BAB 3 GAMBARAN UMUM PROYEK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 GAMBARAN UMUM PROYEK"

Transkripsi

1 BAB GAMBARAN UMUM PROYEK.1. Lokasi dan Batas-batas Proyek Proyek Kawasan Rasuna Epicentrum ini berada pada sebelah selatan kota Jakarta yang merupakan kawasan strategis bisnis untuk hunian dan perkantoran. Proyek dibangun atas kewenangan dari PT. Bakrie Swasakti Utama sebagai pemberi tugas, PT. Urbane sebagai konsultan gambar/arsitek, PT. Arkonin sebagai konsultan struktur/me dan PT. Hutama Karya (Persero) sebagai pelaksana konstruksi. Batas Lokasi Proyek Rasuna Epicentrum ini terletak dimana lokasi dan sarana pendukung berada, sebagai tempat berlangsungnya kegiatan kawasan Terpadu Rasuna Epicentrum berada, batas-batas tersebut adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Pemukiman Kelurahan Karet Kuningan. b. Sebelah Selatan : Jalan I Taman Rasuna, Klub Rasuna, Gelanggang Mahasiswa Sumantri Brojonegoro dan Pasar Festival. c. Sebelah Barat : Jl. H.R. Rasuna Said, RS.MMC dan Gedung Perkantoran. d. Sebelah Timur : Kali Cideng, Apartemen Taman Rasuna. Arah Aliran Kali Cideng U B T S Rasuna Epicentrum Gambar.1. Tampak Atas proyek Rasuna Epicentrum Sumber : Data lapangan 47

2 48 Gambar.. Rencana rancangan keseluruhan Rasuna Epicentrum Sumber : Data lapangan Lingkungan sekitar Rasuna Epicentrum ini merupakan salah satu pusat kegiatan penting dan strategis di Jakarta dengan disertai kegiatan seperti perkantoran, perbelanjaan dan permukiman penduduk yang cukup padat. Sehingga batas sosial merupakan interaksi antara kegiatan tersebut dengan masyarakat yang ada di wilayah kegiatan walau secara tidak langsung berhubungan dengan lokasi kegiatan, yaitu wilayah Kelurahan Karet Kuningan dan Kelurahan Menteng Atas. Rasuna Epicentrum ini terdiri beberapa blok-blok, yaitu 4 blok terdiri dari : a. Blok I untuk kawasan yang terdiri dari wisma/apartemen-apartemen dengan fasilitas penunjangnya meliputi bangunan F, G, H, I, J dan K. Untuk lebih mengetahui dan mengenai detailnya dapat terlihat dalam lampiran. b. Blok II dan IV adalah kawasan yang masih dalam rencana pengembangan. c. Blok III terdiri dari pembangunan gedung perkantoran yang meliputi bangunan B (Bakrie tower), Bangunan C (Commercial Center) serta bangunan D dan E (Office tower). Untuk lebih mengetahui dan mengenai detailnya dapat terlihat dalam lampiran.

3 49.. Luas Lahan Yang Tersedia Keseluruhan lahan yang dimiliki oleh proyek Rasuna Epicentrum ini adalah 1477 m (hasil ukur yang terdapat pada RTLB). Tata guna lahan yang masih untuk rencana pengembangan adalah terdiri dari luas blok II dan blok IV... Kondisi Topografi Kondisi topografi proyek secara keseluruhan ini dapat terlihat peta konturnya yaitu seperti yang terlihat pada Gambar.. Peta Topografi Rasuna Epicentrum. Secara keseluruhan kondisi topografi tanah kawasan Rasuna Epicentrum rata-rata datar atau kemiringan permukaan tanahnya tidak terlalu ekstrim/ curam. Gambar.. Peta topografi proyek Rasuna Epicentrum

4 50.4. Sumber dan Pemakaian Air Bersih Sumber air bersih yang digunakan pada kawasan hunian Rasuna Epicentrum khususnya blok I adalah berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM). Kuantitas pemakaian air bersih per harinya dihitung berdasarkan dari kapasitas dari 1008 unit apartemen dengan kapasitas penghuni per unit 4,5 jiwa/unit apartemen maka total penghuni sebanyak 456 jiwa. Dengan asumsi pemakaian air bersih yang digunakan /jiwa nya adalah 50 liter/ penghuni /hari 1).5. Sumber Limbah Grey Water Sumber limbah grey water ini merupakan berasal dari banyaknya pemakaian air bersih dari jumlah jiwa penghuni apartemen yang menghuni kawasan blok I tersebut. Dari total jumlah pemakaian air bersih ini diasumsikan bahwa 80 % nya adalah air limbah domestik. Dengan asumsi dari besarnya 80% itu persentase pemisahan limbah sebesar 80% grey water dan 0% black water. Dengan catatan meskipun adanya pemisahan pengolahan limbah grey water dari black water, grey water tetap masih mengandung banyak mikroorganisme berbahaya bagi kesehatan (pathogen) dan pencemar sehingga limbah ini seharusnya diolah sebagaimana limbah dari kakus (black water). Debit limbah grey water yang digunakan untuk merancang bangunan instalasi pengolahan grey water adalah yang berasal dari penghuni apartemen saja karena limbah grey water merupakan komponen terbesar yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga. Maka berdasarkan asumsi di atas dapat diketahui kuantitas air limbah grey water yang dihasilkan sebesar : rata-rata rata-rata ( ) ( ) Q = penghuni liter/penghuni/hari PE % air limbah domestik % grey water Q = 456 penghuni 50 lt / penghuni/ hari 1,67 0,8 0, , lt / hari = =14,08 lt /det = 0,01408 m det 1) Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.1 Tahun 005 tentang Pengolahan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta

5 51 Demi keamanan kuantitas aliran limbah yang akan diolah ditambah 0% menjadi sebesar 0, , 0, det = m. Karena besarnya aliran grey water berfluktuatif maka untuk debit perancangan dimensi unit instalasi pengolahan, digunakan debit sebagai berikut : Nilai faktor Q Q rata-rata maks day jam puncak = 16,84lt det = 16,84=, 68lt det Q = 16,84lt det = 50,5lt det Q maks day = dan Q jam puncak = dari perhitungan di atas diambil dari buku Wastewater Treatment Plants (Syed R. Qasim) halaman Kualitas Air Limbah Grey Water Rasuna Epicentrum Untuk mengetahui kualitas/karakteristik air limbah yang dihasilkan penghuni Rasuna Epicentrum ini didapat dari pencarian data-data di situs-situs internet bukan dengan pengambilan contoh air limbah grey water yang diteliti dalam laboratorium. Namun dikarenakan keterbatasan data yang didapat mengenai karakteristik grey water maka untuk data perancangan bangunan instalasi pengolahan limbah grey water tersebut dapat menggunakan asumsi pada bel.. dan tabel.. Hal ini dikarenakan kota Aceh cukup mewakili untuk sebuah ukuran kota besar yang strategis meskipun kepadatan penduduk yang sedikit berbeda. Hal yang membedakan karakteristik grey water ini adalah komposisi zat kimia pada deterjen, pola konsumsi makanan dan kebiasaan yang tidak jauh berbeda antara Aceh dan Jakarta sehingga menyebabkan kuantitas dan kualitas air limbah tidak jauh berbeda pula. Jika dibanding dengan negara-negara maju yang memiliki iklim 4 musim, ada satu hal penting juga yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas grey water itu sendiri dimana di negara kita yang lebih cenderung tidak menggunakan kertas tissue setelah kegiatan buang hajat/ tinja. Selain dari kebiasaan seperti menggunakan tissue, negara-negara iklim sub tropis dengan kecenderungan kondisi suhu udara yang dingin. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola kebiasaan masyarakatnya, misal : pola makanannya yang cenderung mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan minuman berakohol saat musim dingin maka hal demikian sangat berbeda terhadap di Indonesia. Maka terlihat jelas bahwa keterangan di atas memberikan penjelasan bahwa pola

6 5 makanan dan kebiasaan yang berbeda akan mempengaruhi kualitas limbah yang dihasilkannya pula..7. Biaya Pengolahan Air Limbah Domestik Kawasan Rasuna Epicentrum Pengelolahan air limbah pada kawasan Rasuna Epicentrum ini dikelola oleh PD PAL JAYA dengan sistem perpipaan. Pengolahan air limbah domestik antara black water dan grey water ini digabung dan dikelola secara bersamaan pada PD PAL JAYA di Setiabudi. Untuk pengolahannya PT. Bakrie Swasakti Utama harus membayar biaya-biaya sebagai pelanggan PD PAL JAYA, yaitu sebagai berikut : a. Biaya Penyambungan (BP), biaya ini hanya dibayarkan sekali selama berlangganan. BP = Luas Bangunan Tarif b. Biaya Supervisi (BS), biaya ini hanya dibayarkan sekali selama berlangganan. BS = 15% Biaya Pembangunan Pipa Persil (Pipa dari gedung yang dilayani s.d. IC PD PAL JAYA) c. Biaya Jasa Pelayanan Pembuangan Air Limbah (JPPAL) Bulanan, biaya ini dibayarkan setiap bulan selama berlangganan. JPPAL = Luas bangunan Tarif

7 5 Tabel.1. Luas Bangunan di Blok I Rasuna Epicentrum BLOK I Nama Gedung RTLB Hunian/ Hotel Luas Bangunan (m ) F. Fasilitas Penunjang Umum/sosial Parkir SP/ME F (Condotel) G (Apartemen Tower ) H I J (Apartemen Tower 4) K (Media walk) TOTAL Sumber : Data Lapangan dan Hasil Perhitungan Besarnya estimasi biaya penyambungan terinci dalam tabel di bawah ini : Tabel.. Biaya Penyambungan Pipa Pengelolaan Air Limbah Domestik Kawasan Rasuna Epicentrum Blok I Nama Gedung RTLB Luas Bangunan Tarif Biaya (m ) (Rp/m ) (Rp) F (Condotel) G (Apartemen Tower ) H I J (Apartemen Tower 4) K (Media walk) TOTAL Sumber : Data Lapangan dan Hasil Perhitungan

8 54 Besarnya total tagihan biaya penyambungan, terdiri dari : Biaya penyambungan : Rp 550/ Rp m m = PPn 10% : 10% Rp = Rp Biaya materai : = Rp h Total tagihan biaya penyambungan = Rp Biaya Supervisi (BS) BS = 15% Rp = Rp PPn 10% : 0,1 Rp = Rp Biaya materai = Rp Total tagihan biaya supervisi = Rp Tabel.. Rincian Biaya Jasa Pelayanan Pembuangan Air Limbah (JPPAL) Bulanan Nama Gedung RTLB Luas Bangunan (m ) Tarif (Rp/m ) Biaya (Rp) F (Condotel) G (Apartemen Tower ) 918 H 608 I 481 J (Apartemen Tower 4) K (Media walk) 8551 TOTAL Sumber : Data Lapangan dan Hasil Perhitungan Biaya bulanan : Rp 675/ Rp m m = PPn 10% : 10% Rp = Rp Biaya materai : = Rp h Total tagihan biaya penyambungan = Rp

9 BAB 4 PEMILIHAN BANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER 4.1. RENCANA LOKASI INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER Perencanaan tata letak instalasi pengolahan grey water dilakukan dengan cara sistem pengolahan air limbah setempat (On-Site System). On-Site System ini merupakan sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari beberapa bangunan, dimana sarana pengolahan air limbah yang disiapkan/dibangun berada dekat dengan sumber air buangannya. Pemilihan on site system ini juga dilakukan karena untuk memperpendek kebutuhan perpipaan. Letak instalasi pengolahan grey water ini direncanakan pada lahan seluas 17.69,7m yang belum terbebaskan untuk hak sengketanya. Kemudahan akses transportasi lokasi instalasi pengolahan juga harus diperhatikan agar tidak menggangu lingkungan di sekitarnya. Dari segi biaya, kontur tanah kawasan Rasuna Epicentrum rata-rata datar sehingga tidak akan terlalu banyak masalah galian dan timbunan saat membangun konstruksi instalasi pengolahan nantinya. Unit-unit instalasi pengolahan yang menghasilkan bau dikelompokkan dan dijauhkan dari bangunan kantor. 55

10 56 Penempatan lokasi instalasi pengolahan terlihat pada gambar 4.1 di bawah ini : Penempatan lokasi instalasi Gambar 4.1. Rencana lokasi tata letak instalasi pengolahan grey water 4.. PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER Pada perencanaan instalasi pengolahan ini grey water yang telah diolah dimanfaatkan kembali untuk penyiraman taman maka parameter untuk baku mutu effluent dari pengolahan ini menggunakan baku mutu effluent air limbah domestik, seperti yang tercantum pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.1 tahun 005 tentang pengolahan air limbah domestik Analisa Alternatif Unit Bangunan Pengolahan Grey Water Faktor-faktor pertimbangan lainnya selain dari tinjauan syarat pemenuhan baku mutu effluent yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

11 57 a. Kebutuhan lahan bangunan pengolahan yang tersedia terbatas, karena sempitnya luas lahan yang ada dan harga tanah yang mahal di pusat perkantoran, Kuningan. b. Biaya investasi bangunan instalasi yang diharapkan seminimal mungkin c. Biaya operasi dan pelaksanaannya sehari-hari serta biaya pemeliharaan yang relatif murah. d. Tingkat keahlian tenaga kerja yang dibutuhkan tidak perlu tinggi/bersertifikat. e. Besar beban organik yang sanggup ditangani. f. Tersedianya peralatan yang diperlukan di pasaran a. Kebutuhan lahan Kolam stabilisasi membutuhkan paling luas lahan dari sistem pengolahan biologis lainnya, karena proses yang terjadi secara alamiah dengan sedikit campur tangan manusia. Sedangkan unit bangunan RBC membutuhkan ruang lahan sedikit untuk penempatannya, tetapi masih lebih luas 0 40 % dari lahan yang dibutuhkan activated sludge. Untuk digester anaerob diperlukan luas lahan yang cukup besar karena volume digester tergantung pada lamanya waktu retensi solid, dimana hal ini membutuhkan luas lahan yang cukup besar, namun digester anaerob dapat ditanam di dalam tanah sehingga bagian sebelah atas dapat digunakan untuk kegiatan lain b. Biaya investasi awal Biaya investasi awal ini digunakan antara lain untuk konstruksi bangunan unit pengolahan seperti bangunan pemisah lemak, bak penampung dan bak sedimentasi, pompa, perpipaan dan penyediaan lahan untuk unit bangunan instalasi. RBC membutuhkan biaya investasi yang paling besar, karena mahalnya teknologi yang digunakan. RBC membutuhkan luas lahan yang cukup luas untuk penempatan media/disk yang cukup besar dan mahal harganya, serta diperlukan pula motor penggerak untuk memutar disk dengan kecepatan konstan ( 4 rpm)

12 58 agar disk tidak pernah berhenti berputar. Selain itu juga RBC membutuhkan unit bangunan yang lengkap yaitu unit bangunan pengendap pertama, unit pengolahan biologis dan unit pengendap kedua. Activated Sludge membutuhkan biaya invetasi awal yang mahal juga besar karena untuk menyediakan aerator dan pompa untuk proses pengembalian lumpur dan perlengkapan lainnya, namun relatif lebih rendah bila dibanding dengan biaya yang dibutuhkan RBC. Aerated Lagoon membutuhkan biaya investasi awal yang lebih kecil dari activated sludge, karena tidak membutuhkan pompa untuk pengembalian lumpur. Namun apabila diperhitungkan dari luas lahan yang digunakan ternyata diperlukan biaya investasi yang cukup besar walaupun tidak memerlukan bangunan pengendap. Trickling filter membutuhkan biaya investasi awal yang lebih rendah daripada activated sludge karena tidak membutuhkan aerator. Jika trickling filter high rate yang digunakan maka memerlukan tambahan pompa untuk pengembalian lumpur. Sistem ini juga membutuhkan unit bangunan lengkap. Kolam stabilisasi (stabilization ponds) tidak terlalu memerlukan biaya investasi yang besar untuk menyediakan peralatan. Namun, memerlukan biaya yang besar untuk penyediaan lahan yang cukup luas. Digester anaerob membutuhkan biaya investasi yang besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan pengolahan secara aerob. Hal demikian dikarenakan digester ini menggunakan konstruksi khusus sedemikian rupa sehingga udara luar tidak bercampur dengan udara di dalam unit pengolahan ini. Apabila menggunakan pengembalian lumpur maka memerlukan bangunan pengendap kedua dan pompa pengembalian lumpur yang mahal harganya. Oleh karena itu, jika dilihat dari faktor biaya investasi awal maka yang dipilih adalah metode activated sludge karena membutuhkan biaya yang tidak terlalu besar c. Biaya pengoperasian dan pemeliharaan. Biaya ini digunakan agar unit pengolahan instalasi ini dapat menjalankan fungsi dan kegunaannya secara optimum, misalnya : biaya bahan bakar/pelumas,

13 59 biaya listrik untuk menggerakkan aerator, biaya pembersihan lumpur dan biaya pendukung lainnya. Pada unit pengolahan activated sludge membutuhkan biaya operasional yang besar untuk biaya pengoperasian aerator dan pompa pengembalian lumpur serta harus membiayai operator ahli. RBC membutuhkan biaya yang lebih sedikit yang digunakan untuk menggerakkan disk daripada yang dibutuhkan pengoperasian activated sludge. Aerated lagoon juga membutuhkan biaya pengoperasian lebih sedikit dibanding dengan activated sludge karena tidak memerlukan biaya untuk pompa pengembalian lumpur. Kolam stabilisasi inilah yang membutuhkan biaya pengoperasian yang paling sedikit karena tidak membutuhkan biaya baik pengoperasian maupun pemeliharan peralatan-peralatan mekanis pada instalasi tersebut. Maka dari segi biaya pengoperasian dan pemeliharaan yang terkecil adalah unit pengolahan berupa kolam stabilisasi yang paling mungkin dipilih d. Tingkat keahlian tenaga kerja Kolam stabilisasi hanya memerlukan tenaga kerja untuk memperbaiki tanggul jika terjadi kerusakan dan memotong rumput pada tepi tanggul. Trickling filter memerlukan keahlian tenaga kerja yang sedang untuk menjaga debit aliran air buangan dan membersihkan filter agar tidak terjadi penyumbatan. Aerated lagoon memerlukan tenaga kerja yang berkeahlian dapat mengoperasikan aerator tanpa adanya proses pengembalian lumpur. Pada unit pengolahan RBC membutuhkan tingkat keahlian tenaga kerja untuk penggerak disk yang tidak terlalu sulit serta tidak memerlukan pengoperasian pengembalian lumpur. 4.. Pemilihan Unit Bangunan Pengolahan Grey Water Atas pertimbangan yang sebelumnya telah dibahas pada sub bab analisa alternatif unit pengolahan diketahui bahwa unit pengolahan biologis yang dipertimbangkan dibandingkan unit pengolahan secara kimiawi dikarenakan pengolahan secara biologis lebih ekonomis. Dari berbagai metode pengolahan secara biologis yang telah ada, banyak faktor yang lebih sesuai dengan kondisi di

14 60 lapangan yang cenderung sesuai dengan activated sludge. Unit pengolahan activated sludge merupakan yang sesuai diterapkan Pada tabel 4.1. di bawah menunjukkan persentase removal parameter yang harus diturunkan untuk menentukan metode pengolahan yang akan digunakan secara tepat. Untuk pemilihan unit-unit pengolahan sebelum masuk pada instalasi pengolahan perlu diadakan bak pemisah lemak kemudian unit pengolahan pendahuluan, penyaringan dan penyeragaman aliran juga perlu diadakan. Tabel 4.1. Persentase removal kualitas grey water Rasuna Epicentrum terhadap baku mutu limbah cair domestik (Pergub DKI Jakarta No.1 Th. 005) PARAMETER Satuan Pergub DKI Rasuna Epicentrum % Jakarta No.1 (berdasarkan asumsi Removal Th. 005 dari tabel. dan.) ph ,5 0 KMnO 4 mg/lt TSS mg/lt ,91 Amoniak mg/lt 10 0,8 - Minyak & Lemak mg/lt (*) 86,67 Senyawa Biru Metilen mg/lt 9 94,87 COD mg/lt ,4 BOD 5 mg/lt ,44 Organisme colli Sel/100ml 0 7, (*) Sumber : Buku Metcalf and Eddy, Wastewater Engineering third Edition, hal.109.

15 61 Tabel 4.. Persentase efisiensi kandungan yang hilang dengan pemilihan unit pengolahan primary dan secondary Inffluent Unit Pengolahan Organisme Colli BOD 5 COD TSS ph NH N Oil/ Fat Effluent Bak Pemisah Lemak Bar racks Primary Sedimentation Activated sludge Desinfection 7, % 7, , % 7, , % 7, , % 7, , % % % % 6,78 6,78 85 % 4,0 4,0 0 % 4, % % % 46,14 46,14 85 % 51,9 51,9 0 % 51, % % % 174,7 174,7 85 % 6,14 6,14 0 % 6,14 7,5 0 % 7,5 7,5 0 % 7,5 7,5 0 % 7,5 7,5 0 % 7,5 7,5 0 % 7,5 0,8 0 % 0,8 0,8 0 % 0,8 0,8 15 % 0,8 0,8 10 % 0,79 0,79 0 % 0, % % % % % - Baku Mutu Effluent Keterangan OK OK OK OK OK OK OK

16 6 Tahapan proses pengolahan tersebut dapat terlihat pada diagram alir pengolahan seperti di bawah ini : Gambar 4.. Diagram alir pengolahan limbah grey water Perancangan bangunan instalasi..., Valentina Lita CSC, Universitas FT UI, 008Indonesia

17 BAB 5 PERHITUNGAN RANCANGAN BANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER 5.1. Kriteria Perencanaan Sesuai dengan uraian terdahulu, perencanaan bangunan unit pengolahan air limbah grey water telah ditentukan bahwa : a. Pengolahan Pendahuluan (Preliminary Treatment) terdiri dari pemisah lemak, penyaringan dan bak penampung aliran. b. Pengolahan Primer (Primary Treatment) terdiri dari pengendapan primer (bak berbentuk persegi). c. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment) terdiri dari unit pengolahan biologis activated sludge d. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) terdiri dari unit pengolaha drying beds yang terdiri dari beds, yaitu merupakan tempat pengeringan lumpur yang terdiri dari lapisan pasir dan saluran bawah tanah. 6

18 Pengolahan Pendahuluan (Preliminary Treatment) Bak Pemisah Lemak Unit ini dibangun pada bangunan pertama pada instalasi pengolahan untuk memisahkan lemak dari grey water yang akan dialirkan ke unit pengolahan pendahuluan. Untuk kriteria perencanaan unit ini mengacu rancangan bak pemisah lemak sederhana pada Pergub Provinsi DKI Jakarta No.1 Th. 005 yang memiliki spesifikasi, sebagai berikut: a. Waktu tinggal : 0 60 menit, digunakan 0 menit = 1800 detik b. Minimal terdiri dari dua ruang c. Dipasang sebelum IPAL d. Untuk IPAL kapasitas 6 m atau setara 5 orang atau lebih, harus dilengkapi dengan bak pemisah lemak. Perhitungan : a. Perhitungan dimensi Q desain = Q maks day =,68 lt/det = 0,068 m /detik = 909,95 m /hari Bak pemisah lemak memerlukan tenaga pekerja untuk mengontrol endapan dan lapisan lemak. Dikarenakan nilai berat jenis minyak lebih rendah dari air limbahnya maka lapisan minyak ini akan selalu berada di atas lapisan air sehingga jika dilihat dari gambar unit bangunan pemisah lemak ini dipastikan lemak/minyak terapung tidak ikut terbawa dalam aliran air limbah ke unit pengolahan berikutnya. Kedalaman air = m Panjang = Lebar Bak = m Tinggi jagaan = 0, m Volume bak desain = = 8m

19 65 Jumlah ruang yang dibutuhkan bak : 0,068m det 1800 detik = 1 ruang = 7,6 8 ruang m ( ) Q 0, 068m det Kecepatan aliran pengisian bak= = = 0, 0084 m / det A m Waktu pengisian seluruh bak = ( ) 8 8m m 0, 068 det ik = 1900 det ik = menit b. Menentukan karakteristik effluent Minyak = 100 mg / lt = kg / m 0, 068 m / hari = 90,99 kg / hari Berat Jenis minyak diasumsikan < 1kg/cm yaitu sekitar 0,8 kg/cm konsentrasi 90,99 kg hr Debit endapan minyak = = = 0,64 m BJ 0, kg m hr Q eflluent = 909,95 m /hari 0,64 m /hari = 909,59 m /hari c. Kehilangan tekanan : - Akibat friksi (H gs ) H gs V L =, dimana : 4 K R st K st = koefisien kekasaran pipa (110 untuk pipa PVC) L = panjang pipa = 1,8 m R = jari-jari hidrolis = D 0, 54 = = 0, 065m 4 4

20 66 H gs 0, ,8 = 8 = 0, 0004m , Akibat peralatan (H L ), bend 90º. H L V = ξ, dimana : ξ = 1,19 dan V = 0,0084 m / det g H L ( 0, 0084 m det ) 5 = 8 1,19 =, ,81m det m Gambar 5.1. Bak pemisah lemak dengan 8 ruang 5... Bar Rack. Berdasarkan data, karakteristik grey water memiliki buangan padat yang tidak terlalu banyak dikarenakan telah tersaring pada saluran

21 67 buangan rumah tangga seperti rambut, sisa-sisa makanan dari limbah dapur, dan serat-serat kain. Namun saringan tersebut tetap diperlukan guna mencegah zat padat yang dapat menyumbat kinerja unit pengolahan. Saringan yang digunakan menggunakan baja tahan karat dengan diameter 1 cm. Saringan ini dapat dibersihkan secara manual. Kriteria Perancangan : Kecepatan aliran yang masuk saringan, (V = 0, 0,6 m/det) digunakan 0, m/det Jarak bukaan antar batang, B = 5 75 mm digunakan B = 5 mm Kisi dari baja tahan karat Diameter kisi, D = 10 mm Sudut kemiringan terhadap horizontal, α = (45 60)º digunakan α = 45º Lebar saluran (b) = 0,58 m Kedalaman air pada saluran (d) = 0,9 m Perhitungan : Q influent = 909,59 m /hari = 0,068 m /detik Banyaknya celah/bukaan antar batang : n c 0, 48m = = 1, m ( 0,05 + 0,010) Jumlah batang = nc 1 = 14 1 = 1 batang Lebar bukaan efektif = 14 0,05m = 0,5m Panjang batang bar rack yang terendam = d 0,9m = = 0, 41m sin 45 0,707

22 68 Kehilangan Tekanan : h L W = β b 4 h sinα, dimana : v h L = kehilangan tekanan/ head loss (m) β = faktor bentuk kisi, untuk kisi berbentuk lingkaran β = 1,79 W = diameter kisi yang menghadap arah aliran (m) b = jarak antara kisi (m) h v v = = velocity head (m) g v = kecepatan aliran (m/det) g = percepatan gravitasi (m/det ) α = sudut perletakan kisi-kisi terhadap horizontal (º) Maka h L 4 ( 0,m det) 0,01m = 1, 79 sin 45 0, 00171m 0, 05m = 9,81 / det ( m )

23 69 Gambar 5.. Bar rack 5... Bak Penampung, berfungsi sebagai penampung dan penyeragam aliran air limbah grey water dikarenakan jumlah debit yang berfluktuasi sehingga setelah ditampung dapat langsung dipompakan secara konstan dan terus menerus. Agar unit pengolahan berikut dapat bekerja secara kontinyu. Perhitungan dimensi bak, sebagai berikut : Q maks day =0,068 m /det 600det = 11,48 m /jam Waktu yang dibutuhkan untuk pengisian bak ( t d ) = 1 4 jam Volume bak max = Q t = 11,48 m /jam 0, 5jam = 0,1 m d

24 70 Jumlah bak penampung di buat buah, maka volume tiap bak = 15,156 m = 5,05m Diambil panjang bak = lebar bak = m Maka dalam bak = A V penampang 5,05 = = 1, 6 m 1,0m ( ) m Dengan tinggi jagaan = 0, m Gambar 5.. Bak penampung Alat ukur air, untuk pilihan alat pengukuran aliran instalasi pengolahan grey water ini digunakan parshall flume sebagai pengukur debit aliran grey water yang akan masuk ke dalam bak penampung. Parshall flume

25 71 standar ini adalah yang menghubungkan bak penampung dan sedimentasi primer. bak Digunakan dimensi parshall flume standar dengan spesifikasi sebagai berikut : Jika ditinjau dari Q jam puncak = 0,0505 m /det dapat digunakan parshall flume kategori small parshall flume/parshall flume kecil. Lebar Tenggorok (b) = 04,8 mm Q puncak yang tenggelam = 70% Lebar saluran = 1,0 m dan dalam saluran = 0,5 m b = 04,8 mm A = 17 mm a = 914 mm B = 14 mm C = 610 mm D = 845 mm E = 914 mm L = 610 mm G = 914 mm H = - K = 76 mm M = 81 mm N = 9 mm P = 149 mm R = 508 mm X = 51 mm Y = 76 mm Z = -

26 7 Hilang tekanan setelah melalui parshall flume dapat diperoleh dari grafik, seperti di bawah ini: Gambar 5.4. Parshall flume Hilang tekanan setelah melalui parshall flume dapat diperoleh dari grafik, seperti di bawah ini: Gambar 5.5. Hilang tekan melalui parshall flume H yang didapat dari gambar grafik adalah 0,058m.

27 7 5.. Pengolahan Primer (Primary Sedimentation) Fungsi : a. Mengendapkan zat organik b. Membiarkan lumpur mengendap tanpa bantuan yaitu dengan gravitasi c. Menurunkan kadar TSS hingga % d. Lumpur yang mengendap, pengambilannya dilakukan pada waktu tertentu Kriteria Perancangan : a. Overflow rate (V o ) = 0 50 m /m /hr, digunakan rata-rata 40 m /m /hr b. Untuk bentuk bak persegi panjang, perbandingan panjang dengan lebar = 1,0 7,5 c. Perbandingan panjang dengan kedalaman = 4, 5 d. Jumlah bak sedimentasi direncanakan dengan unit bak. e. Kemiringan dasar bak sedimentasi 1 %. f. Weir loading = 14 m /m.hari untuk Q 44 lt/det 5... Menghitung Influen = 186 m /m.hari untuk Q > 44 lt/det Q maks day =,68 lt/det = 0,068 m det = 909,95 m /hari Debit tiap bak = 909, 95m hr 969,98 11, det = m hr = lt BOD 5 = 60 mg / lt = kg / m 969,98 m / hari = 49,19 kg / hari

28 74 TSS = 451 mg / lt = kg / m 969,98 m / hari = 47, 46 kg / hari 5... Menghitung karakteristik Lumpur Bak Sedimentasi Primer Efisiensi = 5% BOD = 58% TSS disisihkan disisihkan BOD = 5% 49,19 kg / hari = 1, kg / hari removal TSS = 58% 47, 46 kg / hari = 5, 7 kg / hari removal Konsentrasi solid = 4,5% (buku Syed R.Qasim) BJ solid = 1,0 SS 5,7 kg hr Konsentrasi solid BJ 4,5% 1, kg m removal Debit lumpur = = = 5,47 m hr Menghitung Debit, BOD 5, COD dan TSS dalam Effluent Primary Treatment Qeffluent = 969,98 m hr 5, 47 m hr = 964,51m hr BOD = 49,19 kg hr 1, kg hr = 6,97 kg hr 6,97 kg hr = 1000 gr kg = 5, gr m 964,51m hr TSS = 47, 46kg hr 5, 7kg hr = 18, 7kg hr 18,7 kg hr = 1000 gr / kg = 190, 49 gr m 964,51m hr Menghitung Dimensi Bak Sedimentasi Perhitungan : Perbandingan panjang dan lebar = : 1

29 75 Pebandingan panjang dengan kedalaman = 7 : 1 a. Menghitung luas permukaan Q 11, lt det 10 m lt det hr Vo 40 m m hr A = = = 4,6m b. Menghitung panjang dan lebar bak P = L A = L 4, 6 = L 4, 6 L = =,84,0 m maka P =,0 m= 9 m 1 9m dan kedalaman bak = P = = 1,8 m 1, m 7 7 Dengan tinggi jagaan = 0, m ( ) Volume bak = 9 m 1, + 0, m = 59,m c. Memeriksa overflow rate Overflow rate pada Q desain = 0, 011m det det 9m m hr = 5,94 m. m hr Overflow rate pada Q jam puncak = 0, 01684m det det 9m m hr = 5,89 m. m hr

30 76 d. Menghitung waktu detensi (t) Waktu detensi saat Q rata-rata V 59, m t = = Q 11, lt det 10 m lt 60 det menit 1 = 87,86menit jam menit 60 = 1, 46 jam Waktu detensi saat Q jam puncak V 59, m t = = Q 16,84lt det 10 m lt 60 det menit 1 = 58,59menit jam menit 60 = 0,98 jam Struktur Influent Bak Pengendap Awal (Primary Sedimentation) a. Memilih susunan struktur influent Struktur influent ini terdiri dari 8 oriffice berukuran 4 cm x 4 cm b. Menghitung hilang tekan pada struktur influent Debit tiap saluran = Q tiap bak 0,0505 m det = = 0, 01684m det jam puncak Kedalaman air pada saluran masuk influent adalah 0,5m dan lebar 0,5m Kecepatan saluran influent pada Q puncak 0, m det = 0, 0674m det 0,5m 0,5m = 0, 0505m det Debit yang melalui tiap orifice = 8 orifice = 0, 006 det m

31 77 Dari persamaan Q = C A gh, didapat : d L h L 0, 006m det = = 0, 0004m 0, 6 ( 0,4m) 9,81m det Struktur Effluent Bak Pengendap Awal (Primary Sedimentation) a. Memilih susunan struktur effluent Struktur effluent ini terdiri dari pelimpah, launder, kotak outlet dan pipa outlet. Untuk pelimpahnya digunakan pelimpah berbentuk segitiga (V-nocth). b. Menghitung panjang pelimpah Weir loading = 14 m /m.hari pada Q rata-rata Panjang pelimpah = 969, 98m hr 7,8 m 8m 14 m m. hr = = +,6 m +,6 +, m 1,0m Total panjang weir plate ( ) ( ) = 19,8m Weir loading sebenarnya = 969,98m 19,8m hr = 48,99 m. m hr c. Menghitung jumlah V-notch Direncanakan V-notch standar dengan jarak pusat ke pusat cm pada dua sisi launder. Total jumlah notch = notch m 19,8m = 60 notch

32 78 d. Menghitung tekanan yang melewati V-notch pada Q desain Debit tiap yang melewati V-notch = 0,011m det 60 notch = 4 1,87.10 det tiap notch m 5 8 θ Q = Cd g tan H ,87.10 m det = 0,584.9,81 tan 45 H 15 H = 0, 08 m,8cm 4,5 e. Menghitung tekanan yang melewati V-notch pada Q jam puncak Debit tiap yang melewati V-notch = 0,01684 m det 60 notch = 4,81.10 det tiap notch m 5 8 θ Q = Cd g tan H 15 8,81.10 m det = 0,584.9,81 tan 45 H 15 H = 0, 0 m,cm 4,5 f. Memeriksa kedalaman notch Total kedalaman notch adalah 5, cm. Maksimum tekanan pada debit puncak, cm ditambah,0 cm untuk keamanan. g. Menghitung dimensi launder effluent Asumsi : Lebar launder (b) = 0, m Lebar kotak effluent = 1 m Diameter pipa outlet = 0,1 m Kedalaman air pada kotak outlet = 0, m

33 79 Kedalaman air pada effluent launder pada titik keluar y = 0, m 0,1m = 0,1 m Setengah dari debit terbagi dalam tiap sisi launder. 0,01684 m det = 8, 4.10 det m Rata-rata panjang setengah launder = (,4 1,0 ), 4m m +,8m + = 4,7m Panjang total tiap sisi pelimpah/weir = 9,9m Debit per unit panjang pelimpah = 8, 4.10 det m 9,9m = 4 8,5.10 m det. m Jumlah sisi yang menerima aliran = 4 ( m m m ) 8,5.10 det. 4,7 y1 = ( 0,1m ) + = 0, 5m 9,81m det 0, 6m 0,1m ( ) Diberikan 4 % untuk hilang tekan akibat gesekan, turbulensi, dan bengkokan dan penambahan 0,18 m untuk jatuh bebas. Kedalaman air pada ujung bak = ( ( )) 0, 5m 0, + 0,4 0, m = 0,07m Kedalaman total efluent launder = 0,07m + 0,18m = 0, 5m Perhitungan ruang lumpur Kemiringan dasar bak sedimentasi % Volume lumpur dalam 1 hari = 5,47 m hr 1hari = 5, 47m p = m, L = m

34 80 V V 5, 47m t = = = = 0,9 m A p L m ( ) ( ) Gambar 5.6. Potongan memanjang bak sedimentasi Gambar 5.7. Potongan C-C Detail Effluent Launder

35 81 Gambar 5.8. Tampak atas susunan weir struktur effluent primary sedimentation Gambar 5.9. Detail V-notches 5.4. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment) Pengolahan ini dimana grey water diolah secara biologis dengan bantuan mikroorganisme yaitu dengan instalasi activated sludge. Unit bangunan activated sludge yang dibangun adalah type konvensional yaitu terdiri dari unit bangunan kolam aerasi dan unit bangunan secondary clarifier Kolam Aerasi 1. Kriteria Perancangan : - Effluent yang diharapkan : TSS = 6,14 mg/lt BOD 5 = 4,0 mg/lt COD = 51,9 mg/lt

36 8 - Koefisien kinetis biologis dan parameter operasional θ = 10d ; Y = 0,5 mg / mg; MLVSS = 000mg lt ; k = 0,06 / d C Konsentrasi lumpur balik = mg/lt (TSS) MLVSS : MLSS = 0,8 d Konsentrasi MLSS = 000mg lt 0,8 = 750 mg lt =, 75kg m - Periode aerasi (t) = 4 8 jam - Umur lumpur = 5 15 hari. Memperkirakan debit, BOD, COD dan TSS influent dalam tiap kolam aerasi. Pada pengolahan lumpur drying beds masih menghasilkan air buangan yang mengandung BOD dan SS yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pengolahannya dikembalikan ke kolam aerasi untuk diolah kembali. Konsentrasi dari pengolahan tiap bak pengendap awal,sebagai berikut : Q desain dari tiap bak pengendap awal = 964,51m hr BOD = 5, gr m = 6,97 kg hr TSS = 190,49 gr m = 18,7kg hr Konsentrasi dari pengolahan unit pengolahan lumpur drying beds, sebagai berikut : Q = 9, 6m hr = 9,75m hr BOD = 4,89 kg / hr = 14,6 kg / hr

37 8 TSS = 46,58 kg hr = 15,5 kg / hr Maka konsenstrasi influent tiap kolam aerasi, sebagai berikut : Q influent = 964,51 m /hr + 9,75 m /hr = 974,6 m /hr BOD = 6,97 kg/hr + 14,6 kg/hr = 41,6 kg/hr = 41,6 kg hr 974, ,98 / 47,98 / m hr = = gr kg gr m mg lt TSS = 18,7 kg/hr + 15,5 kg/hr = 199,6 kg/hr = 199, 6kg hr 974, ,5 / 04,5 / m hr = = gr kg gr m mg lt. Memperkirakan BOD yang larut dalam effluent BOD yang diharapkan keluar dari effluent = 4,0 mg/lt TSS yang diharapkan keluar dari effluent = 6,14 mg/lt Biological solids = 65% biodegradable 1 gr solid biodegradable =1,4 BOD L BOD 5 = 0,68 BOD L BOD yang diserap solid dalam effluent = 6,14mg lt 0,65 1,4 0,68 = 16,41mg lt Bagian yang dapat larut dari BOD effluent = 4,0 mg/lt 16,41 mg/lt = 17,61 mg/lt 4. Memperkirakan Efisiensi Pengolahan So S E = S o

38 84 Efisiensi pengolahan biologi berdasarkan BOD effluent yang dapat larut 47,98mg lt 17, 61mg lt = 100% = 9,9% 47,98mg lt Efisiensi seluruh pengolahan 47,98mg lt 4, 0 mg lt = 100% = 86, 8% 47,98mg lt 5. Menghitung volume reaktor ( o ) ( θ ) ( ) ( ) Qθ cy S S 974, 6974, 6m hr 10hr 0,5 47,98 17, 61 mg lt V = = X 1+ k 000mg lt 1+ 0, 06 hr 10hr =, 79m d c 6. Dimensi Kolam Aerasi Kedalaman air =,4 m Panjang = 14 m Lebar = 7m Tinggi jagaan = 0, m Volume kolam aktual = 14m 7m, 4m = 5, m 7. Memperkirakan kuantitas buangan lumpur aktif Y obs = Y = 0,5 = 0,15 ( 1+ k θ ) ( 1+ 0, 06 d.10d ) d c Penambahan MLVSS obs ( ) = Y Q S S o ( ) ( ) 1 = 0,15 974, 6 47,98 17, =70,14 kg hr m hr gr m gr kg

39 85 Penambahan MLSS MLVSS 70,14 = = = 87,67 kg hr 0,8 0,8 Total solids buangan dari bak pengumpul MLSS = Influent kolam aerasi Volume buangan lumpur aktif setelah kolam aerasi = 87,67 kg/hr 974, 6 m hr 6,14 gr m 1000 gr kg = 6,0 kg/hr Kecepatan buangan lumpur dari bak pengumpul MLSS 6,0kg hr = = 16,59 m,75 kg m hr BOD terlarut = 17,61gr m 16,59 m hr ( 1000 gr kg ) -1 = 0,9 kg/hr BOD buangan lumpur aktif = 0,65 1,4 0,68 6, 0kg hr = 9,04kg/hr Total BOD buangan lumpur aktif = 9,04 kg/hr+ 0,9 kg/h =9,kg/hr 8. Memperkirakan besar pengembalian lumpur. Besarnya pengembalian lumpur dihitung berdasarkan konsentrasi MLSS dalam kolam aerasi dan SS dalam pengembalian lumpur. Asumsi bahwa SS dalam influent sangat kecil dan Q r adalah debit pengembalian lumpur (m /det), digunakan kesetimbangan massa : ( ) MLSS Q + Q = SS Q ( ) r r lumpur r 750 Q + Q m det = mg lt Q 0, Qr = = 0, m det = 584, 556 m hr r

40 86 9. Memeriksa periode aerasi terhadap kriteria perancangan ( ) Periode aerasi jam 10. Memeriksa perbandingan F/M volume kolam = 4 jam hari debit 5, m = 4 jam hari 974, 6m hr ( ) = 5,8 jam hari 4 8 jam... OK U ( ) 974, 6 ( 47,98 17, 61) Q S o S m hari gr m = = = 0, VX 5, m 000 gr m hari 11. Memeriksa Beban organik beban organik S 47,98 974, 6 V 5, m 1000gr kg oq gr m m hr Beban organik = = = 1,0. kg BOD m hr 1. Kebutuhan O a. Kebutuhan O Kebutuhan O teoritis ( S ) Q So O kg hr = 1, 4Px BOD BOd 5 ( ) 974, 6m hr 47,98 17, 61 gr m = 1, 4 70,14 0, gr kg = 0,46 kg hr L ( kg hr) b. Kebutuhan O standar pada kondisi lapangan (SOR) N SOR kg hr = ' ( Cswβ Fa C) Csw ( ) 1, 4 T 0, dimana : α N = kebutuhan oksigen teoritis (kg/hr)

41 87 C sw = O yang dapat larut dalam air kran pada keadaan standar = 9,17 mg/lt C sw = O yang dapat larut dalam air kran pada temperatur lapangan (mg/lt) β = faktor tegangan permukaan salinitas, biasanya 0,9 untuk air limbah (DO jenuh/do jenuh air kran) α = faktor koreksi transfer O biasanya 0,8 0,9 F a = faktor koreksi O yang dapat larut untuk ketinggian tertentu ketinggian dalam meter = T = suhu rata-rata air buangan dalam kolam aerasi pada kondisi lapangan AfT + QT Af + Q = a i (dalam ºC), dimana : A = luas permukaan (m ) T a = suhu rata-rata udara sekitar (ºC) T i = suhu rata-rata influen (ºC) f = faktor proporsional (0,5m/hr) Q = debit (m /hr) Diasumsikan bahwa suhu rata-rata operasi pada bak aerasi = 0ºC C sw pada suhu 0ºC didapat 7,6 mg/lt

42 88 C = 1,5 mg/lt C sw = 9,15 mg/lt α = 0,9 β = 0,9 Ketinggian = 10 m F a 10 = 1 = 0, , 46 kg hr SOR = ( 7, 6mg lt 0,9 0,999 1,5 mg lt) 0 0 1, 04 0,9 9,15 = 44,8 kg hr 1. Menghitung Kebutuhan Aerator Kecepatan transfer dari aerator = 1,,4 kg O / kwh Digunakan kecepatan transfer udara = kg O / kwh Daya aerator yang dibutuhkan = 44,8 kg O hr 4 7,184KWH 9, 6HP kg O KWH jam = = Digunakan 0 aerator dengan daya masing-masing 0,5 HP. 14. Struktur Influent Kolam Aerasi a. Pemilihan susunan struktur influent Struktur inlet terdiri dari saluran persegi empat dibangun sepanjang lebar bak aerasi. Saluran tersebut terdiri dari 9 orrifices bujur sangkar terbagi rata panjang dari pusatnya dan berfungsi mendistribusi influent (air buangan dan pengembalian lumpur) sepanjang lebar kolam aerasinya.

43 89 b. Perhitungan head loss Q maks = = Q jam puncak + Q pengembalian lumpur ( 0,0505m det + 0, m det) m = 0,0191 det Lebar saluran influent = 0,5 m Bagian saluran yang influent yang tenggelam = 1 m Kecepatan dalam saluran = aliran setiap sisi kolam 0,0191 det m = luas penampang saluran 0,5m 1m = 0,08m Aliran melalui setiap orrifices 0, 0191m det = orrifice = m 0, 0064 / det/ orrifice Penurunan muka air dalam saluran sebagai berikut : influent dan kolam aerasi, Q Z = Cd A g Jika masing-masing orrifices berukuran 0cm 0cm dan C = 0,61, maka : d 0,0064 m / det Z = = 0, 005m 0, 61 0, m 0, m.9,81m det

44 Struktur Effluent Kolam Aerasi a. Memilih susunan struktur effluent Struktur effluent terdiri dari kotak effluent pelimpas (weir), dalam tiap kotak tersebut mempunyai weir 0,5 m yang dapat disesuaikan dalam panjangnya. Disediakan stop gate pada tiap kotak pelimpasnya untuk kelenturan pada penutup Menghitung head over pada rata-rata debit jam puncak Aliran tiap bak limpasan = 0,0505 m det = 0, det m Gunakan panjang limpasan L = 0,5 m dan C = 0,64, head over limpasan pada debit desain rata-rata dihitung dengan cara trial & error, gunakan L = 0,5 m H Q 0, = 0,069 ' = = m CL g 0, 64 0,5 9,81 ( ) ' L L 0,H 0,5 0, 0,069 0, 486 m 0,49m = = =

45 91 Gambar Kolam aerasi Bangunan Pengendap Akhir (Final Clarifier) Bak pengendap ini didesain dengan unit bak. 1. Dimensi Bangunan Pengendap Akhir Debit yang masuk bangunan pengendap akhir = debit desain + debit pengembalian lumpur MLSS buangan. Q = Q + Q MLSS buangan effluent bak pengendap awal m hr m hr m hr = 974, ,556 5,47 1 = m hr = m det hr r 15,46 0, 018 det Menghitung luas permukaan bak clarifier. QX A = ; dimana : SF A = luas clarifier (m ) Q = aliran masuk clarifier termasuk pengembalian lumpur (m /hr) X = MLSS (kg/m )

46 9 SF = harga batas solid (Grafik 1.14 buku Syed R.Qasim hal.60) Untuk konsentrasi pengembalian lumpur mg/lt, diperoleh dari grafik SF =,0kg/m.jam = kg m.jam 4 jam hari = 48 kg m. hari Dan untuk konsentrasi MLVSS = 000 gr/m R.Qasim hal.61, diperoleh : dari tabel 1.1 Syed Kecepatan awal pengendapan = 1, m/jam Solid flux rate Debit yang masuk (Q) = =,9 kg/m.jam m jam jam m jam 0, det = 64,8 64,8m jam 750 gr m A = = 11,5 m kg m jam 1000 gr kg Diameter clarifier (D) = 4A 4 11,5 D = = = 1, 44 1,5m π π 1 Luas sebenarnya (A aktual ) = π 1,5 = 1, 7m 4 Memeriksa overflow rate (V o ) = Q 64,8m jam 4 jam hr Vo = = = 1, 67 m m. hr A 1, 7m. Menghitung Beban Solid Batasan beban solid = QX 64,8m jam 750gr m 4 jam hr 1, = = 47,5 kg m A m gr kg hr

47 9. Kedalaman Clarifier Kedalaman air pada bak clarifier = kedalaman daerah air limbah jernih + kedalaman daerah pengendapan + kedalaman ruang penyimpanan lumpur. a. Menentukan kedalaman air limbah jernih dan daerah pengendapan. Umumnya kedalaman air limbah jernih dan daerah pengendapan ini sekitar 1,5 m, disediakan 1,5 m. b. Menghitung kedalaman daerah pengendapan. Kedalaman ini diasumsikan di bawah kondisi normal, massa lumpur pada clarifier dijaga agar 0% dari massa solids dalam kolam aerasi. Dengan rata-rata konsentrasi lumpur pada clarifier adalah 7000 mg/lt. Massa total solids pada tiap bak aerasi = , 4 gr m m m m = 88kg 1000 gr kg Massa total pada tiap clarifier = 0, 88kg = 64,6kg Kedalaman daerah pengendapan = total solid pada clarifier konsentrasi luas 64,6kg 1000 gr kg = = 0,1m 7000 gr m 1, 7m c. Menghitung kedalaman ruang penyimpanan lumpur Ruang ini untuk menyimpan lumpur sementara pada clarifier, apabila bangunan pengolahan lumpur tidak mampu menangani lumpur tersebut. Kapasitas penyimpanan lumpur disediakan untuk hari dalam kondisi debit jam puncak dan beban BOD 5. Di asumsikan bahwa faktor debit pada jam puncak =,5 dan faktor beban BOD =1,5.

48 94 TVS yang dihasilkan dalam kondisi berkelanjutan : obs ( ) = Y Q S S o ( ) gr m ( 1000 gr kg ) 47,98 17, 61 1,5,5 = 0,15 974, 6m hr = 6, 0kg hr Total solids yang disimpan = lama penyimpanan SS = hari 6,0 kg hr = 8,77kg 0,8 Total solids dalam clarifier = 8,77kg + 64,6kg = 59,7kg Kedalaman penyimpanan lumpur = total massa solids clarifier 59,7kg 1000 gr kg = = 0,69m konsentrasi luas permukaan 7000 gr m 1,7m d. Kedalaman total clarifier Kedalaman air pada clarifier = 1,5 m + 0,1 m + 0,69m =,5 m 4. Struktur Influent Clarifier Air buangan dialirkan ke tengah clarifier melalui pipa yang dipasang di tengah-tengah. 5. Struktur Effluent Clarifier a. Memilih susunan pelimpah (weir) dan dimensi Panjang pelimpah effluent = π D = π 1,5m = 9, 7m Disediakan kedalaman notch V 8 cm dengan jarak 40 cm dari pusat ke pusat. 9,7m Jumlah notch = = 98, 98 notch 40cm notch 100cm m b. Menghitung head over notch-v ( ) 1 Debit dari clarifier = debit dari kolam aerasi MLSS buangan

49 95 = 974,6 m /hr 5,47 m /hr = 948,79 m /hr = 0,01098m /det Debit /notch = 0,01098m det =0,00011 det 99 notch m Head over notch-v, (h) : Q 15 0, 00011m det h = = = 0,0m 8 C tg 8 d g φ 0,584.9,81 tg45 c. Menghitung weir loading Weir loading = debit clarifier 0,01098m det 86400det hr = 4,16 m. panjang pelimpah 9,7m = m hr 6. Memperkirakan Karakteristik Effluent dari tiap Clarifier Efisiensi : 85% BOD disisihkan 85% TSS disisihkan Q = 948,79m det hr lt m hr = ,98 det lt ( ) BOD = 1 0,85 47,98mg lt = 7,197 mg lt 7, , = 5, 9kg hr ( ) 1 = mg lt m hr gr kg ( ) SS = 1 0,85 04,5 mg lt = 0,68mg lt 0, , = 9,11kg hr ( ) 1 = mg lt m hr gr kg

50 96 (a) (b) Gambar Tampak atas (a) dan Potongan C-C (b) final clarifier 5.5. Desinfeksi Desinfeksi merupakan unit terakhir dari proses pengolahan air limbah grey water yang bertujuan untuk mengurangi bakteri yang terdapat dalam grey water. Desinfeksi ini dengan menggunakan klor dalam bentuk senyawa kalsium hipoklorit (CaOCl ) yang lebih dikenal kaporit. Pada pemakaian kaporit digunakan dalam bentuk larutan 70% dari total jumlah kaporit. (Sukarmadidjaja, 1990)

51 97 Jumlah kebutuhan klor yang digunakan dalam proses desinfeksi ini dihitung berdasarkan jumlah E. Colli sebelum dan sesudah pembubuhan klor, yang dinyatakan dalam persamaan : Kriteria Perancangan : a. ph optimum 6 7 b. aliran merata c. Dosis desinfeksi yang diberikan tiap bak setelah proses activated sludge -8 mg/lt d. Waktu kontak menit, digunakan 0 menit e. Kadar klor dalam kaporit 70% f. Berat jenis kaporit (ρ) = 0,8 0,88 kg/lt Perhitungan : 1. Kebutuhan klor tiap bak desinfeksi Debit dari clarifier, Q = 948,79 m /hr = 0,01098m /det Dosis yang diberikan = 8 mg/lt = 0,008 kg/m Kebutuhan klor = m kg m kg hr Debit dosis klor = 948,79 hr 0,008 = 7,59. Kebutuhan kaporit dalam larutan = berat klor 7,59kg hr = = 10,84 kg hr kadar klor 0,7

52 98. Dimensi tiap bak kontak pada saat Q jam puncak a. Memilih susunan ruang dan dimensi Disediakan ruang kontak tipikal, tiap ruang memiliki tiga putaran keliling susunan baffle dengan dimensi dan pengaturannya, seperti berikut ini : 19, 764m Vbak = Q t = 0,01098m det 1800 det = = 9,88m Asumsi bahwa : Panjang putaran keliling ruang kontak = 0m Lebar = 1,5 m Kedalaman = 0,5 m Tinggi jagaan = 0, m Total volume ruang kontak = 0m 1,5m 0,5m =,5m Asumsikan panjang bak, m = L 0 m = ( L 1,5m ) + 1,5m + ( L 1,5m ) + 1,5 + ( L 0, 75m) 0,75 L = = 15,75 m b. Menghitung ruang kontak pada Q jam puncak Waktu kontak pada Q jam puncak dengan ruang,5m t = 7,4menit 0, 0505 m det 60 det menit =

53 99 4. Struktur Influent a. Memilih susunan struktur influent Struktur influent terdiri dari saluran persegi yang terbagi sama rata pada tiap sisinya. Mesin pintu air disediakan untuk membuka tutup pada kasus salah satu ruang akan dikuras. Lebar bukaan yang terendam air 1 m dan 0,5 m tinggi akan mengalir pada ruang kontak. b. Menghitung hilang tekan struktur influent saat Q jam puncak dan salah satu ruang sedang tidak beroperasi. Perbedaan elevasi antara permukaan air pada saluran influent dan permukaan air pada ruang kontak, yaitu sebagai berikut : Q jam puncak Z = Cd g A, dimana C d = 0,6 0, 0505m det Z = = 0, 00145m 0, 6.9,81m det ( 1 0,5) m 5. Struktur Effluent a. Memilih susunan struktur effluent Struktur effluent terdiri dari pelimpah proporsional, orifice pembilas solids, saluran efluent dan saluran keluar. b. Membuat sebuah ruang persegi panjang dengan ukuran 1,5 m x 0, m di atas pelimpah proporsional untuk kondisi darurat yaitu saat salah satu ruang tidak beroperasi. Diasumsikan kedalaman air pada Q jam puncak dan saat salah satu ruang tidak beroperasi, yaitu 0,7m

54 100 (a) (b) Gambar 5.1. Ruang kontak klorin (a) tampak atas, (b) potongan A-A 5.6. Pengolahan Lumpur Metode unit pengolahan lumpur yang digunakan adalah metode drying beds, yang berfungsi mengurangi kadar air yang terdapat dalam lumpur dengan cara pengeringan. Jumlah lumpur yang diolah ini berasal dari unit bak pengendap awal dan secondary clarifier.

55 101 Tabel 5.1. Total jumlah penerimaan lumpur yang akan diolah Q lumpur BOD lumpur SS lumpur Unit Pengolahan (m /hr) (kg/hr) (kg/hr) Bak pengendap awal 16,41 66,66 761,19 Bak clarifier 45,45 107,79 170,4 Total 61,86 474,45 91,6 Sumber : Hasil Perhitungan 1. Kriteria Perancangan : Ketebalan lapisan penyaring = 15 0 cm Ketebalan lumpur = 0 0 cm Lama pengeringan lumpur = hari Kadar air lumpur = % Kecepatan pembebanan : - untuk petak terbuka = kg lumpur kering/m th. - untuk petak tertutup = kg lumpur kering/m th Ukuran petak, panjang petak = 5 0m dan lebar 5 8m. Perhitungan Dimensi Bak Metode yang digunakan dengan sistem petak terbuka Struktur influent, terdiri dari : - 15 cm pasir halus - 7,5 cm pasir kasar - 7,5 cm kerikil halus

56 10-7,5 cm kerikil sedang - 7,5 15 cm kerikil kasar Ketebalan lumpur 0 cm Luas lahan yang dibutuhkan : 61,86m hr = lama pengeringan= 10hari = 06m ketebalan lumpur 0,m lumpur Ukuran petak = p l =10 10 m 06m Jumlah petak = ( ) m 1 petak = 0,6 1 petak. Menghitung kualitas effluent Berat jenis lumpur kering = 1,06 Kandungan solids dalam lumpur kering = 5 % Pengeringan menjadi lumpur kering adalah 95 % SS dalam lumpur kering = 95% 91,6kg hr = 885,04kg hr Volume lumpur kering = 885, 04 kg hr 5% 1, kg m =,4 m hr Kandungan air yang menguap = 50 % Debit setelah melewati struktur influent =( ) m hr m hr m hr 61,86,4 50% = 9, 6 SS setelah melewati struktur influent = ( ) 1 0,95 91, 6kg hr = 46,58kg hr BOD setelah melewati struktur influent diasumsikan sebesar 1500 mg/lt

57 10 = ( ) gr m 9, 6m hr 1000 gr kg = 4,89 kg / hr Gambar 5.1. Potongan B-B Struktur Influent Drying Beds Gambar Potongan A-A Drying Beds Gambar Tampak Atas Drying Beds

58 Saluran Penghubung Dimensi Saluran Gambar Tata Letak Saluran dan Pipa Lumpur Saluran di desain dari beton dengan penampang persegi maka perhitungan dimensi saluran diperoleh dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan persamaan Manning, yaitu : 1 V R S n 1 = Q = A V A bd d R = keliling basah = b + d = b = d 0,1 8 1 Q = D S (untuk pipa lingkaran), dimana : n V = kecepatan saluran (m/det) D = diameter (m) n = koefisien kekasaran saluran d = tinggi saluran yang terendam air (m) b = lebar saluran (m) R = jari-jari hidrolik (m) Q = debit aliran (m /det) d S = kemiringan saluan (m/m) b Kriteria desain Saluran S-: - Dari aliran bak pemisah lemak ke bak penampung

59 105 - Q jam puncak = 50,5 lt/det - Kecepatan aliran = 0,15 m/det agar tidak terjadi penggendapan/penggerusan - Direncanakan jarak antar unit 15 m - Koefisien Manning untuk beton, n = 0,01 Perencanaan dimensi saluran : Q jam puncak 0,0505m det 0, m/det. =, direncanakan saluran dengan kecepatan V = 0,0505 det Q m A = 0,1684m V = 0,m det = A = b d = d 0,1684m = d 0,1684 d = = 0, 9 m 0,m b = d = 0, 9m = 0,58m 0,6m Mencari kemiringan saluran (s) : V 0,01 1 d 1 = S 0,m det 0,01 S = 0,000 m / m 1 0, 9 1 = S Tinggi jagaan saluran = 0,5 d = 0,5 0,9 = 0,8m Kriteria desain Saluran S-4 : - Dari aliran bak pengendap awal ke kolam aerasi

60 106 - Q jam puncak = 0,0505 m /det - V max =1 m/det 0, 0505 det Q m A = 0, 0505m V = 1m det = A π 4 0, , 54 4 D D = = = π m Mencari kemiringan saluran (S), dimana n = 0,05 (untuk steel corrugated pipe) : V 1m det S 0,05 1 d 1 = S 0,05 = 0,066 m / m 1 0,1 1 = S Dimensi Pipa Lumpur Pipa lumpur yang dimaksud adalah pipa yang menyangkut lumpur dari : a. Bak pengendap awal ke petak pengeringan lumpur (drying beds) = L1 b. Final clarifier ke petak pengeringan lumpur = L Perhitungan : Pipa L1 = Q lumpur = 16,41m /hr - Pemompaaan dilakukan setiap 16 jam 16 jam - Volume lumpur yang dipompa = 16, 41m hr = 4, 615m 4 jam hr - Pipa menggunakan diameter inch = 0,076 m - Luas penampang pipa = 0, 5 π 0, 076 = 0, 00456m

61 107 - Kecepatan aliran 0,6 m/det - Kemiringan pipa (S) : V 0,01 1 d 1 = S 0, 6m det 0,01 S =0,0047 m / m 1 0, = S - Q pemompaan = 0, 6 det 0, , 0074 det m m = m - Lama pemompaan = 4, 615m m 0, 0074 det = 898,58det ik =,5 jam Pipa L = Q lumpur = 45,45 m /hr - Pemompaaan dilakukan setiap 16 jam - Volume lumpur yang dipompa = 16 jam 45, 45m hr = 0,m 4 jam hr - Pipa menggunakan diameter inch = 0,076 m - Luas penampang pipa = 0, 5 π 0, 076 = 0, 00456m - Kecepatan aliran 0,6 m/det - Q pemompaan = 0, 6 det 0, , 0074 det m m = m - Lama pemompaan = 0,m m 0, det = 11058,4det ik =,07 jam Untuk perhitungan selanjutnya dilakukan dengan tabel perhitungan :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN BANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER KAWASAN APARTEMEN (STUDI KASUS : RASUNA EPICENTRUM) SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN BANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER KAWASAN APARTEMEN (STUDI KASUS : RASUNA EPICENTRUM) SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN BANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN GREY WATER KAWASAN APARTEMEN (STUDI KASUS : RASUNA EPICENTRUM) SKRIPSI VALENTINA LITA CATUR SARI CAHYADI 06 06 04 175 6 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih

Lebih terperinci

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya F144 Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya Hutomo Dwi Prabowo dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG KONTEN Pendahuluan Skema Pengolahan Limbah Ideal Diagram Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang: Pengolahan Fisik

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERENCANAAN

BAB IV DASAR PERENCANAAN BAB IV DASAR PERENCANAAN IV.1. Umum Pada bab ini berisi dasar-dasar perencanaan yang diperlukan dalam merencanakan sistem penyaluran dan proses pengolahan air buangan domestik di Ujung Berung Regency yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tatacara ini meliputi ketentuan-ketentuan, cara pengerjaan bangunan utama

Lebih terperinci

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik Bab iv Rencana renovasi ipal gedung bppt jakarta Agar pengelolaan limbah gedung BPPT sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (RE091322) Semester Ganjil 2010-2011 MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL Joni Hermana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Kampus Sukolilo, Surabaya 60111 Email: hermana@its.ac.id

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Peraturan Pemerintah Tentang Limbah Berdasarkan peraturan pemerintah No. 58 Tahun 1995 baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit menyebutkan bahwa kegiatan rumah sakit

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi Pendahuluan Dengan keluarnya PERMEN LHK No. P. 68 tahun 2016, tentang Baku Air Limbah Domestik maka air limbah domestik atau sewer harus

Lebih terperinci

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya D25 Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya Zella Nissa Andriani dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK TUGAS AKHIR Oleh: I Gusti Ngurah Indra Cahya Hardiana 0704105029 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR

STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR Sucipto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Yudharta Pasuruan Abstract Dalam upaya meninkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PROPINSI DKI JAKRTA

BAB 2 STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PROPINSI DKI JAKRTA BAB 2 STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PROPINSI DKI JAKRTA 41 2.1 Azas, Tujuan Dan Sasaran Pengelolaan Air Limbah Domestik Untuk mengatasi masalah pencemaran air di wilayah DKI Jakarta sudah

Lebih terperinci

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan perancangan FASILITAS FLOW SHEET PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan tangki biofilter pengolahan air limbah rumah tangga dengan tangki biofilter

Tata cara perencanaan dan pemasangan tangki biofilter pengolahan air limbah rumah tangga dengan tangki biofilter Tata cara perencanaan dan pemasangan tangki biofilter pengolahan air limbah rumah tangga dengan tangki biofilter 1 Ruang lingkup Tata cara ini mencakup persyaratan, kriteria perencanaan dan cara pemasangan

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya D13 Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya Gaby Dian dan Welly Herumurti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya D199 Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya Daneswari Mahayu Wisesa dan Agus Slamet Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

Pengolahan AIR BUANGAN

Pengolahan AIR BUANGAN Pengolahan AIR BUANGAN (WASTE WATER TREATMENT) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang 2011 Self purification Dahulu, alam memiliki kemampuan untuk mengolah air limbah secara

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU. STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU. OLEH : Angga Christian Hananta 3306.100.047 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Ir. Joni Hermana,

Lebih terperinci

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi Bak Sedimentasi Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air limbah yang berasal dari daerah permukiman perkotaan merupakan bahan pencemar bagi mahluk hidup sehingga dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Oleh : Ananta Praditya 3309100042 Pembimbing: Ir. M Razif, MM. NIP.

Lebih terperinci

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1 Bab i pendahuluan Masalah pencemaran lingkungan oleh air limbah saat ini sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan seperti halnya di DKI Jakarta. Beban polutan organik yang dibuang ke badan sungai atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air buangan merupakan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jenis limbah cair ini dibedakan lagi atas sumber aktifitasnya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 25 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan menjelaskan tentang diagram alir penelitian serta prosedur pengambilan data, teknik pengumpulan data, dan perhitungan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s

BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s 32 BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.1 PENDAHULUAN Hasil dari penelitian akan dibahas pada Bab IV ini. Hasil proses pengolahan air limbah didiskusikan untuk mengetahui seberapa efektifkah Submersible Venturi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 66 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Penyebab Penyimpangan Baku Mutu Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada di Central Parkmenggunakan sistem pengolahan air limbah Enviro RBC.RBC didesain untuk

Lebih terperinci

TL-4102 PBPAL. Pengolahan Pertama PENYARINGAN

TL-4102 PBPAL. Pengolahan Pertama PENYARINGAN TL-4102 PBPAL Pengolahan Pertama PENYARINGAN PENYARINGAN (SCREEN) : Unit operasi pertama dalam IPAL Domestik Prinsip : Suatu peralatan dengan bukaan yang biasanya berukuran uniform yang dipergunakan untuk

Lebih terperinci

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

[Type text] BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah cair merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tata kota. Mengingat limbah mengandung banyak zatzat pencemar yang merugikan bahkan

Lebih terperinci

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S OXIDATION PONDS (KOLAM OKSIDASI) Bentuk kolam biasanya sangat luas, tetapi h (kedalamannya) kecil atau dangkal, bila kedalaman terlalu

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1)

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1) TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1) Penempatan Pengolahan Air Limbah 1. Pengolahan sistem terpusat (off site) 2. Pengolahan sistem di tempat

Lebih terperinci

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN:

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN: SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN: Metcalf & Eddy: kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama dengan air tanah, air permukaan, dan

Lebih terperinci

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA Anjar P,RB Rakhmat 1) dan Karnaningroem,Nieke 2) Teknik Lingkungan, ITS e-mail: rakhmat_pratama88@yahoo.co 1),idnieke@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation 1. UU No 32 thn 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Gambar 1. Pencemaran air sungai Pasal

Lebih terperinci

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug. 39 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Makna, Ciledug yang terletak di Jalan Ciledug Raya no. 4 A, Tangerang. Instalasi Pengolahan Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK 29 4.1 Prosedur Start-Up IPAL Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Start-up IPAL dilakukan pada saat IPAL baru selesai dibangun atau pada saat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI i ii iii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Pencemaran Air Oleh Limbah Domestik 4 1.2. Karakteristik Air Limbah Domestik 8 1.3. Potensi Limbah Cair di DKI

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faktor penyebab masalah krisis air dan pencemaran tanah serta air khususnya di Jakarta diakibatkan oleh tingkah laku manusia yang tidak bersahabat dengan alam. Pemanasan

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

BAB V DETAIL DESAIN. Metode Aritmatik

BAB V DETAIL DESAIN. Metode Aritmatik BAB V DETAIL DESAIN 5.1 Pryeksi Penduduk Kecamatan Tenggarong Dalam hal merencanakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dimulai dengan menentukan jumlah debit lumpur tinja yang dihasilkan oleh penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon dibangun di lahan

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB TNJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Rumah Tangga Limbahcair rumah tangga adalah semua buangan dari hasil kegiatan rumah tangga mencakup mandi, mencuci dan buangan kotoran manusia (urin, dan tinja), (Suharjo,

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc. UJIAN LISAN TUGAS AKHIR STUDI EFISIENSI PAKET PENGOLAHAN GREY WATER MODEL KOMBINASI ABR-ANAEROBIC FILTER Efficiency Study of ABR-Anaerobic Filter Combine Model As Grey Water Treatment Package DISUSUN OLEH

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Kondisi Umum Instalasi Pengolahan Air Limbah Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada di Central Park menggunakan sistem pengolahan

Lebih terperinci

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT 304 13.1 PENDAHULUAN 13.1.1 Latar Belakang Masalah Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya di Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota besar di Indonesia pada umumnya memiliki masalah tipikal yaitu peningkatan penduduk yang disebabkan oleh laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det Evaluasi Pengolahan Air Minum Eksisting Kapasitas 2 L/det BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 2 L/det V.1. Umum Pelayanan air bersih di Kota Kendari diawali pada tahun 1928 (zaman Hindia

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT Setiyono Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: setiyono@hotmail.com

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap hari manusia menghasilkan air limbah rumah tangga (domestic waste water). Air limbah tersebut ada yang berasal dari kakus disebut black water ada pula yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR PEJOMPONGAN II DENGAN METODE KONVENSIONAL

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR PEJOMPONGAN II DENGAN METODE KONVENSIONAL PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR PEJOMPONGAN II DENGAN METODE KONVENSIONAL Yurista Vipriyanti 1 Heri Suprapto 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma,

Lebih terperinci

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 122 TAHUN

Lebih terperinci

Gambar 4. Keadaan sebelum dan sesudah adanya pengairan dari PATM

Gambar 4. Keadaan sebelum dan sesudah adanya pengairan dari PATM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Kondisi PATM Gorontalo merupakan salah satu daerah yang menjadi tempat untuk pengembangan sumberdaya lokal berbasis pertanian agropolitan sehingga diperlukan inovasi

Lebih terperinci

DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA

DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA Rhenny Ratnawati*) Muhammad Al Kholif*) dan Sugito*) Abstrak Poliklinik menghasilkan air limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah cair adalah penyisihan bahan padat dari limbah cair

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit

Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit THICKENING Tujuan proses thickening adalah untuk memekatkan lumpur dan mengurangi volume lumpur. Metoda thickening yang umum: 1. Gravity 2. Flotation 3. Centrifugation Gravity thickener berbentuk lingkaran

Lebih terperinci

dikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa

dikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Pada saat ini, sistem pengelolahan limbah di Kota Yogyakarta dibagi menjadi dua sistem, yaitu : sistem pengolahan air limbah setempat dan sistem pengolahan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm

Pendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm Pendahuluan RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani Dibangun pertama kali di Jerman (Barat) pada tahun 1960 diperkenalkan di Amerika Serikat Di AS dan Kanada, 70% menyisihkan karbon organik

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN ALTERNATIF MEDIA BIOFILTER (STUDI KASUS: KEJAWAN GEBANG KELURAHAN KEPUTIH SURABAYA)

PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN ALTERNATIF MEDIA BIOFILTER (STUDI KASUS: KEJAWAN GEBANG KELURAHAN KEPUTIH SURABAYA) PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN ALTERNATIF MEDIA BIOFILTER (STUDI KASUS: KEJAWAN GEBANG KELURAHAN KEPUTIH SURABAYA) Arga Santoso 1), Nieke Karnaningroem 2) dan Didik Bambang Supriyadi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D176 Evaluasi dan Desain Ulang Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Tekstil di Kota Surabaya Menggunakan Biofilter Tercelup Anaerobik-Aerobik Achmad Muzakky, Nieke Karnaningroem, dan Mohammad

Lebih terperinci

RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan

RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani Pendahuluan Dibangun pertama kali di Jerman (Barat) pada tahun 1960 diperkenalkan di Amerika Serikat Di AS dan Kanada, 70% menyisihkan karbon organik

Lebih terperinci

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Jadwal Kuliah. Utilitas-MG 03-Nensi 1

Jadwal Kuliah. Utilitas-MG 03-Nensi 1 Jadwal Kuliah 13:30-14:30 : Materi 14:30-15:30 : Tugas Kelas Menggambar Denah dan Potongan Jaringan Air Kotor 15:30-16:00 : Tugas Kelas Menghitung Kebutuhan Talang 16:00-16.10 : Presentasi Mahasiswa Terbaik

Lebih terperinci