Kartini, Spirit dan Simbol

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kartini, Spirit dan Simbol"

Transkripsi

1 Kartini, Spirit dan Simbol Hari bersejarah untuk bangsa kita, bahwa pada Tanggal 21 April 1879, di kota Jepara, Jawa Tengah, lahir perempuan keturunan bangsawan, yaitu Bupati Jepara. Nama perempuan ini adalah Kartini. Karena tidak bisa diam, dia di juluki Trinil. Di masa gadis kecil, dia sempat bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Namun, terpaksa harus dihentikan saat usia 12 tahun karena datang haid pertama yang artinya sudah saatnya untuk dipingit. Dikurung dalam rumah, menunggu ada pria meminangannya. Saat itu, di kepala para wanita Jawa, hanya pinangan pria yang akan membawanya keluar menuju derajat yang lebih tinggi. Kartini sesungguhnya berkecukupan akan materi, namun kekecewaannya yang amat mendalam akibat dilarang melanjutkan pendidikan, membuatnya menderita batin yang berat. Surat-suratnya kepada kawannya bernama Stella di Belanda menyiratkan itu. Kumpulan surat ini dibukukan menjadi sebuah buku dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang, yang sudah begitu tersohor. Buku itu diterbitkan ketika masa politik etik di Eropa menyeruak atas banyaknya perilaku kolonial yang melanggar kemanusiaan. Terlepas dari motif tertentu pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan nama harum dengan menerbitkan buku Kartini, buku tersebut cukup mengguncang bumi nusantara untuk menoleh akan keberadaan perempuan Indonesia yang terpuruk. Bahkan, hingga saat ini! Atas informasi yang lengkap tentang Kartini dari Buku tersebut, serta jasa jasanya, diangkatlah Kartini sebagai salah satu pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia. Buku Kartini mungkin sudah dibaca jutaan perempuan Indonesia. Namun sejumlah pertanyaan menyeruak: Sudahkah kita mewarisi spirit perjuangan Kartini? Atau, benarkah kita mampu menangkap

2 pemikiran transformatif Kartini yang sesungguhnya? Atau lebih jauh dari itu, dapatkah kita melanjutkan cita-cita luhurnya untuk masa sekarang dan yang akan datang? Jangan-jangan, kita masih menangkap simbol-simbol fisik Kartini belaka. Simbol fisik Jika kita mau merenungkan substansi buku Kartini, akan muncul banyak pertanyaan. Sampai sejauh ini, peringatan Hari Nasional Kartini sebatas simbol fisik. Yakni, kebaya, jarit, sanggul, masak-memasak dan seputar atribut domestik wanita Jawa di Zaman dulu. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun, jika hanya berhenti di situ, sangatlah disayangkan. Kita sepakat, bahwa hari Kartini diperingati sebagai hari kebangkitan bagi perempuan Indonesia. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Ibu Kartini, janganlah dilupakan pahlawan perempuan yang lain yang tidak kecil pula jasanya untuk memperjuangkan kemajuan. Sebut saja, Cut Nyak Dhien, Martina Martha Tyahohu, Dewi Sartika, Malahayati, Rasuna Said dan Maria Maramis. Mereka banyak yang tidak bersanggul, mungkin berkerudung, atau bercelana panjang, itu semua hanya simbol budaya lokal. Keperkasaan pemikiran-pemikiran mereka tak bisa dibilang pemikiran perempuan biasa, itu yang terpenting. Pemikiran mereka telah melampaui zamannya. Namun, masih sering kita mendengar kata: surga perempuan adalah bersama suaminya, sehingga harus bungkam meski teraniaya, tanpa kritis mempertanyakan nasibnya. Simbol dan slogan Jawa yang dapat disalahartikan masih banyak membelit pikiran para perempuan. Misalnya, suami adalah pengeran katon ( tuhan yang kelihatan), tugas wanita adalah bakti pada suami, dan lainlain. Tanpa memiliki pretensi negatif terhadap siapapun, marilah kita berpikir lebih dalam dan lebih luas. Kartini adalah sosok yang inspiratif, seorang nasionalis sekaligus feminis.

3 Kartini menolak primodialisme (penghambaan manusia atas manusia). Fokus perjuangan kartini jauh ke depan dan luas. Yaitu, kaumnya, bangsanya, pendidikan, kemiskinan, kebodohan, kesehatan, perekonomian, dan sebagainya. Pemikirannya transformatif ratusan tahun di depannya. Otokritik Cibiran terkadang masih terlontar, mengapa Kartini memilih untuk melepas beasiswanya untuk studi ke Belanda? Mengapa Kartini tetap menerima dipoligami oleh Bupati Rembang? Mengapa dia diam dengan kondisi ibu kandungnya yang jelas tersubordinasi dan terdiskriminasi secara telak oleh ayahnya sendiri? Masih banyak kritikan tertuju pada Kartini atas semua pilihannya yang dianggap bumerang untuk dirinya sendiri. Terlepas dari semua yang dipandang kelemahan oleh banyak pihak itu, yang jelas Kartini telah menabur benih percik kemajuan. Pendidikan adalah substansi kemajuan. Kartini telah merintisnya untuk perempuan miskin saat itu. Bagaikan lilin yang memecah gelapnya kebodohan. Kartini tidak sekadar mengutuk kegelapan, lebih dari itu, Kartini telah membuka mata para petinggi di zaman itu dan zaman sekarang, bahwa perempuan belumlah mendapatkan haknya yang setara dalam berbagai kesempatan. Kalaulah ada, hanya bisa dihitung dengan jari. Perempuan sebagai korban budaya patriarki telah disadarinya sejak dia kecil. Begitu kuatnya kungkungan budaya saat itu, hingga dia pun terpaksa menerima posisi subordinasi dan diskriminasi (dipingit), serta tidak berdaya dipoligami walau hatinya menolak dan memberontak. Sekarang, kita hidup di zaman jauh setelah kartini wafat. Namun, masih banyak pikiran kita terbelenggu dan berkutat pada atribut fisik dan terbelit hegemoni materi. Jika kita tidak memiliki materi, kita seolah bukan siapa-siapa. Jika kita

4 memiliki materi, kita seolah bisa menjadi siapapun dan apapun. Materi dapat meninggikan derajat seseorang, namun jika salah menggaulinya materi dapat menghinakan manusia. Penutup Kartini sudah memiliki pemikiran besar di usia masih belasan tahun. Di zaman kini, rintangan jauh berkurang untuk berpemikiran besar dan transformatif seperti Kartini. Namun, masih banyak fakta kondisi subordinasi (posisi tidak setara) terhadap perempuan. Semua itu masih bisa kita jumpai di semua level kehidupan. Kondisi menempatkan perempuan di level kelas 2, menjadikan perempuan sasaran target kekerasan fisik, verbal, ekonomi, sosial, politik, apalagi budaya. Lalu, dari mana kita dapat memulai perubahan? Dari diri sendiri. Perempuan sendiri harus membetulkan mindset tentang kesetaraan. Masih sering kita jumpai perempuan lebih berperilaku bias terhadap kaumnya sendiri. Untuk itu, mindset harus diluruskan terlebih dahulu. Menolak segala bentuk penindasan fisik maupun mental sebagai hasil dari sebuah kesadaran akan pentingnya pendidikan. Sudahkan kita membenahi mindset? Sekarang saatnya! Potensi Tiga Sektor Dunia Paska Kampus DIAKUI atau tidak, hampir sebagian besar pandangan mengatakan bahwa tujuan perkuliahan adalah untuk mencetak tenaga kerja yang terampil dan kompeten (Yanfaune Ade)

5 Sebagai pembuka pada tulisan ini penulis ingin memperkecil lingkupannya tentang bagaimana identitas mahasiswa, terutama jurusan kedokteran dan medical dalam memaksimalkan potensinya paska kampus. Bagi penulis, niat seorang calon mahasiswa untuk berkuliah: apakah untuk menjadi calon tenaga kerja, calon peneliti, atau bahkan bukan keduanya. Namun ada pertanyaan yang hadir ketika membahas niat tersebut. Apakah kita sudah memilih dan memaksimalkan dengan tepat tentang tempat yang kita pilih? Sebelum menuju kesana, penulis akan menjelaskan basic dari dunia kerja terlebih dahulu. Di dalam dunia medical, terdapat dua komponen besar yang menjadi tolok ukur keberhasilan pelaku kesehatan. Yaitu, terdiagnosa oleh penyakit apa, dan bagaimana pengobatannya. Kedua poin ini menjadi syarat mutlak dalam menempuh dunia praktisi. Tahapan ini bisa ditempuh ketika sudah menempuh pendidikan profesi. Menurut Dr. M. Sohibul Iman, sarjana dan calon sarjana harus mampu bernalar global solutif dalam memberdayakan Indonesia kelak. Menurutnya, ranah mahasiswa paska dunia kampus terbagi menjadi tiga sektor, yaitu sektor publik, sektor privat, dan sektor ketiga. Berangkat dari sektor privat, sektor ini mempunyai fleksibilitas dan tingkat keleluasaan lebih besar. Privat lebih dikenal dengan sektor swasta, yang bergelut di bidang perekonomian, mulai dari bidang produksi hingga distribusi barang dan jasa. Contoh sektor privat ini adalah perusahaan, UKM, koperasi, dan wiraswasta mandiri. Sedangkan di dunia pemerintahan dan sektor publik, komponennya adalah pengambilan suatu kebijakan. Publik menyerupai kinerja pemerintah dalam keputusannya. Ambillah contoh zoonosis. Misalkan bagaimana menekan angka zoonosis di suatu wilayah, bagaimana proses terjadinya penyebaran zoonosis, berapa

6 penaksiran kerugian terhadap kejadian itu, siapa pihak yang sebaiknya bertanggung jawab, dan poin besar membedakannya adalah peran serta potensi kebijakan yang dapat dimaksimalkan demi mendukung suatu wilayah bebas dari penyakit zoonosis. Berbeda lainnya dengan sektor ketiga. Sektor ini sering dikaitkan dengan NGO (Non Goverment Organization) atau sebuah instansi atau lembaga yang bergerak dinamis karena berlandasan nonprofit. Sektor ini berfokus pada pengembangan masyarakat dengan tujuan tertentu. Arah geraknya pun cenderung lebih mulia, berisikan mereka yang ingin berkontribusi lebih melalui pelayanan masyarakat. Ketiga sektor tersebut bisa ditempuh dengan start dan pembekalan yang berbeda. Tentu, memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi mampu menjadi batu loncatan terhadap sektor. Tetapi, apakah selama proses akademik berlangsung, pihak pertama diperkenalkan kemudian diarahkan kepada tiga sektor tersebut? Mari Kita Evaluasi. Penulis berasumsi pihak pertama sebagai mahasiswa adalah pihak innocent secara garis halus. Belum memahami secara mendalam terkait ketiga sektor itu, maka perubahannya dimulai dari sistem dan lingkungan. Sistem dan lingkungan diangkat dari proses selama 4 tahun kuliah plus co-assistent. Menyinggung dengan manusia dan sistem, maka secara teologis tidak akan lepas dari yang namanya pengkaderan. Pengkaderan mempunyai etiologi berbeda dengan mengajarkan. Mengkader harus memenuhi dua komponen, sumber daya manusia (SDM), dan proses mencapai tujuan. Di dalam perguruan tinggi, pengkaderan dilalui dengan berberapa tahap. Sebut saja salah satunya masa orientasi pengenalan kampus. Penggiringan mahasiswa yang dibawa menuju dunia paska kampus kerap sekali tidak diarahkan untuk menjadi salah satu dari ketiga sektor tersebut, melainkan berorientasi

7 terhadap satu-dua sektor. Hingga yang terburuk, mayoritas mahasiswa hingga akhir perkuliahannya belum menentukan sektor mana yang akan menjadi tombak hasil akhir dengan gelar sarjana. Bergeraklah seperti BJ Habibie menemukan Faktor Habibie, menentukan dan menekuni suatu bidang di awal sebuah proses Ternyata kesepahaman sektor di lingkungan kampus sendiri menjadi ibarat grassland yang cenderung sama. Selama perkuliahan, sebagian besar ruang lingkup sektor sering diperkecil menjadi kurang terbuka. Hal ini tergolong positif. Tetapi jika semuanya diarahkan pada satu-dua sektor maka potensi jumlah mahasiswa kesehatan dengan kebutuhan masyarakat akan mengalami penyimpangan skala. Padahal sektor ketiga, dan sektor pemerintahan publik membutuhkan jauh lebih banyak dokter yang expert pada ranah bidangnya. Jangan sampai pihak luar dengan jurusan ilmu sosial yang sengaja dirancang orientasinya terhadap pejabat publik kelak menempatkan tahta kokoh besar hubungannya dengan kesehatan. Momentum ini tentu menyebabkan suatu perkara tidak akan selesai jika dikerjakan oleh bukan pakarnya. Lingkungan juga mempunyai pengaruh besar terhadap pengkaderan mahasiswa. Dosen dan saudara seprofesi ternyata menentukan keberlanjutan sektor pilihan. Belum lagi membahas gender. Lalu persaingan asing dengan negara berkompetensi jauh melebihi Indonesia. Oleh karena itu, ketiga sektor ini harus kembali ditanamkan pada masa pengkaderan hingga proses perkuliahan selesai. Ketiga sektor ini mempunyai peran sama penting, dan memaksimalkan potensi mahasiswa di jalur-jalur itu menjadi tugas bersama untuk mewujudkan Indonesia lebih baik dan bermartabat. (*) Editor: Bambang Bes

8 (* Wahyu Hidayat, adalah penggiat kegiatan kemahasiswaan di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga. Budaya di Balik Media Sosial Kekinian dan Kemajuan Negara AKHIR-AKHIR ini, akun-akun bermotifkan bisnis banyak membanjiri media sosial. Mulai akun yang hanya menjual produkproduk umum, hingga yang mempromosikan barang dan jasa lainnya. Namun ternyata tidak semua akun itu mempertimbangkan aspek sosiologis. Pada akhirnya, mereka yang tidak bijak menjadikan apapun yang sedang tren di pasaran sebagai nilai jual untuk mendatangkan uang. Sayangnya, tren-tren yang digeluti peselancar media sosial ini ada pada kisaran cinta, jokes yang tidak jelas, dan bahkan sensual. Baik LINE atau pun Instagram, informasi yang disajikan tidak banyak yang positif. Sebaliknya, tak sedikit informasi yang disajikan justru kurang bermanfaat, bahkan negatif. Misalnya informasi-informasi yang hanya bergelut dalam beragam perasaan (kegalauan, menyindir-nyindir, dan lainnya). Bahkan ada yang negatif (bahasanya kotor, ada perilaku menghina tetapi dibalut dengan kebahagiaan, juga konten-konten sensual). Padahal, kondisi sajian informasi yang seperti itu dapat membentuk budaya para pengguna media sosial, lebih-lebih para pemuda yang juga aktif di dalamnya. Sejalan dengan Horton dan Hunt (1987: 58), budaya adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat. Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, semua kemampuan dan kebiasaan (Tylor dalam

9 Damsar, 2015: 5). Bisa dikatakan, anggota masyarakat tak hanya mempelajari dan menjalani budaya yang ada, melainkan juga menciptakan budaya yang baru melalui proses belajar. Belajar adalah suatu usaha untuk menjadi mengerti kenyataan dan/atau mampu melakukan sesuatu. Jadi, selama manusia memahami kenyataan atau perilaku, pada saat itu juga dia bisa menghayatinya, membiasakannya dalam pikiran, melakukannya, dan bahkan menjadikannya sebagai salah satu prinsip kehidupan. Dan akhirnya, yang dipelajari itu akan menjadi bagian dari hidupnya, entah itu gaya bicara, diksi, dan bahkan paradigma. Dalam satu periode, manusia akan mempelajari dan menerapkan budaya yang dimunculkan lingkungannya, sembari merubah budaya itu berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang baru didapat. Hasilnya, bisa berupa kebudayaan positif (berpikir kritis, sopan, peduli sesama, dan hal positif lainnya), serta bisa juga berupa kebudayaan negatif (berpikir sederhana, emosional, dan bahkan individualistik), sebab bergantung kepada apa yang dipelajari dan diterimanya. Apabila kita kembali menengok media sosial, maka para pengguna bisa mempelajari dan membentuk budaya hidup yang tidak positif. Apalagi informasi-informasi itu disajikan secara berulang-ulang, meskipun terkadang dengan bentuk pesan yang berbeda. Dengan demikian, manakala suatu anggota masyarakat aktif menelusuri media sosial, meskipun dia sudah berbudaya secara bagus (misalnya religious) maka budayanya akan berpotensi untuk mengalami perubahan: entah bercampur-baur dengan yang salah, bahkan tidak lagi religius. Gerakan Menuju Indonesia Lebih Baik Untuk mencegah munculnya budaya yang semakin negatif, maka ada baiknya bagi kita untuk menekan informasi-informasi yang tak berguna dan negatif. Caranya bisa dengan beragam macam. Kita bisa menyebarkan informasi lebih bermanfaat, tidak mendukung seperti like and share akun-akun yang menyebarkan

10 informasi kurang bermanfaat dan cenderung merusak. Bahkan bila perlu melaporkan hal yang negatif kepada pihak berwenang. Informasi bermanfaat sebenarnya tidak hanya yang diproduksi oleh Taste Made. Makna manfaat itu sangat dalam jika ditelusuri secara analitis. Namun, singkatnya, kita bisa maknai itu sebagai upaya untuk berkontribusi dalam pembangunan negara. Misalnya memberikan informasi keilmuan memecahkan masalah bangsa, karya-karya ilmiah (teknologi, gagasan, dsb), motivasi hal positif, saling mengingatkan dalam kebaikan, update seputar pemerintahan, mengajari hidup harmonis dalam konteks multicultural Indonesia, dan kegiatan sosial lain yang berorientasi membantu pemerintah memberantas masalah-masalah yang belum tertangani. Sebenarnya ada banyak masalah yang bermunculan di masyarakat. Subyek yang menyelesaikan masalah masyarakat itu, menurut asumsi sosiologis, tidak hanya dilakukan oleh institusiinstitusi sosial (seperti institusi pendidikan, agama, organisasi, budaya dan lainnya) melainkan juga dilakukan oleh anggota masyarakatnya. Dengan menyeimbangkan semua bidang di negara ini, maka kemajuan pesat sudah didepan mata. Demikian pula dengan bidang budaya. Kemajuan suatu bangsa tidak hanya terletak pada banyaknya teknologi dan uang yang dipegang oleh anggota masyarakatnya, melainkan kemajuan semua bidang negaranya. Namun apabila kita tidak meluangkan waktu untuk memahami kenyataan, menghayati masalah-masalah yang ada, merenungkan pemecahan masalahnya, penulis kira majunya bangsa hanya berbentuk angan-angan yang dibangga-banggakan. (*) Editor: Bambang Bes

11 Gangguan Zika dan Upaya Menuju Indonesia Sehat Jumlah masyarakat yang terinfeksi virus Zika di Singapura terus bertambah. Kementerian Kesehatan Singapura dan National Environment Agency (NEA) mengungkapkan bahwa total hingga hari Kamis, 1 September 2016, terdapat 151 kasus yang terinfeksi Zika. Angka tersebut dinilai tinggi dan cukup mengusik Kementerian Kesehatan setempat untuk cepat tanggap mengambil tindakan. Virus zika menjadi trending topic paling berpengaruh di dunia saat ini. Pasalnya, penyakit ini di Brasil sering dikaitkan dengan kasus kerusakan otak bayi yang baru lahir. Selain itu menurut World Health Organization (WHO) telah mendeteksi adanya 23 negara di Amerika yang terdektesi zika dan diperkirakan angka kasus itu bisa mencapai 3 hingga 4 juta kasus pada tahun depan. Fakta-fakta yang terkait virus zika yang harus diwaspadai ini ternyata menjadi edukasi penting. Penyebaran penyakit zika secara umum bisa melalui gigitan nyamuk dari orang yang terinfeksi. Aedes aegypti sebagai penyebaran paling utama. Sedangkan gejala yang ditimbulkan biasanya relatif ringan sesuai dengan stadiumnya. Infeksinya biasa ditandai dengan gejala-gejala seperti demam, konjungtivitas (mata merah), ruam ringan, dan nyeri otot sendi. Periode inkubasi masih belum diketahui, tetapi dipastikan berdasarkan kasus, sekitar 2-7 hari paska gigitan. Biasanya, orang yang terinfeksi zika membutuhkan perawatan di rumah sakit. Penyebab besarnya sorotan masyarakat adalah karena microcephaly. Menurut Reuters, bersama para peneliti di Brasil dan WHO telah menegaskan terdapat bukti yang menguat tentang relasi antara zika dengan microcephaly, yaitu kelainan yang

12 bersifat neurologis. Pada kasus microchephaly, bayi lahir dengan ukuran kepala dan otak yang lebih kecil dari ukuran normal biasa. Terbukti, di bagian Brasil Timur Laut, terjadi peningkatan kasus microcephaly sekitar 360 kasus pada 10 hari, hingga pada 16 Januari 2016 lalu mencapai kasus microcephaly yang diduga disebabkan oleh zika. Dampak ini juga berperan penting bagi wanita hamil sebagai subject utama kelahiran bayi mereka. Pemerintah Kolombia meminta kepada pasangan suami-istri untuk menunda kehamilan antara 6-8 bulan. Hal ini demi meminimalisir kemungkinan risiko virus zika. Di negara lain seperti Jamaika, yang belum melaporkan adanya kasus zika, pemerintah setempat merekomendasikan wanita untuk menunda kehamilan antara 6-12 bulan kedepan. Upaya Indonesia Menahan Zika Kementrian Kesehatan RI sudah menelaah dengan baik dan membuat beberapa kebijakan yang terkait proteksi kasus zika secara merata. Pertama, yaitu Travel Advisory. Menghimbau seluruh masyarakat agar tidak bepergian menuju negara yang terindikasi terinfeksi virus zika, salah satunya Singapura. Arahan ini dinilai positif, tetapi masih meninggalkan celah besar karena bagaimanapun sifatnya hanyalah himbauan. Yang kedua, menggunakan Thermal Scanner pada setiap bandara-bandara dan pelabuhan. Bagaimanapun, Thermal Sanner ini hanya sebatas mengetahui indikasi dari suhu tinggi terhadap para penumpang. Jika didapatkan penumpang dengan kondisi sakit demam atau panas, maka petugas maskapai maupun awak kapal diminta untuk segera melaporkan kepada petugas kesehatan bandara. Ketiga, dengan memeriksa seluruh penumpang dari keberangkatan di Singapura maupun sebaliknya. Penumpang yang ingin bepergian akan selalu dijaga ketat, tentu saja tingkat kenyamanan penumpang maupun maskapai menjadi tanggungan berat bagi pemerintah. Keempat, dengan menjaga kebersihan lingkungan

13 sekitar, sosialisasi masyarakat, dan menjaga supaya tetap dalam keadaan aman serta sehat. Pada akhirnya, masalah kesehatan merupakan hal terpenting dan paling utama. Kebijakan pemerintah, terutama Kementrian Kesehatan sangatlah terbatas. Penanganan kesehatan di republik ini tidak seharusnya menjadi nomor sekian karena kalah suara dengan cengkerama dunia politik, sosial, dan ekonomi. Sudah saatnya upaya pemerintah yang dinilai masih kurang maksimal untuk kembali memainkan perannya. Dimana peran mahasiswa, peneliti muda, dan lembaga riset penelitian? Pada lembaga dan unsur inilah diharapkan mampu menemukan solusi alternatif untuk penanganan, pencegahan, dan pengobatan terhadap warga negara yang terinfeksi virus zika, juga penyakit lainnya. (*) Editor: Bambang Bes Catatan Hati Seorang Guru Les Menjadi seorang guru les merupakan salah satu pekerjaan (profesi) yang banyak dilakoni oleh mahasiswa, terutama mahasiswa peraih Bidikmisi, yang kebanyakan mencari tambahan biaya untuk agar tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Ini profesi yang menyenangkan, sebagai menjadi bagian yang bisa mendidik generasi dan menjadikan pelajar bagi para pembelajar. Sebagai pelajar, idealnya yang mereka lakukan ya belajar. Bukan hanya sekolah. Namun di sekolah, anak-anak itu tidak merasa banyak belajar. Metode pembelajaran yang ada tampaknya menuntunnya untuk hanya mampu menghafal, bukan memahami. Disinilah ketika di kelas les, guru les harus menjelaskan lagi

14 konsep pembelajaran dari awal, padahal materi tersebut sudah diterangkan oleh guru di sekolahnya. Jadi, yang dilakukan hanyalah transfer knowledge, bukan transfer pemahaman. Mereka hanya di-drill untuk lulus UN (Ujian Nasional), sehingga tidak menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Alhasil tujuan pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas 2003 pasal 3 yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, tampaknya hanya akan menjadi slogan semata. Beberapa orang tua sengaja memberikan les tambahan pada anakanaknya, karena menyadari dirinya punya keterbatasan, sehingga merasa perlu untuk menitipkan buah hatinya agar memiliki pengetahun yang lebih di tempat les, karena pendidikan di sekolah belum cukup untuk mengasah potensi anak mereka. Pada sisi lain, para orang tua itu sebenarnya bergelar sarjana, tetapi tidak memiliki waktu untuk mendidik anak dan mengevaluasi proses belajar anak di sekolahnya. Dari kesibukannya itulah banyak ibu yang menyerahkan pengasuhan dan pendidikan anaknya kepada pembantu, tetangga, dan nenek mereka. Masalah ekonomi ikut mempengaruhi disini, sebab kebutuhan ekonomi yang sulit memaksa para orang tua, termasuk para ibu, meninggalkan peran keibuannya dan bekerja keras diluar rumah. Sebagai guru les akhirnya harus berperan layaknya ibu bagi mereka, tempat curahan keluh kesahnya di sekolah, mencurahkan keinginan dan cita-citanya, tentang gurunya, teman-teman, dan tak jarang juga mengeluhkan kesibukan orang tuanya yang tidak sempat menanyakan sekedar: bagaimana nilai ulanganmu hari ini?. Hal-hal seperti itu banyak kita jumpai dalam kelas-kelas les. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, justru menjadi sarana untuk melampiaskan rasa protes terhadap kondisi lingkungan keluarga, sekolah yang amburadul, ada guru mengajar asal-asalan, buku paket yang banyak rusak, dsb. Bisa jadi, adanya pelajar yang amburadul itu karena besar di

15 lingkungan keluarga/sekolah yang juga amburadul. Disana tidak ada panutan, tidak ada arahan, tidak ada contoh keteladanan dan pendampingan. Sudah banyak kasus dari bobroknya output pendidikan seperti itu. Generasi pembelajar mengalami degradasi moral, seperti yang terjadi pada pasca Unas 2015 dimana pelajar tak lagi coret-coret di baju seragamnya dan konvoi kendaraan, namun juga terjadi kasus perzinaan masal, tawuran dan perbuatan maksiat lainnya. Di Siantar, misalnya, seusai Unas ratusan siswa bersuka-ria mencorat-coret bajunya, bahkan beberapa siswa melakukan aksi-aksi asusila. Di Purwakarta (Jawa Barat) dua kelompok siswa diamankan polisi karena melakukan tawuran. Kemudian di Kendal (Jateng), masih pasca Unas, puluhan pelajar tertangkap basah berbuat mesum di sebuah kamar hotel. Belakangan kita dihebohkan dengan tersebarnya undangan pesta bikini bagi anak SMA usai pelaksanaan Unas yang bertajuk Good Bye UN. Mengkaji dari peristiwa diatas kita tidak bisa menutup mata bahwa secara rata-rata sistem pendidikan belum menghasilkan generasi unggul. Seandainya negeri ini memiliki visi politik yang jelas terhadap pendidikan, tentu hal-hal seperti itu tidak akan terjadi. Kegagalan melahirkan output bermoral dan pemerataan pendidikan yang berkualitas, disinyalir terkait dengan kapitalisme yang merangsang biaya pendidikan semakin mahal. Kapitalisme inilah konon yang ikut membuat kaum perempuan terpaksa meninggalkan perannya sebagai ibu demi membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Kondisi seperti ini mungkin saja akan menjadi semakin parah jika kita diamkan dan membiarkan keadaan. Jadi kesalahan ini harus diluruskan. Pertama, pendidikan adalah kebutuhan pokok rakyat karena setiap warga negara berhak memperoleh akses pendidikan. Hal ini tentu sangat bisa dipahami karena majumundurnya suatu peradaban sangat bergantung pada kualitas pendidikan manusianya.

16 Kedua, output pendidikan berupa generasi bertakwa yang unggul pada seluruh aspek kehidupan, menuntut perhatian serius dari kompenen terkait yaitu keluarga, masyarakat, sekolah, yang kondusif serta kebijakan pemerintah yang mendukung. Ketiga, untuk mewujudkan hal itu negara harus memiliki sistem ekonomi yang kuat, karena kedua hal ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dengan potensi sumber daya alam yang kuat, tentu negeri ini memiliki pemasukan yang besar untuk bisa mewujudkannya, asalkan SDA itu dikelola dengan benar yaitu menjadikan aset hajat hidup publik milik rakyat dikelola oleh negara. Satu misal dari Blok Mahakam saja berpotensi menghasilkan pendapatan kotor Rp triliun, sehingga jika kita memiliki 79 blok migas, tentu ini merupakan sumber APBN yang diharapkan juga bisa memberi kesejahteraan kepada rakyat. Hal demikian tentu tidak akan terwujud jika paradigma ekonomi neoliberal yang menjadi rujukan dan hajat hidup publik diprivatisasi dan dimiliki asing yang menyebabkan negeri ini terjerat dalam penjajahan gaya baru (neoimperialisme). Semoga sedikit curahan hati ini menjadi inspirasi untuk tidak henti-hentinya menjadikan pendidikan di negeri ini lebih baik. Potensi optimalisasi generasi muda sebagai aset berharga bangsa menjadi kenyataan, dan terlahir jutaan intelektual hebat dengan penghargaan luar biasa dan mampu mewujudkan peradaban gemilang mercusuar dunia. (*) Editor : Bambang Bes Virus-Virus yang Menjangkiti

17 Generasi Muda Indonesia Indonesia merupakan negara terpadat keempat didunia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa. Berdasarkan data CIA World Facthbook tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia sekitar 27,3 % berusia 0-14 tahun, 66,5 % berumur tahun, dan 6,1 % berumur 6,1 %. Hal ini menunjukkan begitu besar jumlah usia produktif di negeri ini. Sehingga, tidak salah bila pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia yaitu tahun 2045, Indonesia diprediksikan menjadi salah satu negara termaju di dunia. Namun, sungguh sangat mengejutkan terhadap apa yang terjadi pada generasi muda Indonesia saat ini. Seolah budaya konsumtif dan materialistik sudah menjamur dan mengikis budaya khas Indonesia seperti berke-tuhanan, gotong royong, sopan santun hingga berbagai hal yang telah tercantum dalam nilai-nilai Pancasila dan UUD Hal inilah yang sedang menjangkit di generasi muda, dan itulah Sindrom. Ada tiga gejala yang menandakan hal ini. Yaitu, adanya virus Triavialism: suatu penyakit yang menjangkit generasi muda untuk selalu bersenang-senang dan melakukan hal-hal yang menghiburnya saja tanpa memikirkan nilai edukatif didalamnya. Lalu, virus Cinderella: suatu penyakit yang inginnya selalu instan dan praktis tanpa ingin berlelah-lelah terlebih dahulu. Muaranya, mengakibatkan virus yang ketiga. Yaitu, virus NEET (No Education, Employee, and Training). Hal ini pun didukung dengan berkembangnya media yang seolah hanya menayangkan hal-hal yang bersifat menghibur tanpa ada suatu edukasi didalamnya. Maka tak segan-segan Presiden Indonesia saat ini yaitu Ir. Jokowi menegur media saat ini terutama televisi. Ada ungkapan baru mengatakan, Tontonan jadi tuntunan dan Tuntunan jadi Tontonan. Sebagian generasi muda ketika ditanya apa cita-citanya, langsung menjawab ingin jadi artis, penyanyi, dan lainnya yang

18 bisa masuk tv dan gajinya tinggi. Seolah menjadi artis adalah cita-cita tertinggi. Padahal yang dikatakan orang besar adalah bukan mereka yang besar gaji atau tinggi jabatannya. Melainkan, mereka yang mampu mendedikasikan dirinya, ilmunya, ketrampilan hingga jiwanya untuk mengabdi pada masyarakat. Teknologi Menjauhkan Yang Dekat Seolah-olah, semakin maju suatu zaman, teknologi dan ilmu pengetahuan, semakin manusia meninggalkan sifat fitrahnya sebagai makhluk sosial. Mereka lebih asyik ngobrol, update status ataupun hanya lihat status media sosial dibandingkan dengan berbicara atau berdiskusi dengan orang disekitarnya. Atau, melihat fenomena disekitarnya dan memberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Apakah ini yang dimaksud, Menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Apalagi, pasar-pasar tradisional pun mulai ditinggalkan berganti pasar modern. Seolah tak ada lagi kesempatan untuk tawar menawar secara langsung, bertemu dengan beragam orang tuk saling mengenal, menyapa bahkan mendoakan satu sama lain. Yang semua itu sejatinya semakin membuat kedekatan hati dan kerekatan persahabatan serta persaudaraan antar sesama. Mari bebaskan diri dari belenggu-belenggu diri dan berbagai sindrom atau virus di atas. Karena, Indonesia adalah bangsa pejuang. Bukan bangsa yang bermalas-malasan dan pasrah dengan keadaan. Seperti satu slogan yang terus leluhur gemborkan dulu, Merdeka atau Mati. Imam Syafi i pun telah mengajarkan, Tidaklah mungkin orang yang punya mimpi dan bercita-cita besar hanya duduk berpangku tangan. Tinggalkanlah watan dan kenyamanan maka kau akan menemukan gantinya karena kenikmatan hidup didapatkan setelah kau melewati kelelahan. Begitupun pepatah lama mengajarkan, Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian. Bersakitsakitlah terlebih dahulu, dan bersenang-senanglah kemudian. Jadikan hidup penuh dengan pengorbanan. Semakin menjadi

19 hartawan, semakin pula bertambah dermawan. Semakin terkenal, maka ia pun semakin menjadi teladan. Semakin tinggi suatu jabatan, semakin kebermanfaatan dan kemaslahatan yang selalu dipikirkan. Satu ungkapan lama lagi yang mulai terlupakan, Bersatu kita teguh, bercerai kita berantakan. Mari hidupkan gotong royong, bantu membantu satu sama lain. Karena, itulah pengabdian. Bukan banyaknya gaji ataupun upah yang didapatkan. Bukan pula seberapa banyak media yang meliput. Namun, satu yang selalu diniatkan. Yaitu, mendapat keberkahan. Juga, keikhlasan yang selalu diperjuangkan. (*) Krisis Perizinan sebagai Pemicu Bencana Banjir Musim penghujan yang mencapai puncaknya saat ini menyebabkan terjadinya bencana banjir di hampir seluruh wilayah Indonesia. Penyebutan banjir sebagai bencana seakan memberikan justifikasi bahwa banjir adalah kehendak dari Allah SWT atau biasa kita ucapkan sebagai takdir. Hal inilah yang harus dikaji ulang. Lantas, disadari dan dipahami. Bahwa banjir sejatinya merupakan akumulasi dari perbuatan manusia yang selalu merasa kurang. Misalnya, kurang memahami akibat membuang sampah di sungai, merasa kurang luas lahan sehingga menggunakan sempadan sungai sebagai bangunan, kurang lahan resapan air, kurang mengetahui adanya peraturan yang mengharuskan adanya perizinan dan dokumen lingkungan dalam pembangunan dan beraneka kekurangan lainnya. Sebenarnya, hukum, peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang telah dibuat pemerintah pusat maupun daerah, sudah banyak

20 yang bisa menjadi instrumen pencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan, instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas sejumlah elemen. Di antaranya, Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Baku Mutu Lingkungan (BML), AMDAL, UKL-UPL, perizinan, retribusi/pajak, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan, analisa resiko lingkungan hidup dan instrument lainnya sesuai dengan kebutuhan. RTRW merupakan perencanaan tata ruang kabupaten/kota yang disusun berdasarkan RPPLH sebagai dokumen perencanaan yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaan dalam kurun waktu tertentu. Penjabaran RTRW ditetapkan dalam perda yang mengatur Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan peraturan zoning yang digunakan sebagai pedoman dalam mengatur pemanfaatan kawasan di suatu wilayah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dicantumkan bahwa Pemerintah daerah berwenang menyelenggarakan urusan wajib di bidang penataan ruang dan lingkungan hidup. Wewenang merupakan salah satu unsur keabsahan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana ruang lingkup wewenang meliputi pengaturan, perizinan dan penegakan hukum. Pandangan umum selalu menyatakan bahwa banjir yang terjadi rutin setiap tahun disebabkan oleh curah hujan tinggi. Lantas, mengakibatkan meluapnya sungai dan naiknya air laut. Pendapat ini seakan menutup pemikiran bahwa salah satu penyebab banjir yang cukup relevan adalah menyempit dan dangkalnya sungai. Serta, kurangnya resapan air akibat perkembangan pembangunan. Daerah punya Perda tangkal banjir Setiap daerah kabupaten/kota telah memiliki perda tentang

21 RTRW, perda RDTRK, dan perda IMB. Di dalamnya terdapat norma perintah, larangan, izin dan dispensasi dimana setiap orang/badan yang akan memanfaatkan kawasan sebagai kawasan perumahan, perindustrian dan perdagangan diwajibkan memiliki izin yang mempersyaratkan adanya dokumen lingkungan sebagai acuan dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan (AMDAL/UKL-UPL). Dalam praktek penyusunan AMDAL/UKL-UPL, dibutuhkan waktu dan biaya yang cukup mahal. Hal ini mendorong pemerintah daerah memberikan kemudahan berupa pemrosesan izin yang dibarengkan dengan penyusunan dokumen lingkungan tersebut. Kemudahan yang bertujuan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif telah mengubah tujuan dan konsep perlunya dibuatnya dokumen lingkungan. Pembuatan dokumen lingkungan merupakan analisis terhadap rencana kegiatan yang akan memberikan dampak terhadap lingkungan. Sehingga, keberadaan dokumen lingkungan merupakan pertimbangan diterbitkannya izin. Sesuai dengan dokumen lingkungan, maka pemegang izin wajib memenuhi kewajiban sebagaimana dijanjikan dalam AMDAL/UKL-UPL. Dengan demikian, jika pemegang izin melanggar kewajiban tersebut, maka dapat dilakukan upaya penegakan hukum akibat pelanggaran izin. Apabila penyusunan AMDAL/UKL-UPL dibarengkan dengan pemrosesan izin, maka hal ini memberi peluang kewajiban pengelolaan dan pemantau lingkungan disusun secara umum dan penuangan dalam kewajiban pemegang izin juga sangat umum. Hal ini menimbulkan peluang terjadinya pelanggaran dan kesulitan bagi pengawasan dan penegakan hukum. Kelemahan di bidang penegakkan hukum Pengusaha harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal untuk meminta bantuan seorang ahli dalam penyusunan dokumen lingkungan. Hal ini yang menjadi salah satu sebab kelemahan penyusunan dokumen lingkungan. Di sisi lain, dokumen

22 lingkungan merupakan salah satu instrumen penting bagi pejabat pemberi izin. Guna menilai dan mempertimbangkan diterbitkannya izin serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha dalam menjalankan usaha agar tidak terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Krisis kedua dalam kebijakan perizinan yang menyebabkan kelemahan tercapainya tujuan izin sebagai instrumen pencegahan adalah di bidang pengawasan. Wewenang pengawasan dan penegakan hukum merupakan wewenang yang berkaitan dengan wewenang pengaturan dan penerbitan izin. Namun, dengan adanya kebijakan pemerintah untuk kemudahan perizinan yang dilakukan oleh satu lembaga perizinan atau dikenal dengan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), penerbitan izin dilakukan oleh Badan Perizinan sedangkan pengawasan dan penegakan hukum dilakukan oleh SKPD teknis atau Polisi Pamong Praja. Kebijakan PTSP satu sisi memberikan kemudahan bagi masyarakat atau pengusaha dalam memperoleh izin. Di sisi lain, kebijakan yang membagi kewenangan pengawasan dan penegakan hukum memberikan kelemahan, khususnya di bidang penegakan hukum. Kelemahan pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh instansi yang berbeda akan terjadi apabila instansi pengawas tidak memiliki data yang akurat atas izin-izin yang telah diterbitkan. Hal ini terjadi akibat tidak adanya harmonisasi dan koordinasi bagi penerbit izin untuk selalu memberikan tembusan kepada SKPD teknis dan Polisi Pamong Praja. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum seakan memberi gambaran bahwa pemerintah daerah melakukan pembiaran dan hal ini dianggap bukan pelanggaran. Sehingga, masyarakat tidak memiliki rasa bersalah atas pelanggaran yang dilakukan. Juga, tidak ada sarana yang membuat masyarakat jera. Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pengembang perumahan yang belum membuat irigasi atau membuat bangunan yang lebih tinggi dari ketentuan sering lepas dari pengawasan pemerintah

23 daerah. Hal ini akan diketahui setelah perumahan telah dihuni dan menyebabkan banjir bagi kawasan lain. Sehingga, bila dilakukan pengubahan akan terjadi benturan antara masyarakat penghuni dengan pemerintah daerah atau dengan penghuni lainnya. Kondisi ini menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi lemahnya penegakan hukum. Khususnya, penegakan hukum administrasi. Dalam pemanfaatan kawasan, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat bahwa keberadaan izin pemanfaatan, IMB dan dokumen lingkungan merupakan upaya legitimasi dan instrumen pencegahan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Bukan semata-mata alat bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Selain itu, diperlukan adanya komitmen yang tinggi dari aparat pemerintah untuk mengikuti peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam menerbitkan izin. Jika dalam menerbitkan izin tidak didasarkan pada kedua hal tersebut, maka berdasarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pejabat dapat diminta pertanggungjawaban dengan alasan terjadinya penyalahgunaan wewenang. (*) Remaja dan Pergeseran Makna Pergaulan Bebas di Era Kekinian Sebagai kelompok yang dianggap bagian dari pihak yang resisten, remaja diidentikkan dengan aktivitas-aktivitas yang digolongkan oleh Webster (2010) dalam diskursi pergaulan bebas. Dia menyebutkan, pergaulan bebas bisa didefinisikan sebagai interaksi sosial dan perilaku di luar norma masyarakat

24 atau bebas dari aturan. Pergaulan bebas adalah perilaku negatif sebagai ekspresi penolakan remaja. Perilaku yang termasuk pergaulan bebas adalah seks pranikah, konsumsi alkohol dan narkoba, clubbing, konsumsi pornografi dan cybersex, merokok, dan perkelahian antar geng. Pergaulan bebas adalah istilah yang marak digunakan selama masa pemerintahan Presiden Soeharto di Orde Baru ( ). Diskursi ini dipercaya sebagai akibat dari masuknya budaya asing dalam pengaruh globalisasi yang tidak terfilter di Indonesia. Terdiri dari kata pergaulan dan bebas, stigma negatif terhadap diskursi ini muncul pada kata bebas yang dapat dimaknai sebagai hal-hal yang tidak berkaitan dengan tanggung jawab. Bagaimanapun, seperti diungkapkan Webster, perbedaan definisi antara pergaulan normatif (tidak bebas) dan pergaulan nonnormatif (bebas) similarly subject to change (tergantung pada perubahan). Dalam hal ini, contoh perubahan yang dimaksud misalnya perubahan interaksi sosial masyarakat pasca Orde Baru dan berkembangnya teknologi, atau adanya perubahan kebijakan pemerintahan, baik di Indonesia maupun secara global. Secara terpisah, penggunaan frase yang sama dapat dimaknai berbeda pula oleh kelompok tertentu, seperti halnya penggunaan frase free sex yang dimaknai sebagai seks tanpa pengaman (kondom) oleh komunitas gay, bukan sebagai seks pranikah atau berganti-ganti pasangan seperti yang dimaknai oleh kelompok dominan konservatif. Saya pernah melakukan penelitian tentang film-film remaja. Di sana, saya memiliki definisi kongkret terkait frase pergaulan bebas. Yakni, mengacu pada aktivitas-aktivitas yang dikutip sebelumnya berdasarkan pengelompokan Webster. Frase ini digunakan untuk memudahkan identifikasi. Selain itu, frase ini telah umum digunakan sebelumnya. Meskipun identik dengan

25 ketetapan-ketetapan dan isu moral panic pada masa Orde Baru, faktanya frase ini masih digunakan dan telah menjadi wawasan umum di masyarakat. Penggunaan frase ini dianggap masih relevan mengingat masih adanya beberapa film yang menjadikan frase ini sebagai judul, seperti Akibat Pergaulan Bebas (2010) dan Akibat Pergaulan Bebas 2 (2011). Dalam film-film karya Nayato Fio Nuala, isu pergaulan bebas muncul dan identik dengan keseharian tokohtokoh remajanya. Perempuan dalam film Nayato mendapatkan porsi sebagai fokus utama dalam cerita-ceritanya. Hal ini dapat dilihat dari plot cerita dan poster-poster filmnya. Menariknya, Webster mengungkapkan pernyataan yang relevan dengan hal ini. Pergaulan bebas banyak dikaitkan oleh Webster dengan perempuan muda, terlebih jika menghubungkannya dengan norma di Indonesia yang cenderung menempatkan perempuan di posisi yang tabu dan penuh pantangan. Lebih jauh lagi, Webster (2010:342) juga mengungkapkan bahwa dalam film remaja, ekspektasi heteronormatif tentang femininitas, keperawanan dan pernikahan disampaikan dengan dilekatkan pada citra baik perempuan dengan menyampaikan konsekuensi berbahaya (disasterous consequences) yang mungkin dihadapi (jika melanggar ketiga konsep tersebut). (*) Penulis: Dyestari Dyanutami Internet Tidak Membunuh Koran, Pembunuhnya adalah

26 Pemilik dan Pekerjanya Senjakala media cetak akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Tulisan wartawan Kompas Bre Redana, Inikah Senjakala Kami, berisi curhatan yang terkesan menyalahkan internet dan jurnalis online. Dari tulisan itu bisa digarisbawahi, jika dia tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan industrinya. Dia hanya mengeluh dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya, isu senjakala media cetak sudah ramai diperbincangkan terutama di Amerika Serikat dan Inggris sejak Pangkalnya, penurunan jumlah pendapatan iklan dan jumlah pelanggan. Di Kongres WAN-IFRA (Asosiasi Surat Kabar Dunia), tema-tema yang diangkat adalah seputar bagaimana industri media cetak menghadapi era digital. Mereka tidak lagi berdiskusi bagaimana membuat berita yang bagus atau bagaimana etika jurnalis dalam mencari berita. Fokus mereka cuma satu: bagaimana industri media cetak bisa selamat dari kepunahan. Pada beberapa Kongres WAN-IFRA yang saya ikuti, para pembicara dari koran-koran seperti New York Times, Washington Post, The Wall Street Journal memaparkan model-model bisnis media online masing-masing. Banyak juga yang memaparkan bagaimana membuat konten-konten yang disukai pembaca online. Misalnya, video dan podcast. Intinya, media online digarap serius dan disinergikan dengan media cetak. Koran Masih Bisa Hidup Di tengah kematian koran-koran Amerika, pemilik Amazon, Jeff Bezos, membeli Washington Post senilai 250 juta dollar. Nah, hal ini membuktikan, ada orang yang berani ambil resiko membeli koran. Padahal, biaya yang dibutuhkan sangat besar. Di sisi lain, bagi sebagian orang, ternyata koran masih punya peluang bisnis.

27 The New York Times, Wall Street Journal, Financial Times melakukan bisnis freemium. Konten-konten di website mereka bisa dinikmati secara gratis. Meski hanya sebagian. Jika ingin menikmati semua konten, mereka harus membayar setiap bulannya. Satu hal yang saya tangkap adalah usaha mereka beradaptasi di era digital. Mereka menganggap era ini sebagai peluang dan bukannya ancaman. Hasilnya, The New York Times mempunyai pelanggan digital di atas satu juta. The Guardian menangkap peluang dengan membuat event-event atau workshop jurnalisme yang hanya bisa diakses jika pembaca menjadi member. Bagi yang ingin menjadi member, mereka harus membayar biaya bulanan. Masih banyak koran yang bertahan dengan membuat model bisnis yang benar-benar baru. Mereka tidak hanya melakukan cara konvensional dengan menjual oplah dan iklan cetak saja. Adaptasi atau Mati Seperti homo sapiens yang berevolusi dengan cara beradaptasi, koran harus melakukannya. Jika tidak, koran akan mati. Hanya yang kuat yang bertahan. Koran tidak boleh berpikir sebagi newspaper semata. Lebih dari itu, harus menjadi news brand. Koran bukan media nomor satu. Tapi, harus disinergikan dengan media-media di bawah brand itu. Sebuah media tidak hanya menjual berita apa adanya. Tapi, harus mengemasnya dengan konten-konten menarik dan mengkolaborasikannya. Konten-konten berita, video, audio, infografis, harus dibuat sedemikian rupa disesuaikan dengan karakter pembacanya. Konten media cetak tentu beda dengan konten media online. Karena, karakteristik pembacanya berbeda. Tapi, bukan berarti kualitas media online dibuat lebih buruk dibanding media cetaknya.

28 News brand akan mengemas konten-konten itu di bawah brand sebuah koran dengan kualitas sama. Tantangan Generasi Tanpa Koran Generasi sekarang tidak tumbuh dengan koran. Mereka besar bersama gadget. Ketika dewasa, mereka tidak akan mengingat koran. Sekarang koran masih ada, bagaimana dengan lima atau sepuluh tahun mendatang? Radio yang dulu diramal mati saat televisi muncul. Akhirnya, bisa beradaptasi. Mobil yang menolong mereka. Meski pendengar radio menurun, pengguna mobil masih membutuhkan radio untuk menemani perjalanannya. Bagaimana dengan koran? Adaptasi apa yang mesti dilakukan? Inilah tugas para pemilik media dan para pekerjanya. Sayang, banyak pemilik koran di sini yang tidak paham dunia online. Banyak yang membuat media online asal-asalan dengan kualitas lebih buruk dibanding media cetaknya. Akhirnya, media online tidak memberi value apa-apa kepada media cetaknya. Kesadaran Pemilik Koran Saat saya bekerja di media online sebuah koran, saya dihadapkan kepada pemiliknya yang tidak paham dunia digital. Dia masih menganggap koran produk media nomer satu di atas media online. Koran baginya masih dalam masa keemasan. Memang, harus diakui jika pendapatan paling besar berasal dari koran. Namun, jumlah revenue iklan dan jumlah pelanggan yang terus menurun serta makin banyaknya orang menyukai berita online, menjadikan anggapan pemilik media itu sebagai utopia. Pada awal saya dan tim membangun media online koran tersebut. Saya mempunyai visi membangun media online berkualitas sama dengan media cetaknya. Saya ingin membuat media online dengan konten-konten menarik serta bervariatif dengan cara elegan.

29 Traffic memang penting tapi bukan itu tujuan utama. Tujuan paling penting adalah meningkatkan value brand koran tersebut di dunia digital. Karena selama ini, brand koran itu masih kalah populer dibanding koran-koran lain. Dengan meningkatnya value brand, diharapkan muncul kepercayaan. Traffic bisa mengikuti. Dari situ kita mulai memikirkan model bisnisnya. Ini jelas membutuhkan waktu lama. Rupanya, visi pemilik koran itu tidak sama dengan visi saya. Dia terbuai dengan traffic yang tinggi tanpa memperdulikan kualitas berita. Media online yang semula berkualitas sama dengan korannya, diturunkan derajatnya dengan menyajikan berita-berita bombastis dan murahan seperti berita seks dan kriminal dengan judul-judul kacangan. Berita-berita yang dijual tidak mengindahkan etika jurnalisme yang baik. Kualitasnya jauh dibanding korannya. Kemudian saya memutuskan keluar. Pemilik koran harus sadar jika media cetak di ambang kepunahan. Koran adalah bisnis yang sudah dekat dengan garis finish. Jika masih dininabobokkan dengan kejayaan dan tidak melakukan tindakan apapun, garis finish sendiri yang akan mendekati koran. Andil Pekerja Membunuh Koran Isu senjakala media cetak ditanggapi beragam oleh para jurnalisnya. Ada yang menyalahkan internet, ada yang tidak percaya adanya isu itu. Sebenarnya, jurnalis koran punya andil mempercepat kepunahan koran. Banyak berita yang ditulis sama dengan berita online, mulai angle berita maupun pemilihan judul. Bahkan ada yang mencopas berita online. Ini menimbulkan pertanyaan: jika sama, kenapa orang harus membeli koran? Toh orang bisa membaca media online secara gratis. Koran sudah kalah cepat dengan online. Jika koran kualitasnya

30 sama dengan media online, maka habislah riwayat koran. Orang tak akan lagi mencarinya. Majalah Tempo selalu dicari karena menyajikan angle-angle yang tidak didapat di media online. Koran harus dibuat seperti itu. Tentu tugas jurnalis koran untuk membuat konten-konten yang membuat orang rela membelinya. Beberapa tahun ke depan, penetrasi internet di masyarakat kita akan jauh lebih kuat. Masyarakat akan terbiasa dengan gadget. Internet akan mudah diakses. Tujuan internet hadir adalah memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses informasi. Imbasnya, koran bukan sumber informasi paling penting. Kendali di tangan pembaca. Ini tantangan yang harus dihadapi koran. Beberapa waktu lalu, pemilik Koran Sinar Harapan menutup korannya. Sebelumnya, Harian Bola juga ditutup. Internet tidak lahir untuk membunuh koran. Tapi pemilik koranlah yang selama ini membunuhnya pelan-pelan, tentu dengan bantuan pekerjanya. (*) Senjakala Suratkabar dan Kebangkitan Jurnalisme Digital Rasanya tidak berlebihan kalau saya mengatakan hampir semua jurnalis di Indonesia beberapa hari terakhir ini pasti mengikuti dengan penuh perhatian perdebatan di media sosial soal media cetak versus media digital. Perdebatan ini dimulai ketika wartawan senior Harian Kompas, Bre Redana menulis catatan berjudul Inikah Senjakala Kami di Kompas edisi 28 Desember 2015.

Potensi Tiga Sektor Dunia Paska Kampus

Potensi Tiga Sektor Dunia Paska Kampus Potensi Tiga Sektor Dunia Paska Kampus DIAKUI atau tidak, hampir sebagian besar pandangan mengatakan bahwa tujuan perkuliahan adalah untuk mencetak tenaga kerja yang terampil dan kompeten (Yanfaune Ade)

Lebih terperinci

Di Tengah Isu LGBT dan Efek Negatif Internet, Mental Anak Perlu Diperkuat

Di Tengah Isu LGBT dan Efek Negatif Internet, Mental Anak Perlu Diperkuat Di Tengah Isu LGBT dan Efek Negatif Internet, Mental Anak Perlu Diperkuat UNAIR NEWS Belakangan ini, isu tentang LGBT menyeruak. Pun demikian, problem terkait efek negatif internet. Termasuk di dalamnya,

Lebih terperinci

Internet Tidak Membunuh Koran, Pembunuhnya adalah Pemilik dan Pekerjanya

Internet Tidak Membunuh Koran, Pembunuhnya adalah Pemilik dan Pekerjanya Internet Tidak Membunuh Koran, Pembunuhnya adalah Pemilik dan Pekerjanya Senjakala media cetak akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Tulisan wartawan Kompas Bre Redana, Inikah Senjakala Kami, berisi curhatan

Lebih terperinci

Catatan Hati Seorang Guru Les

Catatan Hati Seorang Guru Les Catatan Hati Seorang Guru Les Menjadi seorang guru les merupakan salah satu pekerjaan (profesi) yang banyak dilakoni oleh mahasiswa, terutama mahasiswa peraih Bidikmisi, yang kebanyakan mencari tambahan

Lebih terperinci

Krisis Perizinan sebagai Pemicu Bencana Banjir

Krisis Perizinan sebagai Pemicu Bencana Banjir Krisis Perizinan sebagai Pemicu Bencana Banjir Musim penghujan yang mencapai puncaknya saat ini menyebabkan terjadinya bencana banjir di hampir seluruh wilayah Indonesia. Penyebutan banjir sebagai bencana

Lebih terperinci

Gangguan Zika dan Upaya Menuju Indonesia Sehat

Gangguan Zika dan Upaya Menuju Indonesia Sehat Gangguan Zika dan Upaya Menuju Indonesia Sehat Jumlah masyarakat yang terinfeksi virus Zika di Singapura terus bertambah. Kementerian Kesehatan Singapura dan National Environment Agency (NEA) mengungkapkan

Lebih terperinci

Pengantar Ritual di Bulan Ramadan

Pengantar Ritual di Bulan Ramadan Pengantar Ritual di Bulan Ramadan Datangnya bulan Ramadhan menandakan bahwa perjuangan muslim harus semakin diperkuat dan ditegakkan. Setidaknya, begitulah pesan implisit dari kegiatan yang biasa dipersepsi

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman selalu berubah setiap waktu, keadaan tidak pernah menetap pada suatu titik, tetapi selalu berubah.kehidupan manusia yang juga selalu berubah dari tradisional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N : WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang a. bahwa pelacuran dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA Sambutan Pada Acara PEMBUKAAN REMBUK NASIONAL PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (RNPK) TAHUN 2016 Tema: Meningkatkan Pelibatan Publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu memproduksi film sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi adegan-adegan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Perjalanan sejarah hidup umat manusia tidak terlepas dari proses pendidikan yang menjadi salah satu kebutuhan dari setiap manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGANTAR (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN) MAKALAH KEWARGANEGARAAN : PENGANTAR (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)

PENGANTAR (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN) MAKALAH KEWARGANEGARAAN : PENGANTAR (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN) PENGANTAR (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN) MAKALAH KEWARGANEGARAAN : PENGANTAR (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN) NAMA : HARRY FITRI USMANTO NPM : 38412209 KELAS : 1ID08 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi dewasa ini, kian meningkatnya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda. Sehingga maraknya penyimpangan

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Pergaulan Bebas

Ciri-Ciri Pergaulan Bebas Pengertian Pergaulan Bebas, Penyebab, Akibat & Cara Mengatasi Secara Umum, Pengertian Pergaulan Bebas adalah salah bentuk perilaku menyimpang yang melewati batas dari kewajiban, tuntutan, aturan, syarat,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

Globalisasi, Kemajuan atau Kemunduran Zaman??

Globalisasi, Kemajuan atau Kemunduran Zaman?? Tema : Pengaruh Kemajuan Teknologi Bagi Remaja Globalisasi, Kemajuan atau Kemunduran Zaman?? Globalisasi. Sebuah istilah yang pastinya sering kita dengar, memiliki arti suatu proses di mana antarindividu,

Lebih terperinci

1) Nasionalis. 2) Pemberani

1) Nasionalis. 2) Pemberani KOPI - Seorang presiden adalah sosok yang terpenting di Indonesia karena presiden di negara ini tak hanya berperan sebagai kepala negara, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan. Negara ini dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak yang berisi perjanjian-perjanjian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan aset, anak adalah titisan darah orang tua, anak adalah warisan, dan anak adalah makhluk kecil ciptaan Tuhan yang kelak menggantikan peran orang tua sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian Indonesia merupakan sektor yang masih dianggap krusial dalam menopang kehidupan masyarakat. Selain diperlukan sebagai penyedia pangan nasional, pertanian menyerap

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Perempuan bekerja bukan lagi pemandangan langka. Ada yang bergaji tinggi sebagaimana karyawan kantoran yang berbekal titel, ada pula pegawai rendahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi lengkap dengan teknologinya tentu membawa dampak yang bersifat positif dan tidak sedikit pula dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satu kelompok

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMIK UNGGAH-UNGGUH DI DIY BERJUDUL ORA ILOK!

PERANCANGAN KOMIK UNGGAH-UNGGUH DI DIY BERJUDUL ORA ILOK! PERANCANGAN KOMIK UNGGAH-UNGGUH DI DIY BERJUDUL ORA ILOK! PENCIPTAAN KARYA DESAIN Oleh : Yusup Amy Purwadi NIM 0911932024 PROGRAM STUDI S-1 DISAIN KOMUNIKASI VISUAL JURUSAN DISAIN FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

MAKNA PERJUANGAN R. A. KARTINI

MAKNA PERJUANGAN R. A. KARTINI MAKNA PERJUANGAN R. A. KARTINI Oleh Indriyanto Selamat memperingati hari Kartini yang ke-52 pada tanggal 21 April 2016 bagi seluruh warga Negara Indonesia. Memperingati hari Kartini pada hakikatnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang manusiawi dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini tidak saja terjadi tanpa

Lebih terperinci

Oleh : Izza Akbarani*

Oleh : Izza Akbarani* Oleh : Izza Akbarani* Kita sebagai bangsa yang baru lahir kembali, kita harus dengan cepat sekali cepat check up mengejar keterbelakangan kita ini! Mengejar di segala lapangan. Lapangan politik kita kejar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa,

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi pers di Indonesia dewasa ini mengalami berbagai problematika, seperti kekerasan terhadap pers hingga permasalahan somasi atau tuntutan. Dewan Pers menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cinta Tanah Air dan bangsa menjadi salah satu bagian dari tanah air dan bangsanya yang berujung ingin membuat sesuatu yang mengharumkan tanah air dan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010

Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010 Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA HARI ANAK NASIONAL, TANGGAL 23 JULI 2010 DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang perubahan media habit seseorang dalam mengkonsumsi koran dan media online di era teknologi informasi, serta

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rajin pangkal pandai, itulah pepatah yang sering kita dengarkan dahulu sewaktu kita masih duduk di bangku Sekolah Dasar, agar kita mempunyai semangat untuk belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa paling sensitif dalam kehidupan manusia yang biasanya berlangsung antara usia 12 hingga 18 tahun. Dalam masa ini seseorang bukan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini.

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya kejadian persetubuhan antara ayah dengan anak kandungnya ditengah-tengah masyarakat dianggap tidak lazim oleh mereka. Keretakan dalam hubungan rumah tangga sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1 BAB I PENDAHULUAN Remaja Siap Membangun 1 2 Remaja Siap Membangun MENYIAPKAN SDM SIAP BEKERJA Dalam banyak hal, dibandingkan banyak negara berkembang lainnya, Indonesia termasuk salah satu negara yang

Lebih terperinci

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR 69 Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR Feryanto W. K. 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang berbahagia ini, kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR Oleh: I Made Sedana, S.Pd., M.Pd.. Abstrak Sekolah merupakan institusi sosial yang dibangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Tujuan utama pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang. Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang. Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya keinginan untuk hidup mandiri. Ketika anak mulai memasuki usia remaja, tidak jarang orang tua mulai membebaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012

Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012 Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012 Biodata Hendry Ch Bangun Lahir di Medan, 26 November 1958 Lulusan Fakultas Sastra UI tahun 1982 Menjadi wartawan Majalah Sportif

Lebih terperinci

MAHASISWA SEBAGAI UJUNG TOMBAK PEMBELA MERAH PUTIH. Membangun(kan) Nasionalisme Pemuda

MAHASISWA SEBAGAI UJUNG TOMBAK PEMBELA MERAH PUTIH. Membangun(kan) Nasionalisme Pemuda MAHASISWA SEBAGAI UJUNG TOMBAK PEMBELA MERAH PUTIH Membangun(kan) Nasionalisme Pemuda Sejarah Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran pemuda sebagai ujung tombak dalam mengantarkan bangsa dan negara

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis, dimana seluruh segi kehidupan bangsa dan negara di atur di dalamnya. Dalam pembukaan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berada dalam genggaman anak bangsa Indonesia sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini berada dalam genggaman anak bangsa Indonesia sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh para generasi muda bangsa ini. Karena generasi muda Indonesia merupakan faktor penting yang sangat diandalkan oleh Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa yang diperlukan untuk melanjutan sistem pemerintahan demi memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia yang senantiasa membutuhkan informasi yang dapat memperkaya hidupnya. Media merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergaulan adalah salah satu kebutuhan manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, yang

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN KONGRES XXI PGRI DAN KONGRES GURU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses yang terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya. Kadang kala seseorang dalam menjalani proses tersebut menemui kesulitan, karena

Lebih terperinci