RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas; b. bahwa negara berkewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga secara merata diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; c. bahwa dalam perkembangannya, pembangunan pangan di Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pernah menjadi negara swasembada beras, namun akhir-akhir ini Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia; d. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya), pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia; e. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan masih bersifat sangat umum dan sangat menitikberatkan kepada sektor industri pangan, sehingga dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala dalam hal penegakan hukum, menyangkut penerapan sanksi yang relatif masih rendah, dan tidak sesuai lagi dengan era otonomi daerah serta perkembangan di masyarakat, sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pangan;

2 -2- Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, serta air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. 2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan Pangannya, yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. 3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi Pangan yang beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat individu, baik jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. 4. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan individu, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. 5. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta ketidaksesuaian dengan keyakinan agama dan budaya, sehingga aman untuk dikonsumsi. 6. Ketersediaan Pangan adalah tersedianya Pangan yang beranekaragam dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional,

3 -3- dan/atau pemasukan Pangan dari luar negeri. 7. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh pelosok wilayah Indonesia untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi keadaan darurat. 8. Cadangan Pangan Pemerintah adalah Ketersediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah. 9. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Provinsi. 10. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 11. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Desa. 12. Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, penyediaan, keterjangkauan, penganekaragaman, keamanan, kelembagaan, dan pembiayaan Pangan serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. 13. Pangan Pokok adalah makanan sehari-hari yang menjadi sumber zat gizi utama sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. 14. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. 15. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. 16. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman Pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. 17. Nelayan adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan penangkapan ikan dan/atau budidaya perikanan. 18. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk Pangan. 19. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual Pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan. 20. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun tidak. 21. Sanitasi Pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak Pangan dan membahayakan kesehatan manusia. 22. Persyaratan Sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya

4 -4- jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar Pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia. 23. Iradiasi Pangan adalah metode penyinaran terhadap Pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan Pangan dari jasad renik patogen. 24. Rekayasa Genetika Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul. 25. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak. 26. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi Pangan. 27. Gizi Pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. 28. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 29. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN Pasal 2 Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan berdasarkan asas: a. kedaulatan; b. kemandirian; c. ketahanan; d. keamanan; e. manfaat dan lestari; f. pemerataan; g. keadilan; dan h. berkelanjutan.

5 -5- Pasal 3 Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Pasal 4 Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk: a. meningkatkan kemampuan melakukan Produksi Pangan secara mandiri; b. menyediakan Pangan yang beranekaragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; c. mewujudkan tingkat kecukupan Pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat; d. meningkatkan Ketahanan Pangan masyarakat rawan Pangan; e. menjadikan manusia yang sehat dan aktif; f. mempermudah akses Pangan bagi masyarakat; g. meningkatkan daya saing komoditas Pangan Indonesia di tingkat internasional; dan h. menciptakan kesejahteraan bagi produsen Pangan. Pasal 5 Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Pangan meliputi: a. perencanaan Pangan; b. Ketersediaan Pangan; c. keterjangkauan Pangan; d. penganekaragaman Pangan; e. Keamanan Pangan; f. kelembagaan; g. pembiayaan; dan h. peran serta masyarakat. BAB III

6 -6- PERENCANAAN Pasal 6 Perencanaan Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan. Pasal 7 Perencanaan Pangan harus memperhatikan: a. pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi; b. daya dukung sumber daya alam dan kelestarian lingkungan; c. pengembangan sumber daya manusia produsen Pangan; d. kebutuhan sarana dan prasarana Produksi Pangan; e. potensi Pangan di daerah; f. rencana tata ruang wilayah; dan g. rencana pembangunan nasional dan daerah. Pasal 8 (1) Perencanaan Pangan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional, rencana pembangunan daerah, dan rencana pembangunan sektoral. (2) Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat. (3) Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun ditingkat nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota. (4) Perencanaan Pangan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana tahunan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Perencanaan Pangan tingkat nasional dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan nasional serta kebutuhan dan usulan provinsi. (2) Perencanaan Pangan tingkat provinsi dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan provinsi serta kebutuhan dan usulan kabupaten/kota. (3) Perencanaan Pangan tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan kabupaten/kota. Pasal 10

7 -7- (1) Perencanaan Pangan diwujudkan dalam bentuk rencana Pangan. (2) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. rencana Pangan nasional; b. rencana Pangan provinsi; dan c. rencana Pangan kabupaten/kota. (3) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Presiden, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Rencana pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurangkurangnya memuat: a. Produksi Pangan dan kebutuhan konsumsi; b. cadangan Pangan; c. pemasukan Pangan ke wilayah Negara Republik Indonesia; d. pengeluaran Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia; e. penganekaragaman Pangan; f. distribusi, perdagangan, dan pemasaran Pangan; g. pengendalian harga; h. Keamanan Pangan; i. penelitian dan pengembangan Pangan; j. pembiayaan; k. kelembagaan; dan l. aspek peningkatan kesejahteraan produsen Pangan. Pasal 12 (1) Rencana Pangan nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan Pangan provinsi. (2) Rencana Pangan provinsi menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan Pangan kabupaten/kota. (3) Rencana Pangan kabupaten/kota menjadi pedoman untuk pengembangan Pangan setempat. (4) Rencana Pangan nasional, rencana Pangan provinsi, dan rencana Pangan kabupaten/kota menjadi pedoman bagi semua pihak dalam pengembangan Pangan. BAB IV

8 -8- KETERSEDIAAN PANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 13 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan di daerah dan pengembangan Produksi Pangan Lokal di daerah. (3) Dalam mewujudkan Ketersediaan Pangan melalui pengembangan Pangan Lokal, Pemerintah Daerah menetapkan jenis Pangan Lokalnya. (4) Pemerintah menetapkan sentra Produksi Pangan Lokal sesuai usulan Pemerintah Daerah. (5) Penyediaan Pangan diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi Pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan individu secara berkelanjutan. (6) Upaya mewujudkan ketersediaan Pangan dilakukan dengan: a. mengembangkan Produksi Pangan yang bertumpu pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; b. mengembangkan efisiensi sistem usaha Pangan; c. mengembangkan teknologi produksi dan penyimpanan Pangan; d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi dan penyimpanan Pangan; e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif: dan f. membangun kawasan sentra Produksi Pangan. Pasal 14 Pemerintah mengamankan harga Pangan Pokok, pengelolaan cadangan Pangan Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok kepada masyarakat untuk menjamin Ketersediaan Pangan. Pasal 15 (1) Sumber penyediaan Pangan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri, cadangan Pangan, dan pemasukan Pangan dari luar negeri. (2) Sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diutamakan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri. Pasal 16 (1) Pemerintah mengutamakan Produksi Pangan untuk pemenuhan

9 -9- kebutuhan konsumsi Pangan. (2) Dalam kondisi ketersediaan cadangan Pangan sudah tercukupi, Produksi Pangan dapat digunakan untuk kepentingan lain. Bagian Kedua Produksi Pangan Dalam Negeri Paragraf 1 Potensi Produksi Pangan Pasal 17 Potensi Produksi Pangan terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi, dan penelitian pengembangan Pangan. Pasal 18 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan Petani dan Nelayan sebagai produsen Pangan. Pasal 19 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengatur alokasi lahan pertanian untuk pemenuhan Pangan Pokok, memberikan penyuluhan, menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi daya saing, dan melakukan pengalokasian anggaran. Pasal 20 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan teknologi untuk peningkatan Produksi Pangan. Pasal 21 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi penggunaan dan pengembangan sarana dan prasarana dalam upaya untuk meningkatkan Produksi Pangan berkelanjutan. Paragraf 2 Ancaman Produksi Pangan Pasal 22 (1) Ancaman Produksi Pangan merupakan kejadian yang dapat menimbulkan gagalnya Produksi Pangan yang disebabkan oleh: a. perubahan iklim; b. organisme pengganggu; c. bencana alam; d. bencana sosial;

10 -10- e. teknologi; f. rekayasa genetika; g. kompetisi komoditas; dan/atau h. alih fungsi penggunaan lahan. (2) Pemerintah berkewajiban menanggulangi ancaman Produksi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui bantuan teknologi, pembiayaan, dan regulasi. Bagian Ketiga Cadangan Pangan Nasional Pasal 23 (1) Dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan, Pemerintah menetapkan cadangan Pangan nasional. (2) Cadangan Pangan nasional merupakan upaya penyediaan Pangan untuk konsumsi masyarakat di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Cadangan Pangan nasional terdiri dari cadangan Pangan Pemerintah dan cadangan Pangan masyarakat. Pasal 24 Cadangan Pangan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan Pangan, kelebihan Pangan, gejolak harga, dan/atau untuk menghadapi keadaan darurat. Pasal 25 (1) Cadangan Pangan nasional merupakan jumlah Pangan yang harus tersedia setiap saat di wilayah Negara Republik Indonesia, dan dapat segera dikonsumsi masyarakat. (2) Pemerintah mengembangkan pola kemitraan yang setara antara Pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi, dan elemen masyarakat dalam cadangan Pangan dan pengembangan mutu. Pasal 26 (1) Jumlah Pangan yang harus tersedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ditetapkan sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat paling singkat untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. (2) Ketentuan mengenai jumlah Pangan yang harus tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 27 Cadangan Pangan nasional bersumber dari Produksi Pangan dalam negeri

11 -11- dan pemasukan Pangan dari luar negeri. Paragraf 2 Cadangan Pangan Pemerintah Pasal 28 (1) Dalam mewujudkan Cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan cadangan Pangan Pemerintah. (2) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Cadangan Pangan Pemerintah Desa; b. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan c. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi. Pasal 29 (1) Dalam mewujudkan Cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Pangan tertentu sebagai cadangan Pangan Pemerintah. (2) Selain cadangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Provinsi dapat menetapkan jenis dan jumlah cadangan Pangan Pokok sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat setempat. Pasal 30 (1) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikelola oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Cadangan Pangan Pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan nyata Pangan masyarakat dan Ketersediaan Pangan. (3) Cadangan Pangan Pemerintah dapat dilakukan melalui pembelian Pangan Pokok pada saat panen raya oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (4) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memiliki cadangan Pangan Pokok. (5) Ketentuan mengenai besaran cadangan pokok diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 31 (1) Untuk mewujudkan cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dengan: a. menginventarisasi cadangan Pangan;

12 -12- b. melakukan prakiraan kekurangan Pangan dan/atau keadaan darurat; dan/atau c. menyelenggarakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan Pangan. (2) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan secara berkala dan dilakukan secara terkoordinasi mulai dari penetapan cadangan Pangan Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Pusat. Pasal 32 (1) Penyaluran cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menanggulangi masalah Pangan. (2) Penyaluran cadangan Pangan Pemerintah dilakukan dengan: a. mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga; dan b. tidak merugikan masyarakat konsumen dan produsen. Pasal 33 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menugaskan badan usaha yang bergerak di bidang penyimpanan dan distribusi Pangan untuk mengadakan dan mengelola cadangan Pangan tertentu yang bersifat pokok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 (1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan cadangan Pangan masyarakat. (2) Cadangan Pangan masyarakat merupakan persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh masyarakat. (3) Cadangan Pangan masyarakat dikelola di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga. Bagian Keempat Pemasukan Pangan ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia Pasal 35 (1) Pemasukan Pangan merupakan kegiatan memasukkan Pangan dari luar negeri melalui darat, laut dan udara ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. (2) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan higienis. (3) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum tanggal kedaluwarsa

13 -13- sejak Pangan tiba di wilayah Negara Republik Indonesia. (4) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri dan cadangan Pangan nasional tidak mencukupi atau tidak diproduksi di dalam negeri. (5) Kecukupan Produksi Pangan dalam negeri dan cadangan Pangan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian. (6) Tata cara pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Ketentuan mengenai persyaratan keamanan, mutu, gizi, dan higienis Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Pengeluaran Pangan dari Wilayah Negara Republik Indonesia Pasal 36 Pengeluaran Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan setelah terpenuhinya kebutuhan konsumsi Pangan dan cadangan Pangan di dalam negeri. Pasal 37 Setiap orang yang mengeluarkan Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan higienis Pangan. Pasal 38 Ketentuan mengenai persyaratan keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan higienis Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Penganekaragaman Pangan Pasal 39 Penganekaragaman Pangan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam serta mengoptimalkan potensi Pangan Lokal yang beragam. Pasal 40 (1) Penganekaragaman Pangan diselenggarakan untuk meningkatkan Ketersediaan Pangan dengan memperhatikan sumberdaya,

14 -14- kelembagaan, dan budaya Pangan Lokal. (2) Penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. menetapkan penganekaragaman Pangan; b. penelitian dan pengembangan; c. optimalisasi Pangan Lokal; d. meningkatkan keanekaragaman Pangan. e. mengembangkan pengindustrian berbasis Pangan Lokal; f. mempromosikan penganekaragaman Pangan; dan g. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam Pangan dengan prinsip gizi seimbang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketujuh Krisis Pangan Pasal 41 (1) Pemerintah berkewajiban mengambil tindakan untuk mengatasi krisis Pangan. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk: a. pengadaan dan penyaluran Pangan; b. manajemen cadangan Pangan; c. pengembangan teknologi untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan; dan/atau d. memberikan ganti rugi akibat gagal panen. Pasal 42 (1) Penetapan status krisis Pangan dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan skala krisis. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota. BAB V KETERJANGKAUAN PANGAN Bagian Kesatu

15 -15- Umum Pasal 43 (1) Pemerintah bertanggungjawab untuk menjamin keterjangkauan Pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan/atau individu. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kebijakan di bidang: a. distribusi; b. perdagangan; c. pengendalian harga; d. pemasaran, dan/atau e. konsumsi Pangan. Bagian Kedua Distribusi Pangan Pasal 44 (1) Distribusi Pangan dilakukan untuk memenuhi pemerataan Ketersediaan Pangan keseluruh wilayah Negara Republik Indonesia secara berkelanjutan. (2) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan untuk menjamin agar setiap individu dapat memperoleh Pangan dalam jumlah, mutu, aman, merata, dan keanekaragaman, dengan harga yang terjangkau. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap distribusi Pangan sesuai dengan kewenangannya. Pasal 45 (1) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilakukan melalui: a. pengembangan sistem distribusi Pangan yang menjangkau seluruh wilayah secara efisien; b. pengelolaan sistem distribusi Pangan yang dapat mempertahankan keamanan, mutu dan Gizi Pangan; dan c. penjaminan keamanan distribusi Pangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 46 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin kelancaran distribusi, dengan mengutamakan pelayanan transportasi yang efektif

16 -16- dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan prioritas untuk kelancaran bongkar muat produk Pangan. (3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana distribusi Pangan. (4) Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan lembaga distribusi Pangan masyarakat. Bagian Ketiga Perdagangan Pangan Pasal 47 Perdagangan Pangan merupakan kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi penjualan dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual Pangan, dan/atau kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan. Pasal 48 (1) Pemerintah berkewajiban mengatur Perdagangan Pangan. (2) Pengaturan Perdagangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan: a. pengendalian harga Pangan dan inflasi; b. manajemen cadangan Pangan; dan c. menciptakan iklim usaha Pangan yang sehat. Pasal 49 (1) Pemerintah menetapkan jumlah Pangan Pokok yang boleh disimpan oleh setiap orang kecuali mendapatkan izin dari yang berwenang. (2) Ketentuan mengenai izin penyimpanan Pangan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian. Pasal 50 (1) Setiap orang dilarang melakukan penyimpanan atau penimbunan Pangan Pokok dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga pangan pokok menjadi mahal atau melambung tinggi. (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi admnistratif. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

17 -17- c. pencabutan izin. Pasal 51 (1) Setiap orang yang melakukan pembelian Pangan Pokok dengan jumlah tertentu untuk pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah atau untuk diperdagangkan wajib mempunyai izin. (2) Izin pembelian Pangan Pokok diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dari daerah di mana pembeli Pangan Pokok itu bertempat tinggal, menurut peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perdagangan. Bagian Keempat Pengendalian Harga Pasal 52 (1) Pengendalian harga Pangan dilakukan untuk menjaga stabilitas harga Pangan. (2) Pengendalian harga Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan: a. menyejahterakan Petani dan Nelayan; b. menghindari terjadinya gejolak harga Pangan; c. menghadapi keadaan darurat karena bencana atau paceklik yang berkepanjangan; d. mencapai swasembada Pangan; e. menjaga kestabilan harga; dan f. memperhatikan daya beli masyarakat. Pasal 53 (1) Untuk melakukan pengendalian harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), Pemerintah menetapkan jenis Pangan yang berdampak pada inflasi. (2) Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan penyaluran cadangan Pangan Pemerintah. Pasal 54 (1) Pada saat Produksi Pangan melimpah, Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Pangan yang menguntungkan bagi Petani dan Nelayan.

18 -18- (2) Pada saat Produksi Pangan sangat terbatas, Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Pangan yang tidak memberatkan bagi masyarakat. Pasal 55 (1) Pemerintah melakukan pengendalian harga Pangan Pokok untuk menghindari terjadinya gejolak harga. (2) Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengelolaan dan pemeliharaan cadangan Pangan Pemerintah; b. pengaturan dan pengelolaan pasokan Pangan; c. penetapan kebijakan pajak dan/atau tarif; dan d. pengaturan kelancaran distribusi Pangan. Pasal 56 (1) Pemerintah Daerah berwenang menentukan harga indikatif Pangan Lokal melalui penetapan harga minimum regional. (2) Penentuan harga indikatif Pangan Lokal masing-masing daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 57 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian harga Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 56 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Pemasaran Pangan Pasal 58 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan kepada pihak yang melakukan pemasaran Pangan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar setiap pihak mempunyai kemampuan menerapkan tata cara pemasaran yang baik. Pasal 59 (1) Pemasaran Pangan dapat dilakukan melalui promosi Pangan serta penyebarluasan informasi pasar, di tingkat nasional dan/atau internasional. (2) Promosi Pangan di tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar masyarakat lebih menggunakan produk Pangan Lokal. (3) Promosi Pangan di tingkat internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan perolehan devisa di sektor

19 -19- Pangan. Bagian Keenam Konsumsi Pangan Pasal 60 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan konsumsi Pangan masyarakat melalui: a. penetapan dan sosialisasi produk Pangan dan penganekaragaman Pangan; b. penetapan target pencapaian angka konsumsi Pangan per kapita per tahun sesuai dengan standar kesehatan; dan c. penyediaan Pangan yang bermutu dan bergizi seimbang. BAB VI KEAMANAN PANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 61 (1) Keamanan Pangan diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan keyakinan. (2) Keamanan Pangan dilakukan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, tidak terpenuhi standar mutu dan komposisi, serta kedaluwarsa yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pasal 62 (1) Dalam mewujudkan Keamanan Pangan, Pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan. (2) Dalam mewujudkan Keamanan Pangan, produsen Pangan wajib menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pemerintah Daerah wajib mengawasi pelaksanaan penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 63 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan dengan: a. melakukan Sanitasi Pangan; b. melakukan pengawasan terhadap bahan tambahan Pangan;

20 -20- c. melakukan pengawasan terhadap rekayasa genetika dan Iradiasi Pangan; d. menjamin mutu dan melakukan pemeriksaan laboratorium; e. memberikan sertifikasi Mutu Pangan; f. menentukan standar Kemasan Pangan; g. mencantumkan label pada produk Pangan; dan/atau h. mencantumkan jaminan produk halal. Pasal 64 Pemberian sertifikasi Mutu Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf e dilakukan secara bertahap. Bagian Kedua Sanitasi Pangan Pasal 65 (1) Sanitasi Pangan dilakukan terhadap Pangan yang dapat merusak dan membahayakan kesehatan manusia, agar Pangan aman untuk dikonsumsi. (2) Sanitasi Pangan dilakukan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau Peredaran Pangan. (3) Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan standar kebersihan dan kesehatan. (4) Persyaratan standar kebersihan dan kesehatan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. sarana dan/atau prasarana Pangan; b. penyelenggaraan kegiatan; dan c. orang perseorangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan standar kebersihan dan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 66 (1) Setiap orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi penyimpanan, pengangkutan, dan atau Peredaran Pangan, dalam rangka Sanitasi Pangan wajib: a. memenuhi Persyaratan Sanitasi; b. menjamin keamanan dan/atau keselamatan manusia; dan c. menyelenggarakan program pemantauan dan pengawasan secara berkala. (2) Ketentuan mengenai Persyaratan Sanitasi, jaminan keamanan

21 -21- dan/atau keselamatan, dan menyelenggarakan program pemantauan dan pengawasan secara berkala diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 67 Setiap orang wajib mencegah berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan/atau patogen dalam makanan, minuman, peralatan serta bangunan sarana Produksi Pangan yang jika dikonsumsi membahayakan manusia. Pasal 68 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Bagian Ketiga Bahan Tambahan Pangan Pasal 69 Bahan tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam Pangan untuk mempengaruhi sifat, rasa, warna, kandungan gizi, keawetan, dan/atau bentuk Pangan. Pasal 70 (1) Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan untuk diedarkan. (2) Pemeriksaan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan izin peredaran. Pasal 71 (1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, dilarang menggunakan bahan tambahan Pangan melampaui ambang

22 -22- batas maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dapat merusak kesehatan manusia. (2) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang dapat merusak kesehatan manusia diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 72 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Bagian Keempat Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan Paragraf 1 Rekayasa Genetika Pasal 73 (1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, menggunakan bahan baku, menggunakan bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika, harus terlebih dahulu memeriksakan Keamanan Pangan sebelum diedarkan. (2) Pemeriksaan Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk mendapatkan izin peredarannya. (3) Ketentuan mengenai pemeriksaan Keamanan Pangan, persyaratan prinsip penelitian dan pengujian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang dihasilkankan dari proses rekayasa genetika diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 74 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

23 -23- c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Paragraf 2 Iradiasi Pangan Pasal 75 (1) Pengolahan Pangan dapat dilakukan melalui iradiasi dengan metode penyinaran terhadap Pangan, baik dengan menggunakan zat radio aktif maupun akselerator. (2) Iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mencegah terjadinya pembusukan, kerusakan, dan membebaskan Pangan dari jasad renik patogen. Pasal 76 (1) Iradiasi hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian. (2) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan kesehatan, prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin Keamanan Pangan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. (3) Ketentuan mengenai persyaratan kesehatan, prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin Keamanan Pangan, dan kelestarian lingkungan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Kemasan Pangan Pasal 77 (1) Kemasan Pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan, kerusakan, serta membebaskan Pangan dari jasad renik patogen. (2) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan dalam kemasan, wajib menggunakan bahan Kemasan Pangan yang tidak merugikan dan/atau membahayakan kesehatan manusia. Pasal 78 (1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. (2) Pengemasan Pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata

24 -24- cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran. (3) Ketentuan mengenai Kemasan Pangan, tata cara pengemasan Pangan, dan bahan yang dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 79 (1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. (2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut. Pasal 80 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dan Pasal 78 ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Bagian Keenam Standar Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium Pasal 81 (1) Pemerintah menetapkan standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium pada setiap produk Pangan. (2) Setiap pengadaan dan Peredaran Pangan harus dilakukan pengawasan sesuai standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium. (3) Pengadaan Pangan yang dibuat atau dimasukkan untuk diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi standar mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 82 (1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diperdagangkan wajib memenuhi standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium. (2) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar Pangan terlebih

25 -25- dahulu diuji di laboratorium sebelum diedarkan. (3) Pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh dan/atau telah memperoleh akreditasi dari Pemerintah. (4) Ketentuan mengenai standar mutu dan persyaratan pengujian laboratorium diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 83 Setiap orang dilarang memperdagangkan Pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan. Pasal 84 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) dan Pasal 83 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Bagian Ketujuh Gizi Pangan Pasal 85 Gizi Pangan merupakan zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Pasal 86 (1) Pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat. (2) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan, untuk meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan. (3) Dalam hal terjadinya kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat, Pemerintah dapat menetapkan persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan tertentu yang diedarkan. Pasal 87

26 -26- (1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, wajib memenuhi persyaratan tentang gizi yang ditetapkan. (2) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib melaksanakan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku Pangan yang digunakan. Pasal 88 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dikenai sanksi administratif berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Pasal 89 Ketentuan mengenai persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan, persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan dan tata cara pengolahan Pangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan Pangan Tercemar Pasal 90 (1) Setiap orang dilarang mengedarkan Pangan tercemar. (2) Pangan tercemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Pangan yang: a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; b. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan; d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan Pangan tidak layak dikonsumsi manusia; dan/atau e. sudah kedaluwarsa.

27 -27- Pasal 91 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Pasal 92 (1) Pemerintah mengawasi dan mencegah tercemarnya Pangan. (2) Pengawasan dan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menetapkan ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan. (3) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII LABEL DAN IKLAN PANGAN Pasal 93 Pemberian label pada Pangan yang dikemas, agar masyarakat yang membeli dan/atau mengkonsumsi Pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk Pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan/atau mengkonsumsi Pangan. Pasal 94 (1) Ketentuan mengenai label berlaku bagi Pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan (2) Ketentuan label tidak berlaku bagi Perdagangan Pangan yang dibungkus dihadapan pembeli. Pasal 95 (1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia yang dikemas untuk diperdagangkan, wajib mencantumkan label, di dalam, dan/atau di Kemasan Pangan. (2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-

28 -28- kurangnya keterangan mengenai: a. nama produk; b. bahasa dan huruf; c. daftar bahan yang digunakan ; d. berat bersih atau isi bersih; e. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia. f. keterangan tentang halal; g. tanggal dan nomor produksi; h. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; dan i. keterangan asal usul bahan Pangan. Pasal 96 (1) Keterangan pada label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ditulis, dicetak, atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat. (2) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis, dicetak, atau ditampilkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. (3) Penggunaan istilah asing, selain dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan padanannya, atau digunakan untuk kepentingan Perdagangan Pangan ke luar negeri. Pasal 97 Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan. Pasal 98 (1) Setiap label dan/atau iklan tentang Pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai Pangan dengan benar dan tidak menyesatkan. (2) Setiap orang dilarang memberikan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan/atau menyesatkan. (3) Pemerintah mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang Pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan. Pasal 99 (1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa Pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataannya berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.

29 -29- (2) Label tentang Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia. Pasal 100 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dengan kewajiban mengembalikan Pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia ke negara asal. (2) Jika tidak dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda administratif yang dihitung berdasarkan besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk pengembalian pangan ke negara asal. (3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, Pasal 98 ayat (2), dan Pasal 99 ayat (2) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif. (4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa: a. denda administratif; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti kerugian; dan/atau e. pencabutan izin. Pasal 101 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pencantuman label, iklan Pangan, kriteria Pangan Olahan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII SISTEM INFORMASI PANGAN Pasal 102 Sistem informasi Pangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi tentang Pangan. Pasal 103 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi Pangan yang terintegrasi. (2) Sistem informasi sekurang-kurangnya digunakan untuk:

30 -30- a. perencanaan; b. pemantauan dan evaluasi; c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk Pangan; dan d. pertimbangan penanaman modal. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengumumkan harga-harga komoditas Pangan secara nasional. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumuman harga komoditas Pangan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perdagangan. Pasal 104 (1) Sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) dilaksanakan oleh pusat data dan informasi. (2) Pusat data dan informasi wajib melakukan pemutakhiran data dan informasi. (3) Pusat data dan informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pelaku usaha dan masyarakat. (4) Pusat data dan informasi sekurang-kurangnya menyediakan data dan informasi mengenai: a. jenis produk Pangan; b. neraca Pangan; c. letak, luas wilayah, kawasan Produksi Pangan; d. permintaan pasar; e. peluang dan tantangan pasar; f. cadangan Pangan; g. perkiraan produksi; h. perkiraan harga; i. perkiraan pasokan; j. perkiraan musim tanam dan musim panen; k. prakiraan iklim; l. ketersediaan sarana dan prasarana; m. varietas Pangan unggul; n. pemutakhiran data; dan o. kebutuhan pangan setiap daerah. Pasal 105 (1) Pelaku usaha di bidang Pangan wajib memberikan keterangan kepada yang berwenang tentang banyaknya Ketersediaan Pangan yang dimiliki. (2) Untuk mengetahui banyaknya Ketersediaan Pangan, Pemerintah

31 -31- berhak memeriksa gudang-gudang penyimpanan Pangan. BAB IX PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PANGAN Pasal 106 Penelitian dan pengembangan Pangan diarahkan untuk: a. memajukan teknologi sistem budidaya tanaman Pangan yang tahan terhadap perubahan iklim dan hama penyakit; b. menciptakan produk Pangan Lokal yang dapat mensubtitusi Pangan Pokok dengan melihat kesesuaian kandungan vitamin dan zat lain di dalamnya; c. memajukan sistem budidaya tanaman Pangan secara organik yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; dan d. menciptakan produk Pangan yang berdaya saing di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Pasal 107 Penelitian dan pengembangan Pangan wajib dilakukan secara terusmenerus oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, pelaku usaha, dan/atau masyarakat secara sendirisendiri atau dalam bentuk kerja sama. Pasal 108 Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dapat dilakukan di dalam dan di luar negeri, dengan tidak membahayakan kesehatan manusia, merusak keanekaragaman hayati, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pasal 109 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi pemanfaatan dan publikasi hasil penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan Pangan. Pasal 110 (1) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing dapat melakukan penelitian Pangan untuk kepentingannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan penelitian wajib: a. bekerja sama dengan lembaga penelitian dalam negeri; b. melaksanakan alih teknologi dan pengetahuan dalam kegiatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; UU 7/1996, PANGAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal: 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Tentang: PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA r> WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal : 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/99; TLN 3656 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat mendasar

Lebih terperinci

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/1996, PANGAN *9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 Pasal 69 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 1996 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 1996 PERDAGANGAN, PANGAN, PERTANIAN, KESEHATAN, ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656 Menimbang : UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2014 LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : bahwa dalam rangka mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BUPATI TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH

BUPATI TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH SALINAN BUPATI TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEGAL, Menimbang : a. bahwa pangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PANGAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2013 KESEJAHTERAAN. Petani. Perlindungan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR1 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH

RANCANGAN BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR1 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH RANCANGAN BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR1 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN RANCANGAN NOMOR 72 TAHUN 2016, SERI D. 21 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR : 72 Tahun 2016 TENTANG FUNGSI, TUGAS POKOK DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 107, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa Dewan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PETANI DAN KOMODITAS PERTANIAN JAGUNG DAN KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

*40875 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 2004 (28/2004) TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

*40875 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 2004 (28/2004) TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/2004, KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN *40875 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 2004 (28/2004) TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pangan Iradiasi. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 55,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci