BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rasa cemas dan takut Rasa cemas dan takut dalam perawatan gigi pada anak anak telah dikenali sebagai sumber masalah kesehatan yang serius. Rasa takut biasanya dirangsang oleh stimulus spesifik yang nyata atau objek tertentu, sedangkan rasa cemas timbul dari dalam psikis pasien sebagai antisipasi terhadap tekanan yang tidak terdefinisikan dan tidak nyata. Kecemasan sangat berhubungan erat dengan rasa takut. Rasa takut dan cemas dapat membuat anak-anak menjadi sulit untuk dirawat dan penurunan ambang rasa sakit. 10 Takut merupakan bentuk konkrit, yang memiliki latar belakang yang jelas, dan dapat diekspresikan melalui kata-kata apa yang ditakutkan. Fischer menyatakan bahwa rasa takut ialah emosi yang timbul dalam situasi stress dan ketidakpastian serta dapat memberikan rasa terancam bagi orang yang mengalaminya. Reaksi dari perasaan tersebut ialah melawan atau menjauhi situasi tersebut sebagai antisipasi rasa sakit atau keadaan bahaya. Dalam hal emosi takut ini seseorang dapat mengenali apa yang menyebabkan rasa takut dan tahu apa 6, 10, yang ditakuti. Anak mengenal rasa takut sebagai pengalaman yang tiba tiba. 11 Kecemasan terkadang disebut sebagai suatu ketakutan yang tidak jelas, bersifat panjang/meluas (diffuse) dan tidak berkaitan terhadap ancaman spesifik tertentu. Kecemasan tampak dihasilkan oleh ancaman internal, perasaan yang tidak baik; berbeda dengan perasaan takut yang memiliki objek eksternal atau apa yang dilihat pasien sebagai suatu bahaya. Oleh sebab itu, perasaan cemas lebih sulit diatasi dibandingkan perasaan takut. 10

2 5 FEAR ANXIETY Ada objeknya Tidak ada objek Gambar 2.1 : Ilustrasi perbedaan rasa takut dan cemas. Rasa takut konkrit, sedangkan rasa cemas difus. Sumber : Koch G, Modeer T, Poulsen S, Rasmussen P. Pedodontics - A Clinical Approach. 1st ed. Copenhagen: Munksgaard hal Rasa cemas dan takut terhadap perawatan dental Kecemasan dental adalah hal yang penting karena merupakan komponen utama yang menyulitkan pasien di dalam praktik dokter gigi. Kecemasan dental lebih spesifik dibandingkan kecemasan umum. Rasa cemas terhadap perawatan gigi didefinisikan sebagai suatu sifat kecemasan yang khusus pada situasi tertentu, yaitu kecenderungan merasa cemas saat perawatan gigi. 12 Rasa cemas dan takut merupakan akibat dari adanya rasa sakit. Beberapa rasa takut bisa terjadi secara alamiah, namun kebanyakan merupakan akibat setelah terjadi rasa sakit. Sedangkan kecemasan selalu merupakan pengalaman yang berasal dari akibat langsung rasa sakit atau turunan dari adanya rasa takut. 6 Tiga penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Alpern (1971), Wright, Alpern dan Leake (1973), Bailey, Tailor, dan Talbot (1973) menunjukkan bahwa rasa sakit yang timbul dari prosedur medis memiliki pengaruh buruk bagi perilaku anak dalam lingkungan dental. Rasa sakit itulah yang menyebabkan perilaku negatif seseorang dalam lingkungan dental. Penelitian terakhir menyatakan bahwa rasa takut pada sakit secara fisik banyak terjadi pada anak anak. Rasa takut dapat memicu rasa sakit yang besar dan pengurangan ambang toleransi (Barber, 1960; Lynn dan Eyesenck, 1961; Lang, 1966; Lazarus, 1966). Ketakutan dental dini membentuk perilaku pasien saat dewasa. 13 Menurut Friedson dan Feldman, 9% dari orang yang tidak

3 6 menggunakan jasa perawatan gigi secara teratur mengindikasikan keterkaitan yang kuat dengan rasa takut dengan dokter gigi, takut sakit. 14 Rasa sakit Primer Rasa takut Primer atau Sekunder Rasa cemas Selalu sekunder Gambar 2.2 : Segitiga hubungan rasa sakit dengan rasa takut dan cemas Sumber : Mark HS. The genesis of fear and anxiety in young dental patients. Journal of dentistry for children. July - august p 51. Beberapa psikolog berpendapat bahwa kehadiran cemas dapat diketahui dari cara orang tersebut bertindak. Ini dapat dilihat saat pasien menghindari kunjungan ke dokter gigi atau tidak membiarkan dokter gigi menggunakan instrumen dental. 4 Menurut beberapa psikolog, rasa cemas dan takut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan karena dalam situasi praktek dental yang sesungguhnya pasien mengalami rasa takut yang bersifat objektif dan subjektif 4, 15 atau yang dikenal dengan rasa takut dan rasa cemas. Sumber lain juga menegaskan bahwa secara jelas pada situasi dental, ketakutan dan kecemasan saling terkait mengingat pasien dihadapkan pada ancaman yang nyata dan imaginasi yang kemudian bereaksi dengan derajat kecemasan yang berbedabeda. 15 Contoh, seseorang dapat merasa cemas terhadap kunjungan ke dokter gigi dan secara spesifik merasa takut terhadap ekstraksi. 10 Sehubungan dengan perawatan gigi, beberapa sumber dari rasa takut dan cemas yang dialami pasien antara lain: suara dari alat bor, orang asing, lingkungan atau benda yang belum dikenal serta rasa sakit dan orang orang yang diasosiasikan dengan rasa sakit itu sendiri. 11

4 7 Terhadap rasa takut dan cemas ini setiap orang memiliki bentuk bentuk pernyataan dari ke 2 perasaan ini. Pada pasien anak, bentuk pernyataan ini jelas dan mudah tampil sedangkan pada orang dewasa mereka cenderung mentolerir simptom ini dan berusaha mencari jalan keluar dengan cara mengingkari, giat berusaha mengatasi atau mengalihkan diri. 11 Rasa cemas memiliki 3 komponen yaitu : sisi kognitif, sensasi fisiologis atau somatik, serta reaksi (tingkah laku). Sisi kognitif yaitu bagaimana perubahan yang terjadi dalam proses berpikir. Contohnya : rasa khawatir, gelisah, berpikir berlebihan, sedikit berfirasat, gangguan konsentrasi. Kemudian komponen somatik misalnya denyut jantung meningkat, berdebar debar, tekanan darah meningkat, berkeringat, kekakuan anggota badan, sesak napas, sakit perut, dan buang buang air. Komponen yang ketiga yaitu reaksi. Contohnya : menghindar (menunda perjanjian atau meminta semua perawatan dilakukan pada satu kali kunjungan) dan menghindari situasi yang membangkitkan kecemasan. 16 Seorang anak dengan kecemasan dan ketakutan dental memperlihatkan situasi yang menantang untuk dokter gigi. Levy dan Domoto mengungkapkan bahwa dokter gigi menganggap perilaku anak cemas yang mengacaukan merupakan problematik utama yang dihadapi di klinik. Raadal dkk melaporkan penelitian terhadap 895 anak di Amerika Serikat umur 5-11 tahun, 19,5 % anak memiliki tingkat kecemasan dental yang tinggi. Dari kelompok usia 14-21, ditemukan 23% memiliki kecemasan dental yang ekstrim. 14 Studi prevalensi tentang kecemasan dan ketakutan dental juga sudah dilakukan di Eropa. Pada penelitian di negara Finlandia terhadap anak usia 7-10 tahun sebesar 6% menderita kecemasan dental. Sedangkan usia tahun sebesar 21%. Di Norwegia, pada anak usia tahun ditemukan 3,8% menderita kecemasan dental. Sedangkan pada usia 18 tahun sebesar 19%. 17 Ketidakmampuan untuk merawat anak dengan kecemasan dental menjadi perhatian kesehatan publik yang penting diketahui komunitas dental. Penelitian Corah mengungkap ¾ dokter gigi yang disurvei melaporkan kecemasan dental pasien adalah halangan terbesar untuk perawatan dental yang rutin. Jika kecemasan dental tidak dikurangi pada awal perawatan dental anak, maka perasaan cemas akan bertumbuh dan menjadi penghancur bagi si anak. 14

5 8 Weiner dan Sheehan (1990) mengklasifikasikan dentally anxious individuals menjadi 2 kelompok, yaitu: eksogen bila kecemasan dental yang timbul merupakan hasil pengkondisian melalui pengalaman traumatik dental atau pengalaman orang lain. Pasien anak cenderung masuk ke dalam kategori ini. 7 Berikutnya endogen bila kecemasan berasal terjadi akibat suatu kelainan (anxiety disorders), yang ditandai dengan keadaan anxiety pada umumnya, beberapa ketakutan berlebih, dan kelainan emosi (mood). Anak memiliki reaksi yang berbeda beda dalam menghadapi rasa takut dan cemas dental. Faktor-faktor yang menentukan bagaimana anak akan bereaksi terhadap rasa takut dan cemas yaitu : pertama, derajat ketakutan (the degree of fear), bergantung pada bagaimana anak merasakan suatu situasi dihubungkan dengan pengalamannya sendiri dan lingkungannya, apakah anak merasa aman, dikelilingi orang yang dipercayainya atau tidak. Kedua, kemampuan mengatasi ketakutan berhubungan dengan kedewasaan anak dan kepribadiannya. Ketiga motivasi atau dorongan untuk mengatasi ketakutan berhubungan dengan tuntutan disekitarnya, kebiasaan anak dan semuanya ini dipengaruhi oleh kunjungan dental Etiologi Kecemasan Dental Faktor etiologi dari rasa cemas takut dental dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu: Faktor personal yang terdiri dari usia, rasa takut cemas secara umum dan temperament. Faktor eksternal yang terdiri dari kecemasan dan ketakutan orang tua, situasi sosial dalam keluarga, latar belakang etnik keluarga, serta pola asuh dan peran anak di lingkungan sosial. Ketiga ialah faktor dental yang terdiri dari rasa sakit dan tim dental. 17 Ketiga faktor tersebut terkait dengan suatu variabel penting yaitu waktu. Pasien anak yang kita lihat hari ini akan menjadi pasien dewasa yang kita lihat esok hari. Melalui penelitian sebelumnya tentang adult odontophobia, kita mengetahui bahwa pasien dewasa sering mengidentifikasikan masalahnya berasal dari pengalaman yang buruk dari perawatan dental di masa lalunya. Saat dimana kecemasan dental awal dan masalah perilaku bertemu akan menyebabkan

6 9 penghindaran terhadap perawatan dental, ada risiko yang besar masuknya lingkaran setan menuju odontophobia dan buruknya kesehatan dental (gbr 2.3.). Pencegahan terjadinya evolusi yang buruk ialah tugas utama pediatric dentist. 17 Faktor Personal Faktor Dental Faktor Eksternal Perasaan malu Kecemasan dental, masalah management perilaku Penghindaran Rusaknya Kesehatan gigi dan mulu, rasa nyeri Kelegaan sementara, Berkurangnya kecemasan Gambar 2.3 : Etiologi terjadinya kecemasan/ ketakutan dental dan masalah perilaku. Sumber : Koch G, Poulsen S. Behaviour management problems in children and adolescents. In: Klingberg G, Raadal M, eds. Pediatric dentistry- a clinical approach. 1st ed. Oxford: Blackwell Munksgaard p.56. Faktor etiologi yang berada pada siklus atas dapat dibagi menjadi 3 kelompok utama : faktor personal, faktor eksternal, dan faktor dental. Akibat yang ditimbulkan dan besarnya tingkat faktor tersebut sangat bergantung pada usia anak. Jika kecemasan dental dan masalah perilaku mengarah kepada penghindaran perawatan dental, ada risiko masuknya lingkaran setan ini. Jika perawatan yang tepat untuk mengurangi kecemasan dental tidak segera dilakukan, siklus akan segera terjadi bersamaan dengan waktu, seperti diperlihatkan pada siklus bawah.

7 Faktor personal Prevalensi derajat kecemasan dental yang telah dikemukakan bervariasi pada setiap survei. Hal ini disebabkan karena : perbedaan kriteria untuk definisi kecemasan dental atau masalah perilaku, perbedaan ukuran sampel dan teknik seleksi sampel, perbedaan usia, perbedaan budaya sampai perbedaan sistem perawatan gigi di negara masing masing. Walaupun demikian, 1 faktor yang pasti dalam menjelaskan kecemasan dental dan masalah perilaku, yaitu usia dari anak. Baik kecemasan/ ketakutan dental serta masalah perilaku umum pada anak kecil, merefleksikan pengaruh perkembangan psikologi anak dalam kemampuannya menghadapi perawatan dental. Anak kecil akan merasakan dan mengerti situasi dental berbeda dengan anak yang lebih tua. Alasan utamanya ialah proses memahami dan motivasi untuk taat terhadap perawatan dental memerlukan kesiapan anak. Misalnya untuk berbaring tanpa bergerak, untuk mentolerir ketidaknyamanan, rasa yang aneh, bahkan rasa sakit dan dan semuanya berada pada lingkungan asing dengan orang orang aneh. 17 Semua anak melalui periode perkembangan kedegilan sering bertepatan dengan krisis yang dialami anak saat fase berbeda dalam perkembangan sosial emosional. Hal ini memang normal namun periode pencobaan ini ditandai dengan masalah perilaku dalam situasi perawatan dental. Orang tua umumnya mendeskripsikan perubahan tiba- tiba dari suasana hati anak, dari penurut menjadi keras kepala. Ini adalah periode peralihan yang berlalu dalam 1 minggu atau sebulan dua bulan. Ketakutan terhadap medis, ketakutan terhadap hal yang tidak diketahui, dan takut akan luka telah diasosiasikan dengan kecemasan/ ketakutan dental. 17 Penelitian lebih lanjut mengungkap bahwa usia 6-7 tahun ialah periode dimana ditemukan kecemasan dental tertinggi. Herbertt dan Innes menemukan anak dari umur 8-9 tahun paling banyak mengalami kecemasan dental dan paling tidak kooperatif selama perawatan dental. Anak di antara umur 4-14 melaporkan ketakutan spesifik dari dokter gigi, dengan peringkat tertinggi ialah takut dicekik diikuti dengan ketakutan terhadap injeksi dan pengeburan. 14

8 11 Winner mengemukakan pendapat berbeda (1982). Ia menyimpulkan bahwa ada indikasi bertambahnya ketakutan dental anak seiring meningkatnya usia, khususnya setelah usia 7-8 tahun. Kemudian naik secara signifikan pada usia 9-12 tahun. Ia menyatakan hal ini berkaitan dengan perkembangan fisiologis dan psikologis. Selain itu, anak yang lebih tua tentunya memiliki risiko yang lebih besar untuk menerima perawatan restoratif yang lebih ekstensif dibandingkan anak yang masih muda. Hal ini didukung oleh penelitian Bauer (1976). Ia melaporkan kenaikan frekuensi rasa takut termasuk luka tubuh dan bahaya fisik mulai dari anak taman kanak kanak hingga anak kelas 2 dan kemudian anak kelas 6. Ollendick, Matson, dan Helsel (1985) menemukan tingginya angka takut akan bahaya pada remaja dibandingkan anak yang lebih muda. 18 Oleh karena itu, tampak bahwa anak yang lebih tua merasakan dan memproses pengalaman dental berbeda dengan anak yang lebih muda. 19 Temperamen ialah kualitas emosional personal bawaaan yang cenderung stabil. Temperamen juga dipercaya merupakan pengaruh genetik. Kecenderungan dari temperamen ialah sifat malu, yang ditemukan pada 10% populasi anak. Dikarakteristikan dengan kecenderungan sulit beradaptasi dalam situasi baru. Hal ini tampak jelas saat bertemu orang asing. Pada situasi ini, anak yang pemalu dihalangi atau bahkan canggung, dengan perasaan ketegangan dan sedih serta cenderung keluar dari interaksi sosial. Anak ini memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan situasi. Kecenderungan temprament lain ialah emosi negatif seperti menangis, takut, marah dan temper tantrum. Dua kecenderungan temperamen ialah malu dan emosi negatif telah diasosiasikan dengan rasa cemas dan takut terhadap perawatan dental. 17 Faktor lain seperti jenis kelamin juga turut berperan dalam tingkat kecemasan dental. Anak perempuan memiliki tingkat kecemasan dental yang lebih tinggi dibandingkan laki laki Faktor eksternal Situasi sosial anak sangatlah penting. Masalah rasa takut dental dilaporkan banyak terjadi pada masyarakat immigrant. Kelompok dengan status sosial

9 12 ekonomi rendah memperlihatkan tingginya prevalensi kecemasan dental dan masalah perilaku. 17 Faktor eksternal lain yang menentukan, yakni : Pertama, sikap orang tua terhadap perawatan dental. Rasa cemas dental orangtua dapat mempengaruhi kecemasan dental pada anak anak. Orang tua yang takut sering mencampuri perawatan dental anaknya, sebagai contoh dengan menanyakan keperluan untuk injeksi atau perawatan restoratif. Pada saat itulah, orangtua yang takut pada perawatan dental dapat menjadi model yang hidup dan kuat bagi kecemasan dental anaknya. Studi di antara pasien odontophobics yang dilakukan Berggren, Meynert dan Moore melaporkan bahwa perilaku negatif keluarga terhadap perawatan dental menjadi alasan umum berkembangnya odontophobia. 17 Jadi, orang tua dengan kecemasan terhadap perawatan dental cenderung memiiki anak 17, 20 yang cemas pula. Kedua, pengalaman medis dan dental pada anak. Anak yang tidak kooperatif atau cemas selama kunjungan dental terkait dengan pengalaman yang traumatik atau prosedur dental yang menyakitkan di masa lalu. Namun, tidak semua pasien yang mendapat nyeri atau rasa sakit selama perawatan dental menjadi cemas. Bernstein dan koleganya menemukan bahwa kunci penting dari perkembangan kecemasan dental ialah dokter gigi. Pada penelitian yang dilakukannya terhadap mahasiswa, baik dengan rasa takut yang tinggi maupun rendah terhadap perawatan dental dan diperiksa dengan pertanyaan esai terkait pengalaman kanak kananknya terhadap prosedur dental. Pada kelompok dengan tingkat ketakutan tinggi 42% mengalami rasa sakit selama kunjungan namun banyak dari mereka melaporkan bahwa dokter giginya bersikap dingin, tidak perhatian dan deskripsi negatif serupa lainnya. Hanya 17% kelompok dengan tingkat ketakutan rendah mengalami rasa sakit juga tetapi untuk kelompok ini, mereka merasakan bahwa dokter giginya teliti, perhatian, ramah. Ini menunjukkan bahwa pendekatan empatik dapat mengatasi efek rasa sakit jangka panjang. 20 Pengalaman medis sebelumnya yang tidak menyenangkan juga dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk mendapatkan perawatan dental. Bagaimanapun, yang menentukan ialah kualitas emosi dari peristiwa bukan jumlah kunjungan. 20

10 13 Ketiga, pengalaman dental dari teman dan saudara kandung. (vicarious learning). Banyak dari orang yang belum mendapatkan perawatan dental tapi merasa cemas. Hal ini disebabkan anak mendapatkan dental fear melalui pembelajaran sosial dari saudara kandung, kenalan, dan teman. Contoh : banyak anak dan orang dewasa yang tidak pernah menerima injeksi lokal namun menganggapnya sakit. Anak dapat belajar dari cerita teman sebayanya yang dibesar - besarkan tetapi juga merefleksikan kecemasan dental orang tuanya. 17, 20 Keempat, jenis persiapan yang dilakukan di rumah sebelum pertemuan dental. Kemudian yang kelima ialah persepsi anak sendiri bahwa ada sesuatu yang tidak benar dengan giginya. Anak yang datang ke dokter gigi untuk pertama kalinya dan tahu bahwa mereka memiliki masalah dental, maka mereka akan cenderung bersikap buruk. Rasa takut akan mendapatkan sakit sangatlah umum ditemukan pada anak dan merupakan faktor penting Faktor dental Salah satu penyebab kecemasan dental dan masalah perilaku saat perawatan gigi ialah rasa sakit yang ditimbulkan dari perawatan. Rasa sakit didefinisikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang disebabkan karena kerusakan jaringan atau oleh ancaman kerusakan itu. Penting untuk mengetahui bahwa sensasi tidak harus disebabkan oleh kerusakan jaringan, tetapi juga oleh kondisi stimuli seperti suara bur dan jarum. Hal ini disebabkan karena secara normal rasa sakit menimbulkan reaksi fisiologi dan psikologi untuk melindungi tubuh dari kerusakan jaringan, perilaku tidak kooperatif ialah reaksi yang wajar saat anak merasakan sakit atau ketidaknyamanan. 17 Pemahaman anak terhadap rasa sakit sangat bevariasi tergantung kemampuan kognitif, reaksi dan pemikiran anak terhadap stimuli yang bervariasi bergantung usia dan kematangan. Faktor tambahan lain seperti perkembangan sosio-emosional, keluarga, dan situasi sosial, dukungan orang tua, hubungan dengan tim dental mempengaruhi bagaimana anak menghadapi stress, rasa sakit, dan ketidaknyamanan. 17

11 14 Kecemasan dental yang paling umum pada anak dapat dihubungkan dengan ketakutan dari ketidaktahuan dan kurangnya kontrol dari prosedur dental. Perasaan tidak berdaya adalah suatu hal yang banyak dirasakan pasien yang berbaring di kursi dental. Apalagi dengan ketidakmampuan berbicara dengan dokter gigi karena instrumentasi di dalam mulut. Hal ini dapat menginterprestasikan kurangnya kontrol. Pasien meyakini bahwa tidak ada cara untuk menghentikan proses walaupun sesuatu berjalan salah. 20 Rongga mulut juga merupakan salah satu faktor dental. Secara neurologis, rongga mulut ialah salah satu regio yang paling sensitif dari tubuh manusia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya reseptor pengecapan rasa, sentuhan, temperatur dan persepsi sakit. Stimulus oral dapat memberikan seseorang perasaan aman. Oleh karena itu, seseorang akan bereaksi hebat untuk rasa sakit yang ada pada rongga mulut dibandingkan luka pada bagian tubuh lainnya. Banyak pasien memperlihatkan rasa takut yang begitu besar saat akan direstorasi giginya dibandingkan prosedur bedah minor pada bagian tubuh lain. 21 Selain itu, situasi praktik dental juga turut mempengaruhi kecemasan/ ketakutan dental. Takut akan perawatan dental menyebar dan dirasakan baik secara sadar maupun tidak sadar. Saat pasien datang untuk perjanjian dental, kecemasan dan stress telah berada dalam tingkat yang besar. Jika pasien dibiarkan duduk di ruang tunggu untuk beberapa waktu, kecemasannya meningkat. Saat pasien dibawa ke ruang operasi, ia dihadapkan pada stimuli sensori yang mengakibatkan perasaan tidak nyaman. Stimuli ini antara lain, lampu yang terang, pemandangan instrument instrument dental dan baju putih dokter gigi, bau medikasi yang tidak menyenangkan, bunyi bunyi instrument termasuk suara bur. Ditambah komunikasi yang buruk dengan dokter gigi akan menambah kecemasan pada pasien kita. 21 Pasien merasa lemah dan berada di bawah perintah dokter gigi. Saat kecemasan dan stress berada pada tingkat tinggi, ambang rasa dari semua panca indera menurun; jadi jika satu indera saja mengalami trauma, reaksi pasien terhadap stimulus akan berada di luar perkiraan. 21

12 Pengaruh takut dan cemas dalam perawatan dental Masalah diasosiasikan dengan kecemasan dental tidak terbatas pada anak dengan kecemasan dental tetapi juga pada dokter gigi yang merawatnya. Frustasi yang berkepanjangan yang muncul dengan perilaku penolakan menyebabkan dokter gigi juga menderita dari kecemasan. Melamed dan Williamson melaporkan banyak dokter gigi mengakui dirinya sendiri menjadi cemas saat berhadapan dengan pasien yang cemas. Kombinasi frustasi dan kecemasan yang dirasakan dokter gigi dapat diproyeksikan secara tidak sadar pada si anak, hal ini membuat anak menjadi tidak nyaman dengan dokter gigi dan menciptakan siklus kecemasan dokter gigi-anak yang tidak pernah berakhir. 14 Kecemasan dental mempengaruhi pasien untuk membatalkan atau menunda dental appointment serta perawatan dental. Hal ini terlihat dari suatu metode yang digunakan untuk menghitung secara tabulasi data mengenai dental appointment yang ditunda atau dibatalkan oleh pasien tersebut. Hal ini menghasilkan konsekuensi berupa kerusakan gigi secara biologis maupun sikap penolakan secara psikologis. Sikap tersebut pada akhirnya memperparah rasa sakit dari pasien tersebut yang kemudian menimbulkan suatu stress dimana pada akhirnya dapat memperparah sikap penolakan pasien terhadap perawatan gigi, demikian seterusnya membentuk suatu siklus. Siklus lingkaran setan ini dikuatkan oleh perasaan malu pasien akan kondisi oralnya dan karena ketidakmampuannya untuk mengatasi situasi. 15

13 16 Gambar 2.4 : Lingkaran setan dari stress, penghindaran, dan rasa sakit dalam kedokteran gigi. Sumber : Eli I. Oral psychophysiology : stress, pain, and behaviour in dental care 1th edition ed. Boca Raton: CRC Press 1992:65. Seiring berjalannya waktu, pengalaman perawatan dental masa lalu dapat memberikan pengaruh yang buruk dalam perawatan. Jika pasien ditanyakan mengenai perasaannya pada masa lalu, seringkali pasien tersebut menyatakan bahwa perasaan cemasnya pada saat recall dapat jauh lebih besar dibandingkan perasaannya pada saat duduk di dental unit. Hal yang sama juga terjadi pada pasien-pasien yang mengeluhkan rasa sakit 3 bulan setelah perawatan dibandingkan rasa sakit setelah perawatan pertama. Jadi, dapat disimpulkan kecemasan dental mempunyai efek yang bersifat menganggu kesehatan rongga mulut pasien tersebut Perkembangan Anak usia 6 dan 9 tahun Perkembangan manusia merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan fisik, perilaku, kognitif, sosial dan emosional yang berlangsung seumur hidup. Terjadilah perubahan yang luar biasa mulai dari bayi ke masa kanak kanak terus remaja dan kemudian dewasa. Melalui setiap proses, setiap orang

14 17 mengembangkan perilaku dan nilai untuk menentukan pilihan, hubungan dan pemahaman. Setiap tahap perkembangan menunjukkan karakteristik khas. Berikut ialah berbagai aspek perkembangan yang menjadi patokan khas umur tersebut. Bagaimanapun, setiap anak ialah individu yang berbeda sehingga mencapai tahapan perkembangan bisa ada yang cepat dan ada yang lebih lambat dibandingkan anak lain di umur yang sama Perkembangan Anak 6 Tahun Anak usia 6 tahun mengalami perkembangan fisik secara umum yakni perkembangan pesat pada otot besar ketimbang otot kecil, penglihatannya belum sempurna, pertumbuhan yang cepat terjadi pada organ jantung, memiliki aktivitas besar melalui periode yang singkat. Saat usia 6 tahun gigi permanen mulai erupsi. 9 Dari usia 6 tahun terjadi perkembangan berkesinambungan pada bagian kepala dan leher. Saat usia 12 tahun, 90% ukuran wajah sudah komplit. Pada rentang usia ini, rahang berkembang lebih cepat dari perkembangan neural. Di usia 6 tahun, kebanyakan anak mengalami erupsi 4 molar permanen pertama, eksfoliasi I1 dan I2 maksila dan mandibula yang kemudian diikuti erupsi insisif permanen. Untuk beberapa anak insisif lateral permanen maksila akan terlihat setelah usia 7 tahun. Pada lengkung mandibula anak usia 6-7 tahun sampai tahun mulai dari M1 permanen dan I1, gigi erupsi secara bergantian dengan cepat yaitu I1, I2, C, P1, P2 dan M2 permanen. Inklinasi dari jalur eruptif I permanen menyebabkan penampilannya yang melebar. Tampak alami untuk menemukan diastema di antara gigi I, khususnya pada maksila. Setelah C permanen mulai erupsi, terjadi tekanan ke arah mesial yang biasanya cukup untuk meluruskan insisive dan menutup diastema. Periode perkembangan ini disebut ugly duckling stage. 23 Selain itu anak usia 6 tahun pada juga mengalami perkembangan sosial emosional yaitu percaya diri dan senang untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya. Ia menjadi pusat dari dunianya dan cenderung suka menyombongkan diri. Anak usia ini harus dikatakan segalanya benar karena ia sulit menerima

15 18 kritikan. Anak usia 6 tahun melalui periode tidak kooperatif dan melawan instruksi orang tua Ia mulai sadar pada emosi dirinya dan orang lain sehingga mulai mengembangkan teknik pengendalian diri yang lebih baik. Selama proses menuju kemandirian ia mulai mengalami perasaan tidak aman Sumber penting bagi stabilitas emosi dan perasaan aman dirinya ialah rutinitas yang dapat diperkirakan dan interaksinya dengan orang dewasa yang mana mereka rasakan aman, khususnya pada situasi yang mencekam. Ia sangat menikmati rutinitas dan perubahan yang lambat. Rutinitas dipandang sebagai aktivitas yang nyaman dan diinginkan. 24 Anak sangat tergantung pada hubungan basis keamanan dengan orang dewasa (orang tua, guru) untuk dapat merasa aman dan nyaman. Kemampuan yang ditunjukkan anak pada bidang non-sosial (seperti sekolah) tergantung pada perasan aman dan nyaman dengan orang dewasa yang ada pada situasi tersebut. 24 Anak mulai menunjukkan kesadaran yang meningkat terhadap emosi orang lain dan dirinya sendiri, serta dapat menilai apa yang dirasakan orang lain seperti frustasi, gembira. Kemudian anak juga mulai dapat mengidentifikasi penyebab perasaan orang tersebut (misalnya, berkata dia sedih karena ), Ia menilai apa yang dialami orang lain berdasarkan observasi langsung atau pengalaman. 24 Anak usia 6 tahun memiliki perilaku yang kaku dan negatif, yang tidak dapat diprediksi dan penolakan yang kuat, banyak menuntut, tidak mampu beradaptasi, respon lambat, memperlihatkan kebrutalan yang ekstrim, serta emosinya mudah meledak karena kemampuannya untuk pengendalian diri sendiri masih belum seimbang. 24, 25 Ia mengalami emosi positif atau negatif, ketimbang campuran emosi. Seiring dengan berjalannya usia maka anak lebih sedikit menyampaikan perasaan negatifnya. Mampu mengatasi emosi negatif dengan dukungan langsung (misalnya kontak dan kenyamanan fisik dari perawat atau distraksi (misalnya, menonton TV). 24 Ia suka mengertak - gertakan kaki ke lantai, goyang goyang, memutar mutar rambut, menggaruk garuk disertai iritabilitas dan tangisan, serta tidak

16 19 mampu untuk duduk lama sebagai tanda dari perasaanya yang penuh semangat dan mudah gelisah. Anak pada usia ini sulit mengambil keputusan. Dia lebih 25, 26 nyaman dengan aturan yang jelas. Pada usia 6 12 tahun, anak mulai belajar tentang perilakunya yang dapat diterima. Menangis, marah, dan perilaku serupa lainnya, untuk anak normal, terjadi sebagai bentuk dari frustasi. Jika pada anak sebelum sekolah banyak menuntut, memerlukan penghargaan segera, dan kepuasan, maka anak pada masa transisional mampu menunda kepuasan. 23 Mayoritas anak 6-12 tahun akan menemukan kepuasan emosional hanya jika mereka diterima di lingkungan sosial. Kurangnya penerimaan, diasingkan, dan penghinaan dapat merusak emosional anak. Kemampuan untuk mengatasi dan sembuh dari penghinaan, frustasi, kehilangan, kekecewaan diperlukan muncul pada anak usia ini. Jika tidak, akan timbul masalah besar pada anak dewasa muda. 23 Pada tahun 1970, White menyimpulkan tentang perkembangan kognitif anak antara usia 5-7 tahun terjadi reorganisasi sistem saraf pusat yang menyebabkan peningkatan kemampuan secara drastis untuk tetap tekun menyelesaikan tugas atau menaruh perhatian dalam menyelesaikan masalah. Dan seiring bertambahnya usia maka rentang perhatiannya juga bertambah. 23 Dari usia 4 hingga 6 tahun anak memasuki suatu periode yang ditandai dengan banyaknya konflik dan ketidakstabilan emosional. Anak berada dalam kondisi kekacauan antara ego-nya dengan hasratnya untuk menyesuaikan diri. Dalam periode ini, imaginasi berperan penting sebagai mekanisme pelindung. Fantasi berperan sebagai penyangga untuk masalah emosional. Rasa takut dapat diatasi dengan mengenali faktor apa yang ditakuti oleh individu, kemudian dengan berimaginasi akan membantu mengatasi rasa takut itu. Pada usia ini, batas berimaginasi sangatlah penting dan dapat digunakan oleh dokter gigi untuk menangani anak kecil. Pada usia ini anak tidak yakin dengan kemampuannya sendiri mengatasi kemungkinan bahaya dan berdampak pada perilakunya yang sedikit malu malu. Semakin tua usia anak makan ketakutannya menjadi lebih bervariasi dan individual. 27 Secara khusus, anak usia 6 memiliki ketakutan dan kecemasan

17 20 terhadap makhluk supernatural, luka fisik, dokter, kegelapan, petir, berada sendirian, dan berpisah dari orang tua Perkembangan Anak 9 Tahun Perkembangan fisik anak usia 9 tahun ialah sebagai berikut. Pada usia ini mulai terjadi perubahan fisiologis. Anak usia 9 tahun sudah memiliki koordinasi otot besar dan kecil yang baik. Anak perempuan bertumbuh lebih cepat dibandingkan anak laki laki. Beberapa anak mencapai puncak mengawali pertumbuhan cepat pra remaja. Sistem pernapasan, pencernaan, dan sirkulasi hampir menyerupai orang dewasa. Pada usia ini anak mungkin memerlukan perbaikan susunan gigi. Di usia ini muncul premolar pertama dan kedua. Koordinasi mata dan tangan sudah baik dan ukuran mata hampir sama seperti saat dewasa. 9 Perkembangan emosional dan sosial anak usia 9 tahun ialah sebagai berikut. Anak usia 9 tahun mencapai tingkat organisasi pribadi dimana emosi positif sering dirasakan. Ia menunjukkan tanggung jawab, kemandirian, kepatuhan, dan kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. 29 Namun dalam usia ini pula anak berada dalam tahap mencari jati diri sehingga ia suka mengkritik dan meningkatnya kemampuan verbal untuk melepaskan kemarahan. Ia memiliki perasaan kuat terhadap apa yang benar dan apa yang salah. Perbedaan nyata antar individu menjadi jelas dan berkembangnya kemampuan untuk tekun pada suatu pekerjaan. Anak mau melakukan sesuatu dengan baik, tetapi hilang minat jika tertekan. Anak pada usia ini dapat bekerja rajin untuk periode waktu yang lama tetapi dapat menjadi tidak sabar dengan penundaan. Anak siap untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian dengan sedikit ketegangan. 9 Ia sangat suka dengan kompetisi, khususnya di sekolah, mengalami pemberontakan yang ekstrim, suka menganggu, suka mengeluh, mudah gelisah, isolasi sosial, mudah mengalami ketidakcocokan dengan orang tua. Anak laki laki dan perempuan memiliki perbedaan mencolok dalam kepribadian, karakteristik, ketertarikan, dan pola pikir. Anak laki laki baru mulai untuk belajar mandiri. Ia memiliki beberapa masalah perilaku, khususnya jika tidak

18 21 diterima oleh orang lain. Pada usia ini, ia mulai mandiri, dan dapat dipercaya. Ia sangat mementingkan keadilan, sangat kompetitif, berdebat soal keadilan, sulit menerima kesalahan namun lebih mampu menerima kegagalan dan kesalahan serta bertanggung jawab. Anak sangat perhatian terhadap hal benar atau salah, mau melakukan hal yang baik, namun terkadang bereaksi berlebihan atau memberontak terhadap pandangan yang ketat. 30 Pada usia ini, motivasi pribadi ialah karakteristik utama yang mewarnai perilaku dan emosi anak. Perubahan yang cukup besar terjadi pada usia ini, walaupun hal ini sepertinya tidak terlihat. Semua tuntutan dan kebinggungan dari usia sebelumnya terintegrasi dalam usaha pencapaian jati diri yang stabil. Ia memiliki kontrol yang baik dan dapat memikirkan masalah dan rencana bagaimana menyelesaikannya. Ia persisten dengan usahanya dan dapat fokus dalam menyelesaikan tugas. 29 Pada usia ini anak mengembangkan hati nuraninya. Ia mengenal saat dimana ia berbuat salah dan gagal untuk melaksanakan hal yang benar. Ia akan menuduh atau mencari-cari alasan bila ia malu. Anak usia ini sangat disiplin, tetapi mudah kecewa jika dia merasa bahwa ada hal yang tidak adil. Keadilan menjadi hal yang penting bagi anak usia 9 tahun. Ia akan memiliki respon yang baik jika ia merasa diperlakukan adil. Perbedaan kontras dengan anak usia 8 tahun, anak 9 tahun tidak terlalu termotivasi oleh penghargaan. 29 Hal yang utama, anak usia 9 tahun cemas untuk membahagiakan orang tua, guru, dan teman. Ia ingin perilakunya diterima oleh orang yang penting dalam hidupnya. Ia suka menjelek jelekan dirinya. Hal ini menunjukkan perasaan kecemasan yang kuat pada usia ini. Kendati demikian, anak usia 9 tahun mudah diarahkan jika ia memperlihatkan emosi negatif dan perilaku buruk. Saat ia kecewa, ia sensitif terhadap kritik dan mudah malu. Hal ini dikarenakan anak berada dalam periode integrasi emosional, jadi beberapa sifat emosional dalam dirinya masih labil. Secara umum, ia mampu untuk mengatasi emosi negatifnya dengan cepat. Dia memiliki keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain, walaupun terkadang cuek. Dia masih mengalami kemarahan, ketakutan, dan rasa cemas, namun umumnya hanya dalam jangka waktu pendek. 29

19 22 Anak usia 9 tahun sangat memperhatikan keinginan dan hambatannya oleh waktu dan tempat. Harinya penuh dengan tempat dan tugas untuk diselesaikan dan ia mudah prihatin karena waktu yang tersedia untuk setiap aktivitasnya. Ia mudah merasa tertekan dan cemas untuk memenuhi semua keinginannya dalam waktu yang terbatas. Anak 9 tahun memiliki beberapa ketakutan. Ia memiliki perasaan takut yang lebih tinggi dibandingkan anak usia lain. Emosi yang dominant ialah kecemasan dan berkisar dari ringan sampai ekstrem. Situasi yang menyebabkan kecemasan biasanya hilang dengan cepat pada tahap akhir perkembangan. 29 Anak umur 9 tahun tertarik dengan kegiatan persahabatan dan aktivitas sosial. 30 Ia mencari status dengan bergabung dalam kelompok. Pergaulan dalam kelompok menjadi sangat kuat dan hanya dengan sesama jenis. Ia menghabiskan banyak waktu untuk bicara dan berdiskusi, sering mengkritik orang dewasa, walaupun masih bergantung pada persetujuan orang tua. Pada usia inilah ketergantungan anak terhadap orang tua menurun. 9 Sekarang anak memiliki persahabatan yang solid, memiliki perasaan empati yang kuat, pengertian dan sensitif terhadap perasaan orang lain. 31 Perkembangan kognitif anak usia 9 tahun ialah sebagai berikut. Anak usia 9 tahun mulai menyadari kemungkinan pendapat lain. Ia menyukai sesuatu yang memiliki alasan kuat. Ia berpikir secara lebih konseptual, menyeluruh dan memiliki tingkat kreativitas yang tinggi. 9 Ia berpikir secara mandiri dan mengembangkan kemampuan membuat keputusan yang baik. Hal ini merefleksikan terjadinya peningkatan kemampuan pemikiran kritis dan kemampuan untuk mempertimbangkan lebih dari 1 perspektif dalam waktu tertentu. Ia mampu berbicara baik dan mengucapkan kata dengan jelas serta menyukai aktivitas yang menggunakan kemampuan motorik. 31 Ia memiliki ketertarikan dan keingintahuan yang besar, mencari fakta, mampu mempertahankan perhatian dalam waktu yang cukup lama, lebih banyak berpikir dan mencari alas an yang logis. 30

20 Alat ukur kecemasan terhadap perawatan dental anak. Pengukuran rasa cemas dan takut dalam perawatan gigi anak dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu pengukuran perubahan fisiologis, observasi tingkah laku, dan self report. Yang dijelaskan disini ialah metode pengukuran self report Corah Dental Anxiety Scale Awalnya digunakan untuk mengukur kecemasan dental pada pasien dewasa. Alat ukur ini memiliki 4 pertanyaan dengan tiap pertanyaan memiliki 5 alternatif jawaban. Hasil yang didapatkan Corah Dental Anxiety Scale belum digunakan secara luas untuk anak karena pertanyaannya yang terlalu sulit untuk dimengerti anak yang masih kecil. Reliabilitas dan validitas metode pengukuran ini masih dipertanyakan Venham Picture Test Termasuk dalam self report kuesioner yang menggunakan teknik bergambar untuk menjawab dan terdiri dari 8 item pengukuran situasional atau keadaan kecemasan. Awalnya mempresentasikan 8 gambar anak yang memperlihatkan emosi yang bervariasi dan kemudian ditanya untuk memilih gambar anak yang merefleksikan emosi dirinya. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu : mudah untuk dilakukan, waktu yang diperlukan relatif singkat yakni 1-2 menit, dan konstruktor menyatakan skala ini tepat digunakan untuk anak kecil muda. Hasil yang bisa didapatkan untuk mengukur kecemasan dental dan lebih jauh dapat digunakan sebagai pengukur kecemasan dental situasional untuk memprediksi perilaku anak selama perawatan dental. Melalui penelitian yang telah dilakukan reliabilitas metode ini cukup baik hanya memerlukan studi lebih lanjut. Metode Venham memiliki validitas yang moderate dan mampu membedakan antara anak yang takut dan anak yang tidak takut terhadap perawatan dental.

21 24 Namun interpretasi Venham Picture Test terhambat karena Venham diambil sebelum perawatan dimulai, sementara ukuran perilaku kecemasan dan perilaku tidak kooperatif terjadi saat perawatan. Untuk mendapatkan perkiraan yang lebih baik dari validitas Venham Picture Test sebaiknya dikorelasikan dengan pengukur kecemasan perawatan lainnya sebelum perawatan dimulai Children Fear Survey Schedule- Dental Subscale (CFSS-DS) CFSS dibuat oleh Scherer dan Nakamura. Alat ini terdiri dari 80 pertanyaan dan 5 skala Lickert. Telah dibuktikan memiliki reliabilitas dan validitas yang tinggi untuk mengukur rasa cemas/ takut dental anak. 5 CFSS-DS ialah revisi dari Fear Survey Schedule for Children (FSS-FC)/ Children Fear Survey Schedule (CFSS) dengan memasukkan item ketakutan dental yang spesifik sebagai 1 dari subskala. Alat ini dikembangkan oleh Cuthbert dan Melamed. Alat ini sangat terkenal untuk mengukur tingkat kecemasan dental pada anak. Metode ini terdiri dari 15 pertanyaan dimana masing masing mencakup aspek yang berbeda dari situasi dental. Tingkat kecemasan dibagi menjadi skala 5 point, yakni : tidak takut sama sekali, agak takut, cukup takut, takut, sangat takut. Nilai total yang didapatkan dari metode ini berkisar dari Skor 38 atau lebih diindikasikan dengan kecemasan dental klinis. Metode ini digunakan untuk memeriksa perbedaan yang mungkin dalam ketakutan dental awal antara anak dalam kelompok percobaan dengan kelompok kontrol. CFSS-DS memiliki reliabilitas yang tinggi, stabil dan meyakinkan selama lebih dari 1 periode waktu. 1, 5 Analisis factor CFSS-DS oleh Ten Berge et all dapat mengukur konsep multidimensi kecemasan/ ketakutan dental, khususnya prosedur dental invasif. Alat ini dirancang untuk diisi anak yang telah mendapatkan perawatan dental sebelumnya sehingga dapat mengukur trait fear. 5 CFSS-DS menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan Corah s Anxiety Scale (DAS) dan Venham Picture Test (VPT). Alasanannya karena CFSS-DS mencakup lebih banyak situasi dental, mampu mengukur kecemasan/ ketakutan

22 25 dental dengan lebih akurat, tersedianya data normatif dalam skala ini dan memiliki properti psikometrik yang superior. 32

23 Kerangka Teori 1. Faktor Personal 2. Faktor Eksternal 3. Faktor Dental Rasa sakit/ nyeri Takut Cemas Anak usia 6 dan 9 tahun Tingkat kecemasan dental Perkembangan Perkembangan Perkembangan Fisik emosi Kognitif Perawatan Gigi Mulut yang optimal

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun 32 BAB 5 HASIL PENELITIAN Dari Penelitian Analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di Sekolah Dasar Pelangi kasih, Sekolah Dasar Theresia, dan Sekolah Dasar Negeri Pegangsaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cemas dan Takut Yang dimaksud dengan kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, tidak menyenangkan atau tidak nyaman disertai tanda bahwa sesuatu yang tidak diinginkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut anak, banyak hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah melakukan perawatan rutin ke dokter gigi. Perawatan rutin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan dan Ketakutan Kecemasan diartikan sebagai suatu perasaan yang tidak jelas (samarsamar), tidak menyenangkan atau tidak nyaman disertai tanda bahwa sesuatu yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua dokter gigi yang merawat pasien anak menyadari bahwa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua dokter gigi yang merawat pasien anak menyadari bahwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua dokter gigi yang merawat pasien anak menyadari bahwa mereka dihadapkan dengan pasien anak yang memiliki rasa cemas yang berlebih (Williams dkk., 1985). De

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Turner et al, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Turner et al, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang

Lebih terperinci

PERBEDAAN KECEMASAN DENTAL PADA ANAK USIA 6 TAHUN DAN 12 TAHUN (Kajian pada Sekolah Dasar Mahatma Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara)

PERBEDAAN KECEMASAN DENTAL PADA ANAK USIA 6 TAHUN DAN 12 TAHUN (Kajian pada Sekolah Dasar Mahatma Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara) PERBEDAAN KECEMASAN DENTAL PADA ANAK USIA 6 TAHUN DAN 12 TAHUN (Kajian pada Sekolah Dasar Mahatma Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara) Limantara G 1), Dwimega A 2), Sjahruddin L 3) 1). Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung singkat dan dapat dikendalikan. Kecemasan berfungsi sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung singkat dan dapat dikendalikan. Kecemasan berfungsi sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anxiety adalah perasaan berupa ketakutan atau kecemasan yang merupakan respon terhadap ancaman yang akan datang. Kecemasan merupakan respon normal terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kecemasan Rasa cemas merupakan sesuatu perasaan gelisah terhadap suatu bahaya yang akan terjadi. Rasa cemas dan rasa takut sering berhubungan erat tapi diantara keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara oleh Departemen Kesehatan sebesar 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedah mulut merupakan salah satu bidang dalam ilmu kedokteran gigi. Dalam bidang kedokteran gigi gejala kecemasan sering ditemukan pada pasien tindakan pencabutan gigi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan mekanik. Ketika prinsip tersebut diterapkan dengan tepat, gigi dapat dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang. Ansietas atau kecemasan adalah keadaan mood yang berorientasi dan

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang. Ansietas atau kecemasan adalah keadaan mood yang berorientasi dan I. PENGANTAR A. Latar Belakang Ansietas atau kecemasan adalah keadaan mood yang berorientasi dan berkenaan akan persiapan untuk menghadapi kemungkinan peristiwa buruk yang akan terjadi di masa depan (Craske,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner Children Fear Survey Schedule - Dental Subscale

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner Children Fear Survey Schedule - Dental Subscale BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan cara menggunakan kuesioner Children Fear Survey Schedule - Dental Subscale (CFSS-DS) terhadap pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. praktek dokter gigi memiliki suasana dan peralatan yang asing, dan terlebih lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. praktek dokter gigi memiliki suasana dan peralatan yang asing, dan terlebih lagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat awam pada umumnya cenderung memberi kesan bahwa praktek dokter gigi memiliki suasana dan peralatan yang asing, dan terlebih lagi berhubungan dengan rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal dapat diartikan sebagai kelainan pada jaringan periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit periodontal, dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam inovasi baru bermunculan dalam dunia kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan semakin mengutamakan komunikasi dalam

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya (Gerungan, 2004). Hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah. LAMPIRAN LAMPIRAN Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Tingkat Aktifitas Tingkat aktifitas Gelisah, Terlalu lelah Jumlah pergerakan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Pilihlah salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan anda, beri tanda silang (X) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan. 1. Keadaan perasaan sedih (sedih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA TAHUN YANG AKAN MENJALANI KHITAN MASSAL DI PENDAPA AGUNG TAMANSISWA YOGYAKARTA

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA TAHUN YANG AKAN MENJALANI KHITAN MASSAL DI PENDAPA AGUNG TAMANSISWA YOGYAKARTA HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA 10-13 TAHUN YANG AKAN MENJALANI KHITAN MASSAL DI PENDAPA AGUNG TAMANSISWA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Meika Nur Sudiyanto 0502R00295

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Cara Pengukuran Kecemasan

LAMPIRAN A. Cara Pengukuran Kecemasan LAMPIRAN A. Cara Pengukuran Kecemasan a. HARS Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak usia 0-3 tahun merupakan masa untuk berkenalan dan belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi. Rasa kecewa, marah, sedih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB 3 ETIOLOGI TERJADINYA DENTAL FOBIA. Fobia terhadap perawatan gigi pada anak merupakan fenomena yang

BAB 3 ETIOLOGI TERJADINYA DENTAL FOBIA. Fobia terhadap perawatan gigi pada anak merupakan fenomena yang BAB 3 ETIOLOGI TERJADINYA DENTAL FOBIA Fobia terhadap perawatan gigi pada anak merupakan fenomena yang multifaktorial dan kompleks. Fobia akan mempengaruhi tingkah laku anak dan dapat menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa STRESS Segala kejadian (masa lalu/ masa datang) yang menimbulkan perasaan tidak enak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan atau keadaan khawatir dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada kehidupannya. Saat anak dirawat di rumah sakit banyak hal yang baru dan juga asing yang harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Discharge Planning 2.1.1 Definisi Perencanaan pulang atau discharge planning merupakan proses terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang di tujukan untuk memberikan asuhan

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian PENYAKIT TERMINAL PENGERTIAN Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci