ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN PEMBANGUNAN DI ASIA BINTAN BADRIATUL UMMAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN PEMBANGUNAN DI ASIA BINTAN BADRIATUL UMMAH"

Transkripsi

1 1 ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN PEMBANGUNAN DI ASIA BINTAN BADRIATUL UMMAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 2

3 3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Bintan Badriatul Ummah H

4

5 i ABSTRAK BINTAN BADRIATUL UMMAH. Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. Inklusi keuangan saat ini menjadi fokus utama pembangunan dalam sektor keuangan di berbagai negara. Dengan sistem keuangan yang inklusif, masyarakat dapat mengakses jasa keuangan dengan mudah. Meskipun pertumbuhan ekonomi di Asia memiliki tren meningkat, namun masih banyak masyarakat di kawasan Asia yang belum dapat mengakses jasa keuangan. Dengan menggunakan perhitungan Index of Financial Inclusion yang dikembangkan oleh Sarma (2008) maka tingkat inklusi keuangan di suatu negara dapat diketahui, khususnya di Asia. Dari delapan negara yang diteliti dari tahun , Jepang dan Korea Selatan merupakan negara yang memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi yaitu 0.9 dan O.5, sedangkan Pakistan berada di posisi terendah dengan indeks rata-rata sebesar 0.1. Dengan demikian akses dan pelayanan jasa keuangan di Jepang dan Korea lebih baik dibandingkan dengan Negara lain dalam penelitian. Regresi Tobit digunakan untuk melihat faktor pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan. Hasil yang diperoleh adalah tingkat pendapatan per kapita dan jumlah populasi di desa memengaruhi inklusi keuangan. Sedangkan pengangguran tidak signifikan memengaruhi inklusi keuangan. Kata kunci: inklusi keuangan, pembangunan ABSTRACT BINTAN BADRIATUL UMMAH. Correlation Analysis Financial Inclusion and Development in Asia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO. Financial inclusion recently has become the main focus of development in financial sector in various country. People can access financial services easily by inclusiveness in financial system. Despite economic growth has positive trend in Asia, there are Asian population who could not access financial services. Financial inclusion can be measured by Index of Financial Inclusion that has been developed by Sarma (2008). This paper observe eigth countries in Asia from Japan and South Korea are the country that has the highest index of financial inclusion that is 0.9 and 0.5 respectively, while Pakistan that has the lowest index that is 0.1. Thus, financial system in Japan and South Korea more inclusive than other countries. This study uses Tobit Regression to determine development idicators that influence index of financial inclusion. The result is GDP per capita and rural population influnce index of financial inclusion. While unemployment doesn t affect financial inclusion. Keyword : Financial inclusion, development

6 ii ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN PEMBANGUNAN DI ASIA BINTAN BADRIATUL UMMAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7 iii

8 iv Judul Skripsi : Analisis Keterkaiitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia Nama : Bintan Badriatul Ummah NIM : H Disetujui oleh Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 v PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah, Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis keterkaitan inklusi keuangan dengan pembangunan serta menganalisis indikator pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan di kawasan Asia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, yakni Bapak Sulaeman dan ibu Patonah, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Iman Sugema, M.Ec selaku dosen penguji utama dan Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini; Para dosen, staff dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi; Teman-teman satu bimbingan Fikria Ulfa Wardani, Dea Rizki, dan Niki Nurhayati yang telah menjadi partner diskusi dalam penyusunan skripsi ini; Sahabat penulis Indah Rizki Anugrah, Evanti Andriani, dan Nidaa Nazaahah yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis; Serta teman-teman Ilmu Ekonomi 46 yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis; serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Bintan Badriatul Ummah

10 vi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 Ruang Lingkup Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Konsep Inklusi Keuangan... 4 Akses terhadap Jasa Keuangan... 5 Index Of Financial Inclusion (IFI)... 6 Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan... 7 Penelitian Terdahulu... 7 Kerangka Pemikiran... 8 Hipotesis... 9 METODE... 9 Jenis dan Sumber Data... 9 Metode Analisis Data Index of Financial Inclusion (IFI) Model Regresi Tobit HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi Inklusi Keuangan Penetrasi Perbankan Ketersediaan Jasa Perbankan Penggunaan Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara Pengaruh Pembangunan terhadap Inklusi Keuangan SIMPULAN DAN SARAN... 22

11 vii Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP... 34

12 viii DAFTAR TABEL 1 Data, Satuan, dan Sumber Data 9 2 Sebaran setiap Dimensi 12 3 Dimensi dalam Perhitungan IFI 12 4 Indikator Pembangunan yang Memengaruhi Inklusi Keuangan 14 5 Hasil Estimasi Regresi Tobit 20 6 Hasil Estimasi Regresi Tobit tanpa GDP per Kapita 21 DAFTAR GAMBAR 1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara Asia, Amerika Serikat, dan Eropa Tahun (persen) 1 2 Akses Terhadap Jasa Keuangan Tahun 2011 di Beberapa Negara Asia 2 3 Akses terhadap Jasa Keuangan 6 4 Kerangka Pemikiran 8 5 Penjelasan Grafik dari 3 Dimensi IFI 11 6 Rata-rata Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 orang dewasa dari tahun Rata-rata Jumlah Cabang Bank Komersial per orang dewasa dari tahun Rata-rata Jumlah Pinjaman dari Bank Komersial dan Jumlah Deposit di Bank Komersial (% terhadap GDP) dari tahun Index of Financial Inclusion Jepang dan Korea Selatan dari Tahun Index of Financial Inclusion Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan India dari Tahun Index of Financial Inclusion Pakistan dari Tahun Rata- rata GDP Per Kapita Tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan 25 2 Hasil Pengolahan Regresi Tobit 27 3 Hasil Pengolahan Regresi Tobit Tanpa GDP per Kapita 28 4 Distribusi Data setiap Dimensi 29 5 Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 Populasi Dewasa dari Tahun Jumlah Cabang Bank Komersial per Populasi Dewasa 31 7 Outstanding Loans from Commerial Banks (% of GDP) 32 8 Outstanding Deposits with Commercial Banks (% of GDP) 33

13 ix

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang mengalami pergeseran dari barat ke timur, khususnya Asia. Perekonomian negara-negara di Asia semakin menguat saat negara-negara barat mengalami krisis. Saat terjadi krisis ekonomi global tahun 2008/2009 di Amerika Serikat, beberapa negara di Asia justru mengalami pertumbuhan. Menurut International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2012 emerging market, seperti negara berkembang di Asia, akan terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Dampak krisis dapat diperkecil selain karena sifat eksternalitas krisis, sebagian besar perekonomian di Asia Timur telah mengambil pelajaran setelah Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dengan memperkuat fundamental ekonomi, didukung kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah yang lebih baik (Raz 2012) Cina Indonesia India Thailand Amerika Serikat Eropa Sumber : World Bank, 2013 (diolah) Gambar 1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara Asia, Amerika Serikat, dan Eropa Tahun (persen) Menurut Kepala Ekonom ADB (2012) 1, negara-negara berkembang di Asia akan mencapai angka pertumbuhan sebesar 6.0 persen pada tahun 2012 dan 6.6 persen pada tahun Faktor utama pertumbuhan di Asia didukung oleh tingkat konsumsi yang sangat besar di Asia Tenggara dan adanya pemulihan ekonomi ringan di Cina. Dalam setahun terakhir, negara-negara di kawasan Asia justru menunjukkan perkembangan positif di tengah perlambatan ekonomi global. Cina, India, dan Indonesia tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonominya 1 Dalam

16 2 masing-masing dengan kekuatan konsumsi domestik. Salah satu faktor tingginya tingkat konsumsi yang terjadi di Cina, India, dan Indonesia adalah jumlah populasi negara tersebut hampir setengah dari penduduk di dunia, yaitu sekitar 2,8 miliar penduduk atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk dunia (World Bank 2013). Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi salah satunya didukung oleh sektor keuangan baik perbankan maupun non-bank. Pembangunan sektor perbankan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Cheng dan Degryse 2006). Sektor perbankan merupakan lembaga intermediasi antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan modal. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dapat meningkatkan keadaan konsumen yang memungkinkan untuk melakukan pembelian lebih baik (Mishkin 2008). Meskipun perekonomian terus menguat, namun masih banyak masyarakat beberapa negara di Asia yang belum dapat mengakses jasa keuangan terutama perbankan. Berdasarkan data dari World Bank (2013), kurang dari 20 persen masyarakat Pakistan dan Indonesia memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Berbeda dengan Jepang dan Korea yang dua per tiga masyarakatnya memiliki akses terhadap jasa keuangan. Selain jumlah rekening, proporsi jumlah orang menabung dan meminjam di negara high income dan upper middle income juga lebih banyak daripada negara lainnya. Pakistan India Korea, Rep. Japan Thailand Philippines Loan in the past year (% age 15+) Saved any money in the past year (% age 15+) Account at a formal financial institution (% age 15+) Malaysia Indonesia Sumber : World Bank, Global Financial Index (2013) Gambar 2 Akses Terhadap Jasa Keuangan Tahun 2011 di Beberapa Negara Asia Kelompok masyarakat belum dapat menjangkau jasa keuangan khususnya perbankan, atau yang disebut dengan unbankable people, dikarenakan masih terdapat hambatan untuk mengaksesnya. Menurut Beck et al (2008), hambatan terhadap akses perbankan dapat disebabkan oleh model bisnis bank itu sendiri, posisi pasar, tingkat kompetisi yang dihadapi, kondisi makroekonomi, serta perjanjian dan peraturan yang dijalankan. Selain di karenakan kondisi pasar sektor

17 3 perbankan, hambatan terhadap akses perbankan juga dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi lembaga keuangan dan produk yang ditawarkan perbankan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpendapatan rendah. Perumusan Masalah Hasil kesepakatan dalam KTT negara G-20 menetapkan inklusi keuangan (financial inclusion) sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di negara-negara anggotanya. Negara yang memiliki masalah terkait kemiskinan berupaya untuk menciptakan sistem keuangan yang inklusif. Hal ini menjadikan inklusi keuangan salah satu fokus pembangunan di sektor keuangan diberbagai negara karena sistem keuangan yang baik dapat mendorong pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan (Kunt et al 2008). Tersedianya layanan jasa keuangan dan kemudahan dalam mengakses jasa keuangan merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan peran sektor keuangan di suatu negara. Akses jasa keuangan dipengaruhi oleh hambatanhambatan yang dikategorikan ke dalam hambatan sosial ekonomi, makroekonomi, karakteristik bank, institusi, dan regulasi (Sunani 2010). Namun, dalam satu kawasan ekonomi seperti Asia tingkat pertumbuhan ekonomi beragam. Terdapat gap antara pertumbuhan di negara berkembang dengan pertumbuhan di negara maju. Hal ini pula yang menunjukkan bahwa peranan sektor keuangan di setiap negara berbeda. Sektor keuangan merupakan inti dari proses pembangunan (Kunt et al 2008). Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dapat menyediakan produk bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang beragam. Dengan adanya inklusi keuangan --kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap akses jasa keuangan-- memberikan keuntungan bagi masyarakat miskin atau kelompok lain yang tidak dapat mengakses jasa keuangan. Tanpa inklusi keuangan, masyarakat miskin harus mengandalkan tabungan mereka yang terbatas untuk investasi pendidikan serta pengusaha kecil harus mengandalkan laba mereka untuk meneruskan usaha. Hal ini akan mengakibatkan kesenjangan pendapatan tidak berkurang dan pertumbuhan ekonomi yang lambat (Allen et al 2012). Inklusi keuangan merupakan topik menarik untuk dikaji karena isu yang berkembang saat ini apakah negara-negara maju yang memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi menjamin ketersediaan dan kemudahan akses terhadap layanan jasa keuangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan sistem keuangan yang inklusif dengan pembangunan di suatu negara. Berdasarkan uraian singkat diatas, ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimana perbandingan tingkat inklusi keuangan di negara-negara Asia saat ini? 2) Indikator pembangunan apa yang dapat mempengaruhi inklusi keuangan?

18 4 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kondisi sosial ekonomi dan inklusi keuangan di Asia. Namun, secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu: 1) Menjelaskan perbandingan tingkat inklusi keuangan di negara-negara Asia saat ini, 2) Menganalisis indikator pembangunan yang dapat memengaruhi inklusi keuangan. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat member manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan maupun program dalam rangka mewujudkan sistem keuangan yang inklusif, 2) Bagi pelaku di sektor keuangan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menciptakan sistem keuangan yang inklusif, 3) Bagi masyarakat dan akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta informasi mengenai inklusi keuangan dan dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian lebih lanjut. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi indikator-indikator pembangunan yang diduga dapat mempengaruhi inklusi keuangan di kawasan Asia dari tahun Negara-negara yang diteliti adalah delapan negara di Asia yaitu empat negara kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand), dua negara Asia Timur (Jepang dan Korea Selatan), dan dua negara Asia Selatan (India dan Pakistan). Sedangkan negara lain yang juga masuk ke dalam kawasan Asia belum dapat diteliti karena keterbatasan akses data terhadap peubah yang akan digunakan. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Inklusi Keuangan Konsep inklusi keuangan muncul setelah adanya konsep financial exclusion. Leyshon dan Thrift (1995) mendefinisikan financial exclusion sebagai sebuah proses yang melayani untuk mencegah kelompok sosial dan individu dari memperoleh akses terhadap sistem keuangan formal.

19 5 Berdasarkan European Commision (2008), Financial exclusion merupakan sebuah proses dimana orang menghadapi kesulitan dalam mengakses dan/atau menggunakan jasa keuangan dan produk di pasar pada umumnya yang sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga mereka tidak dapat menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat di tempat mereka berada. Sedangkan National Australian Bank Report (2011) mendefinisikan Financial exclusion itu terjadi saat individu tidak dapat mengakses jasa keuangan dan produk yang tepat dan terjangkau jasa utama dan produk adalah rekening untuk transaksi, asuransi, dan kredit jumlah sedang. Menurut Allen et al (2012), financial exclusion dapat disebabkan oleh adanya kegagalan pasar. Kegagalan pasar tersebut diantaranya informasi tidak sempurna, pasar yang tidak kompetitif, kelemahan dalam contractual environment, serta buruknya infrastruktur fisik. Definisi terkait financial exclusion menekankan pada sulitnya akses terhadap jasa keuangan. Sehingga berbagai peneliti mendefinisikan financial inclusion sebagai kebalikan dari financial exclusion. Menurut Sarma (2008) financial inclusion adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan dalam akses, ketersediaan, dan manfaat dari sistem keuangan formal bagi seluruh pelaku ekonomi. Menurut United Nation (2006) tujuan yang ingin dicapai dari keuangan yang inklusif, yaitu: a) Akses dengan biaya yang rasional bagi seluruh rumah tangga dan pengusaha terhadap berbagai jasa keuangan yang bankable, termasuk tabungan, kredit jangka pendek dan panjang, sewa guna usaha dan anjak piutang, hipotek, asuransi, pensiun, pembayaran, transfer dan remitansi. b) Kelembagaan yang sehat, dipandu oleh sistem manajemen internal yang tepat, standar kinerja industri, dan pengawasan kinerja oleh pasar, misalnya oleh peraturan kehati-hatian yang sehat. c) Kesinambungan finansial dan kelembagaan sebagai sarana untuk memberikan akses terhadap layanan keuangan dari waktu ke waktu. d) Pelayanan jasa keuangan dapat dilakukan oleh penyelenggara di manapun, sehingga biaya akan lebih efektif dan berbagai alternatif produk dapat ditawarkan kepada pelanggan (penyedia jasa dapat berupa gabungan pihak swasta, non-profit, dan publik). Akses terhadap Jasa Keuangan Masyarakat miskin dan berpendapatan rendah juga membutuhkan akses terhadap jasa keuangan untuk menjalani kehidupan dan mengelola usaha yang dijalankan. Namun, terkadang produk yang ditawarkan oleh jasa keuangan, khusunya lembaga keuangan formal, tidak sesuai dengan yang mereka butuhkan. Hal ini mengakibatkan mereka tidak dapat mengakses jasa keuangan yang layak. Selain dari sisi penawaran, permasalahan dari sisi permintaan terkait norma dan budaya, jenis kelamin, usia, pemahaman, tempat tinggal, tingkat pendapatan, jenis

20 6 pekerjaan, dan kepercayaan terhadap lembaga keuangan juga menjadi hambatan dalam mengakses jasa keuangan (UN 2006). Tidak semua populasi dapat mengakses jasa keuangan. Hal ini dapat dikarenakan mereka tidak membutuhkan atau ada alasan lain tidak ingin menggunakan jasa keuangan. Namun, ada kelompok rumah tangga dan perusahaan yang ingin menggunakan tetapi tidak dapat mengakses jasa tersebut, atau disebut involuntary exclusion, karena beberapa hambatan. Hambatan tersebut diantaranya dapat berupa pendapatan yang tidak mencukupi; adanya diskriminasi terhadap kelompok tertentu berdasarkan sosial, agama, atau etnis; biaya untuk menjangkau populasi tertetntu terlalu mahal untuk komersial; serta produk yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan (Kunt 2008). Population User of formal financial services non-user of formal financial services voluntary selfexclusion No need cultural / religious reasons not to use / indirect access insufficient income / high risk involuntary exclusion Discrimination contractual / informational framework Access to Financial services No access to Financial services price / product features Sumber : dalam Kunt (2008) Gambar 3 Akses terhadap Jasa Keuangan Index Of Financial Inclusion (IFI) Inklusi keuangan sebuah negara dapat diukur dengan indeks inklusi keuangan atau Index of Financial Inclusion (IFI). Beberapa peneliti mengukur inklusi keuangan dengan menghitung proporsi dari populasi dewasa atau rumah tangga yang memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Perhitungan IFI yang dikembangkan oleh Sarma (2008) berdasarkan tiga dimensi, yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan. a. Penetrasi Perbankan Sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin. Oleh karena itu sistem keuangan harus menjangkau secara luas diantara penggunanya. Ukuran populasi bank, misalkan proporsi populasi

21 7 yang memiliki rekening di bank adalah sebuah ukuran dari penetrasi perbankan. Penetrasi perbankan merupakan indikator utama dalam inklusi keuangan. b. Ketersediaan jasa keuangan Dalam sistem keuangan yang inklusif, jasa keuangan harus tersedia bagi semua pengguna. Indikator ketersediaan ini adalah jumlah outlet (kantor cabang, ATM, dll). Ketersediaan jasa dapat diindikasikan dengan jumlah cabang lembaga keuangan atau jumlah ATM (Aoutomatic Teller Machine). Saat ini ATM memiliki peranan yang cukup penting bagi jasa perbankan dalam melayani nasabahnya. Selain memberikan kemudahan dalam mengambil uang tunai, ATM juga dapat digunakan untuk pembayaran. Dengan adanya kantor cabang dan ATM, masyarakat dengan mudah menjangkau jasa keuangan. Selain ATM, di beberapa negara telah menggunakan mobile bangking dan internet banking dalam melayani nasabahnya. c. Kegunaan Meskipun memiliki akses terhadap jasa keuangan, masih terdapat sekelompok orang belum dapat memanfaatkan keberadaan jasa keuangan. Hal tersebut dapat dikarenakan beberapa alasan diantaranya, jauhnya outlet bank atau memiliki pengalaman buruk dengan penyedia jasa. Oleh karena itu, memiliki rekening tidak cukup untuk menunjukkan sistem keuangan yang inkusif, namun juga harus dapat digunakan. Kegunaan tersebut diantaranya dapat dalam bentuk kredit, deposit, pembayaran, remitansi, dan transfer. Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan Berdasarkan besar GNI per kapita negara di dunia dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori (World Bank 2013), yaitu: 1) Low Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita kurang dari $1.035 US. 2) Lower-middle-income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita $1.306 $4.085 US. 3) Upper-Middle-Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita $4.086 $ US. 4) High Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita diatas $12,616. Negara lower-middle-income dan upper-middle-income dikategorikan ke dalam negara yang sedang berkembang (developing country). Negara-negara ini masih dalam tahap proses pembangunan dimana tujuan pembangunan belum tercapai seluruhnya. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian Sarma dan Pais (2012) terkait inklusi keuangan dan pembangunan dengan menggunakan metode OLS, tingkat pembangunan manusia

22 8 dan inklusi keuangan memiliki hubungan positif. Negara yang memiliki GDP per kapita rendah, kesenjangan pendapatan yang tinggi, tingkat melek huruf dan urbanisasi yang rendah menunjukkan rendahnya jaminan dalam mengakses sektor keuangan. Ketersediaan informasi yang dicerminkan oleh panjang jalan, penggunaan telepon dan internet juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan inklusi keuangan. Dari variabel perbankan, proporsi non performing assets dan capital asset ratio (CAR) memiliki hubungan negatif dengan inklusi keuangan. Sedangkan kepemilikan asing maupun pemerintah di sektor perbankan, dan suku bunga tidak memiliki keterkaitan dengan inklusi keuangan. Berdasarkan penelitian secara analisis empiris baik pada tingkat perusahaan, industri, rumah tangga, maupun perbandingan antar negara, yang dilakukan oleh Levine (1997), terdapat hubungan positif antara fungsi sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sistem keuangan dibentuk oleh pembangunan di sektor non-keuangan. Perkembangan dalam telekomunikasi, teknologi komputer, kebijakan di sektor non-finansial, institusi dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri memengaruhi kualitas jasa keuangan dan struktur sistem keuangan. Kerangka Pemikiran Negara di Asia Inklusi Keuangan Pembangunan Penetrasi Perbankan, Jangkauan layanan perbankan, Penggunaan Pendapatan per kapita, Tingkat pengangguran, Populasi penduduk desa IFI Regresi Tobit Gambar 4 Kerangka Pemikiran

23 9 Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Negara yang termasuk ke dalam kelompok negara maju (high income) memiliki sistem keuangan yang inklusif dibandingkan dengan negara lainnya dalam penelitian. 2. Pendapatan per kapita diharapkan berpengaruh posistif terhadap inklusi keuangan. Karena semakin besar pendapatan seseorang, semakin besar pula kesempatan mengakses jasa keuangan. Sedangkan jumlah populasi di desa dan tingkat pengangguran diharapkan berpengaruh negatif terhadap inklusi keuangan. Pada umumnya kondisi pedesaan masih memiliki kekurangan terutama dalam perekonomian. Kondisi infrastruktur juga tidak lebih baik dari perkotaan. Oleh karena itu, semakin banyak penduduk di desa, semakin banyak pula orang yang sulit dalam mengakses jasa keuangan. Orang yang bekerja memiliki kesempatan untuk mengakses jasa keuangan. Seseorang yang menerima upah dapat melalui lembaga keuangan. Oleh karena itu, semakin sedikit tingkat pengangguran, semakin sedikit pula orang yang tidak dapat mengakses jasa keuangan. METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, World Development Indicator dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Financial Access Survey dari IMF. Tahun yang dijadikan dasar analisis adalah tahun Peubah yang akan digunakan adalah jumlah sebagai berikut: Tabel 1 Data, Satuan, dan Sumber Data Peubah Satuan Sumber Jumlah rekening deposit di bank komersial Unit IMF per 1000 populasi dewasa Jumlah cabang dari bank komersial per Unit IMF populasi dewasa Outstanding loans from commercial banks Persen IMF (% terhadap GDP) Outstanding deposits with commercial banks Persen World Bank (% terhadap GDP) GDP per kapita (konstan US$ tahun 2000) US dollar World Bank Jumlah populasi di desa (% total) persen World Bank Tingkat pengangguran persen ADB

24 10 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan inklusi keuangan di berbagai negara. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan adalah metode analisis Index of Financial Inclusion (IFI) dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan metode regresi tobit dengan menggunakan STATA 11. Metode Index of Financial Inclusion (IFI) yang telah dikembangkan oleh Sarma (2008) digunakan untuk mengukur tingkat inklusi keuangan di masing-masing negara. Sedangkan metode regresi tobit akan digunakan untuk mengetahui indikator pembangunan yang mempengaruhi inklusi keuangan. Index of Financial Inclusion (IFI) Indeks inklusi keuangan atau dalam bahasa inggris index of financial inclusion (IFI) merupakan ukuran untuk tingkat iklusi keuangan. Indeks inklusi keuangan mencakup tiga dimensi. Indeks dari setiap dimensi,, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 1 : bobot untuk dimensi i, 0 1 : nilai terkini dari peubah i : nilai minimum (batas bawah) dari peubah i : nilai maksimum (batas atas) dari peubah i Persamaan (1) akan menghasilkan nilai 0 < < 1. Semakin tinggi nilai d i, semakin tinggi pula perolehan negara di dimensi i. jika terdapat n dimensi dari inklusi keuangan yang dihitung, maka perolehan suatu negara dari dimensi tersebut direpresentasikan dengan titik X = (d 1,d 2,d 3,,d n ) pada ruang n-dimensi. Dalam ruang n-dimensi, titik O = (0,0,0,,0) menunjukkan titik kondisi inklusi yang buruk, sedangkan titik W = (w 1,w 2,w 3,,w n ) menunjukkan kondisi yang ideal dalam setiap dimensi. Letak titik X, O, dan W merupakan faktor penting dalam mengukur tingkat inklusi keuangan suatu negara. Semakin besar jarak antara titik O dengan titik X, semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangan. Semakin kecil jarak antara titik X dengan titik W, semakin tinggi tingkat inklusi keuangan. Kedua jarak tersebut dinormalisasi dengan jarak antara W dan O agar nilainya antara 0 dan 1. Oleh karena itu, nilai IFI akan berada antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks, sistem keuangan semakin inklusif. Jika jarak antara titik O dengan titik X dilambangkan dengan X 1, yaitu: 2

25 11 dan jarak antara titik X dengan titik W dilambangkan dengan X 2, 1 3 Maka nilai IFI adalah rata-rata keduanya, Jika digambarkan ke dalam ruang tiga dimensi, maka IFI adalah sebagai berikut: Availability (A) (0,w 2,0) 1 - X 2 X(p,a,u) W (w 1,w 2,w 3 ) Usage (U) a X 1 (0,0,w 3 ) u p (w 1,0,0) 1 X 1 X Sumber: dalam Sarma (2012) Penetration (P) Gambar 5 Penjelasan Grafik dari 3 Dimensi IFI Nilai IFI berada di antar 0 dan 1. Jika diasumsikan seluruh dimensi memiliki bobot yang sama besar, maka masing-masing dimensi memiliki bobot sebesar 1. Memiliki bobot yang sama artinya setiap dimensi memiliki peranan yang sama dalam menentukan tingkat inklusi keuangan. Dalam perhitungan IFI, dibutuhkan nilai tetap dari M i (batas atas) dan m i (batas bawah) untuk setiap dimensi. Agar dapat membandingkan IFI antar tahun dan negara, batas atas maupun batas bawah harus dijadikan nilai tetap. Batas bawah setiap dimensi dalam penelitian ini adalah 0. Sedangkan untuk menentukan batas atas setiap peubah, ditentukan oleh sebaran masing-masing peubah.

26 12 Dimensi Tabel 2 Sebaran setiap Dimensi Jumlah Standar Rataan Observasi Deviasi Minimum Maximum Penetrasi Perbankan Ketersediaan Jasa Perbankan Kegunaan Berdasarkan distribusi data di atas, penetrasi perbankan memiliki nilai maksimum Dengan pertimbangan nilai distribusi tersebut, batas atas untuk perhitungan dimensi penetrasi perbankan dibulatkan menjadi sebesar 8000 (rata-rata setiap orang dewasa memiliki 8 rekening). Pembulatan ke atas juga dilakukan untuk menentukan bbatas atas setiap dimensi. Untuk ketersediaan jasa perbankan batas atasnya adalah 35 (dari populasi dewasa dilayani oleh 35 cabang bank) dan kegunaan adalah 118 (rata-rata deposit dan pinjaman sebesar 118 persen terhadap GDP). Berikut adalah rangkuman dari seluruh dimensi yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 3 Dimensi dalam Perhitungan IFI Dimensi Penetrasi Ketersediaan Perbankan Jasa keuangan Kegunaan Indikator Jumlah rekening Jumlah cabang Proporsi kredit deposit di bank dari bank per dan tabungan per 1000 populasi 1000 populasi terhadap GDP dewasa Bobot (w i ) Nilai Minimum (m i ) 0* 0* 0* Nilai Maksimum (M i ) *dalam penelitin Sarma (2013) Dengan bobot yang telah diberikan, di ruang tiga deminsi dapat ditunjukkan letak titik negara K(p k, a k, u k ), dimana 0 p k 1, 0 a k 1, dan 0 u k 1. Indeks dari inklusi keuangan dari negara K dapat dihitung dengan: Hasil dari perhitungan IFI merupakan perbandingan relatif antar negara. Karena penentuan batas atas dan batas bawah hanya dari distribusi data yang diobservasi yaitu 8 negara selama 8 tahun, maka nilai IFI hanya menunjukkan perbandingan inklusi keuangan antar 8 negara selama 8 tahun. Hasil perhitungan

27 13 mungkin saja berbeda jika jumlah negara dan tahun yang diobservasi juga ditambah. Model Regresi Tobit Hayashi (2000) menjelaskan bahwa regresi Tobit disebut juga regresi tersensor, hal ini dikarenakan variabel dependen dari regresi tobit nilainya berada pada rentang tertentu. Berikut model tobit secara umum :, 1,2,, 6 Dimana ε t x t menyebar N(0,σ 0 2 ) dan {Y t, X t } (t = 1,2,,n). Model tobit juga dapat juga ditulis: max, 7 Dalam mengestimasi variabel dengan menggunakan model tobit digunakan metode Maximum Likelihood Estimation (Hansen, 2004). Untuk menentukan likelihood, variabel tersensor yang diobservasi memiliki probabilitas: Φ Tujuan utama dari pembentukan model adalah untuk memilih variabel yang sesuai dan memberikan hasil yang terbaik dalam menjelaskan masalah yang dihadapi. Semakin banyak variabel yang masuk kedalam model, maka semakin kompleks model yang dihasilkan. Begitu juga semakin banyak variabel prediktor yang diperlukan untuk menduga respon. Hal ini diatasi dengan menyeleksi variabel yang masuk ke model secara bertahap agar didapatkan model yang layak digunakan. Sarma dan Pais (2012) dalam penelitiannya mencoba untuk menganalisis hubungan inklusi keuangan dengan pembangunan antar negara di dunia. Dari hasil perhitungan korelasi antara indeks inklusi keuangan dengan indeks pembangunan manusia, yang merupakan ukuran pembangunan, terdapat hubungan yang cukup erat dengan nilai korelasi Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa negara yang memiliki tingkat pembangunan manusia yang tinggi juga memiliki tingkat inklusi keuangan yang tinggi. Dalam penelitiannya juga dilakukan analisis indikator pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam penelitian tersebut dengan peubah terikat merupakan transformasi logit dari IFI:

28 14 ln IFI 1 IFI 8 Bentuk umum persamaan regresinya adalah: 9 Besarnya perubahan Y akibat X i berubah adalah: exp 1 exp 10 Dimana X i adalah indikator pembangunan yang diduga memengaruhi inklusi keuangan. Di dalam penelitian, indikator pembangunan yang diduga memengaruhi inklusi keuangan dibagi kedalam tiga bagian yaitu, sosial ekonomi, infrastruktur fisik, dan sektor perbankan. Masing-masing sub-indikator di regresikan dengan peubah terikat transformasi logit dari IFI. Tabel 4 Indikator Pembangunan yang Memengaruhi Inklusi Keuangan Indikator Sosial Ekonomi Infrastuktur Sektor perbankan Variabel dan satuan GDP per kapita Jumlah penduduk di atas 15 tahun (persen) Tingkat pengangguran (persen) Jumlah penduduk desa (persen) Koefisien Gini Panjang jalan yang diaspal Jumlah telepon per 1000 populasi Jumlah koran harian per 1000 populasi Jumlah radio per 1000 populasi Jumlah televisi kabel per 1000 populasi Jumlah komputer pribadi per 1000 populasi Jumlah pengguna internet per 1000 populasi Non performing Asset Capital Asset Ratio Share bank asing terhadap total aset sektor perbankan Share bank asing terhadap total aset sektor perbankan Suku bunga riil yang berlaku dalam perekonomian Karena keterbatasan dalam mengakses data, indikator pembangunan yang diduga memengaruhi inklusi keuangan yang dianalisis dalam penelitian ini hanya

29 15 indikator sosial ekonomi. Berlandaskan penelitian yang telah dilakukan oleh Sarma dan Pais, model regresi dalam penelitian ini adalah: ln _ unemp ruralpop ε 11 Dengan IFI [0,1] Dimana : IFI it Ln_GDP it Unemp it Ruralpop it E it = index of financial inclusion negara i tahun ke t = nilai logaritma natural GDP per kapita negara i tahun ke t = tingkat pengangguran (persen) negara i tahun ke t = jumlah penduduk di pedesaan (persen) negara i tahun ke t = error term HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi Inklusi Keuangan Penetrasi Perbankan Sebuah sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin, oleh karena itu sistem keuangan yang inklusif harus menjangkau secara luas di antara pengguna. Proporsi dari populasi yang memiliki rekening bank merupakan sebuah ukuran untuk penetrasi perbankan. Salah satu variabel yang dapat mencerminkan ukuran ini adalah jumlah rekening deposit di bank komersial per 1000 orang dewasa. Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara yang memiliki tingkat penetrasi perbankan tertinggi dibandingkan dengan 6 negara Asia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kedua negara tersebut telah mengenal sistem perbankan indonesia malaysia filipina thailand jepang korea india pakistan Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (diolah) Gambar 6 Rata-rata Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 orang dewasa dari tahun

30 16 Jumlah rekening deposit di negara berpendapatan tinggi, cenderung konstan yaitu sekitar 7400 per tahun di Jepang dan 4300 per tahun di Korea Selatan. Jumlah ini jauh berbeda dengan negara yang sedang berkembang seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, India dan Pakistan yang jumlah rekening depositnya masih di bawah Selain Malaysia, kelima negara lainnya jumlah rekening deposit terus megalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan di negara yang sedang berkembang terdapat perbaikan dalam pembangunan sektor perbankan sehingga masyarakat semakin mengenal sistem perbankan. Ketersediaan Jasa Perbankan Selain penetrasi perbankan, ukuran lain dalam sistem keuangan yang inklusif adalah ketersediaan jasa perbankan. Ukuran ini menggambarkan jangkauan jasa perbankan sehingga di mana pun masyarakat berada dapat mengakses jasa keuangan. Indikator dari ketersediaan jasa perbankan adalah jumlah outlet (baik itu kantor, kantor cabang, ATM, dan sebagainya). Dalam penelitian ini, ketersediaan jasa perbankan diukur dengan jumlah cabang bank komersial per orang dewasa. Tidak jauh berbeda dengan penetrasi perbankan, Jepang dan Korea Selatan memiliki jangkauan jasa keuangan yang relatif lebih luas dibandingkan 6 negara Asia lainnya. Tidak seperti Pakistan dimana orang dari populasi dewasa hanya dapat terlayani oleh 3 bank indonesia malaysia filipina thailand jepang korea india pakistan Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (diolah) Gambar 7 Rata-rata Jumlah Cabang Bank Komersial per orang dewasa dari tahun Di negara Jepang, jumlah cabang dari bank komersial cenderung konstan dari tahun 2006 sampai Sedangkan di Korea Selatan, meskipun mengalami penambahan setiap tahunnya, namun tidak sukup besar. Hal ini menunjukkan pembangunan fisik akses di sektor perbankan, khususnya dalam penambahan jumlah kantor cabang di negara maju tidak lagi dilakukan. Selain itu, tidak ada penambahan kantor cabang dapat mencerminkan adanya perkembangan teknologi. Untuk menjangkau seluruh masyarakat, perbankan di negara maju juga

31 17 menggunakan sistem mobile banking dan internet banking. Sehingga untuk melakukan transaksi, nasabah tidak perlu datang ke bank terdekat. Berbeda dengan jumlah cabang dari bank komersial negara yang sedang berkembang, khususnya negara lower middle income dan low income, yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut mencerminkan bahwa di negara-negara tersebut masih dilakukan pembangunan fisik dalam akses perbankan. Jumlah kantor cabang yang terus bertambah juga menunjukkan bahwa perkembangan teknologi perbankan belum sebaik di negara maju. Penggunaan Memiliki rekening di bank tidaklah cukup untuk menunjukkan sistem keuangan yang inklusif. Keberadaan jasa keuangan pun harus memiliki cukup manfaat bagi masyarakat. Manfaat bagi masyarakat dapat dalam berbagai bentuk, untuk kredit, deposito, pembayaran, remitansi, transfer, dan lain-lain. Oleh karena itu, penggunaan harus dimasukkan ke dalam pengukuran sistem keuangan yang inklusif. Dalam penelitian ini, penggunaan dilihat dari proporsi jumlah pinjaman dan deposit oleh rumah tangga dan perusahaan terhadap GDP Indonesia Malaysia Filipina Thailand Korea Selatan Jepang India Pakistan Outstanding loans from commercial banks (% of GDP) Outstanding deposits with commercial banks (% of GDP) Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (Diolah) Gambar 8 Rata-rata Jumlah Pinjaman dari Bank Komersial dan Jumlah Deposit di Bank Komersial (% terhadap GDP) dari tahun Salah satu kegunaan dari sistem keuangan oleh IMF diproksikan dalam beberapa indikator diantaranya adalah proporsi jumlah pinjaman dan deposit di bank komersial terhadap GDP. Baik deposit maupun pinjaman ini digunakan oleh rumah tangga dan pengusaha. Selain Thailand dan Korea Selatan, rata-rata jumlah deposit di bank komersial lebih besar dari rata-rata jumlah pinjaman di bank komersial dari tahun Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pinjaman di bank komersial di kedua negara tersebut belum banyak dibayarkan baik oleh rumah tangga maupun pengusaha.

32 18 Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara Perkembangan sektor perbankan berbeda di setiap negara. Pembangunan sektor perbankan di negara maju lebih cepat dibandingkan dengan negara berkembang. Hal ini dapat dilihat dari setiap dimensi yang membentuk indeks inklusi keuangan di negara-negara maju nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang. Perbedaan nilai di setiap dimensi mengakibatkan indeks inklusi keuangan di negara-negara tersebut juga berbeda Jepang Korea selatan Gambar 9 Index of Financial Inclusion Jepang dan Korea Selatan dari Tahun Jepang dan Korea Selatan adalah dua negara high income yang tingkat inklusi keuangannya relatif tinggi dengan nilai indeks 0.9 dan 0.5. Tingginya tingkat inklusi keuangan di Jepang dan Korea Selatan dikarenakan tingginya nilai dari setiap dimensi dalam inklusi keuangan. Penetrasi perbankan yang di cerminkan dengan jumlah rekening deposit di bank komersial, memiliki rata-rata 7431 dan 4303 untuk masing-masing negara dari tahun Jumlah ini relatif paling tinggi dibandingkan negara lain dalam penelitian. Tingkat inklusi keuangan Jepang dari tahun ke tahun cenderung konstan. Hal ini dikarenakan faktor pembentuk indeks inklusi keuangan, yaitu jumlah rekening deposit dan jumlah kantor cabang bank komersial, juga cenderung konstan. Berbeda dengan Korea Selatan yang memiliki tren cenderung meningkat meskipun peningkatannya tidak begitu besar. Perbedaan tren di kedua negara tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam setiap dimensi inklusi keuangan. Tingginya indeks inklusi keuangan di kedua negara tersebut juga menunjukkan terdapat kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses jasa keuangan. Jasa perbankan telah menjangkau mayoritas masyarakat di kedua negara tersebut. Baik Jepang maupun Korea Selatan sudah mampu menghilangkan hambatan-hambatan dalam akses jasa keuangan, sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui pemanfaatan lembaga keuangan, khususnya perbankan. Meskipun relatif tinggi, terdapat perbedaan yang cukup besar antara indeks inklusi keuangan Jepang dengan indeks inklusi keuangan Korea Selatan. Dengan demikian, berdasarkan nilai indeksnya, sistem keuangan di Jepang lebih inklusif dibandingkan dengan sistem keuangan di Korea Selatan. Artinya, akses jasa keuangan di Jepang lebih mudah dibandingkan dengan Korea Selatan.

33 Indonesia Malaysia Filipina Thailand India Gambar 10 Index of Financial Inclusion Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan India dari Tahun Berbeda dengan negara high income, negara middle income seperti Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, dan India memiliki tren inklusi keuangan yang meningkat. Indeks inklusi keuangan di negara upper middle income lebih dari 0.4. Sedangkan negara lower middle income seperti India, Indonesia, dan Filipina, indeks inklusi keuangannya kurang dari 0.4. Perbedaan nilai indeks inklusi keuangan antara negara upper middle income dengan lower middle income dikarenakan jumlah rekening deposit dan kantor cabang bank komersial di negara upper middle income lebih banyak dibandingkan dengan negara lower middle income. Meskipun tingkat inklusi keuangan di negara middle income masih di bawah high income, terdapat kecenderungan perbaikan dalam akses sektor perbankan setiap tahunnya. Usaha-usaha dalam menghilangkan hambatan akses jasa keuangan, seperti meningkatkan jumlah cabang bank, dilakukan sehingga masyarakat pedesaan pun dapat mengakses perbankan. Selain itu, untuk mendukung pengusaha kecil dan menengah, perbankan pun menyediakan kredit mikro sehingga usaha kecil dan menengah dapat bertahan dan berkembang. kemudian, dengan berkembangnya perbankan dengan sistem syariah, hambatan dikarenakan agama dapat dikurangi Gambar 11 Index of Financial Inclusion Pakistan dari Tahun

34 20 Indeks inklusi keuangan di negara low income, Pakistan, rata-rata nilainya 0.1, lebih kecil dari negara lower middle income. Pakistan memiliki nilai terkecil pada setiap dimensi pembentuk indeks inklusi keuangan dibandingkan dengan negara lainnya. Jumlah pemilik rekening deposit di bank komersial pada tahun 2011 kurang dari 10 dari 1000 orang. Berbeda dengan Jepang, setiap orang dewasa rata-rata memiliki 7 rekening deposit. Terdapat rentang yang sangat besar antara Pakistan dengan Jepang, sehingga tingkat inklusi keuangan antara Jepang dengan Pakistan jauh berbeda. Rendahnya indeks inklusi keuangan di Pakistan menunjukkan akses terhadap jasa keuangan masih sulit. Masih terdapat hambatan bagi masyarakat untuk menjangkau jasa keuangan terutama perbankan. Selain karena jumlah perbankan yang belum memadai, produk perbankan yang ditawarkan juga belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan yang masih rendah juga mengakibatkan kurangnya pemahaman terkait manfaat jasa keuangan. Pengaruh Pembangunan terhadap Inklusi Keuangan Banyak faktor pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan di suatu negara, baik dari kondisi sosial ekonomi, infrastruktur fisik, maupun pembangunan di sektor perbankan. Dalam penelitian ini faktor pembangunan yang dianalisis hanya dilihat dari kondisi sosial ekonomi di negara yang diobservasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap inklusi keuangan, dalam penelitian ini dilakukan dengan regresi tobit, berikut hasil pengolahan regresi tobit: Tabel 5 Hasil Estimasi Regresi Tobit Variabel Koefisien P> z lngdpkap * unemp * ruralpop * C *signifikan pada taraf nyata 5%, Berdasarkan hasil estimasi yang dijelaskan dalam tabel 3, peubah yang signifikan memengaruhi indeks inklusi keuangan adalah GDP per kapita, tingkat pengangguran, dan jumlah penduduk di pedesaan. GDP per kapita signifikan memengaruhi positif terhadap indeks inklusi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien GDP per kapita yang positif dan signifikan pada taraf nyata 5% dengan koefisien artinya, apabila GDP per kapita meningkat 1 persen, maka indeks inklusi keuangan akan meningkat Jadi, tingkat pendapatan dapat menjelaskan kondisi inklusi keuangan suatu negara. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita suatu negara, semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangannya. Negara yang berhasil mencapai tujuan pembangunan memiliki GDP per kapita yang tinggi. Kondisi infrastruktur yang lebih baik dibandingkan dengan negara berpendapatan rendah, mendukung dalam peningkatan akses terhadap jasa keuangan. Pelayanan jasa keuangan di negara-negara high income pun lebih baik.

35 21 Sehingga terbukanya akses jasa keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Indeks inklusi keuangan di negara-negara ini juga cukup tinggi, seperti Jepang dan Korea Selatan, yang indeksnya mencapai 0.9 dan 0. 5 untuk masing- masing negara. Sedangkan Pakistan yang memiliki GDP per kapita terendah juga memiliki tingkat inklusi keuangan yang rendah pula. Pakistan India Jepang Korea Selatan Thailand Filipina Malaysia Indonesia GDP Per Kapita (2000 US$) Sumber : World Bank, World Development Indicator 2013 (diolah) Gambar 12 Rata- rata GDP Per Kapitaa Tahun Dari hasil regresi, pengangguran berpengaruh positif terhadap inklusi keuangan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dimana pengangguran memiliki perngaruh yang negatif terhadap inklusi keuangan. Setelah di regresikan kembali dan menghilangkan peubah pendapatan per kapita, hasil regresi menujukkan sebaliknya. Tabel 6 Hasil Estimasi Regresi Tobit tanpa GDP per Kapita Variabel Koefisien P> z Unemp Ruralpop * C *signifikan padaa taraf nyata 5% %, Setelah diregresi ulang dan menghilangkan variabel pendapatan per kapita, jumlah penganggurann tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inklusi keuangan. Sedangkann jumlah populasi di desa signifikan memengaruhi negatif terhadap inklusi keuangan baik saat peubah pendapatan per kapita masuk ke dalam model ataupun tidak. Artinya, semakin banyak masyarakat yang tinggal di pedesaan, inklusi keuangan di negara tersebut makin rendah. Menurut Leyshon dan thrift (1995), masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung tidak terjangkau oleh aksess jasa keuangan. Daerah pedesaan merupakan daerah yang masih dalam tahap pembangunan. Kemiskinan di dareah pedesaan umumnya lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Pendapatan masyarakat desa yang lebih rendah dibandingkan masyarakat kota. Hal ini menjadi hambatan bagi masyarakat desa untuk mengakses jasa keuangan, sehingga permintaann terhadap jasa keuangan di daerah pedesaan juga rendah.

Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm Vol 4 No 1 ANALISIS INKLUSI KEUANGAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN DI INDONESIA

Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm Vol 4 No 1 ANALISIS INKLUSI KEUANGAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN DI INDONESIA ANALISIS INKLUSI KEUANGAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN DI INDONESIA Bintan Badriatul Ummah 1, Nunung Nuryartono 2, Lukytawati Anggraeni 2 1 Mahasiswa Magister Program Studi Ilmu Ekonomi, FEM IPB 2 Staf Pengajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS INKLUSI KEUANGAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN DI INDONESIA BINTAN BADRIATUL UMMAH

ANALISIS INKLUSI KEUANGAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN DI INDONESIA BINTAN BADRIATUL UMMAH ANALISIS INKLUSI KEUANGAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN DI INDONESIA BINTAN BADRIATUL UMMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan tulang punggung dalam membangun sistem perekonomian dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat melakukan kontrol langsung atas penawaran uang (Iljas, 1997). Implementasi kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Financial inclusion merupakan suatu upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan perbankan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Modal merupakan salah satu kunci terpenting dalam menjalankan suatu usaha. Tanpa adanya modal yang memadai, suatu usaha tidak dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Prof. Dr. Sri Adiningsih Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Pontianak, 26 Oktober 2016 RAKERNAS PERBARINDO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sistem pengelolaan yang berbeda, walaupun dalam beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sistem pengelolaan yang berbeda, walaupun dalam beberapa hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan mempunyai karakteristik tersendiri sehingga dalam pengelolaannya harus disesuaikan dengan karakteristik perusahaan yang bersangkutan. Salah satu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

KEUANGAN INKLUSIF: PILAR STRATEGIS ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

KEUANGAN INKLUSIF: PILAR STRATEGIS ASEAN ECONOMIC COMMUNITY KEUANGAN INKLUSIF: PILAR STRATEGIS ASEAN ECONOMIC COMMUNITY Ahmad Ma ruf 1 Sabila Yusrina 2 Abstract: Inclusive Finance: Strategic Pilar Asean Economic Community. This study aims to analyze the determinants

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini perlu melakukan peninjauan terhadap berbagai penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya guna mendapatkan referensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang menjadi masalah serius. Amerika Serikat merupakan negara adidaya dimana ketika perekonomiannya

Lebih terperinci

dalam jangka panjang (Boediono, 1994). Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional

dalam jangka panjang (Boediono, 1994). Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional % BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita yang terusmenerus dalam jangka panjang (Boediono, 1994). Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN INKLUSI KEUANGAN DI INDONESIA

TINJAUAN KEBIJAKAN INKLUSI KEUANGAN DI INDONESIA TINJAUAN KEBIJAKAN INKLUSI KEUANGAN DI INDONESIA ROBERTO AKYUWEN Analis Eksekutif Senior Bidang Pengembangan LKM, GDSK OJK dan Penasehat IMFEA Disampaikan pada Seminar Nasional Keuangan Mikro I Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhir 1990-an telah menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi makro

BAB I PENDAHULUAN. pada akhir 1990-an telah menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi makro BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Krisis sistemik yang mengguncang sektor keuangan di Asia Tenggara pada tahun 1997 telah memberikan bukti adanya hubungan yang kuat antara stabilitas ekonomi makro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Eksistensi perbankan syariah di Indonesia saat ini semakin meningkat sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan

Lebih terperinci

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia Highlights May 2017 Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 93 kabupaten 4 provinsi di wilayah timur Indonesia Jawa Timur Populasi: 38.8 juta Responden: 6,873 Wilcah: 447 desa Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

KEUANGAN INKLUSIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMUT. Oleh : Lia Nazliana Nasution, SE, M.Si Handriyani Dwilita, SE, M.Si Dosen FEB- UNPAB Medan

KEUANGAN INKLUSIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMUT. Oleh : Lia Nazliana Nasution, SE, M.Si Handriyani Dwilita, SE, M.Si Dosen FEB- UNPAB Medan KEUANGAN INKLUSIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMUT Oleh : Lia Nazliana Nasution, SE, M.Si Handriyani Dwilita, SE, M.Si Dosen FEB- UNPAB Medan ABSTRAK Penerapan kebijakan inklusif khusus untuk Indonesia disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari data Asian Development Bank tahun 2010 kondisi perekonomian Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1.2). Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru ternyata mengamanatkan untuk dibentuknya suatu lembaga pembiayaan industri sendiri yang mandiri. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank syariah sesuai dengan prinsip syariah mengedepankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank syariah sesuai dengan prinsip syariah mengedepankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah sesuai dengan prinsip syariah mengedepankan muamalah, keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, baik perolehan keuntungan maupun dalam menghadapi

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian. Sistem keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. Perbankan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam membangun perekonomian sebuah negara karena bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan bank pada masa sekarang memegang peranan penting, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan bank pada masa sekarang memegang peranan penting, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan bank pada masa sekarang memegang peranan penting, karena jika dilihat dari kondisi masyarakat sekarang hampir semua orang berkaitan dengan lembaga keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak. Dana yang dikumpulkan oleh perbankan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak. Dana yang dikumpulkan oleh perbankan dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor keuangan terutama industri perbankan merupakan elemen penting dalam pembangunan suatu negara. Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 angka 2 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS 10 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Bank 2.1.1. Definisi Bank Bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama para ekonom penentu kebijakan. Beberapa tahun terakhir, tingkat kemiskinan khususnya di Indonesia mengalami

Lebih terperinci

DETERMINAN KEUANGAN INKLUSIF DI SUMATERA UTARA, INDONESIA

DETERMINAN KEUANGAN INKLUSIF DI SUMATERA UTARA, INDONESIA Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.58-66 DETERMINAN KEUANGAN INKLUSIF DI SUMATERA UTARA, INDONESIA Lia Nazliana Nasution 1, Pipit Buana Sari 2, Handriyani Dwilita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel dan merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran Bank

Lebih terperinci

49 Analisis Pengaruh Suku Bunga terhadap Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Provinsi Jambi

49 Analisis Pengaruh Suku Bunga terhadap Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Provinsi Jambi ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA TERHADAP KREDIT USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) DI PROVINSI JAMBI Isnain Effendi 1 STIE MUHAMMADIYAH JAMBI Monetary policy is one of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat Total inflow (Miliar Dolar AS) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat sejak memasuki era 1990-an. Pertumbuhan remitansi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian negara,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H14102081 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian dan aktivitas bisnis Timor Leste yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian dan aktivitas bisnis Timor Leste yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan aktivitas bisnis Timor Leste yang memburuk selama 10 tahun (1999 2009), akibat konflik politik dan keamanan yang tidak stabil. Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan menjadi program penting yang dilakukan oleh negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. keuangan menjadi program penting yang dilakukan oleh negara-negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika inklusi keuangan dalam beberapa tahun terakhir sedang menjadi isu ekonomi yang sangat penting. Tidak hanya di Indonesia, inklusi keuangan menjadi program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau keuangan yang melumpuhkan sendi-sendi perekonomian berbagai negara di

BAB I PENDAHULUAN. atau keuangan yang melumpuhkan sendi-sendi perekonomian berbagai negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah krisisi finansial atau keuangan digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan yang kehilangan sebagian besar nilai mereka. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang mengalami kelebihan dana untuk diproduktifitaskan pada sektor-sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang mengalami kelebihan dana untuk diproduktifitaskan pada sektor-sektor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi perantara (intermediasi) antara pihak yang mengalami kelebihan dana untuk diproduktifitaskan pada sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya terhadap sistem Perbankan syariah dibandingkan Perbankan Konvensional. Ekonomi Syariah dianggap

Lebih terperinci

Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan

Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penetrasi layanan perbankan yang rendah. Dibanding negara berkembang lainnya, Indonesia

Lebih terperinci

Chapter 2 Comparative Economic Development

Chapter 2 Comparative Economic Development Chapter 2 Comparative Economic Development Karakter Umum dari Negara sedang Berkembang Tingkat yang rendah dari kehidupan dan produktivitas Tingkat rendah dari modal manusia Tingkat yang tinggi dari ketidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Pendirian Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dilatar- belakangi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 1960 tentang penentuan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok kepentingan yang berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian global pada tahun 2009 hingga saat ini menunjukkan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan pada semester kedua tahun 2008 yang bermula dari Amerika Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan kemudian

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H14050603 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN DIAN

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor perbankan. Hal ini antara lain dipicu pengalaman negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor perbankan. Hal ini antara lain dipicu pengalaman negara-negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 telah berakibat sangat berat bagi perekonomian nasional. Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan merupakan industri yang paling mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana masyarakat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tahun 2009 merupakan tahun terjadinya krisis global mulai berdampak pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara maju pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah (syariah financial institution) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan (financial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh kepercayaan dari nasabah pun tidak dapat dihindari dalam bank

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh kepercayaan dari nasabah pun tidak dapat dihindari dalam bank BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga lembaga keuangan termasuk dunia perbankan sudah lama memberi warna di perekonomian negara. keberadaan lembaga perantara keuangan yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jurnal yang digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Ayu Yanita Sahara (2013) Penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat sekarang ini, menyimpan uang kas dalam jumlah banyak sudah tidak aman lagi. Dengan perkembangan teknologi dan semakin sempitnya lapangan pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa indikator ekonomi yang bisa mencerminkan tingkat kegiatan ekonomi di masyarakat. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP KEBIJAKAN MONETER : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis ROZIANA OCTIA DASRIL

DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP KEBIJAKAN MONETER : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis ROZIANA OCTIA DASRIL DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP KEBIJAKAN MONETER : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis ROZIANA OCTIA DASRIL DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Bank merupakan bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian suatu negara didukung oleh adanya suntikan dana dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKB) ataupun Lembaga

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017 Inklusi Keuangan dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) UIN Syarif Hidayatullah, 17-18 Juli 2017 OUTLINE I. Inklusi dan Literasi Keuangan II. Pembentukan TPAKD III. Program Kerja TPAKD Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci