TINJAUAN PUSTAKA. Daun Rami dan Pemanfaatannya
|
|
- Erlin Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya Taksonomi Tanaman Rami Rami adalah tanaman tahunan berumpun yang menghasilkan serat dari kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini secara botanis dikenal dengan nama Boehmeria nivea (L.). Sistem perakaran (dimorfis) yang dimiliki rami memiliki dua fungsi yakni sebagai akar reproduksi (rhizom) yang menjalar di bawah permukaan tanah dan akar umbi sebagai penyimpan cadangan makanan. Daun rami berbentuk seperti jantung dengan bagian bergerigi halus. Daun rami banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk hijau. Tanaman rami dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah, namun hanya dapat tumbuh ideal pada ketinggian diatas 700 m dpl (dataran tinggi) dengan rata-rata curah hujan mm/tahun. Suhu ideal yang diinginkan rami berkisar 20 o -27 o C (Budi et al., 2005). Pada kondisi ideal, tanaman rami dapat dipanen 5-6 kali/tahun (Balai Penelitian Ternak, 2012). Adapun sistematika botani tanaman rami berasal dari divisi magnoliophyta (Angiospermae), kelas magnoliosida, dan termasuk bangsa Urticales (tanaman berbunga) dalam keluarga Urticaceae (Budi, 2005). Tanaman rami satu keluarga dengan tanaman mamaki (Pipturus albidus) dan aljai (Debregeasia caeneb). Beberapa varietas rami yang telah dikembangkan di Indonesia antara lain adalah Pujon10, Florida, dan Lembang. Saat ini rami telah dikembangkan di Malang, Wonosobo, Garut, Sukabumi dan Bogor meskipun dalam luasan yang terbatas. Gambar 1. Tanaman Rami 3
2 Morfologi Daun Rami Daun rami berbentuk seperti hati, dengan ukuran yang relatif cukup besar dibandingkan dengan daun tanaman lain yang sejenis dengan panjang daun (lamina) 7,5-20 cm, lebar 5-15 cm, dan cenderung berkerut. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, tergantung varietas, umur, perawatan, dan sistem budi daya. Secara garis besar, ada dua kelompok tanaman rami, yaitu rami putih yang memiliki lapisan bawah daun berwarna putih keabuan dan mengkilap, serta rami hijau dengan lapisan bawah daun berwarna hijau dengan ukuran daun yang lebih kecil. Daun rami sedikit berbulu pendek sehingga terkesan agak kasar, namun relatif lunak dan tidak berkayu (Balai Penelitian Ternak, 2012). Pinggir daun bergerigi lancip hingga tumpul berwarna seperti warna laminanya. Tulang daun berwarna hijau muda sampai hijau tua atau merah muda hingga merah tua. Tangkai daun (petiole) berwarna hijau muda hingga hijau tua serta merah muda hingga merah tua. Panjang petiole sekitar 3-12 cm, ada yang lebih pendek dari panjang daun, tetapi ada yang hampir sama dengan panjang daun, tergantung dari macam klonnya. Sudut daun (daun-daun bagian atas) berkisar antara (agak tegak sampai terkulai) (Budi et al., 2005). Potensi Produksi Budidaya tanaman rami ini merupakan usaha yang menjanjikan. Menurut FAO (2012) tanaman rami per hektar dapat menghasilkan hijauan hingga 300 ton bahan segar/tahun atau setara dengan 42 ton bahan kering (BK). Produksi hijauan rami di Indonesia berasal dari setiap kali pemotongan atau panen. Sebanyak 44% dari total biomassa yang dihasilkan adalah daun, sehingga setiap tahun dapat dihasilkan daun segar sebanyak 14ton/ha (Balai Penelitian Ternak, 2012). Dari tanaman hijau rami sebanyak kg diperoleh kg (40%) daun hijau dan dari daun hijau ini diperoleh kg (7%) tepung daun kering (Tirtosuprobo, 2011). Daun rami memiliki potensi yang besar untuk pakan hijauan kaya protein, baik untuk ternak ruminansia (sapi, domba dan kambing) maupun nonruminansia (seperti unggas) dan kelinci. Perontokan daun perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak batang sebagai bahan baku serat. Perontokan akan mengurangi bobot batang, sehingga dapat menurunkan biaya pengangkutan batang dari kebun ke tempat pengolahan. Bila satu hektar tanaman rami dapat menghasilkan 14 ton hijauan segar 4
3 per tahun, dan proporsi daun rami dalam ransum ternak ruminansia sekitar 30-40%, maka setiap hektar tanaman rami dapat menunjang 2-4 ekor sapi atau ekor domba (Balai Penelitian Ternak, 2012). Tepung daun rami dapat menggantikan tepung daun alfalfa. Substitusi tepung daun alfalfa dengan tepung daun rami sampai 9% dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan pengaruh berdasarkan parameter angka kematian, pertumbuhan dan bobot ayam (Mehrhof et al., 1950). Sebagai komponen ransum unggas, pemanfaatan daun rami belum banyak dilaporkan. Namun diyakini, dengan teknik pengolahan yang benar menjadi bentuk tepung dapat dijadikan komponen ransum, dengan tetap memperhatikan kandungan serat kasar sebagai pembatas (Mathius dan Sinurat, 2001). Kandungan Nutrient Daun Rami Tanaman rami memenuhi semua unsur-unsur utama atau nutrien makro yang dibutuhkan ternak, antara lain protein kasar 16,35%, lemak kasar 6,36%, serat kasar 13,61% dan abu 20,50% (Despal et al. 2011). Menurut de Toledo et al. (2008) kandungan protein kasar daun rami berkisar 19% sedangkan alfalfa sebesar 20%. Daun rami merupakan hasil sampingan dari tanaman rami yang batangnya digunakan sebagai bahan baku industri kapas dan tekstil. Daun rami memiliki potensi sebagai pakan ternak karena kandungan nutriennya yang cukup baik. Kandungan protein kasar daun rami mencapai 21%, lemak kasar 4%, serat kasar 20%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 46% dan mineral Ca 5,74% (Duarte et al., 1997). Tabel 1. Kandungan nutrien daun rami dengan hijauan tropis lain. Kompone n Daun Rami (Boehmeria nivea) Kacang Hiris (Cajanus cajan) Kandungan Nutrient (%) Glycine (Neotonia wightii) Petai Cina (Leucaena leucocephala) Daun Singkong (Manihot esculenta) Protein Kasar 27,58 19,98 26,01 25,45 37,63 Lemak Kasar 9,7 6,9 5,08 9,82 5,86 Abu 18,02 4,38 8,64 9,82 6,86 Sumber : Veloso et al. (2000) Pada penelitian yang dilakukan oleh Veloso et al. (2000), pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar protein daun rami juga lebih besar dibandingkan dengan legum 5
4 tropis seperti petai cina, kacang hiris dan Glycine. Kadar abu daun rami lebih besar dibandingkan daun singkong, petai cina, kacang iris dan glycine. Pemanfaatan Daun Rami Daun rami memiliki potensi yang besar untuk pakan, baik untuk ternak ruminansia (sapi, domba dan kambing) maupun nonruminansia (seperti unggas) dan kelinci. Perontokan daun perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak batang sebagai bahan baku serat. Penelitian awal untuk memanfaatkan daun rami sebagai pakan hijauan telah dilakukan antara lain untuk kelinci, domba, sapi potong, sapi perah, dan ayam. Ternyata pemberian rami dalam jumlah tertentu dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup, produksi susu maupun telur. Untuk ternak ruminansia, pemberian daun rami lebih dari 50% total ransum tidak memberi pengaruh yang negatif. Hal ini berarti daun rami cukup berpotensi sebagai alternatif bahan pakan hijauan dan dapat merupakan bagian dari ransum. Ditinjau dari kandungan protein kasarnya, tidak mustahil daun rami dapat dipakai sebagai substitusi sebagian pakan konsentrat atau bahan pakan lain sumber protein (Balai Penelitian Ternak, 2012). Daun rami sebagai produk sampingan dalam pertanian rami berpotensi sebagai pakan ternak, dalam penelitian de Toledo et al. (2008) rami dapat menggantikan alfalfa sebanyak 15% dalam pakan kelinci dengan rata-rata pertambahan bobot badan 26,4 g/hari, dengan rasio konversi pakan 3,30. Bila substitusi dalam pakan mengandung rami dan alfalfa masing-masing 7,5% dapat meningkatkan rata-rata pertambahan bobot badan sebesar 28 g/hari, dengan rasio konversi pakan 3,34. Penelitian Duarte et al. (1997) dengan menggunaan daun rami sampai 20% dalam pakan tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada pertumbuhan tikus (Rattus norvegicus), substitusi sampai dengan 40% dapat menyebabkan kematian pada tikus. Substitusi daun rami pada pakan perlu suplementasi metionin, fosfor dan tembaga. Pada penelitian yang dilakukan oleh Veloso et al. (2000) kadar protein kasar daun rami lebih tinggi dibandingkan dengan petai cina. Uji kecernaan dengan metode in sacco pada ternak sapi dari ras Zebu jantan dengan fistula, untuk membandingkan kecernaan potensial dan kecernaan efektif antara rami dengan beberapa hijuan lainnya seperti ditunjukkan pada Tabel 2. 6
5 Tabel 2. Kecernaan daun rami dibandingkan dengan hijauan lainnya Parameter Petai Cina (Leucaena leucocephala) Kacang Hiris (Cajanus cajan) Glycine (Neonotonia wightii) Rami (Boehmeria nivea) Daun Singkong (Manihot esculenta) Kecernaan Potensial (%) 81 57,76 65,82 86,72 77,62 Laju Degradasi (%/h) 7,2 2,5 18,2 9,9 9,7 Sumber : Veloso et al. (2000) Kadar nutrien daun rami lebih besar dibandingkan dengan seluruh bagian tanaman rami (Tuyen, 2007). Penelitian secara in vivo yang dilakukan oleh Tuyen et al. (2007) menunjukkan angka kecernaan antara tanaman rami utuh, daun rami segar dan daun rami yang telah dikeringkan pada ternak kambing seperti digambarkan pada Tabel 3. Daun rami segar secara umum memiliki kecernaan lebih besar dibandingkan tanaman rami utuh dan daun rami yang dikeringkan. Daun rami segar memiliki kecernaan yang tinggi sehingga penggunaannya sebagai pakan ternak sebaiknya dalam keadaan segar. Tabel 3. Kecernaan bagian-bagian dari tanaman rami dengan metode in vivo Bagian Tanaman Kecernaan (%) Bahan Kering Protein Kasar Bahan Organik Serat Kasar Tanaman rami 55,5 75,9 66,1 44,2 Daun Rami Segar 62,5 80,9 78,5 70,4 Daun Rami Kering 54,4 60,6 63,1 65,8 Sumber : Tuyen et al. (2007) Daun rami sebagai limbah pertanian rami sebagai pakan dapat meningkatkan pertumbuhan pada domba Texel di Wonosobo (Kuntjoro et al., 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun belum dapat menggantikan fungsi konsentrat, penambahan limbah rami sebanyak 10%, 20% dan 30% pada pakan dapat meningkatkan pertumbuhan bobot tubuh domba masing-masing sebesar 186,67 g/hari, 153,34 g/hari dan 103,34 g/hari. Perlakuan pada penelitian ini adalah P1 hanya diberikan hijauan, P1 konsentrat tanpa penambahan rami, P2 90% konsentrat dengan penambahan 10% hay rami, P3 80% konsentrat dengan penambahan 20% rami dan P4 70% konsentrat dengan penambahan 30% hay rami. Penambahan daun 7
6 rami juga meningkatkan statistik vital pada dalam dada domba sebesar 1,20 cm, 0,95 cm dan 0,90 cm; panjang tubuh 0,05 cm, 1,00 cm dan 0,75 cm; dalam dada 1,50 cm, 0,15 cm dan 0,3 cm. Sementara itu penambahan limbah rami pada pakan ternak hanya dapat meningkatkan penambahan ukuran statistik vital dalam dada pada pemberian rami 30% sebesar 0,15 cm. Daun rami juga berpotensi untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai sumber antioksidan selain teh hijau. Daun rami mengandung zat antioksidan polyphenol 149 mg/g, nilai ini lebih tinggi dibandingkan pada teh hijau yang mengandung kadar polyphenol 10,98 mg/g. Selain kandungan antioksidan polyphenol yang tinggi, daun rami juga mengandung antioksidan flavonoid 49 mg/g (Lee et al., 2009). Ekstrak tanaman rami dalam bidang medis juga bermanfaat sebagai hepatoprotektif karena dapat mengurangi efek kerusakan dan sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B (Chang et al. 2008). Teknik Preservasi Hijauan Dari setiap kali pemotongan atau panen, hampir 44% dari total biomassa yang dihasilkan adalah daun, sehingga setiap tahun dapat dihasilkan daun segar sebanyak 14 ton/ha (Balai Penelitian Ternak). Potensi kuantitas daun rami yang cukup besar ini, perlu adanya teknik pengawetan untuk menjaga kualitas nutrient daun rami dalam kondisi segar. Kadar nutrient daun rami segar lebih baik dibandingkan daun rami yang sudah dikeringkan (Tuyen et al. 2007). Pada penelitian Despal et al. (2011), diketahui bahwa proses ensilasi daun rami dengan bahan aditif gaplek menghasilkan silase daun rami berkualitas baik. Ensilasi daun rami dengan bahan aditif berupa pollard, jagung, dedak dan onggok menghasilakn silase daun rami cukup baik. Penelitian Safarina et al. (2009) menyatakan bahwa silase daun rami yang diuji secara in vitro menghasilkan kecernaan bahan organik lebih dari 72%. Angka tersebut mengindikasikan bahwa silase daun rami merupakan pakan yang fermentabel dan tinggi kecernaannya. Dengan demikian daun rami berpotensi digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Teknik preservasi hijauan secara umum dibagi atas dua yaitu silase dan hay. Silase merupakan teknik preservasi hijauan dengan cara fermentasi hijauan pada kondisi kadar air yang cukup tinggi. Hay adalah teknik preservasi dengan cara mengeringkan hijauan (FAO, 2012). Silase didasarkan pada fermentasi alami asam 8
7 laktat dimana BAL (Bakteri Asam Laktat) memfermentasi gula atau karbohidrat mudah terlarut menjadi produk utamanya asam laktat secara anaerob. Fermentasi umumnya berlangsung secara anaerobik di dalam wadah yang disebut silo. Pada lingkungan seperti ini, fermentasi asam laktat menyebabkan kondisi lingkungan yang asam (ph sekitar 4) yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk sehingga silase dapat disimpan dalam waktu lama tanpa mengalami pembusukan (McDonald et al. 1995). Jika ensilasi tidak berlangsung dengan benar, maka banyak produk lain yang akan dihasilkan seperti asam butirat dan silase berkualitas rendah serta tidak palatable (Moran, 2005). Proses pembuatan silase, secara garis besar terdiri dari empat fase : (1) fase aerob, (2) fase fermentasi, (3) fase stabil dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan pada ternak. Setiap fase mempunyai ciri khas, sebaiknya diketahui agar kualitas hijauan sejak panen, pengisian ke dalam silo, penyimpanan dan periode pemberian pada ternak dapat terpelihara dengan baik agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut. Prinsip pembuatan silase menurut Muck (2011), adalah pemeliharaan lingkungan aerobik dan fermentasi gula. Homo-fermentasi lactobacilli memegang peranan aktif pada kualitas silase. Khususnya Lactobacillus plantarum diketahui sebagai mikroorganisme homofermentatif pada silase dan suatu strain khusus yang berasal dari material tanaman. Beberapa jenis lactococci juga berperan untuk membuat kondisi asam pada silase pada tahap awal fermentasi. Kemudian lactobacilli menjadi mikroorganisme yang dominan untuk menyebabkan suasana asam pada silase. Beberapa hal yang penting untuk menghasilkan silase berkualitas tinggi adalah kandungan bahan kering sekitar 35 40%, cukup mengandung gula (lebih dari 2% BS), rapat dan cepat ditutup (kedap udara) suhu penyimpanan untuk homofermentatif LAB (McDonald et al., 1995). Penyiapan silase berkualitas tinggi tidak mudah, tergantung dari keberadaan LAB alami. Penambahan aditif silase perlu dilakukan jika LAB rendah. Aditif silase LAB atau media yang baik untuk pertumbuhan LAB seperti WSC tinggi dan DM yang sesuai dapat meningkatkan kualitas silase (McDonald et al. 1995). Menurut Moran (2005), ada 9 tahap pembuatan silase berkualitas yaitu 1) pemanenan hijauan ketika produksi berlimpah dan kualitas tinggi, 2) kandungan 9
8 bahan kering hingga 30%, 3) penambahan bahan mudah difermentasi pada saat membuat silase, 4) pemotongan hijauan 1 3 cm sebelum diensilasi, 5) pemadatan hijauan sebisa mungkin, 6) pemasukan hijauan ke silo secepat mungkin, 7) kedap udara sesegera mungkin, 8) penjagaan kondisi silo kedap selama proses fermentasi, dan 9) pengeluaran silase dari penyimpanan minimum 20 cm setiap hari. Fase ensilasi menurun Moran (2005) terdiri dari fase aerobik, fase fermentasi, fase stabil dan fase anaerobik. Hijauan di daerah tropis kurang cocok untuk dibuat silase karena kandungan karbohidrat terlarut airnya yang rendah. Namun, pelayuan dan penambahan substrat yang fermentable sebelum ensilasi yang akan menghasilkan silase yang baik dengan menurunkan kapasitas buffer, dan proteolisis (Titterton dan Pareeba, 2000). Macam-macam Bentuk Silo Dengan jumlah produksi hijauan yang cukup tinggi per luasan lahan tanaman rami, perlu silo yang besar untuk dapat mengawetkan daun rami tersebut menjadi silase. Jenis silo yang digunakan akan memengaruhi kualitas fisik dan kimia dari silase (Kizilsimsek et al., 2005). Pada umumnya terdapat berbagai jenis silo yang dapat digunakan sesuai kebutuhan seperti trench silo, bunker silo, weenie bags dan plastic wrapped (Perry et al., 2003). Trench Silo Silo jenis ini biasanya terdiri atas galian tanah ke arah sisi. Trench silo memiliki berbagai ukuran tergantung kondisi lahan.trench silo biasanya dibuat menyempit pada bagian bawah dengan tujuan efektivitas pemadatan materi silase. Lantai dan dinding trench biasanya dibuat dari beton kokoh. Secara khas pada trench silo, lantai dibuat miring dengan tujuan drainase pada proses ensilasi. Bahan silase yang telah dipadatkan kemudian ditutup dengan plastik lalu diberi pemberat oleh tanah, ban bekas, papan atau bahan lainnya. Silo jenis ini dapat digunakan untuk membuat silase dengan kuantitas yang sangat besar dan waktu penyimpanan yang lebih lama. Silase dapat digunakan dengan pengeluaran silase secara bertahap tanpa merusak bagian lain dari silase (Perry et al. 2003). Menurut Ensminger (1977) trench silo merupakan silo yang ekonomis karena biaya pembuatannya yang murah dan 10
9 konstruksi yang paling mudah dibuat. Berikut adalah gambar trench silo pada Gambar 2. Bunker Silo Gambar 2. Trench silo Sumber : Silo ini biasanya digunakan pada lahan datar dan berkerikil. Bunker silo digunakan sama seperti trench, perbedaan terdapat pada bagian depan terdapat diatas tanah dan bagian belakang silo terdapat dibawah tanah. Bunker silo merupakan silo tipe semi-underground, sebagian terletak agak kedalam lapisan tanah dan sebagian lainnya muncul kepermukaan tanah. Weenie Bags Silo ini merupakan silo bukan permanen, biasanya hanya digunakan satu kali. Penggunaan weenie bags merupakan alternatif pembuatan silase yang cukup mahal. Namun, kualitas silase dapat lebih terjaga karena udara yang berada di dalam weenie bags sangat terbatas. Proses penanganan silase pada weenie bags pun lebih mudah. Plastic-wrapped Bales Silo ini hampir sama dengan weenie bags, dimana plastik digunakan untuk membatasi akses oksigen ke dalam silase selama proses ensilasi. Pada proses ini mesin pemotong membantu dalam proses pemasukan bahan kedalam plastik. Proses ini dapat digunakan dengan direct-chopped. Silo ini disimpan diluar ruangan dengan berbagai kondisi lingkungan dan cuaca. Beban yang cukup berat pada silo ini sehingga membutuhkan bantuan penggunaan tractor front-end loader. Pada beberapa 11
10 negara, penyimpanan plastic-wrapped bales ini menjadi sangat penting untuk menghindari gangguan dari burung yang akan melubangi plastik. Tower Silo Conventional Upright. Pada masa-masa sekarang ini, silo jenis ini dikonstruksi dari beton bertulang. Silo ini berbentuk silinder dan memiliki atap untuk melindungi kelebihan bahan. Silo ini juga dilengkapi dengan rangkaian pintu ukuran 2 x 1, yang terletak setiap 4 kaki antar sisi silo. Untuk pengambilan silase ini menggunakan mesin dan diambil dari bagian atas. Jika silo ini ingin digunakan kembali maka perlu dikosongkan terlebih dahulu bahan sebelumnya. Airtight Sealed Silo. Silo ini mirip dengan jenis conventional upright. Silo ini dibuat dari bahan metal. Ukuran diameter silo ini biasa kaki dan tinggi kaki. Hijauan yang dapat dibuat silase efektif pada silo ini dengan bahan kering 25% - 75%. Silo tersebut dapat dikelompokkan menjadi silo permanen dan portabel. Pembuatan silase dapat dilakukan di dalam semacam sumur yang disebut Pit Silo ; lubang di tanah yang bentuknya memanjang yang disebut Trench Silo atau bangunan yang menjulang diatas tanah yang berbentuk bundar, baik dari beton maupun plat besi yang disebut Tower Silo. Paling murah adalah trench silo atau pit silo. Tetapi perlu diperhatikan bahwa tempat pembuatan trench silo atau pit silo tersebut harus di tanah miring atau tinggi hingga tidak tergenang air waktu hujan, karena genangan air dalam silo tersebut dapat membawa akibat buruk terhadap silase yang dibuat. Lubang silo hendaknya jangan kerembesan air untuk menghindari tergenangnya air di dalam silo dapat dibuatkan lapisan beton dari dinding silo tersebut, atau dibuat silo yang tidak terlalu dalam (trench silo) dan dibuatkan saluransaluran penyalur air di sekitarnya hingga tidak merembes ke dalam silo (Siregar, 1996). Trench dan bunker merupakan silo yang dapat digunakan untuk membuat silase dengan kuantitas yang sangat besar dan waktu penyimpanan yang lebih lama. Silase dapat digunakan dengan pengeluaran silase secara bertahap tanpa merusak bagian lain dari silase. Bag silo adalah silo untuk membuat silase dengan kuantitas yang lebih kecil serta lebih mudah ditangani namun kurang ekonomis (Perry et al., 12
11 2003). Produksi daun rami yang tinggi tentunya memerlukan silo dengan kapasitas yang besar dan ekonomis. Kualitas silase pada bag silo lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan trench silo. Pada penelitian Kizilsimsek et al. (2005), membandingkan kualitas silase antara silo skala besar seperti trench dan bunker dengan silo skala kecil seperti bag silo. Hasil menunjukkan bahwa kualitas fisik silase antara kedua jenis silo tidak berbeda nyata. Demikian juga pada parameter kimia menunjukkan bahwa silase dari kedua jenis silo memiliki kualitas yang tidak berbeda. Daun rami dengan produksi yang tinggi sehingga perlu preservasi dalam kondisi segar untuk dapat mempertahankan kualitasnya. Trench silo dapat menjadi pilihan dalam mempertahankan kualitas daun rami dengan proses ensilasi. Kualitas Silase Keberhasilan pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu populasi bakteri asam laktat, sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan hijauan yang digunakan dan keadaan lingkungan. Kualitas silase yang dihasilkan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: hijauan yang digunakan, zat aditif dan kadar air di dalam hijauan tersebut. Kadar air yang tinggi mendorong pertumbuhan jamur dan menghasilkan asam butirat, sedangkan kadar air yang rendah menyebabkan suhu di dalam silo lebih tinggi sehingga mempunyai resiko yang tinggi terhadap terjadinya kebakaran. Keberadaan dan keadaan BAL alami yang cukup baik dalam proses ensilasi atau penambahan aditif silase berupa BAL atau bahan yang mengandung sumber gula dan bahan kering yang sesuai dapat menghasilkan silase berkualitas baik (McDonald et al., 1995). Proses pelayuan dan penambahan bahan lain yang mengandung gula juga dapat menghasilkan silase berkualitas baik. Hal ini terutama perlu dilakukan pada hijauan tropis yang memiliki karbohidrat terlarut air dalam jumlah sedikit (Titterton dan Pareeba, 2000). Selain itu, silase yang dibuat juga harus kedap udara dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat homofermentatif (McDonald et al., 1995). Pada penelitian Despal et al. (2011), parameter yang diamati untuk mengetahui kualitas daun rami antara lain a) karakteristik fisik silase meliputi perubahan warna, aroma, tekstur dan keberadaan mikrob pembusuk; b) karakteristik 13
12 fermentatif silase, yaitu nilai ph, kehilangan BK, perombakan protein, karbohidrat mudah larut air dan profil asam organik yang dihasilkan dari ensilasi; c) karakteristik utilitas silase daun rami secara in vitro ditentukan berdasarkan fermentabilitas bahan organik membentuk volatile fatty acid (VFA), fermentabilitas protein menghasilkan amonia (NH 3 ), kecernaan BK dan bahan organik (BO). Karakteristik Fisik Karakteristik fisik silase meliputi perubahan warna, aroma, tekstur dan keberadaan mikroba pembusuk. Menurut Saun & Heinrich (2008), warna silase berkualitas baik adalah berwarna normal seperti kuning kehijauan sampai agak coklat (Tabel 4). Bila silase berwarna kecoklatan menandakan terjadi reaksi karamelisasi sehingga bahan kering dalam silase banyak terdegradasi. Parameter berikutnya yaitu aroma silase. Aroma silase berkualitas baik adalah berbau asam segar. Secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu rasa dan bau asam, tetapi segar dan enak. Bau asam yang timbul disebabkan oleh pembentukan asamasam organik seperti asam laktat, asetat dan butirat dari degradasi pati pada proses ensilasi (Siregar, 1996). Tabel 4. Karakteristik Aroma dan Warna Silase Aroma Warna Sebab Asam kekuningan asam asetat Alkohol normal ethanol Sharp sweet normal asam propionat Rancid butter kehijauan asam butirat Karamel/tembakau coklat kehitaman temperatur yang tinggi Sumber : Saun & Heinrich (2008). Tekstur dan kelembaban silase juga menjadi parameter fisik silase. Tekstur silase yang baik adalah remah dan tidak menggumpal. Kelembaban silase dapat bervariasi pada bagian-bagian silase yang dibuat pada bunker silo. Keberadaan jamur (molds) pada silase dapat mengindikasikan bahwa silase terlalu lembab, jamur tidak akan tumbuh pada kelembaban kurang dari 15% (Saun & Heinrich, 2008). 14
13 Karakteristik Fermentatif Karakteristik fermentatif silase, yaitu nilai ph, kehilangan BK, perombakan protein, karbohidrat mudah larut air dan profil asam organik seperti kadar volatile fatty acid (VFA) yang dihasilkan dari ensilasi. Nilai ph pada silase berkualitas baik yaitu berkisar antara 3,8 4,8. Kadar air bahan akan berkorelasi negatif terhadap nilai ph. Kadar air yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan ph lebih lambat sehingga terjadi proteolisis oleh bakteri Clostridia (Saun & Heinrich, 2008). Kehilangan bahan kering dapat terjadi akibat degradasi bahan kering selama proses ensilasi. Pada fase awal ensilase dalam kondisi masih aerobik dan ph normal, mikroba pendegradasi masih dapat merombak bahan kering dan nutrien pada bahan. Perombakan protein merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas silase. Protein yang mengalami proteolisis dapat dilihat melalui banyaknya kadar amonia (NH 3 ) pada fase awal ensilasi yaitu fase aerobik. Pada fase ini proses proteolisis terjadi karena ph normal dan keberadaan bakteri Clostridial. Amonia yang terbentuk akan memengaruhi penurunan ph pada silase sehingga protein dalam hal ini dapat menimbulkan buffering capacity pada proses ensilasi. Kadar NH 3 pada silase diharapkan kurang dari 8-10% (Saun & Heinrich, 2008). Parameter lainnya antara lain kadar VFA, VFA menggambarkan proses fermentasi pada ensilasi. Penting untuk memahami bahwa tingkat VFA akan sangat bervariasi berdasarkan spesies tanaman, bahan kering saat panen, alami dan menambahkan populasi bakteri, bidang kerugian respirasi, cuaca dan sinar matahari sebelum panen, dan yang paling penting yang gula isi tanaman setelah mencapai struktur penyimpanan. Kadar VFA pada silase hijauan basah berkualitas baik yaitu antara 10 14%, sedangkan pada silase bijian yaitu antara 2 4% (Saun & Heinrich, 2008). Parameter lain untuk karakteristik fermentatif yaitu kadar karbohidrat mudah larut (water soluble carbohydrate). Karbohidrat mudah larut ini akan digunakan sebagai prekursor bagi mikroba fermentatif untuk menghasilkan asam-asam organik sehingga menurunkan ph silase. Penambahan WSC dapat mempercepat pembentukan asam-asam organik untuk menurunkan ph sehingga menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kadar WSC normal pada silase yaitu 1 3% (Seglar et al., 2003). 15
14 Karakteristik Utilitas Karakteristik utilitas silase daun rami secara in vitro ditentukan berdasarkan fermentabilitas bahan organik membentuk volatile fatty acid (VFA), fermentabilitas protein menghasilkan amonia (NH 3 ), kecernaan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO). VFA (Volatile Fatty Acid) atau asam lemak terbang merupakan sumber energi utama bagi ruminansia dan merupakan hasil akhir dari fermentasi gula, selain energi buat ternak ruminansia VFA juga merupakan hasil akhir dari fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme pada proses ensilase. Menurut McDonald et al (1995) pakan yang masuk kedalam rumen difermentasi untuk menghasilkan produk utama berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metan dan CO2. Dalam rumen karbohidrat pakan mengalami tiga tahap pencernaan enzim-enzim yang dihasilkan mikroba rumen. Tahap pertama karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan pentosa. Protein yang masuk kedalam rumen akan mengalami proteolisis oleh enzimenzim protease menjadi peptida, kemudian dihidrolisis menjadi asam amino dan secara cepat akan dideaminasi menjadi amonia. Asam amino dan amonia akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Proporsi protein yang didegradasi dalam rumen pada umumnya sekitar 70-80% dan untuk protein yang sulit dicerna sekitar 30-40%. Kandungan protein ransum yang tinggi dan proteinnya mudah didegradasi akan menghasilkan konsentrasi NH 3 yang tinggi didalam rumen (McDonald et al., 1995). Produksi amonia (NH 3 )dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya produksi maksimum dicapai pada 2-4 jam setelah pemberian pakan. Produksi amonia juga dipengaruhi oleh sumber protein yang digunakan dan mudah tidaknya protein tersebut didegradasi. Sebaliknya, jika degradasi protein lebih cepat daripada sintesis protein mikroba maka amonia akan terakumulasi dan melebihi konsentrasi optimumnya. Amonia optimum dalam rumen berkisar antara mg/l atau 6-21 mm (McDonald, 1995). 16
HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciPENGARUH JENIS SILO TERHADAP KUALITAS SILASE DAUN RAMI (Boehmeria nivea, L. Gaud) BERADITIF SKRIPSI DIPA ARGADYASTO
PENGARUH JENIS SILO TERHADAP KUALITAS SILASE DAUN RAMI (Boehmeria nivea, L. Gaud) BERADITIF SKRIPSI DIPA ARGADYASTO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya
TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) identik dengan serat karena selama ini tanaman tersebut dibudidayakan untuk diambil seratnya. Adapun sistematika botani
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciOkt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34
HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciKomparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas
Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)
TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Limbah Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia dengan luas panen dan produksi pisang selalu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA
PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan hewan ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk pertumbuhan
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan utama dalam segala bidang usaha ternak, termasuk dalam hal ternak ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi. Salah satu limbah yang banyak terdapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun 2020, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkatlima kali lipat (Fatimah,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh
PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup
PENDAHULUAN Latar Belakang Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup berat bagi peternak. Hal tersebut dikarenakan sulitnya memenuhi kebutuhan pakan hijauan yang berkualitas untuk ternak,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Sagu di Riau Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylonsecara garis besar digolongkan menjadi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan bahan pakan yang diberikan. Namun akhir-akhir ini lahan untuk pengembangan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanamaneceng gondok (Eichhornia crassipes) berasal dari Amerika
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eceng Gondok Tanamaneceng gondok (Eichhornia crassipes) berasal dari Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan sejenis tanaman bakung yang hidup terapung di atas permukaan air,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan,
PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan, diantaranya adalah jenis ketela pohon. Ketela pohon merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan menduduki urutan pertama, dimana biaya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)
TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Timbunan sampah yang tidak terurus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Rami (Balittas, 2009)
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Rami (Boehmeria nivea L. Gaud) Tanaman rami adalah tanaman berumpun tahunan yang menghasilkan serat dari kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini, secara botanis
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ampas Sagu di Riau Sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dengan luas areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Silase
TINJAUAN PUSTAKA Silase Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob (Moran, 2005; Johnson
Lebih terperinciDiharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan
SILASE TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PENGEMBANGAN SUMBER PAKAN TERNAK BAMBANG KUSHARTONO DAN NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Pengembangan silase tanaman jagung sebagai alternatif
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi
TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar
Lebih terperinciKAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG
KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1. Pisang (Musa paradisiaca L) Tanaman pisang merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan baik dilahan khusus maupun ditanam sembarangan, karena
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar
PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciPengembangan Peternakan Terpadu dan Pakan Ternak yang dapat Mendukung Program Posdaya
Pengembangan Peternakan Terpadu dan Pakan Ternak yang dapat Mendukung Program Posdaya Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, MS Dr. Iwan Prihantoro SPt, MSi 2014 PETERNAKAN TERPADU Pola integrasi antara ternak
Lebih terperinci