarket Lama Usaha (tahun) Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Hubungan antara lama usaha dengan omzet responden disajikan pada Tabel 9. Semakin lama usaha responden maka omzet usaha responden seharusnya meningkat, namun Tabel 9 menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Mayoritas responden mengalami penurunan omzet yang lebih besar pada rentang lama usaha 5-10 tahun. Hal ini disebabkan oleh waktu pendirian minimarket. Pada lima tahun terakhir, tedapat peningkatan jumlah minimarket sebanyak tiga minimarket. Tiga minimarket tersebut adalah Alfamidi, Alfamart dan Ceriamart. Penambahan

50 38 jumlah minimarket dalam jarak yang berdekatan menyebabkan omzet usaha responden di sekitar minimarket tersebut turun secara drastis, sehingga semakin lama usaha responden, maka akan semakin merasakan dampak minimarket yang berimbas pada penurunan omzet usaha responden. Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Omzet Responden Lama Usaha (tahun) Omzet Tetap Turun Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Usaha Responden dengan Minimarket Penetapan jarak usaha responden berdasarkan jarak terdekat lokasi pedagang eceran tradisional terhadap minimarket. Penetapan jarak bertujuan untuk mengetahui perubahan omzet pedagang yang terkena dampak akibat pendirian minimarket Jarak (meter) Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Usaha Responden dengan Minimarket Respon terhadap perubahan omzet berdasarkan lama usaha responden disajikan pada Tabel 10. Sebanyak 76 persen responden dengan jarak antara meter mengalami penurunan omzet. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya

51 39 semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha yang lebih besar. Pendirian minimarket di Kecamatan Dramaga dalam jarak yang berdekatan dengan lokasi usaha responden menyebabkan omzet usaha responden di sekitar minimarket tersebut turun secara drastis. Tabel 10. Hubungan Antara Jarak dengan Omzet Responden Jarak (meter) Omzet Persen Tetap Turun (%) Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Pedagang eceran tradisional terdiri dari berbagai usia. Variabel Usia berfungsi sebagai variabel kontrol. Sebagian besar dari responden memiliki umur produktif dengan rentang tahun. Pedagang eceran tradisional bergantung pada usaha ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya Usia (tahun) Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 4.5 Analisis Uji-t Berpasangan Pada penelitian ini, peneliti harus memastikan perbedaan omzet pedagang eceran tradisional antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket dengan melakukan pengujian hipotesis:

52 40 H 0 : tidak terdapat perbedaan omzet pedagang eceran tradisional antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket. H 1 : terdapat perbedaan omzet pedagang eceran tradisional antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket. Berdasarkan Paired Sample T-Test, nilai probabilitas yang diperoleh adalah 0,011, lebih kecil dari alpha (0,05) maka tolak H 0. Artinya, omzet pedagang eceran tradisional antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Rata-rata sebelum lebih besar dibandingkan rata-rata sesudah. Rata-rata omzet sebelum pendirian minimarket adalah Rp ,00/bulan dengan standar deviasi , sedangkan rata-rata omzet pedagang eceran tradisional sesudah pendirian minimarket adalah Rp ,00/bulan dengan standar deviasi Rata-rata perubahan omzet pedagang adalah sebesar 30,57 persen/bulan dengan standar deviasi 22, Analisis Crosstab Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket Analisis setiap variabel terhadap perubahan omzet pedagang eceran akibat pendirian minimarket dilakukan dengan alat analisis crosstab. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan omzet yang diperoleh. Hasil (output) dari analisis crosstab disajikan pada tabel berikut: Tabel 11. Hasil Analisis Crosstab (Uji Chi-Square) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Minimarket Variabel Asymp. Sig Chi Square Chi Square Df (2-sided) Hitung Tabel Tingkat Pendidikan 0, ,112 7,815 Jam Kerja 0, ,233 3,841 Lama Usaha 0, ,538 7,815 Jarak 0,000* 3 25,000 7,815 Usia 0,076** 3 6,888 7,815 Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95 persen ** Nyata pada taraf kepercayaan 80 persen Berdasarkan hasil dari output crosstab pada Tabel 11, dapat dijelaskan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap perubahan omzet yaitu jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket dan usia pedagang eceran

53 41 tradisional. Artinya, terdapat hubungan antara jarak dengan dengan perubahan omzet pedagang eceran, juga terdapat hubungan antara usia dan perubahan omzet pedagang eceran. Nilai Asymp. Sig (2-sided) untuk variabel jarak yang terdapat pada Chi- Square test adalah 0,000 lebih kecil dari alpha (α=0,05). Nilai tersebut menyatakan bahwa jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket berhubungan nyata terhadap perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Nilai Asymp. Sig (2-sided) untuk variabel usia yang terdapat pada Chi- Square test adalah 0,076, lebih kecil dari alpha (α=0,05). Nilai tersebut menyatakan bahwa usia pedagang eceran tradisional dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional berhubungan nyata. 4.7 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket dengan Menggunakan Model Regresi Linear Berganda Untuk melihat dampak minimarket terhadap omzet pedagang eceran tradisional dilakukan analisis dengan menggunakan model regresi linear berganda dan diuji signifikansinya dengan menggunakan aplikasi software SPSS version Hasil pengolahan data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai R 2 adalah 0,640 yang artinya 64 persen keragaman nilai omzet dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel bebas yang ada dalam model. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Durbin-Watson yang mendekati 2. Scatterplot di Lampiran 5 menunjukkan bahwa titik-titik residual tidak membentuk pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hasil output uji white pada Lampiran 5 dengan menggunakan software eviews 6 menunjukkan nilai Obs*R-squared sebesar 23,59048 sedangkan nilai probabilitas (chi-square) adalah 0,2607 (lebih besar dari alpha 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model. Pada Lampiran 4, nilai asymp. sig. (2-tailed) pada one-sample kolmogorov-smirnov test adalah 0,656 (lebih besar dari alpha 0,05) artinya data terdistribusi normal. Nilai VIF masing-masing variabel bebas pada Tabel 12 lebih kecil dari 10, artinya data tidak mengalami multikolinearitas. Setelah melakukan pengujian normalitas,

54 42 multikolinearitas, autakorelasi dan heteroskedastisitas, dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi klasik. Tabel 12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Variabel Koefisien Probabilitas VIF Intersep 18,272 0,568 - Tingkat Pendidikan 7,147 0,070** 1,454 Jam Kerja -0,883 0,487 1,333 Lama Usaha 0,868 0,176 1,553 Jarak -0,152 0,000* 1,697 Usia 0,676 0,123 1,741 R 2 = 0,640 F hitung = 6,747 Durbin-Watson = Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95 persen ** Nyata pada taraf kepercayaan 80 persen Berdasarkan hasil output di atas maka model logit yang diperoleh adalah: Y i = 18, ,147PD i - 0,883JM i + 0,868LU i 0,152JR i + 0,676US i... (4.1) Jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap omzet usaha dengan koefisien parameter 0,152. Artinya, apabila jarak antar lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket meningkat satu meter maka perubahan omzet usaha akan bertambah kecil sebanyak 0,152 persen, ceteris paribus. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap omzet usaha dengan koefisien parameter 7,147. Artinya, apabila tingkat pendidikan pedagang eceran tradisional meningkat satu tingkat maka perubahan omzet usaha akan bertambah besar sebanyak 7,147 persen, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) menganalisis bahwa jarak antara warung tradisional dengan minimarket berpengaruh terhadap penurunan omzet warung tradisional di Kecamatan Padurungan Kota Semarang, semakin dekat jarak antara keduanya, maka penurunan omzet warung tradisional semakin besar. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, perubahan omzet akibat pendirian minimarket seharusnya semakin kecil, namun hasil analisis menunjukkan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan strategi dan pengalaman usaha. Pedagang eceran tradisional dengan tingkat pendidikan rendah ternyata memiliki strategi yang lebih baik dibandingkan dengan pedagang yang berpendidikan tinggi. Pedagang dengan tingkat pendidikan rendah lebih ramah

55 43 terhadap pembeli dan dapat menjaga hubungan baik dengan pelanggannya. Pedagang eceran tradisional dengan pendidikan rendah mendapatkan bekal ilmu dari keluarga untuk berdagang. Mereka sudah terlatih sejak kecil untuk membantu keluarganya berdagang sehingga memiliki pengalaman usaha yang lebih banyak. Beberapa responden dengan tingkat pendidikan tinggi menjadikan warung sebagai pendapatan sampingan saja, akibatnya mereka tidak sepenuhnya berkonsentrasi pada usaha tersebut. Parameter lama usaha dan jam kerja tidak signifikan secara statistik terhadap omzet usaha yang diperoleh. Artinya, lama usaha dan jam kerja responden tidak berpengaruh terhadap besar kecilnya perubahan omzet usaha. 4.8 Karakteristik Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Akibat Pendirian Minimarket di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Masyarakat yang menjadi responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Jumlah masyarakat yang dijadikan responden adalah 30 orang. Pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah apakah tingkat pengeluaran responden meningkat setelah hadirnya minimarket. Jawaban responden dibagi menjadi dua, yaitu meningkat dan tidak meningkat (tetap). Karakteristik umum responden ini dinilai dari dua variabel yaitu usia (US) dan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat (JR) Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Responden terdiri dari berbagai usia. Sebagian besar dari responden memiliki umur produktif dengan rentang usia tahun. Usia termuda responden adalah 20 tahun dan usia tertua responden adalah 55 tahun.

56 Usia (tahun) Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Hubungan usia dengan perubahan tingkat pengeluaran setelah pendirian minimarket disajikan pada Tabel 13. Responden dengan usia lebih tua memiliki kecenderungan peningkatan pengeluaran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kemampuan responden dalam mengatur atau mengelola pengeluarannya. Responden yang lebih tua cenderung dapat meredam keinginannya dalam berbelanja karena memiliki keluarga dan tanggungan. Pendapatan yang terbatas membuat responden dengan usia yang lebih tua harus mampu mengelola keuangannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Akibatnya tingkat pengeluaran responden dengan usia lebih tua memiliki kecenderungan untuk tidak meningkatkan pengeluarannya. Tabel 13. Hubungan Antara Usia dengan Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Usia (tahun) Tingkat Pengeluaran Tidak Meningkat Meningkat

57 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Tempat Tinggal Responden dengan Minimarket Terdekat Penetapan jarak berdasarkan jarak terdekat antara tempat tinggal responden terhadap minimarket dengan satuan meter. Penetapan jarak bertujuan untuk mengetahui perubahan tingkat pengeluaran responden yang terkena dampak akibat pendirian minimarket Jarak (meter) Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Tempat Tinggal Responden dengan Minimarket Terdekat Hubungan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terhadap perubahan tingkat pengeluaran responden disajikan pada Tabel 14. Sebanyak 10 responden (33,33 persen) dengan jarak antara meter mengalami peningkatan pengeluaran. Disisi lain, 10 dari 11 responden pada jarak meter tidak mengalami peningkatan pengeluaran. Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa semakin dekat jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket membuat tingkat pengeluaran responden cenderung mengalami peningkatan. Tabel 14. Hubungan Antara Jarak Tempat Tinggal Responden dengan Minimarket Terdekat dan Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Tingkat Pengeluaran Jarak (meter) Tidak Meningkat Meningkat

58 Analisis Uji-t Berpasangan Pada penelitian ini, harus dipastikan perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket dengan melakukan pengujian hipotesis: H 0 : tidak terdapat perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket. H 1 : terdapat perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket. Berdasarkan uji-t berpasangan (Paired Sample T-Test), nilai probabilitas yang diperoleh adalah 0,000, lebih kecil dari alpha (0,05) maka tolak H 0. Artinya, tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Rata-rata tingkat pengeluaran sebelum lebih kecil dibandingkan rata-rata sesudah pendirian minimarket. Rata-rata tingkat pengeluaran masyarakat sebelum pendirian minimarket adalah Rp ,33/bulan dengan standar deviasi ,57, sedangkan rata-rata tingkat pengeluaran masyarakat sesudah pendirian minimarket adalah Rp ,33/bulan dengan standar deviasi ,68. Rata-rata perubahan tingkat pengeluaran masyarakat adalah sebesar 28,32 persen/bulan dengan standar deviasi 49, Analisis Crosstab Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Pendirian Minimarket Analisis setiap variabel terhadap perubahan tingkat pengeluaran responden dilakukan dengan alat analisis crosstab. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap respon yang diperoleh. Tabel 15 menunjukkan hasil dari analisis crosstab. Tabel 15. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas terhadap Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Variabel Bebas Asymp. Sig Chi Square Chi Square Df (2-sided) Hitung Tabel Usia 0,011* 3 11,085 7,815 Jarak 0,000* 2 18,312 5,991 Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95 persen

59 47 Berdasarkan hasil dari output crosstab di atas maka dapat dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket, yaitu: 1. Hubungan antara usia terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket yang diperoleh dari analisis crosstab chi-square test memperoleh hasil nilai Asymp. Sig (2-sided) 0,011, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai tersebut menyatakan usia berhubungan nyata terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket. 2. Hubungan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket yang diperoleh dari analisis crosstab chi-square test memperoleh hasil nilai Asymp. Sig (2-sided) 0,000, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat berhubungan nyata terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Pendirian Minimarket dengan Menggunakan Model Logit Variabel terikat (dependent) yang digunakan dalam analisis ini memiliki nilai nol dan satu. Nilai nol mewakili jawaban tingkat pengeluaran tidak meningkat akibat pendirian minimarket. Sedangkan nilai satu mewakili jawaban tingkat pengeluaran meningkat akibat pendirian minimarket. Variabel-variabal bebas yang digunakan, yaitu usia (US) dan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat (JR). Hasil logit untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil Hosmer and Lemeshow Test dapat dilihat nilai dari p-value sebesar 0,987 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H 0 yang artinya model logit adalah Fit. Nilai Overall Precentage sebesar 90,0 yang artinya model logit mampu mengklasifikasikan secara tepat sebesar 90 persen.

60 48 Tabel 16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Pendirian Minimarket Variabel Koefisien P-value Rasio Odd Constant 13,066 0,019 4,726x10 5 Usia -0,315 0,025* 0,730 Jarak -0,012 0,146*** 0,988 Hosmer and Lemeshow Test = 0,987 Overall Percentage = 90,0 Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95 persen *** Nyata pada taraf kepercayaan 85 persen Berdasarkan hasil output di atas maka model logit yang diperoleh adalah: Logit(p i ) = 13,066-0,315 US i - 0,012 JR i... (4.2) Tabel 16 adalah hasil output yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket, antara lain: 1. Pengaruh usia terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,025 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H 0 yang artinya usia berpengaruh nyata (meningkat atau tidak meningkat) mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket. Semakin tua usia responden maka tingkat pengeluaran akan semakin tidak meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tanda negatif pada koefisien. Variabel usia memiliki nilai Odd Ratio 0,730 artinya dengan pertambahan usia seseorang maka peluang untuk tidak meningkatkan pengeluaran adalah 0,730 kalinya dibandingkan dengan meningkat. 2. Pengaruh jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,146 lebih kecil dari taraf nyata 15 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 85 persen maka tolak H 0 yang artinya jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket berpengaruh nyata (meningkat atau

61 49 tidak meningkat) mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket. Semakin jauh jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat, maka tingkat pengeluaran akan semakin tidak meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tanda negatif pada koefisien. Variabel jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket memiliki nilai Odd Ratio 0,988 artinya semakin jauh jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket maka peluang untuk tidak meningkatkan pengeluaran adalah 0,988 kalinya dibandingkan dengan meningkat.

62 50 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata penurunan omzet pedagang adalah sebesar 30,57 persen/bulan dengan standar deviasi 22,15. Berdasarkan uji-t berpasangan, omzet pedagang eceran tradisional antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Rata-rata peningkatan pengeluaran masyarakat adalah sebesar 28,32 persen/bulan dengan standar deviasi 49,82. Berdasarkan uji-t berpasangan, tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet pedagang eceran akibat pendirian minimarket adalah jarak antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket dan tingkat pendidikan. Semakin jauh jarak antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket maka perubahan perubahan omzet usaha responden akan semakin kecil. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka perubahan perubahan omzet usaha responden akan semakin besar. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket, adalah usia responden dan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket. Semakin tua usia responden maka tingkat pengeluaran akan semakin tidak meningkat. Semakin jauh jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat, maka tingkat pengeluaran akan semakin tidak meningkat. 5.2 Saran 1. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kedekatan jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket berdampak negatif terhadap omzet pedagang eceran tradisonal. Pedagang eceran tradisional diharapkan dapat meningkatkan daya saing dengan menerapkan strategi yang lebih baik untuk menarik pelanggan misalnya dengan menjaga

63 51 kebersihan, bersikap lebih ramah, atau pun menetapkan harga yang lebih murah untuk komoditas yang laku terjual. 2. Preferensi konsumen yang lebih memilih membelanjakan uangnya di minimarket merupakan tindakan yang rasional karena minimarket menawarkan harga yang lebih murah, kenyamanan, kebersihan, dan pelayanan yang lebih baik. Pemerintah diharapkan dapat membantu melindungi dan meningkatkan daya saing pedagang eceran tradisional atau ritel tradisional dengan membatasi produk yang dijual di minimarket, membatasi jumlah minimarket dalam suatu wilayah dan menetapkan jarak minimum antara minimarket dengan pedagang eceran tradisional. Selain itu, peraturan jarak minimum antara sesama ritel modern juga diperlukan. Penetapan peraturan tersebut harus diimbangi dengan mekanisme kontrol dan tindakan yang tegas bagi pelanggarnya agar para pedagang dapat bersaing secara adil.

64 52 DAFTAR PUSTAKA Agustina, D Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Jumlah Pasar Modern di Kota dan Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik Statistik Sektor Perdagangan Indonesia Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta Sensus Penduduk Indonesia Badan Pusat Statistik Indonesia Kabupaten Bogor, Bogor Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor Jumlah Pasar Modern Kabupaten Bogor, Bogor. Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor Jumlah Minimarket per Kecamatan di Kabupaten Bogor, Bogor. Gujarati, D.N Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Julius A. Mulyadi [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hartati, W Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran dari Tradisional ke Modern di Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hosmer, D. W. dan S. Lemeshow Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons Inc, New York. Juanda, B Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua. IPB PRESS, Bogor. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Positioning_Paper/positioning_paper_ritel.pdf [8 Februari 2012]. Kotler, P Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 2. Bob Sabran [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Kusmiati, I., U. Subekti dan W. Windari Adopsi Petani Ternak terhadap Pelaksanaan Inseminasi Buatan Pada Kambing Kacang di Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 3: Martadisastra, D.S Persaingan Usaha Ritel Modern dan Dampaknya terhadap Pedagang Kecil Tradisional. Jurnal Persaingan Usaha. 4:

65 53 Nielsen, AC Retail and Shopper Trends Asia Pacific 2010: The Latest in Retailing and Shopper Trends for the FMCG Industry. sg.nielsen.com/site/documents/2010retailandshoppertrends2010.pdf [18 April 2012]. Nurmalasari, D Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nuvitasari, E Perbandingan Model Pengeluaran Rumah Tangga di Batam dan Karimun Menggunakan Regresi dengan Dummy Variable. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau, Riau. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional dan Toko Modern. Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Rasidin, K.S Dampak Pasar Modern terhadap Kinerja Usaha Kecil. Jurnal Visi Ekonomi. 10: Sinaga, P Makalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Kementrian Koperasi dan UKM. Jakarta. Suryadharma, D., A. Poesoro, S. Budiyati, Akhmadi, dan M. Rosfadhila Dampak Supermarket terhadap Kebijakan Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU. Taufiq, M Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Tuban. Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Bisnis. 4: Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS Andi, Semarang. Utomo, T.J Fungsi dan Peran Bisnis Ritel dalam Saluran Pemasaran. Fokus Ekonomi. 4: Wijayanti, P Analisis Pengaruh Perubahan Keuntungan Usaha Warung Tradisional dengan Munculnya Minimarket (Studi Kasus di Kecamatan Pedurung Kota Semarang). [Skripsi]. Universitas Diponegoro, Semarang.

66 LAMPIRAN 54

67 55 Lampiran 1. Hasil Output Uji Beda Rata-rata Omzet Pedagang Eceran Tradisional Sebelum dan Sesudah Pendirian Minimarket Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Sebelum E E E7 Sesudah E E E6 Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Sebelum & Sesudah Paired Differences Pair 1 Sebelum - Sesudah Mean Std. Deviation Std. Error Mean T Df Sig. (2-tailed) E E E Lampiran 2. Hasil Output Uji Beda Rata-rata Tingkat Pengeluaran Responden per Bulan Antara Sebelum dan Sesudah Pendirian Minimarket Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Sebelum E E Sesudah E E Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Sebelum & Sesudah Paired Differences Pair 1 Sebelum - Sesudah Mean Std. Deviation Std. Error Mean t df Sig. (2-tailed) E

68 56 Lampiran 3. Output Analisis Regresi Linear Berganda Regression Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N OM PD JM LU JR E US Correlations OM PD JM LU JR US Pearson Correlation OM PD JM LU JR US Sig. (1-tailed) OM PD JM LU JR US N OM PD JM LU JR US Variables Entered/Removed b Model Variables Entered Variables Removed Method 1 US, LU, JM, PD, JR a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: OM

69 57 ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression a Residual Total a. Predictors: (Constant), US, LU, JM, PD, JR b. Dependent Variable: OM Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta T Sig. Zeroorder Correlations Collinearity Statistics Partial Part Tolerance VIF (Constant) PD JM LU JR US a. Dependent variable: OM Collinearity Diagnostics a Variance Proportions Model Dimension Eigenvalue Condition Index (Constant) PD JM LU JR US a. Dependent Variable: OM Residuals Statistics a Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual E Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual E Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value

70 58 Lampiran 4. Output Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 25 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute.147 Positive.147 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.733 Asymp. Sig. (2-tailed).656 a. Test distribution is Normal. Lampiran 5. Output Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Prob. F(20,4) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(20) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(20)

71 59 Lampiran 6. Output Analisis Regresi Logistik Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases a N Percent Selected Cases Included in Analysis Missing Cases 0.0 Total Unselected Cases 0.0 Total a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value TIDAK MENINGKAT 0 MENINGKAT 1

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Perdagangan Badan Pusat Statistik (2006) mendefinisikan perdagangan sebagai kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional (Hartati, 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM :

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM : Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM : 1215151034 ABSTRAK Akibat dari munculnya minimarket yang kian lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan mensejahterahkan masyarakat dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang cukup fantastis. Berbagai jenis pasar modern seperti supermarket, hypermarket maupun mall-mall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional menjadi topik yang menyulut perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Liberalisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR.. xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang berkeadilan dan sejahtera.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis merupakan suatu mega sektor karena mencakup banyak sektor, baik secara vertikal (sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa, keuangan, dan sebagainya), maupun

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang semakin berkembang dan pertumbuhan ekonomi serta industri telah banyak mengalami kemajuan yang sangat pesat. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah klaimnya, asosiasi perusahaan ritel Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen.

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen. Pasar ini terdiri dari sekelompok lokasi usaha ritel dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Karakteristik industri ritel yang tidak begitu rumit membuat sebagian besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era modernisasi saat ini persaingan bisnis baik di pasar domestik maupun pasar internasional sangat ketat. Perusahaan yang ingin berkembang dan bertahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis ritel dewasa ini semakin meningkat. Peningkatan persaingan bisnis ritel dipicu oleh semakin menjamurnya bisnis ritel modern yang sekarang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu cara untuk mencapai

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN

Lebih terperinci

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 1 Maret 2014 ANALISIS SUMBER MODAL PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI KOTA PEKANBARU. Toti Indrawati dan Indri Yovita

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 1 Maret 2014 ANALISIS SUMBER MODAL PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI KOTA PEKANBARU. Toti Indrawati dan Indri Yovita ANALISIS SUMBER MODAL PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI KOTA PEKANBARU Toti Indrawati dan Indri Yovita Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Bina Widya Km

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembang dan bertambahnya ritel modern dari tahun ke tahun menjadikan pasar tradisional semakin tidak diminati. Pesatnya pembangunan pasar modern dirasakan oleh banyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6 o 18 0-6 o 47 lintang selatan dan 6

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN. SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 =========================

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN. SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 ========================= KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 ========================= Yth. Ketua Umum APRINDO dan jajarannya, Yth. Ketua Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kegiatan perdagangan merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian, maka dari itu perdagangan memiliki posisi yang sangat strategis dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dibidang ekonomi selama ini telah banyak membawa perkembangan yang pesat dalam bidang usaha. Dengan banyaknya perkembangan di bidang usaha banyak bermunculan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1. Pengertian Toko Modern Pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang menjanjikan. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang mencapai 237.641.326 jiwa menjadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat khususnya di kota-kota besar, telah terjadi perubahan di berbagai sektor, termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, toko modern atau yang sekarang biasa disebut pasar modern adalah pasar dengan sistem pelayanan mandiri,

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha perdagangan dapat dilakukan dengan perseorangan maupun persekutuan. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem

Lebih terperinci

BAB II. Teori dan Kajian Pustaka. terpillih dapat dilihat sebagai berikut :

BAB II. Teori dan Kajian Pustaka. terpillih dapat dilihat sebagai berikut : BAB II Teori dan Kajian Pustaka A. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pengaruh munculnya toko modern terhadap usaha kelontong telah beberapa kali dilakukan oleh peneliti lainnya di wilayah lain maupun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia. Industri ini merupakan sektor kedua terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan

Lebih terperinci

PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA OLEH WIDI HARTATI H

PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA OLEH WIDI HARTATI H PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA OLEH WIDI HARTATI H14102040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pasar dalam pengertian teori ekonomi adalah suatu situasi dimana pembeli (konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan

Lebih terperinci

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG

PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG Dessy Amelia Fristiana Abstract Beragam faktor dapat mempengaruhi konsumen dalam mempercayakan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk dipasar, termasuk preferensi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk dipasar, termasuk preferensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan di bidang ekonomi dalam beberapa tahun terakhir di kotakota besar di Indonesia, menyebabkan usaha ritel khususnya berskala besar (modern)

Lebih terperinci

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan eksternal yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sebab naik turunnya harga barang-barang yang ada di pasar sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sebab naik turunnya harga barang-barang yang ada di pasar sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang sering berfluktuasi tidak jarang menjadi sebab naik turunnya harga barang-barang yang ada di pasar sehingga menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas konsumen terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: berbelanja, melakukan pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia pemasaran dewasa ini sangat pesat, yang ditunjukkan dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada konsumen. Kemudahan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pengambilan objek studi dalam penelitian ini adalah minimarket yang memiliki konsep convenience store di Kota Bandung. Menurut data dari Dinas KUKM

Lebih terperinci

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar; PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AREA PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri modern ritel dewasa ini semakin pesat, baik pemain lokal maupun asing semakin agresif bermain dalam pasar yang empuk tersebut. Prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang perekonomian selama ini telah banyak membawa dampak positif dalam bidang usaha dimana perusahaan-perusahaan mengalami perkembangan pesat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dunia bisnis di Indonesia sudah mulai maju. Hal ini dapat dilihat semakin banyak bisnis-bisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin besarnya antusiasme dan agresifitas para pelaku bisnis baik di sektor industri, jasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan mahluk sempurna, sehingga untuk mendapatkan sesuatu manusia harus berusaha. Semua mahluk hidup memiliki kebutuhan tak terkecuali manusia, bahkan

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan (Studi pada Indomaret Denpasar Barat) Nama : Made Arly Dwi Cahyana Nim : 1215251165 ABSTRAK Loyalitas pelanggan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGELOLAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional menurut Kotler (2007) pasar merupakan tempat fisik dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang. Pasar dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dunia usaha di Indonesia semakin ketat, setiap perusahaan bersaing untuk menarik pelanggan dan mempertahankan eksistensinya di pasar. Termasuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 No. 06/2/62/Th. IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 TUMBUH 6,21 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kalimantan Tengah

Lebih terperinci

Sumber: [11 Februari, 2010]

Sumber: [11 Februari, 2010] I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia diukur dari kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 meningkat sebesar 4,5 persen dibandingkan tahun 2008. Dimana nilai Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus pendapatan dan manfaat (benefit) kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori UKM Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain, begitu pula untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Salah satu kegiatan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pergeseran minat belanja dari ritel tradisional ke ritel modern semakin berkembang dari tahun ketahun. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial budaya. Pembangunan agar menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining process)

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Industri ritel memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara., terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan pesatnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 No. 05/11/Th.IX, 5 Februari 2015 No. 11/02/63/Th.XIX/ 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 TUMBUH 4,85 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bisnis Ritel di Indonesia makin hari dirasakan semakin berkembang dan persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pasar Pasar merupakan suatu daerah dimana pembeli dan penjual saling berhubungan satu sama lainya, untuk melakukan pertukaran barang maupun jasa pada waktu-waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Industri ini merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian Indonesia. Kemajuan perekonomian Indonesia ikut mendorong perkembangan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan industri ritel belakangan ini menunjukkan kemajuan yang begitu berarti ditandai dengan makin banyaknya toko ritel modern di perkotaan. Industri ritel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai. usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai. usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Salah satu bisnis yang

Lebih terperinci