TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA OTENTIK SEBAGAI AKTA PENGAKUAN HUTANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA OTENTIK SEBAGAI AKTA PENGAKUAN HUTANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt."

Transkripsi

1 1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA OTENTIK SEBAGAI AKTA PENGAKUAN HUTANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel) Oleh Rina Puspitasari Mahasiswi FHUI Program Ext. ( ) Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia sebagai negara hukum, maka dalam menjalankan segala kehidupan bernegara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku demi terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat. Untuk mendukung terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat maka diperlukan adanya aparatur hukum yang mewujudkan penegakan hukum. Hukum acara perdata juga disebut hukum acara perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara-cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil. 1 Menurut Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR, Hakim mempunyai kewajiban untuk mengadili seluruh gugatan dan dilarang menetapkan keputusan yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada apa yang dituntut (ultra petitum partium). Putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan, tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebahagian saja, dan mengabdikan gugatan selebihnya. Oleh karena itu Hakim harus menggunakan alat-alat yang diperlukan untuk membenarkan anggapannya mengenai peristiwa yang bersangkutan. Pasal 137 HIR dan Pasal 163 RBg menentukan bahwa pada umumnya kedua belah pihak yang saling berperkara 1 Retno Wulan Sutanto dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata, cet.10, (Bandung : CV. Mandar Madju, 2005), hlm 1.

2 2 dapat saling meminta satu dari yang lain supaya diserahkan kepada Hakim suratsurat yang berada di tangan masing-masing agar pihak lawan mengetahui isinya 2. Dari kelima alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 164 HIR yaitu surat atau bukti tertulis, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah 3. Maka alat bukti yang paling penting adalah alat bukti tertulis terutama alat bukti tertulis otentik yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Diantara akta otentik yang sering dimajukan kepada Hakim sebagai alat bukti dalam perkara perdata salah satunya adalah akta notaris 4. Sebagai akta otentik, akta notaris mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan dengan akta dibawah tangan. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai dua macam kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian formil dimana akta tersebut membuktikan bahwa para pihak telah menjelaskan apa yang tertulis di dalam akta tersebut, dan kekuatan pembuktian materiil yaitu akta tersebut membuktikan bahwa peristiwa yang tercantum dalam akta tersebut benarbenar terjadi dan kekuatan mengikat keluar kepada pihak ketiga 5. Berdasarkan Pasal 165 HIR dan 285 Rbg akta notaris sebagai akta otentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli waris dan orangorang yang mendapat hak daripadanya sehingga tidak diperlukan pembuktian lain. Undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa: Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Berdasarkan pengertian tersebut di atas apa yang dilakukan oleh hakim dalam rangka memperoleh kepastian dan kebenaran peristiwa itu sendiri menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH mempunyai beberapa pengertian, yaitu : 6 1. Membuktikan dalam arti logis yaitu memberi kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang hingga tidak memungkinkan adanya bukti lawan. 2 Ibid., hlm Ibid, hlm Ibid., hlm Ibid., hlm Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. hlm 3.

3 3 2. Membuktikan. dalam, arti, konvensional, di. sinipun membuktikann berarti juga memberikan kepastian, hanya saja kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya. 3. Membuktikan dalam arti yuridis, pembuktian di sini hanya beklaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak, sebab ada kemungkinan jika pengakuan, kesaksian atau suratsurat itu tidak benar atau palsu atau dipalsukan maka dimungkinkan adanya bukti lawan 7. Surat akta ini ada dua macam pula yaitu surat akta otentik dan surat akta dibawah tangan. Hal ini mempunyai arti bahwa pada hakekatnya pengadilan dalam melaksanakan setiap kegiatan mengadili harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Pengadilan juga memandang semua orang sama tanpa harus membedakan derajat, pangkat maupun kedudukan orang tersebut. Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dalam Pasal 84 hanya menyebutkan bahwa suatu akta hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan atau menjadi batal demi hukum apabila akta tersebut melanggar ketentuan pasal-pasal yang terdapat di dalam pasal 84 UUJN tersebut, dalam hal ini tidak disebutkan bahwa suatu akta notaris dapat dibatalkan. Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, juga tidak menjelaskan bahwa akta PPAT dapat dibatalkan. Berdasarkan hal tersebut dengan demikian Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UUJN Nomor 30 Tahun 2004, tidak menyebutkan secara tegas mengenai adanya kewenangan Hakim untuk menentukan keabsahan suatu akta notaris, namun dalam kenyataannya Hakim sering membatalkan akta notaris. Hal tersebut dilakukan Hakim berdasarkan adanya pendapat bahwa suatu akta notaris sebagai bentuk dari suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dan sesuai dengan kepantasan yang mengakibatkan Hakim boleh memperluas atau membatasi kewajiban para pihak dalam perjanjian. 7 Ibid., hlm

4 4 Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik dan menuangkan dalam penelitihan skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis terhadap pembatalan Akta Otentik Sebagai Akta Pengakuan Hutang (Studi Kasus Putusan No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel) II. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan akta pengakuan hutang dianggap menjadi akta otentik? 2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menentukan pembuktian pembatalan akta pengakuan hutang sebagai akta otentik sesuai dengan syarat no. 1 tesebut diatas dalam pemeriksaan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara dalam putusan No. : 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel? 3. Apa akibat hukum dari batalan akta pengakuan hutang tersebut sebagai akta otentik? III. Pembahasan Pengertian perjanjian telah diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.. 8 R. Subekti, mengemukakan pendapatnya tentang pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal 9. Sedang menurut Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri 8 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata 9 Subekti, Op. Cit., hlm. 1.

5 5 untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Menurut Abdul Kadir Muhammad. Pengertian perjanjian terdapat beberapa unsur, yaitu : 10 a. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang; b. Adanya persetujuan para pihak; c. Adanya tujuan yang akan dicapai; d. Adanya prestasi yang akan dicapai. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, dan syarat itu diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu: 1. Kesepakatan Para Pihak Pengertian sepakat diartikan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui oleh para pihak. Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu perjanjian dimulai dari adanya unsur penawaran, (offer) oleh salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lainnya Kecakapan Untuk Sesuatu Pasal 1330 KUHPerdata memberikan batasan orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dengan menyatakan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian, adalah: 12 a) Anak yang belum dewasa; b) Orang yang ditaruh di bawah pengampunan; c) Orang perempuan dalam hal-hal ditetapkan Undang-undang dan semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu. Sehubungan dengan yang disebut pada point c di atas tidak berlaku dengan keluarnya SEMA RI Nomor 3 Tahun 1963 yaitu bahwa seorang perempuan bersuami atau berada dalam suatu ikatan perkawinan telah dapat melakukan tindakan hukum dengan bebas serta sudah dibenarkan menghadap di pengadilan walaupun tanpa izin suaminya. Wanita yang bersuami untuk 10 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), hlm Munir Fuady, Op. Cit, hlm Subekti, Opcit, hlm. 1.

6 6 mengadakan suatu perjanjian, memerlukan izin tertulis dari suaminya (Pasal 108 KUHPerdata). Namun, seiring dengan perkembangan zaman ketentuan ini tidak berlaku lagi dengan alasan sebagai berikut yaitu : 13 Perkembangan emansipasi wanita di zaman sekarang yang menempatkan posisi wanita sejajar dengan pria; dari semula yang dimaksudkan KUHPerdata tentang ketidakcakapan istri hanyalah dalam bidang hukum kekayaan saja, bukan dalam bidang-bidang lainnya; dalam Pasal 31 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa suami-istri mempunyai hak dan kedudukan seimbang, dan masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum. 3. Suatu Hal Tertentu Sebagai syarat yang ketiga untuk sahnya perjanjian adalah perjanjian itu harus mengenai suatu hal yang tertentu. Artinya apa yang diperjanjikan sebagai hakhak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, dan merupakan objek perjanjian prestasi harus tertentu jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian batal demi hukum Suatu Sebab Yang Halal Suatu sebab yang halal sebagai syarat keempat untuk sahnya perjanjian sering juga disebut dengan oorzaak (bahasa Belanda) dan causa (bahasa Latin) Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. 15 Menurut KUHPerdata syarat sahnya perjanjian terdiri dari empat syarat yaitu : dua syarat pertama berupa kesepakatan dan kecakapan yang disebut sebagai syarat subjektif karena mengenai pihak-pihak atau subjek yang terdapat 13 Munir Fuady, Op. Cit, hlm Abdulkadir Muhammad, Opcit, hlm Ibid, hlm. 94.

7 7 dalam perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek hukum yang dilakukan. 16 Perbedaan antara dua syarat subjektif dan syarat objektif terletak pada akibat hukum yang terjadi apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi. Apabila suatu syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian tetap mengikat kedua belah pihak, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian dibatalkan. Perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, ialah perjanjian yang tanpa kesepakatan dan atau tanpa kecakapan. Sedangkan jika syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum (van rechtswege nietig), artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu kontrak (perjanjian) dan tidak pernah ada suatu perikatan, sehingga dengan demikian tiada dasar bagi para pihak untuk saling menuntut dimuka hakim. Suatu perjanjian biasanya dituangkan dalam akta otentik atau akta di bawah tangan. Disini yang akan kita bahas adalah mengenai mengenai akta otentik yang dalam Pasal 1868 KUHPerdata disebutkan : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Dengan demikian agar suatu akta memiliki stempel otentisitas haruslah dipenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pasal ini, yaitu; a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang Pejabat Umum b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang c. Pejabat Umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat harus memiliki wewenang untuk membuat akta tersebut. Letak kekuatan pembuktian yang istimewa dari suatu akta otentik menurut Pasal 1870 KUHPerdata atau Pasal 165 RIB (Pasal 285 RDS) suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya, Akta otentik itu merupakan suatu bukti yang mengikat, dalam arti bahwa sesuatu yang ditulis dalam akta harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus 16 Subekti, Opcit, hlm. 17.

8 8 dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan dan ia sudah tidak memerlukan suatu bukti lain, dalam arti sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian, ia merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. Dapat dijelaskan bahwa tiap-tiap akta notaris mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian, yaitu meliputi : Kekuatan Pembuktian Lahiriah (Uitwendige Bewijsracht). Bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat diangap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau seperti yang lazim disebut dalam bahasa latin : acta publica probant sese ipsa. 2. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht) Dengan kekuatan pembuktian formal ini oleh akta otentik dibuktikan, bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan itu, sebagaimana yang tercantum dalam akta tersebut dan selain dari itu, kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukannya dan disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya itu. Dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orang-orang yang hadir (comparanten), demikian juga tempat di mana akta itu dibuat dan sepanjang mengenai akta partij, bahwa para pihak ada menerangkan seperti yang diuraikan dalam akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak sendiri (demikian menurut pendapat yang umum). 3. Kekuatan Pembuktian Material (Materiele Bewijskracht) Sepanjang yang menyangkut kekuatan pembuktian material dari suatu akta otentik, terdapat perbedaan antara keterangan dari Notaris yang dicantumkan dalam akta itu dan keterangan dari para pihak yang tercantum di dalamnya. Tidak hanya kenyataan, bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan 17 R.Soegondo Notodisoerjo, Op.cit, Hlm 55

9 9 oleh akta itu, akan tetapi juga isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang dinamakan preuve preconstituee ; akta itu mempunyai kekuatan pembuktian material. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang bunyinya : Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang di muat di dalamnya. Pasal 1871 KUHPerdata yang bunyinya : Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai suatu penuturan belaka. Selain sekadar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta. Oleh karena suatu akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna atau mutlak. Ada beberapa alasan sehingga akta otentik merupakan satu-satunya alat bukti yang mempunyai nilai yang sangat tinggi dari alat bukti lainnya termasuk akta dibawah tangan yaitu : Akta otentik merupakan alat bukti tertulis sebagaimana yang dmaksud dalam pasal 1868 KUHPerdata, 164 RIB dan 283 RDS; 2. Akta otentik sejak semula sengaja dibuat sebagai alat bukti; 3. Akta otentik dibuat oleh dan dihadapan pejabat Negara yang ditunjuki berdasarkan undang-undang; 4. Berdasarkan pasal 1870 KUHPerdata atau 165 RIB akta otentik memberikan diantara pada pihak, ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya; 5. Akta otentik selain merupakan alat bukti sempurna, juga sebagai bukti yang mengikat. Merupakan bukti yang sempurna dalam arti tidak memerlukan sesuatu penambahan pembuktian. Sedangkan mengikat dalam arti bahwa apa yang ditulis didalmnya harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus diangap sebagai benar, selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. 18 Patrik, Purwahid, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.

10 10 Penjelasan mengenai akta otentik diatur dalam KUHPerdata, yaitu Pasal 1868 KUHPerdata bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal/syarat formil suatu akta otentik, yaitu : 19 a. Akta dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) Seorang Pejabat Umum. Pejabat umum tidak sama dengan pegawai negeri, meskipun pegawai negeri mempunyai tugas untuk melayani umum, akan tetapi mereka bukan pejabat umum seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1868 KUHPerdata. Jadi, hanya pajabat umum dalam arti Pasal 1868 KUHPerdata yang berhak membuat akta otentik, yang bisa saja merupakan pegawai negeri, misalnya Pegawai Catatan sipil. Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris, notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya. Otentisitas dari akta notaris bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Dalam hal ini, otentisitas akta notaris bersumber dari Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, di mana notaris dijadikan sebagai pejabat umum sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. b. Akta otentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang. Dalam hal akta notaris, maka harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam UUJN. Ketentuan mengenai sifat dan bentuk akta notaris dapat ditemukan dalam Pasal 38 UUJN. Menurut UUJN, akta antara lain harus dibuat di hadapan atau oleh pejabat umum, dihadiri oleh saksi-saksi, disertai pembacaan oleh notaris dan sesudahnya langsung ditandatangani dan seterusnya. Penandatanganan adalah suatu fakta hukum yang menerangkan suatu penyataan kemauan dari pembuat tanda tangan (penanda tangan) bahwa ia dengan membubuhi tanda tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri. Dalam Undang-undang Jabatan Notaris pada Pasal 38 dinyatakan bahwa akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris bentuknya yaitu : 19 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya : Arkola, 2003), hlm. 148

11 11 1) Setiap akta notaris terdiri atas: Awal akta atau kepala akta; Badan akta; dan Akhir atau penutup akta 2) Awal akta atau kepala akta memuat: Judul akta; Nomor akta; Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan Nama lengkap dan kedudukan notaris. 3) Badan akta memuat: Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; Keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pada para pihak yang berkepentingan; dan Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir serta pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 4) Akhir atau penutup akta memuat: Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7); Uraian tentang penandatangan dan tempat penandatangan atau penerjemahan akta bila ada; Nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal tiap-tiap saksi akta; dan Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian. c. Akta Otentik dibuat oleh pejabat yang berwenang Syarat ketiga adalah bahwa pejabatnya harus berwenang untuk maksud itu di tempat akta tersebut dibuat. Berwenang ini khususnya menyangkut: Jabatannya dan jenis akta yang dibuatnya; hari dan tanggal pembuatan akta; tempat di mana akta dibuat. Sedangkan berwenang disini, artinya adalah: 1) Seorang notaris diangkat oleh Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM) dengan Surat Keputusan. Seorang notaris yang meskipun sudah diangkat, tetapi belum disumpah cakap sebagai notaris, tetapi belum berwenang membuat akta otentik. Demikian juga dengan seorang notaris yang sedang cuti. Seorang notaris yang diskors sebagai notaris dinyatakan tidak cakap (onbekwaam). Sering dijelaskan dalam kuliah-kuliah tidak cakap mencakup seluruh kemampuan bertindak sebagai notaris, sedang notaris tidak tidak berwenang hanya dalam

12 12 beberapa hal atau keadaan, misalnya bilda berada di daerah yang tidak termasuk dalam wilayah kedudukannya. Bila seorang notaris berada di luar wilayah kedudukannya dan ternyata membuat sebuak akta, maka ia bersalah membuat pemalsuan material (materiele vervalsing). 2) Jenis akta yang dibuat oleh seorang notaris. Seorang notaris boleh membuat semua akta dalam bidang notariat, tetapi dia tidak boleh membuat berita acara pelanggaran lalu lintas atau keterangan kelakuan baik, yang semuanya wewenang kepolisian, ia juga tidak boleh membuat akta perkawinan, akta kematian, akta kelahiran (bukan akta kenal akte van bekenheid) yang semuanya adalah wewenang pegawai catatan sipil. 3) Seorang notaris harus berwenang pada tanggal akta dibuat. Notaris yang sudah diangkat, tetapi belum disumpah dan seorang notaris yang sedang bercuti, tidak berwenang membuat akta otentik sampai penyumpahannya dilaksanakan, cutinya berakhir atau cuti dihentikan atas permintaan sendiri. 4) Notaris telah disebutkan diangkat oleh Menteri. Pengangkatan mana dilakukan untuk suatu wilayah (propinsi gewest). Pada jaman penjajahan Belanda, tidak ada pembagian wilayah propinsi untuk daerah di luar Jawa (sehingga namanya disebut residentie). Selain batas wilayah ini, berlaku pula ketentuan kode etik bagi kalangan notaris sehingga terdapat pembatasan wilayah kerja notaris. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memiliki beberapa kewenangan sehingga akta yang dibuatnya berlaku sebagai sebuah akta otentik. Syarat berikutnyaa adalah mengenai syarat materill, suatu akte otentik dalam pembuatannya terikat pada Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : Adanya kesepakatan kedua belah pihak; kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum; adanya obyek yang diperjanjikan, dan adanya kausa yang halal. Mengenai Kebatalan dan Pembatalan Perikatan-perikatan diatur dalam Buku III, bagian kedelapan, Bab IV (pasal 1446 Pasal 1456 KUHPerdata). Istilah Pembatalan dan Kebatalan adalah dua hal yang berbeda, tapi dipergunakan

13 13 dengan alasan yang sama. Penerapan kedua istilah tersebut perlu dikaitkan dengan istilah batal demi hukum (nietig), merupakan istilah yang biasa dipergunakan untuk menilai suatu perjanjian jika tidak memenuhi syarat objektif, yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang, sedangkan istilah dapat dibatalkan jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif, yaitu sepakat dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 20 Akta Notaris batal demi hukum atau mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan terjadi karena tidak dipenuhinya syarat-syarat yang sudah ditentukan menurut hukum tanpa perlu adanya tindakan hukum tertentu dari yang bersangkutan yang berkepentingan, sehingga bersifat pasif. 21 Istilah Pembatalan bersifat bersifat aktif, meskipun syarat-syarat perjanjian telah dipenuhi, tapi para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut berkehendak agar perjanjian yang dibuat tersebut tidak mengikat dirinya lagi dengan alasan tertentu, baik atas dasar dasar kesepakatan atau dengan jalan mengajukan gugatan ke Pengadilan umum, misalnya para pihak telah sepakat untuk membatalkan akta yang pernah dibuatnya atau ada aspek formal akta yang tidak dipenuhi yang tidak diketahui sebelumnya dan ingin dibatalkan. 22 Berdasarkan uraian tersebut, Kebatalan akta Notaris meliputi : 1. Dapat dibatalkan Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUH Perdata mengenai kebebasan berkontrak, dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak. 23 Jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subyektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. 2. Batal demi hukum 20 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung : Refika Aditama, 2011), hlm Ibid., hlm Ibid. 23 Ibid., hlm. 68.

14 14 Seperti halnya perjanjian, suatu akta notaris dapat menjadi batal demi hukum apabila tidak terpenuhinya unsur obyektif suatu perjanjian, yaitu objek tertentu dan sebab yang halal. Mengenai perjanjian harus mempunyai objek tertentu di tegaskan dalam pasal 1333 KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya yang di kemudian hari jumlah (barang) tersebut dapat ditentukan atau dihitung. Dengan demikian suatu perjanjian batal demi hukum, jika : a. Tidak mempunyai objek tertentu yang dapat ditentukan. b. Mempunyai sebab yang dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. 3. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Pasal 1869 KUH Perdata menentukan batasan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi apabila memenuhi ketetentuan karena : 24 a. tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau b. tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan, atau c. cacat dalam bentuknya, meskipun demikian akta seperti itu tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Sedangkan Pembatalan Akta Notaris meliputi : 1. Dibatalkan oleh para pihak sendiri Akta notaris merupakan keinginan para pihak yang datang menghadap notaris, tanpa adanya keinginan tersebut, akta notaris tidak akan pernah dibuat. Isi akta yang bersangkutan merupakan kehendak para pihak bukan kehendak notaries. Jika akta notaris yang berangkutan dirasakan oleh para pihak tidak mencapai tujuan yang diinginkannya atau harus diubah sesuai keadaaan, maka para pihak secara bersama-sama dan sepakat datang ke hadapan notaris untuk membatalkan isi akta yang bersangkutan. Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk dibatalkan atau mereka bersengketa, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya ke pengadilan 24 Habib Adjie, Kebatalan dan pembatalan Akta Notaris, Op. Cit., hlm. 81

15 15 umum untuk membatalkan isi akta yang bersangkutan agar tidak mengikat lagi. Bahwa yang dibatalkan oleh para pihak, baik karena sepakat ataupun melalui putusan pengadilan adalah isi akta, karena isi akta merupakan kehendak para pihak, aspek formal akta notaris merupakan tanggung jawab notaris, yang juga dapat dibatalkan oleh para pihak jika dapat dibuktikan melalui putusan pengadilan Dibuktikan dengan asas praduga sah Notaris sebagai Pejabat Publik yang mempunyai kewenangan tertentu sebagaimana tersebut dalam pasal 15 UUJN, yang dalam kewenangannya, maka akta Notaris mengikat atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Jika dalam pembuatan akta Notaris semua ketentuan telah dipenuhi, seperti : a. Notaris berwenang untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak; b. Secara lahiriah, formal dan materiil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta Notaris, maka akta notaris tersbut harus dianggap sah. Asas praduga sah ini berlaku, dengan ketentuan jika atas akta Notaris tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum negeri dan telah ada putusan pengadilan umum yng telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta notaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri. Dengan demikian penerapan Asas Praduga Sah untuk akta notaris dilakukan secara terbatas, jika ketentuan sebagaimana tersebut di atas telah dipenuhi. 26 ANALISA 25 Ibid., hlm Ibid., hlm. 87

16 16 Perkara Perdata No.384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel., adalah mengenai gugatan pembatalan akta pengakuan hutang, dimana para pihak adalah antara lain: Penggugat adalah bernama Nugraha Nurtjahja Tirtanata melawan Tergugat I yaitu PT. Bank Asta, yaitu bank dimana ayah Penggugat merupakan salah satu pemegang sahamnya. Tergugat II adalah /PT. Ramako Baru, yang merupakan pemilik saham terbaru dari Tergugat I setelah ditunjuk oleh Bank Indonesia (BI). Tergugat III adalah H. Bambang Nuryatno Rachmadi selaku pemegang saham dari Tergugat II dan Tergugat I. Turut Tergugat I adalah adalah H. Abu Jusuf, SH., selaku notaris yang membuatkan akta pengakuan hutang no. 2 tertanggal 1 April 1996, yaitu dimana Penggugat mengakui dengan secara sadar dan tanpa paksaan atas hutang-hutang Penggugat terhadap Tergugat I. sedangkan Turut Tergugat II adalah Ny. Endang Sugiharti Antariksa, SH., selaku notaris yang membuatkan akta perjanjian no. 2 tertanggal 7 Mei 1997, yaitu perjanjian antara Penggugat kepada Tergugat I, II, dan III untuk melunasi pembayaran atas hutanghutang yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang no. 2 tertanggal 1 April 1996 tersebut. Tetapi perlu diketahui bahwa penggugat adalah anak dari Darma Sentosa selaku salah sattu pemegang saham Tergugat I. Sebelum manajemen dan saham Tergugat I dipegang oleh Tergugat II dan III banyak terjadi transaksi perbankan yang tidak jelas sehingga mengakibatkaan kerugian pada Tergugat I. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia, Tergugat I dinyatakan dalam keadaan tidak sehat (rugi) dan agar Tergugat I tetap berdiri (tidak dilikuidasi) maka Bank Indonesia menyarankan agar Tergugat I mencari pihak yang bertanggungjawab. Selanjutnya atas dasar arahan tersebut maka Tergugat I menunjuk Penggugat sebagai pihak yang bertanggungjawab karena Penggugat berhutang kepada Tergugat I sebesar Rp. 67 M yang mengatasnamakan tiga perusahaan miliknya yaitu PT. Wahyu Tatawasana, PT. Anugrah Indrapuramas, PT. Tirtanata dalam bentuk transaksi obligasi, sertifikat deposito, promissory notes, commercial papper, penempatan pada perusahaan multi finance serta pemberian kredit pada Penggugat. Atas dasar tersebut selanjutnya Tergugat I meminta Kepada Penggugat untuk membuat akte pengakuan hutang di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Penggugat berhutang kepada Tergugat I sebesar Rp 67M Permintaan

17 17 tersebut dipenuhi oleh Penggugat yang dibuat dalam akta no. 2 tanggal 1 April 1996 dibuat di hadapan Notaris H. Abu Jusuf, SH. (Turut Tergugat I). Agar Tegugat I menjadi sehat kembali, lalu BI menunjuk Bank IFI selaku bank yang sehat yang sahamnya dimiliki oleh PT. Ramako Baru (Tergugat II) dan Bambang N. Rachmadi (Tergugat III) untuk mengakusisi Tergugat I agar menjadi sehat kembali. Setelah Tergugat II dan III masuk dalam manajemen dan pemegang saham mayoritas, untuk menindaklanjuti akte pengakuan hutang tersebut maka Tergugat II dan III meminta kepada Penggugat untuk membuat akta perjanjian pelunasan no. 2 tertanggal 7 Mei 1997 yang dibuat dihadapan Notaris Endang Antariksa, SH. (Turut Tergugat II). Akta yang kedua ini merupakan kelanjutan atas Akta Pengakuan Hutang No. 2 tanggal 1 April Bahwa setelah sekian lama kurang lebih 12 tahun lamanya, karena Bank IFI mengalami kondisi menuju tidak sehat, meminta dan menagih piutangnya terhadap Penggugat, tetapi Penggugat tidak mengacuhkan dan malah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum untuk membatalkan kedua akte otentik tersebut dengan alasan adanya perbuatan melawan hukum berupa penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan akte tersebut yang dilakukan oleh Tergugat I, II dan III 27. Dalam gugatannya, Penggugat tidak menjelaskan secara jelas dan nyata unsur penyalahgunaan apa yang dilakukan oleh Tergugat I, II dan III kepada Penggugat hingga mengakibatkan Penggugat membuat pengakuan hutang dan akta perjanjian, dilain pihak Tergugat I, II dan III ternyata tidak dapat membuktikan mengenai bukti-bukti transaksi antara Penggugat dan Tergugat I sebagaimana disebutkan dalam akta pengakuan hutang. Berdasarkan hasil persidangan, majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan yang mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan bahwa Tergugat I, II dan III telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga akte otentik tersebut cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum (buiten effect stellen). Dalam putusan tersebut majelis hakim tidak menjelaskan unsur perbuatan hukum apa yang dilakukan oleh Tergugat I, II dan III akan tetapi majelis hakim 27 Data diperoleh dari hasil wawancara penbulis dengan Kuasa Hukum Tergugat II dan Tergugat III, Bapak Hamzah Fansyuri, SH., pada hari Selasa, 8 Januari 2013.

18 18 hanya menyatakan Tergugat I, II dan III tidak dapat membuktikan kebenaran adanya transaksi hutang piutang antara Penggugat dengan Tergugat I sebagaimana yang disebutkan dalam akte pengakuan hutang tersebut sehingga kedua akte tersebut dianggap cacat hukum dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menentukan suatu akta apakah merupakan otentik atau tidak maka dapat dilihat dari dua syarat yaitu syarat formil dan materiil. Menurut KUH Perdata, yaitu Pasal 1868 KUH Perdata yang ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu : a. akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang Pejabat Umum Berdasarkan hal tersebut jika dikaitkan dengan akta pengakuan hutang no 2 tertanggal 1 April 1996 dan akta perjanjian no. 2 tertanggal 7 Mei 1997 yang dibuat dan ditandatangani secara sukarela oleh Penggugat di hadapan seorang notaries. Hal ini dapat dibuktikan bahwa kedua akta tersebut dibuat dihadapan seorang pejabat umum yaitu seorang notaris yang menurut undang-undang jabatan notaris disebut sebagai pejabat umum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UUJN. Dengan demikian maka syarat formil pertama berupa harus dibuat oleh pejabat umum dalam kedua akta tersebut telah terpenuhi. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang Syarat formil kedua adalah suatu akta dikatakan otentik harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang. Jika melihat kedua akta yang menjadi objek sengketa, dapat diketahui bahwa kepala akta, badan akta dan akhir atau penutup akta pada kedua akta yang menjadi objek pembatalan isi dan bentuknya telah memenuhi ketentuann sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UUJN. Selain sudah diangkat oleh Menteri Hukum dan Ham/disumpah, tidak dalam masa cuti dan diskorsing, mengenai territorial juga menjadi dasar berwenang atau tidaknya notaris untuk membuat akta karena seorang notaries tidak dapat membuat akta diluar kewenangan teritorialnya. Para pihak yang membuat akta pengakuan hutang dan perjanjian berkedudukan di Jakarta dan notaris yang membuat kedua akta tersebut juga mempunyai kewenangan praktek diwilayah Jakarta sesuai kewenangannya

19 19 yang diberikan oleh Menteri Hukum dan Ham. Dengan demikian maka tidak ada pelanggaran terhadap kewenangan territorial. c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat harus memiliki kuasa atau wewenang untuk membuat akta tersebut. Syarat formil selanjutnya dalam ketentuan undang-undang yaitu bahwa akta dikatakan otentik jika dibuat oleh pejabat yang berwenang. Kedua akta yang menjadi objek sengketa adalah akta yang dibuat dihadapan seorang notaris yang berkedudukan di Jakarta. Bahwa notaris yang membuat kedua akta yang menjadi objek pembatalan telah telah diangkat dan disumpah atau mendapatkan SK dari Menteri Hukum dan Ham, notaris tersebut juga pada saat pembuatan kedua akta tersebut tidak dalam masa cuti dan diskorsing sehingga tetap mempunyai kewenangan membuat akta tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa kedua akta yaitu akta pengakuan hutang dan akta perjanjian tersebut secara formil telah memenuhi ketentuan yang diatur oleh undang-undang sehingga disebut sebagai akta otentik. Mengenai syarat materill ini, suatu akta otentik dalam pembuatannya terikat pada Pasal 1320 KUH Perdata yaitu : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Melihat akta pengakuan hutang dan akta perjanjian yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat merupakan akta yang dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris secara sukarela dan sesuai dengan ketentuan atau tata cara pembuatan akta yang diatur dalam undang-undang yang berlaku, serta pembuatan/penandatangan akta tersebut bukan karena paksaan Tergugat maka unsur kesepakatan telah terpenuhi. Akan tetapi pada kenyataannya Penggugat mengajukan gugatan pembatalan kedua akta tersebut dengan dalil adanya paksaan dari Tergugat. 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam akta pengakuan hutang dan akta perjanjian yang menjadi objek pembatalan dapat dilihat bahwa para pihak yang membuat akta tersebut mempunyai akal sehat dan telah dewasa secara hukum sehingga dengan demikian maka unsur kecakapan telah terpenuhi

20 20 3. Adanya Obyek Dengan demikian maka jika melihat kedua akta yang menjadi objek pembatalan dapat diketahui bahwa kedua akta tersebut telah memuat objek yang jelas dimana akta pengakuan hutang objeknya adalah mengenai hutang sebesar Rp. 67M dan dalam akta perjanjian objeknya adalah berupa waktu pembayaran hutang sebesar Rp. 67M. Dengan demikian maka kedua akta tersebut telah memenuhi unsur ketiga syarat sahnya perjanjian. 4. Adanya kausa yang halal. Dalam pembuatan kedua akta yng menjadi objek pembatalan ternyata tidak terdapat hal-hal yang melanggar undang-undang maupun kesusilaan dan ketertiban umum. Berdasarkan uraian mengenai syarat-syarat materiil maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedua akta tersebut telah memenuhi syarat materiil yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata sehingga dapat disebut sebagai akta otentik. Dalam pembahasan di atas telah diuraikan bahwa kedua akta yang menjadi objek sengketa telah memenuhi syarat sebagai akta otentik. meskipun telah menjadi akta otentik, akan tetapi bukan berarti bahwa akta tersebut tidak dapat diajukan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh adanya akta otentik tersebut. Hal ini terjadi dalam perkara No. 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel. dimana kedua akta tersebut dibatalkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena ada unsur perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik tersebut sehingga akta otentik tersebut dinyatakan cacat hukum. Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat untuk membatalkan kedua akta otentik dengan dalil bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyalahgunaan keadaan (paksaan/tekanan) kepada Penggugat agar Penggugat bersedia membuat kedua akta otentik yaitu Akta Pengakuan hutang No. 2 tanggal 1 April 1996 dan Akta Perjanjian No. 2 tanggal 7 Mei Bahwa dalil yang digunakan untuk membatalkan kedua akta otentik tersebut adalah dalil perbuatan melawan hukum. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

21 21 karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Unsurunsur yang terkandung di dalam Pasal 1365 KUH Perdata mengenai Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), mengandung 4 (empat) unsur yaitu : a) Harus adanya perbuatan Mengenai unsur perbuatan ini diartikan luas, meliputi juga tidak berbuat kalau orang itu seharusnya wajib berbuat, jadi tidak saja perbuatan negatifnya di sini adalah bersifat aktif tidak pasif, artinya orang yang diam saja dengan sadar bahwa ia dengan berdiam saja adalah melanggar hukum, dapat dikatakan bahwa ia melakukan perbuatan melanggar hukum. b) Perbuatan itu melanggar hukum Definisi dari perbuatan melawan hukum sangatlah luas dan mengalami riwayat yang panjang penafsirannya, diartikan sangatlah luas sehingga meliputi segala sesuatu yang bertentangan dengan kepatuhan dan kesusilaan. c) Harus ada kerugian bagi orang lain Bahwa perbuatan yang melanggar hukum itu harus menimbulkan kerugian bagi orang lain, sehingga harus ada causa atau sebab akibat antara perbuatan yang timbul. Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materiil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum di samping kerugian materiil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial yang juga akan dinilai dengan uang. d) Adanya kesalahan dari si pembuat. Ialah bila perbuatan melanggar hukum sebagai sebab yang menimbulkan akibat kerugian itu sudah ada, barulah kita menginjak pada hal pertanggung jawab si pembuat, karena tidak ada perbuatan melanggar hukum tanpa adanya perbuatannya ini berhubungan dengan subjek itu, sampai pada unsur kesalahan dari pihak pembuat perbuatan melanggar hukum. 28 Menurut pandangan penulis, memang pada dasarnya hakim mempunyai kewenangan untuk memutuskan batal atau tidaknya suatu akta otentik 28 Ibid, hlm.94

22 22 berdasarkan keyakinannya. Akan tetapi meskipun demikian seharusnya hakim dalam menjatuhkan putusan harus bersikap independen dan objektif, dalam gugatannya seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan penyalahgunaan keadaan apa yang dilakukan oleh Tergugat, dengan demikian maka unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi karena pada faktanya bahwa pembuatan akta tersebut didasarkan kepada persetujuan Penggugat untuk membuat akta tersebut dan tidak ada undang-undang yang dilanggar sebagaimana syarat formil dan materil suatu perjanjian/pernyataan yang dituangkan dalam akta otentik. Dasar pertimbangan hakim menyatakan akta tersebut cacat hukum karena Tergugat tidak dapat membuktikan dokumen transaksi hutang-piutang yang mendasari akta pengakuan hutang tersebut tidak dapat dipandang sebagai unsur perbuatan melawan hukum. Seandainyapun jika memang benar-benar telah terjadi unsur paksaan dalam proses pembuatan akta tersebut, Perlu diketahui bahwa terdapat pengecualian, yaitu bahwa paksaan tidak dapat lagi menjadi alasan pembatalan jika pihak yang dipaksa membenarkan baik secara tegas maupun diam-diam atau jika telah dibiarkan lewat waktu (daluwarsa) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1327 KUHPerdata, maka seharusnya jika memang Penggugat merasa dipaksa oleh Tergugat seharusnya telah melakukan gugatan pembatalan sejak ditandatanganinya akta tersebut, akan tetapi kenapa Penggugat diam dan baru mengajukan pembatalan setelah berjalan waktu 14 tahun lamanya. Hal ini menurut penulis bahwa sikap diam Penggugat tersebut dapat dipandang sebagai persetujuan/pembenaran isi akta tersebut dan bisa saj ditafsirkan telah lewat waktu sehingga paksaan tidak dapat menjadi dasar pembatalan. Bila dilihat dari bukti yang diajukan oleh Penggugat, pada saat Penggugat ditahan, itu adalah terjadi setelah Akta Perjanjian no. 2 tertanggal 7 Mei Hal ini berarti Penggugat sedang dalam masa proses pemidanaan pada saat penandatanganan Akta Perjanjian No. 2 tertanggal 7 Mei 1997, tapi bukan berarti Penggugat berada dalam paksaan, karena Akta Perjanjian No. 2 tertanggal 7 Mei 1997 tersebut merupakan kelanjutan dari akta Pengakuan Hutang No.2 tertanggal 1 April 1996 dimana Akta Perjanjian tersebut hanya menguatkan akta pengakuan

23 23 hutang sebelumnya dan memuat klausa untuk melunasi hutang-hutang yang sudah ada pada akta Pengakuan Hutang No.2 tertanggal 1 April 1996 sebelumnya, Menurut pendapat Bapak Dr. Yoni Agus Setyono S.H., M.H., bahwa proses pidana berupa perintah penagkapan dan penahanan polisi terhadap Penguggat pada bulan Juli 1997, tidak serta-merta mengakibatkan bahwa Akta Pengakuan Hutang No. 2 tertanggal 1 April 1996 dapat dibatalkan, karena akta tersebut dibuat sebelum proses pidana tersebut terjadi. Sehingga unsur penyalahgunaan keadaan tidak terpenuhi dalam proses pembuatan Akta Pengakuan Hutang No. 2 tertanggal 1 April Adapun bila Penggugat ingin membatalkan akta otentik maka yang dapat dibatalkan hanya Akta Perjanjian No. 2 tertanggal 7 Mei 1997, akan tetapi Akta Perjanjian No. 2 tertanggal 7 Mei 1997 merupakan penguatan Akta Pengakuan Hutang No. 2 tertanggal 1 April 1996, sehingga tidak kemudian menghilangkan kewaiban Penggugat untuk membayarkan hutang-hutangnya terhadap para tergugat. 29 Menurut Bapak Dr. Yoni Agus Setyono S.H., M.H, dari segi pembuktian, hakim tidak dapat mengatakan bahwa beban pembuktian dalam putusan perkara No. 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel adalah keliru, yang dalam pertimbangan hakimnya bahwa beban pembuktian dibebankan lebih terhadap Para Tergugat, padahal seharusnya Penggugatlah yang harus dapat membuktikan unsur paksaan yang didalilkan olehnya. Maka dari itu hakim harus menganggap bahwa akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, dan hakim juga wajib menerima bahwa kedua akta notaris tersebut sebagai alat bukti yang sempurna kecuali Penggugat dalam perkara ini dapat membuktikan bahwa memang ada unsur paksaan dalam pembuatan kedua akta tersebut. 30 Dalam hal ini, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Akta Pengakuan Hutang tersebut bukanlah merupakan kategori Perbuatan Melawan Hukum. Maka dari itu Majelis Hakim tidak dapat mengatakan bahwa akta 29 Hasil wawancara dengan Bapak Dr. Yoni Agus Setyono S.H., M.H, selaku akademisi dan ahli hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang dilakukan pada tanggal 14 Januari Hasil wawancara dengan Bapak Dr. Yoni Agus Setyono S.H., M.H, selaku akademisi dan ahli hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang dilakukan pada tanggal 14 Januari 2013.

24 24 pengakuan hutang tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, karena Penggugat telah melewati batas tenggang waktu untuk melakukan pembayaran seperti yang telah dituangkan dalam Akta Perjanjian No 2. Tertanggal 7 Mei 1997 tersebut, dimana Penggugat bersedia melunasi hutang-hutangnya yang telah diakuinya dalam Akta Pengakuan Hutang No. 2 tertanggal 1 April 1996 sebeluumnya. Dalam hal ini maka bisa dikategorikan bahwa Penggugat telah melakukan wanprestasi karena ada hak Para Tergugat (Tergugat I, II dan III) yang harus dibayarkan oleh Penggugat. Dalam hal ini, akibat dari dibatalkannya kedua akta otentik tersebut, maka Tergugat I, II dan III akan mengalami kerugian yang sangat besar, dan apabila dana tersebut adalah merupakan dana pihak ketiga (nasabah/kreditornya) maka berarti para tergugat tersebut juga ikut menanggung kerugian pihak ketiga tersebut dan wajib menggantinya kepada pihak ketiga. Kesimpulan 1. Bahwa suatu akta dikatakan otentik jika memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam undang-undang yaitu : a. Syarat formil : akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang Pejabat Umum; akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang; pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat harus memiliki wewenang untuk membuat akta tersebut; b. Syarat materiil : memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak, kecakapanpara pihak, suatu hal tertentu (jelas objeknya) dan sebab yang halal. 2. Bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian : a. Kekuatan pembuktian lahir : keterangan dalam akta otentik tersebut adalah benar dan berlaku bagi terhadap setiap orang sepanjang tidak terbukti sebaliknya. b. Kekuatan pembuktian formal : tanggal dan tempat akta dibuat serta keaslian tanda tangan dalam akta adalah benar dan berlaku kepada setiap orang sepanjang tidak terbukti sebaliknya.

25 25 c. Kekuatan pembuktian material : isi dari akta tersebut adalah benar dan berlaku bagi setiap orang. Dengan demikian berdasarkan hal tersebut maka akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat yang artinya bahwa bukti yang sempurna dalam arti tidak harus didukung bukti lainnya, sedangkan mengikat dalam arti bahwa apa yang ditulis didalamnya harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus diangap benar kecuali dapat dibuktikan lain. Hakim wajib menganggap dan menerima akta otentik (akta notaris) sebagai alat bukti yang sempurna sepanjang pihak yang medalilkan bahwa akta tersebut cacat hukum dapat membuktikan sebaliknya. Penyalah gunaan keadaan dalam hal ini adanya unsur paksaan/tekanan pada salah satu pihak dalam membuat akta otentik dapat menyebabkan akta tersebut menjadi cacat hukum sehingga dapat diajukan pembatalan dipengadilan terhadap akta tersebut. 3. Bahwa akibat pembatalan akta otentik oleh hakim karena adanya unsur penyalah gunaan keadaan memberikan akibat hukum bahwa akta otentik tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (buiten effect stellen) dan mengikat para pihak sehingga dianggap tidak terjadi seperti yang disebutkan dalam akta tersebut. Saran 1. Bahwa bagi pihak yang merasa dirugikan karena adanya unsur paksaan/ tekanan dalam pembuatan akta otentik jika ingin mengajukan pembatalan terhadap akta tersebut hendaknya diajukan secepat mungkin setelah dibuatnya akta tersebut dan tidak menjalankan isi akta tersebut guna menghindari ketentuan yang diatur dalam Pasal 1324 KUHPerdata; 2. Bahwa hakim yang memeriksa perkara pembatalan akta otentik hendaknya dapat bertindak secara objektif dan independen dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKKAN DOKUMEN PALSU DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, 264, 266 DAN PASAL 55 KUHP OLEH : PROF. DR. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H. PENDAHULUAN Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN. SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.Klt) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN

KAJIAN YURIDIS KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN KAJIAN YURIDIS KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN IDA AYU WINDHARI KUSUMA PRATIWI WAYAN SUARDANA I KADEK ADI SURYA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :wiendh_26gal@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG A. Tinjauan Umum Akta Otentik dan Akta dibawah tangan Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD 4.1. POSISI KASUS 4.1.1. Para Pihak Para pihak yang berperkara dalam kasus gugatan perdata ini diantaranya adalah: 1) Penggugat Pihak yang menjadi Penggugat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. Dalam pembuktian suatu perkara perdata alat bukti mempunyai

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT 31 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT A. Akta Wasiat Sebagai Akta Notaris Sebagaimana ditentukan dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan bukti surat menurut Hukum Acara Perdata

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci