IDENTIFIKASI MANAJEMEN REPRODUKSI TERNAK PADA TIGA KELOMPOK PETERNAK KERBAU MELALUI DINAMIKA KELOMPOK
|
|
- Surya Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IDENTIFIKASI MANAJEMEN REPRODUKSI TERNAK PADA TIGA KELOMPOK PETERNAK KERBAU MELALUI DINAMIKA KELOMPOK IDENTIFICATION OF ANIMAL REPRODUCTIVE MANAGEMENT IN THREE BUFFALO FARMER GROUPS BASED ON GROUP DYNAMICS (Kasus Pada Kelompok Peternak di Kabupaten Lebak Provinsi Banten) (Case study on the farmer groups in Lebak Distric Banten Province) Uswatun Hasanah*, Siti Darodjah**, Marina Sulistyati** Universitas Padjadjaran Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Peningkatan populasi ternak kerbau dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah manajemen reproduksi ternak. Faktor lain yang tidak kalah penting yaitu kondisi peternakan yang terbentuk dalam kelompok peternak. Apabila ternak dipelihara dalam sebuah kelompok maka dinamika kelompok pula mendukung dalam hal peningkatan manajemen reproduksi ternak. Penelitian bertujuan untuk membandingkan manajemen reproduksi ternak dan dinamika kelompok pada tiga kelompok peternak kerbau. Penelitian menggunakan metode survei dengan analisis data secara deskriptif. Hasil penilaian akan dikategorikan dalam sebuah interval rendah, sedang, dan tinggi. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok Basisir Sukajadi merupakan kelompok yang lebih baik dari kelompok Aliraja dan kelompok Sumber Alam. Kata Kunci: Manajemen Reproduksi Ternak, Dinamika Kelompok, Kerbau Lumpur. ABSTRACT The buffalo population enhancement is caused by many factor, one of them is animal reproductive management. Another important thing is the farm condition in the circle of the farmer group. When livestock are kept in farmer group, the animal reproductive management will be supported by group dynamics. The purpose of this research is to compare the animal reproductive management and the group dynamics in three buffalo farmer groups. The research uses survey method with descriptive data analysis. The result is divided to low, middle, and high interval. Those result can conclude that Basisir Sukajadi group is better than Aliraja and Sumber Alam group. F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 1
2 Keywords : animal reproductive management, group dynamics, swamp buffalo PENDAHULUAN Peningkatan populasi ternak kerbau di Kabupaten Lebak tidak sejalan dengan populasi ternak kerbau nasional. Populasi ternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten mengalami peningkatan antara ekor per tahunnya. Hal tersebut didukung karena mata pencaharian utama masyarakat Kabupaten Lebak yaitu beternak dan bertani, hal ini menjadi daya dukung lahan yang cukup luas yaitu rata-rata pemilikan tanah 0,2 ha per petani (Kusnadi et al. 2005). Selain itu penyumbang terbesar ternak kerbau di Provinsi Banten adalah Kabupaten Lebak. Salah satu faktor terjadinya peningkatan populasi di Kabupaten Lebak yaitu adanya kelompok yang menjalankan manajemen perkandangan serta manajemen reproduksi ternak. Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan ternak ruminansia besar yang penting bagi masyarakat Indonesia. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah, toleran terhadap parasit setempat serta keberadaannya telah menyatu sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani Indonesia (Nuraini et al.2010). Provinsi Banten memiliki populasi kerbau terbanyak kedua di Indonesia setelah Aceh, selain sebagai sumber tenaga kerja kerbau termasuk ternak ruminansia besar yang mempunyai peranan penting dalam penyediaan daging di Indonesia. Pada umumnya kerbau di pelihara petani untuk dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah lahan sawah, dan dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Kusnadi et al. 2005). Arman (2003) menjelaskan bahwa penurunan populasi pada satu sisi disebabkan oleh tingginya pengeluaran atau penjualan kerbau antar pulau dan pemotongan lokal yang melebihi dari kemampuan produksi, dan pada sisi lain kemungkinan diakibatkan oleh rendahnya tingkat reproduktivitas kerbau. Peternakan kerbau di Kabupaten Lebak dikelola oleh kelompok peternak yang menjalankan segala sesuatu meliputi proses pemeliharaan, pelaksanaan, dan pengelolaan reproduksi. Sejauh ini, keberhasilan sebuah peternakan rakyat termasuk kelompok peternak dapat dilihat dari dinamika kelompok karena sangat mempengaruhi manajemen reproduksi pada ternak kerbau. Kedinamisan anggota kelompok dapat mendorong peternak dalam menjalankan manajemen reproduksi yang baik, selanjutnya ketika dinamika kelompok dirasa dinamis maka diharapkan potensi peternak akan berkembang serta usaha dari kelompok tersebut lebih berhasil, terlebih manajemen reproduksi yang baik akan meningkatkan reproduksi sehingga populasi ternak kerbau akan kembali meningkat. OBJEK DAN METODE 1. Objek Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak dari tiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 2
3 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian metode survei pada peternak yang ada di tiga kelompok di Kabupaten Lebak. Metode survei merupakan suatu penelitian dengan cara menghimpun informasi dari sampel yang diperoleh dari suatu populasi, dengan tujuan untuk melakukan generalisasi sejauh populasi dari mana sampel tersebut diambil (Paturochman, 2012). 3. Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu tiga kelompok peternak yang berada pada tiga Kecamatan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Alasan pemilihan kelompok dan daerah tersebut sebagai tempat penelitian karena tiga kelompok dari 10 kelompok yang ada merupakan kelompok peternak aktif dalam mengelola kelompoknya, yaitu : 1) Kelompok Peternak Basisir Sukajadi, terletak di Kecamatan Panggarangan, 2) Kelompok Peternak Aliraja, terletak di Kecamatan Cileles, 3) Kelompok Peternak Sumber Alam, terletak di Kecamatan Cikulur. 4. Teknik Pengambilan Sampel Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik Two Multistage Random Sampling, merupakan teknik pengambilan sampel pada tiap tahap yang dilakukan secara acak (Singarimbun dan Sofian, 1989). Jumlah responden yang diperoleh diharapkan dapat memberi keterangan terkait manajemen reproduksi ternak kerbau. Teknik tersebut dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : 1) Tahap pertama, memilih 3 kelompok dari 10 kelompok yang ada di Kabupaten Lebak Provinsi Lebak yaitu kelompok Basisir Sukajadi, kelompok Aliraja, dan kelompok Sumber Alam, 2) Tahap kedua, pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana dengan peluang setiap anggota yang terpilih adalah sama. Adapun sampel peternak yang akan dipilih yaitu 33 peternak, hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudjana (2005) dengan ukuran sampel sebanyak n 30, maka nilai pengamatan akan mendekati sebaran normal. Pengambilan sampel dari masing-masing kelompok menggunakan rumus Danim (1997) : Keterangan : Sn : Ukuran sampel sub kelompok per kelompok Xn : Ukuran anggota per kelompok Xtot : Ukuran total anggota kelompok Stot : Ukuran sampel yang digunakan 5. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 3
4 Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh dari hasil wawancara langsung secara terstruktur dengan peternak kerbau melalui wawancara langsung. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan beberapa tahap, diantaranya : 1) Pengambilan dan pengumpulan data sekunder dari Dinas Peternakan Kabupaten Lebak dan Badan Pusat Statistik Provinsi Banten berupa data populasi ternak kerbau dan anggota kelompok peternak kerbau, 2) Pengambilan dan penguampulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung berkaitan dengan manajemen reproduksi ternak dan dinamika kelompok. 6. Operasional Variabel Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) yaitu Manajemen Reproduksi Ternak dan Dinamika Kelompok. (1) Variabel Manajemen Reproduksi Ternak Variabel manajemen reproduksi ternak diamati melalui indikator pola kelola reproduksi (umur pubertas, Days Open, Service per Conception, angka kelahiran, Calving Interval, dan angka kematian), sanitasi dan pencegahan penyakit, dan pengetahuan peternak mengenai reproduksi ternak. Total nilai dari keseluruhan aspek manajemen reproduksi ternak dikategorikan dalam tiga kelas yaitu tinggi, sedang dan rendah. Batas bawah kelas interval adalah nilai terendah ± 0,5 dan batas atas kelas interval adalah nilai tertinggi ± 0,5 (Sudjana, 2005). Total pertanyaan yang mewakili variabel manajemen reproduksi ternak yaitu 44, interval didapatkan dari perhitungan melalui rumus : Panjang Interval = = = 29,33 Berdasarkan perhitungan panjang interval, maka kelas pada variabel manajemen reproduksi ternak pada tiga kelompok adalah : = Rendah > = Sedang >103 = Tinggi (2) Variabel Dinamika Kelompok Dinamika kelompok merupakan perilaku kolektif antara dua orang atau lebih yang melakukan interaksi secara psikologis dalam rangka mencapai tujuan bersama atau tujuan kelompok (Rusidi, 1981). Aspek yang diamati dalam variabel dinamika kelompok meliputi kepemimpinan ketua kelompok, tujuan kelompok, struktur F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 4
5 kelompok, fungsi dan tugas, kekompakan kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, dan suasana kelompok. Total nilai dari keseluruhan aspek dinamika kelompok dikategorikan dalam tiga kelas yaitu tinggi, sedang dan rendah. Batas bawah kelas interval adalah nilai terendah ± 0,5 dan batas atas kelas interval adalah nilai tertinggi ± 0,5 (Sudjana, 2005). Perhitungannya melalui rumus : Panjang Interval = = = = 10,33 Berdasarkan perhitungan panjang interval, maka kelas pada variabel dinamika kelompok pada tiga kelompok adalah : = Rendah >25 36 = Sedang >36 = Tinggi 7. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis deskripsi dengan membandingkan tingkat manajemen reproduksi tiap kelompok serta dinamika dalam kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil survei menunjukkan bahwa hanya kelompok Basisir Sukajadi yang melakukan seleksi pejantan dan betina yang akan dikawinkan. Kelompok Sumber Alam dan Aliraja tidak melakukan seleksi karena alasan ketersediaan pejantan dan betina unggul yang terbatas, sehingga hanya mengandalkan satu pejantan. Selain itu pengetahuan mengenai pejantan yang unggul dan dapat dijadikan sebagai pemacek belum didapatkan oleh peternak. Peternak kesulitan dalam mencari pejantan dan betina unggul, sementara untuk mendapatkan pejantan unggul menurut Feradis (2014) harus melalui manajemen pemeliharaan pejantan karena sangat menentukan produksi semen dalam hal kualitas maupun kuantitas. Selain itu menurut Murtidjo (1992), kerbau pemacek yang baik berusia 3,5 tahun, bila pemacek terlalu muda maka persentase kebuntingan kecil, anak kerbau lahir tidak normal, berat lahir relatif kecil, dan persentase kematian anak kerbau yang dilahirkan sangat tingi. 1. Pola Kelola Reproduksi Berdasarkan pola kelola reproduksi pada ketiga kelompok peternak menunjukkan bahwa terdapat perbedaan umur pubertas, Days Open, Service per Conception, angka F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 5
6 kelahiran (Calving Rate), Calving Interval, dan Mortalitas. Uraian masing-masing aspek dijelaskan pada subbab dibawah ini : (1) Umur Pubertas Menurut Batasamma (2004) dalam Muhakka et al. (2012), pada umumnya kerbau di Indonesia lambat mencapai dewasa kelamin dan lambat dalam bereproduksi, serta jarak yang lama pada waktu kawin setelah beranak. Sifat kurang baik ini akan berkembang lagi jika tidak disertai dengan manajemen pemberian pakan yang baik. Hal tersebut terjadi pada ketiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak bahwa pemberian pakan tidak diatur dan dipelihara secara semiintensif tanpa manajemen pakan yang baik. Umur pertama kali estrus pada kerbau di Kabupaten Lebak yaitu 2,5 tahun, umur tersebut tergolong lambat menurut pendapat Hafez (1993) dalam Pasambe et al. (2008), umur pubertas pada kerbau dicapai pada umur 21 bulan dengan selang beranak 18 bulan. (2) Days Open Pada ketiga kelompok rata-rata tanggal setelah kawin terakhir ke tanggal dikawinkan kembali yaitu 2 bulan. Hal tersebut dipengaruhi oleh manajemen yang dilakukan oleh peternak dalam mengelola reproduksi ternak kerbau. Masa kosong pada ternak kerbau berpengaruh pada kelahiran selanjutnya. Apabila masa kosong lebih lambat atau kurang dari 2 bulan maka akan lebih cepat dikawinkan dan lebih cepat pula mendapatkan anak kerbau. Ketiga kelompok tidak menunjukkan perbedaan mengenai masa kosong ternak kerbau, karena pada ketiga kelompok masih belum melakukan penentuan masa kosong. (3) Service per Conception Pada ketiga kelompok yang diamati rataan S/C sudah baik yaitu didapatkan nilai S/C kurang dari dua. Nilai S/C pada kelompok Basisir Sukajadi yaitu 1,21, kelompok Aliraja 1,5, dan kelompok Sumber Alam 1,67. Hal tersebut dapat terlihat bahwa setiap ternak yang dikawinkan sekali atau dua kali sudah terlihat tanda kebuntingan dengan tidak terjadi berahi kembali, adanya perubahan ambing, berat tubuh meningkat diikuti dengan bertambah besarnya dinding perut. Nilai S/C yang paling baik yaitu pada kelompok Basisir Sukajadi, karena nila S/C lebih kecil, dijelaskan oleh Toelihere (1977), bahwa nilai S/C makin rendah maka makin tinggi kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut, tetapi sebaliknya makin tinggi nilai S/C, maka makin rendah kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut. (4) Angka Kelahiran (Calving Rate) Angka kelahiran ternak di masing-masing kelompok yaitu 75 persen, 20 persen, dan 15 persen. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa angka kelahiran pada kelompok Basisir Sukajadi merupakan angka yang lebih tinggi dari rata-rata F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 6
7 persentase kelahiran kerbau di Indonesia menurut Hardjosubroto (1984) dalam Komariah et al. (2014) yaitu 54,69 persen. (5) Calving Interval Pada ternak kerbau di tiga kelompok peternak rata-rata jarak antar kelahiran sekitar 1,5 tahun, artinya jarak antar kelahiran pada ketiga kelompok dinilai lama hal tersebut sesuai dengan pendapat Murti dan Ciptadi (1988), bahwa kerbau lumpur mempunyai kisaran jarak satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya hari. Menurut Dwi et al. (2012), jarak beranak dipengaruhi oleh berahi pertama setelah melahirkan dan lama bunting. Semakin lama muncul berahi setelah melahirkan maka jarak beranak akan semakin lama. (6) Angka Kematian (Mortalitas) Angka kematian merupakan jumlah ternak yang mati setiap tahun dinyatakan dalam persen. Angka kematian ternak kerbau dari masing-masing kelompok Basisir Sukajadi, Aliraja, dan Sumber Alam yaitu 3,45 persen, 7,69 persen, dan 5 persen. Pada kelompok Basisir Sukajadi dan Sumber Alam memiliki angka mortalitas baik karena dibawah standar angka kematian menurut Hardjosubroto (1984) pada Komariah et al. (2014) yaitu 7,38 persen. 2. Sanitasi dan Pencegahan Penyakit Secara keseluruhan aspek sanitasi dan pencegahan penyakit pada ketiga kelompok peternak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sanitasi dan Pencegahan Penyakit No Aspek Kelompok BS AR SA 1 Sistem Pemeliharaan Ekstensif Semiintensif Semiintensif 2 Pengumpulan Feses/minggu Tiap Hari Tiap Hari Tiap Hari 3 Sumber Air Bersih Cukup Cukup Banyak 4 Kerbau dimandikan Tiap Hari Tiap Hari Tiap Hari 5 Sistem Pemberian Pakan Digembalakan Campuran Campuran 6 Perbedaan Pakan Anak dan Induk Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 7 Pemberian Suplemen Pernah Pernah Pernah 8 Penyakit yang sering menyerang Pencernaan Pencernaan Pencernaan 9 Penanganan Kerbau Mati Dikuburkan Dikuburkan Dikuburkan 10 Penyebab Kematian Kerbau Kekurangan Gizi Cacingan Cacingan 11 Pemberian Vaksin Pernah Pernah Pernah 12 Penanganan Kerbau Sebelum Diberi perhatian Dipisahkan Dipisahkan Melahirkan khusus 13 Penanganan Kerbau Setelah Melahirkan Dipisahkan Dipisahkan Dipisahkan F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 7
8 Sanitasi yang dilakukan oleh ketiga kelompok ternak seperti pengumpulan feses secara rutin. Pada ketiga kelompok ternak kerbau pengumpulan feses pada satu tempat dilakukan setiap hari. Namun, pengolahan dan pemanfaatan feses masih kurang karena keterbatasan pengetahuan dan sulitnya lahan untuk mengolah feses menjadi pupuk. Feses yang dikumpulkan didiamkan hingga berminggu-minggu, kadang ada pula yang meminta untuk pupuk perkebunan. Selain pengumpulan feses, sanitasi yang dilakukan yaitu menjaga kebersihan kandang atau lingkungan peternakan serta ternaknya. Menjaga kebersihan kandang atau lingkungan memerlukan air yang tidak sedikit, namun pada ketiga kelompok peternak ketersediaan air disekitar lingkungan peternakan cukup banyak dan tidak pernah kekurangan. Pencegahan penyakit yang dilakukan pada ketiga kelompok peternak dengan menjaga kebersihan lingkungan, ternak, dan peternaknya. Selain itu sistem pemberian pakan sangat penting dalam pencegahan penyakit, karena apabila nutrisi terpenuhi maka penyakitpun sulit menembus pertahanan tubuh ternak. Pada ketiga kelompok ternak kerbau pemberian pakan pada anak dan ternak dewasa tidak dibedakan, alasan peternak adalah kesulitan pakan yang berkualitas dan harga pakan tambahan yang cukup mahal. 3. Pengetahuan Peternak Secara keseluruhan aspek-aspek dalam pengetahuan peternak mengenai manajemen reproduksi ternak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengetahuan Peternak No Aspek SKOR Kelompok BS AR SA 1 Tanda-tanda Berahi Tanda-tanda IB Gagal Waktu dikawinkan saat berahi Total beranak masa produktif Lama siklus Berahi Lama Kebuntingan Lama Menyusui Keterangan : BS (Basisir Sukajadi), AR (Aliraja), SA (Sumber Alam) Rendah = 7-12, Sedang = >12-17, Tinggi = >17 Pengetahuan peternak mengenai manajemen reproduksi ternak dapat dilihat dari banyaknya hasil penilaian yang didapatkan oleh peternak dalam menjawab pertanyaan. Tabel 2. menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada kelompok Basisir Sukajadi lebih baik dari kelompok Aliraja dan Sumber Alam. Pada kelompok Basisir Sukajadi hampir setiap hari dilakukan pertemuan untuk diskusi ataupun melakukan bersama manajemen reproduksi ternak, serta ketua kelompok ternak yang mendapat pelatihan dari dinas sering berbagi ilmu F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 8
9 pada anggotanya hampir di setiap hari tersebut. Pada kelompok Sumber Alam dan Aliraja juga sering dilakukan diskusi namun tidak sesering pada kelompok Basisir Sukajadi. 4. Dinamika Kelompok Dinamika kelompok yang diamati meliputi tujuh aspek yaitu kepemimpinan, tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi dan tugas, kekompakan kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, dan suasana kelompok. Hasil survei mengenai kedinamisan kelompok ternak pada ketiga kelompok tergolong sedang dengan nilai yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor terbentuknya kedinamisan dalam kelompok seperti kepemimpinan, pembinaan dan pemeliharaan kelompok. 5. Identifikasi Manajemen Reproduksi Ternak dan Dinamika Kelompok Dari penelitian yang dilakukan pada ketiga kelompok peternak dengan aspek manajemen reproduksi ternak dan dinamika kelompok, didapatkan hasil keseluruhan sebagai berikut : Tabel 3. Identifikasi Manajemen Reproduksi Ternak dan Dinamika Kelompok No Kelompok SKOR Manajemen Reproduksi Ternak Dinamika Kelompok 1 Basisir Sukajadi Aliraja Sumber Alam Keterangan : Manajemen Reproduksi Ternak (Rendah = 44-74, Sedang = >74-103, Tinggi = >103) Dinamika Kelompok (Rendah = 15-25, Sedang = >25-36, Tinggi = >36) Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa kelompok Basisir Sukajadi (91) merupakan kelompok yang memperoleh hasil penilaian paling tinggi diikuti oleh kelompok Aliraja (80) dan Sumber Alam (78). Walaupun ketiga kelompok berada pada kategori sedang, namun nilai yang diperoleh masing-masing kelompok menandakan bahwa adanya perbedaan dalam melakukan manajemen reproduksi ternak. Hasil penilaian tersebut didapatkan dari berbagai aspek yaitu pola kelola reproduksi, sanitasi dan pencegahan penyakit, serta pengetahuan peternak yang ada pada ketiga kelompok. Pada kelompok Basisir Sukajadi pola kelola reproduksi dilakukan dengan menyeleksi ternak induk untuk dijadikan bibit. Adanya penyeleksian pada ternak induk membuat kelompok Basisir Sukajadi menghasilkan anak yang lebih banyak karena ternak yang sudah diseleksi terjamin kualitasnya. Selain itu kerjasama dalam melakukan sanitasi dan pencegahan penyakit dengan cara menangani langsung ternak yang sakit, memberi perhatian khusus pada ternak bunting, menjaga dan mengamankan lingkungan peternakan serta merawat bersama kebun rumput yang mereka buat sendiri. Service per conception pada kelompok Basisir Sukajadi menunjukan bahwa ternak yang dikawinkan merupakan ternak yang subur, karena semakin rendah nilai S/C maka F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 9
10 kesuburan ternak kerbau semakin tinggi (Toelihere pada Dwi et al. 2012). Kebanyakan kerbau betina di kelompok Basisir Sukajadi dikawini kerbau jantan sebanyak 1-2 kali. Pada kelompok Aliraja dan Sumber Alam, pola kelola reproduksi dilakukan seadanya dengan tanpa manajemen yang baik, seperti tidak adanya penyeleksian pada ternak induk sehingga angka kelahiran pada kedua kelompok tidak lebih tinggi dari kelompok Basisir Sukajadi. Service per conception pada kedua keompok menjadi lebih tinggi dibandingkan kelompok Basisir Sukajadi. Selain itu penanganan ternak yang sakit serta ternak bunting tidak dilakukan bersama sehingga angka kematian menjadi tinggi serta angka kelahiran menjadi rendah. Sanitasi dan pencegahan penyakit dilakukan oleh masing-masing peternak dan peternak tidak menangani langsung ternak yang sakit, sehingga ternak yang sakit menjadi lebih parah dan yang parah menyebabkan kematian pada ternak. Pengetahuan peternak mempengaruhi pelaksanaan manajemen yang dilakukan pada suatu kelompok. Dari ketiga kelompok yang diteliti bahwa kelompok Basisir Sukajadi adalah kelompok yang selalu diskusi sehingga peternak saling bertukar informasi mengenai manajemen, sanitasi dan pencegahan penyakit. Setiap hari peternak di kelompok Basisir Sukajadi berkumpul di saung pertemuan untuk belajar atau sekedar mengobrol dan makan bersama. Hal tersebut dilakukan rutin sebelum peternak pergi membawa kerbau untuk digembalakan. Sementara pada kelompok Aliraja pertemuan untuk berdiskusi dilakukan saat setelah adanya pelatihan dari Dinas Peternakan. Pada kelompok Sumber Alam kegiatan diskusi dan kumpul hanya dilakukan ketika ada petugas dari Dinas maupun dari penyuluh. Hal tersebut yang membuat peternak minim pengetahuan mengenai manajemen pada ternak khususnya manajemen reproduksi ternak kerbau. Hasil penilaian pada aspek dinamika kelompok didapatkan kelompok Basisir Sukajadi yang memperoleh hasil tertinggi (34), kelompok Aliraja memperoleh hasil tertinggi kedua (31), dan kelompok Sumber Alam memperoleh hasil tertinggi ketiga (26). Manajemen reproduksi ternak pada ketiga kelompok peternak didukung oleh tinggi atau rendahnya dinamika dalam suatu kelompok. Hasil yang diperoleh didasarkan pada tujuh aspek dinamika kelompok yang menunjukkan kedinamisan suatu kelompok peternak. Kepemimpinan pada kelompok Basisir Sukajadi merupakan kepemimpinan yang lebih baik dari kelompok Aliraja dan Sumber Alam. Ketua kelompok Basisir Sukajadi selalu mengayomi dan merangkul peternak yang mayoritas lebih berpengalaman dalam mengurus ternak kerbau. Namun, ketua kelompok tidak merasa bahwa kelompok mengalami kendala, hal tersebut menjadi kekuatan kelompok dalam menjalankan kegiatan-kegiatan manajemen. Dibentuknya kelompok Basisir Sukajadi bukan tanpa alasan, tapi kelompok Basisir Sukajadi dibentuk atas dasar kesadaran para peternak kerbau di Desa Sukajadi. Pembentukan kelompok karena atas dasar kesadaran sendiri membuat para peternak berfikir untuk memperbaiki lebih baik dan lebih baik lagi agar ternak dan kelompok memperoleh keuntungan baik secara ekonomis maupun secara prestasi. F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 10
11 Berbeda dengan kelompok Aliraja dan Sumber Alam, kedua kelompok dibentuk karena pada tahun 2014 akan adanya bantuan bibit kerbau namun hanya akan turun pada peternak yang tergabung dalam kelompok. Sehingga kedua kelompok menjalankan kegiatan manajemen peternakan hanya karena bantuan. Disamping itu saat ini pemerintah memiliki program Sentra Peternakan Rakyat (SPR), sehingga membuat kelompok peternak semangat untuk menjalankan kegiatan peternakan. Namun dengan adanya program tersebut membuat peternak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah, sehingga tidak melihat dan memperhatikan manajamen yang seharusnya dilakukan agar peternakan kerbau lebih baik dan populasi ternak kerbau meningkat. KESIMPULAN (1) Perbandingan manajemen reproduksi ternak kerbau pada ketiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten menunjukkan bahwa kelompok Basisir Sukajadi lebih baik dari kelompok Aliraja dan Sumber Alam. (2) Perbandingan dinamika kelompok pada ketiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten menunjukkan bahwa kelompok Basisir Sukajadi, lebih baik dari kelompok Aliraja dan kelompok Sumber Alam. SARAN (1) Perlu adanya perbaikan manajemen reproduksi ternak pada ketiga kelompok, perlu adanya pendampingan mengenai manajamen reproduksi yang baik. (2) Mahasiswa lain dapat melakukan penelitian di daerah Kabupaten Lebak baik mengenai kelompok peternak yang termasuk kedalam pembentukan SPR (Sentra Peternakan Rakyat) maupun mengenai pengembangan peternakan kerbau bidang reproduksi. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada anggota kelompok peternak kerbau Basisir Sukajadi, Aliraja, Sumber Alam, Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arman, C Penyigian Karakteristik Reproduksi Kerbau Sumbawa. Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Dalam Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten Hasil Sensus Pertanian Banten. No.58/12/36/Th.VII, 2 Desember Danim, S Metode Penelitian Untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Bumi Aksara. Jakarta. F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 11
12 Dwi, W.S., G. Ciptadi, dan Suyadi Performan Reproduksi Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) di Kabupaten Malang. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Feradis Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Alfabeta. Bandung. Komariah, Kartiarso, dan Maria, L Produktivitas Kerbau Rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaimantan Timur. Buletin Peternakan Vol. 38(3): , Oktober Bogor. Kusnadi U., D.A. Kusumaningrum., R.S. Sianturi., dan E. Triwulaningsih Fungsi dan Peranan Kerbau dalam Sistem Usahatani di Provinsi Banten. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Bogor. Muhakka, Riswandi, dan Indra, A Karakteristik Morfologis dan Reproduksi Kerbau Pampangan di Provinsi Sumatera Selatan. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan. Murti, T. W. dan G. Ciptadi Kerbau Perah dan Kerbau Kerja. Penerbit Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Hal : 34-36, Murtidjo, B A Memelihara Kerbau. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Nuraini, H., E. Andreas, dan C. Sumantri Karakterisitik Karkas Kerbau Rawa di Kabupaten Pandeglang, Banten. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pasambe, D., Sariubang., M. Sahardi, dan N. Tambing Tampilan Reproduksi dan Produksi Kerbau Lumpur di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Kecukupan Daging Sapi. Makassar. Paturochman, M Penentuan Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel. UNPAD Press. Bandung. Rusidi Kelompok dan Dinamikanya. Program Pendidikan Diploma Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Singarimbun, M., dan E. Sofian Metode Penelitian Survei Cetakan Kedua. LP3ES. Jakarta. Sudjana Metode Statistik. Tarsito. Bandung. Toelihere, M. R Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Hal : F a k u l t a s P e t e r n a k a n U n i v e r s i t a s P a d j a d j a r a n 12
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak dari tiga kelompok
24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak dari tiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. 3.2 Metode Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak kerbau di Provinsi Banten mencapai 14,2 juta ekor, sementara populasi ternak pada tahun 2011 kurang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciUKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN
1 SEMINAR MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS Nama : Yul Afni No. BP : 07161055 Jurusan : Produksi Ternak UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciKata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate
Volume, Nomor, Februari 07 Timur Kabupaten Simeulue (Reproductive Characteristics of Female Buffalo Simeulue, Simeulue Timur sub-district, district of Simeulue) Sabri Rasyid, Eka Meutia Sari, Mahyuddin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. P. M. Noor, Sempaja, Samarinda
Lebih terperinciHubungan antara Dinamika Kelompok dengan Keberdayaan Peternak Ade Triwahyuni
HUBUNGAN ANTARA DINAMIKA KELOMPOK DENGAN KEBERDAYAAN PETERNAK KAMBING PERAH PERANAKAN ETTAWA RELATIONSHIP BETWEEN GROUP DYNAMICS WITH EMPOWERMENT DAIRY GOAT FARMERS ( Suatu Kasus pada Kelompok Mandiri
Lebih terperinciPERFORMAN REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN MALANG. Suhendro Dwi. W 1, Gatot Ciptadi 2 dan Suyadi 2
PERFORMAN REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN MALANG. Suhendro Dwi. W 1, Gatot Ciptadi 2 dan Suyadi 2 Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciPERFORMAN REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN MALANG.
PERFORMAN REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN MALANG. Suhendro, D. W., G. Ciptadi dan Suyadi Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK
BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 1, Januari 2005, Halaman 43-48 http://bioscientiae.tripod.com KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT UU. Lendhanie Program Studi Ternak,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan
Lebih terperinciContak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility
REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciAnalisis Biaya dan keuntungan...simon pardede
ANALISIS BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA PETERNAKAN BABI RAKYAT DI DESA CIGUGUR, KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT Simon Pardede* Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun
Lebih terperinciKarakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi Sumatera Selatan ABSTRAK Kata kunci PENDAHULUAN Latar Belakang
Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi Sumatera Selatan Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Telp. 0711581106,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi
Lebih terperinciEFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*
EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO Oleh : Donny Wahyu, SPt* Kinerja reproduksi sapi betina adalah semua aspek yang berkaitan dengan reproduksi ternak. Estrus pertama setelah beranak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciTatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI
PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI ENDANG SUSILAWATI dan BUSTAMI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi ABSTRAK Kerbau termasuk ternak rumunansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. penting bagi masyarakat Indonesia. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kerbau Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan ternak ruminansia besar yang penting bagi masyarakat Indonesia. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR Disajikan oleh: Dessy Ratnasari E 10013168, dibawah bimbingan: Ir. Darmawan 1) dan Ir. Iskandar 2) Jurusan Peternakan, Fakultas peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciHubungan Antara Faktor Internal dengan Faktor Eksternal... Fitriana Suciani
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI PERAH (Kasus di Kelompok Peternak Wargi Saluyu Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan
Lebih terperinciTEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK
1 2 3 TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG N.L.G. Sumardani *, I.G.R. Maya Temaja, G.N.A. Susanta Wirya 2, N.M. Puspawati 2 ABSTRAK Penyuluhan dan
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000 DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG Kate kunck Populasi, produktivitas, kerbau R.H. MAToNDANG dan A.R. SiPEGAR
Lebih terperinciANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR
ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi
Lebih terperincipengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur
pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciNomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN
LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciAGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017
109 DINAMIKA POPULASI TERNAK KERBAU DI LEMBAH NAPU POSO BERDASARKAN PENAMPILAN REPRODUKSI, OUTPUT DANNATURAL INCREASE Marsudi 1), Sulmiyati 1), Taufik Dunialam Khaliq 1), Deka Uli Fahrodi 1), Nur Saidah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi
Lebih terperinciAnimal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :
Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU DALAM PEMANFAATAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA PETERNAK
Lebih terperinciBERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan
LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran
Lebih terperinciANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut)
ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut) THE ANALYSIS OF MARKETING CHANNEL AND MARGIN ON BUFFALO (A Case Study in the Bungbulang District Garut
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang
PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang RINGKASAN Suatu penelitian untuk mengevaluasi penampilan
Lebih terperinciFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
Naskah Publikasi KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI Oleh: Muzakky Wikantoto H0508067 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada
1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kerbau merupakan ternak yang dipelihara di pedesaan untuk pengolahan lahan pertanian dan dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging, susu, kulit dan pupuk. Di Sumatera
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak
Lebih terperinciKAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR
KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR Ir. Ati Rubianti, M.Si Ir. Amirudin Pohan, M.Si Ir. Medo Kote. M.Si X277 Kementrian Pertanian Balai Pengkajian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciPROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI
PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak
Lebih terperinciSISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI
SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada
Lebih terperinciOleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK
PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO
J. Agrisains 12 (1) : 24-29, April 2011 ISSN : 1412-3657 DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO Mobius Tanari 1), Yulius Duma 1), Yohan Rusiyantono 1), Mardiah Mangun 1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
Lebih terperinciKAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN TORAJA UTARA
KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN TORAJA UTARA Daniel Pasambe 1), Sunanto 1), dan M. P. Sirappa 2) 1) Staf Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Staf
Lebih terperinciKARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.
Lebih terperinciKELAYAKAN USAHA TERNAK KERBAU UNTUK PENGHASIL BIBIT DAN DAGING DI BEBERAPA AGROEKOSISTEM
KELAYAKAN USAHA TERNAK KERBAU UNTUK PENGHASIL BIBIT DAN DAGING DI BEBERAPA AGROEKOSISTEM (Feasebility of Buffalo Rearing System in Several Agroecosystem) UKA KUSNADI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221,
Lebih terperinciPARAMETER INDIKATOR INBREEDING RATE PADA POPULASI TERNAK KERBAU DI KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN
PARAMETER INDIKATOR INBREEDING RATE PADA POPULASI TERNAK KERBAU DI KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN (Indicator Parameter of Inbreeding Rate of Buffalo Population in Lebak Banten Province) L.PRAHARANI,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN
37 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN Suhartina dan I. Susanti S Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Sulawesi Barat,
Lebih terperinciRini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK
EVALUASI PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA LOKAL MENGGUNAKAN RUMUS PRODUKTIVITAS MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI REPRODUKSI (Kasus di Peternakan Rakyat Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta) Rini
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang tergabung dalam kelompok peternak Jambu Raharja di Desa Sidajaya, Kecamatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi
Lebih terperinciSERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR
SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur
Lebih terperinciANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG
ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANALYSIS OF USE FAMILY LABOR CULTIVATION OF SHEEP LIVESTOCK IN THE SUBDISTRICT BUAHDUA DISTRICT
Lebih terperinciTINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti
TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION Dewi Hastuti Dosen Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Abstrak Survai dilakukan terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciKinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo
Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1), Januari 213: 21-27 ISSN 231-21 Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo S. Fanani, Y.B.P. Subagyo dan
Lebih terperinciKAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL
Jurnal Ilmiah Peternakan 3 (2) : 29-33 (2015) ISSN : 2337-9294 KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL Study of Reproduction
Lebih terperinciANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH
ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH FINANCING ANALYSIS PROCUREMENT OF REPLACEMENT STOCK BETWEEN DEVELOPMENT CENTRE OF DAIRY CATTLE Iip Latipah¹,
Lebih terperinciKONDISI PETERNAKAN KERBAU DI DESA TAMBAKBOYO KECAMATAN AMBARAWA, KABUPATEN SEMARANG
KONDISI PETERNAKAN KERBAU DI DESA TAMBAKBOYO KECAMATAN AMBARAWA, KABUPATEN SEMARANG (Buffalo Livestock Conditions in the Village of Tambakboyo Ambarawa Sub district, Semarang District) ISNANI HERIANTI,
Lebih terperinciPROFIL USAHATANI KERBAU DI PROPINSI BANTEN
PROFIL USAHATANI KERBAU DI PROPINSI BANTEN (The Profile of Buffalo Rearing System in Banten Province) E. JUARINI, I. HERDIAWAN, I G.M. BUDIARSANA dan U. KUSNADI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI OPTIMALISASI REPRODUKSI SAPI BETINA LOKAL (un identified bred) DENGAN TIGA SUMBER GENETIK UNGGUL MELALUI INTENSIFIKASI IB Ir. Agus Budiarto, MS NIDN :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerbau adalah salah satu ternak besar penghasil daging yang banyak dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dan untuk mengurangi
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan
PENGANTAR Latar Belakang Kambing mempunyai peran yang sangat strategis bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan hidup dan merupakan bagian penting
Lebih terperinciABSTRACT. Keywords : Sago, Farmers Group Dynamics
ANALISIS DINAMIKA KELOMPOKTANI SAGU DI DESA LUKUN KECAMATAN TEBING TINGGI TIMUR KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI ANALYSIS DYNAMIC OF FARMERS GROUP SAGO IN THE VILLAGE OF LUKUN DISTRICTS TEBING TINGGI TIMUR
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBIBITAN KERBAU
KEBIJAKAN PEMBIBITAN KERBAU (Buffalo Breeding Policy) ABUBAKAR 1 dan E. HANDIWIRAWAN 2 1 Direktorat Perbibitan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jl. Harsono RM No. 23 Pasarminggu,
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas
Lebih terperinciPEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?
PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL? Trinil Susilawati (email : Trinil_susilawati@yahoo.com) Dosen dan Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya-
Lebih terperinciEvaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin... Afghan Arif Arandi
EVALUASI ATAS KEBERHASILAN PELAKSANAAN KAWIN PERTAMA SETELAH BERANAK PADA SAPI PERAH DI KPBS PANGALENGAN EVALUATION ON THE SUCCESS OF THE FIRST MATE AFTER CALVING IN DAIRY CATTLE IN KPBS PANGALENGAN Afghan
Lebih terperinciAnalisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman
Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 6-11 ISSN 1693-8828 Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman S. Emawati Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan
Lebih terperinciKELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA
KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA Andri Setiadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi Andrisetiadi27@Gmail.com H. Djoni 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi
Lebih terperinciSTRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN
STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan
Lebih terperinciKarakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak
Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat Akhmad Sukri 1, Herdiyana Fitriyani 1, Supardi 2 1 Jurusan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram; Jl. Pemuda No 59 A Mataram
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK
PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan
Lebih terperinci