KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN DI 26 PROPINSI DI INDONESIA JULEKA SUSY SUSANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN DI 26 PROPINSI DI INDONESIA JULEKA SUSY SUSANTI"

Transkripsi

1 KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN DI 26 PROPINSI DI INDONESIA JULEKA SUSY SUSANTI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Jakarta, Pebruari 2010 Juleka Susy Susanti NRP F

3 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunsn laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

4 ABSTRACT JULEKA SUSY SUSANTI. Evaluation of the inspection of Food Production Facilities in 26 Provinces of Indonesia by the National Agency of Drug and Food Control (NADFC). Under the direction of RATIH DEWANTI-HARIYADI and HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM. To assure food safety, The National Agency of Drug and Food Control (NADFC) of Republic Indonesia carries out two types of food control, i.e. pre-market evaluation and post market vigilance. Inspection of food production facilities as a part of post market vigilance is done routinely by Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) in 26 provinces in Indonesia. This study aimed to evaluate Good Manufacturing Practices (GMP) implementation in food production facilities based on the inspection by BB/BPOM during Evaluation of the results of inspection of food production facilities was classified based on the registration status (MD, PIRT), types of food, region (location). The data were used to map the provinces based on the compliance of their food drug facilities regarding the GMP. The results of the study concluded that overall production facilities conditions of large-medium (LM) industries is better than home industry as indicated by the higher percentage of LM industries (85%) as opposed to that of home industries (65%) that comply with the GMP requirement. However some provinces, such as East Java and North Sumatera, have similar percentage of LM industries and home industries with regard to their compliance to GMP requirement. Some medium-scale production facilities were found to have inadequate compliance of GMP, such as those found in Jambi, South Kalimantan, West Nusa Tenggara and Maluku. The types of food whose production facilities was inspected the most are wheat flour and its products (39,9%), beverages (14,1%), snack (16,8%), seasoning and spices facilities (7,9%) and others (7,6%). Mapping of provinces based on the GMP compliance of its LM food industry suggested that 13 provinces were in green zone (having non-compliance of food industry less than 15%), 9 provinces were in yellow zone (non-compliance of food industry of 15-49%) and 4 provinces were in red zone (non-compliance of food industry higher than 49%). When classification was made based on the performance of the home industries, 3 provinces were in green zone 15 provinces were in yellow zone, and 8 provinces were in red zone

5 RINGKASAN JULEKA SUSY SUSANTI. Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM. Dalam rangka menjamin keamanan pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) melakukan dua jenis pengawasan pangan, yaitu premarket evaluation dan post market vigilance. Pre-market evaluation dilakukan pada saat produk pangan tersebut didaftarkan, sedangkan post market vigilance dilakukan setelah produk produk tersebut beredar di pasar. Pengawasan sarana produksi pangan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (BB/BPOM) di 26 propinsi di Indonesia, salah satunya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang produknya sudah terdaftar, dengan melakukan penilaian terhadap penerapan CPMB, pada setiap rantai proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir dan pendistribusian, termasuk pelabelannya. Kajian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yaitu melihat cakupan pemeriksaan untuk mengetahui kinerja BB/Balai POM, mengetahui profil sarana produksi pangan dan melakukan pemetaan sarana produksi pangan di 26 Propinsi sehingga dapat direncakan pemeriksaan sarana produksi secara tepat. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan ratarata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun. Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini adalah hanya data produk pangan yang terdaftar dengan menggunakan nomor MD dan SP atau P-IRT. Tidak semua data hasil pemeriksaan dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, sedang tidak produksi, sudah tutup, pindah lokasi dan pengisian formulir pemeriksaan (form RA) tidak lengkap. Hasil evaluasi terhadap sarana produksi skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB selama tahun cenderung stabil, berkisar

6 antara 84% - 85%. Sedangkan untuk sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat CPMB berkisar antara 54 65%. Secara keseluruhan hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Evaluasi terhadap data sarana produksi pangan di 26 propinsi dalam kajian ini, menunjukkan bahwa secara umum sarana produksi pangan yang tidak memenuhi syarat (TMS) CPMB lebih banyak ditemukan pada sarana produksi skala IRT-P, kecuali di beberapa propinsi ditemukan sarana produksi skala menengah keatas (MD) lebih banyak yang TMS CPMB (Jambi), sarana yang TMS CPMB sama banyaknya antara sarana produksi skala menengah keatas (MD) dan IRT-P (Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat).Untuk propinsi yang sarana produksinya ditemukan paling banyak memenuhi syarat CPMB adalah propinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara. Jenis pangan yang sarananya diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 propinsi dari tahun , yang di evaluasi dalam kajian ini meliputi 17 jenis pangan yaitu makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; tepung dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; coklat, kopi dan teh; daging & hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; lain-lain; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; minyak dan lemak; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya dan minuman beralkohol. Hasil evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, menunjukkan bahwa dari 7,965 sarana produksi pangan yang diperiksa, ada 5 jenis pangan yang paling sering diperiksa adalah sarana produksi tepung dan hasil olahnya (39.3%); sarana produksi makanan ringan (16.8%); sarana produksi minuman ringan (14.1%); sarana produksi rempah dan bumbu (7.6%) dan sarana produksi lain lain (7.9%). Banyaknya jumlah sarana produksi tersebut diperiksa oleh BB/Balai POM diantaranya karena jenis pangan tersebut ada di setiap propinsi, baik yang terdaftar sebagai produk MD maupun SP atau P-IRT. Sarana produksi skala menengah keatas di propinsi Kalimantan Selatan yang TMS adalah sebesar 85.7%, sebagian besar adalah sarana produksi minuman ringan dengan produk air minum dalam kemasan (AMDK). Sarana produksi skala IRT-P yang TMS sebesar 83.1% meliputi sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang sebagian besar memproduksi roti dan kue, makanan ringan (kerupuk dan keripik), minuman ringan (limun dan sirup), rempah dan bumbu (saos dan kecap), lain-lain (tahu dan tempe). Demikian juga dengan sarana produksi TMS yang ditemukan di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sarana produksi skala menengah keatas yang TMS (75%) sebagian besar adalah sarana produksi minuman ringan yang memproduksi AMDK. Sarana produksi skala IRT-P yang TMS (70.9%) meliputi sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang sebagian besar memproduksi roti dan kue, sarana produksi minuman ringan (limun), makanan ringan (keripik), serta lain-lain (tahu dan tempe).

7 Pemetaan sarana produksi pangan di Indonesia dilakukan dengan cara melakukan pengelompokkan ke dalam 3 kategori berdasarkan persentase sarana produksi pangan yang TMS terhadap pemenuhan CPMB di setiap propinsi. yaitu baik (hijau) adalah propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS pemenuhan CPMB kurang dari 15%, sedang (kuning) adalah propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS antara 15 49%, dan kurang (merah) adalah propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS > 50%. Hasil pengelompokkan sarana produksi skala menengah keatas tersebut adalah 13 propinsi berada dalam kelompok warna hijau, 9 propinsi dalam kelompok warna kuning dan 4 propinsi dalam kelompok warna merah. Sementara untuk sarana produksi IRT-P 3 propinsi dalam kelompok warna hijau, 15 propinsi dalam kelompok warna kuning,dan 8 propinsi dalam kelompok warna merah.

8 KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN DI 26 PROPINSI DI INDONESIA JULEKA SUSY SUSANTI Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

9 Judul Tugas Akhir : Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia Nama Mahasiswa : Juleka Susy Susanti NRP : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir.Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Ketua Dr.Ir.Harsi Dewantari Kusumaningrum. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan a.n Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister Dr.Ir.Lilis Nuraida, MSc. Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MSi Tanggal ujian :16 Pebruari 2010 Tanggal lulus :

10 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir berjudul Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Magister Profesi Teknologi Pangan. Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc. dan Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, MSc, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis mulai awal penulisan, sampai tugas akhir ini selesai. 2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku dosen penguji, yang telah banyak memberikan masukan dalam memperbaiki tugas akhir ini. 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana 4. Drs. M.Ma roef, Apt dan Drs. Soekiman Said Umar, Apt, M.Kes, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana 5. Ir. Tien Gartini, Msi; Dra. Dewi Prawitasari, Apt, MKes dan Drs. Weddy Mallyan, Apt yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini 6. Teman-teman di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, di Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, serta teman-teman seangkatan batch 2 yang memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini 7. Mbak Tika yang selalu membantu dan memberikan semangat, dari awal perkuliahan hingga selesainya tugas akhir ini 8. Keluarga tercinta, yang dengan kesabarannya telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam penyelesaian tugas akhir ini 9. Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Pebruari 2010 Juleka Susy Susanti

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 4 Juli 1958 sebagai anak tunggal dari Bapak Santoso dan Ibu Wahyuning Astuti. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Farmasi Bina Farma di Madiun tahun 1977, dan pada tahun 1978 melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga di Surabaya. Tahun 1987 penulis lulus program sarjana farmasi, kemudian melanjutkan program pendidikan Apoteker pada Fakultas yang sama dan lulus Apoteker pada tahun Penulis bekerja di Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM), Departemen Kesehatan mulai tahun Pada tahun 2000 Ditjen POM menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada tahun 2006, penulis mendapatkan beasiswa dari Badan POM untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, Program Magister Profesi Teknologi Pangan.

12 DAFTAR ISI HALAMAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Lingkup Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) Pengawasan Laporan Pemeriksaan BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan yang Dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi pangan yang Dievaluasi Profil Sarana Produksi Pangan dalam hal Pemenuhan CPMB Pemetaan Pemenuhan CPMB Sarana Produksi Pangan KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... viii ix xi vii

13 DAFTAR TABEL HALAMAN 1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun , dari sarana produksi pangan yang terdaftar Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRT- P, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini viii

14 DAFTAR GAMBAR HALAMAN 1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun , dan yang dievaluasi berdasarkan status pendaftaran Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil baik, cukup dan kurang terhadap pemenuhan CPMB Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 propinsi tahun Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 propinsi tahun Pemetaan kinerja industri pangan skala menengah keatas (MD) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun Pemetaan kinerja industri pangan skala IRT-P berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun ix

15 DAFTAR LAMPIRAN HALAMAN 1. Formulir laporan pemeriksaan sarana produksi pangan (Form : A) 2. Formulir Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleg BB/Balai POM (Form : RA) Persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi Jumlah sarana produksi yang diperiksa di 26 propinsi dari tahun , yang dievaluasi dalam kajian ini Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan per propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini Penggolongan jenis pangan berdasarkan SK Dirjen POM No /B/SK/VII/II/91 dan berdasarkan data pendaftaran produk pangan di Badan POM xi

16 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia, baik dipandang dari segi kuantitas maupun kualitasnya, oleh karena itu tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Produsen yang memproduksi produk pangan bertanggung jawab penuh terhadap pangan yang diproduksi dan diedarkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat konsumen. Untuk menghasilkan produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, diperlukan kesadaran yang tinggi dari para produsen, agar pada waktu memproduksi makanan tersebut mentaati persyaratan dan peraturan yang berlaku dan menerapkan pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB). Masyarakat perlu mendapatkan jaminan bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan tersebut dapat diperoleh apabila produsen tersebut mengikuti persyaratan dan peraturan tentang mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang dan melaksanakan CPMB, sehingga konsumen bisa memilih produk pangan secara tepat, sesuai dengan kebutuhan dan tidak dirugikan dengan adanya persaingan dagang yang tidak sehat. Selain itu jaminan dapat juga diperoleh dengan adanya pengawasan terhadap produk pangan baik oleh produsen, pemerintah dan konsumen itu sendiri. Dalam rangka menjamin keamanan pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sesuai dengan misinya, melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan, melakukan dua prinsip pengawasan pangan yang mencakup pre-market evaluation dan post market vigilance. Pre-market evaluation merupakan salah satu tindakan preventif dalam melindungi konsumen terhadap peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, mutu dan gizi pangan, yang dilakukan pada saat produk pangan tersebut didaftarkan. Sedangkan post market vigilance meliputi

17 2 pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakkan hukum, setelah produk tersebut beredar di pasaran. Pengawasan sarana produksi pangan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) di 26 propinsi di Indonesia. Pengawasan tersebut dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang produknya sudah terdaftar, dengan melakukan penilaian terhadap penerapan CPMB, pada setiap rantai proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir dan pendistribusian, termasuk pelabelannya. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan oleh BB/BPOM, baik untuk sarana produksi berskala menengah ke atas maupun skala industri rumah tangga, sampai saat ini masih banyak temuan sarana produksi pangan yang belum menerapkan CPMB secara optimal. Selain hal tersebut, sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahun bukan merupakan sarana yang sama, serta persentase cakupan pemeriksaannya terlalu kecil. Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana pengolahan pangan Ruang Lingkup Ruang lingkup dari kajian ini adalah melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang produknya terdaftar dengan nomor makanan dalam negeri (MD), sertifikat penyuluhan (SP) atau pangan industri rumah tangga (P-IRT) di 26 Propinsi di Indonesia, berdasarkan data pemeriksaan yang dikirim oleh BB/BPOM selama tahun 2005 sampai dengan 2008, dengan asumsi bahwa pemeriksaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang ada. Sarana produksi pangan di beberapa propinsi tersebut masih mencakup propinsi baru, misalnya : Kepulauan Riau (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Pekanbaru), Bangka Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi Barat (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Makassar), Maluku Utara (masuk dalam

18 3 wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Tujuan Kajian ini bertujuan untuk melihat cakupan pemeriksaan, mengetahui profil sarana produksi pangan dalam hal penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB) berdasarkan analisis hasil pemeriksaan sarana produksi pangan menurut status pendaftaran atau skala industri, lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada, jenis pangan; dan melakukan pemetaan terhadap pemenuhan persyaratan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia, berdasarkan data hasil pemeriksaan dari 26 BB/Balai POM tahun yang dievaluasi dalam kajian ini Manfaat Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan penentuan tingkat prioritas pemeriksaan rutin sarana produksi pangan, untuk merencanakan anggaran pemeriksaan sarana produksi pangan, untuk melakukan penyuluhan terhadap sarana produksi pangan serta meningkatkan koordinasi antar instansi terkait.

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO 1997). Sedangkan definisi keamanan pangan menurut Undang Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekatasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan peperiksaan laboratprium, dan pangan tercemar. Selain hal tersebut, di dalam peraturan yang sama juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat merugikan, atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. Salah satu cara produsen untuk memenuhi ketentuan tersebut adalah mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk persyaratan sanitasi di setiap rantai pangan, yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan peredarannya serta penerapan cara produksi makanan yang baik (CPMB) Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Sisten jaminan mutu dan keamanan pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan yang dilakukan terhadap proses produksi dan peredaran pangan, hingga pangan tersebut siap dikonsumsi, agar pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan terhadap proses produksi dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan, sampai produk siap untuk didistribusikan. Sistem jaminan mutu merupakan upaya pencegahan yang perlu diperhatikan dan atau dilaksanakan dalam rangka menghasilkan pangan yang aman bagi

20 5 kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya dilaksanakan sejak awal kegiatan produksi pangan sampai dengan siap untuk diperdagangkan, dan merupakan sistem pengawasan dan pengendalian mutu yang selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [penjelasan pasal 20 ayat (2)], Undang Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang Pangan. - Jaminan keamanan pangan dilakukan oleh produsen, peritel dan pemerintah. Pihak yang paling bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan pangan adalah produsen yang memproduksi pangan. Ruang lingkup jaminan keamanan pangan yang dilakukan oleh produsen, yang utama yaitu pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi bahan yang bersangkutan, karena bahan baku yang memenuhi syarat keamanan dan mutu, ikut menentukan keamanan dan mutu produk jadi. Selain pemilihan bahan baku, produsen harus menjamin bahwa selama proses produksi terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik cemaran fisik, kimia maupun mikrobiologi, demikian juga pada saat pengemasan dan pelabelan produk. Produsen juga harus menjamin bahan baku dan produk akhir disimpan secara terpisah, didalam gudang yang aman, termasuk pengaturan suhu apabila diperlukan. Produsen bisa memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang diproduksi, dengan cara memenuhi peraturan dan standar yang berlaku, salah satunya termasuk melakukan penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB) dalam memproduksi pangan. CPMB adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana cara memproduksi pangan agar produk yang dihasilkan merupakan produk yang aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi. merupakan salah satu faktor yang penting untuk dilakukan oleh sarana produksi pangan dalam rangka memenuhi standar mutu dan keamanan yang ditetapkan untuk produk pangan. Dalam dunia internasional dikenal sebagai Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Hygienic Practices (GHP). GMP merupakan suatu aturan atau standar yang menyatakan bahwa obat dan makanan yang diproduksi harus dalam keadaan saniter, dan merupakan dasar dari pengolahan dan produksi makanan yang aman. Yang dimaksud dengan keamanan pangan adalah jaminan bahwa makanan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan penggunaannya (Codex 1997). Sedangkan GHP merupakan semua tindakan yang

21 6 terkait dengan kondisi dan perlakuan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan seluruh tahapan pada setiap rantai pangan, dengan tujuan agar menghasilkan produk pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Kelayakan pangan adalah jaminan bahwa pangan dapat diterima untuk konsumsi manusia sesuai dengan penggunaannya. Penggunaan GHP lebih luas dibandingkan dengan GMP sehingga dapat diterapkan di mana mana, termasuk industri kecil skala IRT- P dan street food. Peritel atau sarana distribusi pangan harus bisa memberikan jaminan bahwa produk pangan yang dijual terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik pada saat penyimpanan maupun di dalam tempat peragaan (gerai), termasuk pengaturan tata letak dan suhu, apabila diperlukan. Pemerintah menyediakan peraturan peraturan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pelakua usaha. Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha. Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di Indonesia, diwujudkan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah disusunnya peraturan peraturan yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, dibentuknya jejaring keamanan pangan dan pengawasan pangan, yang merupakan koordinasi lintas sektor antar instansi terkait Peraturan peraturan tersebut diperlukan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Koordinasi lintas sektor diperlukan karena banyaknya instansi yang berwenang dan terkait dalam pembinaan dan pengawasan makanan Peraturan Perundang-undangan Peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah pangan adalah sebagai berikut : Undang Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang Pangan. Dalam peraturan ini dicantumkan mengenai tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah : Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab

22 7 Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat (pasal 3) Ketentuan ketentuan yang terkait dengan keamanan pangan, meliputi : 1) Sanitasi Pangan Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan dan minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membehayakan manusia (pasal 1 ayat 9). Dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) dicantumkan bahwa dalam pengertian persyaratan sanitasi sudah tercakup pula persyaratan higienis. Ketentuan mengenai sanitasi pangan, antara lain : Kewenagan pemerintah untuk menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan [pasal 4, ayat (1)] Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran untuk memenuhi persyaratan sanitasi [pasal 5, ayat (1)] Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan dan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan, untuk : - Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia - Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala - Menyelenggarakan pengawasan dan pemenuhan persyaratan sanitasi 2) Bahan Tambahan Pangan Yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Ketentuan mengenai bahan tambahan pangan antara lain :

23 8 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan, untuk menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan [pasal 10, ayat (1)] 3) Rekayasa Genetika dan Radiasi Pangan Yang dimaksud dengan rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk menghasilkan produk pangan yang lebih unggul. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhsdsp pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Ketentuan mengenai rekayasa genetika dan iradiasi pangan antara lain : Kewajiban setiap orang yang memproduksi pangan, menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika untuk terlebih dahulu memeriksa keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan. [pasal 13, ayat (1)] Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan izin dari pemerintah. Kegiatan atau proses produksi yang digunakan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. (pasal 14) 4) Kemasan Pangan Yang dimaksud dengan kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Ketentuan mengenai kemasan pangan antara lain :

24 9 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan untuk menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia [pasal 16, ayat (1)] Larangan bagi setiap orang untuk membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan, kecuali untuk pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar yang lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut (pasal 16) 5) Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium Ketentuan mengenai jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium antara lain Kewajiban bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan untuk menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan panga yang diproduksi [pasal 20, ayat (1) Kewenanganan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan agar pagan tersebut terlebih dulu diuji secara laboratoris sebelum diedarkan [pasal 20 ayat(2)]. 6) Pangan Tercemar Ketentuan mengenai pangan tercemar antara lain, larangan bagi setiap orang untuk mengedarkan : Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia. Pangan yang kedaluwarsa Pelanggaran terhadap peraturan tersebut, dapat dikenakan sangsi berupa denda maupun sangsi pidana.

25 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8, tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang perlindungan konsumen disusun dengan pertimbanganpertimbangan antara lain : proses globalisasi ekonomi dapat berakibat semakin terbukanya pasar nasional diperlukan jaminan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan atau jasa yang beredar; perlu meningkatkan kesadaran dan kepedulian konsumen serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Hak konsumen yang terkait dengan keamanan pangan yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kewajiban dari pelaku usaha antara lain adalah menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku. wajib mencantumkan tanggal kadaluwarsa dalam label, serta mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, apabila mencantumkan kata "Halal" dalam label. wajib dituliskan dalam label ialah nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain yang diperlukan, mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia. Larangan bagi pelaku usaha antara lain adalah : dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang, jasa yang tidak sesuai dengan standar, mutu, komposisi, proses pengolahan, kondisi dan jaminan seperti yang tercantum dalam label dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Dalam peraturan ini juga diatur mengenai pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan penyelenggaraan

26 11 perlindungan konsumen diantaranya adalah adanya upaya menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Pembinaan dan pengawasan dari penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri teknis terkait, yaitu menteri perdagangan. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan tidak berlaku. Didalam undang-undang kesehatan yang baru memuat pasal-pasal yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, yaitu : Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan pengamanan makanan dan minuman (pasal 48, huruf o) Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan (pasal 47) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.(pasal 109) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.(pasal 110) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.(pasal 111 ayat 1) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 2)

27 12 Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.(pasal 111 ayat 3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 6) Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.(pasal 112) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Yang dimaksud dengan label pangan hádala setiap keterangan mengenai pengan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagiankemasan pangan. Sedangkan yang dimaksud dengan iklan pangan hádala setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan. Ketentuan mengenai label dan iklan pangan antara lain adalah : Kewajiban setiap orang yang memeproduksi atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, untuk mencantumkan label pada, di dalam dan atau di kemasan pangan. Pada label sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal serta tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

28 13 Keterangan pada label ditulis, dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat dan menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin. Larangan bagi setiap orang untuk memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar dan atau menyesatkan tentang pangan yang diperdagangkan pada label dan iklan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Ketentuan dalam peraturan tersebut diantaranya adalah : Didalam peraturan tersebut dicantumkan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi,penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Persyaratan sanitasi diatur loleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan yang meliputi antara lain : sarana dan/atau prasarana; penyelenggaraan kegiatan; dan orang perseorangan. Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi Cara Budidaya yang Baik; Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik; Cara Distribusi Pangan yang Baik; Cara Ritel Pangan yang Baik; Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik Pedoman-pedoman tersebut ditetapkan oleh Menteri terkait atau Kepala Badan, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan, mutu dan gizi pangan dan ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku. Pangan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di

29 14 bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan. Setiap pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan keamanan pangan. Setiap orang yang mengeluarkan pangan dari wilayah Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan. Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran. Pangan olahan yang dibebaskan dari kewajiban memiliki surat persetujuan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 atau sertifikat produksi pangan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, yaitu pangan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar; dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran; penelitian; atau konsumsi sendiri Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan Didalam SK Dirjen POM tersebut dicantumkan penggolongan jenis pangan yang sampai tahun 2008 masih dipakai sebagai dasar acuan pendaftaran produk pangan di Badan POM. Jenis pangan dalam peraturan tersebut meliputi 17 jenis yaitu susu dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; makanan diet khusus; daging dan hasil olahnya; ikan dan hasil olahnya; tepung dan hasil olahnya; sayur dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; kelapa dan hasil olahnya; minyak dan lemak; gula, madu dan kembang gula; jem dan sejenisnya; minuman ringan; minuman bubuk;

30 15 coklat, kopi dan teh; minuman keras; rempah-rempah dan bumbu serta rempahrempah dan bumbu Instansi yang terkait Untuk memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang beredar, pemerintah menetapkan peraturan, standar dan ketentuan ketentuan yang harus dipenuhi oleh produsen yang memproduksi pangan untuk mencegah kemungkinan tercemarnya pangan dengan cemaran biologi, kimia dan fisik, serta cemaran lain yang membehayakan kesehatan manusia. Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan dan pembinaan dilakukan secara terpadu antar instansi terkait sesuai dengan lingkup kerja dan tugas pokok masing masing. Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan pangan terpadu tersebut adalah : Departemen Kesehatan Sesuai dengan lingkup tugasnya, Departemen Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap makanan siap saji, seperti catering dan restoran. Menteri Kesehatan bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik. Pedoman tersebut dibuat dengan memperhatikan aspek aspek keamanan pangan, yaitu dengan cara mencegah tercemarnya produk pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik yang dapat menjadikan makanan tersebut tidak aman dan membahayakan kesehatan, mencegah pertumbuhan mikroba, mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan cara penyajian. Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Selain hal tersebut, Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten memberikan penyuluhan dan memberikan sertifikat penyuluhan kepada industri rumah tangga pangan yang ikut penyuluhan.

31 Departemen Perindustrian Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Departemen Perindustrian dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan pembinaan yang berkaitan dengan penerapan cara produksi pangan yang baik, terhadap sarana produksi pangan skala menengah keatas, serta menyusun pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB). Penyusunan pedoman tersebut dengan memperhatikan aspek aspek keamanan pangan, salah satunya adalah mengendalikan proses, termasuk pemilihan bahan baku, bahan tambahan pangan, pengolahan pangan, pengemasan, penyimpanan serta pengangkutan pangan tersebut ke sarana distribusi Departemen Perdagangan Lingkup tugas Departemen Perdagangan dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan selain melakukan pembinaan terhadap sarana distribusi pangan adalah menyusun pedoman Cara Distribusi Pangan Baik (CDPB). Aspek keamanan pangan yang terkait dengan penyusunan pedoman tersebut adalah cara melakukan bongkar muat pangan sehingga tidak menimbulkan kerusakan, mengendalukan kondisi lingkungan distribusi dan penyimpanan, termasuk pengaturan suhu, kelembaban dan tekanan udara. Pedoman tersebut juga mengatur bagaimana caranya mengendalikan sistem pencatatan, agar dapat melakukan penelusuran kembali terhadap produk pangan yang didistribusikan, apabila diperlukan pada saat terjadi kasus ( misal : kasus keracunan, adanya produk yang rusak dan tercemar) Departemen Pertanian Departemen Pertanian melakukan pengendalian terhadap produk produk pertanian dan peternakan. Produk pertanian dan peternakan, pada umumnya dipakai sebagai bahan baku pada proses produksi pangan. untuk mendapatkan bahan baku yang baik, maka sesuai tugas pokok dan fungsinya, Departemen Pertanian melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan Cara Budi Daya yang Baik dan Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, termasuk menyiapkan kedua pedoman tersebut.

32 17 Penerapan cara budi daya yang baik diterapkan pada budi daya hasil ternak dan pertanian. Aspek aspek keamanan pangan yang diperhatikan pada budi daya hasil ternak dan pertanian meliputi mencegah penggunaan lahan yang lingkungannya berpotensi mengancam keamanan pangan, mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan serta tanaman. Selain hal tersebut juga mengendalikan penggunaan pupuk kimia, pestisida pada tumbuhan dan hormon pertumbuhan dan antibiotika pada hewan ternak. Penerapan cara produksi pangan segar yang baik untuk hasil pertanian meliputi cara pemanenan, penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan untuk hasil peternakan cara produksi pangan segar yang baik diterapkan mulai dari cara penyembelihan hewan ternak sampai dengan pengangkutannya, termasuk sanitasi rumah potong hewan (RPH) dan peralatannya Departemen Kelautan dan Perikanan Lingkup tugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan pengendalian terhadap produk produk perikanan, sesuai dengan yang tercantum dalam PP 28 tahun 2004 adalah menyiapkan Pedoman Cara Budi Daya yang Baik, Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, dan Cara Produksi Pangan Olahan yang baik. Pedoman Budi Daya yang baik untuk ikan mulai dari penebaran benih ikan sampai dengan pemanenan, termasuk sanitasi kolam, tambak dan keramba tempat ikan di budi dayakan serta melakukan pengendalian terhadap bahan kimia yang tidak tepat guna, misalnya penggunaan antibiotika dalam tambak udang, sehingga akan meninggalkan residu antibiotika tersebut pada udang pada saat pemanenan. Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang baik untuk hasil perikanan yang disiapkan meliputi tata cara pemanenan atau penangkapan ikan, perlakuan setelah ikan ditangkap di laut dan dibawa dalam perahu (on board handling), serta pengangkutan dari bibir pantai sampai ke sarana produksi, termasuk suhu pengangkutan dan tempat penyimpanannya (gudang beku). Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik disiapkan untuk produk ikan dan hasil olahnya, mulai dari perlakuan terhadap bahan baku ikan yang diterima dari petani atau nelayan, pemilihan dan sortasi bahan baku sampai dengan produk akhir.

33 Peran Badan POM Secara hukum Badan POM merupakan salah satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pangan di Indonesia, dengan ruang lingkup tugas sesuai yang tercantum di PP 28 tahun Seperti yang sudah diuraikan dalam latar belakang bahwa dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan terhadap rroduk yang beredar, Badan POM melakukan 2 tahap pengawasan yaitu pre-market evaluation dan post-market vigillance. Pre market evaluation dilakukan dengan cara melakukan pendaftaran terhadap produk pangan sebelum diedarkan. Post-market vigilance merupakan pengawasan produk sesudah beredar di pasar dengan cara melakukan sampling, pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk melakukan penyidikan dan penegakan hukum, terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, apabila produknya yang beredar di pasar melanggar ketentuan standar dan peraturan yang berlaku. Selain hal tersebut diatas, Badan POM juga bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk pangan olahan tertentu dan Pedoman Cara Ritel yang Baik. Yang dimaksud dengan pangan olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Contoh makanan olahan tertentu yaitu susu diet, susu dan makanan bayi Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) CPMB adalah basis pengendalian mutu dan keamanan pangan. Cara produksi yang memperhatikan aspek aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara mencegah tercemarnya pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik, membunuh atau mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan proses produksi, mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk akhir, termasuk penyimpanan dan pengemasan. Tujuan umum dari penerapan CPMB adalah untuk penghasilkan produk pangan yang memenuhi syarat mutu dan aman untuk dikonsumsi, serta dapat memenuhi selera atau tuntutan konsumen. Sedangkan tujuan khusus dari penerapan CPMB adalah untuk memberikan jaminan bahwa pangan yang diproduksi dan diedarkan aman dan layak dikonsumsi.

34 19 Ruang lingkup penerapan CPMB meliputi disain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higiene dan kesehatan karyawan, pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan, transportasi, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasi/pencatatan, penarikan produk serta pelatihan dan pembinaan. Disain dan fasilitas pabrik harus disesuaikan dengan produk pangan yang akan diproduksi. Bangunan, peralatan dan fasilitas pabrik harus didisain sedemikan rupa untuk menjamin pencemaran terhadap produk pangan dapat dicegah, disain dan tata letak pabrik mempermudah pemeliharaan dan pembersihan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pencemaran. Bahan baku yang digunakan dalam produksi pangan tidak boleh merugikan atau membahayakan. Bahan tambahan pangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan atau standar yang berlaku. Air yang digunakan dalam proses harus memenuhi persyaratan air bersih. Apabila dalam proses pengolahan digunakan es, maka es yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang akan diedarkan, maka perlu dilakukan pengawasan pada setiap tahapan proses produksi. Pengawasan yang dilakukan termasuk pengawasan terhadap bahan, suhu pada saat pemasakan atau pendinginan. Setelah selesai proses produksi, sebaiknya produk langsung dikemas, baik dalam wadah maupun dengan pembungkus. Wadah dan pembungkus yang digunakan harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu pangan yang dibungkus, tidak beracun, tidak menimbulkan reaksi dengan produk pangan yang kontak langsung dengan wadah atau pembungkus. Selain dari hal tersebut diatas, yang perlu diperhatikan dalam melakukan penerapan CPMB adalah higiene dan kesehatan karyawan. Higiene dan kesehatan karyawan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kontaminasi pada pangan yang diproduksi, apabila karyawan yang menangani atau bersentuhan langsung dengan produk tidak bersih dan tidak sehat. Demikian juga dengan program pemeliharaan dan sanitasi terhadap fasilitas dan peralatan pabrik, harus dilakukan secara rutin, untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

35 Pengawasan Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan, ada persyaratan persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen, maka untuk jaminan terhadap pemenuhan tersebut diperlukan pengawasan. Pengawasan bisa dilakukan oleh produsen, pemerintah dan konsumen. Sesuai dengan lingkup tugasnya, Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan secara rutin oleh BB/BPOM di 26 propinsi di Indonesia, baik terhadap sarana produksi yang berskala menengah keatas, maupun yang berskala industri rumah tangga. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang dimaksud dengan industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Perusahaan berskala IRT yang memproduksi pangan diwajibkan mengikuti penyuluhan untuk memperoleh sertifikat penyuluhan, yang nomor sertifikatnya harus dicantumkan dalam label produk pangan. Nomor sertifikat penyuluhan tercantum pada label produk pangan IRT dengan nomor sertifikat penyuluhan (SP). Nomor sertifikat penyuluhan diberikan kepada sarana IRT yang mendapatkan nilai baik dalam penyuluhan, dan nomor tersebut bisa digunakan untuk semua produk pangan yang diproduksi oleh IRT tersebut. Seiring dengan berkembangnya sarana IRT, pemberian nomor sertifikat penyuluhan disesuaikan dengan jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRT tersebut, untuk setiap jenis pangan yang diproduksi diberikan satu nomor dengan kode P-IRT Sarana produksi pangan skala menengah ke atas adalah sarana yang memproduksi pangan, yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran produknya dari Badan POM, sebelum diedarkan. Surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh Kepala Badan berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan. Produk pangan yang sudah mendapatkan persetujuan pendaftaran dari Badan POM, diberi nomor registrasi dengan kode MD, untuk makanan produksi dalam negeri. Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan POM, mengacu pada pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB), meliputi

36 21 berbagai aspek, diantaranya mulai dari kerjasama dan pengetahuan pimpinan tentang pengolahan pangan modern, kondisi fisik pabrik, sarana pembuangan limbah padat dan cair, cara pengendalian infest, kondisi lingkungan pabrik secara umum, kondisi ruang pengolahan dan fasilitasnya, sarana pembuangan sampah dan perawatannya, pembersihan atau sanitasi, investasi, peralatan dan sumber air yang digunakan untuk produksi pangan, hygiene karyawan, pengelolaan gudang bahan baku, kemasan, produk jadi dan gudang dingin atau beku, jika diperlukan serta tindakan pengawasannya. Penilaian terhadap sarana produksi secara rutin yang dilakukan oleh petugas Balai Besar/Balai POM menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi (Form A). Dalam melakukan tugasnya, Badan POM berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar, termasuk mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau melakukan pengujian terhadap contoh pangan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup sarana produksi pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan di Badan POM dengan nomor MD dan sarana produksi pangan skala IRT, yang menggunakan nomor sertifikat penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan industri rumah tangga (P-IRT). Jumlah sarana produksi pangan yang produknya mendapat persetujuan pendaftaran di Badan POM dengan nomor MD sampai tahun 2005 adalah sebanyak 2,170 sarana. Jumlah tersebut pada tahun 2006 bertambah menjadi 2,441 sarana, pada tahun 2007 menjadi sebanyak 2,646 sarana, dan hingga tahun 2008 mencapai 2,789 sarana. Sedangkan pertambahan jumlah sarana industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang menggunakan nomor sertifikat penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan industri rumah tangga (P-IRT) yang terdata di BB/Balai POM pada tahun 2005 tercatat sebanyak 36,669 sarana, tahun 2006 bertambah menjadi 42,353 sarana, tahun 2007 bertambah menjadi 47,778 sarana, dan sampai tahun 2008, mencapai 54,213 sarana. Petugas BB/Balai POM yang melakukan pemeriksaan atau pengawasan terhadap produk pangan, termasuk pemeriksaan sarana produksinya, adalah petugas pengawas pangan (food inspector). Untuk menjamin kualitas sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, BPOM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut

37 22 dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI). Dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRT-P), yang letaknya tersebar di wilayah kabupaten di seluruh Indonesia, maka sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi tersebut, sehingga untuk memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan, BPOM bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT, yang disebut dengan Distict Food Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang ada sampai saat ini adalah 169 orang NFI dan 1,829 orang DFI, yang tersebar di seluruh Indonesia Laporan Pemeriksaan Pada saat pengawas pangan melakukan tugasnya memeriksa sarana produksi pangan, salah satu perangkat yang harus dibawa adalah formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan (Form : A). Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 20 grup, mulai dari grup A sampai dengan grup T. Unsur unsur yang dinilai dari grup tersebut yaitu pimpinan, sanitasi lingkungan : fisik, sanitasi lingkungan : pembuangan/limbah, sanitasi lingkungan : infestasi, Pabrik umum, pebrik ruang pengolahan, fasilitas pabrik, pabrik pembuangan sampah, pabrik pembersihan, pabrik binatang perusak/serangga, peralatan, suplai air, higiene perorangan, gudang tidak dingin, gudang dingin, penyimpanan kemasan produk, tindakan pengawasan, bahan mentah dan produk akhir, hasil uji swab bakteri dan tindakan pengawasan. Penilaian yang diberikan pada masing masing unsur yaitu baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Apabila tidak diperlukan adanya unsur tersebut dalam suatu sarana, maka nilai yang diberikan adalah T. Hasil pemeriksaan sarana tersebut diatas dibuat rekapitulasi dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan sarana produksi (form : RA). Form RA dilaporkan tiap triwulan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.

38 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan kajian tugas akhir dilakukan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM, Jakarta dari bulan Juni Oktober Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam melakukan kajian tugas akhir ini adalah data sekunder berupa data laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan dari 26 Balai Besar dan Balai POM di seluruh Indonesia, tahun Data laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dikirimkan oleh BB/BPOM setiap triwulan, dalam bentuk formulir hasil pemeriksaan sarana produksi pangan (Form RA). Form RA tersebut sesuai dengan petunjuk teknis dari Badan POM, sehingga sudah ada keseragaman formulir. Oleh karena itu dalam kajian ini tidak dinggunakan kuesioner tambahan sebagai alat pengumpul data Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian adalah pengumpulan data sekunder, pengolahan data, menganalisa kondisi sarana produksi pangan yang dilakukan dengan cara mengelompokan sarana produksi pangan ke dalam kategori memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) pemenuhan unsur-unsur cara produksi pangan yang baik (CPMB) berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, menurut status pendaftaran atau skala industri, lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada, jenis pangan yang diproduksi dan melakukan pemetaan terhadap pemenuhan persyaratan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia Pengumpulan data sekunder Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini merupakan laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun 2005 sampai dengan Laporan pemeriksaan tersebut dikirimkan ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan,

39 24 dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleh BB/Balai POM (Form : RA) Data sarana produksi skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan pendaftaran di Badan POM, diperoleh dari data registrasi makanan dan minuman di Badan POM. Data sarana produksi skala industri rumah tangga (IRT-P), merupakan data sarana IRT-P yang ada di BB/Balai POM di 26 Propinsi Pengolahan data Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa agar dapat digunakan sebagai bahan pembahasan dalam melakukan kajian ini. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel dan Microsoft Access Pengelompokan sarana produksi pangan kedalam kategori MS dan TMS pemenuhan unsur-unsur CPMB Penetapan kriteria MS dan TMS dilakukan berdasarkan hasil akhir dari penilaian terhadap unsur-unsur yang dipersyaratkan dalam penerapan CPMB. Penilaian yang diberikan pada sarana produksi pangan terhadap pemenuhan unsurunsur CPMB adalah baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan dinilai baik apabila 5 (lima) grup utama, yaitu pemenuhan terhadap unsur-unsur pada ruang pengolahan, binatang perusak/serangga, peralatan, suplai air dan higiene perorangan, semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 (enam) grup mendapat nilai kurang. Sarana produksi pangan dinilai cukup apabila 4 (empat) grup utama maendapat nilai baik, dan hanya 3 (tiga) grup lainnya mendapat nilai kurang. Sedangkan sarana produksi dinilai kurang apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) grup utama mendapat nilai kurang dan grup lainnya banyak yang mendapoat nilai kurang. Sarana produksi pangan yang mendapat nilai akhir B dan C, dimasukkan dalam kategori MS, sedangkan yang mendapatkan nilai K dimasukkan dalam kategori TMS.

40 Pengelompokan sarana produksi pangan menurut status pandaftaran atau skala industri Hasil analisa pemeriksan sarana produksi pangan dikelompokan menurut status pendaftarannya, yaitu nomor MD untuk produk yang terdaftar di Badan POM dan SP atau P-IRT untuk produk yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupate/Kota. Sedangkan yang dimaksud dengan status industri adalah sarana produksi pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor MD dan skala IRT-P yang produknya terdaftar dengan nomor SP atau P-IRT Pengelompokan sarana produksi pangan menurut jenis pangan Pengelompokan jenis pangan yang digunakan pada kajian ini, mengacu pada data pendaftaran produk pangan di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (SK Dirjen POM) Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan Pemetaan pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan Memetakan pemenuhan penerapan CPMB pada sarana produksi pangan di Indonesia per propinsi berdasarkan data hasil pemeriksaan dari 26 BB/Balai POM tahun , Pemetaan propinsi dalam hal pemenuhan penerapan CPMB berdasarkan persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang MS dan TMS di tingkat nasional. Untuk itu pemetaan tiap propinsi dikelompokkan ke dalam 3 kategori berdasarkan persentase sarana produksi pangan di propinsi tersebut yang TMS terhadap pemenuhan persyaratan CPMB. Kategori dibagi menjadi 3 yaitu baik (hijau) adalah merupakan propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS kurang dari 15%, sedang (kuning) adalah merupakan propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS antara 15 49%, dan kurang (merah) adalah merupakan propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS > 50%.

41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi, maka dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan, terutama terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/P-IRT). Pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan dilakukan setiap tahun oleh BB/Balai POM di seluruh Indonesia (26 Propinsi). Pada saat melakukan pemeriksaan rutin tersebut dilakukan penilaian terhadap sarana produksi pangan dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan dan minuman (Form :A). Hasil pemeriksaan sarana tersebut dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan, dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form : RA). Form.A dan RA dapat dilihat pada Lampiran.1 dan 2 Pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi secara keseluruhan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dilakukan terhadap 11,144 sarana produksi pangan, meliputi sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas dan industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang produknya sudah mempunyai nomor persetujuan pendaftaran (MD, SP atau P-IRT) maupun sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar di Badan POM maupun Dinas Kesehatan setempat. Sarana yang diperiksa tersebut meliputi 1,645 sarana produksi pangan berskala menengah keatas, 6,831 sarana produksi pangan skala industri rumah tangga pangan (IRT-P), dan 2,668 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar. Total sarana produksi pangan yang diperiksa merupakan gabungan hasil pemeriksaan dari tahun 2005 sampai 2008, dengan rincian seperti pada Tabel 1.

42 Tabel.1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun TAHUN SARANA NO Skala menengah keatas (MD) Skala industri rumah tangga 2 (SP/P-IRT) 1,677 2,035 1,666 1,453 3 Produknya tidak terdaftar Jumlah 2,580 3,185 2,814 2, Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun skala IRT, dapat dijadikan sebagai indikator kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan. Cakupan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas maupun IRT-P, dari tahun 2005 sampai dengan 2008 cenderung turun. Dengan turunnya cakupan pemeriksaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan cenderung turun. Penurunan kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dapat terjadi diantaranya karena laju pertumbuhan atau perkembangan sarana produksi pangan yang tidak sebanding dengan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahunnya, terutama untuk sarana produksi skala IRT-P yang tumbuh kembangnya sangat pesat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut sudah tutup atau tidak

43 28 berproduksi lagi, namun jumlah yang terdata di BB/Balai POM ataupun Dinas Kesehatan setempat belum berubah, karena tidak ada laporan atau belum pernah dilakukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi persentase dari cakupan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, sehingga hasil kinerja BB/Balai POM menjadi turun. Selain hal tersebut penurunan cakupan pemeriksaan dapat juga disebabkan karena pemeriksaan dilakukan juga terhadap sarana produksi yang produknya tidak terdaftar, karena jangkauan pemeriksaan yang luas dengan lokasi yang sulit dijangkau, terbatasnya jumlah petugas pengawas pangan (food inspector) di BB/Balai POM, serta keterbatasan dana yang tersedia untuk pemeriksaan sarana produksi pangan. Lingkup kerja BB/Balai POM, selain melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, juga melakukan pemeriksaan terhadap obat, obat tradisional, kosmetika dan bahan berbahaya. Dengan adanya keterbatasan jumlah pengawas tersebut, seorang pengawas pangan tidak hanya melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, melainkan juga melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat, obat tradisional, kosmetik dan lain lain, termasuk melakukan penelusuran kasus. Gambaran cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM dapat dilihat pada Gambar Sarana MD (%) Sarana IRT-P (%) Gambar.1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM.(n=8,476), Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) = 2,783 sarana, sarana prduksi pangan skala IRT-P = 54,213 sarana

44 Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini adalah data produk pangan yang terdaftar di Badan POM dengan menggunakan nomor MD serta di Dinas Kesehatan, dengan menggunakan nomor SP atau P-IRT yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia yang dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan. Data tersebut tidak semuanya dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, pengisian formulir pemeriksaan (form RA) yang tidak lengkap. Yang dimaksud dengan sarana produksi pangan yang tidak aktif yaitu sarana produksi pangan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas Balai Besar/Balai POM sedang tidak melakukan kegiatan produksi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena sarana sudah tutup dan tidak produksi lagi, sarana tidak produksi untuk sementara waktu, dan sarana pindah lokasi. Oleh karena itu tidak semua data sarana produksi yang diperiksa dievaluasi dalam kajian ini. Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan tahun 2005 terhadap sebanyak 2,580 sarana, jumlah sarana yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 1,947 sarana, meliputi 344 sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas (MD) dan 1,603 sarana IRT-P. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap 633 sarana sisanya, yang terdiri dari 520 sarana yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi. Untuk tahun 2006, dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan terhadap 3,185 sarana, hanya dilakukan evaluasi terhadap 2,309 sarana. Data pemeriksaan tahun 2006 yang tidak dapat dievaluasi sebanyak 876 sarana, meliputi 765 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa pada tahun 2007 adalah sebanyak 2,814 sarana, dari jumlah tersebut dilakukan evaluasi terhadap 1,968 sarana. Sedangkan jumlah sarana yang tidak dievaluasi sebanyak 846 sarana,

45 30 meliputi 715 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 131 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan terhadap 2,565 sarana produksi pangan yang dilaporkan pada tahun 2008, hanya dapat dilakukan evaluasi terhadap 1,741 sarana. Sedangkan sarana yang tidak dievaluasi adalah 824 sarana, meliputi 668 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 156 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Perbandingan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa dan dievaluasi dapat dilihat pada Gambar.2. 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Jumlah % Jumlah % diperiksa dievaluasi MD 1, , IRT-P 6, , TTD 2, Gambar.2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun , dan yang dievaluasi, berdasarkan status pendaftaran (n=11,144).ttd = tidak terdaftar Secara keseluruhan dari tahun , jumlah sarana produksi skala menengah ke atas yang dievaluasi adalah sebanyak 1,466 sarana, jumlah tersebut sudah mewakili 52.6% dari sarana produksi menengah ke atas yang ada (2,789 sarana). Sedangkan jumlah sarana produksi skala IRT-P yang dievaluasi sebanyak 6,499 sarana, hanya sebesar 12.0% dari sarana IRTP yang ada (54,213 sarana). Pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah ke atas rata-rata setiap tahun sekitar 13.2% dan untuk sarana produksi pangan skala IRT-P sebesar 3% setiap tahunnya.

46 31 Dari evaluasi jumlah sarana produksi pangan yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM, di beberapa propinsi masih terdapat jumlah pemeriksaan yang kurang dari 10,0% dari jumlah sarana produksi pangan menengah ke atas dan sarana produksi pangan skala IRT-P. Pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas yang kurang dari 10,0% terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, sedangkan untuk sarana IRT-P terdapat di 9 Propinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Kecilnya jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa, antara lain disebabkan karena jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang terlalu banyak dan lokasi sarana yang sebagian besar berada di wilayah kabupaten dan jauh dari ibukota Propinsi, sehingga tidak semua dapat terjangkau. Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan sarana IRT-P sudah diperiksa oleh petugas Distric Food Inspector (DFI) yang pernah dilatih oleh Badan POM, namun laporan pemeriksaannya berada di Dinas Kesehatan setempat (tidak dikirimkan/ditembuskan ke BB/Balai POM terkait). Hal lain yang dapat mempengaruhi kecilnya persentase pemeriksaan terhadap sarana IRT-P adalah tidak adanya laporan jika sarana IRT-P tersebut tutup atau tidak berproduksi lagi, sehingga diperlukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P secara berkala. Pendataan ulang tersebut sangat berguna untuk merencanakan target pemeriksaan selanjutnya. Hasil evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas di beberapa propinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali, NTB dan NTT selama 4 (empat) tahun, dari tahun lebih besar dari 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena data hasil pemeriksaan yang disajikan dan dievaluasi merupakan data kumulatif selama empat tahun. Hasil evaluasi data setiap tahun, di propinsi Sumatera Barat dilakukan pemeriksaan sarana produksi menengah keatas sebanyak 14 sarana (93.3%) pada tahun 2005, 5 sarana (31.3%) tahun 2006, tidak tercatat adanya data yang dievaluasi pada tahun 2006, dan pada tahun 2008 diperiksa sebanyak 5 sarana (29.4%). Hasil evaluasi data dari propinsi jambi, dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas sebanyak 8 sarana (72.7%) tahun 2005, 5 sarana (38.5%) tahun 2006, 2 sarana (15.4%) tahun 2007 dan 6 sarana (46.2%) pada tahun Untuk Propinsi D.I.Yogyakarta dilakukan pemeriksaan dari tahun

47 , berturut-turut 12 sarana (60%), 17 sarana (85%), 18 sarana (78.3%) dan 16 sarana (66.7%). Pemeriksaan sarana produksi menengah keatas yang dilakukan di propinsi Kalimantan Barat berturut-turut dari tahun sebanyak 17 sarana (89.5%), 5 sarana (22.7%), 5 sarana (18.5%), dan 6 sarana (18.8%). Sarana produksi pangan skala menengah keatas yang berada di Propinsi Bali dari tahun diperiksa sebanyak 21 sarana (37.5%), 11 sarana (18%), 29 sarana (43.3%) dan 16 sarana (22.5%). Untuk propinsi Nusa Tenggara Barat tidak tercatat adanya pemeriksaan sarana produksi pangan pada tahun Pada tahun berturut-turut dilakukan pemeriksaan sebanyak 4 sarana (50%), 4 sarana (40%), dan 8 sarana (72.7%). Hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat dari tahun sebanyak 4 sarana (66.7%), 4 sarana (30.8%), 7 sarana (40%) dan 6 sarana (42.5%). Pemeriksaan sarana IRT-P di propinsi Bengkulu pada tahun sebanyak 84 sarana (37.5%), 204 sarana (84.6%), 58 sarana (19.6%) dan 7 sarana (2.4%). Dari rincian sarana yang diperiksa dan dievaluasi setiap tahun dari tahun hasilnya tidak ada yang melebihi 100%, namun ada kemungkinan pengulangan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun sarana IRT-P di wilayah tersebut. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun , dari sarana produksi pangan yang terdaftar, dapat dilihat pada Tabel.2. Sedangkan persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang diperiksa setiap tahun, dapat dilihat pada Lampiran. 3 dan 4.

48 33 Tabel.2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun , dari sarana produksi pangan yang terdaftar. MD IRT-P NO PROPINSI JUMLAH SARANA DIEVALU ASI % JUMLAH SARANA DIEVALU ASI 1 NAD Sumatera Utara , Sumatera Barat , Riau , Jambi Sumatera Selatan , Bengkulu Lampung , DKI Jakarta , Jawa Barat , Jawa Tengah , D.I.Yogyakarta ,840 1, Jawa Timur , Kalimantan Barat Kalimantan Tengah , Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara , Bali , Nusa Tenggara Barat , Nusa Tenggara Timur Maluku Irian Jaya , Jumlah 2,789 1, ,213 6, % Pada waktu melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, dilakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan CPMB. Penilaian pemenuhan CPMB tersebut meliputi 20 grup. Dari 20 grup tersebut, ada 5 (lima) grup yang disebut sebagai grup lima utama yaitu grup F (pabrik ruang pengolahan), Grup J (pabrik binatang perusak/serangga), grup K (peralatan), Grup L (suplai air) dan grup M (higiene perorangan).

49 34 Penilaian terhadap sarana produksi pangan tersebut diberikan dengan nilai baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan mendapatkan nilai B apabila 5 grup utama semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 grup mendapat nilai K. Nilai C diberikan kepada sarana produksi pangan yang 4 grup utama mendapat nilai B, dan hanya 3 grup lainnya mendapat nilai K. Sedangkan sarana yang mendapat nilai kurang adalah sarana produksi yang 2 atau 3 grup utama mendapat nilai K, dan grup lainnya banyak mendapat nilai K. Evaluasi terhadap laporan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun , secara keseluruhan didapatkan hasil sarana produksi yang mendapatkan nilai K cenderung menurun dari tahun , kecuali di tahun Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar B (%) C (%) K (%) Gambar.3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil Baik (B), Cukup (C) dan Kurang (K) terhadap pemenuhan CPMB (n=7,965) Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat

50 35 (TMS). Sarana produksi pangan yang memenuhi syarat merupakan cerminan sarana produksi pangan yang telah melaksanakan cara produksi makanan yang baik (CPMB), sedangkan sarana produksi yang TMS bukan berarti bahwa sarana tersebut tidak melaksanakan CPMB. Sarana produksi dengan hasil pemeriksaan TMS tersebut kemungkinan sudah melaksanakan CPMB namun belum maksimal, atau pemahamannya tentang CPMB masih kurang, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut tentang CPMB, agar tidak terjadi kesalahan yang sama di pemeriksaan berikutnya. Pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan pada tahun 2005, mendapatkan hasil memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,213 sarana (62.3%) dan tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 734 sarana (37.7%). Pada tahun 2006 dari 2,309 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana yang MS sebanyak 1,376 sarana (59.6%) dan TMS sebanyak 933 sarana (40.4 %). Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,968 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,325 sarana (67.3%) dan 643 sarana (32.7 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,741 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 1,213 sarana (69.7 %) dan TMS 528 sarana (30,3 %). Persentase sarana produksi pangan yang ditemukan TMS dari tahun 2005 sampai dengan 2008, cenderung menurun, kecuali pada tahun Berdasarkan hasil evaluasi tersebut secara keseluruhan, sarana produksi pangan yang memenuhi ketentuan penerapan CPMB cenderung meningkat, dan sarana produksi pangan yang TMS terhadap pemenuhan persyaratan CPMB cenderung menurun di setiap tahun, kecuali pada tahun Meskipun ada kecenderungan meningkatnya sarana produksi yang MS dan menurunnya temuan sarana produksi pangan yang TMS, belum bisa dinyatakan sepenuhnya bahwa ada perbaikan terhadap temuan temuan sebelumnya, karena belum ada keseragaman jumlah sarana yang diperiksa, sarana yang diperiksa belum tentu merupakan sarana yang sama, demikian juga dengan jenis pangan dan skala industri dari sarana produksi yang diperiksa. Gambaran hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi dapat dilihat pada Gambar.4. Sedangkan hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan secara rinci, dapat dilihat pada Lampiran.5. dan 6.

51 MS (%) TMS (%) Gambar.4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB (n=7,965) 4.3. Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan cara produksi pangan yang baik (CPMB) Berdasarkan analisis data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Prodpinsi, tahun , dan dievaluasi dalam kajian ini, dilakukan pengelompokan dalam hal pemenuhan komponen CPMB Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB, berdasarkan status pendaftaran atau skala industri Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang di evaluasi berdasarkan status pendaftaran atau skala industri pangan, meliputi : Sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala menengah keatas (MD), yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 344 sarana dengan hasil MS sebanyak 292 sarana (84.9%) dan TMS sebanyak 52 sarana (15,1 %). Hasil pemeriksaan sarana produksi yang MS, meliputi 98 sarana memperoleh nilai baik (B) dan 194 sarana dengan nilai cukup (C), sedangkan yang TMS mendapat nilai kurang (K). Pada tahun 2006 dari 359 sarana produksi pangan, diperoleh hasil

52 37 pemeriksaan sarana MS sebanyak 304 sarana (84,7 %) meliputi 102 sarana memperoleh nilai B dan 202 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS dengan nilai K sebanyak 55 sarana (15,3 %). Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 382 sarana dengan hasil MS sebanyak 323 sarana (84.5 %), meliputi 89 sarana dengan nilai B dan 234 sarana dengan nilai C, 59 sarana (15.4 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 381 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 327 sarana (85.8 %), meliputi 111 sarana dengan nilai B dan 216 sarana dengan nilai C, 54 sarana (14,2 %) ditemukan TMS. Persentase sarana yang memenuhi syarat terhadap pemenuhan komponen CPMB, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, cenderung stabil (85-86%). Sarana produksi yang tidak memenuhi persyaratan pemenuhan komponen CPMB sebanyak 14-15%. Komponen CPMB dari grup 5 (lima) utama yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat pada sarana produksi pangan skala menengah keatas adalah higiene perorangan dan ruang pengolahan. Penyimpangan pemenuhan terhadap higiene perorangan diantaranya disebabkan karena tidak adanya petunjuk yang jelas tentang higiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan higiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku karyawan (makan dan minum di ruang produksi), tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi. Selain hal tersebut, pada saat ini banyak pemilik sarana yang lebih memilih memperbanyak karyawan kontrak, yang pada umumnya diambil dari yang berpendidikan rendah (lulus SD atau SMP), sehingga lebih sulit untuk diberi pemahaman. Penyimpangan pada ruang pengolahan diantaranya adalah kebersihah lantai, dinding dan langit-langit, dan konstruksinya tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit untuk dibersihkan. Gambaran hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar.5.

53 MS TMS Gambar 5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini. (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun Sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (SP atau P-IRT) Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala industri rumah tangga, yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 1,603 sarana dengan hasil MS sebanyak 921 sarana (57.4%), meliputi 71 sarana memperoleh nilai B dan 850 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS, dengan nilai K sebanyak 882 sarana (42.5%). Pada tahun 2006 dari 1,950 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana MS sebanyak 1,072 sarana (55.0%), meliputi 79 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 878 sarana (45,0%). Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,586 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,002 sarana (63.2%), meliputi 49 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS dengan nilai K ditemukan 584 sarana (36,8%). Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,360 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 886 sarana (65.1%), meliputi 78 sarana dengan nilai B dan 808 sarana dengan nilai C. Ditemukan sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 474 sarana (34,8%).

54 39 Persentase sarana produksi yang memenuhi syarat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berkisar antara %. Persentase tersebut cenderung menurun pada tahun 2006, dan kemudian cenderung meningkat lagi di tahun 2007 dan Kecenderungan menurunnya persentase sarana yang memenuhi syarat belum bisa disimpulkan bahwa sarana produksi yang menerapkan CPMB menurun. Demikian juga untuk temuan sarana yang TMS cenderung naik, bukan berarti banyak sarana yang sengaja melanggar peraturan yang berlaku. Hal tersebut kemungkinan tejadi karena sarana yang diperiksa tidak sama dengan tahun sebelumnya, sarana yang diperiksa merupakan IRT-P yang baru sehingga pemahamannya mengenai CPMB masih kurang dan perlu adanya pembinaan lebih lanjut. Terdapat 4 (empat) komponen CPMB yang termasuk dalam grup 5 utama yang sering tidak dipenuhi oleh sarana produksi skala IRT-P yaitu ruang pengolahan, higiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, serta peralatan produksi, namun yang paling sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah ruang pengolahan dan higiene perorangan. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB (84 85%) cenderung lebih besar dari sarana IRT-P (57 65%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut diantaranya karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional, pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, demikian juga dengan kemampuannya, sehingga sulit untuk memenuhi unsur-unsur dalam penerapan CPMB dan memerlukan pembinaan yang berkesinambungan. Selain kemampuan dan pengetahuan pemilik sarana dan karyawan, faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan pembinaan adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang berada di BB/Balai POM sebagai petugas Food Inspector dan District Food Inspector (DFI), serta di Dinas Kesehatan setempat, sebagai petugas DFI. Selain faktor SDM, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan kerjasama Dinas Kesehatan setempat agar dapat memberdayakan DFI di wilayahnya untuk mengawasi sarana produksi pangan skala IRT-P di wilayahnya,

55 40 sekaligus memberikan pembinaan terhadap sarana produksi tersebut dalam menerapkan persyaratan CPMB. Gambaran hasil pemeriksaan sarana tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar MS TMS Gambar 6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P, yang di evaluasi dalam kajian ini (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi pada kajian ini diperoleh dari laporan pemeriksaan sarana produksi pangan dalam wilayah kerja (catchment area) Balai Besar/Balai POM di 26 propinsi, meliputi propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimanta Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya, dari tahun Sarana produksi pangan di 26 propinsi tersebut mencakup propinsi yang baru yaitu Kepulauan Riau (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Pekanbaru), Bangka

56 41 Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi Barat (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Makassar), Maluku Utara (masuk dalam wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Mengingat luasnya wilayah pemeriksaan BB/Balai POM dan adanya keterbatasan keterbatasan, baik pengawas, maupun dana, maka pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan berdasarkan skala prioritas. Pemeriksaan diutamakan terhadap sarana produksi pangan yang produknya ditemukan tidak memenuhi syarat di sarana distribusi, sarana produksi yang belum pernah diperiksa dan sarana yang pada pemeriksaan sebelumnya masih mendapat nilai kurang atau tidak memenuhi syarat, termasuk penelusuran kasus. Berdasarkan data yang dievaluasi dalam kajian ini, tidak tercatat adanya laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah pada tahun , Jawa Timur dan Kalimantan Tengah tahun 2005, Kalimantan Selatan tahun 2006 serta Sumatera Barat tahun Tidak adanya laporan pemeriksaan bukan berarti tidak dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan di wilayah propinsi tersebut. Tidak adanya laporan bisa terjadi karena laporan yang dikirimkan tidak sampai, terlambat diterima, format laporan yang dikirimkan tidak sesuai dengan format yang ditentukan atau laporan dikirimkan melalui sistem informasi elektronik (SIE). Laporan yang dikirimkan dengan format yang berbeda dan melalui SIE tersebut tidak bisa di datakan dan di evaluasi karena tidak semua aspek - aspek penilaian tercakup dalam laporan tersebut. ini, Evaluasi terhadap data sarana produksi pangan di 26 propinsi dalam kajian menunjukkan bahwa persentase rata-rata sarana produksi pangan skala

57 42 menengah keatas yang memenuhi syarat adalah 85.0% dan tidak memenuhi syarat adalah 15.0%, sedangkan sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat adalah 59.7% dan tidak memenuhi syarat 40.3%. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa secara umum, sarana produksi pangan skala menengah keatas mempunyai kondisi pemenuhan persyaratan CPMB yang lebih baik dibandingkan dengan sarana produksi skala IRT-P. Kecuali di beberapa Propinsi ditemukan sarana produksi skala menengah keatas yang tidak memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari IRT-P, yaitu di Jambi. Selain Hal tersebut, sarana produksi skala menengah keatas yang TMS penerapan CPMB sama banyaknya dengan IRT-P ditemukan di propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat CPMB lebih rendah dibandingkan dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas, dapat terjadi karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional. Pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, terutama pemahaman tentang pelaksanaan higiene perorangan. Tidak mudah untuk merubah perilaku karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, untuk menerapkan praktek higiene, meskipun sudah ada petunjuk yang jelas. Alur proses produksi dari sarana produksi pangan skala IRT-P biasanya tidak jelas, sehingga memungkinkan adanya peluang terjadi kontaminasi silang. Selain hal tersebut, dapat juga disebabkan karena jumlah sarana yang diperiksa tidak sebanding dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas. Sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa oleh BB/Balai POM selama tahun , sebanyak 6,499 sarana (12.0%) dari jumlah sarana produksi skala IRT-P yang produknya terdaftar (54,213 sarana), sedangkan jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang diperiksa sebanyak 1,466 sarana (52.6%) dari jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang produknya terdaftar (2,789 sarana). Beberapa propinsi mempunyai sarana produksi dengan kondisi memenuhi syarat lebih besar dari 80%, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas, maupun IRT-P. Sarana produksi pangan tersebut terletak di dalam wilayah propinsi Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan 2 propinsi

58 43 yang mempunyai sarana produksi pangan dengan temuan tidak memenuhi syarat lebih besar dari 70% yaitu berada di wilayah propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Propinsi yang sarana produksinya ditemukan paling banyak memenuhi syarat CPMB adalah propinsi Jawa Timur dan yang pemenuhannya terhadap komponen CPMB paling kecil adalah Kalimantan Selatan. Hasil evaluasi secara rinci dapat dilihat dalam Tabel.3. Tabel.3. Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi. MD IRT-P NO. PROPINSI DIEVA LUASI MS % TMS % DIEVA LUASI MS % TMS % 1 NAD ,0 3 0, , ,5 2 Sumatera Utara ,7 6 4, , ,1 3 Sumatera Barat ,7 2 8, , ,9 4 Riau ,7 2 4, , ,4 5 Jambi , , , ,8 6 Sumatera Selatan ,9 1 7, , ,6 7 Bengkulu ,7 3 33, , ,1 8 Lampung ,8 6 16, , ,9 9 DKI Jakarta ,6 14 4, , ,0 10 Jawa Barat , , , ,9 11 Jawa Tengah ,3 9 18, , ,1 12 D.I.Yogya karta , , , ,4 13 Jawa Timur , , ,4 6 2,6 14 Kalbar , , , ,1 15 Kalteng , ,6 8 44,4 16 Kalsel , , , ,1 17 Kaltim ,7 1 14, , ,2 18 Sulawesi Utara , , ,2 19 Sulteng , , ,2 20 Sulsel , , ,4 21 Sultra , , ,4 22 Bali , , , ,6 23 NTB , , , ,9 24 NTT ,7 1 4, , ,8 25 Maluku ,0 2 50, ,7 3 33,3 26 Irian Jaya ,9 3 23, , ,9 JUMLAH , , , ,3

59 44 Dalam rangka pemenuhan penerapan CPMB, Sarana produksi pangan memerlukan pembinaan secara berkesinambungan. Dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, petugas pengawas pangan (Food Inspector) juga melakukan pembinaan secara langsung terhadap sarana produksi pangan yang ditemukan tidak menerapkan CPMB, sehingga banyaknya tenaga pengawas pangan diperkirakan dapat mempengaruhi keberhasilan sarana produksi dalam menerapkan CPMB. Propinsi Kalimantan Selatan, yang sarana produksinya banyak ditemukan tidak memenuhi syarat, ternyata sampai tahun 2006 hanya mempunyai 1 orang tenaga pengawas pangan tingkat dasar, yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda. Demikian juga di Propinsi Nusa Tenggara Barat, pada tahun 2007 dan 2008 baru tercatat adanya 3 orang pengawas pangan (1 orang pengawas tingkat dasar dan 2 orang pengawas muda). Sementara di propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang baik. Tenaga pengawas pangan yang dimiliki oleh kedua propinsi tersebut meliputi pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Selain keterbatasan SDM, hal lain yang dapat mempengaruhi penerapan CPMB, khususnya pada sarana produksi pangan skala IRT-P adalah koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait untuk memberikan pembinaan terhadap sarana IRT-P. Hasil evaluasi dalam kajian ini menunjukkan bahwa terdapat dua propinsi yang pemenuhan persyaratan CPMB, mendapatkan hasil yang ekstrim, yaitu di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang berada di propinsi Kalimantan Selatan, baik yang berskala menengah keatas, maupun skala IRT-P menunjukkan bahwa keduanya mendapatkan temuan TMS pemenuhan CPMB lebih besar dari 80%. Sedangkan di propinsi Jawa Timur keduanya mendapatkan hasil memenuhi syarat lebih besar dari 80%. Oleh karena itu dalam kajian ini dibahas secara khusus sarana produksi pangan yang berlokasi di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.

60 Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Jawa Timur yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dari tahun , yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 313 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 231 sarana IRT- P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Jawa Timur sebanyak 541 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 15,080 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 57.9% dan sarana IRT-P sebesar 1.5% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Jawa Timur. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 89.9% dan IRT-P sebesar 97.4%. Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P, yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dan instansi terkait berhasil. Keberhasilan dari pembinaan yang dilakukan, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini adalah tersedianya tenaga pengawas pangan di BBPOM di Surabaya, sampai dengan tahun 2008 BBPOM di Surabaya memiliki tenaga pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 17 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; daging dan hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; lain lain; makanan bayi dan anak; makanan ringan; rempah dan bumbu; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya serta tepung dan hasil olahnya. Jenis pangan yang sama, di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, yang sarananya diperiksa meliputi 7 jenis pangan yang sama, yaitu sarana produksi coklat, kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain-lain; makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya. Dalam kajian ini hanya akan dibahas 3 jenis pangan yang sama, yang sarananya diperiksa, karena jumlah sarana produksi pangan yang dievaluasi

61 46 dianggap lebih mewakili. Ketiga jenis pangan tersebut adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Jawa Timur meliputi produk kacang olahan, keripik dan kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk air minum dalam kemasan (AMDK), minuman rasa dan minuman serbuk, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, bumbu dan saus Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB di Kalimantan Selatan Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh BBPOM di Banjarmasin dari tahun , yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 21 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 248 sarana IRT-P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Kalimantan Selatan sebanyak 34 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 1,394 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 61.8% dan sarana IRT-P sebesar 17.8% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 14.3% dan IRT-P sebesar 16.9%. Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di Kalimantan Selatan, masih banyak ditemukan yang memenuhi syarat penerapan CPMB. Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di Banjarmasin dan instansi terkait, serta ketidak patuhan dari pemilik sarana produksi. Kurang berhasilnya pembinaan terhadap sarana produksi pangan tersebut, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM) kurang, dalam hal ini adalah banyaknya pengawas pangan yang ada di BBPOM di Kalimantan Selatan. Jumlah tenaga pengawas pangan di Kalimantan Selatan sampai tahun 2006 hanya 1 orang pengawas pangan tingkat dasar (asisten pengawas), yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda.

62 47 Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 7 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain lain; makanan ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya. Ketiga jenis pangan yang dibahas lebih lanjut dalam kajian ini adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Kalimantan Selatan adalah kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk AMDK dan minuman rasa, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, dan saus. Dari hasil evaluasi tersebut diatas, terlihat adanya kesamaan dari jenis yang sarana produksinya diperiksa oleh BBPOM di Surabaya dan Banjarmasin, demikian juga dengan produknya, ada kesamaan produk yang dihasilkan oleh sarana produksi pangan yang diperiksa oleh kedua BBPOM di wilayah propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Pembinaan yang dilakukan di Jawa Timur dalam hal pemenuhan CPMB lebih berhasil dibandingkan dengan di Kalimantan Selatan dapat disebabkan karena jumlah dan kwalitas SDM di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Kelemahan dari bahasan tersebut diatas adalah adanya ketidak seimbangan antara jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa di Jawa Timur (1.5%) dan di Kalimantan Selatan (17.8%), adanya ketidak lengkapan data hasil pemeriksaan dari BBPOM di Surabaya (tahun 2005) dan Banjarmasin (tahun 2006). Perbandingan antara jenis pangan dan jumlah sarana produksi yang diperiksa di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan dapat dilihat secara rinci pada Tabel. 4. dan 5..

63 48 Tabel. 4. Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan JAWA TIMUR KALIMANTAN SELATAN NO JENIS PANGAN DI DI EVA MS TMS EVA MS TMS LU LU ASI IRT MD IRT MD ASI IRT MD IRT MD Buah dan Hasil Olahnya Coklat, Kopi dan Teh Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan 4 Kembang Gula Ikan dan Hasil Olahnya Jem dan Sejenisnya Kelapa dan Hasil Olahnya Lain - lain Makanan Bayi dan Anak Makanan ringan Minuman Beralkohol Minuman Ringan Minyak dan Lemak Rempah dan 14 Bumbu Sayur dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Tepung dan 17 Hasil Olahnya JUMLAH

64 Tabel.5. Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi 49 JAWA TIMUR KALIMANTAN SELATAN NO JENIS PANGAN SARANA DIEVA LUASI % SARANA DIEVA LUASI % 1 Buah dan Hasil Olahnya Coklat, Kopi dan Teh Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan Kembang Gula Ikan dan Hasil Olahnya Jem dan Sejenisnya Kelapa dan Hasil Olahnya Lain - lain Makanan Bayi dan Anak Makanan ringan Minuman Beralkohol Minuman Ringan Minyak dan Lemak Rempah dan Bumbu Sayur dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Tepung dan Hasil Olahnya JUMLAH Berdasarkan hasil evaluasi dalam kajian ini, secara umum pemenuhan unsur-unsur CPMB pada sarana produksi pangan yang berada di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, skala menengah ke atas (MD), lebih baik daripada sarana produksi pangan skala IRT-P. Selain hal tersebut pemenuhan unsur-unsur CPMB sarana produksi pangan yang berada di wilayah Jawa Timur lebih baik dari Kalimantan Selatan, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) maupun IRT-P. Kelompok lima utama yang paling banyak TMS pemenuhan CPMB, pada sarana produksi skala menengah keatas dan IRTP adalah unsur ruang pengolahan, higiene karyawan dan infestasi. Unsur-unsur CPMB yang sering tidak dipenuhi pada sarana produksi skala IRT-P selain yang termasuk dalam kelompok lima utama, baik di Jawa Timur maupun di Kalimantan Selatan adalah sanitasi lingkungan fisik dan pabrik secara umum. Penyimpangan yang ditemukan lebih besar dari 50%.

65 50 Penyimpangan persyaratan CPMB terhadap unsur gudang tidak dingin atau gudang biasa, sering dijumpai pada sarana produksi skala IRT-P karena persyaratan sarana IRT-P yang memperbolehkan menjadi satu dengan rumah tinggal, pada umumnya tidak mempunyai gudang yang terpisah antara bahan baku, kemasan dan produk jadi. Selain hal tersebut, karena skala produksinya yang pada umumnya berjumlah sedikit dan hanya untuk memenuhi permintaan di wilayah sekitar lokasi sarana produksi, maka bahan baku yang dibeli langsung diolah dan dipasarkan, sehingga tidak diperlukan gudang yang terpisah, namun sanitasi dari ruang penyimpanan harus tetap diperhatikan. Persentase unsurunsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun dapat dilihat pada Tabel.6. TABEL.6. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun NO. UNSUR-UNSUR CPMB SBY BMS IRT MD IRT MD 1 Pimpinan Sanitasi Lingkungan - Fisik Sanitasi Lingkungan - Pembuangan/Limbah Sanitasi Lingkungan - Infestasi Pabrik - Umum Pabrik - Ruang Pengolahan Pabrik - Fasilitas Pabrik - Pembuangan Sampah Pabrik - Pembersihan Pabrik - Infestasi Peralatan Suplai Air Hygiene Perorangan Gudang Biasa Gudang Dingin Gudang Kemasan Tindakan Pengawasan Bhn Mentah dan Produk Akhir Hasil Uji Sistem Pengawasan

66 Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan jenis pangannya Penggolongan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, mengacu pada daftar produk makanan dan minuman yang terdaftar di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari penggolongan jenis pangan yang dimuat dalam Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan. Penggolongan tidak mengacu pada kategori pangan yang baru, karena data produk pangan yang terdaftar di Badan POM sampai saat ini masih mengacu pada SK Dirjen POM tersebut. Jenis pangan yang sarananya diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 propinsi dari tahun , yang di evaluasi dalam kajian ini meliputi 17 jenis pangan yaitu makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; tepung dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; coklat, kopi dan teh; daging & hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; lain lain; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; minyak dan lemak; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya dan minuman beralkohol. Rincian produk yang termasuk dalam jenis pangan tersebut dapat dilihat pada Lampiran.5. Hasil evaluasi terhadap pemenuhan penerapan CPMB dari masing-masing jenis produk yang diproduksi oleh sarana skala menengah keatas, semuanya MS (lebih besar dari 75.0%). Sedangkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan CPMB oleh sarana produksi skala IRT-P adalah diatas 50.0%, kecuali sarana produksi lainlain (42.5%), kelapa dan hasil olahnya (41.5%) dan minuman beralkohol (0%). Jumlah sarana produksi minuman beralkohol yang diperiksa hanya 1 sarana, dan dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sarana produksi lain-lain yang sering ditemukan TMS dalam hal pemenuhan CPMB adalah sarana yang memproduksi kedelai olahan, yaitu tahu dan tempe. Sedangkan untuk kelapa dan hasil olahnya, yang sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB yaitu sarana produksi geplak. Sarana produksi tahu dan tempe, serta geplak sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB karena produk tersebut merupakan makanan tradisional (makanan daerah) yang

67 pada umumnya proses produksinya masih sangat tradisional, demikian juga dengan cara berpikir serta pengetahuan dari pelaku usaha masih sangat sederhana, sehingga memerlukan pembinaan yang berkesinambungan untuk dapat memperbaiki proses produksi sesuai dengan penerapan CPMB. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa secara nasional dalam hal pemenuhan CPMB, sarana produksi skala menengah keatas lebih baik dibandingkan dengan sarana IRT-P. Evaluasi hasil pemeriksaan, dapat dilihat secara rinci pada Tabel.7. Tabel.7. Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRT-P, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun NO. JENIS PANGAN DIEVA LUASI 52 MD IRT JML MS % TMS % JML MS % TMS % 1 Tepung dan Hasil Olahnya 3, ,939 1, , Makanan ringan 1, , Minuman Ringan 1, Lain - lain Rempah dan Bumbu Coklat, Kopi dan The Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan Kembang Gula Kelapa dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Buah dan Hasil Olahnya Ikan dan Hasil Olahnya Minyak dan Lemak Minuman Beralkohol Jem dan Sejenisnya Makanan Bayi dan Anak Sayur dan Hasil Olahnya Grand Total 7,965 1,466 1, ,499 3, ,

68 53 Hasil evaluasi lebih lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, menunjukkan adanya 5 (lima) jenis pangan yang paling sering diperiksa pada tahun , yaitu sarana produksi tepung dan hasil olahnya (39.3%); makanan ringan (16.8%); minuman ringan (14.1%); rempah dan bumbu (7.6%) dan lain lain (7.9%). Banyak dan seringnya sarana produksi tersebut diperiksa oleh BB/Balai POM diantaranya karena jenis pangan tersebut ada di setiap propinsi, baik yang terdaftar sebagai produk MD maupun SP dan P-IRT. Sehingga selanjutnya akan dibahas khusus tentang 5 (lima) jenis pangan yang sering diperiksa tersebut. Propinsi yang paling sering melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi tepung dan hasil olahnya yaitu propinsi D.I.Yogyakarta. dari 1,420 sarana produksi yang diperiksa, sarana produksi tepung dan hasil olahnya diperiksa sebanyak 956 sarana (67.32%). Sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa oleh BBPOM di Yogyakarta, antara lain meliputi produk produk khas daerah yang banyak beredar, yaitu bakpia, yangko, tiwul, wingko, dan lain lain. Selain produk produk tersebut sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa di propinsi yang lain yaitu produk roti, kue dan mie. Untuk produk minuman ringan yang paling banyak diperiksa oleh BB/Balai POM adalah produk air minum dalam kemasan. Selain AMDK, diperiksa juga sarana produksi sirup, minuman ringan berkarbonasi, minuman serbuk, dll. Produk makanan ringan yang paling banyak diperiksa adalah kerupuk, keripik dan kacang. Sedangkan yang paling banyak diperiksa untuk produk rempah dan bumbu adalah sarana produksi saus, kecap dan garam. Selanjutnya yang paling banyak diperiksa untuk produk lain lain adalah sarana produksi Tahu, tempe, dan BTP. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, secara rinci dapat dilihat pada Tabel.8.

69 Tabel.8. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini 54 NO PROPINSI 1 NAD 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu 8 Lampung 9 DKI Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 D.I.Yogyakarta 13 Jawa Timur 14 Kalimantan Barat 15 Kalimantan Tengah 16 Kalimantan Selatan 17 Kalimantan Timur 18 Sulawesi Utara 19 Sulawesi Tengah 20 Sulawesi Selatan 21 Sulawesi Tenggara 22 Bali 23 NTB 24 NTT 25 Maluku 26 Irian Jaya DIEVALUASI TEPUNG DAN HASIL OLAHNYA MAKANAN RINGAN JENIS PANGAN MINUMAN RINGAN LAIN - LAIN REMPAH DAN BUMBU , , Jumlah 7,965 3,130 1,335 1, Persentase (%)

70 Pemetaan pemenuhan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dikirimkan oleh BB/Balai POM di 26 propinsi yang di evaluasi dalam kajian ini dipetakan berdasarkan kondisi sarananya. Pemetaan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kriteria warna, yaitu hijau, kuning dan merah. Warna hijau digunakan untuk memberikan tanda terhadap propinsi dengan kondisi sarananya dianggap baik yaitu sarana dengan temuan TMS kurang dari 15 %. Warna kuning digunakan untuk propinsi dengan kondisi sarana sedang, yaitu sarana dengan temuan TMS antara 15 49%, sedangkan untuk yang berwarna merah, diasumsikan sebagai propinsi yang kondisi sarana produksi pangannya rendah atau kurang, yaitu sarana dengan temuan TMS sebesar 50% keatas (> 50%). Kriteria pewarnaan tersebut diberlakukan sama, antara sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P. Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala menengah ke atas, dengan kriteria tersebut, menunjukkan warna hijau sebanyak 13 propinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Warna kuning sebanyak 9 propinsi yaitu NAD, Bengkuku, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali dan Irian Jaya. Selanjutnya warna merah meliputi 4 propinsi yaitu Jambi, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.7. Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P, menunjukkan warna hijau sebanyak 3 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Warna kuning sebanyak 15 propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Selanjutnya warna merah meliputi 8 propinsi yaitu NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.8.

71 56 Gambar.7. Pemetaan kinerja industrinpangan skala menengah keatas(md) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun Baik (hijau): TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 49%, kurang (merah) : TMS > 50%. Gambar.8. Pemetaan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini. Baik (hijau) : TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 49%, kurang (merah) : TMS > 50%

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 Pasal 69 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 107, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; UU 7/1996, PANGAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal: 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Tentang: PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

*40875 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 2004 (28/2004) TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

*40875 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 2004 (28/2004) TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/2004, KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN *40875 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 2004 (28/2004) TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan yang aman, bermutu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA r> WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal : 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/99; TLN 3656 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat mendasar

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 1996 PERDAGANGAN, PANGAN, PERTANIAN, KESEHATAN, ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656 Menimbang : UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/1996, PANGAN *9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN UMUM Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 1996 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRACT. Keywords : Food safety control system, NADFC, pre-market control, post-market control

ABSTRACT ABSTRACT. Keywords : Food safety control system, NADFC, pre-market control, post-market control ABSTRACT VIRNA BERLIANI PUTRI. Study on Food Safety Control Systems By the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Republic of Indonesia. Under supervision of RATIH DEWANTI-HARIYADI and NURI ANDARWULAN

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pangan Iradiasi. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.709, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Formula Pertumbuhan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG : PANGAN UMUM

PENJELASAN ATAS : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG : PANGAN UMUM PENJELASAN ATAS : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG : PANGAN UMUM Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN PANGAN AMAN DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 42 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 5: PP No. 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 1 Pp No 28 Tentang Keamanan, Mutu Dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2012 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)

Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk dengan tujuan melindungi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PANGAN IRADIASI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PANGAN IRADIASI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PANGAN IRADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 13 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG RGS Mitra Page 1 of 11 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci